BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Transkripsi

1

2

3

4

5 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemakaian satuan ukuran, standar satuan, metode pengukuran, dan Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP). Dalam ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, mengamanatkan pengaturan UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang, dibebaskan dari tera atau tera ulang, atau dari kedua-duanya, serta syarat-syarat yang harus dipenuhi. Dalam melaksanakan amanat tersebut di atas, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1985 tentang Wajib dan Pembebasan Untuk Ditera dan/atau Ditera Ulang Serta Syarat-syarat Bagi Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya. Adapun UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang adalah UTTP yang dipakai untuk keperluan menentukan hasil pengukuran, penakaran, atau penimbangan untuk kepentingan umum, usaha, menyerahkan atau menerima barang, menentukan pungutan atau upah, menentukan produk akhir dalam perusahaan, dan melaksanakan peraturan perundang-undangan. Ultrasonic Liquid Flow Meter adalah alat ukur untuk mengukur laju alir cairan dengan metode ultrasonik yang dijadikan dasar untuk transaksi cairan. Oleh karena itu, Ultrasonic Liquid Flow Meter yang digunakan harus dapat memenuhi kriteria tertentu yang ditentukan oleh suatu peraturan perundang-undangan. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu disusun syarat teknis Ultrasonic Liquid Flow Meter sebagai pedoman bagi petugas dalam melaksanakan kegiatan tera dan tera ulang serta pengawasan Ultrasonic Liquid Flow Meter. 5

6 1.2. Maksud dan Tujuan 1. Maksud Untuk mewujudkan keseragaman dalam pelaksanaan kegiatan tera dan tera ulang Ultrasonic Liquid Flow Meter. 2. Tujuan Tersedianya pedoman bagi petugas dalam melaksanakan kegiatan tera dan tera ulang serta pengawasan Ultrasonic Liquid Flow Meter Pengertian Dalam Syarat Teknis ini yang dimaksud dengan: 1. Ultrasonik (ultrasonic) adalah suara atau getaran yang mempunyai frekuensi di atas jangkauan pendengaran manusia, sekitar Hz 2. Liquid adalah cairan selain air yang mengalir dengan densitas dan viskositas tertentu. 3. Lintasan akustik (acoustic path) adalah lintasan dimana sinyal-sinyal akustik berpindah secara menyebar diantara elemen-elemen transduser. 4. Waktu transit adalah pengukuran interval waktu yang berkaitan dengan pengiriman dan penerimaan sinyal akustik antar transduser. 5. Transduser adalah komponen yang menghasilkan keluaran akustik ketika merespon stimulus elektrik dan sebaliknya. 6. Ultrasonic Liquid Flow Meter yang selanjutnya disebut Meter Ultrasonik adalah meter yang mengukur secara tidak langsung (jenis inferensial) untuk menentukan laju alir cairan dengan mengukur waktu transit pulsa suara berfrekuensi tinggi. 7. Kecepatan alir aksial adalah komponen kecepatan aliran cairan pada titik bagian pengukuran yang sejajar dengan sumbu bagian pengukuran dan arah aliran yang diukur. 8. Flow conditioner adalah perangkat yang digunakan untuk mengurangi pusaran atau gangguan terhadap bentuk kecepatan aliran. 9. Pipa pelurus adalah pipa yang digunakan untuk mengurangi pusaran atau gangguan terhadap bentuk kecepatan aliran. 10. Meter run adalah bagian dari instalasi pemipaan meliputi bagian pelurus aliran hulu (upstream), Meter Ultrasonik dan bagian pelurus aliran hilir (downstream). 11. Unit Pengolah Sinyal (signal processing unit/spu) adalah bagian dari sistem Meter Ultrasonik yang berfungsi untuk menerima dan mengolah sinyal serta menampilkan hasil pengukuran. 12. Faktor skala pulsa adalah koefisien yang dimasukkan ke SPU oleh pabrik atau pemakai yang menggambarkan hubungan antara pulsa keluaran dan volume. 13. Ketidaktetapan (repeatability) adalah selisih terbesar penunjukan Meter Ultrasonik dari pengukuran yang berurutan pada kondisi yang sama. 14. Batas Kesalahan yang Diizinkan (BKD) adalah kesalahan yang masih berada dalam rentang operasional yang ditentukan pada Meter Ultrasonik. 6

7 15. Standar uji adalah alat penguji berupa meter prover, master meter, bejana ukur dengan volume terukur dan timbangan dengan kapasitas tertentu yang digunakan sebagai standar untuk menguji Meter Ultrasonik. 16. Kesalahan penunjukan adalah selisih antara penunjukan Meter Ultrasonik yang diuji dikurangi penunjukan standar uji pada kondisi yang sama dalam persen. 17. Pembacaan aliran nol adalah pembacaan kecepatan aliran maksimum yang diizinkan ketika cairan berada dalam keadaan diam, yaitu ketika kedua komponen kecepatan aksial dan non-aksial secara esensial bernilai nol. 18. Static pressure transmitter adalah perlengkapan yang merupakan sensor tekanan statis yang mengubah tekanan yang terjadi di dalam pipa Meter Ultrasonik menjadi bentuk sinyal. 19. Temperature transmitter adalah perlengkapan yang merupakan sensor suhu yang mengubah suhu yang terjadi di dalam pipa Meter Ultrasonik menjadi bentuk sinyal. 20. Badan hitung adalah bagian Meter Ultrasonik yang berfungsi untuk menghitung sinyal menjadi suatu nilai tertentu yang berasal dari satu atau beberapa alat pemancar (transmitter) yang saling terhubung. 21. Laju alir maksimum (q maks ) adalah laju alir cairan terbesar yang melalui Meter Ultrasonik yang masih berada pada rentang BKD. 22. Laju alir transisi (q t ) adalah laju alir cairan yang nilainya lebih besar dari q min dan lebih kecil atau sama dengan 0,1 q maks (q min < q t 0,1 q maks ). 23. Laju alir minimum (q min ) adalah laju alir cairan terkecil yang melalui Meter Ultrasonik yang masih berada pada rentang BKD. 24. Laju alir sebenarnya (q i ) adalah laju alir cairan yang terukur melalui suatu Meter Ultrasonik dibawah kondisi uji dengan pengaturan tertentu. 25. Laju alir atau debit adalah volume cairan yang diukur oleh Meter Ultrasonik per satuan waktu. 26. Volume uji adalah volume cairan yang diukur oleh Meter Ultrasonik pada setiap kali pengujian. 27. Volume ukur adalah volume cairan yang diukur oleh Meter Ultrasonik pada setiap kali pengukuran. 28. Kondisi uji adalah keadaan selama pengujian berlangsung yang mencakup laju alir, suhu, tekanan dan cairan uji pada setiap kali pengujian. 29. Kuantitas minimum yang diukur atau penyerahan minimum adalah volume cairan terkecil yang diperkenankan untuk diukur. 30. Kondisi ukur adalah keadaan selama pengukuran berlangsung yang mencakup laju alir, suhu, tekanan dan cairan ukur pada setiap kali 7

8 pengukuran. 31. Alat konversi adalah alat yang berfungsi mengubah volume yang diukur pada kondisi ukur ke volume pada kondisi dasar, atau ke massa secara otomatis dengan memperhatikan karakteristik cairan antara lain suhu, tekanan, dan densitas. 32. Flange type transducer adalah transduser yang dipasang secara permanen dan menyentuh cairan yang diukur. 8

9 BAB II PERSYARATAN ADMINISTRASI 2.1. Ruang Lingkup Syarat Teknis ini mengatur tentang persyaratan teknis dan persyaratan kemetrologian untuk Meter Ultrasonik Penerapan 1. Syarat Teknis ini berlaku untuk Meter Ultrasonik yang digunakan dalam pengukuran serah terima (custody transfer) cairan selain air antara lain: a. minyak bumi (liquid petroleum) dan produk derivatif seperti minyak mentah (crude oil), hidrokarbon cair (liquid hydrocarbon), elpiji (liquefied petroleum gas), bahan bakar cair (liquid fuel), pelumas, oli dan lain-lain; b. pangan olahan berbentuk cairan seperti produk berbahan baku susu (susu, krim, dll) dan minuman lainnya serta minyak nabati (minyak kacang kedelai, kelapa sawit, dll); dan c. cairan lainnya seperti air suling, air deionisasi, air demineral, dan semua jenis air yang tidak diatur dalam Syarat Teknis tentang Meter Air. 2. Ketentuan dalam Syarat Teknis ini hanya berlaku untuk Meter Ultrasonik yang menggunakan Flange Type Transducer Identitas 1. Meter Ultrasonik harus dilengkapi dengan pelat identitas yang berisi tanda dan informasi sebagai berikut: a. tanda pabrik atau merek; b. model/tipe dan nomor seri; c. tahun pembuatan; d. diameter dalam; e. tekanan operasional maksimum; f. laju alir maksimum dan minimum; dan g. suhu maksimum dan minimum. 2. Tiap-tiap port transducer harus ditandai secara permanen dengan penandaan sesuai peruntukannya. Jika penandaan dibubuhkan pada badan Meter Ultrasonik harus dilakukan dengan tekanan rendah. 3. Semua tanda dan informasi pada angka 1 dan angka 2 harus mudah dilihat dan dibaca, tidak mudah terhapus/dihilangkan dan tidak dapat dipindahkan tanpa dirusak. 9

10 2.4. Persyaratan Meter Ultrasonik Sebelum Peneraan 1. Persyaratan sebelum dilakukan tera a. untuk Meter Ultrasonik asal impor harus dilengkapi: 1) surat Izin Tipe; dan 2) Label Tipe yang melekat pada Meter Ultrasonik. b. untuk Meter Ultrasonik produksi dalam negeri harus dilengkapi: 1) surat Izin Tanda Pabrik; dan 2) label yang memuat merek pabrik dan nomor surat Izin Tanda Pabrik. 2. Persyaratan sebelum dilakukan tera ulang: Meter Ultrasonik yang akan ditera ulang harus sudah ditera sebelumnya. 10

