BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Gambaran Kredit UKM di Bank XYZ Penyaluran kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) bertujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan usaha dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan sesuai dengan UU 20 tahun Oleh sebab itu, pemerintah mengharapkan adanya pertumbuhan kredit UMKM dapat membantu pembangunan nasional yang mencakup seluruh aspek kehidupan bangsa. Dalam portofolio kreditnya, Bank XYZ membagi segmen pembiayaan kredit sesuai dengan plafond pembiayaan kredit sehingga kredit mikro dan kredit usaha kecil dan menengah memiliki portofolio kredit yang terpisah. Berdasarkan data internal Bank XYZ yang telah diolah, diketahui terjadi peningkatan jumlah exposure kredit dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2014 pada kredit segmen usaha kecil dan menengah untuk fasilitas kredit KMK dan KI. Hal tersebut juga berbanding lurus terhadap peningkatan persentase NPL kredit segmen usaha kecil dan menengah untuk fasilitas kredit KMK dan KI. Peningkatan tersebut tercermin sebagaimana terlihat pada Gambar

2 52 Gambar 5.1 Pertumbuhan Exposure KMK dan KI dan Persentase NPL pada Bank XYZ Sumber: Bank XYZ (Laporan Manajemen per 31 Desember 2012 sd. 2014, diolah) Berdasarkan Gambar 5.1, diketahui bahwa terjadi peningkatan jumlah exposure fasilitas KMK dan KI yang menunjukkan adanya peningkatan penyaluran kredit UKM dari tahun 2012 sampai dengan tahun Fasilitas KMK dan KI merupakan portfolio terbesar dalam portfolio kredit segmen UKM pada Bank XYZ, yaitu mencapai hampir lebih dari 80% total kredit Bank XYZ. Hal tersebut juga berimplikasi terhadap risiko kredit yang dihadapi oleh Bank XYZ dimana adanya kemungkinan terjadi gagal bayar oleh debitur terhadap portfolio kredit Bank XYZ yang semakin meningkat. Berdasarkan Gambar 5.1, diketahui persentase NPL dari tahun 2012 sampai dengan 2014 mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan kredit. Oleh sebab itu, Bank XYZ harus melakukan peninjauan kembali terhadap kebijakan pemberian kredit dalam identifikasi risiko kredit. Bank XYZ juga harus

3 53 meminimalisasi risiko kredit akibat kredit default dengan cara membentuk CKPN. Pencadangan dana yang dilakukan oleh suatu bank sangat berpengaruh terhadap modal bank. Oleh sebab itu, bank harus memiliki perhitungan cadangan dana yang akurat sehingga dana yang dialokasikan untuk meminimalkan risiko lebih efisien Analisa dan Pembahasan Pengukuran CKPN Kolektif dengan Metode CreditRisk + Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/148/KEP/DIR tanggal 12 November 1998, setiap bank wajib melakukan pembentukan atau penyisihan dana cadangan kerugian kredit yang disebut dengan istilah PPAP. Pembentukan cadangan atau penyisihan tersebut dinilai berdasarkan tingkat kolektibilitas dari kredit debitur. Setelah adanya revisi PSAK 55 pada tahun 2006, maka istilah PPAP diganti menjadi CKPN. Evaluasi kredit debitur dalam pembentukan atau penyisihan dana tersebut didasarkan kepada keputusan masing-masing bank, maka setiap bank memiliki kebijakan tersendiri dalam membentuk cadangan dana untuk kreditnya. Oleh sebab itu, bank harus memiliki metode yang akurat dalam menentukan besarnya dana yang harus dicadangkan dalam meminimalisasi risiko kredit yang ada. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba menghitung besarnya pencadangan dana untuk meminimalkan risiko kredit atau yang disebut CKPN dengan menggunakan metode CreditRisk + yang akan dibandingkan dengan besarnya CKPN yang dihitung oleh Bank XYZ.

4 54 Menurut Klieṧtik and Cȗg (2015) terdapat 4 (empat) metode pengukuran risiko kredit yang dikembangkan setelah penetapan Basel II, yaitu antara lain: 1) Model Merton Metode Merton banyak digunakan untuk perusahaan perdagangan publik dan menggunakan data dari pasar uang dibandingkan data keuangan dari perusahaan. Aplikasi dari pengukuran ini dapat dipraktekkan sehari-hari namun memberikan beberapa kelemahan, yaitu nilai interest risk free yang digunakan biasanya lebih rendah dibandingkan nilai sebenarnya sehingga asumsi model ini sulit direfleksikan dalam dunia nyata. Menurut, Miṧǎnkovǎ, Kočiṧovǎ and Klieṧtik (2014), model Merton mengasumsikan bahwa perusahaan hanya memiliki zero-coupon bond dan hal tersebut dianggap tidak realistis mengingat beberapa model justru mengukur jatuh tempo yang berbeda-beda dari obligasi. 2) Credit Metrics Model ini dikembangkan oleh JP Morgan untuk mengukur risiko kredit. Pengukuran ini didasarkan pada model yang digunakan untuk mengontrol risiko kredit yang dapat diaplikasikan untuk semua tipe instrumen keuangan yang bersubstansi pada risiko kredit dan metode valuasi yang berkorespondensi dengan harga pasar sebenarnya. Oleh karena itu, model ini digunakan untuk valuasi harga saham. Model ini menawarkan pengukuran Value at Risk (VaR) untuk menggukur risiko kredit dimana dapat merefleksikan harga pasar atau kerugian. Menurut Sakti (2010), model ini mengasumsikan bahwa seluruh obligor atau debitur dalam rating

5 55 yang sama memiliki risiko kredit yang sama yang berarti memiliki transition probability dan default probability yang sama. 3) CreditRisk + Metode ini menekankan pengukuran besarnya probability default. Tidak seperti pendekatan lain, model ini tidak mengaitkan standar probabilitas dengan struktur modal perusahaan. Model ini diperkenalkan oleh Credit Suisse First Boston tahun 1997 mengasumsikan probability distribution untuk sejumlah default periode tertentu mengikuti distribusi Poisson. Menurut Kollǎr and Gondẑǎrovǎ (2015), metode CreditRisk + merupakan metode yang sangat mudah untuk digunakan dalam mengukur risiko namun tidak melihat probability of default dari semua tingkatan rating. Menurut Sakti (2010), atas dasar asumsi ini CreditRisk + menghasilkan loss distribution atas portfolio kredit berdasarkan karakteristik default individual setiap loannya dan korelasi defaultnya. 4) Credit Grades Model Credit Grades diciptakan pada tahun 2002 oleh Risk Metrics sebagai model struktural komersial. Penciptaannya didukung oleh beberapa bank dunia yang dikenal seperti Deutsche Bank, Goldman Sachs dan JP Morgan. Model Credit Grades mengkuantifikasi risiko kredit dari instrumen keuangan individu yang berbeda dengan Credit Metrics. Model Credit Grades berbeda dari model struktural lainnya dalam penentuan risiko kredit. Penentuan risiko kredit didasarkan pada spread kredit. Model struktural lainnya menentukan risiko kredit pada dasar probability default.

6 56 Model Credit Grades mengasumsikan bahwa nilai aset perusahaan disebabkan satu saham berevolusi dari waktu ke waktu oleh proses stokastik dengan menggunakan gerakan Brown geometrik. Dari metode-metode pengukuran risiko kredit diatas, metode yang biasa digunakan untuk mengukur risiko kredit dari portfolio kredit retail adalah metode CreditRisk +. Metode ini dapat digunakan dalam mengukur risiko kredit pada portfolio kredit ritail dengan jumlah debitur yang banyak sedangkan metode lain lebih cocok digunakan pada debitur segmen korporasi. Menurut Sakti (2010), terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara metode CreditRisk + dengan metode yang lain, yaitu antara lain sbb: 1. Asumsi korelasi expected default rate dan klasifikasi risiko. Pada metode CreditRisk + diasumsikan portfolio memiliki korelasi credit events yang independen dengan expected default rates sedangkan metode yang lain bergantung pada faktor makro ekonomi dan normal asset return. 2. Klasifikasi risiko pada metode CreditRisk + menggunakan sistem kelas exposure sedangkan metode yang lainnya menggunakan risk rating atau historical matrix transaction. Berikut adalah hasil dan pembahasan pengukuran risiko kredit dengan menghitung besarnya CKPN dan economic capital untuk kredit segmen UKM pada bank XYZ, yaitu sebagai berikut:

7 Penyusunan band Penyusunan band dilakukan untuk mengelompokkan data exposure kredit. Dalam hal ini, peneliti menggunakan data exposure kredit default segmen UKM untuk fasilitas KMK dan KI pada Bank XYZ yang berkisar dari Rp ,- sampai dengan Rp ,-. Untuk memperkecil data namun tetap merepresentasikan data, digunakan 2 band yaitu, Rp dan Rp ,- yang menunjukkan kelompok debitur. Setelah itu, dilakukan pembagian golongan kelas pada band dengan cara menghitung outstanding kredit dibagi dengan band sehingga diperoleh 10 golongan kelas Exposure at Default (EAD) Penentuan data exposure at default dilakukan dengan cara memisahkan exposure kredit non default dan default dengan cara mengelompokkan exposure kredit dengan kolektibilitas 3, 4, dan 5 kedalam kategori kredit default sementara exposure kredit dengan kolektibilitas 1 dan 2 dianggap sebagai kredit non default. Tabel 5.1 Exposure Kredit per Kolektibilitas pada Bank XYZ (Rp) KOLEKTIBILITAS TAHUN (LANCAR) (DPK) (KURANG LANCAR) (DIRAGUKAN) (MACET) Sumber: Bank XYZ (Laporan Manajemen per 31 Desember 2012 sd. 2014, diolah)

8 58 Berdasarkan Tabel 5.1 diketahui besarnya exposure kredit per kolektibilitas yang diperoleh dari data laporan manajemen Bank XYZ per 31 Desember 2012, 2013 dan Dapat dilihat pada Tabel 5.1 terjadi peningkatan kredit default (kolektibilitas > 3) dari tahun 2012 sampai dengan tahun Terjadinya kredit default ini memiliki banyak penyebab. Penyebab utama dari terjadinya kredit default atau kejadian gagal bayar terutama disebakan karena menurunnya usaha debitur baik disebabkan karena piutang tak tertagih maupun penyalahgunaan penggunaan kredit. Oleh sebab itu, Bank XYZ harus melakukan monitoring ketat baik untuk kredit baru yang akan diberikan maupun kredit eksisting. Kredit yang dikategorikan default adalah kredit yang telah mengalami masa tunggakan lebih dari 90 hari (kolektibilitas > 3). Setelah dilakukan pemisahan antara kredit non default dan default, kemudian data diurutkan per band dan bulan periode laporan, yaitu dari Januari 2012 sampai dengan Desember 2014 serta digolongkan menjadi 10 kelas sehingga diperoleh 720 (tujuh ratus dua puluh) data yang dapat dilihat pada Lampiran 4 sampai dengan Lampiran 6. Tabel 5.2 Exposure at Default (EAD) per Band (Rp) Band Tahun Sumber: Bank XYZ (Laporan Manajemen, diolah) Tabel 5.2 memberikan informasi rata-rata besarnya nilai Exposure at Default (EAD) per band dari tahun 2012 sampai dengan tahun Dari data

9 59 tersebut terlihat adanya peningkatan besarnya nilai EAD dari tahun 2013 ke tahun 2014 baik pada band Rp100 juta maupun Rp1 miliar. Menurut informasi internal dari Bank XYZ, peningkatan nilai EAD terutama disebabkan karena penurunan kualitas kredit yang diberikan. Ketidaksesuaian pemberian kredit dengan kemampuan debitur menjadi salah satu penyebab utama terjadinya kejadian gagal bayar. Target ekspansi penyaluran kredit yang semakin besar di bank saat ini bertolak belakang dengan keadaan ekonomi negara. Menurut laporan kebijakan Bank Indonesia triwulan IV 2014, bahwa pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan menjadi sebesar 5,01% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,92% (yoy). Meskipun pada triwulan IV 2014 sudah mengalami perbaikan, namun secara keseluruhan pada 2014 pertumbuhan ekonomi masih mengalami perlambatan. Hal tersebut juga berbading lurus terhadap pertumbuhan kredit pada triwulan IV 2014 yang melambat menjadi 11,6% (yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar 13,2% (yoy). Berdasarkan laporan kebijakan Bank Indonesia triwulan II 2015, pertumbuhan ekonomi masih mengalami perlambatan yang lebih rendah dibandingkan tahun 2014 yaitu tercatat sebesar 4,67% (yoy) dibandingkan triwulan I 2015 sebesar 4,72%. Perlambatan ekonomi pada triwulan II 2015 tersebut diikuti dengan perlambatan kredit yang mencatat sebesar 10,4% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan I sebesar 11,3%. Perlambatan tersebut terutama didukung oleh perlambatan laju KI dan KK, semenatara KMK meningkat dibandingkan triwulan I Secara sektoral, perlambatan pertumbuhan kredit terjadi pada sektor perdagangan, industri, pengangkutan, konstruksi dan lain-lain.

10 60 Perlambatan ekonomi negara yang berbanding lurus dengan perlambatan laju kredit tersebut berimplikasi dengan melemahnya beberapa sektor usaha debitur yang dibiayai oleh Bank XYZ. Oleh sebab itu, pemberian kredit kepada debitur harus menggunakan prinsip kehati-hatian dengan mengedepankan indentifikasi risiko dengan cara melakukan mitigasi risiko sehingga risiko yang dihadapi dapat terukur. Dengan demikian, risiko kredit yang ada dari pemberian kredit berupa kerugian akibat gagal bayar oleh debitur yang dialami oleh suatu Bank dapat diminimalisasi Pengukuran Severity Loss atau Loss Given Default Loss Given Default (LGD) diperoleh dengan membandingkan nilai recovery pokok kredit yang telah dihapusbuku dengan nilai pokok kredit yang telah dihapusbuku dimana nilai recovery rate dihitung dari nilai jaminan yang digunakan untuk setiap debitur dan dibuatkan nilai rata-rata recovery rate dalam kelompoknya. Menurut Spuchl akova and Cȗg (2015), LGD adalah ratio kerugian pada nilai exposure yang disebabkan karena kejadian default oleh debitur sebesar outsatanding default. Nilai recovery rate pada penelitian ini diperoleh berdasarkan informasi internal dari Bank XYZ, yaitu sebesar 49,37%. Nilai recovery rate tersebut dihitung oleh Bank XYZ dari persentase nilai pinjaman yang dapat dibayar debitur default setelah memperhitungkan biaya-biaya antara lain likuidasi jaminan, legal dan biaya lainnya selama proses penagihan tersebut. Menurut Fatimah (2012), LGD disebut juga dengan real loss merupakan ukuran jumlah

11 61 kerugian yang benar-benar terjadi pada masing-masing kejadian default setelah memperhitungkan recovery rate. Menurut (Credit Suisse First Boston, 1997:27) perhitungan LGD menggunakan rumus sebagai berikut: LGD = EAD x (1-Recovery Rate) Berdasarkan rumus di atas diperoleh besarnya Loss Given Default (LGD) seperti pada Lampiran 7 sampai dengan Lampiran 9. Contoh perhitungan besarnya nilai LGD dengan mengambil data pada band Rp1 miliar kelas dua bulan Februari 2014, maka diperoleh hasil sebagai berikut: LGD = Rp ,38 x (1-49,37%) = Rp ,-. Hasil dari perhitungan tersebut memberikan informasi bahwa pada band Rp1 miliar kelas dua bulan Februari 2014 dengan besarnya recovery rate sebesar 49,37% maka bank XYZ mengalami kerugian dari kejadian default adalah sebesar Rp ,-. Berikut adalah rata-rata nilai LGD pada Bank XYZ periode Januari 2012 sampai dengan Desember 2014 per kelompok band. Tabel 5.3 Rata-rata Loss Given default (LGD) periode (Rp) Band Tahun Sumber: Bank XYZ (Laporan Manajemen, diolah) Berdasarkan Tabel. 5.3 diketahui bahwa rata-rata real loss yang dialami oleh Bank XYZ per tahunnya mengalami peningkatan baik pada band Rp100 juta maupun Rp1 miliar. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena semakin besarnya portfolio kredit Bank XYZ dari tahun 2012 sampai dengan 2014 sehingga risiko

12 62 kredit semakin meningkat. Kejadian default terbesar terjadi pada band Rp1 miliar karena mayoritas debitur terbanyak untuk segmen UKM di Bank XYZ adalah pada band Rp1 miliar sehingga apabila debitur pada band tersebut mengalami default maka kerugian yang dihadapi oleh Bank XYZ besarnya sangat signifikan. Oleh sebab itu, hal tersebut harus menjadi perhatian bagi Bank XYZ dalam monitoring kredit terutama untuk band Rp1 miliar Number of Default Menurut Fatimah (2012), Number of Default adalah jumlah kejadian gagal bayar yang terjadi pada satu periode. Nilai tersebut diperoleh dari total outstanding dari masing-masing kelompok di setiap band dibagi dengan nilai kelompok band. Contoh perhitungan besar nilai number of defaul (λ) dengan mengambil data pada band Rp1 miliar kelas dua bulan Februari 2014, maka diperoleh hasil sebagai berikut: λ = Rp = 134,89 Rp x 2 Berdasarkan hasil perhitungan diatas diketahui bahwa pada band Rp1 miliar kelas 2 bulan Februari 2014 terjadi kemungkinan rata-rata kejadian gagal bayar sebesar 134,89 kali. Rata-rata frekuensi gagal bayar selama tahun 2012 sampai dengan 2014 dapat dilihat pada Tabel 5.4, yaitu sebagai berikut:

13 63 Tabel 5.4 Rata-rata Frekuensi Gagal Bayar periode Tahun Band (Rp) Tahun (*) ,06 16,01 17,48 27,34 17,98 17,92 32,58 28,66 28,68 27,40 23,62 27, ,87 36,43 45,72 21,95 35,28 54,25 26,54 34,01 43,42 27,15 36,39 49,73 15,67 22,67 30,24 33,76 40,50 62,44 34,16 52,12 76,87 69,73 96,02 116,41 7,40 10,13 12,76 5,72 7,29 6, ,23 5,05 4,71 0,16 0,29 0,44 0,21 1,22 0,71 0,30 0,59 0,09 0,09-0,24 0,26 0,39 - Sumber: Bank XYZ (Laporan Manajemen, diolah) * frekuensi (dalam kali) Berdasarkan Tabel 5.4, diketahui bahwa nilai rata-rata frekuensi gagal bayar paling besar terjadi pada band Rp1 miliar kelas 2 tahun 2014, yaitu sebesar 116,41 kali. Kisaran rata-rata frekuensi gagal bayar tertinggi terjadi pada kisaran exposure Rp1.500 juta sampai dengan Rp2.490 juta. Keadaan ini mengindikasikan bahwa pada exposure tersebut kemungkinan terjadi gagal bayar atau peristiwa default adalah paling besar. Hal tersebut perlu menjadi perhatian bagi Bank XYZ untuk melakukan monitoring baik dalam kebijakan pemberian kredit maupun dalam pengelolaan kredit-kredit eksisting. Nilai rata-rata frekuensi gagal bayar

14 64 periode Januari 2012 sampai dengan Desember 2014 dapat dilihat pada Lampiran 10 sampai dengan Lampiran Probability of Default (PD), Unexpected Number of Default dan Cummulative Probability of Default Dalam penelitian ini besarnya nilai probability of default dihitung menggunakan program excel dengan rumus (POISSON (n,λ,0)). Contoh perhitungan probability of default dengan mengambil data band Rp1 miliar kelas 2 bulan Februari 2014 sehingga diperoleh besarnya PD adalah sebesar 0, Nilai tersebut menunjukkan besarnya peluang tertinggi pada saat lambda atau number of default sebesar 134,89. Dengan kata lain apabila rata-rata kejadian gagal bayar sebesar 134,89 kali maka dugaan peluangnya sebesar 0, Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa kisaran peluang kejadian gagal bayar berturut-turut pada tahun 2012, 2013 dan 2014 adalah sebesar 0,048 sampai dengan 0,35, 0 sampai dengan 0,572 dan 0 sampai dengan 0,557. Dari nilai tersebut diketahui peluang terbesar terjadinya kredit kejadian gagal bayar terbesar adalah pada tahun 2013 dan Hasil perhitungan PD periode 2012 sampai dengan 2014 dapat dilihat pada Lampiran 13 sampai dengan Lampiran 15. Nilai unexpected number of default terjadi pada saat cummulative probability of default mencapai nilai > 99%. Untuk memperhitungkan nilai ini digunakan software Minitab 15. Dengan menggunakan bantuan software tersebut diperoleh hasil besarnya frekuensi gagal bayar yang diprediksi dengan selang

15 65 kepercayaan 99%. Contoh perhitungan besarnya unexpeted number of default dengan mengambil data band Rp1 miliar kelas 2 bulan Februari 2014 sehingga diperoleh besarnya unexpected number of default adalah sebesar 163 kali dengan cummulative probability of default sebesar 0,9935. Nilai unexpected number of default menunjukkan prediksi kejadian berdasarkan number of default (λ) yang ada dengan selang kepercayaan 99% dan derajat kesalahan sebesar 1%. Cummulative probability of default yang diperoleh merupakan nilai probability of default yang dikumulatifkan pada selang kepercayaan 99% dan derajat kesalahan sebesar 1%. Berdasarkan data rata-rata unexpected number of default periode tahun 2012 sampai dengan 2014 pada Tabel 5.5, diketahui bahwa prediksi frekuensi kejadian gagal bayar terbesar adalah pada band Rp1 miliar kelas 2 yaitu sebesar 138,50 kali. Jika dibandingkan dengan kelas 3 dengan band dan tahun yang sama maka prediksi frekuensi kejadian gagal bayar jauh lebih kecil. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2014 prediksi kejadian gagal bayar untuk kisaran exposure Rp1.500 juta sampai dengan Rp2.490 juta jauh lebih besar dibandingkan pada kisaran exposure Rp2.500 juta sampai dengan Rp3.490 juta. Hasil perhitungan unexpected number of default periode 2012 sampai dengan 2014 dapat dilihat pada Lampiran 16 sampai dengan Lampiran 18 sedangkan cummulative probability of default dapat dilihat pada Lampiran 19 sampai dengan Lampiran 21.

16 66 Tabel 5.5 Rata-rata Unexpected Number of Default periode Band (Rp) Tahun (*) ,50 25,67 27,33 40,17 28,17 27,92 46,50 41,42 41,75 40,33 35,33 40, ,75 50,67 62,17 33,33 49,50 72,00 39,17 48,17 59,50 39,92 50,92 66,92 25,50 34,58 43,67 48,00 55,83 81,50 48,33 69,50 98,00 89,83 119,58 138,50 14,33 18,33 21,92 12,00 14,42 12, ,50 10,92 10,25 1,00 1,75 2,25 1,08 4,25 3,00 1,75 3,17 0,50 0,50-1,50 1,17 3,58 - Sumber: Bank XYZ (Laporan Manajemen, diolah) * frekuensi (dalam kali) Expected Loss, Unexpected Loss dan Economic Capital Expected loss merupakan besarnya cadangan yang dapat diprediksi atau diestimasi yang diperoleh dari hasil kali antara number of default (λ) dengan nilai exposure pada masing-masing band di setiap kelompok band-nya. Berikut nilai expected loss yang terjadi pada band Rp1 miliar periode Januari 2014 sampai dengan Maret 2014.

17 67 Tabel 5.6 Expected Loss Bank XYZ periode Januari Maret 2014 (Rp) BAND KELAS BAND BULAN Jan-14 Feb-14 Mar GRAND TOTAL Sumber: Bank XYZ (Laporan Manajemen, diolah) Contoh perhitungan besarnya expected loss dengan mengambil data pada band Rp1 miliar kelas dua bulan Februari 2014, maka diperoleh hasil sebagai berikut: Expected Loss = 134,89 x Rp x 2 = Rp Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada band Rp1 miliar dengan rata-rata kejadian gagal bayar sebesar 134,89 kali, terjadi 2 kali jumlah kejadian gagal bayar pada bulan Februari 2014 dengan perkiraan kerugian sebesar Rp ,-. Untuk itu, bank XYZ harus menyediakan dana (CKPN) sebesar nilai expected loss untuk kerugian yang diperkirakan pada band Rp1

18 68 miliar. Hasil perhitungan expected loss dapat dilihat pada Lampiran 22 sampai dengan Lampiran 24. Besarnya nilai CKPN yang dihitung oleh Bank XYZ dengan metode Migration Analysis dan dengan CKPN yang dihitung menggunakan metode CreditRisk + dapat dilihat pada Lampiran 25. Metode Migration Analysis dilakukan dengan menghitung besarnya LGD, yaitu 100% dikurangi nilai recovery rate yang diperoleh dari perbandingan antara jumlah kredit write off yang berhasil ditagih terhadap outstanding kredit yang di write off. Setelah diperoleh nilai probability of default kemudian digunakan untuk menghitung CKPN dengan mengkalikan dengan outstanding kredit yang mengalami impairement. Metode ini berfokus pada analisa tingkat migrasi outstanding kredit dari grade tertinggi ke grade terendah. Berdasarkan hasil perhitungan (Lampiran 25), diketahui bahwa secara umum perhitungan besarnya CKPN yang dihitung oleh Bank XYZ lebih besar dibandingkan metode CreditRisk +. Hal tersebut dikarenakan perhitungan CKPN menggunakan metode CreditRisk + hanya berfokus pada ketidakpastian default rate dan loss severity dengan nilai yang sebenarnya tanpa memperhitungkan agunan, biaya ataupun denda lainnya. Namun, terdapat beberapa besarnya CKPN yang dihitung oleh Bank XYZ lebih rendah dibandingkan metode CreditRisk +. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena metode perhitungan CKPN yang digunakan oleh Bank XYZ hanya melihat kemungkinan migrasi kejadian default sehingga menurut Gavalas and Syriopoulos (2014), metode ini kemungkinan

