KARAKTERISTIK DAN KERAGAMAN SIFAT KUALITATIF BURUNG MERPATI LOKAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISTIK DAN KERAGAMAN SIFAT KUALITATIF BURUNG MERPATI LOKAL"

Transkripsi

1 KARAKTERISTIK DAN KERAGAMAN SIFAT KUALITATIF BURUNG MERPATI LOKAL Pendahuluan Sifat kualitatif burung merpati lokal masih beragam. Keragaman sifat kualitatif tersebut merupakan kekayaan plasma nutfah dan sumber genetik. Adapun keragaman sifat kualitatif burung merpati berkaitan dengan salah satu manfaat burung merpati yaitu sebagai burung hias, karena keragaman tersebut menarik bagi penghobi burung merpati hias. Keragaman sifat kualitatif juga terdapat pada burung merpati balap. Hardjosubroto (1999) menyatakan bahwa sifat kualitatif adalah sifat yang tidak dapat diukur tetapi dapat dibedakan dan dikelompokkan secara tegas, misalnya warna bulu, bentuk jengger, ada tidaknya tanduk dan sebagainya. Sifat kualitatif dikendalikan oleh satu atau beberapa gen dan sedikit atau tidak sama sekali dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Penampilan sifat kualitatif yang tampak dari luar disebut fenotipe. Warwick et al. (1990) mendefinisikan bahwa fenotipe sebagai suatu penampilan luar atau sifat-sifat lain dari suatu individu yang dapat diamati atau dapat diukur. Adapun catatan dan hasil penelitian mengenai keragaman sifat kualitatif burung merpati lokal masih terbatas. Karakteristik dan keragaman sifat kualitatif ini menarik untuk diamati, dengan demikian tujuan dari penelitian ini untuk menambah informasi karakteristik dan keragaman genetik burung merpati lokal. Selain itu informasi sifat kualitatif burung merpati lokal ini diharapkan dapat membantu pengembangan pemanfaatan burung merpati lokal sebagai komoditi non pangan, seperti sebagai unggas kesenangan (balap dan hias). Metode Materi Penelitian ini dilakukan dengan mencatat sifat kualitatif dari burung merpati yang dipelihara di lokasi penelitian. Selain itu data sifat kualitatif juga dikumpulkan dari burung merpati yang dipelihara penggemar burung merpati di sekitar lokasi penelitian. Adapun jumlah burung yang diamati sifat kualitatifnya sebanyak 711 ekor.

2 28 Pengambilan Data Sifat kualitatif yang diamati meliputi warna bulu, pola bulu, corak bulu, warna shank (ceker), ada tidaknya bulu pada ceker, warna iris mata, dan ornament jambul di kepala. Karakteristik corak dan pola warna burung merpati disajikan pada Tabel 3. Adapun deskripsi sifat kualitatif yang diamati pada penelitian ini dijelaskan pada Lampiran 1. Tabel 3 Karakteristik warna dasar, pola, dan corak bulu burung merpati lokal Fenotipe Warna dasar bulu Pola warna bulu Badge Hysterical Piebald Qualmond Mottled Grizzled Checker Corak bulu Barr less Barr Karakteristik Warna bulu yang memiliki proporsi tinggi pada seekor burung di lapang dikenal dengan sebutan telampik yaitu warna bulu sayap primer lebih dari satu helai secara berurutan berwarna putih dari bulu nomor 10 di lapang dikenal dengan istilah selap yaitu pada bulu saya primer yang berwarna gelap terdapat di antaranya yang berwarna putih 1-3 lembar pada posisi tidak sampai di ujung (bulu ke-10) atau di sela-sela bulu sayap primer terdapat warna bulu sayap primer yang berbeda dengan warna dasar bulu burung bersangkutan di lapang disebut dengan istilah blantong terdapat warna putih pada bagian kepala, punggung, sayap dan dada bulu pada punggung terdapat pola huruf V dikenal dengan istilah totol terdapat bercak warna putih pada warna bulu dasar gelap atau bercak warna gelap pada warna bulu dasar putih pada punggung, dada dan kepala. Di lapang mottled juga disebut telon yaitu warna bulu dasar putih, terdapat bercak sebanyak dua warna gambir, abu; hitam, megan atau variasi diantaranya sehingga perpaduan 3 warna yaitu: putih, hitam dan gambir; atau putih, megan dan abu di lapang dikenal dengan istilah blorok yaitu warna bulu dasar hitam, megan, gambir atau abu terdapat warna putih yang menyebar dan tidak teratur pada bulu tersier, sekunder dan kemungkinan pada bulu primer di lapang dikenal dengan istilah Tritis terdapat warna gelap disertai pelangi pada bulu sayap dan ekor bulu pada bagian kepala, badan, sayap dan ekor berwarna sama terdapat pelangi pada bulu sayap skunder dan ekor Penelitian ini juga melakukan perkawinan resiprokal untuk memperoleh pewarisan pola bulu dan corak bulu. Perkawinan resiprokal juga dilakukan untuk memperoleh pewarisan warna iris mata. Perkawiana resiprokal antara tetua jantan dan betina polos dan tidak polos dilakukan dengan 4 macam perkawinan yaitu:

3 29 1. jantan polos x betina polos 2. jantan tidak polos x betin tidak Polos 3. jantan polos x betina tidak polos 4. jantan tidak polos x betina polos Anak-anak yang menetas dari tiap pasangan dari 4 macam perkawinan dicatat pola bulu dan corak bulunya. Perkawinan resiprokal pada pengamatan pewarisan warna iris mata dilakukan dengan melakukan perkawinan resiprokal antara tetua jantan dan betina dengan kombinasi 4 warna iris mata yaitu: 1.jantan kuning x betina kuning 2.jantan coklat x betina coklat 3.jantan kuning x betina coklat 4.jantan coklat x betina kuning 5.jantan lip lap x betina kuning 6.jantan lip lap x betina coklat 7.jantan lip lap x betina lip lap 8.jantan lip lap x betina putih 9.jantan kuning x betina lip lap 11.jantan coklat x betina lip lap 12.jantan putih x betina lipa lap 13.jantan putih x betina putih 14.jantan putih x betina coklat 15.jantan putih x betina kuning 16.jantan coklat x betina putih Warna iris mata dari anak-anak yang menetas dari perkawinan di atas dicatat. Data yang dikumpulkan dianalisis secara diskriptif. Frekuensi fenotipe sifat kualitatif yang diamati diperoleh dengan menghitung jumlah burung yang memiliki sifat kualitatif tertentu dibagi dengan jumlah populasi burung yang diamati dikalikan 100%. Perhitungan frekuensi fenotipe menggunakan formula (Minkema 1993) yaitu: % Fenotipe A = ternak dengan fenotipe A x 100% Total ternak yang diamati

4 30 Frekuensi Gen Dominan dan Resesif Autosomal Frekuensi gen dominan autosomal dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut (Nishida et al. 1980): q = 1 - RR/NN ; p = 1 q Keterangan: q = frekuensi gen dominan p = frekuensi gen resesif autosomal R = jumlah burung yang menunjukkan sifat resesif N = jumlah seluruh burung Keragaman Fenotipe Keragaman fenotipe dianalisis frekuensi genotipenya beserta alelnya berdasarkan metode perhitungan frekuensi menurut Noor (2008). Uji χ 2 dilakukan menurut Noor (2008) maupun Nei dan Kumar (2000) untuk mengetahui suatu populasi berada dalam kesimbangan, yaiu: nn χ 2 = (Oi Ei) 2 ii=1 Ei Keterangan: χ 2 = khi kuadrat O = pengamatan E = frekuensi harapan i = individu ke-i, i dari 1 hingga ke-n Heterozigositas Heterozigositas digunakan untuk menentukan keragaman fenotipik pada sifat kualitatif yang diamati. Nilai heterozigositas dihitung dengan menggunakan rumus menurut Nei dan Kumar (2000) yaitu: h = 1 - qq 2 ii=1 X Ri Keterangan: h = nilai heterozigositas X i 2 = frekuensi alel ke-i q = jumlah alel

