HASlL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASlL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASlL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pengeringan Beku Proses pengeringan beku dapat dibagi menjadi 2 tahap, yang masing-masing menunjukkan karakteristik berbeda, yaitu tahap pembekuan dan tahap pengeringan. Tahap pembekuan merupakan bagian awal proses yang berlangsung pada kondisi tekanan atmosfir, sedangkan tahap pengeringan diawali dengan penurunan tekanan ruangan sehingga berlangsung pada kondisi vakum. ProfilL Suhu Dan Laju Pembekuan Pada penelitian ini, pembekuan dilakukan dengan metode lempeng sentuh, dimana bahan langsung bersentuhan dengan lernpeng pembeku. Sebaran suhu pada pasta cabe jawa hasil pengukuran selama proses pembekuan ditunjukkan pada Gambar 3. Pada gambar tersebut, Tbl sampai dengan Tb4 adalah suhu bahan berurutan dari permukaan hingga dasar dengan jarak masing-niasing titik adalah 0,5 cm, Saat pembekuan bahan ditelungkupkan sehingga langsung bersentuhan dengan lempeng pembeku dan pusat panas dapat dianggap berada pada dasar bahan. Secara tipikal, suhu bahan menga4ami penurunan hingga titik beku, diikuti dengan perubahan fase yang dicirikan oleh melambatnya penurunan suhu dan diakhiri dengan penurunan suhu hingga titik yang diinginkan.

2 Garnbar 7. Sebaran Suhu Cabe Jawa Selama Pembekuan Pada awal proses, bagian bahan yang berada lebih dekat dengan lempeng pembeku mengalami penurunan suhu lebih cepat daripada bagian yang lebih jauh, sehingga terjadi sebaran suhu yang cukup besar. Sebaran suhu tersebu! tampak mengecii pada akhir proses, dimana seluruh bagian bahan bergerak menuju silatu suhu tertentu. Parameter yang dapat menunjukkan karakteristik pembekuan, diantaranya adalah laju pembekuan dan suhu akhir bahan beku. Kedua parameter tersebut dapat digunakan untuk memberi gambaran mengenai ukuran dan tingkat kristalisasi es dalam bahan. Secara teoritis, kristalisasi mulai berlangsung sejak suhu bahan mencapai titik beku air yang terkandung di dalamnya. Oleh sebab itu, laju pembekuan yang dihitung berdasarkan metode IIR sebagaimana dijelaskan pada Bab Tinjauan Pustaka bahwa tebal bahan yang digunakan akan dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan saat suhu permukaan bahan (Tbl) mencapai 0 C sampai suhu pusat bahan (Tb4) mencapai -5OC, sehingga diperoleh 3 tingkat laju ~embekuan yaitu lambat, sedang dan cepat.

3 Laju pembekuan dengan metode lempeng sentuh dipengaruhi oleh suhu permukaan lempeng dan konduktivitas termal bahan. Laju pembekuan berbeda, sesuai dengan jenis perlakuan yang diharapkan. Pada penelitian ini laju pembekuan berbeda dicapai dengan melnyisipkan bahan tertentu dengan tingkat konduktivitas bahan yang berbeda diantara lempeng pembeku dengan bahan pasta cabe jawa. Perlakuan pembekuan dengan laju pembekuan pasta cabe jawa yang dicapai ditunjukkan pada Tabel 5. Laju pembekuan berada pada kisaran lambat hingga cepat sesuai dengan klasifikasi yang diberikan oleh Lembaga Refrigerasi Internasional. Tampak pada Tabel 4 bahwa laju pembekuan cepat untuk pasta cabe jawa dapat dicapai dengan suhu lempeng pembeku sekitar -44 C. Selanjutnya, masing-masing sampel yang dibekukan dengan masing-masing laju pembekuan tersebut dikeringbekukan pada tekanan ruang pengering yang berbeda, seperti ditunjukkan pada tabei yang sama. Ketiga sampel yang dibekukan dengan laju pembekuan cepat, masing-masing dikeringkan pada tekanan Pa, Pa dan Pa untuk mendapatkan pengaruh tekanan. Seaangkan tiga sampel yang dibekukan dengan laju pembekuan berbeda yaitu laju pembekuan lambat, sedang dan cepat, dikeringkan pada tekanan yang relatif sama, yaitu pada kisaran Pa.

4 Tabel 5. Kondisi Pembekuan Cabe Jawa ' Tkzer ("c) Waktu Pembekuan (menit) Suhu Akhir Bahan Ratarata ("C) Laju Pembekuan (crnfjam) Klasifikasi Laju Pembekuan Perlakuan Tekanan pada Tahap Pengeringan (Pa) -44,l ,39 Cepat ,O ,33 Cepat , ,30 Cepat , ,74 Sedang ,O ,63 Lambat Keterangan : Klasifikasi laju pembekuan diperoleh sesuai dengan perlakuan yang diharapkan dengan cara melapisi bahan yang berbeda konduktivitas panasnya diantara plat pembeku dengan permukaan pasta cabe jarva Profil Suhu dan Laju Pengeringan Pengeringan beku pasta cabe jawa dilakukan dengan variasi laju pembekuan dan tekanan ruang pengering sebagaimana dijelaskan dengan Tabel 5 di atas. Pada setiap perlakuan, suhu permukan sampel dikendalikan pada tingkat yang sama, yaitu 25 C. Hasil pengukuran sebaran suhu selama pengeringan beku dengan perlakuan tekanan ruang pengering Pa dan laju pembekuan 4,4 cm/jam ditunjukkan pada Gambar 8. Pada percobaan ini, tekanan ruang pengering diturunkan hingga tingkat yang diinginkan sebeium lempeng pemanas dihidupkan. Akibatnya, suhu bahan yang diperoleh pada akhir pembekuan mengalami penye- suaian dengan suhu jenuh yang seimbang dengan tekanan tersebut. Saat pengeringan, bahan diletakkan dengan posisi permukaan menghadap ke atas, sedangkan lempeng pemanas berada di bagian atas. Hal ini menyebabkan suhu permukaan (Tbl) meningkat dengan cepat beberapa saat seteiah lempeng pemanas

5 dihidupkan. Setelah permukaan mencapai suhu kendali (2!j C), suhu lempeng pemanas mulai mengalami penurunan. Dengan demikian, pengendalian suhu permukaan bahan sebenarnya adalah pengendalian suhu lempeng pemanas secara tidak langsung WaMu (delk) Gambar 8. Sebaran Suhu Pengeringan Beku Cabe Jawa Sebaran suhu dalam bahan menunjukkan ciri khas, yaitu lapisan bahan di bawah permukaan tetap berada pada suhu jenuh keseimbangan sebelum mulai meningkat. Dengan kata lain, pengeringan berlangsung lapis demi lapis dan terjadi pemisahan yang jelas antara lapisan kering dengan lapisan yang masih beku. Permukaan sublimasi yang memisahkan lapisan kering dan lapisan beku tersebut bergerak dari permukaan menuju pusat (dasar) bahan. Dalam pemodelan ha1 ini disebut sebagai model pengeringan dengan permukaan bergerak (receeding front model). Secara khas, permukaan sublimasi tersebut bergerak semakin lambat, yang ditunjukkan oleh selang waktu yang dibutuhkan sejak Tbl meningkat hingga Tb2 rnulai meningkat lebih singkat dari selang waktu sejak Tb2 mulai meningkat hingga Tb3 mulai meningkat, dan seterusnya.

6 Saat permukaan sublimasi mencapai dasar (pusat) bahan, yang ditunjukkan dengan mulai meningkatnya Tb4, dapat digunakan sebagai petunjuk selesainya proses sublimasi. Proses selanjutnya adalah difusi uap air yang masih berada diantara ronggdjaringan bahan ke luar bahan dan pelepasan air terikat yang tidak membeku pada saat pembekuan bahan. Dengan demikian, proses pengeringan dapat dibedakan menjadi 2 tahap, seperti ditunjukkan pada Gambar 9, yang oleh Liapis dan Bruttini (1995) disebut sebagai tahap pengeringan primer (tpp) dan tahap pengeringan sekunder (tps). Pengeringan beku dapat dianggap selesai saat suhu pusat bahan rnendekati suhu permukaan yang dikendalikan pada tingkat tertentu. -60 I W a ktu (d e tik) Garnbar 9. Tahapan dalam Pengeringan Beku Secara keseluruhan, kondisi pengeringan beku cabe jawa pada berbagai perlakuan yang diterapkan pada penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 6. Perlakuan tekanan maupun laju pembekuan yang diberikan pada tahap penge-ringan ini memberi hasil kadar air akhir bahan kering beku yang cukup rendah, yaitu hampir 80% berada pada kadar air akhir kurang dari atau sama dengan 4%. Dengan kadar air akhir yang cukup rendah ini memungkinkan bahan kering beku dapat tersimpan dalam waktu yang relatif lama. Hanya saja metode