19 69 dapat menjadi bias karena sifatnya bergantung pada terjadinya peristiwa default yang berurutan dan tidak mewakili seluruh kejadian historis. Sesuai dengan persyaratan PSAK 50 (revisi 2006) point 72 yang menyebutkan bahwa entitas mengungkapkan informasi mengenai exposure risiko kredit dengan jumlah yang mewakili nilai maksimal exposure risiko kredit tanpa memperhitungkan nilai wajar dari setiap agunan. Dengan kata lain, fokus perhitungan kredit default dengan metode CreditRisk + menggunakan pengelompokkan exposure kredit per band telah sesuai dengan persyaratan PSAK 50 (revisi 2006) point 72. Selain itu, metode CreditRisk + juga memperhitungkan besarnya kerugian yang mungkin terjadi dimasa yang akan datang dan kecukupan modal dalam menutupi kerugian tersebut sehingga metode ini dapat menjembatani perhitungan dari sisi akunting maupun manajemen risiko. Indikasi dari perhitungan CKPN yang terlalu besar adalah adanya kelebihan dana yang disediakan oleh bank untuk menutupi risiko kredit yang ada sehingga dana yang ada tidak dipergunakan secara maksimal oleh bank. Hal tersebut juga akan berdampak pada ekspansi bisnis karena bank akan berfokus pada proses recovery kredit akibat tergerusnya modal bank yang besar. Oleh sebab itu, pemilihan metode yang tepat sangat diperlukan dalam perhitungan CKPN sehingga modal yang dimilki bank dapat dipergunakan secara efektif dan efisien. Nilai unexpected loss yang dianggap sebagai nilai Value at Risk (VaR) adalah merupakan besarnya cadangan yang tidak dapat diprediksi atau diestimasi atau prediksi kerugian di massa yang akan datang yang diperoleh dari hasil kali

20 70 antara unexpected number of default yang memiliki nilai cummulative probability of default melebihi 99% dengan nilai exposure pada masing-masing band disetiap kelompok band-nya. Menurut Buc (2013), VaR adalah alat pengukuran yang digunakan oleh beberapa perusahaan keuangan untuk mendeteksi risiko berbahaya yang mungkin terjadi pada kondisi ekstrim. Berikut nilai unexpected loss yang terjadi pada band Rp1 miliar periode Januari 2014 sampai dengan Maret Tabel 5.7 Unexpected Loss Bank XYZ periode Januari Maret 2014 (Rp) BAND KELAS BULAN BAND Jan-14 Feb-14 Mar , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , GRAND TOTAL , , ,00 Contoh perhitungan unexpected loss diperoleh dengan mengambil data pada band Rp1 miliar kelas dua bulan Februari 2014, maka diperoleh hasil sebagai berikut:

21 71 Unexpected Loss = 163 x Rp x 2 = Rp Berdasarkan hasil perhitungan tersebut di atas, diketahui bahwa pada kelas 2 bulan Februari tahun 2014 dengan selang kepercayaan sebesar 99% dan derajat kesalahan sebesar 1% memiliki prediksi peluang terjadinya kejadian gagal bayar sebesar 163 kali sebanyak dua kali untuk debitur dengan band Rp1 miliar sehingga diperoleh prediksi di luar kerugian yang terestimasi sebesar Rp ,-. Hasil perhitungan unexpected loss dapat dilihat pada Lampiran 26 sampai dengan Lampiran 28. Dengan demikian Bank XYZ harus menyediakan tambahan modal untuk menutupi kerugian yang disebabkan oleh kerugian yang tidak dapat diestimasi (unexpected loss). Besarnya modal yang dicadangkan oleh bank untuk menutupi unexpected loss disebut dengan economic capital. Menurut Nystrӧm and Skoglund (2006), konsep perhitungan economic capital adalah untuk mencegah kelebihan potensial modal yang digunakan untuk menutupi risiko kredit. Nilai economic capital diperoleh dari hasil pengurangan dari unexpected loss dengan expected loss. Contoh perhitungan economic capital diperoleh dengan mengambil data pada band Rp1 miliar kelas 2 bulan Februari 2014, maka diperoleh hasil sebagai berikut: Economic Capital = Rp Rp = Rp Berdasarkan hasil perhitungan sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 5.8 yaitu besarnya economic capital yang harus disediakan Bank XYZ periode Januari 2014 sampai dengan Maret 2014, diketahui bahwa besarnya modal yang

22 72 diserap pada band 1 miliar kelas 2 bulan Februari tahun 2014 adalah sebesar Rp ,- Hasil perhitungan economic capital dapat dilihat pada Lampiran 29 sampai dengan Lampiran 31. Tabel 5.8 Economic Capital Bank XYZ periode Januari Maret 2014 (Rp) BAND BULAN Jan-14 Feb-14 Mar KELAS BAND GRAND TOTAL Menurut Credit Suisse First Boston (1997), terdapat beberapa keuntungan dalam pengukuran economic capital, yaitu sebagai berikut: 1. Pengukuran risiko ekonomi lebih tepat menggunakan economic capital dibandingkan dengan yang ditetapkan oleh regulator. 2. Mengukur risiko ekonomi dari setiap portfolio dengan keuntungan diversifikasi. 3. Mengukur secara objektif perbedaan portfolio dari segi kualitas kredit dan ukuran exposure.

23 73 4. Merupakan pengukuran yang bersifat dinamis, dimana dapat menggambarkan perubahan risiko pada portfolio dan dapat digunakan sebagai alat untuk mengopitimalisasi portfolio. Berikut besarnya nilai economic capital yang dibutuhkan Bank XYZ periode 2012 sampai dengan 2014 adalah sebagai berikut: Tabel 5.9 Economic Capital Bank XYZ tahun (Rp) Bulan Tahun Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Berdasarkan data tersebut di atas, dapat dilihat bahwa terjadi penurunan economic capital tahun 2013 ke tahun 2014 khususnya dari bulan Januari sampai dengan Agustus. Penurunan economic capital ini kemungkinan terjadi karena adanya perbaikan kualitas kredit maupun penekanan terhadap proses recovery kredit. Namun, bila dilihat pada bulan Desember terjadi peningkatan economic capital dari tahun 2013 ke tahun 2014 yaitu sebesar Rp69,5 miliar. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pada akhir tahun terjadi penurunan kembali kualitas kredit baik kualitas kredit default yang semula dipertahankan agar tetap non default maupun kredit baru yang turun kualitasnya menjadi default. Menurut informasi internal

24 74 dari Bank XYZ, dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2014 persentase NPL mengalami peningkatan. Secara umum, peningkatan NPL pada Bank XYZ mayoritas disebabkan karena usaha debitur yang menurun baik karena piutang yang tertagih maupun penyalahgunaan pemberian kredit. Keadaan ekonomi yang melambat pada akhir tahun 2014 juga menjadi salah satu penyebab banyaknya usaha debitur yang mengalami penurunan. Oleh sebab itu, Bank XYZ perlu melakukan monitoring secara ketat dan berkesinambungan terhadap kredit-kredit eksisting maupun kredit yang baru diberikan sehingga Bank XYZ dapat menangkap early warning apabila usaha debitur mengalami penurunan. Berikut adalah persentase besarnya economic capital terhadap modal Bank XYZ sebagaimana terlihat pada Tabel Tabel 5.10 Persentase economic capital terhadap Modal Bank XYZ Tahun Periode Economic Capital (Rp) Modal (Rp) % Des ,33 Des ,21 Des ,32 Berdasarkan informasi tersebut diketahui bahwa kebutuhan economic capital Bank XYZ relatif masih sangat rendah terhadap modal Bank XYZ. Hal tersebut menunjukan ketahanan modal Bank XYZ masih sangat baik terhadap prediksi kredit default yang diukur pada selang kepercayaan 99%. Untuk itu, Bank XYZ masih dapat mengoptimalkan penyaluran kredit terutama kredit usaha kecil dan menengah. Menurut Credit Suisse First Boston (1997), yang menyatakan bahwa

