TINJAUAN PUSTAKA Konsep Eksergi Proses Pembekuan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Konsep Eksergi Proses Pembekuan"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Eksergi Proses Pembekuan Proses pembekuan merupakan kombinasi perpindahan panas, massa, dan momentum secara simultan antara bahan dan media pembekunya. Perpindahan panas tersebut mengakibatkan terjadinya penurunan suhu bahan ketika pelepasan energi bahan tersebut berbentuk panas sensibel. Perpindahan massa dan momentum mengakibatkan penurunan tekanan parsial pada bahan. Proses pembekuan juga dikenal membutuhkan energi yang cukup besar, maka kajian efisiensi eksergi dan energi merupakan bidang kajian yang penting dalam kaitannya dengan penghematan energi. Eksergi didefinisikan sebagai availability, yaitu ketersediaan energi (Moran dan Saphiro, 2003), dan eksergi proses pembekuan merupakan energi berguna yang sekurang-kurangnya harus tersedia agar pembekuan dapat berlangsung. Kehilangan eksergi pada proses pembekuan dengan suhu media pembeku konstan dapat dikurangi melalui pengendalian suhu media pembeku masing-masing tahap proses pembekuan sebagaimana dinyatakan oleh Bruttini et al (2001) dan Tambunan et al (2003). Faktor yang mempengaruhi kehilangan eksergi adalah suhu awal, suhu lingkungan, suhu media pembeku, panas yang dipindahkan dan perubahan entropi. Efisiensi hukum II termodinamika merupakan perbandingan antara eksergi yang dipindahkan dengan eksergi input. Bruttini et al (2001) melakukan analisis eksergi pada tiap tahap pembekuan menggunakan bahan larutan Manitol dengan berbagai kadar air dan suhu media pembeku. Kehilangan eksergi pada proses pembekuan dipengaruhi oleh kadar air dan suhu media pembeku yang digunakan (Tabel 1). Pembekuan dengan kadar air tinggi akan menurunkan kehilangan eksergi totalnya. Dan peningkatan suhu media pembeku tahap I sebesar 5 derajat Kelvin dari 253 K, juga akan menurunkan kehilangan eksergi totalnya.

2 8 Sebagaimana disajikan pada Tabel 1, jika suhu tahap I dinaikan 5 derajat Kelvin, dari K menjadi K, maka kehilangan eksergi tahap I turun dari kj menjadi kj dan tahap II juga turun dari kj menjadi kj. Secara keseluruhan, kehilangan eksergi turun sebesar 139 kj. Dan disimpulkan dari Tabel 1 bahwa peningkatan suhu media pembeku tahap I sebesar 5 Kelvin akan meningkatan efisiensi eksergi pembekuan larutan Mannitol sekitar 7 hingga 7.2 % yang semula % naik menjadi sekitar %. Tambunan et al (2003) melakukan analisis eksergi pada pembekuan ayam broiler dan ikan patin. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa efisiensi eksergi pembekuan dengan suhu media pembeku konstan (antara -40 C sampai -42 C) untuk produk ayam broiler adalah sekitar 24.3 % dan untuk produk ikan patin adalah sekitar 40.4 %. Sedangkan efisiensi energi untuk pembekuan ayam broiler adalah 4.1 % dan ikan patin adalah 1.6 %. Hal ini menunjukkan bahwa pembekuan tersebut masih belum efisien. Analisis eksergi bertujuan untuk mencari lokasi pada proses yang energinya tidak efisien. Penggunaan energi yang besar terjadi dalam proses pembekuan terutama pada tahap I, dimana suhu media pembekunya terlalu rendah, sedangkan penurunan suhu maksimum hanya sampai titik beku bahan, sehingga penggunaan suhu media pembeku yang terlalu rendah akan sangat tidak efektif. Sedangkan pada tahap II, terjadi pelepasan panas laten yang hanya merubah fase bahan, tetapi tidak menyebabkan penurunan suhu, sehingga penggunaan suhu media pembeku yang terlalu rendah sangat tidak efisien. Dari Tambunan et al (2003) diketahui bahwa persentase kehilangan eksergi pada tahap I dan tahap II antara % dan % dari total kehilangan eksergi pembekuan ikan patin dan ayam broiler dengan sistem pembekuan konvensional, seperti ditunjukkan pada Tabel 2. Dengan demikian pembekuan dengan suhu media pembeku yang bertahap pada masing-masing tahap proses pembekuan mampu meningkatkan efisiensi eksergi.

3 9 Tabel 1 Hasil analisis eksergi pada pembekuan larutan Mannitol (m bk = 1 kg) dengan suhu awal bahan K, suhu perubahan fase K dan suhu akhir bahan K 1] Tabel 2 Persentase kehilangan eksergi pada masing-masing tahap pembekuan terhadap kehilangan eksergi total yang diolah dari data pembekuan ikan patin dan ayam broiler 1] Bahan pangan Rata-rata Persentase kehilangan eksergi (%) Pre-cooling Freezing Sub-cooling Ikan patin Ayam broiler ] sumber: Tambunan et al (2003) Konsep Keseimbangan Energi, Entropi, dan Eksergi Berdasarkan kaidah termodinamika pertama dinyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan (hukum kekekalan energi). Energi hanya mengalami perubahan bentuk, misalnya energi mekanis berubah menjadi energi termal. Sistem dapat mengalami perubahan keadaan dari keadaan satu ke keadaan lain yang seimbang, dan selama sistem tersebut berubah, ia dapat menyerap atau melepaskan energinya. Keadaan seimbang adalah suatu keadaan dimana tidak terjadi lagi perubahan baik di dalam sistem maupun dengan lingkungannya (Ahern, 1980). Sebagaimana disajikan pada Gambar 2, energi yang keluar dari suatu sistem termal sebanding dengan energi yang tersimpan dan energi yang memasuki sistem tersebut. Berbeda dengan entropi, entropi yang memasuki

4 10 sistem lebih kecil daripada entropi yang keluar dari sistem karena entropi keluar sistem bertambah dengan adanya pertumbuhan entropi. Sebaliknya, eksergi yang memasuki sistem sebagai eksergi input lebih besar daripada eksergi yang keluar dari sistem, karena adanya kehilangan dan kehancuran eksergi karena eksergi dikonsumsi oleh peningkatan entropi (Shukuya, 2002). Gambar 2 Aliran masuk dan keluar dari energi, eksergi dan entropi pada sistem. Energi yang masuk dan keluar pada kondisi steadi adalah sama. Sejumlah entropi yang keluar lebih besar dari pada entropi masuk, menurut hukum peningkatan entropi, dan sejumlah eksergi yang keluar selalu lebih kecil daripada eksergi yang masuk setelah dikonsumsi oleh peningkatan entropi (Shukuya, 2002). Pengertian Pembekuan Pembekuan berarti pemindahan panas dari bahan yang disertai dengan perubahan fase dari cair ke padat (Tambunan, 1999). Syarief dan Kumendong (1992) menyatakan bahwa pembekuan adalah kegiatan menurunkan suhu bahan pangan di bawah suhu titik bekunya. Dengan membekunya sebagian

5 11 kandungan air bahan atau dengan terbentuknya es (ketersediaan air menurun), maka kegiatan enzim dan jasad renik dapat dihambat atau dihentikan sehingga dapat mempertahankan mutu bahan pangan. Kandungan air dalam bahan selama pembekuan akan berubah wujud menjadi kristal es. Terbentuknya kristal es dalam bahan pangan dipengaruhi oleh suhu media pembekunya (Fellows, 1992) sebagaimana terlihat pada Gambar 3. Gambar 3 Pembentukan es pada pembekuan dengan suhu media pembeku yang berbeda (Fellows, 1992). Faktor penting dalam pembekuan bahan pangan adalah laju pembekuan. Laju pembekuan cepat menghasilkan mutu produk yang lebih baik daripada pembekuan lambat (Tressler, 1981). Pembekuan cepat menyebabkan kristal es yang terbentuk pada produk beku akan lebih kecil dan tidak merusak dinding sel, sehingga ketika dicairkan kembali, tekstur bahan tidak rusak. Dengan demikian, mutu hasil pembekuan masih mendekati bahan pangan segar walaupun tidak dapat dibandingkan dengan mutu hasil pendinginan.