7 penyimpanannya harus lebih dicermati, karena sifat bahan kering beku yang sangat higroskopis. Tabel 6. Kondisi Pengeringan Beku Pasta Cabe Jawa Ps LP Kadar Air (%) Rata- Waktu Waktu Waktu Waktu (Pa) (cmljam) rata Ta Pembeku Sublima- Pengeri Pengeri- ("c) -an (mnt) si ngan ngan Beku (mnt) (mnt) (mnt) Awl Akhir Pada tekanan Pa Pads I LP cepat Catatan : - suhu permukaan bahan terkendali pada 23,4"C suhu lempeng pemanas maksimum berada pada kisaran 138,4"C- Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa perlakuan tekanan rnemberikan pengaruh yang signifikan terhadap waktu sublimasi, waktu pengeringan maupun total waktu pengeringan bekunya. Semakin besar tekanan yang diberikan maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk sublimasi, pengeringan maupun untuk mengeringbekukan bahan. Waktu yang dibutuhkan untuk sublimasi dengan tekanan 23,39 Pa, 47,98 Pa dan 7598 Pa berturut-turut adalah 1444 menit, 1302 menit dan 965 menit. Waktu pengeringan untuk masing-masing tekanan adalah 1743 menit, 1713

8 menit dan 1401 menit. Adapun untuk total waktu pengeringan bekunya untuk masing-masing tekanan adalah 1795 menit, 1760 menit dan 1464 menit. Tekanan (Pa) Gambar70,Pengaruh Tekanan Terhadap Waktu Pengeringan Sedangkan psriakuan laju pembekuan memberikan pengaruh yang serupa, yaitu semakin cepat laju pembekuan maka semakin cepat juga wak!u sublimasi dan total waktu pengeringan bekunya, kecuali pada laju pembekuan dengan tekanan yang 47,98 Pa dan 23,31 Pa (tekanan yang lebih rendah). Waktu sublimasi dengan laju pembekuan 1.63 cmljam, 2,74 cmljam dan 3,33 cmljam berturut-turut adalah 1299 menit, 1254 menit dan 965 menit. Sedangkan total waktu pengeringan bekunya adalah 1616 menit, 1593 menit dan 1464 menit. Pengaruh laju pembekuan terhadap waktu pengeringan kurang menunjukkan kecenderungan yang tertentu, karena waktu untuk tahap pengeringan sekundernya relatif kurang tertentu juga kecenderungannya.

9 1,63 2,74 3,3 3,33 4,39 Laju Pembekuan (cmljam) Gambari 1. Pengaruh Laju Pembekuan Terhadap Waktu Pengeringan Beku Suhu cold trap yang digunakan selama proses sublimasi sangat mempengaruhi besarnya uap air yang dapat diserap. Semakin rendah suhu com trap, rnaka semakin banyak uap air yang dapat diserap. Dengan semakin banyaknya uap air yang terserap berarti semakin rendah tekanan uap dalam ruang pengering, dan ini semakin mempercepat waktu pengeringan bekunya. Pada Tabel 6 di atas dapat diiihat bahwa semakin rendah suhu cold trap-nya maka akan semakin cepat waktu pengeringan bekunya. Cold trap berfungsi untuk mernbantu mernpertahankan tekanan dalam ruang pengering sesuai dengan perlakuan yang diberikan. Adapun proses yang terjadi selama pengeringan beku terhadap pasta cabe jawa jika dijelaskan dengan diagram fase secara rinci dapat dilihat pada Gambar 12. Awal proses pengeringan beku cabe jawa adalah dengan mengubah tekstur cabe jawa menjadi pasta yang disebabkan kandungan serat, karbohidrat, protein dan komponen lain yang bermanfaat tidak diketanui berada pada bagian mana dari buah cabe jawa tersebut. Sedang menurut referensi yang ada, maka bagian buah secara keseluruhan mengandung manfaat dengan berbagai kandungan serat, karbohidrat, protein dan komponen aktif yang lain.

10 SUHU, "C Gambar 12. Proses pengeringan beku pada pasta cabe jawa Dari Gambar 12 dapat dijelaskan bahwa pada awal proses pengeringan beku (titik a) bahan berada pada fase cair, dimana saat itu bahan yang berbentuk pas!a berada pada kisaran suhu 30 C dan tekanan atmosfir +lo5 Pa. Sesuai dengan tahapan proses, rnaka pertama kali bahan pasta cabe jawa dibekukan pada tekanan atmosfir tersebut hingga niencapai suhu berkisar -32 C (titik D) dimana bahan diasumsikan telah rnembeku dan terbentuk fase padat. Dengan perlakuan tekanan berkisar Pa, Pa dan Pa rnaka ruangan pengering beku divakumkan sampai tekanan yang ditetapkan tersebut (titik c). Setelah kondisi vakum diperoleh, maka bahan akan diberi perlakuan pengeringan beku. Pengeringan beku dicirikan dengan proses yang khas yaitu penyubliman, dimana bahan akan tersublimasi dari fase padat langsung ke fase gas yang terjadi pada kondisi di bawah titik tripel. Proses pengeringan beku berakhir setelah seluruh bahan memiliki suhu yang seragam sesuai dengan suhu kendali yang ditetapkan (titik d).

11 Laju pengeringan selama pengeringan beku berlangsung memiliki pola yang sama untuk kedua perlakuan yang diberikan. Laju pengeringan menurun sepanjang pengeringan beku. Hal ini terjadi karena kernampuan untuk menyublimkan lapisan beku pada awalnya besar, karena panas yang terjadi langsung rnengenai permukaan lapisan beku, kemudian sejalan dengan bertambahnya waktu, kemampuan menyublimkan lapisan beku tersebut menurun yang karena telah terbentuk lapisan kering di bagian atas bahan yang dikeringbekukan yang diduga menghambat pindah panas dari lapisan beku. Seiring dengan sernakin tebal lapisan kering Fang terbentuk, yang berkorelasi dengan semakin kecil fraksi air tersisanya, maka akan semakin sulit pindah panas yang berakibat sernakin rendah lajl; pengeringan bahan. Penurunan fraksi air yang tersisa mencerminkan semakin rendah kadar air bahan, dimana pada akhir proses pengeringan beku akan diperoleh nilai kadar air bahan kering beku yang cukup rendah. Seperti yang terlihat pada Tabel 6 diatas, nilai kadar air bahan kering beku berkisar 1,63%-6,24%. Pada Gambar 13 dapat dilihat kecenderungan penurunan kadar air akibat berbagai perlakuan yang diberikan.

12 Gambar 13. Penurunan Kadar Air Bahan Akibat Berbagai Perlakuan yang Diberikan Berdasarkan Gambar 13 tersebut dapat dikatakan bahwa kecenderungan penurunan kadar air pada berbagai perlakuan yang diberikan menunjukkan pola yang hampir sama, dimana pada awal pengeringan kadar air turun perlahan untuk jangka waktu berkisar 0-2,5 jam pertama proses pengeringan, selama itu diduga terjadi lajlc pengeringan tetap, kemudian kadar air turun lebih besar sampai akhirnya menuju ke nilai kadar air akhir yang cukup rendah. Jika dihubungkan dengan suhu bahan, maka penurunan kadar air yang perlahan terjadi pada saat suhu bahan mulai meningkat sampai saat suhu bahan mencapai suhu kendali permukaan yang ditetapkan. Setelah suhu bahan mencapai suhu kendali permukaan, maka penurunan kadar air bahan mulai lebih besar. Dari perlakuan tekanan yang diberikan, maka pada tekanan yang paling rendah menunjukkan laju penurunan kadar air bahan yang paling rendah dibanding tekanan yang lebih besar. Dengan keadaan penurunan kadar air seperti ini berakibat perlakuan tekanan yang kbih rendah menyebabkan waktu pengeringaa

13 yang lebih lama. Hal ini dapat dilihat dari selisih nilai kadar air bahan pada Gambar 13 diatas antara grafik pada tekanan 23,39 Pa dengan tekanan yang lebih besar (47,98 Pa dan 73,31 Pa-75,98 Pa) adalah lebih besar dibanding dengan selisih kadar air antara tekanm yang lebih besar (47,98 Pa) dengan tekanan yang paling besar dan seterusnya. Grafik karakteristik pengeringan beku antara kadar air bahan (% bk) dengan laju pengeringan dapat dilihat pada Gambar 14. Pada Gambar 14 tersebut tidak dapat dilihat kadar air kritis bahan. Kadar Air (O/obk) Garnbar 14. Karakteristik Kurva Pengeringan Dari Gambar 14 dapat dinyatakan laju pengeringan menurun terjadi pada saat kadar air bahan berkisar %bk dan laju pengerirlgan tetap terjadi selama 2 jam pada selang kadar air bahan 291,04-343,56 Ohbk. Pada Gambar 14 dapat dilihat berbagai laju pengeringan bahan dengan perlakuan yang diberikan.