25 75 pengukuran economic capital lebih tepat dibandingkan dengan yang ditetapkan oleh regulator karena dapat memberikan informasi kepada bank besarnya modal yang dibutuhkan untuk mengantisipasi risiko kredit sehingga pengalokasian dana dapat dilakukan secara efisien Backtesting dan Validasi Model Menurut Fatimah (2012), backtesting dilakukan untuk mengetahui kesesuaian model CreditRisk + dalam perhitngan CKPN. Backtesting dilakukan dengan membandingkan antara nilai unexpected loss (VaR) dengan besaran actual loss pada setiap bulan periode penelitian yaitu Januari 2012 sampai dengan Desember Hasil penelitian Sakti (2010), menunjukkan hasil backtesting dengan loglikelihood ratio test menggunakan tingkat keyakinan sebesar 95% menunjukkan besarnya actual loss masih berada dibawah unexpected loss (VaR). Dari uji loglikelihood ratio test diperoleh nilai LR yang tidak melebihi Chi- Squared sehingga dengan kata lain berdasarkan penelitian Sakti (2010) metode CreditRisk + cukup valid untuk digunakan dalam mengukur risiko kredit usaha kecil Bank X. Dilain hal, hasil penelitian Fatimah (2012) juga menunjukkan hasil yang sama dimana hasil uji backtesting memperlihatkan nilai kerugian yang sebenarnya (actual loss) tidak melebihi nilai unexpected loss (VaR) dengan maksimum kejadian kesalahan (binary failure) yang dapat ditoleransi adalah sebesar nol. Hasil loglikelihood ratio test diperoleh nilai LR yang tidak melebihi Chi-Squared sehingga dengan kata lain metode CreditRisk + aplicable dan valid dalam

26 76 mengukur risiko kredit dari portfolio kredit kepemilikan rumah pada Bank ABC. Berikut adalah hasil penentuan backtesting dari portfolio kredit Bank XYZ untuk segmen UKM periode bulan Januari 2012 sampai dengan Desember Tabel 5.11 Backtesting Portfolio Bank XYZ tahun (Rp) Tahun Bulan UL (VaR) Real Loss Difference Binary Failure Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

27 77 Berdasarkan hasil backtesting pada penelitian ini, diketahui bahwa nilai VaR memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan actual loss sehingga diperoleh nilai binary failure sebesar nol. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai VaR dapat menutupi kerugian yang terjadi pada portfolio kredit Bank XYZ sehingga dapat diartikan bahwa model CreditRisk + ini terbukti valid. Menurut Fatimah (2012), pemilihan tingkat keyakinan sebesar 99% melebihi standar industri sebesar 95% adalah untuk memastikan solvabilitas perusahaan tetap terjaga dari risiko kredit yang mungkin terjadi. Oleh sebab itu, semakin tinggi tingkat keyakinan dalam memperhitungkan nilai unexpected loss (VaR) maka perbedaan antara unexpected loss dengan exposure at default akan semakin besar. Hasil uji backtesting dapat dilihat pada Tabel Untuk mengukur validasi model atau tingkat akurasi model maka dilakukan pengukuran menggunakan Loglikelihood Ratio (LR) test. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui tingkat akurasi model CreditRisk + dalam memperkirakan unexpected loss. Dengan menggunakan selang kepercayaan sebesar 99% dan derajat bebas sebesar satu maka dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Dari hasil uji loglikelihood ratio test diperoleh nilai LR sebesar nol yang berarti lebih kecil dari nilai critical value yaitu 6,6349. Berikut adalah data pengukuran Loglikelihood Ratio (LR) yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

28 78 Tabel 5.12 Hasil Uji Loglikelihood Ratio (LR) Keterangan Hasil T 36 N 0 alpha 0,01 Chi-square 6,6349 LR 0 Berdasarkan data tersebut diatas maka hipotesis pengujian LR yang diterima adalah H0: LR < Chi-Squared, permodelan diterima, backtesting teruji dimana dalam pengujian ini nilai LR < dari nilai chi squared yaitu sebesar 6,6349 sehingga dengan kata lain permodelan CreditRisk + dalam memperkirakan unexpected loss dapat diterima dan hasil pengujian backtesting teruji.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran Kredit Tanpa Agunan (KTA) di Bank XYZ Kredit Tanpa Agunan merupakan salah satu produk perbankan yang memberikan fasilitas pinjaman tanpa beban memberikan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Penelitian ini akan memberikan penjelasan secara deskriptif mengenai hasil perhitungan statistik dalam mengukur risiko kredit menggunakan metode CreditRisk

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 1.1 Desain Penelitian Dalam Bab 4 secara lebih mendalam akan dibahas seacara deskriptif mengenai hasil pengukuran risiko kredit pada segmen Kredit Tanpa Agunan pada bank XYZ dengan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 43 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Objek penelitian yang akan dianalisis dalam karya akhir ini adalah mengenai pengukuran risiko kredit di bagian Consumer Banking, khususnya untuk kredit

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam karya akhir ini pengukuran risiko yang ditunjukan terhadap pembiayaan murabahah pada BNI Syariah dengan menggunakan Metode CreditRisk +, Dalam penerapan metode pengukuran

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menguraikan pemecahan masalah dalam mengukur risiko kredit dengan menggunakan metode Credit Risk +. Dimana pemecahan masalah tersebut akan sesuai mengikuti metodologi

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS KREDIT KONSUMTIF BANK X DENGAN INTERNAL MODEL CREDITRISK Gambaran Umum Kredit Konsumtif pada Bank X

BAB 4 ANALISIS KREDIT KONSUMTIF BANK X DENGAN INTERNAL MODEL CREDITRISK Gambaran Umum Kredit Konsumtif pada Bank X 51 BAB 4 ANALISIS KREDIT KONSUMTIF BANK X DENGAN INTERNAL MODEL CREDITRISK + Dalam Bab 4 secara lebih mendalam akan dibahas analisis mengenai pengukuran risiko kredit konsumtif pada bank X dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Dalam penelitian untuk karya akhir ini akan dilakukan perhitungan risiko Kartu Kredit dengan menggunakan metode CreditRisk dalam mengukur nilai risiko kredit

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Penelitian dalam karya akhir ini dilakukan melalui studi pustaka, pengumpulan data dan analisa kuantitatif. Studi pustaka digunakan untuk menyusun landasan

Lebih terperinci

BAB III KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kajian Pustaka 3.1.1. Manajemen Risiko Menurut Chapman (2006), manajemen risiko adalah bagian dari pengendalian internal. Manajemen risiko ditujukan untuk

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam Bab 4 ini akan dibahas mengenai, analisis pengukuran risiko kredit consumer khususnya mortgage (KPR) pada Bank X dengan menggunakan Internal Model CreditRisk+. Dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 49 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Berdasarkan UU No. 21 Pasal 38 Tahun 2008 Tentang UU Perbankan Syariah disebutkan bahwa bank syariah dan UUS wajib menerapkan manajemen risiko,

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Portofolio Kartu Kredit Secara umum portofolio kartu kredit di Bank X mengalami peningkatan selama kurang lebih dua tahun terakhir. Secara umum total eksposur mengalami

Lebih terperinci

BAB 3 DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Data Penelitian BNI Syariah memiliki visi menjadi bank umum syariah yang unggul dalam layanan dan kinerja dengan menjalankan bisnis sesuai kaidah sehingga insya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian, memfasilitasi pertumbuhan ekonomi suatu negara untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian, memfasilitasi pertumbuhan ekonomi suatu negara untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbankan memiliki peranan penting dalam menggerakkan roda perekonomian, memfasilitasi pertumbuhan ekonomi suatu negara untuk memenuhi tantangan dunia usaha dan industri

Lebih terperinci

BAB 3 DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pengantar Metodologi Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan yang terdapat pada sub bab 1.2, yaitu besarnya Capital Charge yang harus disediakan

Lebih terperinci

3. METODE. Kerangka Pemikiran Penelitian

3. METODE. Kerangka Pemikiran Penelitian 18 3. METODE Kerangka Pemikiran Penelitian Salah satu parameter kinerja jangkauan layanan LKM mencakup adalah luasnya jangkauan kepada nasabah berupa besarnya jumlah nasabah yang dilayani LKM. Untuk menjangkau

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 55 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Hasil perhitungan dari Bab III adalah nilai minimum capital requirement Divisi Usaha Menengah PT. Bank X, selama tahun tahun 2007 yaitu sebagai berikut : Tabel 4.1 Minimum

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. . a Laporan Kebijakan Moneter Triwulan IV http//www.bi.go.id (diakses tanggal 18 April 2015).