6 12 Macam-macam Metode Pembekuan Tiga metode dalam pembekuan bahan pangan menurut Desrosier dan Tessler (1977) adalah (1) pembekuan langsung dengan pencelupan dalam media yang sangat dingin, (2) pembekuan tidak langsung dimana pembekuan yang tidak berhubungan langsung dengan refrigeran. Pembekuan Langsung Pembekuan langsung dengan pencelupan dalam media yang sangat dingin merupakan metode pembekuan dengan memanfaatkan bahan-bahan kriogenik, yaitu bahan yang mempunyai suhu yang sangat rendah pada tekanan atmosfir. Bahan yang akan dibekukan disentuhkan langsung dengan bahan kriogenik tersebut sehingga metode ini sering disebut dengan pembekuan kriogenik (Heldmand dan Lund, 1992). Beberapa bahan kriogenik menurut Fellows (1992) adalah nitorgen cair, CO 2, dan Freon 12. Metode pembekuan kontak langsung dengan refrigeran seperti Gambar 4 dikenal lebih efektif daripada pembekuan lainnya, tetapi konsumsi energinya sangat besar, sehingga biayanya masih mahal. Metode kontak tidak langsung menjadi alternatif, selain konsumsi energinya yang lebih rendah daripada kontak langsung, metode ini juga lebih aman terhadap bahan, karena refrigeran bersirkulasi dalam evaporator dan tak langsung mengenai bahan yang dibekukan, melainkan menggunakan media kontak (Heldmand dan Lund, 1992). Nitrogen cair mempunyai nilai konduktivitas termal 0.29 W/mK. Nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai konduktivitas termal CO 2 maupun R-12 yang masing-masing hanya 0.19 W/mK dan W/mK. Proses pembekuan dengan nitrogen cair disajikan dalam Gambar 5.

7 13 Refrigeran Produk Gambar 4 Pembekuan kontak langsung dengan refrigeran (Heldmand dan Lund, 1992). Gambar 5 Metode Pembekuan dengan Nitrogen Cair (Fellows, 1992).

8 14 Pembekuan Tidak Langsung 1. Pembekuan lempeng sentuh Terisolasi dari lingkungan luar Bahan pangan (a) Gambar 6 Metode pembekuan lempeng sentuh dengan (a) satu lempeng, dan (b) dua lempeng sentuh yang diberi tekanan saling berlawanan. (Heldmand dan Lund, 1992). Plat Refrigeran Tekanan Bahan pangan Tekanan (b) Plat Kemasan Plat Pembekuan dengan lempeng sentuh dilakukan dengan dua metode, yaitu, bahan yang didinginkan diletakkan di atas suatu plat atau lempengan (Gambar 6a), sedang metode yang lain dilakukan dengan menempatkan bahan yang didinginkan diantara dua buah lempengan (Gambar 6b). Sistem lempeng sentuh ini umumnya menggunakan sistem refrigerasi kompresi uap dengan evaporator dari sistem tersebut berbentuk lempeng. 2. Pembekuan Dengan Hembusan Udara Dingin Metode pembekuan ini menggunakan udara dingin berkecepatan tinggi yang dialirkan melalui koil pendingin dan disirkulasikan didalam ruang pembeku. Metode pembekuan ini terdiri dari bermacam-macam tipe mulai dari yang berbentuk lemari es biasa hingga yang berbentuk terowongan. Pengembangan peralatan pembeku jenis ini menghasilkan peralatan pembeku lainnya, diantaranya: (ASHRAE, 1994). Air Impigment Blast Freezer, Peralatan ini merupakan modifikasi dari air blast freezer dengan semburan udara berkecepatan tinggi langsung ke permukaan bahan yang bertujuan untuk menyibak lapisan batas udara di permukaan bahan, sehingga kofisien pindah panas permukaan lebih maksimal.

9 15 Laju pembekuan yang dapat dicapai lebih cepat dari metode air blast dan kehilangan air dari permukaan lebih rendah. Fluidized Bed Freezer, Peralatan pada metode pembekuan ini dilengkapi dengan suatu sistem khusus yang dapat menimbulkan getaran-getaran yang bertujuan untuk mengapungkan bahan sehingga mempercepat proses pembekuan. Perpindahan panas selama pembekuan produk dipengaruhi oleh sifatsifat termodinamik dari bahan dan koefisien pindah panas media pembekunya, menurut Heldman dan Singh (1981) koefisien pindah panas tercepat adalah nitrogen cair dan terlambat adalah dengan sirkulasi udara alamiah. Sedangkan metode lempeng sentuh memiliki koefisien pindah panas (56 W/mK) yang lebih besar dibanding hembusan udara (22 W/mK). Oleh sebab itu, pembekuan bahan dengan media pembeku lempeng sentuh dapat berlangsung lebih cepat daripada hembusan udara, karena koefisien pindah panas lempeng sentuh sekitar dua kali lipat lebih besar dari hembusan udara. Sistem pembekuan konvensional dengan berbagai metode pembekuan di atas menggunakan sistem pembekuan suhu tetap dengan koefisien pindah panas antara 5 W/mK (sirkulasi alamiah) hingga 170 W/mK (Nitrogen Cair) selama membekukan bahan (Heldmand dan Lund, 1992), sebelum bahan tersebut disimpan dalam ruang penyimpanan beku. Proses Pembekuan Proses pembekuan adalah proses penurunan suhu bahan pangan hingga mencapai titik bekunya sebelum bahan disimpan pada suhu penyimpanan -18 o C atau lebih rendah (Dossat, 1981). Penurunan suhu di bawah titik beku akan segera berlangsung setelah sekitar tiga per empat bagian air berubah fase menjadi es. Pada saat itu, sebagian air dalam bahan telah membeku, tetapi sebagian lain masih berada dalam keadaan cair. Fraksi air yang dapat membeku disebut air bebas dan fraksi air yang tak dapat membeku disebut air