11 BAB III PERSYARATAN TEKNIS DAN PERSYARATAN KEMETROLOGIAN 3.1. Persyaratan Teknis 1. Persyaratan umum a. Meter Ultrasonik 1) Bahan dan Konstruksi Meter Ultrasonik harus terbuat dari bahan yang tahan karat dan kuat. Desain dan konstruksinya harus sesuai dengan peruntukkannya sehingga karakteristik kemetrologiannya tetap terjaga. 2) Lingkup Operasional a) Lingkup operasional Meter Ultrasonik ditentukan oleh karakteristik sebagai berikut: (1) kuantitas minimum yang diukur; (2) daerah/rentang ukur yang dibatasi oleh laju alir minimum (q min ) dan laju alir maksimum (q max ); (3) tekanan maksimum cairan (P max ); (4) tekanan minimum cairan (P min ); (5) sifat cairan yang diukur meliputi viskositas dan densitas; (6) suhu maksimum cairan (T max ); dan (7) suhu minimum cairan (T min ). b) Kuantitas minimum yang diukur harus dinyatakan dalam bentuk 1 x 10 n, 2 x 10 n, atau 5 x 10 n satuan volume atau massa yang berlaku, dengan n adalah bilangan bulat positif, negatif atau nol. 3) Tranduser ultrasonik a) Spesifikasi Transduser harus memenuhi persyaratan untuk digunakan pada tekanan maksimum/minimum dan rentang suhu operasional serta komposisi cairan. b) Pertukaran Transduser tidak boleh dilakukan penggantian dengan transduser lain baik dengan spesifikasi sama ataupun berbeda setelah dilakukan peneraan. 4) Perangkat koreksi Meter Ultrasonik dapat dipasang dengan alat koreksi. Alat koreksi harus tidak mengubah sifat atau karakteristik kemetrologian. 5) Badan ukur a) Badan ukur harus tahan terhadap tekanan sesuai dengan spesifikasinya yang minimal 10 kg/cm 2. b) Badan ukur harus tahan terhadap pengaruh dari suhu dan cairan yang diukur. 11

12 c) Badan ukur tidak boleh ada kebocoran pada tekanan operasional. b. Perangkat penunjukan 1) Perangkat penunjukan atau badan hitung ada 2 (dua) jenis yaitu yang terpisah di ruang kendali (control room) dan menjadi satu kesatuan dengan sensor/transduser Meter Ultrasonik. Badan hitung yang terpisah dapat berupa flow computer, mikrokomputer, kalkulator atau totalisator. a) Pembacaan harus tepat, jelas dan tidak mudah terpengaruh oleh perubahan kondisi. b) Jika alat tersebut terdiri dari beberapa elemen, maka harus dapat disusun sedemikian rupa sehingga pembacaan volume cairan yang diukur tetap dapat dilakukan. c) Tanda desimal harus tampil secara terpisah atau dibedakan. d) Interval skala penunjukan harus dinyatakan dalam bentuk 1 x 10 n, 2 x 10 n, atau 5 x 10 n satuan volume atau massa yang berlaku, dengan n adalah bilangan bulat positif, negatif atau nol. e) Selama periode pengukuran, maka harus ditampilkan penunjukan volume secara kontinu. 2) Perangkat penunjukan terdiri dari beberapa bagian, yaitu: a) Perangkat penyetel nol (1) Perangkat penunjukan atau badan hitung harus dilengkapi dengan penyetel nol. (2) Setelah penunjukan hasil pengukuran dikembalikan ke angka nol, maka penunjukan harus nol, tanpa menimbulkan keraguan. b) Perangkat penunjuk volume (1) Alat penyetel nol harus tidak membatalkan hasil pengukuran yang ditampilkan oleh alat penunjuk volume (selain dari menghilangkan hasil pengukuran dan menampilkan nol). (2) Setelah operasi pengenolan dimulai, harus tidak dimungkinkan bagi alat penunjuk volume untuk menunjukkan hasil yang berbeda dengan hasil pengukuran yang telah dibuat, sampai operasi pengenolan tersebut selesai. c) Perangkat penyimpanan (memory device) (1) Sistem ukur boleh dipasang dengan alat memori untuk menyimpan hasil pengukuran sampai hasil tersebut digunakan. Alat yang digunakan untuk membaca keterangan yang tersimpan dianggap sebagai bagian dari alat penyimpanan (memory). 12

13 (2) Media tempat menyimpan data harus permanen agar data yang tersimpan tidak hilang pada kondisi penyimpanan secara normal, memiliki kapasitas penyimpanan yang sesuai dan data dapat ditampilkan kembali sesuai dengan kondisi awal. (3) Jika kapasitas penyimpanan telah penuh, maka data yang telah tersimpan dapat dihapus dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut: - data yang dihapus sesuai dengan urutan perekaman; dan - penghapusan dilakukan secara manual. (4) Proses penyimpanan dalam memori harus tidak mengubah nilai-nilai yang telah tersimpan sebelumnya. (5) Alat memori harus dipasang dengan fasilitas pengecek untuk memastikan dan menjamin data tersimpan sesuai dengan hasil perhitungan. d) Perangkat konversi (1) Sistem ukur dapat dilengkapi dengan alat konversi. (2) Perhitungan faktor konversi harus dibuat sesuai dengan rekomendasi atau standar internasional. (3) Parameter yang menentukan sifat cairan yang diukur dan mempengaruhi formula konversi harus diukur. Parameter yang pengaruhnya sangat kecil terhadap BKD (kurang dari 1/10 BKD) boleh tidak dikontrol. (4) Alat ukur yang digunakan dipasang sedekat mungkin dengan Meter Ultrasonik sehingga penentuan volume dapat dilakukan seakurat mungkin. e) Perangkat pencetak (1) Interval skala yang dicetak harus dinyatakan dalam bentuk 1 x 10 n, 2 x 10 n, atau 5 x 10 n satuan volume atau massa yang berlaku, dengan n adalah bilangan bulat positif, negatif atau nol, dan harus tidak melebihi deviasi volume atau massa minimum. Interval skala tercetak harus tidak lebih kecil dari interval skala alat penunjukan. (2) Volume atau massa tercetak harus dinyatakan dalam satuan yang sah. (3) Untuk alat pencetak elektronik harus memiliki fasilitas pengecek untuk memastikan dan menjamin bahwa kontrol-kontrol pencetakan sesuai dengan data yang dikirimkan oleh alat penghitung. f) Penghitung Penghitung dapat dilengkapi dengan antarmuka (interface) untuk dihubungkan dengan perlengkapan periferal. Alat ini harus tetap berfungsi dengan benar dan tidak mempengaruhi sifat atau karakteristik kemetrologian. 13

14 c. Perangkat tambahan Meter Ultrasonik dapat dilengkapi dengan perangkat tambahan dengan tidak mempengaruhi sifat atau karakteristik kemetrologian. Penggunaan perangkat tambahan berupa temperature dan pressure transmitter, pengaruhnya terhadap hasil perhitungan akhir pada kondisi dasar (base condition) harus diperhitungkan. d. Instalasi dan pemipaan 1) Instalasi Meter Ultrasonik harus mempertimbangkan laju alir maksimum dan minimum, suhu dan tekanan serta mempertimbangkan sifat-sifat fisik pada aliran cairan yaitu viskositas, densitas, tekanan uap dan korosi. 2) Pipa pelurus digunakan sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi pusaran aliran (swirl) dan mengurangi terjadinya gangguan bentuk kecepatan aliran: a) jika dilengkapi flow conditioner, maka panjang pipa pelurus yang dibutuhkan pada sisi upstream (sebelum Meter Ultrasonik) 10 kali diameter dalam pipa; b) jika tidak dilengkapi flow conditioner, maka panjang pipa pelurus yang dibutuhkan 20 kali diameter dalam pipa; dan c) pada sisi downstream (setelah Meter Ultrasonik) panjang pipa pelurus adalah 5 kali diameter dalam pipa. 3) Katup (valves) pada instalasi dan pemipaan harus diperhatikan secara khusus yaitu: a) katup pengendali aliran atau tekanan harus diletakkan pada sisi outlet (downstream) dari Meter Ultrasonik sehingga tidak menyebabkan perubahan pola aliran akibat adanya guncangan atau lonjakan dan tekanan di dalam Meter Ultrasonik; dan b) katup yang dipasang diantara Meter Ultrasonik dan standar uji seperti katup pengendali aliran, saluran air, dan ventilasi harus dilengkapi dengan double block and bleed valve untuk mencegah terjadinya kebocoran. 4) Thermowell atau tempat untuk meletakkan termometer, perangkat tekanan, dan densitometer harus dipasang sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh hasil pengukuran yang akurat. 5) Saringan harus tersedia untuk melindungi peralatan terkait, termasuk standar uji dan pompa. 6) Instalasi harus dilengkapi dengan perangkat eliminasi udara (air eliminator). 7) Desain dan instalasi Meter Ultrasonik dapat disusun sesuai dengan Gambar 1. 14

15 Gambar 1. Desain Standar untuk Meter Ultrasonik Keterangan: 1. Katup (valve) penutup 8. Perangkat pengukur suhu 2. Perangkat differential pressures 9. Lubang pengukuran suhu (temperature test well) 3. Penyaring dan atau eliminator 10. Katup ganda block-and-bleed shutoff positif 4. Perangkat pengkondisi aliran 11. Katup pengatur (control valve) (flow conditioner) 5. Meter Ultrasonik 12. Katup pengecek (check valve) 6. Pipa pelurus 13. Pengukur densitas 7. Perangkat pengukur tekanan e. Keamanan dan akses Meter Ultrasonik Semua susunan parameter dan penyetelan harus diamankan dari gangguan atau perubahan yang tidak sah atau tidak sesuai dengan standar/dokumen yang berlaku melalui penggunaan password dan/atau segel atau kunci. 2. Persyaratan instrumen elektronik Persyaratan ini berlaku untuk Meter Ultrasonik yang dilengkapi dengan instrumen elektronik, sebagai tambahan persyaratan dalam syarat teknis ini. a. Persyaratan umum 1) Kondisi operasional Instrumen elektronik harus didesain dan dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak melampaui BKD apabila digunakan dalam kondisi operasional. 2) Ketahanan Persyaratan pada angka 1) harus dipenuhi dalam jangka waktu pemakaian yang lama sesuai dengan peruntukan penggunaan instrumen elektronik. b. Persyaratan khusus 1) Suplai daya/catu daya Jika aliran cairan tidak terhenti selama terjadi kegagalan pada catu daya utama, maka sistem ukur harus dilengkapi catu daya darurat (emergency power supply) sehingga fungsi operasional pengukuran tetap berjalan. 2) Antarmuka (Interface) a) Suatu instrumen elektronik dapat dilengkapi dengan 15