14 Q % $\% 'I,O.?,\~\~,L,L@,L~ QP 0 Q. Waktu (jam) Gambar 15. Laju Pengeringan dengan Berbagai Perlakuan yang Diberikan Dari Gambar 15 dapat dikatakan bahwa laju pengeringan pada awal proses pengeringan kurang rnenunjukkan kecenderungan yang tertentu, kernudian dilanjutkan dengan laju pengeringan yang cenderung menurun sampai akhir proses pengeringan beku. Pada awal pengeringan beku dimana suhu bahan sedang meningkat, dalam proses pengeringan termasuk kondisi unsteady state, maka pola laju pengeringan beku sulit dinyatakan dengan suatu kecenderungan yang tertentu. Setelah suhu bahan mendekati suhu kendali permukaan bahan yang ditetapkan dan konstan berada pada nilai tersebut tanpa bergantung dengan perubahan waktu, dalam proses pengeringan terrnasuk kondisi quasi steady state, maka pola laju pengeringan beku rnenunjukkan suatu kecenderungan yang tertentu yaitu menurun dengan pertarnbahan waktu. Dengan perlakuan tekanan yang diberikan maka dapat dikatakan bahwa selang perlakuan tekanan yang diberikan kurang menunjukkan nilai faju pengeringan i yang berbeda nyata.

15 Pada Gambar 16 dapat dilihat laju pengeringan, pergerakan lapisan kering dan fraksi air selama proses pengeringan beku cabe jawa. Dari Gambar 16 dapat dikatakan bahwa laju pengeringan menurun sejalan dengan bertambahnya waktu proses pengeringan. Penurunan fraksi air berbanding terbalik dengan pembentukan lapisan kering bahan sepanjang proses pengeringan beku. - re 4 U 9 F; 3 -. L g P 2 FE.-.- u m 1 C V CL. =. - 0 " W a ktu (d etik) I fraksi air +, laju peng ering an --S(C-- lap isan kering 1 Gambar 16. Laju Pengeringan, Pergerakan Lapisan Kering, dan Fraksi Air Proses Pindah Panas dan Massa Laju pindah panas dan pindah massa yang terjadi selama pengeringan beku berlangsung dapat dicirikan oleh nilai konduktivitas panas dan permeabilitas uap air. Konduktivitas panas menunjukkan laju perarnbatan panas melalui lapisan kering berpori pada bahan dari permukaan bahan ke permukaan sublimasi, sedacgkan permeabilitas rnenunjukkan laju pelepasan uap air melalui lapisan kering tersebut. Nilai konduktivitas panas dan permeabilitas uap air hasil perhitungan selama proses pengeringan beku, untuk setiap perlakuan yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 7. Perhitungan nilai konduktivitas panas dan perrneabilitas uap air cabe jawa tersebut rnernpergunakan asumsi bahwa proses pengeringan beku berlangsung

16 pada kondisi quasi steady sfate. Kondisi ini dianggap tercapai sejak suhu permu- kaan bahan konstan pada suhu kendali yang telah ditentukan sampai suhu pusat bahan mulai meningkat. Semua nilai konduktivitas panas dan permeabilitas cabe jawa yang dihitung setiap 10 detik tersebut kemudian dirata-ratakan sehingga menghasilkan nilai konduktivitas panas dan permeabilitas cabe jawa sebagaimana yang tercantum dalam Tabel 7. Tabel 7. Nilai Konduktivitas Panas dan Permeabilitas Cabe Jawa Ps (Pa) Lp (cmljam) Konduktivitas Permeabilitas (x 1 0-' WJm K) (x 1 m21detik) k k k rt k _ Pengaruh Kondisi Operasi Terhadap Nilai Konduktivitas Panas Dan Permeabilitas Uap Air Nilai konduktivitas panas yang diperoleh selama proses pengeringan beku tidak menunjukkan nilai yang konstan dari awal hingga akhir proses. Dari Gambar 17 dapat dilihat bahwa pada awal quasi steady sfate konduktivitas panas bahan nilainya rendah, kemudian meningkat sampai waktu tertentu dan akhirnya menurun sampai akhir quasi steady state. Hal ini terjadi karena pada awal sublimasi suhu bahan masih rendah sehingga kemampuan menyublimkan kristal es bahan juga

17 rendah, kemudian dengan peningkatan suhu bahan maka akan semakin meningkat juga kemampuan penyublimannya sampai batas tertentu dan kemudian akan menurun setelah terbentuk lapisan kering yang cukup tebal. Menurut Harper dkk. (1962) secara prinsip panas yang masuk dapat dinaikkan sampai bahan beku mulai akan mencair. Karena lapisan kering merupakan penghantar panas yang buruk (isolator), maka panas tidak dapat merambat secara maksimal. Pengeringan beku berlangsung pada tekanan yang sangat rendah sehingga diduga pola aliran yang terjadi adalah transisi dari aliran viskos (viscous) ke aliran Knudsen. Aliran Knudsen terjadi jika jarak rata-rata molekul setelah terjadi tumbukan lebih besar dari diameter molekul, atau dengan kata lain pada tekanan yang sangat rendah. Keadaan transisi ini menyebabkan rumitnya kajian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi proses pindah panas dan massa tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai konduktivitas panas bahan lebih besar pada tekanan operasi yang lebih besar, khususnya pada selang tekanan yang diterapkan. Selisih nilai konduktivitas panas bahan pada penggunaan tekanan selang Pa adalah 0,021 W/mK. Sagara (1984) menyatakan bahwa pada penggunaan tekanan selang Pa, menunjukkan tidak tampak pengaruh tekanan terhadap nilai konduktivitas panas larutan kopl kering beku. Sedangkan Harper dkk. (1962) menyatakan bahwa konduktivitas panas daging sapi kering beku dipengaruhi oleh tekanan yang digunakan dalam proses pengeringan beku. Perbedaan maksimum antara nilai konduktivitas panas pada tekanan rendah dengan tekanan tinggi adalah 0,028 WImK. Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa semakin tinggi tekanan yang diberikan maka nilai konduktivitas panas bhan semakin besar (Gambar 18). Hal ini senada dengan

18 yang dinyatakan oleh Lombrana dan lzkara (1996) bahwa variabel kontrol yang paling penting dalam pengeringan beku adalah tekanan dalam ruang pengering dimana tekznan ini dapat mempengaruhi pindah panas secara konduksi ke permukaan sublimasi dan aliran uap air dari permukaan sublimasi ke permukaan lapisan kering. Konduktivitas panas pada lapisan kering akan semakin tinggi dengan semakin tingginya tekanan dalam ruang pengering sampai tekanan di bawah titik tripel. Waktu (detik) Gambar 17. Sebaran nilai konduktivitas panas dengan tekanan Pa Semakin tinggi nilai konduktivitas panas akibat semakin tingginya nilai tekanan yang diberikan ternyata memberikan hubungan yang berkorelasi positif terhadap waktu sublimasi, waktu pengeringan dan total waktu pengeringan bekunya. Semakin tinggi nilai konduktivitas panas maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk sublimasi, pengeringan dan total waktu pengeringan bekunya. Hal ini disebabkan semakin tinggi nilai konduktivitas panas suatu bahan maka semakin besar kemampuan bahan tersebut untuk melewatkan panas. Dengan demikian akan semakin besar pula panas yang akan diterima oleh lapisan beku untuk mensublimasikan es.

19 TekxEm (pa) Gambar 18. Pengaruh Tekanan Terhadap Nilai Konduktivitas Panas Pengaruh laju pembekuan terhadap nilai konduktivitas panas juga menunjukkan pola yang sarna dengan pedakuan tekanan. Semakin tinggi laju pembekuan maka akan semakin besar nilai konduktivitas panasnya (Garnbar 19'), kecuali pada laju pembekuan 4,39 cmljam yang menggunakan tekanan rendah (23,39 Pa). Menurut Heldman dan Singh (1981) sernakin tinggi laju pembekuan maka semakin kecil ukuran kristal yang terbentuk yang selanjutnya menentukan ukuran pori hasil pengeringan beku. Pori yang kecil pada bahan dengan jumlah yang banyak menyebabkan transfer panas iebih banyak terjadi dibanding dengan pori besar dalarn jumlah yang lebih sedikit dengan ketebalan bahan yang sama.