10 16 terikat (Heldmand dan Lund, 1992). Besarnya fraksi air terikat akan berkurang dengan menurunnya suhu. Menurut Desrosier (1988), keseluruhan air dalam bahan akan membeku jika suhu bahan berada di bawah o C. Kandungan air terikat pada bahan tergantung dari jenis bahannya, karena setiap bahan memiliki kandungan air terikat yang berbeda. Sebagai contoh pada daging sapi masih ada sekitar % air terikat yang tak beku pada suhu -40 o C (Riedel, 1956 dalam Heldman dan Singh, 1981). Air bebas adalah air yang menunjukkan sifat-sifat fisis dan kimia yang sesuai dengan kondisi larutannya. Pengurangan air bebas dalam bahan pangan diharapkan dapat memperbaiki kualitas bahan pangan yang dibekukan (Desrosier, 1988). Proses pembekuan dapat dibagi menjadi tiga fase proses pembekuan (Mascheroni et al, 1982; De Michelis dan Calvelo, 1982). (1) Fase Precooling, yaitu penurunan suhu awal bahan hingga mencapai titik bekunya, yang selanjutnya disebut tahap I. (2) Fase Freezing, yaitu perubahan fase bahan yang disertai pelepasan panas laten bahan, yang selanjutnya disebut tahap II. (3) Fase Sub-Cooling, yaitu penurunan suhu bahan dibawah titik bekunya sebelum bahan tersebut disimpan, yang selanjutnya disebut tahap III. Proses pembekuan dengan suhu tetap merupakan proses pembekuan konvensional yang menggunakan suhu media pembeku tetap dari awal hingga akhir pembekuan. Menurut Fellows (1992), pembekuan bahan pangan terbagi menjadi enam tahap seperti ditunjukkan pada Gambar 7. Bahan pangan didinginkan hingga mencapai suhu di bawah titik bekunya (AS). Pada titik S, air masih berada pada fase cair meskipun suhunya berada di bawah titik bekunya (supercooling). Setelah itu terjadi peningkatan sementara suhu yang diakibatkan oleh adanya pelepasan panas laten bahan (SB). Pada tahap BC, terjadi penurunan titik beku bahan dengan semakin meningkatnya konsentrasi larutan air yang tak terbekukan pada periode pembentukan kristal es. Pelepasan panas laten kristalisasi mengakibatkan peningkatan suhu sampai mencapi suhu eutectic dari komponen tersebut (CD). Suhu eutectic adalah suhu pada saat terjadinya kesetimbangan antara padatan bahan dengan cairan

11 17 yang berada di dalam bahan tersebut (liquid-solid-solid equilibria) (Smith et al, 2001). Kristalisasi air dan larutan pada bahan pangan terus berlangsung (DE) yang dilanjutkan dengan penurunan suhu bahan pangan turun hingga mencapai suhu penyimpanan (EF). A S B C D E I II III F Gambar 7 Skema pembekuan bahan pangan (Fellows, 1992). Laju Pembekuan Pertimbangan utama yang berhubungan dengan mutu hasil pembekuan bahan pangan adalah laju pembekuan. Karena laju pembekuan tidak saja menentukan struktur akhir produk beku, tetapi juga mempengaruhi lama pembekuan (Heldman dan Singh, 1981). Bahkan menurut Tambunan et al (2003), pembekuan cepat menghasilkan struktur kristal es yang kecil dan seragam dan mendekati sifat-sifat segarnya bila dicairkan kembali. Tressler et al (1981) juga menyatakan bahwa keuntungan utama pembekuan cepat adalah (1) ukuran kristal es yang terbentuk lebih kecil, sehingga kerusakan sel yang terjadi lebih sedikit, (2) waktu/perioda pembekuan lebih singkat sehingga difusi garam dan pemisahan air dalam pembentukan es tidak terlalu banyak,

12 18 (3) suhu produk akan lebih cepat turun dari kondisi yang dapat menyebabkan perkembangan bakteri dan jamur, sehingga dapat mencegah proses pembusukan saat pembekuan. Lembaga Refrigerasi Internasional (International Institute of Refrigeration) mendefinisikan bahwa laju pembekuan bahan pangan adalah perbandingan antara jarak minimum dari permukaan terhadap pusat panas dengan waktu yang dibutuhkan pusat panas bahan pangan mencapai suhu -5 C dari suhu pada permukaan bahan pangan 0 C (Heldman and Singh, 1981). Pusat panas bahan adalah titik pada produk yang paling lambat membeku (Long, 1955 dalam Heldman and Singh, 1981). Laju pembekuan dibedakan menjadi lima kategori, menurut Robinson dalam Ruliyana (2004), yaitu: (1) Pembekuan sangat lambat, laju pembekuannya kurang dari 0.1 cm/jam, (2) Pembekuan lambat, laju pembekuan antara 0.1 sampai 0.3 cm/jam, (3) Pembekuan normal, laju pembekuan antara 0.3 sampai 1 cm/jam, (4) Pembekuan cepat, laju pembekuan antara 1 sampai 10 cm/jam, dan (5) Pembekuan sangat cepat, laju pembekuan lebih dari 10 cm/jam. Sedangkan King (1971) membagi laju pembekuan menjadi tiga bagian, yaitu: (1) Pembekuan lambat, jika waktu pembekuan adalah 30 menit atau lebih untuk 1 cm bahan yang dibekukan, (2) Pembekuan sedang, jika waktu pembekuan adalah menit atau lebih untuk 1 cm bahan yang dibekukan dan, (3) Pembekuan cepat, jika waktu pembekuan adalah kurang dari 20 menit untuk 1 cm bahan yang dibekukan. Prinsip dasar dari semua pembekuan cepat adalah waktu yang dibutuhkan untuk pengambilan panas dari bahan pangan lebih cepat untuk kondisi bahan yang sama. Metode ini meliputi pembekuan dengan pencelupan langsung bahan pangan ke dalam media pendingin, dalam hembusan cepat udara dingin, dengan kontak sentuh langsung dengan lempeng pembeku, dan pembekuan dengan nitrogen ataupun karbondioksida cair.

13 19 Berhubungan dengan waktu pembekuan, Planck (1941) dalam Pham (1991) telah menurunkan persamaan laju pembekuan (persamaan 1 s.d 6): Asumsi yang digunakan adalah (Planck (1941) dalam Pham, 1986): 1. Tidak ada efek panas sensibel (quasi steady state). 2. Tahap perubahan fase hanya menggunakan suhu tunggal T b. 3. Sampel berbentuk kubus. 4. Perpindahan panas hanya terjadi pada arah vertikal dari permukaan atas (tak beku) menuju permukaan bawah. 5. Suhu lapisan beku dianggap seragam dan sama dengan suhu permukaan perbatasan beku dengan tak beku. 6. Perpindahan panas di dalam bahan hanya terjadi secara konduksi. Beku a Tak beku q konveksi q konduksi Gambar 8 Ilustrasi skematik pembekuan satu-dimensi bahan (Heldman dan Singh, 1981). 1. Perpindahan Panas Konduksi dalam bahan: ( ) ka q = T 1 T mf...1) x 2. Perpindahan Panas Konveksi dari udara sekitar ke permukaan bahan: ( ) q = h A T...2) c T 1 3. Laju perpindahan panas pada saat perubahan fase air dalam bahan: dx q = Aρ h fp dt...3) Pengaturan kembali tiga persamaan di atas menghasilkan: 1 h c + x ( dx = k T h fp T mf ρ ) dt...4)