16 antarmuka yang memungkinkan instrumen untuk disambungkan dengan perangkat periferal atau instrumen lain. b) Suatu antarmuka tidak boleh menyebabkan sifat atau karakteristik kemetrologian dari instrumen dan data pengukuran terpengaruh oleh perangkat periferal (misalnya komputer). c) Ke dalam instrumen tidak boleh dimungkinkan untuk memasukkan melalui antarmuka, instruksi-instruksi, program-program atau data yang dapat: menampilkan data yang tidak jelas sehingga terjadi kekeliruan dalam hasil pengukuran; membuat hasil pengukuran yang ditampilkan, diproses atau disimpan menjadi salah; dan mengubah pengaturan instrumen atau mengubah faktor-faktor pengaturan Persyaratan Kemetrologian 1. Batas Kesalahan yang Diizinkan (BKD) Batas Kesalahan yang Diizinkan (BKD) pada tera dan tera ulang adalah ± 0,5 %. 2. Ketidaktetapan (repeatability) Batas ketidaktetapan (repeatability) yang diizinkan dari hasil pengujian berurutan pada tera dan tera ulang adalah ± 0,1 %. 3. Temperature dan Pressure Transmitter Jika Meter Ultrasonik dilengkapi dengan transmitter, maka BKD pada tera dan tera ulang untuk temperature dan pressure transmitter adalah ± 0,25 % full scale. 16

17 BAB IV PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN 4.1. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan dilakukan untuk memastikan bahwa Meter Ultrasonik memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Syarat Teknis ini. 2. Meter Ultrasonik harus diperiksa untuk memastikan kesesuaian dengan tipe yang telah mendapatkan Izin Tipe atau Izin Tanda Pabrik. 3. Pemeriksaan juga harus memastikan pemasangan Meter Ultrasonik dirancang sedemikian rupa, sehingga pengoperasian pada saat pengujian dan penggunaan saat transaksi adalah sama. 4. Pemeriksaan kebocoran dilaksanakan dengan memperhatikan sambungan antara pipa instalasi dengan lubang masuk dan lubang keluar saat Meter Ultrasonik berisi media uji dan tidak boleh terjadi kebocoran. 5. Pemeriksaan spesifikasi teknis dilakukan untuk memastikan Meter Ultrasonik dan komponennya telah sesuai. 4.2 Pengujian Tera dan Tera Ulang 1. Persyaratan Umum Meter Ultrasonik harus diuji untuk memverifikasi kesesuaian dengan persyaratan kemetrologian dan persyaratan teknis. 2. Pengujian penyetel nol Pengujian ini untuk memastikan penunjukan aliran pada badan hitung menunjuk angka nol ketika Meter Ultrasonik dalam kondisi tidak bekerja. 3. Pengujian Meter Ultrasonik Pengujian Meter Ultrasonik dapat dilakukan dengan metode sebagai berikut: a. Metode Volumetri Standar uji yang dapat digunakan pada metode pengujian ini adalah bejana ukur, master meter atau meter prover sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1. b. Metode Gravimetri Standar uji yang dapat digunakan pada metode pengujian ini adalah timbangan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Pengujian Perlengkapan Meter Ultrasonik a. Pengujian pressure transmitter Standar uji yang digunakan dalam pengujian antara lain: 1) dead weight tester (DWT) yang mampu telusur dan sesuai dengan rentang ukur yang dibutuhkan; dan 2) pressure calibrator yang mampu telusur dan sesuai dengan rentang ukur yang dibutuhkan. 17

18 b. Pengujian temperature transmitter Standar uji yang digunakan dalam pengujian antara lain: 1) thermobath yang mampu telusur dan sesuai dengan rentang ukur; dan 2) decade resistance box yang mampu telusur dan sesuai dengan rentang ukur. 18

19 BAB V PEMBUBUHAN TANDA TERA 5.1. Pembubuhan 1. Tanda Daerah, Tanda Pegawai Berhak, dan Tanda Sah dibubuhkan pada lemping tanda tera yang terbuat dari aluminium atau logam lain dengan kualitas yang tahan karat. 2. Tanda Jaminan dibubuhkan atau dipasang pada bagian bagian tertentu dari Meter Ultrasonik untuk mencegah penukaran dan/atau perubahan. 3. Bentuk dan ukuran tanda tera sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan Tempat Pembubuhan 1. Penempatan Lemping tanda tera dipasang pada bagian Meter Ultrasonik yang mudah dilihat, tidak mudah lepas dan dapat menjamin keutuhan tanda-tanda tersebut. 2. Tera a. Tanda Daerah ukuran 4 mm (D4), Tanda Pegawai Berhak (H) dan Tanda Sah Logam ukuran 4 mm (SL4) dibubuhkan pada lemping Tanda Tera. Lemping tersebut dipasang pada Meter Ultrasonik dengan kawat segel dan dijamin dengan Jaminan Plombir ukuran 8 mm (JP8). b. Tanda Jaminan ukuran 8 mm (JP8) dibubuhkan pada penutup transmitter, port transducer, tutup bagian elektronik, chip permanen PROM dan badan hitung yang terpisah dengan Meter Ultrasonik. 3. Tera Ulang a. Terhadap Meter Ultrasonik yang telah dibubuhi Tanda Tera pada saat tera sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a, pada saat tera ulang Tanda Jaminan ukuran 8 mm (JP8) dimaksud diganti dengan Tanda Sah Plombir ukuran 6 mm (SP6). b. Tanda Jaminan ukuran 8 mm (JP8) dibubuhkan pada tempattempat sebagaimana angka 2 huruf b. 19

20 BAB VI PENUTUP Syarat Teknis Meter Ultrasonik merupakan pedoman bagi petugas dalam melaksanakan tera dan tera ulang Meter Ultrasonik serta pengawasannya, guna meminimalisir penyimpangan penggunaan Meter Ultrasonik dalam transaksi serta upaya perwujudan tertib ukur sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal. 20

21 Lampiran 1. Pengujian Metode Volumetri A. Menggunakan Bejana Ukur 1. Peralatan yang diperlukan a. Bejana Ukur 1) bejana ukur yang terpasang secara terintegrasi dengan Meter Ultrasonik atau berdiri sendiri mampu telusur; 2) bejana ukur jenis kering atau basah; 3) apabila digunakan bejana ukur jenis basah, maka harus dicantumkan waktu tetesannya; dan 4) harus ada koefisien muai ruang bahan bejana ukur. b. Termometer 1) mampu telusur; dan 2) ketelitian pembacaan 0,1 C. c. Stopwatch dengan penunjukan sekon 1) mampu telusur; dan 2) ketelitian pembacaan 0,1s. d. Manometer 1) mampu telusur; dan 2) ketelitian pembacaan 0,1 kg/cm 2. e. Tabel koreksi 53B, 54B dan tabel II pada dokumen standar ASTM 2. Langkah langkah pengujian a. Persiapan dan pengujian 1) letakkan semua peralatan uji di tempat pengujian, termasuk sertifikat yang diperlukan; 2) catat data teknis bejana ukur; 3) catat data teknis Meter Ultrasonik; 4) volume bejana ukur yang tersedia harus sesuai dengan laju alir maksimum dari Meter Ultrasonik yang diuji; 5) letakkan bejana ukur pada landasan dan setel kedatarannya; 6) basahi bejana ukur, keluarkan cairan dengan tetesan yang sesuai, apabila bejana ukur jenis kering, maka bejana dikeringkan dengan kain bersih; 7) alirkan cairan dan periksa kebocorannya; 8) penunjukan Meter Ultrasonik dinolkan; 9) alirkan cairan pada laju alir (flow rate) sesuai dengan yang diinginkan dan catat laju alirnya; 10) catat penunjukan tekanan saat cairan masuk dan keluar Meter Ultrasonik (P m1, P m2 ) dan rata ratakan nilai tersebut (P m ); 11) catat penunjukan suhu saat cairan masuk dan keluar Meter Ultrasonik (T m1, T m2 ) dan rata ratakan nilai tersebut (T m ); 12) setelah volume bejana ukur telah mencapai volume nominal, tutup katup untuk menghentikan aliran; 13) catat penunjukan volume bejana ukur ( V b1, V b2 ) dan Meter Ultrasonik ( V m1, V m2, ); 14) baca penunjukan suhu bejana ukur (T B ); 15) lakukan pengujian sebagaimana langkah 8) sampai dengan langkah 14) sebanyak 3 (tiga) kali pada laju alir yang sama; 16) ketidaktetapan (repeatability) selisih terbesar antara dua pengujian yang berurutan tidak boleh melebihi ± 0,1%, apabila 21

22 tidak terpenuhi pengujian harus diulang; 17) rata-rata hasil pengujian yang dilakukan pada langkah 15) adalah kesalahan Meter Ultrasonik pada laju alir tersebut; 18) lakukan pengujian sebagaimana langkah 8) sampai dengan langkah 15), pada laju alir yang lain; dan 19) pengujian minimal dilakukan pada laju alir minimum, transisi, operasional dan maksimum. b. Perhitungan 1) Volume Bejana ukur (V B ) V B = (V b + S b ) x C tsb x C tlb 2) Volume Meter (V m ) V m = V m12 x Ctl m x Cpl m 3) Kesalahan Penunjukan Meter Ultrasonik E = V m V B x 100 % V B c. Notasi yang digunakan dalam prosedur ini adalah C tsb C tlb C tlm C plm S B V b V B V m12 V m E : faktor koreksi volume bejana ukur akibat perubahan suhu saat pengujian (T B ) dari suhu dasar (Ts) terhadap bahan bejana ukur. : faktor koreksi volume cairan akibat perubahan suhu saat pengujian (T B ) dari suhu dasar (Ts) pada bejana ukur. : faktor koreksi volume cairan akibat perubahan suhu saat pengujian (T M ) dari suhu dasar (Ts) pada Meter ultrasonik. : faktor koreksi volume cairan akibat tekanan dalam Meter Ultrasonik. : kesalahan penunjukan pada bejana ukur. : volume cairan pada bejana ukur sebelum dikoreksi. : volume cairan pada bejana ukur untuk kondisi dasar. : volume cairan pada Meter Ultrasonik sebelum dikoreksi. : volume cairan pada Meter Ultrasonik pada kondisi dasar. : Kesalahan Penunjukan Meter Ultrasonik 22