DAFTAR PUSTAKA. . a Laporan Kebijakan Moneter Triwulan IV http//www.bi.go.id (diakses tanggal 18 April 2015). DAFTAR PUSTAKA Ali, Masyhud. 2006. Manajemen Risiko: Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Global Bisnis. Rajagrafindo Perkasa. Jakarta. Altman, Edward I dan Anthony Saunders. 1998. Credit

Lebih terperinci

PROSPEK USAHA Kurang Lancar

PROSPEK USAHA Kurang Lancar LAMPIRAN 85 86 Lampiran. Pedoman umum penggolongan kualitas kredit Bank Syariah Komponen Lancar Dalam Perhatian Khusus Potensi pertumbuh an usaha Kondisi pasar dan potensi debitur dalam persaingan Kualitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan 31 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Risiko kredit atau dalam bahasa asing disebut credit risk adalah suatu potensi kerugian yang disebabkan oleh ketidak mampuan (gagal bayar) dari debitur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibiayai, perbankan lebih memilih mengucurkan dana untuk kredit ritel dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibiayai, perbankan lebih memilih mengucurkan dana untuk kredit ritel dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sebelum krisis tahun 1998 sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) tidak dilirik oleh perbankan karena mereka menilai sektor ini tidak layak untuk dibiayai,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN 50 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk menganalisa data pembiayaan bank syari ah akan digunakan pendekatan dengan model CreditRisk+, metode yang telah diakui bisa digunakan dalam menghitung risiko

Lebih terperinci

LAMPIRAN. : Interview PT. Ganesha Cipta Informatika tentang kebutuhan aplikasi. 1. Bagaimana sistem penghitungan risiko kredit yang ada saat ini?

LAMPIRAN. : Interview PT. Ganesha Cipta Informatika tentang kebutuhan aplikasi. 1. Bagaimana sistem penghitungan risiko kredit yang ada saat ini? LAMPIRAN Wawancara Pengguna Nama Lokasi Subyek : Oktario Sitorus : PT. Ganesha Cipta Informatika : Interview PT. Ganesha Cipta Informatika tentang kebutuhan aplikasi basis data untuk pengukuran risiko

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pembiayaan Murabahah Pembiayaan murabahah merupakan penyaluran dana bagi bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dalam bentuk penyediaan dana pembiayaan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGUKURAN RISIKO PEMBAYARAN RENTAL KENDARAAN BERMOTOR SECARA KREDIT (STUDI KASUS PADA PT. SURYA DARMA PERKASA)

ANALISIS PENGUKURAN RISIKO PEMBAYARAN RENTAL KENDARAAN BERMOTOR SECARA KREDIT (STUDI KASUS PADA PT. SURYA DARMA PERKASA) ANALISIS PENGUKURAN RISIKO PEMBAYARAN RENTAL KENDARAAN BERMOTOR SECARA KREDIT (STUDI KASUS PADA PT. SURYA DARMA PERKASA) SUHERI PURNOMO Jl. Srengseng Raya No.45 RT 008/06 Kembangan Jakarta Barat. 11630

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pengantar Pada bab ini akan dibahas sifat, jenis dan sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini serta metodologi yang akan digunakan. 3.2 Data dan Pengambilan

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN 42 BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Internal Rating PT. Bank X PT. Bank X yang merupakan salah satu bank BUMN di Indonesia yang termasuk 3 besar dalam nilai aset. PT. Bank X membagi portepel

Lebih terperinci

BAB III KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 1.1 Kajian Pustaka 1.1.1 Pengertian Kredit Kredit menurut bahasa Yunani yaitu credere yang berarti kepercayaan dan bahasa Latin creditum yang berarti kepercayaan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA PENGUKURAN CADANGAN KERUGIAN PENURUNAN NILAI DAN RISIKO KREDIT DENGAN MENGGUNAKAN CREDITRISK + TERHADAP KREDIT PEMILIKAN RUMAH PADA BANK ABC TESIS Kristianti Mutia Fatimah 0906586272

Lebih terperinci

ANALISIS PERHITUNGAN CREDIT RISK + UNTUK KREDIT BISNIS MIKRO PADA BANK RAKYAT INDONESIA TESIS

ANALISIS PERHITUNGAN CREDIT RISK + UNTUK KREDIT BISNIS MIKRO PADA BANK RAKYAT INDONESIA TESIS UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PERHITUNGAN CREDIT RISK + UNTUK KREDIT BISNIS MIKRO PADA BANK RAKYAT INDONESIA TESIS INDRA KURNIAWAN 0806432985 FAKULTAS EKONOMI PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN JAKARTA DESEMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pelepasan kredit dan pendapatan berbasis biaya (fee based income). Lambatnya

BAB I PENDAHULUAN. dari pelepasan kredit dan pendapatan berbasis biaya (fee based income). Lambatnya 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Sebagian besar pendapatan bank berasal dari pendapatan bunga yang berasal dari pelepasan kredit dan pendapatan berbasis biaya (fee based income). Lambatnya pertumbuhan

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE CREDITRISK+ DALAM PENGUKURAN RISIKO KREDIT KENDARAAN BERMOTOR (KASUS PADA PT X )

PENERAPAN METODE CREDITRISK+ DALAM PENGUKURAN RISIKO KREDIT KENDARAAN BERMOTOR (KASUS PADA PT X ) PENERAPAN METODE CREDITRISK+ DALAM PENGUKURAN RISIKO KREDIT KENDARAAN BERMOTOR (KASUS PADA PT X ) Any Meilani (any@mail.ut.ac.id) Fakultas Ekonomi, Universitas Terbuka ABSTRACT Identify and measure credit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerima simpanan (deposit) dari masyarakat, kemudian simpanan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerima simpanan (deposit) dari masyarakat, kemudian simpanan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank adalah sebuah lembaga yang diberikan izin oleh otorisasi perbankan untuk menerima simpanan (deposit) dari masyarakat, kemudian simpanan tersebut disalurkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar istilah

Lampiran 1. Daftar istilah LAMPIRAN LAMPIRAN 46 Lampiran 1. Daftar istilah 1. Non performing loan (NPL) : kredit macet yang pembayaran bunga dan pokok pinjaman tertunda 90 hari atau lebih, atau setidaknya 90 hari pembayaran bunga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diketahui bersama, kegiatan penyaluran dana dalam bentuk kredit

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diketahui bersama, kegiatan penyaluran dana dalam bentuk kredit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagaimana diketahui bersama, kegiatan penyaluran dana dalam bentuk kredit masih merupakan aktivitas yang dominan bagi usaha perbankan di Indonesia, atau dengan kata

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis pengukuran..., Fatchur Rochman, FE UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis pengukuran..., Fatchur Rochman, FE UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Dalam era globalisasi dewasa ini di mana perekonomian berkembang dengan pesat, perbankan merupakan salah satu institusi yang mempunyai peran dalam upaya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk. 56 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk. PT Bank Muamalat Indonesia Tbk didirikan pada 24 Rabius Tsani 1412 H atau 1 Nopember 1991, diprakarsai oleh Majelis Ulama

Lebih terperinci

7 Universitas Indonesia

7 Universitas Indonesia BAB 2 TINJAUAN LITERATUR 2.1 Tinjauan Konsep Risiko Kredit Lembaga perbankan dalam melakukan kegiatannya menghadapi berbagai kemungkinan, di mana kegiatan yang dilakukan tersebut dapat berdampak negatif

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PENGUKURAN RISIKO PEMBIAYAAN MURABAHAH DENGAN MENGGUNAKAN CREDITRISK + (STUDI KASUS BNI SYARIAH) TESIS

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PENGUKURAN RISIKO PEMBIAYAAN MURABAHAH DENGAN MENGGUNAKAN CREDITRISK + (STUDI KASUS BNI SYARIAH) TESIS UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PENGUKURAN RISIKO PEMBIAYAAN MURABAHAH DENGAN MENGGUNAKAN CREDITRISK + (STUDI KASUS BNI SYARIAH) TESIS FATCHUR ROCHMAN 0806432625 FAKULTAS EKONOMI PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu menghimpun dana dari masyarakat luas (funding) dan menyalurkannya

BAB I PENDAHULUAN. yaitu menghimpun dana dari masyarakat luas (funding) dan menyalurkannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank sebagai lembaga financial intermediary mempunyai fungsi utama, yaitu menghimpun dana dari masyarakat luas (funding) dan menyalurkannya dalam bentuk pinjaman

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS PEMBAHASAN 4.1. Strategi Sekuritisasi Aset pada Piutang Pembiayaan Konsumen Seperti telah diuraikan maka salah satu aset yang memungkinkan untuk disekuritisasi oleh Perseroan adalah piutang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu ukuran untuk melihat kinerja keuangan perbankan adalah melalui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu ukuran untuk melihat kinerja keuangan perbankan adalah melalui BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Return on Assets (ROA) Salah satu ukuran untuk melihat kinerja keuangan perbankan adalah melalui Return on Assets (ROA). Return on Assets (ROA) digunakan

Lebih terperinci

THE COMPARISON ANALYSIS WITHIN RISK OF MURABAHAH FINANCING AND MUDHARABAH AT PT BANK SYARIAH X (RISK ANALYSIS BY USING INTERNAL METHOD CREDITRISK+)

THE COMPARISON ANALYSIS WITHIN RISK OF MURABAHAH FINANCING AND MUDHARABAH AT PT BANK SYARIAH X (RISK ANALYSIS BY USING INTERNAL METHOD CREDITRISK+) THE COMPARISON ANALYSIS WITHIN RISK OF MURABAHAH FINANCING AND MUDHARABAH AT PT BANK SYARIAH X (RISK ANALYSIS BY USING INTERNAL METHOD CREDITRISK+) BY : MOHAMMAD AINUN NAJIB 43208110087 ABSTRACT Production

