lft\n KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMOR 26 lpd\t /KEp lt /zo1o TENTANG SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR WAGON
|
|
- Fanny Tanudjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 '41'//7',7/t.. t lft\n _ -.,tlf - DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Jakarta rel A520(Langsung) Tel (Sentral), Fax KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMOR 26 lpd\t /KEp lt /zo1o TENTANG SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR WAGON DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor O8/M-DAGlPERl3l2010 tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP) Yang Wajib Ditera dan Ditera Ulang, perlu mengatur syarat teknis tangki ukur wagon; b. bahwa penetapan syarat teknis tangki ukur wagon, diperlukan untuk mewujudkan kepastian hukum dalam pemeriksaan, pengujian, dan penggunaan tangki ukur wagon sebagai upaya menjamin kebenaran pengukuran volume cairan statis; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksudalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri; '. 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3193); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821)', 3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4151) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4884); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor a8a4; 5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633);
2 Keputusaqpirektur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor : fdl!9$&ep /, /2o1o o Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus lbukota Jakarta Sebagai lbukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4744); Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1985 tentang Wajib dan Pembebasan Untuk Ditera dan/atau Ditera Ulang Serta Syarat-syarat Bagi Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3283); Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1987 tentang Satuan Turunan, Satuan Tambahan, dan Satuan Lain Yang Berlaku (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1987 Nomor lt,tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3351); Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4737); 10. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2008, 11. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu ll; 12. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; 13. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 61/MPP/Kepl2l1998 tentang Penyelenggaraan Kemetrologian sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 251 IMPP lkep/6/1 999, 14. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 635/MPPiK epl tentang Tanda Tera; 15. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 01/M-DAGlPERl3l2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perdagangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 lm-d AG/P E R/6/2009 ; 16. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 5O/M-DAG/PER/1 0/2009 tentang Unit Kerja dan Unit Pelaksana Teknis Metrologi Legal; 17 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/1 0/2009 tentang Penilaian Terhadap Unit Pelaksana Teknis dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Metrologi Legal; 18. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor O8/M-DAG lperl3l2010 tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP) Yang Wajib Ditera dan Ditera Ulang;
3 Keputusan DirekturJenderEl Perdagangan Dalam Negeri Nomor : 26ftlv lky.p /t/2o1o MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERTAMA KEDUA KETIGA : Memberlakukan Syarat Teknis Tangki Ukur Wagon yang selanjutnya disingkat ST TUW sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri ini. : ST TUW sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA merupakan pedoman bagi petugas dalam melaksanakan kegiatan tera dan tera ulang serta pengawasan TUW.. Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negerini mulai berlaku cada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 Plaret 2010 DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI, SUBAGYO
4 LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMoR : 25/?DNffsPll/20'ta TANGGAL :, ltfaret 2010 BAB I BAB ll BAB lll BAB lv BAB V BAB Vl Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksudan Tujuan 1.3. Pengertian Persyaratan Administrasi 2.1. Ruang Lingkup 2.2. Penerapan 2.3. ldentitas Daftar lsi 2.4. Persyaratan TUW Sebelum Peneraan Persyaratan Teknis dan Persyaratan Kemetrologian 3.1. Persyaratan Teknis 3.2. Persyaratan Kemetrologian Pemeriksaan dan Pengujian 4.1. Pemeriksaan 4.2. Pengujian Tera dan Tera Ulang Pembubuhan Tanda Tera 5.1. Penandaan Tanda Tera 5.2. Tempat Tanda Tera Penutup DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI, SUBAGYO
5 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemakaian satuan ukuran, standar satuan, metode pengukuran, dan Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP). Dalam ketentuan Pasal 12 Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, mengamanatkan pengaturan UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang, dibebaskan dari tera atau tera ulang, atau dari kedua-duanya, serta syarat-syarat yang harus dipenuhi. Dalam melaksanakan amanat tersebut di atas, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1985 tentang Wajib dan Pembebasan Untuk Ditera dan/atau Ditera Ulang Serta Syarat-syarat Bagi Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya. Adapun UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang adalah UTTP yang dipakai untuk keperluan menentukan hasil pengukuran, penakaran, atau penimbangan untuk kepentingan umum, usaha, menyerahkan atau menerima barang, menentukan pungutan atau upah, menentukan produk akhir dalam perusahaan, dan melaksanakan peraturan perundang-undangan. Untuk menjamin kebenaran hasil pengukuran dimaksud dan dalam upaya menciptakan kepastian hukum, maka terhadap setiap UTTP wajib dilakukan tera dan tera ulang yang berpedoman pada syarat teknis UTTP. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu disusun Syarat Teknis UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang yang merupakan pedoman bagi petugas dalam melaksanakan kegiatan tera dan tera ulang serta pengawasan UTTP Maksud dan Tujuan 1. Maksud Untuk mewujudkan keseragaman dalam pelaksanaan kegiatan tera dan tera ulang Tangki Ukur Wagon. 2. Tujuan Tersedianya pedoman bagi petugas dalam melaksanakan kegiatan tera dan tera ulang serta pengawasan Tangki Ukur Wagon Pengertian Dalam syarat teknis ini yang dimaksud dengan: 1. Tangki Ukur Wagon yang selanjutnya disingkat TUW adalah tangki ukur yang dipasang tetap di atas landasan wagon (kereta) yang digunakan untuk menentukan volume cairan dalam keadaan diam (statis). 2. Kompartemen adalah bagian dari TUW yang merupakan alat ukur. 3. Lubang TUW (dom) adalah lubang berbentuk lingkaran pada dinding atas 5
6 TUW di bagian tengah kompartemen yang digunakan untuk pengisian dan pengukuran. 4. Indeks penunjuk adalah tanda yang menunjukkan volume nominal. 5. Tongkat ukur adalah tongkat yang berskala yang dapat dipasang tegak lurus pada lubang TUW (dom), yang digunakan untuk menentukan volume cairan pada ketinggian permukaan cairan tertentu. 6. Pipa keluaran adalah pipa yang terpasang pada dinding TUW bagian bawah yang digunakan untuk mengeluarkan cairan. 7. Pipa pemanas adalah pipa yang terpasang dalam TUW untuk memanaskan cairan yang berada di dalamnya. 8. Kran penyerahan adalah kran yang terpasang pada pipa keluaran untuk mengatur pengeluaran cairan. 9. Alat pembuang udara adalah alat untuk pembuangan udara dari dalam TUW. 10. Penahan goncangan cairan adalah sekat yang terpasang di dalam TUW untuk menahan goncangan dan tekanan cairan. 11. Klep pengaman adalah alat yang terpasang sebelum kran penyerahan untuk mencegah kebocoran. 12. Lemping volume nominal adalah lemping yang memuat tulisan nominal TUW dan tempat untuk membubuhkan tanda tera. 13. Lemping tanda pabrik adalah lemping yang memuat data yang diperlukan dari TUW tersebut dan merupakan identitas dari perusahaan pembuat TUW tersebut. 14. Volume nominal kompartemen adalah volume kompartemen yang telah ditentukan. 15. Ruang kosong adalah ruang yang digunakan untuk pemuaian agar apabila suhu berubah dan sebagainya cairan tidak tumpah. 16. Volume penuh adalah volume maksimum cairan yang dapat diisikan ke dalam tangki sehingga cairan melimpah. 17. Lubang penyerahan adalah lubang yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dari kompartemen yang dihubungkan dengan pipa keluaran. 18. Kepekaan adalah perbandingan antara perubahan tinggi permukaan cairan dengan perubahan volume cairan tersebut. 6
7 BAB II PERSYARATAN ADMINISTRASI 2.1. Ruang Lingkup Syarat teknis ini mengatur tentang persyaratan teknis dan persyaratan kemetrologian untuk TUW. 2.2 Penerapan 1. Ketentuan ini berlaku bagi setiap TUW yang digunakan sebagai alat ukur untuk cairan hidrokarbon, cairan minum, alkohol, susu dan cairan kimia yang tidak berbahaya, yang pada tekanan normal (atmosfir) berada dalam keadaan cair. 2. Syarat Pemakaian a. Pada penyerahan sebagian dari volume kompartemen harus mempergunakan alat ukur yang sah. b. Apabila TUW yang telah ditera atau ditera ulang dipindahkan ke landasan wagon lain, maka TUW tersebut wajib ditera ulang kembali. 2.3 Identitas 1. Untuk TUW yang terdiri dari satu kompartemen, lemping volume nominal harus memenuhi persyaratan berikut: a. terdapat tulisan Tangki Ukur Wagon dengan tinggi huruf 15 mm dan tebalnya 3 mm; b. terdapat tulisan Volume Nominal dengan tinggi huruf 15 mm dan tebalnya 3 mm; c. angka dan huruf yang menunjukkan volume nominal dalam liter dengan tinggi angka huruf 30 mm dan tebalnya 5 mm; dan d. tempat pembubuhan tanda tera dengan ukuran 15 mm x 30 mm. 2. Untuk TUW yang terdiri lebih dari satu kompartemen, lemping volume nominal harus memenuhi persyaratan berikut: a. terdapat tulisan Volume Nominal dan nomor kompartemennya dengan tinggi huruf 15 mm dan tebal 3 mm; b. angka dan huruf yang menunjukan isi nominal dalam huruf liter dengan tinggi/huruf 30 mm dan tebal 5 mm; dan c. tempat pembubuhan tanda tera dengan ukuran 15 mm x 30 mm. 3. Tulisan-tulisan yang tersebut pada angka 1 dan 2 adalah tulisan dengan huruf angka tenggelam. 4. Lemping volume nominal dipasang di tempat yang disediakan. 7
8 5. Pada lemping tanda pabrik terdapat: a. nama perusahaan; b. tulisan Tangki Ukur Wagon; c. volume nominal TUW; d. ukuran (panjang x lebar x tinggi) dalam cm; e. tipe; f. nomor seri; g. tahun pembuatan; h. tanda pabrik (simbol); dan i. koefisien muai ruang bahan. 6. Lemping nama tanda pabrik dipasang pada dinding TUW atau bagianbagiannya. 7. Gambar dari TUW, kompartemen, lubang TUW (dom), indeks penunjuk, pipa pengeluaran, kran penyerahan, alat pembuang udara, penahan guncangan cairan, klep pengaman, lemping volume nominal, lemping tanda pabrik dan lubang penyerahan sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2 s.d. Lampiran Persyaratan TUW Sebelum Peneraan 1. TUW yang akan ditera harus memiliki Surat Izin Tipe atau Izin Tanda Pabrik. 2. Label tipe harus terlekat pada TUW asal impor yang akan ditera. 3. TUW yang diproduksi di dalam negeri harus memiliki label yang memuat merek pabrik dan nomor Surat Izin Tanda Pabrik. 4. TUW yang diproduksi di dalam negeri harus memiliki label yang memuat merek pabrik dan nomor Surat Izin Tanda Pabrik dan label tipe untuk TUW asal impor sebelum ditera. 5. TUW yang akan ditera ulang harus sudah ditera sebelumnya. 8