14 20 Integrasi persamaan tersebut dari 0 sampai tinggi a, dimana a adalah tebal sampel menghasilkan persamaan berikut: Penyelesaian persamaan tersebut menjadi: x h c a x 2 k a 0 = T h fp T mf ρ t t 0 F...5) t F = T ρ mf h fp T a a k c h...6) Pengembangan persamaan Plank s tersebut dilakukan oleh Pham mulai tahun 1984 hingga 1986 hingga dihasilkan suatu metode sederhana untuk menduga waktu pembekuan bahan pangan, yaitu: (Pham, 1986) V H1 H 2 t F = ( 1+ Bi s / 4) ha + T1 T...7) 2 T = T T...8) mm b ( T ) = P1 1 T mm mf H1 C...9) ( T ) H...10) 2 = hl + C P2 mm Tb T ( T + T ) 1 mm 1 = Tmf...11) 2 T 2 = T mm T mf...12) Laju pembekuan sebagaimana dinyatakan oleh International Institute of Refrigeration (IIR), 1971 adalah: Lp = a * / t F (cm/jam)...13) Sel-sel hidup banyak mengandung air, sering kali sampai dua pertiga atau lebih dari jumlah beratnya. Di dalam air banyak terlarut senyawa organic dan anorganik, termasuk garam, gula, dan asam dalam bentuk larutan, juga termasuk molekul organik yang lebih kompleks seperti protein dalam bentuk suspensi koloidal. Perubahan-perubahan fisik, kimia dan biologis yang terjadi

15 21 di dalam bahan pangan selama pembekuan dan pencairan merupakan proses yang sangat kompleks dan belum seluruhnya diketahui. Walaupun demikian sangat bermanfaat mempelajari perilaku perubahan-perubahan ini agar dapat dirancang suatu metode pembekuan bahan pangan yang tepat. Titik beku suatu larutan akan lebih rendah daripada zat pelarut murni sehingga titik beku bahan pangan juga lebih rendah daripada air murni. Bahan pangan dengan kandungan air yang tinggi akan membeku pada suhu antara 0 C dan -2 C. Selama berlangsung perubahan fase, penurunan suhu bahan pangan tersebut sangat sedikit sampai sebagian besar dari bahan pangan tersebut membeku, dan setelah beberapa waktu suhu akan mendekati media pembeku. Pembekuan Daging Sapi Pembekuan daging sapi dapat mempertahankan kesegaran dan memperpanjang masa simpan daging tersebut (Desrosier et al, 1977). Semakin rendah suhu lingkungan, aktivitas mikroorganisme dan sistem enzim semakin berkurang (Heldman dan Singh, 1981). Menurut Desrosier (1988) pada suhu sekitar 0 C sampai 5 C, laju respirasi dan laju pertumbuhan mikroorganisme menjadi lebih lambat. Semakin rendah suhu, waktu yang dibutuhkan bakteri untuk berkembang biak semakin lama. Sehingga penggunaan suhu rendah merupakan metode pengawetan pangan yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan memperlambat laju respirasi bahan pangan. Tiga golongan bakteri berdasarkan suhu pertumbuhan optimumnya, yaitu: Thermophilik, Mesophilik, dan Psikrophilik. Pada umumnya, bakteri yang menyebabkan kerusakan daging adalah bakteri Mesophilik, yakni bakteri dengan suhu pertumbuhan optimum antara 25 C sampai 40 C (Pelczar (1965) dalam Angkoso, 1990). Setiap mikroorganisme mempunyai suhu batas minimum, dimana pada suhu tersebut mikroorganisme tidak dapat tumbuh, atau masih dapat tumbuh dengan laju pertumbuhan yang sangat lambat dan

16 22 tidak kontinyu. Suhu batas bakteri Mesophilik adalah sekitar 15 C. Daging juga dapat mengandung bakteri Psikrophilik yang masih dapat tumbuh pada suhu 0 C atau lebih rendah, tetapi pertumbuhan optimumnya adalah pada suhu 20 C samapi 30 C. Perhitungan Sifat-sifat Termofisik Bahan Pangan Menurut Rao dan Rizvi (1995), bahan pangan mengalami perubahan fase pada suhu -1 hingga -3 C. Pada kondisi tersebut massa air yang terdapat dalam bahan adalah: KA m =...14) 100 air m p Massa bahan kering adalah selisih antara massa produk (m p ) dengan massa air (m air ), yaitu: m bk = m m...15) p air Variabel y adalah perbandingan antara massa air dengan massa bahan kering, dan kadar padatan (KP) adalah kandungan massa bahan kering yang terdapat di dalam produk. m air y =...16) mbk mbk KP = 100%...17) m p Fraksi mol air tak beku pada suhu beku bahan dinyatakan oleh Xa, dan fraksi mol air tak beku pada suhu titik beku bahan dinyatakan oleh Xa Persamaan yang menyatakan Xa dan Xa adalah sebagai berikut: H fw BMa 1 1 R 273 T2 = exp Xa...18) H fw BM a 1 1 R 273 Tfp Xa = exp...19)

17 23 Fraksi mol air Xa berguna untuk menghitung berat molekul produk padatan (BM p ). Persamaan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut: BM p ( Xa )( KP)( BM a ) =...20) ( KA)(1 Xa ) Dimana %m f ditentukan dari persamaan berikut: % m unf Xa KP BM air =...21) BM (1 Xa) % m s f = KA % m unf...22) Selanjutnya, nilai γ dapat ditentukan menggunakan persamaan 31 pada bab Bahan dan Metode. Pengaruh Pembekuan Terhadap Terbentuknya Kristal Es Pengaruh pembekuan terhadap terbentuknya kristal es telah diteliti oleh Gab-Soo Do, et al (2004), bahwa pembekuan cepat menghasilkan kristal es yang kecil, seperti ditunjukkan pada Gambar 9. Pada saat suhu bahan berada dibawah titik beku, terdapat dua macam air dalam bahan, yaitu air terikat dan air bebas. Air terikat dianggap sebagai air yang tidak dapat membeku pada suhu C, sedangkan air bebas adalah air yang menunjukkan sifat-sifat fisis dan kimia yang sesuai dengan kondisi larutannya (Heldman dan Singh, 1980). Fraksi air bebas membentuk kristal es lebih cepat dibandingkan fraksi air terikat. Dengan terbentuknya kristal es, maka fraksi air terikat semakin berkurang dengan menurunnya suhu.

18 Gambar 9 Pengaruh pembekuan terhadap bentuk kristal es (Gab-Soo Do et al, 2004), kristal es lebih besar pada pembekuan lambat (kiri) dan kristal es lebih kecil pada pembekuan cepat (kanan). 24

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Mesin Pembeku Eksergetik Pengujian pergerakan bahan pada proses pembekuan produk dengan kecepatan pergerakan bahan dari.95 cm/min mencapai 7.6 cm/min. Arah pergerakan produk adalah

Lebih terperinci

PEMBEKUAN. AINUN ROHANAH Fakultas Pertanian Jurusan Teknologi Program Studi Mekanisasi Universitas Sumatera Utara

PEMBEKUAN. AINUN ROHANAH Fakultas Pertanian Jurusan Teknologi Program Studi Mekanisasi Universitas Sumatera Utara PEMBEKUAN AINUN ROHANAH Fakultas Pertanian Jurusan Teknologi Program Studi Mekanisasi Universitas Sumatera Utara Pembekuan merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan dengan cara membekukan bahan pada

Lebih terperinci

Pembekuan. Shinta Rosalia Dewi

Pembekuan. Shinta Rosalia Dewi Pembekuan Shinta Rosalia Dewi Pembekuan Pembekuan merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan dengan cara membekukan bahan pada suhu di bawah titik beku pangan tersebut. Dengan membekunya sebagian kandungan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Beku

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Beku II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Beku Pengeringan beku telah dikenal dan diakui sebagai metode pengeringan yang dapat memberikan mutu hasil pengeringan paling baik dibandingkan metode pengeringan lainnya

Lebih terperinci

Blansing kemudian pembekuan Ditambahkan saus, keuntungannya : - memperbaiki flavor - menutupi off flavor - mencegah oksidasi - menambah kemudahan

Blansing kemudian pembekuan Ditambahkan saus, keuntungannya : - memperbaiki flavor - menutupi off flavor - mencegah oksidasi - menambah kemudahan A. Sayuran Blansing kemudian pembekuan Ditambahkan saus, keuntungannya : - memperbaiki flavor - menutupi off flavor - mencegah oksidasi - menambah kemudahan B. Buah-buahan Umumnya tanpa blansing Diberi

Lebih terperinci

KAJIAN EKSERGI SISTEM PEMBEKUAN TEMULAWAK DENGAN SUHU MEDIA PEMBEKU BERTAHAP PADA MESIN PEMBEKU TIPE LEMPENG SENTUH TIARA ETIKA S.