23 3. Cerapan Pengujian Ultrasonic Liquid Flow Meter menggunakan Bejana Ukur Contoh Cerapan Pengujian Ultrasonic Liquid Flowmeter Pemilik : Lokasi : Kop Surat UPT atau UPTD Metrologi Legal Cerapan Pengujian Ultrasonic Liquid Flowmeter Tera/Tera Ulang DATA BADAN UKUR DATA BEJANA UKUR Merek : Merek : Tipe : Tipe : No. Seri : No. Seri : Diameter Dalam : Volume Nominal : Laju alir maks. : Koefisien Muai Bahan ( ) : Buatan : Kesalahan penunjukan (S B ) : Waktu Tetesan : DATA BADAN HITUNG Suhu dasar : Merek : Tipe : DATA MEDIA UJI No. Seri : Cairan uji : Buatan : No. URAIAN SATUAN Laju Alir L/min BEJANA UKUR (1) Pembacaan Akhir (V b2 ) L (2) Pembacaan Awal (V b1 ) L (3) Volume yang diukur (V b ) (1) (2) L (4) Suhu ( T B ) o C (5) C tsb = (1 + (T B Ts)) (6) C tlb Table 54 ASTM (7) Volume BU (V B ) pd Kondisi Dasar L V B = (V b + S B ) x C tsb x C tlb METER ULTRASONIK (8) Pembacaan Akhir (V m2 ) L (9) Pembacaan Awal (V m1 ) L (10) Volume yang diukur (V m12 ) L (8) (9) (11) Suhu ( Tm ) o C (12) Tekanan ( Pm ) kpa (kg/cm 2 ) (13) Ctlm Table 54 ASTM (14) Cplm { 1 : (1 PF)}* (15) CCFm (13) x (14) (16) Vol. Meter Ultrasonik (V m ) pd Kondisi Dasar (10) x (15) (17) Kesalahan E = V M V B L x 100% V B (18) Ketidaktetapan % L Pengujian ke : Keterangan : SAH BATAL 23

24 B. Menggunakan Master Meter 1. Peralatan yang diperlukan a. Master Meter master meter harus mampu telusur; b. Termometer 1) mampu telusur ; dan 2) ketelitian pembacaan 0,1 0 C. c. Manometer 1) mampu telusur ; dan 2) Ketelitian pembacaan 0,1 kg/cm 2. d. Tabel koreksi 53B, 54B dan tabel II pada dokumen standar ASTM 2. Langkah langkah pengujian a. Persiapan dan Pengujian 1) letakkan semua peralatan uji di tempat pengujian, termasuk sertifikat yang diperlukan; 2) pasang (instal) Meter Ultrasonik dan Master Meter pada instalasi pengujian secara seri; 3) catat Data Teknis Meter Ultrasonik dan Master Meter; 4) Master meter yang tersedia harus sesuai dengan laju alir maksimum dari Meter Ultrasonik yang diuji; 5) alirkan cairan dan periksa kebocorannya; 6) penunjukan Meter Ultrasonik dan Master Meter dinolkan; 7) alirkan cairan pada laju alir sesuai dengan yang diinginkan; 8) catat penunjukan tekanan saat cairan masuk dan keluar Meter Ultrasonik (P m1, P m2 ) dan rata ratakan nilai tersebut (P m ); 9) catat penunjukan suhu saat cairan masuk dan keluar Meter Ultrasonik (T m1, T m2 ) dan rata ratakan nilai tersebut (T m ); 10) setelah volume yang diinginkan telah tercapai, tutup kran untuk menghentikan aliran; 11) Catat penunjukan volume Meter Ultrasonik (V m1, V m2,) dan Master Meter (V mm1, V mm2 ); 12) catat penunjukan suhu Master Meter (T mm ); 13) catat penunjukan tekanan Master Meter (P mm ); 14) Lakukan pengujian sebagaimana langkah 6) sampai dengan langkah 13) sebanyak 3 (tiga) kali pada laju alir yang sama; 15) ketidaktetapan (repeatability) selisih terbesar antara dua pengujian yang berurutan tidak boleh melebihi ± 0,1%, apabila tidak terpenuhi pengujian harus diulang; 16) rata-rata hasil pengujian yang dilakukan pada langkah 14) adalah kesalahan Meter Ultrasonik pada laju alir tersebut; 17) lakukan pengujian sebagaimana langkah 6) sampai dengan langkah 14), pada laju alir yang lain; dan 18) pengujian minimal dilakukan pada laju alir minimum, transisi, operasional dan maksimum. 24

25 b. Perhitungan 1) Volume cairan Master Meter pada kondisi dasar (V mm ) V mm = MF mm x C tlmm x C plmm x V mm12 2) Volume cairan Meter Ultrasonik pada kondisi dasar (V m ) V m = C tlm x C plm x V m12 3) Kesalahan penunjukan Meter Ultrasonik, E = V m V mm V mm x 100 % c. Notasi yang digunakan dalam prosedur ini adalah C tlmm : faktor koreksi suhu cairan pada Master Meter C plmm : faktor koreksi tekanan cairan pada Master Meter MFmm : nilai meter faktor pada Master Meter C tlm : faktor koreksi suhu cairan pada Meter Ultrasonik C plm : faktor koreksi tekanan cairan pada Meter Ultrasonik V mm12 : volume cairan pada Master Meter sebelum dikoreksi V m12 : volume cairan pada Meter Ultrasonik sebelum dikoreksi V m : volume cairan pada Meter Ultrasonik untuk kondisi dasar. V mm : volume cairan pada Master Meter untuk kondisi dasar. E : kesalahan penunjukan Meter Ultrasonik 25

26 3. Cerapan pengujian Ultrasonic Liquid Flow Meter menggunakan Master Meter Pemilik : Lokasi : Contoh Cerapan Pengujian Ultrasonic Liquid Flowmeter Kop Surat UPT atau UPTD Metrologi Legal Cerapan Pengujian Ultrasonic Liquid Flowmeter Tera/Tera Ulang DATA BADAN UKUR DATA MASTER METER Merek : Merek : Tipe : Tipe : No. Seri : Buatan : Diameter Dalam : No. Seri : Laju alir maks : Meter faktor : Buatan : Suhu Dasar : Tekanan Dasar : DATA BADAN HITUNG Merek : DATA MEDIA UJI Tipe : Cairan uji : No. Seri : Buatan : No. URAIAN SATUAN Pengujian ke : Laju Alir L/min MASTER METER (1) Pembacaan Akhir (V mm2 ) L (2) Pembacaan Awal (V mm1 ) L (3) Volume yang diukur (V mm12 ) (1) (2) L (4) Suhu (T mm ) o C (5) Tekanan (P mm ) kpa (6) Master Meter Faktor (MF mm ) (7) C tlmm Table 54 ASTM (8) C plmm { 1 : (1 PF)}* (9) CCF mm (6) x (7) x (8) (10) Volume MM (V MM ) pd Kondisi Dasar (3) x (9) L METER ULTRASONIK (11) Pembacaan Akhir (V m2 ) L (12) Pembacaan Awal (V m1 ) L (13) Volume yang diukur (V m12 ) (11) (12) L (14) Suhu (T m ) o C (15) Tekanan (P m ) kpa (kg/cm 2 ) (16) Ctlm Table 54 ASTM (17) Cplm { 1 : (1 PF)}* (18) CCFm (16) x ( 17) (19) Vol. Meter Ultrasonik (V M ) pd Kondisi Dasar L (13) x (18) (20) Kesalahan E = V M V MM L x 100% V MM (21) Ketidaktetapan % Keterangan : SAH BATAL 26

27 C. Menggunakan Meter Prover 1. Persiapan Pengujian a. pasangkan Meter Ultrasonik pada instalasi pengujian dengan pipa penghubung berdiameter sama dengan diameter sambung Meter Ultrasonik dan dihubungkan secara seri dengan Meter Prover. b. hubungkan alat hitung elektronik pada generator pulsa yang terdapat pada Meter Ultrasonik yang diuji dan hubungkan kabel start-stop nya dengan saklar detector (detector switch) dari Meter Prover. c. pasangkan termometer dan manometer pada instalasi pengujian d. catat data teknis Meter Ultrasonik yang diuji, Meter Prover dan alat hitung elektronik e. alirkan cairan dan periksa kebocorannya; 2. Pelaksanaan Pengujian a. Persiapan dan pengujian 1) catat penunjukan awal Meter Ultrasonik; 2) alirkan cairan dengan laju alir sesuai dengan laju minimum Meter Ultrasonik; 3) catat penunjukan tekanan pada Meter Ultrasonik dan Meter Prover; 4) Catat penunjukan suhu pada Meter Ultrasonik dan Meter Prover; 5) untuk Meter Ultrasonik yang menggunakan Temperature Compensator (ATC), lakukan penyetelan densitas sesuai dengan densitas cairan uji. Penggunaan ATC dengan tipe tertentu didahului dengan pengujian atau pencocokan terlebih dahulu; 6) setelah Meter Prover mencapai volume dasar, catat penunjukan volume akhir Meter Ultrasonik dan alat hitung elektronik; 7) catat penunjukan akhir tekanan pada Meter Ultrasonik dan Meter Prover; 8) catat penunjukan akhir suhu pada Meter Ultrasonik dan Meter Prover; 9) ulangi langkah 1) sampai dengan huruf 8) sebanyak tiga kali pada laju alir yang sama; 10) ketidaktetapan (repeatibility) selisih terbesar antara dua pengujian yang berurutan tidak boleh melebihi ± 0,1%, apabila tidak terpenuhi pengujian harus diulang; 11) ulangi langkah 1) samapai dengan 9) pada laju alir yang lain; dan 12) pengujian minimal dilakukan pada laju alir minimum, transisi, operasional dan maksimum. b. Perhitungan 1) menentukan faktor koreksi suhu cairan pada Meter Prover. Lihatlah tabel ASTM No. 54 atau ASTM D 1250 untuk mendapatakan nilai faktor koreksi suhu cairan pada Meter Prover (C tlm ). 2) menentukan faktor koreksi suhu bahan Meter Prover ( C tsp ) C tsp = 1 + ( Tp 15 ) α 3) menentukan faktor koreksi tekanan cairan pada Meter Prover (C plp ) 27