9 BAB III PERSYARATAN TEKNIS DAN PERSYARATAN KEMETROLOGIAN 3.1. Persyaratan Teknis 1. Bahan TUW harus terbuat dari bahan logam yang baik dan kuat dengan tebal plat minimum 4 mm, tidak bocor dan diizinkan memakai lapisan pelindung. 2. Konstruksi a. Penampang melintang TUW harus berbentuk lingkaran. Penampang melintang berbentuk ellips juga diizinkan. b. TUW dapat terdiri dari satu kompartemen atau lebih. Volume nominal tiap kompartemen minimum 2000 liter. c. TUW yang terdiri lebih dari satu kompartemen, maka dinding pembatas kompartemen harus diberi penguat agar tiap kompartemen tidak berubah bentuk, yang mengakibatkan perubahan volume lebih besar dari 0,03% dari volume nominalnya, jika kompartemen di sampingnya diisi atau dikosongkan. d. 1) TUW harus dilengkapi dengan : a) lubang TUW (dom) bertutup; b) indeks penunjuk volume nominal (yang pemasangannya seperti pada Lampiran 3) atau skala atau tongkat ukur; c) pipa keluaran; d) kran penyerahan; e) alat pembuang udara; f) lemping volume nominal; dan g) lemping tanda pabrik. 2) TUW dapat dilengkapi dengan: a) klep pengaman; b) penahan goncangan cairan yang jumlahnya disesuaikan menurut kebutuhan; dan c) pipa pemanas untuk memanaskan cairan. e. Ruang kosong di atas volume nominal disesuaikan menurut kebutuhan. f. Apabila leher lubang TUW (dom) menjulur masuk ke dalam tangki, harus diberi takikan-takikan atau lubang-lubang kecil sampai batas sambungan antara dinding dengan leher lubang TUW untuk mencegah udara terkurung. g. Apabila TUW dilengkapi indeks penunjuk, maka indeks penunjuk harus kuat dan dibuat berbentuk jarum sedemikian rupa, sehingga indeks penunjukan akan menunjuk jelas dan tepat pada batas volume nominal. Indeks penunjuk ditempatkan di tengah-tengah penampang 9
10 horizontal atau berimpit dengan sumbu vertikal dari penampangnya dan penyimpangannya tidak lebih dari 5 cm. h. Apabila TUW dilengkapi dengan tongkat ukur, maka tongkat ukur harus ditempatkan di tengah-tengah penampang horizontal atau berimpit dengan sumbu vertikal yang melalui titik pusat gravitasi dan penyimpangannya tidak lebih dari 5 cm. i. Permukaan lubang TUW (dom) harus rata dan mendatar serta tongkat ukur terletak tegak lurus dengan permukaan cairan. j. TUW harus dipasang sedemikian rupa, sehingga dapat dilakukan penyerahan cairan dengan baik dari tiap kompartemen melalui pipa keluaran, walaupun penyerahan itu harus melalui pipa bercabang (manifold). Jumlah cairan yang boleh tertinggal dalam kompartemen pada waktu penyerahan tidak lebih dari 0,05 % dari volume nominal. k. Lubang penyerahan harus terletak di bagian dasar yang paling rendah dari kompartemen sehingga mudah dalam penyerahan dan terjamin keamanannya. l. Pipa keluaran boleh bercabang. Pipa keluaran sesudah kran penyerahan dapat dihubungkan satu sama lain. m. Volume nominal kompartemen, termasuk volume pipa keluaran sampai kran penyerahan. n. TUW yang dipergunakan untuk cairan yang mudah membeku dapat dilengkapi dengan pipa pemanas di dalam tangki agar cairan mudah dikeluarkan. Pipa pemanas harus dipasang sedemikian rupa, sehingga tidak mengganggu pengisian dan pengosongan tangki. o. Alat pembuang udara harus berfungsi dengan baik. p. Lemping tanda pabrik dibuat dari plat kuningan atau aluminium atau logam tahan karat lainnya dengan ukuran: panjang 120 mm, lebar 80 mm dan tebal minimum 1 mm. q. Lemping volume nominal harus dibuat dari plat kuningan dengan tebal minimum 1,5 mm, panjang 150 mm dan lebar 100 mm. r. Garis tengah lubang TUW (dom) minimum 40 cm maksimum 60 cm Persyaratan Kemetrologian Batas Kesalahan 1. Batas kesalahan yang diizinkan pada tera ± 0,1% volume nominal dan batas kesalahan yang diizinkan pada tera ulang ± 0,2% volume nominal. 2. Kepekaan di sekitar indeks penunjuk pada tera/tera ulang tidak boleh kurang dari 1 mm tiap perubahan volume 0,05 % dari volume nominal. 3. Untuk setiap tangki atau kompartemen tangki, ketinggian total (dari dasar sampai bibir lubang = H) dalam keadaan kosong dan isi diperbolehkan bervariasi ± 2 mm. 10
11 BAB IV PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN 4.1. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan meliputi bahan, konstruksi dan perlengkapannya. 2. Pemeriksaan tersebut pada angka 1 dilakukan dengan cara membandingkan terhadap gambar dan ketentuan yang ada. 3. Pemeriksaan tersebut pada angka 1 dan 2 terutama dilakukan terhadap TUW yang baru Pengujian Tera dan Tera Ulang 1. Prosedur Pengujian a. Pengujian TUW meliputi: 1) pengujian penunjukan indeks; 2) pengujian kepekaan indeks; 3) pengujian ruang kosong; 4) pengujian cairan yang boleh tertinggal; dan 5) pengujian perubahan volume terhadap TUW yang lebih dari satu kompartemen. b. 1) Pengujian penunjukan indeks dilakukan dengan cara volumetrik/menakar (pengisian/pengeluaran) volume TUW yang ditunjukkan oleh indeks penunjukan dengan menggunakan bejana ukur standar serta media cairan yang dapat diukur dan tidak mudah menguap. 2) Dalam keadaan terpaksa TUW tidak dapat diuji dengan cara seperti pada angka 1), maka pengujian penunjukan indeks dapat dilakukan dengan menggunakan meter arus induk. c. Pengujian kepekaan dilakukan di sekitar indeks penunjukan (naik atau turun) dengan cara menakar cairan, menggunakan standar 20 liter atau kurang dan mencatat perubahan tinggi permukaan cairan dalam TUW dengan menggunakan salib ukur. d. Pengujian ruang kosong dilakukan dengan cara menakar cairan mulai dari bibir lubang tangki sampai indeks penunjuk. e. Pengujian cairan yang boleh tertinggal dapat dilakukan setelah pengujian pada huruf b selesai dilakukan. f. Pengujian perubahan volume khusus terhadap TUW yang terdiri dari lebih satu kompartemen, misalnya terdiri dari 2 kompartemen, maka dilakukan dengan cara sebagai berikut: mula-mula kompartemen I diisi sampai indeks penunjuk dan selanjutnya kompartemen II diisi sampai indeks penunjuk, atau kedua kompartemen diisi sampai indeks penunjuk dan selanjutnya volume kompartemen II dikeluarkan, maka perubahan volume di kompartemen I tidak boleh lebih besar dari 0,03% dari isi nominalnya. 11