Lebih terperinci

Sektor perbankan dapat dikatakan menjadi salah satu sektor paling. fleksibel dalam merespons kondisi perekonomian nasional dibanding sektorsektor

Sektor perbankan dapat dikatakan menjadi salah satu sektor paling. fleksibel dalam merespons kondisi perekonomian nasional dibanding sektorsektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sektor perbankan dapat dikatakan menjadi salah satu sektor paling fleksibel dalam merespons kondisi perekonomian nasional dibanding sektorsektor ekonomi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bersifat inheren yang muncul sebelum risiko yang lainnya (Muslich, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. bersifat inheren yang muncul sebelum risiko yang lainnya (Muslich, 2007). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Risiko secara umum didefinisikan sebagai potensi terjadinya suatu peristiwa baik yang diperkirakan maupun yang tidak dapat diperkirakan dan dapat menimbulkan dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masih banyak perbankan yang tidak melakukan Peraturan Bank Indonesia (PBI)

BAB I PENDAHULUAN. Masih banyak perbankan yang tidak melakukan Peraturan Bank Indonesia (PBI) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Risiko bisnis, bencana alam, perampokan, pencurian, serta kebangkrutan menjadi risiko yang sering terjadi pada banyak perusahaan, khususnya perbankan. Masih

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/POJK.02/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/POJK.02/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/POJK.02/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN I. UMUM Sebagai pelaksanaan dari amanat Pasal 37 ayat (6) UU OJK,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak pertengahan tahun 1997, Indonesia dan sebagian negara Asia Tenggara dan Timur mengalami krisis ekonomi yang disebabkan oleh beberapa faktor baik yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN 50 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Kualitatif 1. Kebijakan Kredit PT Bank CIMB Niaga,Tbk Obyek penelitian adalah Kebijakan Kredit PT Bank CIMB Niaga,Tbk kebijakan kredit tersebut mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pengertian Bank menurut Kasmir (2011 : 3), Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Produk Kredit Komersil adalah kredit yang bersifat umum, individu, selektif, dan berbunga wajar untuk mengembangkan atau meningkatkan usaha kecil yang

Lebih terperinci

STIE DEWANTARA Pengelolaan Risiko Kredit

STIE DEWANTARA Pengelolaan Risiko Kredit Pengelolaan Risiko Kredit Manajemen Risiko, Sesi 6 Latar Belakang 1. Risiko Kredit didefinisikan sebagai risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. 2. Pada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan membahas secara teoritis dasar-dasar yang digunakan dalam mendukung penulisan penelitian dan penjelasan masing-masing variabel yang berkaitan dalam proses pengukuran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN LITERATUR

BAB 2 TINJAUAN LITERATUR BAB 2 TINJAUAN LITERATUR 2.1 Manajemen Risiko Risiko secara umum didefinisikan sebagai ketidakpastian yang memiliki potensi untuk terjadi yang secara bervariasi dapat menghasilkan keuntungan maupun kerugian.

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PSAK NO. 50 & 55 ATAS CADANGAN KERUGIAN PENURUNAN NILAI (CKPN) PADA PT. BANK SUMUT

ANALISIS PENERAPAN PSAK NO. 50 & 55 ATAS CADANGAN KERUGIAN PENURUNAN NILAI (CKPN) PADA PT. BANK SUMUT ANALISIS PENERAPAN PSAK NO. 50 & 55 ATAS CADANGAN KERUGIAN PENURUNAN NILAI (CKPN) PADA PT. BANK SUMUT Atika, S.EI, MA Dosen Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Pembangunan Panca Budi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh rasa aman melalui tindakan berjaga-jaga dengan mencadangkan. yang mungkin akan timbul karena adanya ketidakpastian.

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh rasa aman melalui tindakan berjaga-jaga dengan mencadangkan. yang mungkin akan timbul karena adanya ketidakpastian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan investasi pada hakikatnya memiliki tujuan untuk memperoleh suatu keuntungan tertentu. Tujuan mencari keuntungan merupakan hal yang membedakan kegiatan

Lebih terperinci

BAB 3 PERUMUSAN MASALAH

BAB 3 PERUMUSAN MASALAH BAB 3 PERUMUSAN MASALAH 3.1. Latar Belakang Masalah Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan demokrasi ekonomi dan menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama perbankan Indonesia

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN 28 BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Profil Perusahaan Bank ABC pada mulanya didirikan dengan menggunakan nama NV Perseroan Dagang dan Industrie Semarang Knitting Factory. Perusahaan mulai beroperasi

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. non-bank yang kegiatan utamanya adalah pemberian kredit untuk pembiayaan

BAB 1 PENDAHULUAN. non-bank yang kegiatan utamanya adalah pemberian kredit untuk pembiayaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan leasing atau perusahaan pembiayaan adalah lembaga keuangan non-bank yang kegiatan utamanya adalah pemberian kredit untuk pembiayaan barang modal. Berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah memberikan beban yang besar bagi industri perbankan di Indonesia dan sebagian besar bank mengalami

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemberian kredit merupakan salah satu bisnis yang rentan dengan risiko. sehingga bank dituntut untuk mengelola risiko kredit agar kualitas aset tetap baik. Salah satu indikator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PSAK 50 dan 55 merupakan standar akuntansi yang mengacu pada International

BAB I PENDAHULUAN. PSAK 50 dan 55 merupakan standar akuntansi yang mengacu pada International BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah PSAK 50 dan 55 merupakan standar akuntansi yang mengacu pada International Accounting Standard (IAS) 39 mengenai Recognition and Measurement of Financial Instruments

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 44 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Evaluasi variabel makroekonomi dalam transisi rating kredit dengan menggunakan metode Macro Simulation Approach dilakukan sebagai berikut: 4.1 Sumber Data Dalam penelitian

Lebih terperinci

LAPORAN POSISI KEUANGAN

LAPORAN POSISI KEUANGAN Tata Kelola Perusahaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Laporan Keuangan Konsolidasian LAPORAN POSISI KEUANGAN BCA membukukan posisi keuangan yang solid, didukung oleh posisi permodalan dan likuiditas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS II.1 Landasan Teori II.1.1 Obligasi Korporasi (Corporate Bond) II.1.1.1 Definisi Obligasi Korporasi Menurut Harmono, obligasi merupakan surat tanda utang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PENGUKURAN RISIKO KREDIT MENGGUNAKAN METODE CREDIT RISK + DENGAN MEMPERTIMBANGKAN VARIABEL MAKRO EKONOMI (STUDI KASUS DI BANK X)

UNIVERSITAS INDONESIA PENGUKURAN RISIKO KREDIT MENGGUNAKAN METODE CREDIT RISK + DENGAN MEMPERTIMBANGKAN VARIABEL MAKRO EKONOMI (STUDI KASUS DI BANK X) UNIVERSITAS INDONESIA PENGUKURAN RISIKO KREDIT MENGGUNAKAN METODE CREDIT RISK + DENGAN MEMPERTIMBANGKAN VARIABEL MAKRO EKONOMI (STUDI KASUS DI BANK X) TESIS IRA WIDAYANTI 0806432991 FAKULTAS EKONOMI PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai pada setiap Negara, salah satunya Indonesia. Pada umumnya Usaha

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai pada setiap Negara, salah satunya Indonesia. Pada umumnya Usaha 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan unit usaha yang banyak dijumpai pada setiap Negara, salah satunya Indonesia. Pada umumnya Usaha Kecil dan Menengah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Audit kepatuhan seringkali dinamakan sebagai audit aktivitas. Audit kepatuhan merupakan suatu tinjauan atas catatan keuangan organisasi untuk menentukan apakah

Lebih terperinci

No. 15/28/DPNP Jakarta, 31 Juli 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

No. 15/28/DPNP Jakarta, 31 Juli 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA No. 15/28/DPNP Jakarta, 31 Juli 2013 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal: Penilaian Kualitas Aset Bank Umum Sehubungan dengan Peraturan

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA SISTEM YANG SEDANG BERJALAN. 3.1 Latar Belakang PT. Ganesha Cipta Informatika

BAB 3 ANALISA SISTEM YANG SEDANG BERJALAN. 3.1 Latar Belakang PT. Ganesha Cipta Informatika BAB 3 ANALISA SISTEM YANG SEDANG BERJALAN 3.1 Latar Belakang PT. Ganesha Cipta Informatika PT. Ganesha Cipta Informatika pertama kali didirikan pada 10 April 1989 dan mulai menggunakan perangkat lunak

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil penelitian terdahulu yang relevan