28 1 C plp = P p. F harga F diambil dari table API MPMS M 4) menentukan faktor koreksi tekanan bahan Meter Prover (C psp ) P p. ID C psp = ε. WT 5) menentukan faktor koreksi suhu cairan pada Meter Ultrasonik (C tlm ) Lihatlah tabel ASTM No. 54 atau ASTM D 1250 untuk mendapatakan nilai faktor koreksi suhu cairan pada Meter Ultrasonik (C tlm ). C tlm tidak perlu dihitung jika Meter Ultrasonik dilengkapi ATG/ATC atau Ctl = 1 6) menentukan faktor koreksi tekanan cairan pada Meter Ultrasonik (C plm ) 1 C plm = P m. F harga F diambil dari table API MPMS M 7) menentukan Pembacaan volume kotor pada Meter Ultrasonik yang diuji ( WM ) Pembacaan penghitung elektronik ( pulsa ) WM = Konstanta alat hitung elektronik pulsa/vol 8) menentukan volume meter ultrasonic setelah dikoreksi (V m ) V m = WM x C tlm x C plm 9) menentukan volume Meter Prover setelah dikoreksi (V p ) V p = BV x C tsp x C psp x C plp x C tlp 10) kesalahan Penunjukan Meter Ultrasonik Kesalahan E = V m V P V P x 100% c. Notasi yang digunakan dalam prosedur ini adalah Keterangan: C tlp : faktor koreksi suhu cairan pada Meter Prover C plp : faktor koreksi tekanan cairan pada Meter Prover C tsp : faktor koreksi suhu bahan Meter Prover C psp : faktor koreksi tekanan bahan Meter Prover C plm : faktor koreksi tekanan cairan pada Meter Ultrasonik C tlm : faktor koreksi suhu cairan pada Meter Ultrasonik WM : pembacaan volume kotor pada Meter Ultrasonik yang diuji BV : volume dasar meter prover sesuai dengan sertifikat P p : tekanan pada Meter Prover P m : tekanan pada meter Ultrasonik F : faktor kompresibilitas cairan uji ID : diameter dalam Meter Prover ε : modulus elastis bahan Meter Prover WT : ketebalan dinding pipa Meter Prover E : kesalahan penunjukan Meter ultrasonik 28

29 3. Cerapan Pengujian Ultrasonic Liquid Flow Meter menggunakan Meter Prover Contoh Cerapan Pengujian Ultrasonic Liquid Flowmeter Kop Surat UPT atau UPTD Metrologi Legal Cerapan Pengujian Ultrasonic Liquid Flowmeter Tera/Tera Ulang Pemilik : Lokasi : DATA BADAN UKUR Merek : Tipe : No.Seri : Diameter dalam : Laju alir maks. : Pulsa/vol : API/SG : Buatan : DATA BADAN HITUNG Merek : Tipe : No. Seri : Buatan : DATA METER PROVER Vol Dasar : Suhu Dasar : Tekanan Dasar : Diameter Dalam : Tebal Dinding : Mod.Elastisitas : KONDISI UJI Media uji : Laju Alir : No S u h u Tekanan Pulsa Total Pulsa Meter Prover Meter Ultrasonik Meter Prover Meter Ultrasonik Run I/II Rata2 Perhitungan : Meter Prover : Vol. Dasar x Cplp x Cpsp x Ctlp x Ctsp = Vol Prover dikoreksi (VP) Meter Ultrasonik: Pulsa rata2 : Pulsa/vol = Vol.kotor x Ctlm** x Cplm = Vol.Meter Ultrasonik Dikoreksi (Vm) kesalahan E = V m V P V P x 100% * Jika penggunaannya pada tekanan yg sama ** Jika menggunakan ATC, Ctlm = 1 Keterangan : SAH BATAL 29

30 Lampiran 2. Pengujian Metode Gravimetri 1. Peralatan yang diperlukan a) Timbangan yang terpasang secara terintegrasi dengan Meter Ultrasonik atau berdiri sendiri telah mampu telusur dan memiliki ketelitian yang lebih tinggi dari Meter Ultrasonik yang diuji; b) Termometer 1) mampu telusur; dan 2) ketelitian pembacaan 0,1 0 C; c) Manometer 1) mampu telusur; dan 2) Ketelitian pembacaan 0,1 kg/cm 2 ; d) Alat penampung/bejana ukur cairan lainnya baik yang terpasang secara terintegrasi dengan Meter Ultrasonik atau berdiri sendiri; e) Stopwatch dengan penunjukan sekon 1) mampu telusur; dan 2) Ketelitian pembacaan 0,1s; 2. Langkah langkah pengujian a) letakkan semua peralatan uji di tempat pengujian, termasuk sertifikat yang diperlukan; b) pasang (instal) Meter Ultrasonik dan Timbangan pada instalasi pengujian; c) catat Data Teknis Meter Ultrasonik dan Timbangan; d) Timbangan dan alat penampung cairan harus sesuai dengan kapasitas maksimum dari Meter Ultrasonik yang diuji; e) alirkan cairan dan periksa kebocoran pada alat penampung cairan; f) letakkan alat penampung cairan pada lantai muatan timbangan; g) catat penunjukan awal pada indikator timbangan (I o ); h) naikkan imbuh ( L) pada lantai muatan sampai penunjukan indikator timbangan berubah 1 (satu) skala; i) penunjukan Meter Ultrasonik dinolkan; j) alirkan cairan pada laju alir sesuai yang diinginkan; k) catat penunjukan tekanan saat cairan masuk dan keluar Meter Ultrasonik (P m1, P m2 ) dan rata ratakan nilai tersebut (P m ); l) catat penunjukan suhu saat cairan masuk dan keluar Meter Ultrasonik (T m1, T m2 ) dan rata ratakan nilai tersebut (T m ); m) setelah kapasitas cairan yang diinginkan telah tercapai, tutup katup untuk menghentikan aliran; n) catat penunjukan Meter Ultrasonik (V 0, V 1 ) dan indikator Timbangan (I 1 ); o) naikkan imbuh ( L) pada lantai muatan sampai penunjukan indikator timbangan berubah 1 (satu) skala; p) lakukan pengujian sebagaimana langkah pada huruf f) sampai dengan huruf o), sebanyak 3 (tiga) kali pada laju alir yang sama; q) ketidaktetapan (repeatibility) selisih terbesar antara dua pengujian yang berurutan tidak boleh melebihi ± 0,1%, apabila tidak terpenuhi pengujian harus diulang; r) rata-rata hasil pengujian yang dilakukan pada huruf p) adalah kesalahan Meter Ultrasonik pada laju alir tersebut; s) lakukan pengujian sebagaimana langkah huruf f) sampai dengan huruf p), pada laju alir yang lain; dan 30

31 t) pengujian minimal dilakukan pada laju alir minimum, transisi, operasional dan maksimum. 31

32 3. Cerapan Pengujian Ultrasonic Liquid Flow Meter Menggunakan Timbangan Pemilik : Lokasi : 1. BADAN UKUR 2. BADAN HITUNG 3. TIMBANGAN 4. KONDISI UJI Merek : Merek : Merek : Cairan Uji : Tipe : Tipe : Tipe : Suhu dasar : No. seri : No. seri : No. Seri : Tekanan dasar : Diameter dalam : Buatan : Kelas : Laju alir Maks. : Kapasitas : Buatan : Skala terkecil : Nomor Laju METER ULTRASONIK TIMBANGAN Kesalahan (%) Urut Alir V= Tm Pm Ctlm Cplm Massa M = V x ρ x Ctlm x Cplm Vo V1 (L/m) V1 Vo jenis, ρ (kg) I o L P o I 1 L P 1 AWAL AKHIR P = P1 - Po (kg) (M-P) x 100 P Ratarata Repeatability: Keterangan : M : Penunjukan massa sebenarnya pada Meter Ultrasonik I 0 : Penunjukan awal pada indikator timbangan Vo : Penunjukan volume awal pada Meter Ultrasonik I 1 : Penunjukan akhir pada indikator timbangan V 1 : Penunjukan volume akhir pada Meter Ultrasonik C tlm : Faktor koreksi suhu cairan pada Meter Ultrasonik P : Penunjukan sebenarnya Timbangan C plm : Faktor koreksi tekanan cairan pada Meter Ultrasonik Po : Penunjukan awal sebenarnya Timbangan C plm : Faktor koreksi tekanan cairan pada Meter Ultrasonik P 1 : Penunjukan akhir sebenarnya Timbangan 32

33 Lampiran 3. Pengujian Perlengkapan Ultrasonic Liquid Flow Meter 1. Prosedur Pengujian Pressure Transmitter (PT) a. Pelaksanaan pengujian Dalam melakukan pengujian pressure transmitter, lakukan sesuai dengan tahap sebagai berikut: 1) Lepaskan pipa saluran masuk dari pressure transmitter dari pressure tap-nya; 2) Hubungkan output dead weight tester (DWT) pada input pressure transmitter; 3) Lepaskan hubungan dari keluaran pressure transmitter dan pasangkan resistor standar dengan kelas 0,01 secara seri dengan beban ; 4) Pasangkan digital multi meter (DMM) pada posisi paralel dengan resistor tersebut; 5) Berikan beban pada DWT sesuai dengan daerah ukur Pressure Transmitter dengan titik pengujian 0%, 25%, 50%, 75% dan 100% atau titik lain sesuai dengan kemampuan standar; 6) Lakukan pembacaan DMM dan indikator pada Flow Computer di setiap titik pembebanan DWT; 7) Lakukan tahapan pengujian pada angka 5) s.d 6) pada posisi pembebaban menaik dan menurun. b. Perhitungan 1) Nilai arus sebenarnya output static pressure transmitter adalah I s; 2) Pembacaan DMM pada output transmitter adalah Vt. Selanjutnya dikombinasikan dengan nilai resistan Rs menjadi I t (I t = V t : R s ); 3) Pembacaan static pressure indicator adalah P i; 4) Tekanan standar adalah nilai suhu ekivalen tahanan masukan Static Pressure Transmitter adalah P s; 5) Kesalahan penunjukan static pressure transmitter adalah E t : E t = I t I s I maks I min x 100% 6) Kesalahan penunjukan static pressure Indicator adalah Ei : E i = P i P s P maks P min x 100% c. Notasi yang digunakan dalam instruksi kerja ini adalah : DMM = digital multi meter PT = static pressure transmitter E t = kesalahan penunjukan static pressure transmitter (%) V e = tegangan keluaran static pressure transmitter (diubah menjadi) I t = V t : R s I s = arus sebenarnya P i = pembacaan static pressure indicator P s = static pressure ekuivalen tahanan masukan P min = static pressure minimum dari rentang ukur static pressure transmitter P maks = tekanan maksimum rentang ukur static pressure transmitter. 33