20 Laju Pembekuan (cmljam) Gambar 19. Pengaruh Laju Pembekuan terhadap Nilai Konduktivitas Cabe Jawa Dari Tabel 7 dapat dilihat nilai permeabilitas cabe jawa. Permeabilitas bahan menunjukkan kemampuan bahan untuk melewatkan uap air. Sebaran nilai permeabilitas merniliki pola yang sama dengan nilai konduktivitas panas, yaitu saat awal quasi steady state nilai peimeabilitas rendah kemudian meningkat sampai waktu tertentu dan akhirnya menurun, seperti yang terlihat pada Gambar 20. X) ;r) 93XX) 1XKXX) VJaktu (det~k) Gambar 20,. Sebaran Nilai Permeabilitas Cabe Jawa Menurut Harper dkk. (1962) pada tekanan yang tinggi, aliran gas yang melalui medium berpori akan mengikuti Hukum Darcy yang sama dengan hukum Poiseulle sebagaimana aliran viskos yang rnelswati suatu bidang. Pada!ekanan yang rendah, perbandingan jarak rata-rata antar rnolekul menjadi nyata terhadap

21 diameter pori bahan dan kondisi ini dikenal sebagai slip flow, dimana pada keadaan ini terdapat slip aliran gas sepanjang permukaan yang padat dan kecepatannya akan semakln besar dari aliran viskos biasa. Kondisi ini diperoleh Harper dkk. (1962) pada plot antara log laju aliran gas per penurunan tekanan terhadap log tekanan rata-rata udara pada daging sapi yang dikeringbekukan. Menurut Fellow (1990) panas akan menaikkan tekanan uap air pada es sewaktu mencapai permukaan sublimasi sehingga terjadi uap yang kemudian bergerak melalui daerah kering menuju daerah dengan tekanan rendah pada ruang pengering. Pengaruh laju pernbekuan yang lebih tinggi memberikan kecenderungan penurunan nilai permeabilitas. Hal ini mungkin disebabkan pori yang terbentuk karena laju pembekuan tinggi akan mengakibaikan jalur keluarnya uap air dari bahan lebih rumit dari laju pembekuan yang lebih lambat. Dengan perlakuan laju pembekuan dan tekanan rnaka pengaruhnya dapat dilihat terhadap proses pernanasan yang terjadi selama pengeringan beku. Perbedaan waktu yang dibutuhkan selarna proses pengeringan primer maupun sekunder merupakan dampak yang dapat dilihat akibat perlakuan tersebut. Cepat larnbatnya waktu pengeringan beku terkait langsung dengan nilai konduktivitas dan perrneabilitas uap air pada lapisan kering bahan. Aliran Panas Selama Pengeringan Beku Asumsi yang digunakan untuk menganaiisa aliran panas adalah : 1. panas radiasi dari plat pernanas dihitung sebagai panas yang masuk ke dalam sistem dan dapat dihitung secara nurnerik dari suhu permukaan plat pemanas,

22 2. panas konduksi yang masuk ke lapisan kering secara keseluruhan dimanfaatkan untuk sublimasi kristal es pada zone sublimasi dan untuk menaikkan suhu lapisan kering. Sebagaimana diungkapkan diatas, konduktivitas dan permeabilitas pada lapisan kering bahan akan mempengaruhi waktu yang diperlukan untuk proses pengeringan beku. Pengaiwh konduktivitas dan permeabilitas terhadap waktu pengeringan beku ditunjukkan pada Gambar 21 dan Gambar " Konduktivitas ( ~10~1 WImK) Gambar 21. Pengaruh Konduktivitas Panas Bahan Terhadap Waktu Pengeringan Beku Dari Gambar 211 terlihat bahwa semakin besar nilai konduktivitas bahan maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan beku. Hal ini terjadi karena semakin besar nilai konduktivitas bahan maka semakin cepat penghantaran panas yang diperlukan untuk proses sublimasi kristal es, yang berarti semakin cepat waktu pengeringannya. Menurut Harper dkk. (1962) panas sublimasi masuk secara konduksi melalui lapisan kering bahan, sedangkan uap air keluar melalui lapisan yang sama dengan arah yang berbeda. Selarna proses pengeringan terjadi keseimbangan antara aliran uap yang keluar dari produk dan panas yang masuk ke dalam produk. Gerakan uap

23 air dapat terjadi oleh adanya gerakan hidrodinamik akibat adanya perbedaan tekanan total dan atau karena adanya perbedaan tekanan parsial. Jika tekanan total pada ruang vakum lebih kecil dibandingkan dengan tekanan uap es pada produk maka proses difusi sangat kecil dibandingkan dengan aliran hidrodinamik Permeabilitas (XI 0-2 m2ldtk) Garnbar 22. Penga~h Permeabilitas Bahan Terhadap Waktu Pengeringan Beku Dari Gambar 22 terlihat bahwa semakin besar nilai permeabilitas bahan, maka waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan beku adalah semakin cepat. Hal ini terjadi karena semakin cepat laju pembekuan, rnaka kristal es yang terbentuk adalah semakin kecil, yang diduga berpengaruh terhadap panjang jalur yang harus dilalui oleh uap air dari pemukaan sublimasi ke perrnukaan bahan. Tabel 8 menunjukkan nilai efisiensi pemanasan yang diperoleh dari keseluruhan perlakuan yang diberikan. Efisiensi tersebut dihitung berdasarkan panas yang benar-benar dikonsumsi oleh bahan untuk proses pengeringan beku, sedangkan panas yang digunakan oleh sistem secara keseluruhan tidak termasuk ke dalam panas yang dihitung sesuai dengan asumsi kedua diatas. Pada Tabd 8 dapat dilihat bahwa efisiensi pemanasan tertinggi diperoleh pada perlakuan tekanan terendah dan laju pembekuan tertinggi. Sedang pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa dengan laju pembekuan yang semakin rendah maka

24 panas sublimasi yang digunakan sernakin meningkat. Hal ini terjadi karena pada laju pembekuan yang semakin rendah maka pori Fang terbentuk semakin besar, sehingga dengan ketebalan bahan yang sama kebutuhan panas sublimasi bahan dengan pori yang lebih besar akan lebih besar juga. TabeI 8. Efisiensi Energi Selama Proses Pengeringan Beku. PERUKUAN Panas dari Lempeng Pema- Panas yang Dikonduk- nas (kj) sikan (kj) 17 (%I P L Ts Tahap Tahap TOTAL Tahap Tahap TOTAL (Pa) (cmlj) (OC) Primer Sekun (kj) Primer Sekun (kj) (kj) der (kj) der (kj) (kj) (88.4Ok) (1 1.6%) (93.3%) (6.7%) (85.2Oh) 1 (14.896) (90.S0h) (9.4Oh) (85.2Ok) (14.8%) (86.3%) (13.7%) (89.1%) (10.9%) 1 (91.6%) (9.4%) (92.1 %) (7.9%) (94.4%) (5.6%)

25 Tabel 9. Hasil Per-hitungan Panas Sublimasi dan Sensibel Cabe Jawa PERLAKUAN P L Ts 1 (Pa) (anlj) (OC) I I ENERGI SUBLlMASl ENERGI SENSIBEL TOTAL I I I Tahap Tahap Tahap Tahap (KJ) Primer Sekunder Total ] Primer Seku~der Total I I Tabei 10. Aliran panas dan pengaruh tekanan dan laju pembekuan selama Pengeringan Beku Tekanan Laju Pembekuan Energi Radiasi Energi Konduksi Energi Sublimasi (Pa) (cmliam) (kj) (kj) (kj) (26.3%) (74.8%) (25.2%) (73.8%) (23.4%) (89.3%) (23.1%) (91.9%) (22.9%) (93.2%) r 0 2WO OOOOO Waktu (detik) Gambar 23. Grafik Panas Radiasi Heater dan Panas Konduksi pada Tekanan Pa &n Laju Pembekuan 4.39 cmtjam

26 Dari Gambar 23 dapat dilihat besarnya panas radiasi dari heater dan panas konduksi yang digunakan untuk menyublimkan kristal es dan menaikkan suhu bahan. Panas konduksi yang digunakan untuk proses sublimasi dan untuk menaikkan suhu bahan seperti yang terlihat pada Tabel 9 hanya berkisar pada 22,994-26,3% dari keseluruhan panas yang dikeluarkan oleh plat pemanas. Dari panas konduksi yang masuk ke dalam bahan tersebut sekitar 73,896-93,2% digunakan untuk proses sublimasi. Berdasarkan Tabel 10 tersebut diketahui bahwa panas konduksi yang digunakan untuk sublimasi mencapai lebih dari 90% pada tekanan tinggi, dan pada tekanan rendah hanya berkisar 74%. Dengan demikian, efisiensi energi lebih tinggi pada kondisi operasi dengan tekanan tinggi. Pengaruh Kondisi Operasi Terhadap Mutu Kering Beku Pasta Cabe Jawa Porositas Bahan Kering Beku Ukuran pori adalah salah satu mutu dari segi fisik, karena salah satu keunggulan pengeringan beku adalah kemampuannya untuk mempertahankan kondisi bahan yang dikeringbeku~an tetap dalam kondisi saat akan dikeringbekukan. Pengukuran pori-pori bahan kering beku dilakukan untuk mengetahui pengaruh laju pembekuan terhadap ukuran pori yang dihasilkan. Pengukurannya dilakukan terhadap bahan yang sudah kering karena bahan beku yang dihasilkan harus diberi perlakuan pengeringan beku. Dan pengukuran terhadap bahan kering ini dianggap tidak mengubah ukuran pori-pori hasil pembekuan. Pada Tabel 11 dapat dilihat hasil pengukuran pori-pori bahan hasil kering beku dan kering oven. Dari Tabel 11 tersebut terlihat bahwa pengeringan beku memberikan hasil ukuran pori yang lebih kecil dibanding dengan ukuran pori