5 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman warna bulu burung merpati lokal pada penelitian ini menunjukkan bahwa masih sedikit campur tangan manusia sehingga berbagai warna, pola warna serta corak bulu dapat ditemukan di lapang. Selain keragaman fenotip maupun genotipe warna bulu, ditemukan pula keragaman fenotipe dan genotipe pada warna iris mata, jambul pada kepala, dan ceker berbulu. Warna Dasar Warna dasar burung merpati lokal terdapat lima macam. Kelima macam warna dasar tersebut adalah hitam, megan, gambir, putih, dan abu. Mosca (2000) tidak mengemukakan adanya warna megan pada burung merpati karena ekspresi warna megan dipengaruhi oleh pigmen melanin dan pigmen melanin ini mempengaruhi munculnya warna hitam. Fenotipe warna dasar bulu burung merpati lokal disajikan pada Lampiran 2. Adapun frekuensi warna dasar bulu disajikan pada Tabel 4 berikut. Tabel 4 Frekuensi warna dasar bulu pada burung merpati lokal Fenotipe Genotipe Variasi N Frekuesi χ 2 hit 2 χ tabel (4;0.05) (macam) (ekor) (%) Hitam S- B + - C (142) ** Megan ss B + - C (142) Coklat/ S- b- C (142) Gambir Putih S- -- cc (142) Abu Ss B A -C (142) Jumlah Keterangan: **= sangat nyata Fenotipe untuk warna bulu burung merpati lokal ditemukan sebanyak 68 macam pada penelitian ini, sedangkan Cornell Lab of Ornithology (2007) menyatakan diduga ada sebanyak 28 jenis warna burung merpati, yang disebut "morphs," namun kelompok-kelompok dari Proyek Pigeon Watch menyatakan hanya tujuh morphs. Ditambahkan pula bahwa burung merpati juga memiliki bulu leher berwarna-warni. Bulu-bulu leher yang berwarna-warni terdiri dari warna hijau, kuning, dan unggu yang disebut "hackle". Adapun Zickefoose (2007) menyatakan bahwa Proyek Pigeon Watch mengelompokkan warna merpati ke

6 32 dalam tujuh morphs dan menggunakan nama-nama yang biasa digunakan oleh peternak burung merpati yaitu: Blue-bar; warna dan pola merpati liar asli dari Eropa, Asia, dan Afrika disebut biru-bar, meskipun burung ini tidak benar-benar biru. Umumnya burung merpati memiliki kepala gelap, leher, dan dada dengan penampilan warna tertentu; bagian dada dan perut abu-abu; band hitam di ujung ekor, dan dua garis hitam atau bar pada setiap sayap. Red-bar; memiliki pola dasar yang sama dengan blue-bar namun daerah hitam diganti dengan warna merah karat atau coklat. Burung ini disebut red-bar. Checker; jika seekor merpati memiliki pola checker pada sayapnya disebut checker. Checkers dapat berkisar dari abu-abu sangat ringan dengan hanya beberapa hitam, hingga sangat gelap dengan hanya sedikit cahaya abu-abu yang masih terlihat. Beberapa checkers memiliki sayap-bar, dan ada pula yang tidak memiliki bar pada sayap. Red; jika sebagian atau seluruh tubuh merpati dan sayap berwarna merah karat atau coklat. Spread: jika burung benar-benar berwarna hitam atau abu-abu gelap. Pied; kadang-kadang merpati memiliki warna bercak putih, biasanya pada kepala atau bulu sayap. Ada dua bentuk. Salah satu jenis terlihat seperti telah disiram dengan putih. Jenis lain memiliki putih hanya pada bulu sayap utama. White: burung berwarna putih polos. Variasi warna megan paling banyak diantara warna yang lain yaitu sebanyak 20 macam, sedangkan variasi warna abu paling sedikit yaitu 6 macam. Frekuensi fenotipe warna bulu megan paling banyak diantara warna bulu yang lain yaitu 27.99%. Warna bulu abu variasinya paling sedikit akan tetapi frekeunsi di lapang menempati urutan kedua setelah megan yaitu sebanyak 20.25%. Frekuensi warna putih paling sedikit pada pengamatan ini, yaitu 15.33% (Tabel 2 4). Secara statistik (χ hit > χ 2 tabel ) berarti frekuensi warna dasar bulu berbeda nyata, atau Hukum hardy-weinberg tidak berlaku. Hal ini dikarenakan perkawinan tidak secara acak atau penggemar mengawinkan burung piaraan miliknya sesuai keinginan penggemar melalui penjodohan buatan (bukan alami). Dominasi warna bulu dasar pada burung merpati adalah abu>hitam>megan>coklat/gambir>putih. Hal ini berkaitan dengan pigmentasi yang mempengaruhi ekspresi warna. Pigmen yang mengendalikan warna bulu gelap seperti megan dan hitam adalah melanin. Adapun gen yang mengontrol