34 2. Prosedur Pengujian Temperature Transmitter (TT) a. Pelaksanaan pengujian 1) atur posisi selector DMM pada satuan volt DC 2) atur nilai tahanan suhu pada decade resistance box dengan urutan 0%, 25%, 50%, 75% dan 100% dari rentang ukur masukan Temperature Transmitter 3) sebagai standar keluaran dari Temperature Transmitter adalah hasil kali antara nilai arusnya dengan tahanan standar 4) pada setiap pembacaan DMM dilakukan pembacaan suhu pada temperature indicator (pada komputer) 5) Tentukan kesalahan penunjukan keluaran temperature transmitter 6) tentukan kesalahan penunjukan temperature indicator 7) lakukan lagi langkah sebagaimana butir 1) s.d 6) dengan titik-titik tahanan ekuivalen suhu dari 100%, 75%, 25% dan 0% dari rentang ukurnya. b. Perhitungan: 1) nilai arus sebenarnya output temperature transmitter adalah I s. 2) pembacaan DMM pada keluaran transmitter adalah V t selanjutnya dikombinasikan dengan nilai resistan Rs menjadi I t = V t : R s 3) pembacaan temperature indicator adalah Ti 4) suhu sebenarnya adalah nilai suhu ekuivalen tahanan input temperature transmitter adalah Ts. 5) kesalahan penunjukan temperature transmitter adalah E t : E t = I t I s I maks I min x 100% 6) Kesalahan penunjukan Temperature Indicator adalah E i : E i = T i T s T s x 100% c. Notasi yang digunakan dalam Syarat Teknis ini adalah : DMM = digital multi meter TT = temperature transmitter E = kesalahan penunjukan temperature transmitter (%) V e = tegangan keluaran temperature transmitter (diubah menjadi) I t =V t : R s I s = arus sebenarnya T i = pembacaan temperature indicator T s = suhu ekuivalen tahanan masukan T min = suhu minimum dari rentang ukur temperature transmitter T maks = suhu maksimum rentang ukur temperature transmitter 34

35 3. Cerapan Pengujian PENGUJIAN PERLENGKAPAN ULTRASONIC LIQUID FLOW METER ULTRASONIC LIQUID FLOW METER EQUIPMENTS CALIBRATION Pemakai : Nomor Tag : User Tag No. Alat Ukur : Temperature Transmitter Daerah Ukur : Measuring Instrument Range Merek : Satuan : inh2o Mark Unit Tipe : Masukan : Type Input Nomor Seri : Keluaran : Serial Number Output Catu Daya : Vdc Kesalahan Maks. : ± 0,25 % FS Power Supply Max. Permissible Error Sebelum Pengujian Before Calibration HASIL PENGUJIAN CALIBRATION RESULT Sesudah Pengujian After Calibration Input Output (ma) Actually Error (%) Input Output (ma) Actually Error (%) % inh2o Up Down (ma) Up Down % inh2o Up Down (ma) Up Down Peralatan Standar yang digunakan: Standard equipment used No 1 2 Disaksikan oleh: Witnessed by No Nama Standar Merek Tipe Nomor Seri Standard Name Mark Type Serial Number Tempat,Tanggal Diuji oleh: Calibrated by Institusi Terkait Nama Tanda Tangan Direktorat Metrologi, Related Institution Name Signature 1 Ditjen Migas No 2 1 Nama Name Tanda Tangan Signature

36 PENGUJIAN PERLENGKAPAN ULTRASONIC LIQUID FLOW METER ULTRASONIC LIQUID FLOW METER EQUIPMENTS CALIBRATION Pemakai : Nomor Tag : User Tag No. Alat Ukur : Pressure Transmitter Daerah Ukur : Measuring Instrument Range Merek : Satuan : Psi Mark Unit Tipe : Masukan : Type Input Nomor Seri : Keluaran : Serial Number Output Catu Daya : Vdc Kesalahan Maks. : ± 0,25 % FS Power Supply Max. Permissible Error Sebelum Pengujian Before Calibration HASIL PENGUJIAN CALIBRATION RESULT Sesudah Pengujian After Calibration Input Output (ma) Actually Error (%) Input Output (ma) Actually Error (%) % Psi Up Down (ma) Up Down % Psi Up Down (ma) Up Down Peralatan Standar yang digunakan: Standard equipment used No 1 2 Disaksikan oleh: Witnessed by No Nama Standar Merek Tipe Nomor Seri Standard Name Mark Type Serial Number Tempat,Tanggal Diuji oleh: Calibrated by Institusi Terkait Nama Tanda Tangan Direktorat Metrologi, Related Institution Name Signature 1 Ditjen Migas No 2 1 Nama Name Tanda Tangan Signature

BAB I PENDAHULUAN Maksud Dan Tujuan 1. Maksud Untuk mewujudkan keseragaman dalam pelaksanaan kegiatan tera dan tera ulang meter air.

BAB I PENDAHULUAN Maksud Dan Tujuan 1. Maksud Untuk mewujudkan keseragaman dalam pelaksanaan kegiatan tera dan tera ulang meter air. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI

DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI DEPARTEMEN PERDAGANGAN. REPUBLIK IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jaan l\,4.1 Ridwan Rais No.5 Jakarta 10110 Tel. 021-3440408, fa. 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DTREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR fi/my/kr'e/t/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS POMPA UKUR BAHAN BAKAR GAS

KEPUTUSAN DTREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR fi/my/kr'e/t/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS POMPA UKUR BAHAN BAKAR GAS DEPARTE]U EN TIEPUBLII( AF PERDAGANGAN IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan N4.l Ridwan Rals No 5 Jakarta 10110 Ter. 0213440408, fil. 021-3858185 KEPUTUSAN DTREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

METER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN

METER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN METER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN JENIS METER GAS INDUSTRI Meter gas industri yang umum digunakan dalam transaksi perdagangan adalah : Positif Displacement ( yang banyak digunakan adalah tipe rotary piston

Lebih terperinci

BEJANA UKUR. Tergolong alat ukur metrologi legal yang wajib ditera dan ditera ulang (Permendag No. 8 Tahun 2010);

BEJANA UKUR. Tergolong alat ukur metrologi legal yang wajib ditera dan ditera ulang (Permendag No. 8 Tahun 2010); Eka Riyanto Tanggo BEJANA UKUR Tergolong alat ukur metrologi legal yang wajib ditera dan ditera ulang (Permendag No. 8 Tahun 010); Bejana ukur wajib memiliki Ijin Tanda Pabrik atau Ijin Tipe; Tidak ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya

Lebih terperinci

BAB V METER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN

BAB V METER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN BAB V METER GA ROTARY PITON DAN TURBIN Indikator Keberhasilan : Peserta diharapkan mampu menjelaskan konstruksi dan prinsip kerja meter gas rotary piston dan turbin. Peserta diharapkan mampu menjelaskan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMoR eglpwlrepll lzoto TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS DIAFRAGMA

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMoR eglpwlrepll lzoto TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS DIAFRAGMA ? 4l/fi z vtln DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA > DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan M.l Ridwan Rais No.5 Jakarta 10110 Tel. 02'1-3440408. fa 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR ta /PDy{ llkvp h /2o1o TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS ROTA RY PISTON DAN TURBIN

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR ta /PDy{ llkvp h /2o1o TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS ROTA RY PISTON DAN TURBIN DEPARTEInEN PERDAGANGAN FEPUBLIK IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jdtr l\.4.1 Ridwan Ras No.5 Jakarla 10110 Iel. 02.1-3440408, fd. 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

lft\n KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMOR 26 lpd\t /KEp lt /zo1o TENTANG SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR WAGON

lft\n KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMOR 26 lpd\t /KEp lt /zo1o TENTANG SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR WAGON '41'//7',7/t.. t lft\n _ -.,tlf - DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 rel. 021-2352A520(Langsung) Tel. 021-3858171

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 08/M-DAG/PER/3/2010 TENTANG ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG, DAN PERLENGKAPANNYA (UTTP) YANG WAJIB DITERA DAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR l5lw$ lkep/3/2010 TENTANG SYARA TEKNIS METER PROVER

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR l5lw$ lkep/3/2010 TENTANG SYARA TEKNIS METER PROVER DEPARTE U EN PEHDAGANGAN REPUBLII( IND()NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan M I Ridwan Rais No 5 Jakarta 101 10 Te. 021-3440408 la 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang etrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya ketertiban

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR tg /PDN n<ep/5/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS MANOMETER

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR tg /PDN n<ep/5/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS MANOMETER DEPARTEMEN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan Ny'.l Ridwan Rals No.5 Jakarta 10110 Tel. 021-3440408, fa. 021'3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Pengukuran kualitas dan kuantitas cairan Bahan Bakar Minyak atau sering disebut dengan BBM merupakan kegiatan yang sangat penting dalam hal serah terima perdagangan (custody

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya

Lebih terperinci

Verifikasi Standar Massa. Diklat Penera Tingkat Ahli 2011

Verifikasi Standar Massa. Diklat Penera Tingkat Ahli 2011 Verifikasi Standar Massa Diklat Penera Tingkat Ahli 2011 Indikator Keberhasilan Peserta diharapkan dapat menerapkan pengelolaan laboratorium massa dan metode verifikasi standar massa Agenda Pembelajaran

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 639/MPP/Kep/10/2004 TENTANG KETENTUAN DAN SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR MOBIL

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 639/MPP/Kep/10/2004 TENTANG KETENTUAN DAN SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR MOBIL 33 KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 639/MPP/Kep/10/2004 TENTANG KETENTUAN DAN SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR MOBIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

,/r4f. filt\\s. KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR zl lwwftnp/r/2o10 TENTANG SYARAT TEKNIS METER TAKSI

,/r4f. filt\\s. KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR zl lwwftnp/r/2o10 TENTANG SYARAT TEKNIS METER TAKSI -t" // ==F,/r4F. 7Zt \- filt\\s. DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Tel. o21-23528520(langsung) Tel. 021-3858171

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 2 TAHUN 2009

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 2 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI TERA/TERA ULANG DAN KALIBRASI ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada gas orifice meter custody titik serah terima antara PT. Pertamina Gas dengan PT. Krakatau Steel yang terletak di Stasiun Metering

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMBAHASAN

BAB V ANALISA PEMBAHASAN BAB V ANALISA PEMBAHASAN Proses pengontrolan peralatan ukur dan pantau (Control of Monitoring and Measuring Device Elemen ISO7.6 ISO 9001 2008) di PT Torabika Eka Semesta dilakukan dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN

BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN 3.1 PERANCANGAN ALAT PENGUJIAN Desain yang digunakan pada penelitian ini berupa alat sederhana. Alat yang di desain untuk mensirkulasikan fluida dari tanki penampungan

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara

2 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1565, 2014 KEMENDAG. Alat Ukur. Takar. Timbang. Perlengkapan. Tera dan Tera Ulang. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/M-DAG/PER/10/2014 TENTANG

Lebih terperinci

V4tN. z^{/a'2- tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan

V4tN. z^{/a'2- tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan z^{/a'2- > =< V4tN KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL STANDARDISASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Gedung I Lt.6 Jakarta 101 10 Telp. 021-3840986 Fax.