12 2. Cerapan Cerapan pengujian harus sesuai dengan model terlampir dalam Lampiran Instalasi Pengujian a. Instalasi pengujian TUW harus dalam keadaan baik, landasan roda (rel)-nya datar dan cukup tersedia air yang bersih. b. Instalasi pengujian TUW terdiri dari: 1) bejana ukur standar dari 1000 L, 500 L, 200 L, 100 L, 50 L dengan nilai skala maksimum 0,02% dari volume nominal; 2) bejana ukur standar 20 L dan bagian-bagiannya yang dapat mengukur sampai dengan 500 ml; 3) salib ukur dengan pembacaan terkecil 0,1 mm; 4) tongkat ukur dengan skala terkecil 1 mm; dan 5) termometer dengan skala terkecil 0,5 C. b. Instalasi pengujian TUW dilengkapi dengan: 1) pompa air; 2) selang berbagai ukuran; 3) bak penampung air yang dilengkapi dengan saringan; dan 4) saluran pembuangan. 4. Metode Pengujian TUW a. Pengujian cairan yang boleh tinggal. 1) Dinding TUW dibasahi dan kemudian diisi hingga ketinggian ± 10 cm dari dasar tangki. 2) Keran keluaran dibuka, cairan mengalir dengan bebas sampai berhenti mengalir. 3) Cairan yang tertinggal kemudian diukur dengan alat ukur standar (misal gelas ukur). Kuantitas cairan yang tertinggal harus tidak melebihi satu persepuluh x batas kesalahan maksimal yang diizinkan. b. Pengujian penentuan volume nominal (penentuan indeks). 1) Pengujian dengan Bejana Ukur Standar. a) Pengujian dengan cara pengisian (1) TUW seluruh dindingnya dibasahi, kemudian cairan dikeluarkan, tunggu tetesan selama 30 sekon, kemudian keran keluaran ditutup rapat. (2) Bejana ukur standar diisi dan ditentukan volume dan suhunya, setelah itu keran dibuka untuk mengisi TUW. Pengisian dilakukan secara berturut-turut sehingga volume nominalnya tercapai. Pada setiap pembacaan volume bejana ukur standar, juga harus dibaca suhunya. Pada TUW dibaca suhunya di tiga 12
13 tempat yakni di dasar, di tengah dan di atas. (3) Setelah cairan tenang, ukur permukaan cairan dengan menggunakan salib sumbu untuk menentukan kedudukan indeks volume nominalnya. b) Pengujian dengan cara pengeluaran (1) TUW diisi penuh. (2) Bejana ukur standar dibasahi dindingnya, cairan kemudian dikeluarkan, tunggu tetesan selama 30 sekon, kemudian keran keluaran ditutup rapat. (3) Setelah itu cairan dari TUW diisikan secara bertahap ke dalam bejana ukur standar, sehingga TUW benar-benar kosong. Bejana ukur standar yang digunakan adalah bejana ukur 10 L, 20 L, 100 L, 200 L, 500 L, 1000 L dan bila diperlukan juga digunakan gelas ukur sesuai kebutuhan. Setiap membaca volume pada bejana ukur standar juga dibaca suhunya. Pada TUW suhunya dibaca di tiga tempat, yakni di dasar, tengah dan atas. 2) Pengujian dengan meter arus induk Pengujian dengan meter arus induk hanya untuk pengujian dengan cara pengisian, apabila tidak ada meter arus induk dapat menggunakan meter arus yang memenuhi syarat sebagai standar. Cara pengujian sebagai berikut: a) meter arus induk Meter arus induk yang dipakai adalah tipe Positive Displacement. Meter faktor dan berbagai kecepatan antara 10% dan 90% kecepatan rata-rata tidak boleh berubah lebih besar dari 1%. Sebelum digunakan meter arus induk harus dicek/dikontrol/dites meter faktornya dengan menggunakan bejana ukur. b) Seluruh sistem harus diperiksa agar benar-benar tidak dijumpai adanya kebocoran. c) Seluruh dinding TUW dibasahi secara merata setelah itu cairan dikeluarkan, tunggu tetesan selama 30 sekon, kemudian keran ditutup rapat. d) Setel meter arus induk, sehingga skala menunjuk nol. Kemudian keran dibuka dan tutuplah apabila sudah mencapai volume yang diperlukan (kecepatan meter arus induk harus sama dengan kecepatan pada waktu pengujiannya). e) Catat suhu dan tekanan pada meter arus induk dan catat pula suhu pada TUW. 13
14 f) Tentukan kembali meter faktor meter arus induk dengan menggunakan bejana ukur. Hasilnya harus sesuai dengan hasil pengujian pada huruf a) ± 0,05 %. c. Pengujian kepekaan 1) Pengujian dengan cara pengisian. a) Setelah TUW diisi sampai dengan volume nominal, kemudian ditambah/dikurangi dengan volume 10 L dengan bejana ukur standar. Setelah itu kedudukan permukaannya diukur dengan menggunakan salib ukur. b) Kurangkan/tambahkan volumenya sebesar 20 L dengan bejana ukur 20 L. Setelah itu kedudukan permukaannya diukur dengan menggunakan salib ukur. 2) Pengujian dengan cara pengeluaran. a) Tangki ukur diisi penuh sampai pada bibir lubang TUW (dom) [bibir lubang TUW (dom)/dan sebagai titik acuan pengukuran dengan menggunakan salib ukur]. b) Kurangkan cairan secara berturut-turut menggunakan bejana ukur 20 L. Setiap kali pengurangan ukur ketinggian permukaan cairan dengan menggunakan salib sumbu. Pengukuran dilakukan sampai kepekaan yang didapat melebihi batas kesalahan yang diperbolehkan (dalam hal tera ulang pengukuran kepekaan dapat dilakukan hanya di sekitar indeks penunjukan). 3) Tabel pengujian kepekaan Tabel pengujian kepekaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1. d. Pengujian Ruang Kosong. 5. Kalibrasi 1) Pengujian dengan cara pengisian. Tangki ukur diisi sampai dengan volume nominalnya. Setelah itu tambahkan volume cairan dengan bejana ukur sampai pada bibir lubang TUW (dom). 2) Pengujian dengan cara pengeluaran. Tangki ukur diisi penuh sampai pada bibir lubang TUW (dom). Setelah itu kurangkan volume cairan dengan bejana ukur sampai indeks penunjukan. [Dalam hal belum ada indeks penunjukan, ukur semua volume tangki. Ruang kosong adalah volume sampai bibir lubang TUW (dom) terisi penuh dikurangi dengan volume nominalnya]. Kalibrasi instalasi pengujian TUW yang menggunakan bejana ukur harus dilakukan secara periodik selambat-lambatnya satu tahun sekali. 6. Contoh terkait dengan Cerapan, Konstruksi, Pengujian, dan Pembubuhan Tanda Tera diberikan dalam Lampiran 2 sampai dengan Lampiran 9. 14