27 pengeringan oven. Hal ini lebih menguntungkan, karena dengan ukuran pori yang lebih kecil maka akan mengurangi jumlah air yang dapat meresap sehingga diharapkan kadar airnya akan lebih lama bertahan pada kadar air yang randah. Sedang dengan perlakuan laju pembekuan, ukuran pori bahan terbekukan kurang menunjukkan kecenderungan yang tertentu, meskipun terlihat bahwa laju pembekuan terendah memang menunjukkan ukuran pori yang terbesar sebagaimana yang yang dinyatakan oleh Heldman dan Singh (1981) bahwa semakin rendah laju pembekuan maka akan menghasilkan ukuran pori yang semakin besar. Kecenderungan tertentu yang diharapkan akan terlihat dengan perlakuan laju pembekuan yang tidak diperoleh ini, selain diduga karena selang perbedaan laju pembekuan yang kurang besar, kemungkinan juga diduga adanya peningkatan panas yang kurang memperhatikan keberadaan suhu transisi gelas, yang memang belum diketahui besarnya, sehingga pada saat proses pengeringan beku bahan mengalami perubahan keadaan dari gelas ke keadaan ruberry yang berakiba! rnerubah ukuran pori bahan beku dan adanya selang waktu antara selesainya proses pengeringan beku dan waktu pengukuran yang berakibat struktur pori sudah runtuh sehingga ukuran pori tidak sama dengan ukuran kristal es hasil pembekuan. Pengukuran pori-pori ini sedikit mengalami kesulitan, karena sifat bahan kering beku yang sangat higroskopis, sehingga banyak sekali permukaan bahan yang telah mengikat air saat dilakukan pengukuran. Nilai ukuran pori yang diperoleh ini tidak dapat digunakan sebagai acuan untuk mengambil kesimpulan tentang pengaruh laju pembekuan terhadap ukuran pori hasil pembekuan dengan berbagai argumentasi yang dijelaskan di atas.

28 Tabel 11. Ukuran Pori-Pori Bahan Kering Beku dan Kering Oven Laju Pembekuan (cmljam) 1,63 2,74 3,30 3,33 4,39 Kering Oven Ukuran Pori (XI 0-' mm2) 0,259 0,198 0,224 0,191 0,234 0,589 Mutu Hasil Pengeringan Beku Secara visual dapat dilihat bahwa produk hasil pengeringan beku memberikan bentuk yang sama dengan bahan saat akan dikeringbekukan. Selain mutu dari segi bentuk yang dapat dipertahankan, maka produk kering beku juga memiliki kadar air akhir yang relatif sangat rendah, sehingga mernberi kernungkinan lebih lama terhadap waktu penyimpanan. Hasil analisa mutu pengeringbekuan cabe jawa terhadap kadar abu, kadar abu dan pati, kadar sari dalam air, kadar sari dalam alkohol dan kadar piperin menunjukkan hasil yang lebih baik dibanding dengan metode pengeringan oven dengan suhu 35 C - 40 C dan memenuhi standar yang ditetapkan oleh Materia Medika Indonesia yang dikeluarkan oleh Oepkes. Hasil analisa mutu tersebut dapat dilihat pada Tabel 12. Dengan adanya perlakuan yang diberikan dibanding dengan metode pengeringan oven memberi hasil peningkatan dalam kadar sari dalam alkohol, sedangkan dalam kadar sari dalam air mengalami penurunan. Kernungkinan ha1 ini terjadi

29 karena pengaruh suhu yang agak tinggi maka senyawa-senyawa yang mudah menguap (volatile) ikut menguap. Senyawa-senyawa yang larut dalam air maupun yang larut dalam alkohol, sejauh ini belum diketahui karena belum dilakukan identifikasi terhadap senyawa-senyawa tersebut. Tabel 12. Hasil Analisa Mutu Cabe Jawa (96) Ps LP Kadar Kadar abu + Sari Larut Sari Larut Kadar (Pa) (cmljam) Abu Pati dalam Air dalam Piperin Alkohol Kering oven (35 C-40 C) Standar Materia Maks. Maks. 0.3 Min Min Medika Indonesia 6.00 I Dengan menggunakan alat GC-MSD maka dapat dilihat hasil frag-mentasi senyawa-senyawa cabe jawa sebagaimana yang tercantum pada Tabel 13. Senyawa-senyawa yang teridentifikasi dari cabe jawa sebagian besar merupakan senyawa yang terdapat dalam famili Piperaceae, yaitu senyawa alkaloid turunan amida. Secara umum, senyawa alkaloid akan berkhasiat terhadap susunan saraf ptisat.

30

31 HasiS fragmentasi dari masing-masing periakuan menunjukkan bahwa sebagian besar komponen kimia yang terdapat pada produk pengeringan beku yang diperoleh pada tekanan 47,98 Pa tidak terurai. Sedangkan pada tekanan 23,39 Pa dan 75,98 Pa rnasing-masing ada 2 senyawa yang tidak teridentifikasi. Kedua senyawa yang tidak teridentifikasi pada perlakuan kedua tekanan tersebut berbeda, yaitu pada tekanan Pa adalah N-butil dimetoksibenzilamin dan trikonin, sedangkan pada tekanan 75,98 Pa adalah senyawa N-(5E,7E)(EIEO-eikosa 2,4 dienamida dan (2E, 4E, 11 E)-N-(SE, 7E) dimetoksi benzil dodecene. Selain ada 2 senyawa yang tidak teridentifikasi pada tekanan 75,98 Pa ternyata diperoleh lagi satu senyawa teridentifikasi yang lain yaitu metil piperat pada waktu retensi 16,44 menit. Menurut Hernani (1994) metil piperat mempunyai kesamaan fragmentasi dengan piperin dan piperlongumin. Dari kandungan berbagai bahan yang terdapat dalam cabe jawa tersebut, dengan berbagai perlakuan yang diberikan menunjukkan jumlah tiap kandungannya yang berbeda-beda. Perlakuan mana yang diduga terbaik belum dapat direkomendasikan, mengingat berbagai penelitian yang telah dilakukan sampai saat ini terhadap berbagai manfaat dari cabe jawa ternyata melibatkan kandungan cabe jawa yang berbeda-beda juga. Melihat hasil fragmentasi senyawa cabe jawa dan aliran panas yang terjadi selama proses pengeringan pada pengeringan beku cabe jawa ini disarankan untuk melakukan pengeringan beku dengan kondisi operasi pada tekanan seaang (47,98 Pa) atau tinggi (75,98 Pa) dimana pada kedua tekanan tersebut senyawa yang terkandung dalam cabe jawa tidak terurailhilang dan efisiensi pemanasannya cukup tinggi.

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Beku

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Beku II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Beku Pengeringan beku telah dikenal dan diakui sebagai metode pengeringan yang dapat memberikan mutu hasil pengeringan paling baik dibandingkan metode pengeringan lainnya

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PEMBEKUAN VAKUM PULP MARKISA. Vacuum Freezing Characteristics of Passion Fruit. Abstract

KARAKTERISTIK PEMBEKUAN VAKUM PULP MARKISA. Vacuum Freezing Characteristics of Passion Fruit. Abstract KARAKTERISTIK PEMBEKUAN VAKUM PULP MARKISA Vacuum Freezing Characteristics of Passion Fruit Armansyah H. am bun an', Ainun oh an ah*, dan Y. Aris ~urwanto' Abstract Pemilihan metode pembekuan merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Eksergi Proses Pembekuan

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Eksergi Proses Pembekuan TINJAUAN PUSTAKA Konsep Eksergi Proses Pembekuan Proses pembekuan merupakan kombinasi perpindahan panas, massa, dan momentum secara simultan antara bahan dan media pembekunya. Perpindahan panas tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Mesin Pembeku Eksergetik Pengujian pergerakan bahan pada proses pembekuan produk dengan kecepatan pergerakan bahan dari.95 cm/min mencapai 7.6 cm/min. Arah pergerakan produk adalah

Lebih terperinci

RINGKASAN. Pengeringan beku rnerupakan suatu cara pengeringan yang dapat. Tetapi, biaya operasi pengeringan beku lebih tinggi dibandingkan dengan