KAJIAN EKSERGI SISTEM PEMBEKUAN TEMULAWAK DENGAN SUHU MEDIA PEMBEKU BERTAHAP PADA MESIN PEMBEKU TIPE LEMPENG SENTUH TIARA ETIKA S. KAJIAN EKSERGI SISTEM PEMBEKUAN TEMULAWAK DENGAN SUHU MEDIA PEMBEKU BERTAHAP PADA MESIN PEMBEKU TIPE LEMPENG SENTUH TIARA ETIKA S. DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PEMBEKUAN PEMBEKUAN PEMBEKUAN 10/4/2012

PEMBEKUAN PEMBEKUAN PEMBEKUAN 10/4/2012 PEMBEKUAN PEMBEKUAN Tujuan menurunkan suhu sampai batas titik tertentu yang dapat menghambat proses deteriorasi oleh mikroba sehingga diperoleh produk yang lebih awet. Dewi Maya Maharani PEMBEKUAN Mekanisme

Lebih terperinci

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN II Disusun oleh : Nur Aini Condro Wibowo Rumpoko Wicaksono UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pindah Panas dan Massa, Bagian Energi dan Elektrifikasi Departemen Teknik Pertanian IPB. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

SKRIPSI KAJIAN ENERGI DAN EKSERGI PEMBEKUAN DAGING SAPI MENGGUNAKAN MESIN PEMBEKU TIPE LEMPENG SENTUH DENGAN SUHU PEMBEKUAN BERTINGKAT

SKRIPSI KAJIAN ENERGI DAN EKSERGI PEMBEKUAN DAGING SAPI MENGGUNAKAN MESIN PEMBEKU TIPE LEMPENG SENTUH DENGAN SUHU PEMBEKUAN BERTINGKAT SKRIPSI KAJIAN ENERGI DAN EKSERGI PEMBEKUAN DAGING SAPI MENGGUNAKAN MESIN PEMBEKU TIPE LEMPENG SENTUH DENGAN SUHU PEMBEKUAN BERTINGKAT Oleh : SOLEH KURNIAWAN R.A.C F14050263 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

KAJIAN ENERGI PEMBEKUAN DAGING SAPI MENGGUNAKAN MESIN PEMBEKU TIPE LEMPENG SENTUH DENGAN SUHU PEMBEKUAN BERUBAH ANICA ROSALINA GIRSANG

KAJIAN ENERGI PEMBEKUAN DAGING SAPI MENGGUNAKAN MESIN PEMBEKU TIPE LEMPENG SENTUH DENGAN SUHU PEMBEKUAN BERUBAH ANICA ROSALINA GIRSANG KAJIAN ENERGI PEMBEKUAN DAGING SAPI MENGGUNAKAN MESIN PEMBEKU TIPE LEMPENG SENTUH DENGAN SUHU PEMBEKUAN BERUBAH ANICA ROSALINA GIRSANG DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PEMBEKUAN PEMBEKUAN Tujuan

PEMBEKUAN PEMBEKUAN Tujuan PEMBEKUAN PEMBEKUAN Tujuan menurunkan suhu sampai batas titik tertentu yang dapat menghambat proses deteriorasi oleh mikroba sehingga diperoleh produk yang lebih awet. 1 PEMBEKUAN Mekanisme Pembekuan :

Lebih terperinci

KESETIMBANGAN ENERGI

KESETIMBANGAN ENERGI KESETIMBANGAN ENERGI Landasan: Hukum I Termodinamika Energi total masuk sistem - Energi total = keluar sistem Perubahan energi total pada sistem E in E out = E system Ė in Ė out = Ė system per unit waktu

Lebih terperinci

Teti Estiasih - THP - FTP - UB

Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1 2 Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan sehingga daya simpan dapat diperpanjang Perpanjangan daya simpan terjadi karena aktivitas m.o. dan enzim menurun

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan, mulai bulan Maret 2009 dan berakhir pada bulan Juli 2009 dan dilakukan di Laboratorium Pindah Panas dan Massa Departemen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi jenis ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) secara sepintas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi jenis ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) secara sepintas BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Klasifikasi Ikan Cakalang Morfologi jenis ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) secara sepintas memiliki ukuran tubuh yang relatif besar, panjang tubuh sekitar 25cm dan

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

TIM DOSEN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

TIM DOSEN UNIVERSITAS BRAWIJAYA TIM DOSEN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan sehingga daya simpan dapat diperpanjang Perpanjangan daya simpan terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

9/17/ KALOR 1

9/17/ KALOR 1 9. KALOR 1 1 KALOR SEBAGAI TRANSFER ENERGI Satuan kalor adalah kalori (kal) Definisi kalori: Kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur 1 gram air sebesar 1 derajat Celcius. Satuan yang lebih sering

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH. Oleh : ROSIDA, S.TP,MP

PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH. Oleh : ROSIDA, S.TP,MP PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH Oleh : ROSIDA, S.TP,MP PENDINGINAN (Cooling / Refrigerasi) : Adalah penyimpanan bahan pangan (Nabati/Hewani) diatas suhu titik beku tetapi kurang dari 15oC Pendinginan merupakan

Lebih terperinci

perubahan baik fisik maupun kimiawi yang dikehendaki ataupun yang tidak dikehendaki. Di samping itu, setelah melalui proses pengolahan, makanan tadi

perubahan baik fisik maupun kimiawi yang dikehendaki ataupun yang tidak dikehendaki. Di samping itu, setelah melalui proses pengolahan, makanan tadi i Tinjauan Mata Kuliah P roses pengolahan pangan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sejak zaman dahulu kala, manusia mengenal makanan dan mengolahnya menjadi suatu bentuk

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN MUTU IKAN SEGAR SECARA SENSORI, KIMIAWI, DAN MIKROBIOLOGI. Oleh : Rendra Eka A

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN MUTU IKAN SEGAR SECARA SENSORI, KIMIAWI, DAN MIKROBIOLOGI. Oleh : Rendra Eka A FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN MUTU IKAN SEGAR SECARA SENSORI, KIMIAWI, DAN MIKROBIOLOGI Oleh : Rendra Eka A 1. Kemunduran mutu ikan segar secara sensori umumnya diukur dengan metode sensori

Lebih terperinci

KESETIMBANGAN FASE DALAM SISTEM SEDERHANA (ATURAN FASE)