15 BAB V PEMBUBUHAN TANDA TERA 5.1. Penandaan Tanda Tera Pada TUW dipasang lemping tanda tera sebagai tempat pembubuhan Tanda Daerah, Tanda Pegawai Yang Berhak, dan Tanda Sah. Tanda Jaminan dibubuhkan dan/atau dipasang pada bagian-bagian tertentu dari TUW yang sudah disahkan pada waktu ditera dan ditera ulang untuk mencegah penukaran dan/atau perubahan. Bentuk tanda tera sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Tempat Tanda Tera 1. Tera a. Tanda Daerah ukuran 8 mm, Tanda Pegawai Yang Berhak (H) dan Tanda Sah Logam (SL) ukuran 6 mm yang berlaku dibubuhkan pada lemping volume nominal secara berurutan dari kiri ke kanan. b. Tanda Jaminan Plombir (JP) ukuran 8 mm dipasang pada pengikat perlengkapan indeks penunjuk dengan lubang TUW (dom) sesuai dengan gambar indeks penunjuk, pada baut pengikat lemping volume nominal dan baut pengikat antara TUW dan landasannya. 2. Tera Ulang a. Tanda Sah Plombir (SP) ukuran 6 mm dipasang pada baut pengikat lemping volume nominal sebagai pengganti Tanda Jaminan Plombir (JP) ukuran 8 mm pada tera. Sedangkan untuk lemping volume nominal yang rusak, hilang atau tidak sesuai ketentuan yang berlaku sehingga harus diganti, maka Tanda Daerah ukuran 8 mm dan Tanda Sah Logam (SL) ukuran 6 mm dibubuhkan pada lemping volume nominal yang baru. b. Tanda Jaminan Plombir (JP) ukuran 8 mm dipasang pada indeks penunjuk dan pengikat TUW dengan landasan wagon. 3. Jangka Waktu Tera Ulang Jangka waktu tera ulang dan masa berlaku tanda tera sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 15
16 BAB VI PENUTUP Syarat Teknis TUW merupakan pedoman bagi petugas dalam melaksanakan tera dan tera ulang TUW serta pengawasan TUW, guna meminimalisir penyimpangan penggunaan TUW dalam transaksi cairan hidrokarbon, cairan minum, alkohol, susu dan cairan kimia yang tidak berbahaya, yang pada tekanan normal (atmosfir), berada dalam keadaan cair, serta upaya perwujudan tertib ukur sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal. 16
17 Lampiran 1. Tabel Pengujian Kepekaan Nomor Isian Pengukuran termasuk koreksi bejana ukur dengan waktu tetesan L Volume Bejana Jumlah Terusan Penunjukan pada salib ukur mm 17
18 Lampiran 2. Cerapan Tera / Tera Ulang Tangki Ukur Wagon (TUW) 18
19 Lampiran 3. Konstruksi TUW Satu Kompartemen 19
20 Lampiran 4. Contoh TUW 2 (dua) Kompartemen Catatan: Lubang penyerahan terletak di bagian dasar yang paling rendah dari kompartemen 20
21 Lampiran 5. Contoh Lubang Penyerahan Catatan: Lubang penyerahan terletak di bagian dasar yang paling rendah dari kompartemen 21
22 Lampiran 6. Contoh Lemping Nama Tanda Pabrik 22
23 Lampiran 7. Contoh Lemping Volume Nominal untuk TUW terdiri 1 (satu) Kompartemen Keterangan: Tebal lemping minimum 1,5 mm Huruf dan angka tenggelam Lemping dari bahan kuningan 23
24 Lampiran 8. Contoh Lemping Volume Nominal untuk TUW terdiri dari 2 (dua) Kompartemen 24
25 Lampiran 9. Contoh Indeks Penunjuk 25
DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI
DEPARTEMEN PERDAGANGAN. REPUBLIK IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jaan l\,4.1 Ridwan Rais No.5 Jakarta 10110 Tel. 021-3440408, fa. 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN
Lebih terperinciKEPUTUSAN DTREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR fi/my/kr'e/t/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS POMPA UKUR BAHAN BAKAR GAS
DEPARTE]U EN TIEPUBLII( AF PERDAGANGAN IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan N4.l Ridwan Rals No 5 Jakarta 10110 Ter. 0213440408, fil. 021-3858185 KEPUTUSAN DTREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN
Lebih terperinciKEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR ta /PDy{ llkvp h /2o1o TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS ROTA RY PISTON DAN TURBIN
DEPARTEInEN PERDAGANGAN FEPUBLIK IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jdtr l\.4.1 Ridwan Ras No.5 Jakarla 10110 Iel. 02.1-3440408, fd. 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN
Lebih terperinciKEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR tg /PDN n<ep/5/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS MANOMETER
DEPARTEMEN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan Ny'.l Ridwan Rals No.5 Jakarta 10110 Tel. 021-3440408, fa. 021'3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN
Lebih terperinciKEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMoR eglpwlrepll lzoto TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS DIAFRAGMA
? 4l/fi z vtln DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA > DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan M.l Ridwan Rais No.5 Jakarta 10110 Tel. 02'1-3440408. fa 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 639/MPP/Kep/10/2004 TENTANG KETENTUAN DAN SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR MOBIL
33 KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 639/MPP/Kep/10/2004 TENTANG KETENTUAN DAN SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR MOBIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN
Lebih terperinci,/r4f. filt\\s. KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR zl lwwftnp/r/2o10 TENTANG SYARAT TEKNIS METER TAKSI
-t" // ==F,/r4F. 7Zt \- filt\\s. DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Tel. o21-23528520(langsung) Tel. 021-3858171
Lebih terperinciKeputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor : 4g/pD$/kap /t/zo1o
> "'l/2 -_!- fi/\\$ -'"4 l. DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI '101 Jl. M.l, Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10 fel. 021-23528520(Langsung) Tel. 021-385817'l
Lebih terperinciBEJANA UKUR. Tergolong alat ukur metrologi legal yang wajib ditera dan ditera ulang (Permendag No. 8 Tahun 2010);
Eka Riyanto Tanggo BEJANA UKUR Tergolong alat ukur metrologi legal yang wajib ditera dan ditera ulang (Permendag No. 8 Tahun 010); Bejana ukur wajib memiliki Ijin Tanda Pabrik atau Ijin Tipe; Tidak ada
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1150, 2012 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Metrologi Legal. UTTP. Tanda Tera. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69/M-DAG/PER/10/2012 TENTANG TANDA TERA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang etrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya ketertiban