RINGKASAN. Pengeringan beku rnerupakan suatu cara pengeringan yang dapat. Tetapi, biaya operasi pengeringan beku lebih tinggi dibandingkan dengan Perbandingan Antara Pengendalian Suhu Bahan Dengan Suhu Lempeng Pemanas Terhadap Konsumsi Energi Untuk Pemanasan Pada Proses Pengeringan Beku. Skripsi disusun oleh Endry, F01496053 dibawah birnbingan Dr.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS Menurut Brooker et al. (1974) terdapat beberapa kombinasi waktu dan suhu udara pengering dimana komoditas hasil pertanian dengan kadar

Lebih terperinci

KESETIMBANGAN ENERGI

KESETIMBANGAN ENERGI KESETIMBANGAN ENERGI Landasan: Hukum I Termodinamika Energi total masuk sistem - Energi total = keluar sistem Perubahan energi total pada sistem E in E out = E system Ė in Ė out = Ė system per unit waktu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SINGKONG 4.1.1. Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu Proses pengeringan lapisan tipis irisan singkong dilakukan mulai dari kisaran kadar

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

PENGERING UNTUK BAHAN BERBENTUK PADATAN

PENGERING UNTUK BAHAN BERBENTUK PADATAN PENGERING UNTUK BAHAN BERBENTUK PADATAN PARTIKULAT DAN BUTIRAN Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat menjelaskan alat pengeringan yang digunakan untuk bahan

Lebih terperinci

Dewi Maya Maharani, STP, MSc

Dewi Maya Maharani, STP, MSc PENGENALAN MESIN PENGERING Dewi Maya Maharani, STP, MSc Page 1 Page 2 1 PENGERINGAN : Pengurangan / Penurunan kadar air dalam bahan sampai batas tertentu yang diperlukan untuk proses lanjutan, dengan penerapan

Lebih terperinci

MEMPELAJARP KONDISI OPERAS1 DAN KARAKTERISTIK PENGERINGAN BEKU PASTA

MEMPELAJARP KONDISI OPERAS1 DAN KARAKTERISTIK PENGERINGAN BEKU PASTA MEMPELAJARP KONDISI OPERAS1 DAN KARAKTERISTIK PENGERINGAN BEKU PASTA CABE JAWA (Piper retrofractunz VultS) Olell : WSDIYANI TEP 97197 PROGRAM STUD1 ILMU KETEKNIKAN PERTANIAN PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan MEKANISME By : Dewi Maya Maharani Pengeringan Prinsip Dasar Pengeringan Proses pemakaian panas dan pemindahan air dari bahan yang dikeringkan yang berlangsung secara serentak bersamaan Konduksi media Steam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Prinsip pengeringan lapisan tipis pada dasarnya adalah mengeringkan bahan sampai kadar air bahan mencapai kadar air keseimbangannya. Sesuai

Lebih terperinci

KALOR DAN KALOR REAKSI

KALOR DAN KALOR REAKSI KALOR DAN KALOR REAKSI PENGERTIAN KALOR Kalor Adalah bentuk energi yang berpindah dari benda yang suhunya tinggi ke benda yang suhunya rendah ketika kedua benda bersentuhan. Satuan kalor adalah Joule (J)

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hardware Sistem Kendali Pada ISD Pada penelitian ini dibuat sistem pengendalian berbasis PC seperti skema yang terdapat pada Gambar 7 di atas. Pada sistem pengendalian ini

Lebih terperinci

Pengeringan Beku dengan Metode Pembekuan Vakum dan Lempeng Sentuh dengan Pemanasan Terbalik pada Proses Sublimasi untuk Daging Buah Durian

Pengeringan Beku dengan Metode Pembekuan Vakum dan Lempeng Sentuh dengan Pemanasan Terbalik pada Proses Sublimasi untuk Daging Buah Durian Pengeringan Beku dengan Metode Pembekuan Vakum dan Lempeng Sentuh dengan Pemanasan Terbalik pada Proses Sublimasi untuk Daging Buah Durian (Freeze Drying with Vacuum Freezing and Flate Freezing with Back

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BEKU SARI TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) MONALHYSA CHAROLHYNA HARIANJA

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BEKU SARI TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) MONALHYSA CHAROLHYNA HARIANJA KARAKTERISTIK PENGERINGAN BEKU SARI TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) MONALHYSA CHAROLHYNA HARIANJA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Teknologi pengeringan bed fluidasi (fluidized Bed)

Teknologi pengeringan bed fluidasi (fluidized Bed) Teknologi pengeringan bed fluidasi (fluidized Bed) Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat menjelaskan teknologi pengeringan bed fluidasi (fluidized Bed) Sub

Lebih terperinci

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017 Karakteristik Air Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017 Fakta Tentang Air Air menutupi sekitar 70% permukaan bumi dengan volume sekitar 1.368 juta km

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 9 BAB X AIR Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan kita.

Lebih terperinci

Bab 4. AIR TANAH. Foto : Kurniatun Hairiah

Bab 4. AIR TANAH. Foto : Kurniatun Hairiah Bab 4. AIR TANAH Foto : Kurniatun Hairiah Apa yang dipelajari? Kapilaritas dan Air Tanah Konsep Enerji Air Tanah Kadar Air dan Potensial Air Mengukur Kadar dan Potensial Air Macam-macam aliran air di dalam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA. Gambar 4.1. Fenomena case hardening yang terjadi pada sampel.

BAB IV ANALISA. Gambar 4.1. Fenomena case hardening yang terjadi pada sampel. BAB IV ANALISA 4.1 FENOMENA DAN PENYEBAB KERUSAKAN KUALITAS PRODUK 4.1.1 Fenomena dan penyebab terjadinya case hardening Pada proses pengeringan yang dilakukan oleh penulis khususnya pada pengambilan data

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Performansi Kerja Membran Distilasi Vakum (VMD) Beberapa parameter yang mempengaruhi kinerja MD adalah sifat properti membran yakni porositas, tortositas, dan lainnya beserta

Lebih terperinci

1/14/2014 FREEZE DRYING PROSES PENGERINGAN BEKU

1/14/2014 FREEZE DRYING PROSES PENGERINGAN BEKU FREEZE DRYING PROSES PENGERINGAN BEKU Tujuan Instruksional Khusus : Mahasiswa dapat menjelaskan proses pengolahan pangan pengeringan beku Mahasiswa dapat menjelaskan pengaruh pengeringan beku terhadap

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penggunaan Kolektor Terhadap Suhu Ruang Pengering Energi surya untuk proses pengeringan didasarkan atas curahan iradisai yang diterima rumah kaca dari matahari. Iradiasi

Lebih terperinci

9/17/ KALOR 1

9/17/ KALOR 1 9. KALOR 1 1 KALOR SEBAGAI TRANSFER ENERGI Satuan kalor adalah kalori (kal) Definisi kalori: Kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur 1 gram air sebesar 1 derajat Celcius. Satuan yang lebih sering

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga menghambat laju kerusakan bahan akibat aktivitas biologis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penanganan Pasca Panen Lateks Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang masih segar 35 jam setelah penyadapan. Getah yang dihasilkan dari proses

Lebih terperinci

Soal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!

Soal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar! Soal Suhu dan Kalor Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar! 1.1 termometer air panas Sebuah gelas yang berisi air panas kemudian dimasukkan ke dalam bejana yang berisi air dingin. Pada

Lebih terperinci

Pembekuan. Shinta Rosalia Dewi

Pembekuan. Shinta Rosalia Dewi Pembekuan Shinta Rosalia Dewi Pembekuan Pembekuan merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan dengan cara membekukan bahan pada suhu di bawah titik beku pangan tersebut. Dengan membekunya sebagian kandungan

Lebih terperinci

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN. Teti Estiasih - THP - FTP - UB

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN. Teti Estiasih - THP - FTP - UB PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN 1 PENGGORENGAN 2 TUJUAN Tujuan utama: mendapatkan cita rasa produk Tujuan sekunder: Inaktivasi enzim dan mikroba Menurunkan aktivitas air pada permukaan atau seluruh

Lebih terperinci

F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR. Oleh: Lusia Yenny Mulyaningtyas

F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR. Oleh: Lusia Yenny Mulyaningtyas PENGARUH KONDISI OPERASI TERHADAP PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA SERTA MUTU HASIL PENGERINGAN SEKU PASTA CASE JAWA (Piper retrofractum Vahl.) DAN JAHE (Zingiber officina/e) Oleh: Lusia Yenny Mulyaningtyas

Lebih terperinci

F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR. Oleh: Lusia Yenny Mulyaningtyas

F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR. Oleh: Lusia Yenny Mulyaningtyas PENGARUH KONDISI OPERASI TERHADAP PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA SERTA MUTU HASIL PENGERINGAN SEKU PASTA CASE JAWA (Piper retrofractum Vahl.) DAN JAHE (Zingiber officina/e) Oleh: Lusia Yenny Mulyaningtyas