7 33 warna bulu dasar terdapat tiga lokus, seperti pada pengamatan ini bahwa warna hitam memiliki genotipe (S-B + -C-), megan (ss B + -C-), coklat (S-bbC-), putih (S- -- cc), dan abu (SsB A -C-). Satu dari ketiga lokus tersebut merupakan alel ganda yang terpaut kelamin (pada kromosom Z), dengan dominasi menurut Noor (2008) dan Huntley (1999b) bahwa abu (B A ) dominan terhadap biru (B + ) dan coklat (b). Penggemar atau penghobi burung merpati balap kurang menyukai warna putih untuk jantan, sedangkan untuk pasangan betinanya tidak ada kesukaan pada warna dasar bulu tertentu. Hal ini disebabkan burung balap yang diterbangkan adalah jantan, jika jantan berwarna putih maka joki sulit mendeteksi kedatangan burung jantan dari jarak jauh sehingga joki sulit pula memberi abaaba/instruksi kepada burung jantan agar terbang cepat, kemudian mendarat menempel pada pasangan betinanya yang dipegang oleh joki sebagai kleper (untuk mengklepek /memanggil jantan). Burung betina hanya digunakan sebagai kleper yang berfungsi untuk sarana pemberi aba-aba/instruksi oleh joki agar jantan pasangannya segera menghampiri. Di lapang ada kecenderungan betina yang dipakai untuk kleper memiliki pola warna bulu telampik (badge). Pola Warna dan Corak Warna Bulu Pola warna bulu burung merpati lokal terdapat 10 macam dan variasi corak warna bulu terdapat 2 macam. Pola bulu sayap terdiri polos, telampik, dan selap. Adapun pola bulu tubuh terdiri dari tujuh yaitu blantong, qualmond, totol, telon, blorok, batik dan tritis. Variasi pola warna bulu ditemukan sebanyak 24 macam pada penelitian ini. Corak bulu adalah barr dan non barr. Frekuensi dari variasi pola warna bulu burung merpati pada penelitian ini disajikan pada Lampiran 3. Warna polos memiliki frekuensi paling banyak pada pengamatan ini. Frekuensi warna yang sedikit yaitu; tritis qualmond batik, bule selap, blorok bule dan blantong tritis batik (Lampiran 3). Fenotipe burung merpati lokal pada penelitian ini disajikan pada Lampiran 3. Variasi warna bulu burung merpati sebanyak 67 buah. Warna dasar hitam memiliki 12 variasi pada penelitian ini, yaitu polos, telampik, telampik bule, selap, tritis, tritis batik telampik, bule dan bule selap. Frekuensi hitam polos paling banyak, sedangkan frekuensi yang sedikit yaitu blorok bule dan bule selap.