Lampiran 1. Hasil penelitian terdahulu yang relevan LAMPIRAN 53 54 55 Lampiran 1. Hasil penelitian terdahulu yang relevan No Tahun Peneliti Judul Metode Hasil 1 2004 Dewi CreditRisk Corry + 3 2006 Prias moro 4 2010 Meilani, A 5 2010 N.Nuruz zaman Penerapan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Perkembangan penyaluran kredit UMKM BPD di Indonesia. mencapai 304,492 milyar rupiah atau meningkat sebesar 13,02 persen

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Perkembangan penyaluran kredit UMKM BPD di Indonesia. mencapai 304,492 milyar rupiah atau meningkat sebesar 13,02 persen Jutaan Rupian BAB IV GAMBARAN UMUM A. Perkembangan penyaluran kredit UMKM BPD di Indonesia Sesuai dengan data Statistik Perbankan Indonesia, kinerja kredit BPD menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan standar akuntansi yang dikhususkan bagi industri perbankan di

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan standar akuntansi yang dikhususkan bagi industri perbankan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) bekerja sama dengan Bank Indonesia mengeluarkan standar akuntansi yang dikhususkan bagi industri perbankan di Indonesia. Standar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Namun seiring dengan tuntutan persaingan bisnis, Bank XYZ pun melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Namun seiring dengan tuntutan persaingan bisnis, Bank XYZ pun melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank XYZ merupakan bank umum yang berfokus pada segmen korporasi. Namun seiring dengan tuntutan persaingan bisnis, Bank XYZ pun melakukan transformasi bisnis dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan di dunia perbankan yang semakin meningkat baik di antara bank-bank umum nasional maupun dengan bank asing mendorong bank-bank menjadi semakin agresif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang memiliki peran penting dalam menopang perekonomian nasional. Hal ini

I. PENDAHULUAN. yang memiliki peran penting dalam menopang perekonomian nasional. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perbankan sampai saat ini masih merupakan lembaga keuangan yang memiliki peran penting dalam menopang perekonomian nasional. Hal ini karena sektor perbankan merupakan

Lebih terperinci

RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR XX/POJK.03/2018 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN

Lebih terperinci

9. Publikasi buku Data Perbankan Indonesia juga dilakukan melalui website Bank Indonesia (www.bi.go.id).

9. Publikasi buku Data Perbankan Indonesia juga dilakukan melalui website Bank Indonesia (www.bi.go.id). PENJELASAN 1. Data yang digunakan dalam buku Data Perbankan Indonesia bersumber dari Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) yang dilaporkan oleh Bank Umum kepada Bank Indonesia, kecuali dinyatakan lain. 2. Data

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Situasi lingkungan eksternal dan internal perbankan mengalami perkembangan pesat yang diikuti dengan semakin kompleksnya risiko kegiatan usaha perbankan, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi utama dari perbankan adalah intermediasi keuangan, yakni proses

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi utama dari perbankan adalah intermediasi keuangan, yakni proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang cukup penting dalam mendukung pertumbuhan perekonomian sebuah negara. Bank yang sehat menunjukkan bahwa bank tersebut mampu menjalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dana (funding) dan menyalurkan dana (lending) masyarakat perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. dana (funding) dan menyalurkan dana (lending) masyarakat perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bank adalah suatu badan usaha yang memiliki fungsi utama menghimpun dana (funding) dan menyalurkan dana (lending) masyarakat perekonomian Indonesia secara

Lebih terperinci

PENYESUAIAN PEDOMAN AKUNTANSI PERBANKAN INDONESIA (PAPI) 2008

PENYESUAIAN PEDOMAN AKUNTANSI PERBANKAN INDONESIA (PAPI) 2008 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/ 33 /DPNP tanggal 8 Desember 2009 PENYESUAIAN PEDOMAN AKUNTANSI PERBANKAN INDONESIA (PAPI) 2008 BAB III : Penjelasan Umum 2. Ketentuan Transisi D. Estimasi Penurunan

Lebih terperinci

RISIKO KREDIT 1. Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Wilayah - Bank secara Individu

RISIKO KREDIT 1. Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Wilayah - Bank secara Individu RISIKO KREDIT 1. Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Wilayah - Bank secara Individu Tagihan bersih berdasarkan wilayah Kategori Portofolio Kalimantan & Central Java East Java & Bali Jakarta Sumatera

Lebih terperinci

TAMBAHAN ILUSTRASI DAN PENJELASAN PEDOMAN AKUNTANSI PERBANKAN INDONESIA BUKU 1

TAMBAHAN ILUSTRASI DAN PENJELASAN PEDOMAN AKUNTANSI PERBANKAN INDONESIA BUKU 1 TAMBAHAN ILUSTRASI DAN PENJELASAN PEDOMAN AKUNTANSI PERBANKAN INDONESIA BUKU 1 TIM PERUMUS PAPI 1 Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia TAMBAHAN ILUSTRASI DAN PENJELASAN PEDOMAN AKUNTANSI PERBANKAN INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut UU No.10 tahun 1998 : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA. Undang-undang No.7 tahun1992 tentang Perbankan yang telah diubah

BAB II TELAAH PUSTAKA. Undang-undang No.7 tahun1992 tentang Perbankan yang telah diubah BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Bank Undang-undang No.7 tahun1992 tentang Perbankan yang telah diubah menjadi Undang-undang No.10 tahun1998 pasal 1 ayat 2, Bank adalah badan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perekonomian tumbuh dan berkembang dengan berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perekonomian tumbuh dan berkembang dengan berbagai macam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perekonomian tumbuh dan berkembang dengan berbagai macam lembaga keuangan. Salah satu di antara lembaga-lembaga keuangan tersebut yang nampaknya paling besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (variables) seperti harga, volume instrumen, dan varian (variance) yang berubah

BAB I PENDAHULUAN. (variables) seperti harga, volume instrumen, dan varian (variance) yang berubah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama beberapa tahun terakhir ada banyak perubahan pada lembaga keuangan dalam mengevaluasi dan mengukur risiko. Usaha perbaikan regulasi berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Lembar judul... i Lembar pengesahan... ii Lembar pernyataan... iii Kata pengantar... iv Daftar Isi... vi Daftar Tabel... ix Daftar Gambar... x Daftar Lampiran... xi Intisari... xii Abstract...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membiayai usaha yang dijalankan. Peran bank bagi perkembangan dunia usaha. permodalan dan pengembangan usaha masyarakat.

I. PENDAHULUAN. membiayai usaha yang dijalankan. Peran bank bagi perkembangan dunia usaha. permodalan dan pengembangan usaha masyarakat. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berkontribusi cukup tinggi dalam perekonomian nasional, khususnya dalam membantu masyarakat membiayai usaha yang dijalankan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemerintah berkewajiban mensejahterakan rakyatnya secara adil dan merata. Ukuran sejahtera biasanya dapat dilihat dari kemampuan seseorang dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara sedang berkembang yang tengah menuju tahap kemapanan ekonomi, Indonesia membutuhkan anggaran belanja dalam jumlah besar untuk membiayai berbagai program

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5626 KEUANGAN. OJK. Manajemen. Resiko. Terintegerasi. Konglomerasi. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 348) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN telah menembus angka 6,6 % pada bulan November, dan diperkirakan akan

BAB I PENDAHULUAN telah menembus angka 6,6 % pada bulan November, dan diperkirakan akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus meningkat sepanjang tahun 2011 telah menembus angka 6,6 % pada bulan November, dan diperkirakan akan terus meningkat sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang berfungsi sebagai financial intermediary. berharga serta penanaman dana lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang berfungsi sebagai financial intermediary. berharga serta penanaman dana lainnya. 1 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Situasi dan kondisi perbankan penuh dengan tantangan dan kendala yang harus dihadapi. Peranan perbankan dalam memajukan perekonomian suatu negara sangatlah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Telaah Pustaka 2.1.1 Return On Asset Tujuan dasar dari manajemen suatu unit usaha bisnis adalah untuk memaksimalkan nilai dari investasi yang ditanamkan oleh pemilik modal terhadap

Lebih terperinci

III.METODE PENELITIAN

III.METODE PENELITIAN III.METODE PENEITIAN 3.1. Kerangka Tahapan Pemikiran Perkembangan industri non perbankan terus menunjukkan tren positif terutama perasuransian dan perusahaan pembiayaan. Hal ini terjadi pula pada PT ABC

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Oktober 2005 BANK INDONESIA Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan

KATA PENGANTAR. Jakarta, Oktober 2005 BANK INDONESIA Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan KATA PENGANTAR Buku Statistik Perbankan Indonesia (SPI) yang sebelumnya diterbitkan dengan nama buku Data Perbankan Indonesia (DPI), merupakan media publikasi yang menyajikan data mengenai perbankan Indonesia.

Lebih terperinci