Lebih terperinciKEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR 25/wN IKEP/t/2a1o TENTANG SYARA TEKNIS TANGKI UKUR TETAP SILINDER TEGAK
> '--t/ F..at 'a DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jl. N/.1. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Iel. O21-2352a520(Lan gsu n g) Tel. 021-3858171 (Sentral),
Lebih terperinciTENTANG SYARAT TEKNIS METER KADAR AIR
DEPAI TEMEN REPUBLII( vl {1t F > IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan Ny'.l Ridwan Rais No.5 Jakarta 10110 Tel. 021-3440408, fil. 02'1-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.80,2012 PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44/M-DAG/PER/12/2011 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciKEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR 28IPDNftEP/t/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS TIMBANGAN BAN BERJALAN
^
Lebih terperinciMenteri Perdagangan Republik Indonesia
Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 52/M-DAG/PER/10/2009 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 635/MPP/Kep/10/2004 TENTANG TANDA TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
33 KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 635/MPP/Kep/10/2004 TENTANG TANDA TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinci2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1533, 2016 KEMENDAG. Tanda Sah. Tahun 2017. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 70/M-DAG/PER/10/2016 TENTANG TANDA SAH TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT
Lebih terperinci2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1989, 2015 KEMENDAG. Tanda Sah. Tahun 2016. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96/M-DAG/PER/11/2015 TENTANG TANDA SAH TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperincia,\s :"'2, arnn 'rf F KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR 57 M{ /xep/1/201o TENTANG SYARAT TEKNIS METER ARUS VOLUMETRIK
:"'2, a,\s t arnn 'rf F DEPAI TEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREI$ORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan N4 Rdwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Te 021-3440408 Ia 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR
Lebih terperinci2015, No Indonesia Nomor 3193); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 19
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1988, 2015 KEMENDAG. Tanda Tera. Perubahan PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95/M-DAG/PER/11/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN
Lebih terperinciKEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR l5lw$ lkep/3/2010 TENTANG SYARA TEKNIS METER PROVER
DEPARTE U EN PEHDAGANGAN REPUBLII( IND()NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan M I Ridwan Rais No 5 Jakarta 101 10 Te. 021-3440408 la 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN
Lebih terperinci2 Mengingat : 1. c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tent
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1566, 2014 KEMENDAG. Alat Ukur. Takar. Timbang. Perlengkapannya. Satuan Ukur. Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71/M-DAG/PER/10/2014
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1321, 2014 KEMENDAG. Tanda Sah. Tera. Penggunaan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54/M-DAG/PER/9/2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinci2017, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1718, 2017 KEMENDAG. Tanda Sah. Tahun 2018. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89 TAHUN 2017 TENTANG TANDA SAH TAHUN 2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinci2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tamba
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.674, 2017 KEMENDAG. Pengawasan Metrologi Legal. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/M-DAG/PER/5/2017 TENTANG PENGAWASAN METROLOGI LEGAL
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN2006 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2006 GUBERNUR JAWA TIMUR,
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN2006 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2006 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa dengan terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 16/ M - DAG/
Lebih terperinciMenteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia
Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN NOMOR : 180/MPP/Kep/5/2000. TENTANG TANDA TERA TAHUN 2001 MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 522/MPP/Kep/8/2003
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 522/MPP/Kep/8/2003 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2004 MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa untuk
Lebih terperinci2 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1565, 2014 KEMENDAG. Alat Ukur. Takar. Timbang. Perlengkapan. Tera dan Tera Ulang. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/M-DAG/PER/10/2014 TENTANG
Lebih terperinciMenteri Perdagangan Republik Indonesia
Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 08/M-DAG/PER/3/2010 TENTANG ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG, DAN PERLENGKAPANNYA (UTTP) YANG WAJIB DITERA DAN
Lebih terperincivr1)n ,Z- tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen tentang Syarat Teknis Labu Ukur;
,>-
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Maksud Dan Tujuan 1. Maksud Untuk mewujudkan keseragaman dalam pelaksanaan kegiatan tera dan tera ulang meter air.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya
Lebih terperinci7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambaha
WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG TERA DAN ATAU TERA ULANG ALAT UKUR, ALAT TAKAR, ALAT TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,
Lebih terperinci3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 4.
WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG TERA DAN ATAU TERA ULANG ALAT UKUR, ALAT TAKAR, ALAT TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,
Lebih terperinciWALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN TERA/TERA ULANG
WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN TERA/TERA ULANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang
Lebih terperinci- rl. KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR S4lwq l,ffip /5/2o1o TENTANG SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR MOBIL
F {at a> DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI t:t - - rl DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 rel. O21-23528520(Langsun g) Tel. 021-3858171 (Sentral),
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 62/M-DAG/PER/12/2009 TENTANG KEWAJIBAN PENCANTUMAN LABEL
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 62/M-DAG/PER/12/2009 TENTANG KEWAJIBAN PENCANTUMAN LABEL
Lebih terperinciat"z, =< KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMOR 25IPDN/KEP /5/?ua TENTANG SYARAT TEKNIS BEJANA UKUR
at"z, < DEPARTEW EN PERDAGANGAN EPUBLTK IND('NESIA vtlndi REKTO RAT J EN DERAT PERDAGANGAN NALAIVI N EG ER I Jalan [,4.] Bidwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Tel. 021-3440408, fa. 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR
Lebih terperinciBAB V METER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN
BAB V METER GA ROTARY PITON DAN TURBIN Indikator Keberhasilan : Peserta diharapkan mampu menjelaskan konstruksi dan prinsip kerja meter gas rotary piston dan turbin. Peserta diharapkan mampu menjelaskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya
Lebih terperinci2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tamb
No.1199, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. UTTP. Izin Pembuatan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/M-DAG/PER/7/2016 TENTANG IZIN PEMBUATAN ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG,
Lebih terperinciSTRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA ULANG JENIS TERA
LAMPIRAN II PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2011 TANGGAL 6 DESEMBER 2011 STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI PELAYANAN / ULANG JENIS ULANG A. Jasa tera, tera ulang,
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 42 TAHUN 2005 TENTANG
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 42 TAHUN 2005 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN LABORATORIUM KEMETROLOGIAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya
Lebih terperinciMenteri Perdagangan Republik Indonesia
Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 50/M-DAG/PER/10/2009 TENTANG UNIT KERJA DAN UNIT PELAKSANA TEKNIS METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciMenteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia
33 Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 637/MPP/Kep/10/2004 TENTANG KETENTUAN ALAT-ALAT UKUR, TAKAR,TIMBANG
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/M-DAG/PER/10/2011 TENTANG BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/M-DAG/PER/10/2011 TENTANG BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERDAGANGAN. Metrologi. Legal. Unit Kerja. UPT. Pelaksana. Pelayanan.
No.390, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERDAGANGAN. Metrologi. Legal. Unit Kerja. UPT. Pelaksana. Pelayanan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 50/M-DAG/PER/10/2009
Lebih terperincictarif BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1983 Tanggal 11 Juli 1983 Presiden Republik Indonesia,
ctarif BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1983 Tanggal 11 Juli 1983 Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa susunan tarif uang tera yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI,
[Home] KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI, MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI Menimbang: a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciPemuaian adalah bertambahnya volume suatu zat akibat meningkatnya suhu zat. Semua zat umumnya akan memuai jika dipanaskan.
Pemuaian Zat Pemuaian adalah bertambahnya volume suatu zat akibat meningkatnya suhu zat. Semua zat umumnya akan memuai jika dipanaskan. Pemuaian zat padat, zat cair, dan gas menunjukkan karakteristik yang
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-01/MEN/1992 TENTANG SYARAT SYARAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PESAWAT KARBID
MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-01/MEN/1992 TENTANG SYARAT SYARAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PESAWAT KARBID MENTERI TENAGA KERJA
Lebih terperinciMenteri Perdagangan Republik Indonesia
Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 50/M-DAG/PER/10/2009 TENTANG UNIT KERJA DAN UNIT PELAKSANA TEKNIS METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciKEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA
KEJAKSAAN AGUNG JAKARTA Jakarta, 25 Agustus 1998 Nomor : B-410/E.4/Epl.2/08/1998 Sifat : Biasa Lampiran : 1 (satu) exemplar Perihal : Surat Keputusan Menperindag tentang Tanda Tera tahun 1999 KEPADA YTH.
Lebih terperinci2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tent
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1217, 2016 KEMENDAG. UPT. Bidang Kemetrologian dan Bidang Standardisasi dan Pengendalian Mutu. Orta PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60/M-DAG/PER/8/2016
Lebih terperinciat"z, =< KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMOR 25IPDN/KEP /5/?ua TENTANG SYARAT TEKNIS BEJANA UKUR
at"z, < DEPARTEW EN PERDAGANGAN EPUBLTK IND('NESIA vtlndi REKTO RAT J EN DERAT PERDAGANGAN NALAIVI N EG ER I Jalan [,4.] Bidwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Tel. 021-3440408, fa. 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR
Lebih terperinciIV. PENDEKATAN RANCANGAN
IV. PENDEKATAN RANCANGAN A. Kriteria Perancangan Pada prinsipnya suatu proses perancangan terdiri dari beberapa tahap atau proses sehingga menghasilkan suatu desain atau prototipe produk yang sesuai dengan
Lebih terperinciPROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 2 TAHUN 2016
PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN STRUKTUR DAN BESARAN TARIF RETRIBUSI TERA/TERA ULANG DALAM LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 2 TAHUN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No. 1719, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Unit Metrologi Legal. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78/M-DAG/PER/11/2016 TENTANG UNIT METROLOGI LEGAL DENGAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 2 TAHUN 2009
PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI TERA/TERA ULANG DAN KALIBRASI ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1985 TENTANG WAJIB DAN PEMBEBASAN UNTUK DITERA DAN/ATAU DITERA ULANG SERTA SYARAT-SYARAT BAGI ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG, DAN PERLENGKAPANNYA PRESIDEN
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO
PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 06 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN TERA DAN TERA ULANG ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/M-DAG/PER/10/2011 TENTANG BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/M-DAG/PER/10/2011 TENTANG BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SURABAYA
PEMERINTAH KOTA SURABAYA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA ULANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang a. bahwa berdasarkan
Lebih terperincis'/2, vtrn tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Mengingat : 1.