8 34 Warna dasar gambir memiliki 12 variasi yaitu polos, polos jambul, telampik, selap, blorok, blantong, blantong gendong, bule, merah terasi, punggung putih dan ekor putih. Frekuensi gambir polos paling banyak, sedangkan gambir punggung putih paling sedikit (Lampiran 4). Hasil pengamatan perkawinan resiprokal polos dengan polos, tidak polos dengan polos, polos dengan tidak polos dan tidak polos dengan polos dengan menggunakan sebanyak 124 pasang dihasilkan frekuensi anak polos dan tidak polos seperti disajikan pada Lampiran 4. Pada Lampiran 4 tersebut tampak bahwa warna bulu dipengaruhi oleh banyak gen (multiple alel). Hasil uji χ 2 berbeda sangat nyata (P 0.05). Frekuensi pola warna bulu tidak berimbang (Hukum Hardy-Weinberg tidak berlaku). Berarti jenis perkawinan mempengaruhi frekuensi pemunculan pola warna anak dan pola warna polos memiliki frekuensi pemunculan tinggi. Ornamen Kepala Ornamen kepala pada burung merpati ada dua macam yaitu berupa jambul (bulu kepala walik) atau crest dan tidak jambul (fade). Mayntz (2011) menyatakan bahwa crest adalah seberkas bulu yang menonjol di puncak kepala burung. Puncak bulu ini sangat bervariasi, dari hanya beberapa bulu di kepala, seperti puncak yang sangat kecil dan halus pada ruby-crowned kinglet hingga puncak lebih menonjol seperti northern cardinal atau blue jay. Beberapa unggas menampilkan puncak bulu dengan bentuk, ukuran, warna dan panjang puncak yang bervariasi. Jika puncak itu berdaging, seperti pada red jungle fowl disebut comb. Frekuensi bulu kepala jambul pada merpati lokal disajikan pada Tabel 5. Secara statistik pemunculan ornament bulu pada kepala tidak berbeda nyata. Berarti populasi dalam keadaan setimbang. Adapun frekuensi jambul rendah disebabkan sifat ini resesif sehingga pemunculannya juga rendah. Hal ini sesuai dengan kondisi di lapang bahwa frekuensi pemunculan ornament bulu pada kepala burung merpati rendah bahkan mendekati tidak ada. Anak burung merpati yang berbulu jambul ini muncul dari tetua yang keduanya tidak berjambul. Hal ini menurut Levi (1945) bahwa bulu jambul diwariskan oleh gen resesif, dengan demikian anak berjambul diperoleh dari tetua yang tidak berjambul heterosigot.

9 35 Tabel 5 Frekuensi bulu pada kepala (ornament) pada burung merpati lokal Ornament N Frekuensi χ 2 hit 2 χ tabel 0.05 (1) (ekor) Jambul (crest) 2 (1.78) tn Tidak jambul (fade) 709 (709.22) Keterangan: tn= tidak berbeda nyata Di lapang, burung merpati untuk balap datar maupun balap tinggi yang memiliki bulu kepala jambul tidak ditemukan. Biasanya bulu jambul ini ditemukan pada burung merpati hias seperti burung merpati kipas. Warna Paruh Warna paruh berkaitan dengan pigmentasi seperti halnya pada ekspresi warna bulu. Burung merpati yang memiliki warna bulu dasar gelap memiliki warna paruh gelap. Burung merpati yang memiliki warna dasar hitam dan megan maka warna paruhnya hitam. Warna paruh coklat tua hingga coklat terang dimiliki oleh burung merpati yang memiliki bulu dasar coklat/gambir. Hal ini merujuk kepada Huntley (1999b) bahwa gen "Smoky" (sy) mengakibatkan warna kulit lebih terang dan paruh berwarna terang (gading). Gen smoky adalah gen resesif autosomal dengan simbol (sy). Burung merpati yang memiliki warna bulu hitam dan paruhnya abu, dari hasil perkawinan sesamanya memungkinkan munculnya anak berwarna bulu coklat/gambir. Pada penelitian ini anak berbulu gambir muncul dari tetua berwarna bulu hitam maupun megan dan sesuai dengan dominasi warna bahwa hitam dan megan lebih dominant terhadap gambir. Warna paruh belang ditemukan pada burung merpati yang memiliki warna bulu dasar tidak polos, seperti blantong (piebald). Warna paruh burung merpati terdapat lima macam yaitu hitam, coklat tua, coklat muda, abu, belang. Frekuensi warna hitam paling banyak diantara warna lain. Warna hitam dikarenakan adanya pigmen melanin. Warna paruh ini untuk mengidentifikasi warna kulit burung merpati. Semakin gelap warna paruh, maka warna kulit semakin gelap sehingga penampilan daging karkas burung merpati juga lebih gelap.