KESETIMBANGAN FASE DALAM SISTEM SEDERHANA (ATURAN FASE) KESETIMBANGAN FASE DALAM SISTEM SEDERHANA (ATURAN FASE) Kondisi Kesetimbangan Untuk suatu sistem dalam kesetimbangan, potensial kimia setiap komponen pada setiap titik dlam system harus sama. Jika ada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB Pendahuluan Dalam kehidupan sehari-hari sangat banyak didapati penggunaan energi dalambentukkalor: Memasak makanan Ruang pemanas/pendingin Dll. TUJUAN INSTRUKSIONAL

Lebih terperinci

PEMBEKUAN PEMBEKUAN PEMBEKUAN 10/15/2012

PEMBEKUAN PEMBEKUAN PEMBEKUAN 10/15/2012 PEMBEKUAN PEMBEKUAN Tujuan menurunkan suhu sampai batas titik tertentu yang dapat menghambat proses deteriorasi oleh mikroba sehingga diperoleh produk yang lebih awet. Dewi Maya Maharani PEMBEKUAN Mekanisme

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN MESIN PEMBEKU TIPE LEMPENG SENTUH DENGAN SUHU MEDIA PEMBEKU BERTAHAP DENY FRAHMANA PUTRA SITUMORANG

RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN MESIN PEMBEKU TIPE LEMPENG SENTUH DENGAN SUHU MEDIA PEMBEKU BERTAHAP DENY FRAHMANA PUTRA SITUMORANG RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN MESIN PEMBEKU TIPE LEMPENG SENTUH DENGAN SUHU MEDIA PEMBEKU BERTAHAP DENY FRAHMANA PUTRA SITUMORANG DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama dalam penyimpanannya membuat salah satu produk seperti keripik buah digemari oleh masyarat. Mereka

Lebih terperinci

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan MEKANISME By : Dewi Maya Maharani Pengeringan Prinsip Dasar Pengeringan Proses pemakaian panas dan pemindahan air dari bahan yang dikeringkan yang berlangsung secara serentak bersamaan Konduksi media Steam

Lebih terperinci

KESETIMBANGAN FASA. Komponen sistem

KESETIMBANGAN FASA. Komponen sistem KESETIMBANGAN FASA Kata fase berasal dari bahasa Yunani yang berarti pemunculan. Fasa adalah bagian sistem dengan komposisi kimia dan sifat sifat fisik seragam, yang terpisah dari bagian sistem lain oleh

Lebih terperinci

Pendinginan dan Pembekuan. Kuliah ITP

Pendinginan dan Pembekuan. Kuliah ITP Pendinginan dan Pembekuan Kuliah ITP Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pendinginan dan pembekuan, prinsip dan perubahan yang terjadi serta dampak pendinginan dan pembekuan terhadap mutu pangan Indikator

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Vaksin Vaksin merupakan bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi

Lebih terperinci

Bunga. Sayuran. Cold Storage. Hortikultura

Bunga. Sayuran. Cold Storage. Hortikultura Cold Storage Hortikultura Panen C 6 H 12 O 6 + O 2 Respirasi 6 CO 2 + 6 H 2 O + 673 Kal Umur simpan produk Tergantung dari laju evolusi panas Kondisi lingkungan daun buah Sayuran : kailan, brokoli, horenzo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

Pada proses pengeringan terjadi pula proses transfer panas. Panas di transfer dari

Pada proses pengeringan terjadi pula proses transfer panas. Panas di transfer dari \ Menentukan koefisien transfer massa optimum aweiica BAB II LANDASAN TEORI 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Proses pengeringan adalah perpindahan masa dari suatu bahan yang terjadi karena perbedaan konsentrasi.

Lebih terperinci

Dewi Maya Maharani, STP, MSc

Dewi Maya Maharani, STP, MSc PENGENALAN MESIN PENGERING Dewi Maya Maharani, STP, MSc Page 1 Page 2 1 PENGERINGAN : Pengurangan / Penurunan kadar air dalam bahan sampai batas tertentu yang diperlukan untuk proses lanjutan, dengan penerapan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Alat Penukar Panas Alat penukar panas yang dirancang merupakan tipe pipa ganda dengan arah aliran fluida berlawanan. Alat penukar panas difungsikan sebagai pengganti peran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penentuan perbandingan berat jamur merang dengan dry ice dan lama pembekuan Jumlah dry ice yang digunakan dalam proses pembekuan berpengaruh terhadap laju pembekuan. Semakin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang Pengeringan adalah proses pengolahan pascapanen hasil pertanian yang paling kritis. Pengeringan sudah dikenal sejak dulu sebagai salah satu metode pengawetan bahan. Tujuan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem refrigerasi kompresi uap Sistem refrigerasi yang umum dan mudah dijumpai pada aplikasi sehari-hari, baik untuk keperluan rumah tangga, komersial dan industri adalah sistem

Lebih terperinci

1 BAB I. PENDAHULUAN

1 BAB I. PENDAHULUAN 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan salah satu komponen penting bahan pangan bagi manusia. Hal ini disebabkan karena kandungan gizinya, terutama protein (Ababouch, 2012; Anene et al.,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dikonsumsi khususnya anak anak dalam periode pertumbuhan agar tumbuh

I PENDAHULUAN. dikonsumsi khususnya anak anak dalam periode pertumbuhan agar tumbuh I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging merupakan sumber protein hewani yang bermutu tinggi dan perlu dikonsumsi khususnya anak anak dalam periode pertumbuhan agar tumbuh normal dan sehat, karena bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban TINJAUAN PUSTAKA Mekanisme Pengeringan Udara panas dihembuskan pada permukaan bahan yang basah, panas akan berpindah ke permukaan bahan, dan panas laten penguapan akan menyebabkan kandungan air bahan teruapkan.

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN.

BAB III PERANCANGAN. BAB III PERANCANGAN 3.1 Beban Pendinginan (Cooling Load) Beban pendinginan pada peralatan mesin pendingin jarang diperoleh hanya dari salah satu sumber panas. Biasanya perhitungan sumber panas berkembang

Lebih terperinci

KESETIMBANGAN ENERGI

KESETIMBANGAN ENERGI KESETIMBANGAN ENERGI Soal 1 Tentukan panas spesifik dengan persamaan Siebel dari sari buah dengan jumlah padatan 45%. Jawaban : 2679,5 J / (kg.k) c avg = 837,36 (0,45) + 4186,8 (0,55) Soal 2 Lima kg es

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan produksi daging merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan sekaligus memajukan tingkat kecerdasan sumber daya manusia Indonesia.