s'/2, =f vtrn KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL STANDARDISASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Gedung I Lt.6 Jakarta 101 10 Telp. 021-3840986 Fax. 021-3840986
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1985
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1985 TENTANG WAJIB DAN PEMBEBASAN UNTUK DITERA DAN/ATAU DITERA ULANG SERTA SYARAT-SYARAT BAGI ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG, DAN PERLENGKAPANNYA PRESIDEN
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI
Page 1 of 7 KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciPROPOSAL SARANA KEMETROLOGIAN DAN FASILITAS PENDUKUNGNYA
PROPOSAL SARANA KEMETROLOGIAN DAN FASILITAS PENDUKUNGNYA DINAS KOPERASI, PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN DAN PASAR KABUPATEN LAMPUNG BARAT TAHUN 2016 PROPOSAL PENGEMBANGAN SARANA KEMETROLOGIAN DAN FASILITAS
Lebih terperinciMENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK IND PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK IND PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43/M-DAG/PER/11/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BIDANG KEMETROLOGIAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN
Lebih terperinciPERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 1983 TENTANG TARIF BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1986 Tanggal 22 Maret 1986
PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 1983 TENTANG TARIF BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1986 Tanggal 22 Maret 1986 Menimbang : Presiden Republik Indonesia, a. bahwa dengan semakin
Lebih terperinciMENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 74/M-DAG/PER/ 12/2012 TENTANG ALAT-ALAT
Lebih terperinciPEMERINTAH PROPINSI JAWATIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWATIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN LABORATORIUM KEMETROLOGIAN
PEMERINTAH PROPINSI JAWATIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWATIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN LABORATORIUM KEMETROLOGIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a.
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG SIMBOL DAN LABEL LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
SALINAN PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG SIMBOL DAN LABEL LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP
Lebih terperinciKEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMoR lzlrnwr?ep /, I zata. Mengingat TENTANG SYARAT TEKNIS ALAT UKUR PANJANG
-"1// -: - 72..Lfirt\N -'-41. DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jl. M,l. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Tel. 021-23528520(Langsung) Tel. 021-3858171
Lebih terperincidaerah dalam melaksanakan pengawasan UTTP melalui kegiatan pos ukur ulang. Adapun tujuan penerbitan Petunjuk Teknis Pelaksanaan POSKUR adalah:
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu wujud keberhasilan pembinaan terhadap pelaksanaan Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, melalui pelaksanaan kegiatan Pos Ukur Ulang (POSKUR)
Lebih terperinciV4tN. z^{/a'2- tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan
z^{/a'2- > =< V4tN KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL STANDARDISASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Gedung I Lt.6 Jakarta 101 10 Telp. 021-3840986 Fax.
Lebih terperinciKEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR z{ffin/tapblzala TENTANG SYARAT TEKNIS METER KWh
DEPARTE]i,IEN PERDAGANGAN REPUBLII( INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DAAM NEGERI Jalan M I Ridwan Rais No. 5 Jakafta 101 10 Tel. 021-3440408 fa. 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN
Lebih terperinciMETER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN
METER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN JENIS METER GAS INDUSTRI Meter gas industri yang umum digunakan dalam transaksi perdagangan adalah : Positif Displacement ( yang banyak digunakan adalah tipe rotary piston
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana
Lebih terperinciCara uji kandungan udara dalam beton segar dengan metode tekan
Standar Nasional Indonesia ICS 93.010 Cara uji kandungan udara dalam beton segar dengan metode tekan Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metrologi adalah ilmu pengetahuan tentang ukur mengukur secara luas (UUML, 1981). Upaya melindungi kepentingan umum dengan adanya jaminan kebenaran pengukuran serta
Lebih terperinci1. Ketentuan Pasal 1 ditambahkan 2 (dua) angka yakni angka 5 dan angka 6, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
- 2 - c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika tentang Perubahan atas Peraturan
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG
PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA TEKNIS METROLOGI LEGAL PADA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciMENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA KEMETROLOGIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR
SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN TARIF RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA ULANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,
Lebih terperinciTARIF RETRIBUSI TERA, TERA ULANG ALAT ALAT UTTP, KALIBRASI ALAT UKUR SERTA PENGUJIAN BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS
LAMPIRAN V PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN RETRIBUSI DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH RETRIBUSI, ULANG ALAT ALAT UTTP, KALIBRASI ALAT UKUR SERTA PENGUJIAN BARANG DALAM KEADAAN
Lebih terperinciMenteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/M-DAG/PER/12/2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA
Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/M-DAG/PER/12/2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI LABORATORIUM STANDAR NASIONAL SATUAN UKURAN MENTERI
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 08 TAHUN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA (UTTP) YANG DIGUNAKAN UNTUK TRANSAKSI BARANG DI KABUPATEN SELAYAR DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciLATIHAN SOAL MENJELANG UJIAN TENGAH SEMESTER STAF PENGAJAR FISIKA TPB
LATIHAN SOAL MENJELANG UJIAN TENGAH SEMESTER STAF PENGAJAR FISIKA TPB Soal No. 1 Seorang berjalan santai dengan kelajuan 2,5 km/jam, berapakah waktu yang dibutuhkan agar ia sampai ke suatu tempat yang
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.283, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pengukuran Kapal. Tata cara. Metode. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGUKURAN KAPAL
Lebih terperinciBAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS. Sebelum melakukan pengujian pada sistem Bottle Filler secara keseluruhan, dilakukan beberapa tahapan antara lain :
BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS Bab ini akan membahas mengenai pengujian dan analisis pada alat Bottle Filter yang berbasis mikrokontroler. Tujuan dari pengujian adalah untuk mengetahui apakah alat yang
Lebih terperinciMenteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/M-DAG/PER/12/2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA
Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/M-DAG/PER/12/2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI STANDARDISASI METROLOGI LEGAL MENTERI PERDAGANGAN
Lebih terperinci