10 36 Warna paruh hitam polos disertai dengan warna kuku hitam polos disukai oleh penggemar burung merpati balap. Hal ini dijadikan salah satu seleksi penampilan burung merpati balap yang bagus. Namun dari hasil pengamatan pada penelitian ini warna tersebut tidak ada kaitannya dengan ketangkasan terbang burung merpati. Pada Tabel 6 disajikan warna paruh beserta frekuensi warna bulu. Urutan frekuensi warna paruh dari terbanyak adalah hitam, coklat muda/pink, coklat, belang dan abu. Secara statistik (uji χ 2 ) frekuensi warna paruh berbeda sangat nyata, berarti di lapang warna paruh tidak setimbang diduga karena ada seleksi. Hal ini sesuai hasil warna bulu yang memiliki frekuensi tinggi adalah warna yang memiliki pigmen gelap yaitu megan maka frekuensi warna paruh pigmen gelap lebih tinggi yaitu hitam. Tabel 6 Frekuensi warna paruh burung merpati lokal Warna N (ekor) Frekuensi Fenotipe hit χ Coklat 95 (142.2) ** Coklat muda/pink 111 (142.2) Hitam 409 (142.2) Abu 11 (142.2) Belang 85 (142.2) Keterangan: **= berbeda sangat nyata χ 2 2 tabel 0.01(4) Burung merpati yang memiliki warna paruh gelap maka warna kulit dagingnya gelap juga. Sebagai burung merpati potong, warna kulit daging yang terang lebih disukai konsumen. Hal ini terdapat pada burung merpati yang memiliki bulu dasar coklat/gambir, putih dan memiliki warna paruh terang. Olehkarenanya burung merpati pedaging kebanyakan berwarna bulu putih seperti King (putih), Carnaeau (putih, coklat). Frekuensi warrna paruh hitam paling tinggi. Warna paruh berkaitan dengan warna kuku. Burung merpati yang memiliki warna paruh polos maka warna kukunya polos, sedangkan burung merpati yang memiliki warna paruh belang maka warna kuku juga belang. Warna paruh juga dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi warna kulit. Burung merpati yang memiliki warna paruh terang yaitu coklat muda/pink maka warna kulitnya terang, sedangkan burung merpati yang memiliki warna paruh

11 37 gelap yaitu hitam dan abu maka warna kulitnya gelap. Warna paruh ini dipengaruhi oleh pigmen melanin yang ekspresinya menampilkan warna gelap seperti hitam dan abu. Hal ini menjadi pertimbangan pada pengembangan burung merpati pedaging. Burung merpati ras pedaging yang dikembangkan adalah burung merpati yang memiliki paruh terang sehingga kulitnya terang juga seperti King dan Carneau. Shank (ceker) Ceker burung merpati ada yang berbulu dan tidak berbulu. Cornell Lab of Ornithology (2007) menyatakan bahwa beberapa burung merpati memiliki "stoking," pada kakinya (bulu pada cekernya). Pada penelitian ini frekuensi ceker berbulu sebesar lebih rendah dibandingkan frekuensi ceker tidak berbulu sebesar Ceker berbulu diwariskan dominant terhadap ceker tidak berbulu. Di lapang penggemar burung merpati untuk game (balap datar dan balap tinggi) menyukai burung merpati yang cekernya tidak berbulu. Burung merpati yang memiliki ceker berbulu dapat dijumpai pada burung merpati hias dan sebagian burung merpati lokal. Frekuensi ceker berbulu dan tidak berbulu pada penelitian ini disajikan pada Tabel 7. Frekuensi ceker tidak berbulu lebih tinggi dibandingkan berbulu. Secara statistik berbeda sangat nyata. Hal ini berarti di dalam populasi dalam keadaan tidak setimbang, dan diduga ada seleksi sehingga walaupun kedua macam ceker tersebut dapat ditemukan pada burung merpati lokal, namun frekuensi ceker tidak berbulu lebih tinggi frekeuensinya dibandingkan ceker berbulu. Tabel 7 Frekuensi ceker berbulu dan tidak berbulu pada burung merpati lokal Ceker N Frekuensi Fenotipe χ 2 hit 2 χ tabel 0.01 (1) (ekor) Berbulu 209 (18.20) ** Tidak berbulu 502 (692.80) Keterangan:**= berbeda sangat nyata Ceker burung merpati sebanyak (99.9%) berwarna merah atau mendekati 100% merah pada penelitian ini. Ini menunjukkan bahwa warna