Lebih terperinci

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak Firman Jaya OUTLINE PENGERINGAN PENGASAPAN PENGGARAMAN/ CURING PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN

Lebih terperinci

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR Untuk mengenalkan aspek-aspek refrigerasi, pandanglah sebuah siklus refrigerasi uap Carnot. Siklus ini adalah kebalikan dari siklus daya uap Carnot. Gambar 1.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Refrigeran merupakan media pendingin yang bersirkulasi di dalam sistem refrigerasi kompresi uap. ASHRAE 2005 mendefinisikan refrigeran sebagai fluida kerja

Lebih terperinci

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR Arif Kurniawan Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang; Jl.Raya Karanglo KM. 2 Malang 1 Jurusan Teknik Mesin, FTI-Teknik Mesin

Lebih terperinci

KEGIATAN BELAJAR 6 SUHU DAN KALOR

KEGIATAN BELAJAR 6 SUHU DAN KALOR KEGIATAN BELAJAR 6 SUHU DAN KALOR A. Pengertian Suhu Suhu atau temperature adalah besaran yang menunjukkan derajat panas atau dinginnya suatu benda. Pengukuran suhu didasarkan pada keadaan fisis zat (

Lebih terperinci

1/14/2014 NERACA MASSA DALAM PENGOLAHAN PANGAN

1/14/2014 NERACA MASSA DALAM PENGOLAHAN PANGAN NERACA MASSA DALAM PENGOLAHAN PANGAN Tujuan Instruksional Khusus : Mahasiswa dapat menjelaskan prinsip dasar hukum kekekalan massa Mahasiswa dapat melakukan analisa aliran bahan yang masuk dan keluar selama

Lebih terperinci

FISIKA TERMAL Bagian I

FISIKA TERMAL Bagian I FISIKA TERMAL Bagian I Temperatur Temperatur adalah sifat fisik dari materi yang secara kuantitatif menyatakan tingkat panas atau dingin. Alat yang digunakan untuk mengukur temperatur adalah termometer.

Lebih terperinci

...(2) adalah perbedaan harga tengah entalphi untuk suatu bagian. kecil dari volume.

...(2) adalah perbedaan harga tengah entalphi untuk suatu bagian. kecil dari volume. Cooling Tower Menara pendingin adalah suatu menara yang digunakan untuk mendinginkan air pendingin yang telah menjadi panas pada proses pendinginan, sehingga air pendingin yang telah dingin itu dapat digunakan

Lebih terperinci

= Perubahan temperatur yang terjadi [K]

= Perubahan temperatur yang terjadi [K] BAB II DASAR TEORI 2.1 KALOR Kalor adalah salah satu bentuk energi. Jika suatu zat menerima atau melepaskan kalor, maka ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Yang pertama adalah terjadinya perubahan temperatur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Pendinginan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Pendinginan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Pendinginan Pendinginan merupakan proses pengeluaran panas untuk menurunkan serta menjaga suhu dari suatu benda atau ruangan dibawah suhu sekelilingnya. Panas diambil dari

Lebih terperinci

KALOR. Keterangan Q : kalor yang diperlukan atau dilepaskan (J) m : massa benda (kg) c : kalor jenis benda (J/kg 0 C) t : kenaikan suhu

KALOR. Keterangan Q : kalor yang diperlukan atau dilepaskan (J) m : massa benda (kg) c : kalor jenis benda (J/kg 0 C) t : kenaikan suhu KALOR Standar Kompetensi : Memahami wujud zat dan perubahannya Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan peran kalor dalam mengubah wujud zat dan suhu suatu benda serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

Kristalisasi. Shinta Rosalia Dewi (SRD)

Kristalisasi. Shinta Rosalia Dewi (SRD) Kristalisasi Shinta Rosalia Dewi (SRD) Pendahuluan Kristalisasi adalah proses pembentukan kristal padat dari suatu larutan induk yang homogen. Proses ini adalah salah satu teknik pemisahan padat-cair yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Proses pembuatan kopra dapat dilakukan dengan beberapa cara: 1. Pengeringan dengan sinar matahari (sun drying).

TINJAUAN PUSTAKA. Proses pembuatan kopra dapat dilakukan dengan beberapa cara: 1. Pengeringan dengan sinar matahari (sun drying). TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kopra Kopra adalah daging buah kelapa (endosperm) yang sudah dikeringkan. Kelapa yang paling baik yang akan diolah menjadi kopra yakni yang telah berumur sekitar 300 hari dan memiliki

Lebih terperinci

RINGKASAN BAKING AND ROASTING

RINGKASAN BAKING AND ROASTING RINGKASAN BAKING AND ROASTING Bab I. Pendahuluan Baking dan Roasting pada pokoknya merupakan unit operasi yang sama: keduanya menggunakan udara yang dipanaskan untuk mengubah eating quality dari bahan

Lebih terperinci

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017 Karakteristik Air Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017 Fakta Tentang Air Air menutupi sekitar 70% permukaan bumi dengan volume sekitar 1.368 juta km

Lebih terperinci

Konduksi Mantap 2-D. Shinta Rosalia Dewi

Konduksi Mantap 2-D. Shinta Rosalia Dewi Konduksi Mantap 2-D Shinta Rosalia Dewi SILABUS Pendahuluan (Mekanisme perpindahan panas, konduksi, konveksi, radiasi) Pengenalan Konduksi (Hukum Fourier) Pengenalan Konduksi (Resistensi ermal) Konduksi

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. P = Pc = P 3 = P 2 = Pg P 5 P 4. x 5. x 1 =x 2 x 3 x 2 1

LANDASAN TEORI. P = Pc = P 3 = P 2 = Pg P 5 P 4. x 5. x 1 =x 2 x 3 x 2 1 III. LANDASAN TEORI 3.1 Diagram suhu dan konsentrasi Hubungan antara suhu dan konsentrasi pada sistem pendinginan absorpsi dengan fluida kerja ammonia air ditunjukkan oleh Gambar 6 : t P = Pc = P 3 = P

Lebih terperinci

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN Kegunaan Penyimpangan Persediaan Gangguan Masa kritis / peceklik Panen melimpah Daya tahan Benih Pengendali Masalah Teknologi Susut Kerusakan Kondisi Tindakan Fasilitas

Lebih terperinci

SUHU DAN KALOR OLEH SAEFUL KARIM JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FPMIPA UPI

SUHU DAN KALOR OLEH SAEFUL KARIM JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FPMIPA UPI SUHU DAN KALOR OLEH SAEFUL KARIM JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FPMIPA UPI SUHU DAN PENGUKURAN SUHU Untuk mempelajari KONSEP SUHU dan hukum ke-nol termodinamika, Kita perlu mendefinisikan pengertian sistem,

Lebih terperinci

Heat and the Second Law of Thermodynamics

Heat and the Second Law of Thermodynamics Heat and the Second Law of Thermodynamics 1 KU1101 Konsep Pengembangan Ilmu Pengetahuan Bab 04 Great Idea: Kalor (heat) adalah bentuk energi yang mengalir dari benda yang lebih panas ke benda yang lebih

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Air Conditioner Air Conditioner (AC) digunakan untuk mengatur temperatur, sirkulasi, kelembaban, dan kebersihan udara didalam ruangan. Selain itu, air conditioner juga

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

E V A P O R A S I PENGUAPAN

E V A P O R A S I PENGUAPAN E V A P O R A S I PENGUAPAN Faktor yang mempengaruhi laju evaporasi Laju dimana panas dapat dipindahkan ke cairan Jumlah panas yang dibutuhkan untuk menguapkan setiap satuan massa air Suhu maksimum yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Perencanaan pengkondisian udara dalam suatu gedung diperlukan suatu perhitungan beban kalor dan kebutuhan ventilasi udara, perhitungan kalor ini tidak lepas dari prinsip perpindahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. freezer selama 5 hari, 10 hari, 15 hari dan 20 hari dapat dilihat pada table ini.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. freezer selama 5 hari, 10 hari, 15 hari dan 20 hari dapat dilihat pada table ini. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil perhitungasn jumlah bakteri pada ikan cakalang yang disimpan pada suhu freezer selama 5 hari, 10 hari, 15 hari dan 20 hari dapat dilihat pada table