Lebih terperinci

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN II Disusun oleh : Nur Aini Condro Wibowo Rumpoko Wicaksono UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) Karakteristik termal menunjukkan pengaruh perlakuan suhu pada bahan (Welty,1950). Dengan mengetahui karakteristik termal

Lebih terperinci

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving PERPINDAHAN PANAS Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving force/resistensi Proses bisa steady

Lebih terperinci

RINGKASAN BAKING AND ROASTING

RINGKASAN BAKING AND ROASTING RINGKASAN BAKING AND ROASTING Bab I. Pendahuluan Baking dan Roasting pada pokoknya merupakan unit operasi yang sama: keduanya menggunakan udara yang dipanaskan untuk mengubah eating quality dari bahan

Lebih terperinci

HEAT TRANSFER METODE PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL

HEAT TRANSFER METODE PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL HEAT TRANSFER METODE PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL KELOMPOK II BRIGITA O.Y.W. 125100601111030 SOFYAN K. 125100601111029 RAVENDIE. 125100600111006 JATMIKO E.W. 125100601111006 RIYADHUL B 125100600111004

Lebih terperinci

PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN. ENDRIKA WIDYASTUTI, S.Pt, M.Sc, MP

PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN. ENDRIKA WIDYASTUTI, S.Pt, M.Sc, MP PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN ENDRIKA WIDYASTUTI, S.Pt, M.Sc, MP FOOD SCIENCE AND TECHNOLOGY AGRICULTURAL TECHNOLOGY BRAWIJAYA UNIVERSITY 2011 THE OUTLINE PENDAHULUAN PENGGARAMAN REFERENCES 2 METODE

Lebih terperinci

Sistem pengering pilihan

Sistem pengering pilihan Sistem pengering pilihan Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat menjelaskan alat pengeringan yang khusus (pilihan) Sub Pokok Bahasan 1.Pengering dua tahap 2.Pengering

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat BAB II DASAR TEORI 2.. Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah proses berpindahnya energi dari suatu tempat ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat tersebut. Perpindahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

KAJIAN JURNAL : PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL BATA MERAH PEJAL

KAJIAN JURNAL : PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL BATA MERAH PEJAL KAJIAN JURNAL : PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL BATA MERAH PEJAL Disusun Oleh : Brigita Octovianty Yohana W 125100601111030 Jatmiko Eko Witoyo 125100601111006 Ravendi Ellyazar 125100600111006 Riyadhul

Lebih terperinci

KESETIMBANGAN ENERGI

KESETIMBANGAN ENERGI KESETIMBANGAN ENERGI Soal 1 Tentukan panas spesifik dengan persamaan Siebel dari sari buah dengan jumlah padatan 45%. Jawaban : 2679,5 J / (kg.k) c avg = 837,36 (0,45) + 4186,8 (0,55) Soal 2 Lima kg es

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penurunan Berat selama Pengeringan Bahan pangan yang dikeringkan pada kondisi vakum mengalami penurunan berat pada selang waktu tertentu. Penurunan berat ini disebabkan

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK. Subtitle

PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK. Subtitle PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK Subtitle PENGERTIAN ZAT DAN SIFAT-SIFAT FISIK ZAT Add your first bullet point here Add your second bullet point here Add your third bullet point here PENGERTIAN ZAT Zat adalah

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan diuraikan perhitungan kapasitas infiltrasi dari tiga lokasi pengujian lapangan di DAS Krasak, tiga lokasi tersebut terdiri berdasarkan peta kawasan rawan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada

Lebih terperinci

MEMPELAJARI KINERJA MESlN PENGERING BEKU DAN PENGARUHSUHUKONTROLPERMUKAANBAHANTERHADAP WAKTU PENGERINGAN BEKU PASTA JAHE PUTlH KEClL

MEMPELAJARI KINERJA MESlN PENGERING BEKU DAN PENGARUHSUHUKONTROLPERMUKAANBAHANTERHADAP WAKTU PENGERINGAN BEKU PASTA JAHE PUTlH KEClL \,a c>cq {." [ 8 i-!? "i, 6-> -, '~ MEMPELAJARI KINERJA MESlN PENGERING BEKU DAN PENGARUHSUHUKONTROLPERMUKAANBAHANTERHADAP WAKTU PENGERINGAN BEKU PASTA JAHE PUTlH KEClL (Zingiber officinale var. amarum)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KADAR AIR SAMPEL Pengukuran kadar air sampel dilakukan sebelum pengeringan osmotik, selama pengeringan osmotik dan setelah pengeringan osmotik. Pengukuran kadar air sampel sebelum

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Umum

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Umum BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Umum Pada bab ini akan diuraikan hasil perhitungan kapasitas infiltrasi dari tiga lokasi pengujian lapangan yang telah ditentukan berdasarkan wilayah kawasan rawan

Lebih terperinci

KALOR. Keterangan Q : kalor yang diperlukan atau dilepaskan (J) m : massa benda (kg) c : kalor jenis benda (J/kg 0 C) t : kenaikan suhu

KALOR. Keterangan Q : kalor yang diperlukan atau dilepaskan (J) m : massa benda (kg) c : kalor jenis benda (J/kg 0 C) t : kenaikan suhu KALOR Standar Kompetensi : Memahami wujud zat dan perubahannya Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan peran kalor dalam mengubah wujud zat dan suhu suatu benda serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN IX PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT PADAT (REKRISTALISASI, SUBLIMASI, DAN TITIK LELEH)

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN IX PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT PADAT (REKRISTALISASI, SUBLIMASI, DAN TITIK LELEH) LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN IX PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT PADAT (REKRISTALISASI, SUBLIMASI, DAN TITIK LELEH) OLEH: NAMA : RAMLAH NIM : F1F1 12 071 KELOMPOK KELAS ASISTEN : III : B : FAISAL

Lebih terperinci

BAB SUHU DAN KALOR. Dengan demikian, suhu pelat baja harus ( ,3 0 C) = 57,3 0 C.

BAB SUHU DAN KALOR. Dengan demikian, suhu pelat baja harus ( ,3 0 C) = 57,3 0 C. 1 BAB SUHU DAN KALOR Contoh 7.1 Alkohol etil mendidih pada 78,5 0 C dan membeku pada -117 0 C pada tekanan 1 atm. Nyatakan kedua suhu ini dalam (a) Kelvin, (b) Fahrenheit. a. Sesuai dengan persamaan (7.1)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

EKSPERIMEN 1 FISIKA SIFAT TERMAL ZAT OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2006 Waktu 1,5 jam

EKSPERIMEN 1 FISIKA SIFAT TERMAL ZAT OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2006 Waktu 1,5 jam EKSPERIMEN 1 FISIKA SIFAT TERMAL ZAT OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2006 Waktu 1,5 jam EKSPERIMEN 1A WACANA Setiap hari kita menggunakan berbagai benda dan material untuk keperluan kita seharihari. Bagaimana

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa 1. Perubahan Kadar Air terhadap Waktu Pengeringan buah mahkota dewa dimulai dari kadar air awal bahan sampai mendekati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KENTANG (SOLANUM TUBEROSUM L.) Tumbuhan kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas sayuran yang dapat dikembangkan dan bahkan dipasarkan di dalam negeri maupun di luar

Lebih terperinci

LAMPIRAN I. Tes Hasil Belajar Observasi Awal

LAMPIRAN I. Tes Hasil Belajar Observasi Awal 64 LAMPIRAN I Tes Hasil Belajar Observasi Awal 65 LAMPIRAN II Hasil Observasi Keaktifan Awal 66 LAMPIRAN III Satuan Pembelajaran Satuan pendidikan : SMA Mata pelajaran : Fisika Pokok bahasan : Kalor Kelas/Semester

Lebih terperinci

KONDUKTIVITAS PANAS DAN LAJU PINDAH PANAS PASIR PADA PROSES PENYANGRAIAN KERUPUK

KONDUKTIVITAS PANAS DAN LAJU PINDAH PANAS PASIR PADA PROSES PENYANGRAIAN KERUPUK Konduktivitas Panas dan Laju Pindah Panas Pasir Pada Proses Penyangraian Kerupuk 547 KONDUKTIVITAS PANAS DAN LAJU PINDAH PANAS PASIR PADA PROSES PENYANGRAIAN KERUPUK Jamaluddin 1), Husain Syam 2) dan Kadirman

Lebih terperinci

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN Kegunaan Penyimpangan Persediaan Gangguan Masa kritis / peceklik Panen melimpah Daya tahan Benih Pengendali Masalah Teknologi Susut Kerusakan Kondisi Tindakan Fasilitas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD

BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD Kalor dan Perpindahannya BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD 1. Apa yang dimaksud dengan kalor? 2. Bagaimana pengaruh kalor pada benda? 3. Berapa jumlah kalor yang diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama dalam penyimpanannya membuat salah satu produk seperti keripik buah digemari oleh masyarat. Mereka

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

LAMPIRAN I (TBL. 01) Hasil Belajar Siswa pada Observasi Awal

LAMPIRAN I (TBL. 01) Hasil Belajar Siswa pada Observasi Awal LAMPIRAN I (TBL. 01) Hasil Belajar Siswa pada Observasi Awal No No Induk Jenis Kelamin Skor Ketuntasan > 75 1 8710 P 91 Tuntas 2 8712 L 83 Tuntas 3 8716 L 68 Tidak Tuntas 4 8720 P 59 Tidak Tuntas 5 8721

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI Oleh ILHAM AL FIKRI M 04 04 02 037 1 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

KALOR. Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.