Lebih terperinci

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor. 7 Gambar Sistem kalibrasi dengan satu sensor. Besarnya debit aliran diukur dengan menggunakan wadah ukur. Wadah ukur tersebut di tempatkan pada tempat keluarnya aliran yang kemudian diukur volumenya terhadap

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1150, 2012 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Metrologi Legal. UTTP. Tanda Tera. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69/M-DAG/PER/10/2012 TENTANG TANDA TERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metrologi adalah ilmu pengetahuan tentang ukur mengukur secara luas (UUML, 1981). Upaya melindungi kepentingan umum dengan adanya jaminan kebenaran pengukuran serta

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN TERA/TERA ULANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN TERA/TERA ULANG WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN TERA/TERA ULANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 2 TAHUN 2016

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 2 TAHUN 2016 PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN STRUKTUR DAN BESARAN TARIF RETRIBUSI TERA/TERA ULANG DALAM LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

Penggunaan sistem Pneumatik antara lain sebagai berikut :

Penggunaan sistem Pneumatik antara lain sebagai berikut : SISTEM PNEUMATIK SISTEM PNEUMATIK Pneumatik berasal dari bahasa Yunani yang berarti udara atau angin. Semua sistem yang menggunakan tenaga yang disimpan dalam bentuk udara yang dimampatkan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. turbulen, laminar, nyata, ideal, mampu balik, tak mampu balik, seragam, tak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. turbulen, laminar, nyata, ideal, mampu balik, tak mampu balik, seragam, tak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aliran Aliran dapat diklasifikasikan (digolongkan) dalam banyak jenis seperti: turbulen, laminar, nyata, ideal, mampu balik, tak mampu balik, seragam, tak seragam, rotasional,

Lebih terperinci

BAB II RESISTANCE TEMPERATURE DETECTOR. besaran suatu temperatur/suhu dengan menggunakan elemen sensitif dari kawat

BAB II RESISTANCE TEMPERATURE DETECTOR. besaran suatu temperatur/suhu dengan menggunakan elemen sensitif dari kawat BAB II RESISTANCE TEMPERATURE DETECTOR Resistance Temperature Detector (RTD) atau dikenal dengan Detektor Temperatur Tahanan adalah sebuah alat yang digunakan untuk menentukan nilai atau besaran suatu

Lebih terperinci

Analisis Kebenaran Pengukuran Pompa Ukur BBM Dengan Metode Taguchi

Analisis Kebenaran Pengukuran Pompa Ukur BBM Dengan Metode Taguchi Analisis Kebenaran Pengukuran Pompa Ukur BBM Dengan Metode Taguchi Tri Mardani Saputra 1 *, Zaldy Kurniawan 2, Robert Napitupulu 3 Jurusan Teknik Mesin dan Manufaktur, Politeknik Manufaktur Negeri Bangka

Lebih terperinci

a,\s :"'2, arnn 'rf F KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR 57 M{ /xep/1/201o TENTANG SYARAT TEKNIS METER ARUS VOLUMETRIK

a,\s :'2, arnn 'rf F KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR 57 M{ /xep/1/201o TENTANG SYARAT TEKNIS METER ARUS VOLUMETRIK :"'2, a,\s t arnn 'rf F DEPAI TEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREI$ORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan N4 Rdwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Te 021-3440408 Ia 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR

Lebih terperinci

PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 1983 TENTANG TARIF BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1986 Tanggal 22 Maret 1986

PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 1983 TENTANG TARIF BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1986 Tanggal 22 Maret 1986 PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 1983 TENTANG TARIF BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1986 Tanggal 22 Maret 1986 Menimbang : Presiden Republik Indonesia, a. bahwa dengan semakin

Lebih terperinci

VI : PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI NOMOR 4 TAHUN 2012 TANGGAL 23 JULI 2012

VI : PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI NOMOR 4 TAHUN 2012 TANGGAL 23 JULI 2012 STRUKTUR DAN BESARAN TARIF RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA ULANG No Uraian LAMPIRAN VI : PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI NOMOR 4 TAHUN 2012 TANGGAL 23 JULI 2012 Tarif Tera Tarif Tera Ulang ( Rp )

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 50/M-DAG/PER/10/2009 TENTANG UNIT KERJA DAN UNIT PELAKSANA TEKNIS METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR BANTEN

PERATURAN GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KEGIATAN PELAYANAN BALAI PENGELOLA LABORATORIUM METROLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Peralatan 3.1.1 Instalasi Alat Uji Alat uji head statis pompa terdiri 1 buah pompa, tangki bertekanan, katup katup beserta alat ukur seperti skema pada gambar 3.1 : Gambar

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1533, 2016 KEMENDAG. Tanda Sah. Tahun 2017. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 70/M-DAG/PER/10/2016 TENTANG TANDA SAH TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1989, 2015 KEMENDAG. Tanda Sah. Tahun 2016. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96/M-DAG/PER/11/2015 TENTANG TANDA SAH TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB III ULTRASONIK FLOWMETER TIPE CLAMP-ON

BAB III ULTRASONIK FLOWMETER TIPE CLAMP-ON BAB III ULTRASONIK FLOWMETER TIPE CLAMP-ON 3.1 Pendahuluan Jenis ultrasonik flowmeter tipe clamp-on Ultrasonik flowmeter tipe clamp-on memiliki keunggulan tidak perlu adanya shutdown proses, pekerjaan

Lebih terperinci

ctarif BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1983 Tanggal 11 Juli 1983 Presiden Republik Indonesia,

ctarif BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1983 Tanggal 11 Juli 1983 Presiden Republik Indonesia, ctarif BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1983 Tanggal 11 Juli 1983 Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa susunan tarif uang tera yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun.

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN PEMANAS AIR (WATER HEATER) DOMO Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. Bacalah buku petunjuk pengoperasian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengertian Sistem Kontrol Sistem kontrol adalah proses pengaturan atau pengendalian terhadap satu atau beberapa besaran (variable, parameter) sehingga berada pada suatu harga

Lebih terperinci

Sistem pengukuran Sistem pengukuran merupakan bagian pertama dalam suatu sistem pengendalian Jika input sistem pengendalian salah, maka output salah

Sistem pengukuran Sistem pengukuran merupakan bagian pertama dalam suatu sistem pengendalian Jika input sistem pengendalian salah, maka output salah Sistem pengukuran Sistem pengukuran merupakan bagian pertama dalam suatu sistem pengendalian Jika input sistem pengendalian salah, maka output salah Jika hasil pengukuran (input sistem pengendalian) salah,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Fenomena Dasar Mesin (FDM) Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 3.2.Alat penelitian

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS. Sebelum melakukan pengujian pada sistem Bottle Filler secara keseluruhan, dilakukan beberapa tahapan antara lain :

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS. Sebelum melakukan pengujian pada sistem Bottle Filler secara keseluruhan, dilakukan beberapa tahapan antara lain : BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS Bab ini akan membahas mengenai pengujian dan analisis pada alat Bottle Filter yang berbasis mikrokontroler. Tujuan dari pengujian adalah untuk mengetahui apakah alat yang

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

2017, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1718, 2017 KEMENDAG. Tanda Sah. Tahun 2018. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89 TAHUN 2017 TENTANG TANDA SAH TAHUN 2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 635/MPP/Kep/10/2004 TENTANG TANDA TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 635/MPP/Kep/10/2004 TENTANG TANDA TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 33 KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 635/MPP/Kep/10/2004 TENTANG TANDA TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUKU PETUNJUK DWP 375A - 1 -

BUKU PETUNJUK DWP 375A - 1 - BUKU PETUNJUK UNTUK TIPE: SP 127, SP 129A, SP 130A, SWP 100, SWP 250A, DWP 255A,DWP DWP 375A DWP 505A, DPC 260A - 1 - Pembukaan Sebelum menyalakan pompa harap membaca buku petunjuk ini terlebih dahulu

Lebih terperinci

BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA

BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA Untuk mendapatkan koefisien gesek dari saluran pipa berpenampang persegi, nilai penurunan tekanan (pressure loss), kekasaran pipa dan beberapa variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan 1 2 3 4 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pengujian sistem elektronik terdiri dari dua bagian yaitu: - Pengujian tegangan catu daya - Pengujian kartu AVR USB8535

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pengujian sistem elektronik terdiri dari dua bagian yaitu: - Pengujian tegangan catu daya - Pengujian kartu AVR USB8535 BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengujian Alat Adapun urutan pengujian alat meliputi : - Pengujian sistem elektronik - Pengujian program dan mekanik 4.1.1 Pengujian Sistem Elektronik Pengujian sistem

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 1 TAHUN 2016

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 1 TAHUN 2016 BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN TARIF RETRIBUSI DAERAH PADA PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

TENTANG SYARAT TEKNIS METER KADAR AIR

TENTANG SYARAT TEKNIS METER KADAR AIR DEPAI TEMEN REPUBLII( vl {1t F > IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan Ny'.l Ridwan Rais No.5 Jakarta 10110 Tel. 021-3440408, fil. 02'1-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

Rancang Bangun Sistem Kalibrasi Alat Ukur Tekanan Rendah

Rancang Bangun Sistem Kalibrasi Alat Ukur Tekanan Rendah Rancang Bangun Sistem Kalibrasi Alat Ukur Tekanan Rendah Sugeng Hariyadi 1, Fitria Hidayanti 1, Sunartoto Gunadi 1 1 Program Studi Teknik Fisika, Fakultas Teknik dan Sains, Universitas Nasional, Jakarta

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tamba

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.674, 2017 KEMENDAG. Pengawasan Metrologi Legal. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/M-DAG/PER/5/2017 TENTANG PENGAWASAN METROLOGI LEGAL

Lebih terperinci

2015, No Indonesia Nomor 3193); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 19

2015, No Indonesia Nomor 3193); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 19 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1988, 2015 KEMENDAG. Tanda Tera. Perubahan PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95/M-DAG/PER/11/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN

Lebih terperinci

A,/2, 7r1N. tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan. Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan

A,/2, 7r1N. tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan. Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan A,/2, =< 7r1N KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL STANDARDISASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Gedung I Lt.6 Jakarta 101 10 Telp. 021-3840986 Fax. 021-384098G

Lebih terperinci

Semen portland campur

Semen portland campur Standar Nasional Indonesia Semen portland campur ICS 91.100.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

TARIF RETRIBUSI TERA, TERA ULANG ALAT ALAT UTTP, KALIBRASI ALAT UKUR SERTA PENGUJIAN BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS

TARIF RETRIBUSI TERA, TERA ULANG ALAT ALAT UTTP, KALIBRASI ALAT UKUR SERTA PENGUJIAN BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS LAMPIRAN V PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN RETRIBUSI DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH RETRIBUSI, ULANG ALAT ALAT UTTP, KALIBRASI ALAT UKUR SERTA PENGUJIAN BARANG DALAM KEADAAN

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE -4 UNDANG UNDANG METROLOGI LEGAL RENCANA MEMBAHAS PASAL 12 SD 21 DAN PERATURAN PELAKSANAANNYA

PERTEMUAN KE -4 UNDANG UNDANG METROLOGI LEGAL RENCANA MEMBAHAS PASAL 12 SD 21 DAN PERATURAN PELAKSANAANNYA PERTEMUAN KE -4 UNDANG UNDANG METROLOGI LEGAL RENCANA MEMBAHAS PASAL 12 SD 21 DAN PERATURAN PELAKSANAANNYA Pasal 12 UUML DENGAN PP DITETAPKAN UTTP YANG : a. WAJIB TERA DAN TERA ULANG b. DIBEBASKAN DARI

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Plastik LDPE ukuran 5x5 cm

Gambar 3.1. Plastik LDPE ukuran 5x5 cm BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.1.1 Waktu Penelitian Penelitian pirolisis dilakukan pada bulan Juli 2017. 3.1.2 Tempat Penelitian Pengujian pirolisis, viskositas, densitas,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA 3.1 Metode Pengujian 3.1.1 Pengujian Dual Fuel Proses pembakaran di dalam ruang silinder pada motor diesel menggunakan sistem injeksi langsung.

Lebih terperinci

Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor : 4g/pD$/kap /t/zo1o

Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor : 4g/pD$/kap /t/zo1o > "'l/2 -_!- fi/\\$ -'"4 l. DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI '101 Jl. M.l, Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10 fel. 021-23528520(Langsung) Tel. 021-385817'l

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. berdasarkan prosedur yang telah di rencanakan sebelumnya. Dalam pengambilan data

III. METODOLOGI PENELITIAN. berdasarkan prosedur yang telah di rencanakan sebelumnya. Dalam pengambilan data 26 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Instalasi Pengujian Pengujian dengan memanfaatkan penurunan temperatur sisa gas buang pada knalpot di motor bakar dengan pendinginan luar menggunakan beberapa alat dan

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Skema alat uji Head Loss Mayor

Gambar 3.1 Skema alat uji Head Loss Mayor BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Skema Alat uji Data yang diambil berasal dari pipa PVC ½" dengan panjang 1 meter yang dialiri aliran fluida dengan debit aliran tertentu sehingga menghasilkan pola aliran

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 1983 TENTANG TARIF BIAYA TERA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 1983 TENTANG TARIF BIAYA TERA Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1986 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 1983 TENTANG TARIF BIAYA TERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa dengan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT. Gambar 3.1 Diagram Blok Pengukur Kecepatan

BAB III PERANCANGAN ALAT. Gambar 3.1 Diagram Blok Pengukur Kecepatan BAB III PERANCANGAN ALAT 3.1 PERANCANGAN PERANGKAT KERAS Setelah mempelajari teori yang menunjang dalam pembuatan alat, maka langkah berikutnya adalah membuat suatu rancangan dengan tujuan untuk mempermudah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Gas Metering Station Gas Metering station adalah suatu kumpulan beberapa metering skid dan aksesorisnya yang digunakan sebagai media custody transfer. 2.1.1 Metering Skid Satu

Lebih terperinci

Tera dan Kalibrasi. dr. Naila Amalia

Tera dan Kalibrasi. dr. Naila Amalia Tera dan Kalibrasi dr. Naila Amalia 1. Pendahuluan Dewasa ini kebenaran hasil ukur sudah menjadi kebutuhan terutama di bidang pengawasan dan pengendalian mutu. Meskipun sebagian masyarakat masih menganggap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. membandingkan tersebut tiada lain adalah pekerjaan pengukuran atau mengukur.

BAB II LANDASAN TEORI. membandingkan tersebut tiada lain adalah pekerjaan pengukuran atau mengukur. BAB II LANDASAN TEORI II.I. Pengenalan Alat Ukur. Pengukuran merupakan suatu aktifitas dan atau tindakan membandingkan suatu besaran yang belum diketahui nilainya atau harganya terhadap besaran lain yang

Lebih terperinci

Pengukuran Aliran Udara Dalam Pipa Menggunakan Gelombang Ultrasonik Dengan Metoda Korelasi Silang

Pengukuran Aliran Udara Dalam Pipa Menggunakan Gelombang Ultrasonik Dengan Metoda Korelasi Silang Pengukuran Aliran Udara Dalam Pipa Menggunakan Gelombang Ultrasonik Dengan Metoda Korelasi Silang Abstrak B. Suwandhika, D. Kurniadi dan A. Trisnobudi Kelompok Keahlian Instrumentasi dan Kontrol Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya

Lebih terperinci

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 74/M-DAG/PER/ 12/2012 TENTANG ALAT-ALAT

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Bab ini akan membahas mengenai perancangan dan realisasi sistem yang dibuat. Gambar 3.1 menunjukkan blok diagram sistem secara keseluruhan. Mekanik Turbin Generator Beban Step

Lebih terperinci

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan Standar Nasional Indonesia Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dapat dilakukan berdasarkan persamaan kontinuitas yang mana prinsif dasarnya

BAB II LANDASAN TEORI. dapat dilakukan berdasarkan persamaan kontinuitas yang mana prinsif dasarnya BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengukuran Laju Aliran Fluida dapat dilakukan berdasarkan persamaan kontinuitas yang mana prinsif dasarnya berasal dari hukum kekekalan massa seperti yang terlihat pada Gambar

Lebih terperinci

Program pemeliharaan. Laporan pemeliharaan

Program pemeliharaan. Laporan pemeliharaan 17 BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 PROSES KERJA PEMERIKSAAN DAN PEMELIHARAAN Berikut diagram alir proses perawatan dan pemeliharaan Jadwal pemeliharaan Program pemeliharaan Pemeliharaan Mingguan

Lebih terperinci

2012, No.661.

2012, No.661. 25 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 39 TAHUN 2012 TENTANG PENGGUNAAN BAHAN BAKAR GAS JENIS COMPRESSED NATURAL GAS (CNG) PADA KENDARAAN BERMOTOR Contoh 1 GAMBAR INSTALASI

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN REALISASI SISTEM

BAB III PERENCANAAN DAN REALISASI SISTEM 42 BAB III PERENCANAAN DAN REALISASI SISTEM Pada bab ini dijelaskan pembuatan alat yang dibuat dalam proyek tugas akhir dengan judul rancang bangun sistem kontrol suhu dan kelembaban berbasis mirkrokontroler

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN2006 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2006 GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN2006 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2006 GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN2006 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2006 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa dengan terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 16/ M - DAG/

Lebih terperinci

BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR 36 TAHUN 2016 TENTANG TARIF RETRIBUSI PELAYANAN TERA/ TERA ULANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 4.

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 4. WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG TERA DAN ATAU TERA ULANG ALAT UKUR, ALAT TAKAR, ALAT TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN III.1. Analisa Permasalahan Sistem Transmisi Data Sensor Untuk Peringatan Dini Pada Kebakaran Hutan Dalam perancangan sistem transmisi data sensor untuk peringatan dini

Lebih terperinci

Cara uji viskositas aspal pada temperatur tinggi dengan alat saybolt furol

Cara uji viskositas aspal pada temperatur tinggi dengan alat saybolt furol Standar Nasional Indonesia SNI 7729:2011 Cara uji viskositas aspal pada temperatur tinggi dengan alat saybolt furol ICS 93.080.20; 19.060 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata...

Lebih terperinci

MODUL KULIAH SISTEM KENDALI TERDISTRIBUSI

MODUL KULIAH SISTEM KENDALI TERDISTRIBUSI MODUL KULIAH SISTEM KENDALI TERDISTRIBUSI KOMPONEN DASAR DCS Oleh : Muhamad Ali, M.T JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA TAHUN 2012 BAB IV KOMPONEN DASAR DCS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Data acquisition system atau DAS adalah teknik yang dilakukan pada sistem pengukuran yang mempunyai prinsip kerja mengukur/mengambil data, menyimpan sementara

Lebih terperinci

TARIF RETRIBUSI TERA ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA (UTTP)

TARIF RETRIBUSI TERA ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA (UTTP) LAMPIRAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR : 7 TAHUN 2009 TANGGAL : 26 AGUSTUS 2009 TARIF RETRIBUSI TERA ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA (UTTP) TERA A Biaya Peneraan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.80,2012 PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44/M-DAG/PER/12/2011 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada prinsipnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

BAB III METODE PENELITIAN. Pada prinsipnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 32 BAB III METODE PENELITIAN Pada prinsipnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah minyak sawit (palm oil) dapat digunakan sebagai isolasi cair pengganti minyak trafo, dengan melakukan pengujian

Lebih terperinci

7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambaha

7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambaha WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG TERA DAN ATAU TERA ULANG ALAT UKUR, ALAT TAKAR, ALAT TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tent

2 Mengingat : 1. c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tent BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1566, 2014 KEMENDAG. Alat Ukur. Takar. Timbang. Perlengkapannya. Satuan Ukur. Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71/M-DAG/PER/10/2014

Lebih terperinci

BAB IV PERAWATAN KOMPRESOR SENTRAL DI PT.PLN APP DURIKOSAMBI

BAB IV PERAWATAN KOMPRESOR SENTRAL DI PT.PLN APP DURIKOSAMBI BAB IV PERAWATAN KOMPRESOR SENTRAL DI PT.PLN APP DURIKOSAMBI 4.1 In Service / Visual Inspection 4.1.1 Pengertian Merupakan kegiatan inspeksi atau pengecekan yang dilakukan dengan menggunakan 5 sense (panca

Lebih terperinci