Lebih terperinci

Nama : Fitriyatun Nur Jannah Nim : Makul : Teknologi Pangan TEKNOLOGI PENGAWETAN MAKANAN

Nama : Fitriyatun Nur Jannah Nim : Makul : Teknologi Pangan TEKNOLOGI PENGAWETAN MAKANAN Nama : Fitriyatun Nur Jannah Nim : 5213412006 Makul : Teknologi Pangan TEKNOLOGI PENGAWETAN MAKANAN Pengawetan adalah bahan yang ditambahkan pada makanan atau minuman untuk mencegah atau menghambat fermentasi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan

Lebih terperinci

Sifat Koligatif Larutan

Sifat Koligatif Larutan Sifat Koligatif Larutan A. PENDAHULUAN Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak bergantung kepada jenis zat, tetapi hanya bergantung pada konsentrasi larutan. Sifat koligatif terdiri dari

Lebih terperinci

menurun dari tekanan kondensasi ( Pc ) ke tekanan penguapan ( Pe ). Pendinginan,

menurun dari tekanan kondensasi ( Pc ) ke tekanan penguapan ( Pe ). Pendinginan, menurun dari tekanan kondensasi ( Pc ) ke tekanan penguapan ( Pe ). Pendinginan, adsorpsi, dan penguapan (4 1) : Selama periode ini, sorber yang terus melepaskan panas ketika sedang terhubung ke evaporator,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pisang Pisang dapat diolah dan diawetkan menjadi berbagai bentuk hasil olahan diantaranya saus pisang, sale pisang, sari buah pisang, anggur pisang, dodol pisang, keripik pisang,

Lebih terperinci

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X Contoh soal kalibrasi termometer 1. Pipa kaca tak berskala berisi alkohol hendak dijadikan termometer. Tinggi kolom alkohol ketika ujung bawah pipa kaca dimasukkan

Lebih terperinci

Xpedia Fisika. Soal Zat dan Kalor

Xpedia Fisika. Soal Zat dan Kalor Xpedia Fisika Soal Zat dan Kalor Doc. Name: XPPHY0399 Version: 2013-04 halaman 1 01. Jika 400 g air pada suhu 40 C dicampur dengan 100 g air pada 30 C, suhu akhir adalah... (A) 13 C (B) 26 C (C) 36 C (D)

Lebih terperinci

12/3/2013 FISIKA THERMAL I

12/3/2013 FISIKA THERMAL I FISIKA THERMAL I 1 Temperature Our senses, however, are unreliable and often mislead us Jika keduanya sama-sama diambil dari freezer, apakah suhu keduanya sama? Mengapa metal ice tray terasa lebih dingin?

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING Bambang Setyoko, Seno Darmanto, Rahmat Program Studi Diploma III Teknik Mesin Fakultas Teknik UNDIP Jl. Prof H. Sudharto, SH, Tembalang,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembekuan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembekuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pebekuan Pebekuan berarti peindahan panas dari bahan yang disertai dengan perubahan fase dari cair ke padat dan erupakan salah satu proses pengawetan yang uu dilakukan untuk penanganan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK SIMULASI SATU UNIT MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA DENGAN LUAS KOLEKTOR 1,5 m 2

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK SIMULASI SATU UNIT MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA DENGAN LUAS KOLEKTOR 1,5 m 2 PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK SIMULASI SATU UNIT MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA DENGAN LUAS KOLEKTOR 1,5 m 2 SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Alat Bahan 3.3 Prosedur Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Alat Bahan 3.3 Prosedur Penelitian 17 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai dengan Juni 2011, bertempat di Laboratorium Surya, Bagian Teknik Energi Terbarukan, Departemen

Lebih terperinci

Before UTS. Kode Mata Kuliah :

Before UTS. Kode Mata Kuliah : Before UTS Kode Mata Kuliah : 2045330 Bobot : 3 SKS Pertemuan Materi Submateri 1 2 3 4 Konsep dasar perpindahan massa difusional Difusi molekuler dalam keadaan tetap Difusi melalui non stagnan film 1.

Lebih terperinci

PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN. ENDRIKA WIDYASTUTI, S.Pt, M.Sc, MP

PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN. ENDRIKA WIDYASTUTI, S.Pt, M.Sc, MP PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN ENDRIKA WIDYASTUTI, S.Pt, M.Sc, MP FOOD SCIENCE AND TECHNOLOGY AGRICULTURAL TECHNOLOGY BRAWIJAYA UNIVERSITY 2011 THE OUTLINE PENDAHULUAN PENGGARAMAN REFERENCES 2 METODE

Lebih terperinci

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB PENGERINGAN 1 DEFINISI Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan sehingga daya simpan dapat diperpanjang Perpanjangan daya simpan terjadi karena aktivitas m.o.

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM PEMBEKUAN DENGAN SUHU MEDIA PEMBEKU BERTAHAP PADA PROSES PEMBEKUAN DAGING SAPI SEGAR MENGGUNAKAN METODE EKSERGI DIANTA MUSTOFA KAMAL

PEMODELAN SISTEM PEMBEKUAN DENGAN SUHU MEDIA PEMBEKU BERTAHAP PADA PROSES PEMBEKUAN DAGING SAPI SEGAR MENGGUNAKAN METODE EKSERGI DIANTA MUSTOFA KAMAL PEMODELAN SISEM PEMBEKUAN DENGAN SUHU MEDIA PEMBEKU BERAHAP PADA PROSES PEMBEKUAN DAGING SAPI SEGAR MENGGUNAKAN MEODE EKSERGI DIANA MUSOFA KAMAL SEKOLAH PASCASARJANA INSIU PERANIAN BOGOR BOGOR 2 8 PERNYAAAN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Properti Termodinamika Refrigeran Untuk menduga sifat-sifat termofisik masing-masing refrigeran dibutuhkan data-data termodinamik yang diambil dari program REFPROP 6.. Sedangkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Tangerang, 24 September Penulis

KATA PENGANTAR. Tangerang, 24 September Penulis KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan ridhonya kami bisa menyelesaikan makalah yang kami beri judul suhu dan kalor ini tepat pada waktu yang

Lebih terperinci

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving PERPINDAHAN PANAS Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving force/resistensi Proses bisa steady

Lebih terperinci

7. Menerapkan konsep suhu dan kalor. 8. Menerapkan konsep fluida. 9. Menerapkan hukum Termodinamika. 10. Menerapkan getaran, gelombang, dan bunyi

7. Menerapkan konsep suhu dan kalor. 8. Menerapkan konsep fluida. 9. Menerapkan hukum Termodinamika. 10. Menerapkan getaran, gelombang, dan bunyi Standar Kompetensi 7. Menerapkan konsep suhu dan kalor 8. Menerapkan konsep fluida 9. Menerapkan hukum Termodinamika 10. Menerapkan getaran, gelombang, dan bunyi 11. Menerapkan konsep magnet dan elektromagnet

Lebih terperinci

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 009 DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA Disusun : ASYARI DARAMI YUNUS Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

PENGETAHUAN PROSES PADA UNIT SINTESIS UREA

PENGETAHUAN PROSES PADA UNIT SINTESIS UREA BAB V PENGETAHUAN PROSES PADA UNIT SINTESIS UREA V.I Pendahuluan Pengetahuan proses dibutuhkan untuk memahami perilaku proses agar segala permasalahan proses yang terjadi dapat ditangani dan diselesaikan

Lebih terperinci