KALOR. Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. KALOR A. Pengertian Kalor Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, pada waktu memasak air dengan menggunakan kompor. Air yang semula dingin lama kelamaan

Lebih terperinci

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB Pasteurisasi susu, jus, dan lain sebagainya. Pendinginan buah dan sayuran Pembekuan daging Sterilisasi pada makanan kaleng Evaporasi Destilasi Pengeringan Dan lain

Lebih terperinci

KALOR. Kelas 7 SMP. Nama : NIS : PILIHAN GANDA. Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat!

KALOR. Kelas 7 SMP. Nama : NIS : PILIHAN GANDA. Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat! KALOR Kelas 7 SMP Nama : NIS : PILIHAN GANDA Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat! 1. Suatu bentuk energi yang berpindah karena adanya perbedaan suhu disebut... a. Kalorimeter b. Kalor c. Kalori

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban TINJAUAN PUSTAKA Mekanisme Pengeringan Udara panas dihembuskan pada permukaan bahan yang basah, panas akan berpindah ke permukaan bahan, dan panas laten penguapan akan menyebabkan kandungan air bahan teruapkan.

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Analisis Kimia.1.1 Kadar Air Hasil analisis regresi dan korelasi (Lampiran 3) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara jumlah dekstrin yang ditambahkan pada

Lebih terperinci

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR Arif Kurniawan Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang; Jl.Raya Karanglo KM. 2 Malang 1 Jurusan Teknik Mesin, FTI-Teknik Mesin

Lebih terperinci

KESETIMBANGAN FASE DALAM SISTEM SEDERHANA (ATURAN FASE)

KESETIMBANGAN FASE DALAM SISTEM SEDERHANA (ATURAN FASE) KESETIMBANGAN FASE DALAM SISTEM SEDERHANA (ATURAN FASE) Kondisi Kesetimbangan Untuk suatu sistem dalam kesetimbangan, potensial kimia setiap komponen pada setiap titik dlam system harus sama. Jika ada

Lebih terperinci

PENGERINGAN BAHAN PANGAN (KER)

PENGERINGAN BAHAN PANGAN (KER) MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA PENGERINGAN BAHAN PANGAN (KER) Disusun oleh: Siti Nuraisyah Suwanda Dr. Dianika Lestari Dr. Ardiyan Harimawan PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI Oleh IRFAN DJUNAEDI 04 04 02 040 1 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pindah Panas dan Massa, Bagian Energi dan Elektrifikasi Departemen Teknik Pertanian IPB. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Setelah melakukan penelitian pengeringan ikan dengan rata rata suhu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Setelah melakukan penelitian pengeringan ikan dengan rata rata suhu 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penurunan Kadar Air Setelah melakukan penelitian pengeringan ikan dengan rata rata suhu ruang pengeringan sekitar 32,30 o C, suhu ruang hasil pembakaran 51,21 0 C dan

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PENGE G RIN I GA G N

KONSEP DASAR PENGE G RIN I GA G N KONSEP DASAR PENGERINGAN Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat menjelaskan konsep dasar pengeringan dan proses Sub Pokok Bahasan Konsep dasar pengeringan Proses

Lebih terperinci

KEGIATAN BELAJAR 6 SUHU DAN KALOR

KEGIATAN BELAJAR 6 SUHU DAN KALOR KEGIATAN BELAJAR 6 SUHU DAN KALOR A. Pengertian Suhu Suhu atau temperature adalah besaran yang menunjukkan derajat panas atau dinginnya suatu benda. Pengukuran suhu didasarkan pada keadaan fisis zat (

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN OVEN BERKAPASITAS 0,5 KG BAHAN BASAH DENGAN PENAMBAHAN BUFFLE UNTUK MENGARAHKAN SIRKULASI UDARA PANAS DI DALAM OVEN

RANCANG BANGUN OVEN BERKAPASITAS 0,5 KG BAHAN BASAH DENGAN PENAMBAHAN BUFFLE UNTUK MENGARAHKAN SIRKULASI UDARA PANAS DI DALAM OVEN RANCANG BANGUN OVEN BERKAPASITAS 0,5 KG BAHAN BASAH DENGAN PENAMBAHAN BUFFLE UNTUK MENGARAHKAN SIRKULASI UDARA PANAS DI DALAM OVEN Oleh : FARIZ HIDAYAT 2107 030 011 Pembimbing : Ir. Joko Sarsetyanto, MT.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Tangerang, 24 September Penulis

KATA PENGANTAR. Tangerang, 24 September Penulis KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan ridhonya kami bisa menyelesaikan makalah yang kami beri judul suhu dan kalor ini tepat pada waktu yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat III. MEODE PENELIIAN A. Waktu dan empat Penelitian dilakukan di Laboratorium Energi Surya Leuwikopo, serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen eknik Pertanian, Fakultas eknologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Proksimat Analisis proksimat adalah salah satu teknik analisis yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik biobriket. Analisis proksimat adalah analisis bahan

Lebih terperinci

Sifat Koligatif Larutan

Sifat Koligatif Larutan Sifat Koligatif Larutan A. PENDAHULUAN Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak bergantung kepada jenis zat, tetapi hanya bergantung pada konsentrasi larutan. Sifat koligatif terdiri dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dalam penelitian pengeringan kerupuk dengan menggunakan alat pengering tipe tray dengan media udara panas. Udara panas berasal dari air keluaran ketel uap yang sudah

Lebih terperinci

Bab IV Data Percobaan dan Analisis Data

Bab IV Data Percobaan dan Analisis Data Bab IV Data Percobaan dan Analisis Data 4.1 Data Percobaan Parameter yang selalu tetap pada tiap percobaan dilakukan adalah: P O = 1 atm Panci tertutup penuh Bukaan gas terbuka penuh Massa air pada panci

Lebih terperinci

LABORATORIUM TERMODINAMIKA DAN PINDAH PANAS PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012

LABORATORIUM TERMODINAMIKA DAN PINDAH PANAS PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012 i KONDUKTIVITAS TERMAL LAPORAN Oleh: LESTARI ANDALURI 100308066 I LABORATORIUM TERMODINAMIKA DAN PINDAH PANAS PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012 ii KONDUKTIVITAS

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air Arif Kurniawan Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang E-mail : arifqyu@gmail.com Abstrak. Pada bagian mesin pendingin

Lebih terperinci

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB Pendahuluan Dalam kehidupan sehari-hari sangat banyak didapati penggunaan energi dalambentukkalor: Memasak makanan Ruang pemanas/pendingin Dll. TUJUAN INSTRUKSIONAL

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGERINGAN BEKATUL Proses pengeringan bekatul dilakukan dengan pengering rak karena cocok untuk bahan padat, suhu udara dapat dikontrol, dan terdapat sirkulator udara. Kipas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2013 sampai September 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian dan di Laboratorium Rekayasa

Lebih terperinci

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak Firman Jaya OUTLINE PENGERINGAN PENGASAPAN PENGGARAMAN/ CURING PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN

Lebih terperinci

BAB VI KANDUNGAN AIR

BAB VI KANDUNGAN AIR SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB VI KANDUNGAN AIR KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

SIFAT SIFAT TERMIS. Pendahuluan 4/23/2013. Sifat Fisik Bahan Pangan. Unit Surface Conductance (h) Latent heat (panas laten) h =

SIFAT SIFAT TERMIS. Pendahuluan 4/23/2013. Sifat Fisik Bahan Pangan. Unit Surface Conductance (h) Latent heat (panas laten) h = /3/3 Pendahuluan SIFAT SIFAT TERMIS Aplikasi panas sering digunakan dalam proses pengolahan bahan hasil pertanian. Untuk dapat menganalisis proses-proses tersebut secara akurat maka diperlukan informasi

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM SATUAN OPERASI II

MODUL PRAKTIKUM SATUAN OPERASI II MODUL PRAKTIKUM SATUAN OPERASI II PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA I. PENGERINGAN A. PENDAHULUAN Pengeringan adalah proses pengeluaran

Lebih terperinci