12 38 ceker burung merpati sudah seragam yaitu merah. Hal ini berarti juga bahwa warna ceker merah sudah terfiksasi dalam populasi sehingga frekuensi warna ceker merah proporsinya mendekati 100% dan dalam keadaan homosigot, walaupun Cornell Lab of Ornithology (2007) menyatakan bahwa kaki (ceker) burung merpati berwarna merah, merah muda dan hitam keabu-abuan bahkan putih pada beberapa merpati. Keseragaman yang tinggi pada burung merpati lokal dapat dikarenakan adanya seleksi menurut Bourdon (2000). Anak-anak dari hasil perkawinan dari tetua yang memiliki ceker berwarna merah dengan sesamanya yang berwarna ceker merah semuanya memiliki ceker berwarna merah pada penelitian ini. Demikian pula pada perkawinan burung yang memiliki ceker hitam dengan merah menghasilkan anak yang memiliki ceker berwarna merah, sehingga diduga ceker berwarna merah dikendalikan oleh gen resesif. Hal ini mengakibatkan ceker burung merpati didominasi warna merah. Frekuensi warna ceker pada burung merpati lokal disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Frekuensi warna ceker pada burung merpati lokal 2 tabel 0.05 (1) Warna Ceker N Frekuensi Fenotip χ 2 hit χ Merah 710 (710.36) tn Hitam 1 (0.64) Keterangan: tn=tidak nyata Secara statistik frekuensi fenotip warna ceker tidak berbeda nyata, dengan demikian populasi dalam keadaan setimbang. Berarti tidak ada seleksi, migrasi maupun mutasi di dalam populasi. Hal ini sesuai dengan pewarisan bahwa warna ceker merah resesif dan frekuensinya tinggi di lapang. Peluang dan frekuensi perkawinan antar burung merpati yang berceker merah tinggi sehingga peluang anak berceker merah tinggi. Sebaliknya perkawinan antara burung merpati yang memiliki ceker merah kehitaman rendah sekali, selain itu perkawinan antar ceker merah kehitaman dengan merah kehitaman maupun dengan ceker merah jarang dilakukan akibatnya frekuensi ceker merah kehitaman rendah. Fenomena frekuensi ceker warna merah pada burung merpati dijelaskan Huntley (1999) bahwa gen dirty (dy) adalah dominan autosomal yang menghasilkan fenotipe (warna) gelap. Di sarang, squab muda yang membawa gen modifier ini dengan mudah dapat dikenali yaitu paruh, jari kaki, kaki, dan kulit

13 39 berwarna hitam. Meskipun benar bahwa blues memiliki paruh hitam dan kaki yang lebih gelap. Namun, ketika meninggalkan sarang, ceker mereka mulai berubah menjadi merah. Hal ini dikarenakan adanya senyawa yang larut dalam lemak termasuk karoten. Djelaskan pula bahwa squab atau merpati muda biasanya tidak memiliki cukup bahan tersebut yaitu karoten untuk mengubah warna ceker menjadi merah. Jenis squab biru atau tipe liar mengandung melanin berwarna hitam kecoklatan. Seperti pada burung dewasa, melanin akan berkurang dan mengubah warna ceker dari hitam menjadi merah. Warna Iris Mata Pada penelitian ini terdapat empat (4) fenotipe iris mata pada burung merpati lokal, yaitu coklat (bull eye), kuning (red and orange), putih (pearl eye) dan lip-lap (perpaduan antar dua warna pada kedua iris mata, yaitu iris mata sebelah kiri berwarna coklat dan iris mata sebelah kanan berwarna kuning, atau sebaliknya dan bisa juga perpaduan kuning-putih, coklat-putih). Hal ini berbeda dengan Cornell Lab of Ornithology (2007) bahwa merpati dewasa memiliki mata oranye atau kemerahan, remaja yang berumur kurang dari enam hingga delapan bulan memiliki mata coklat atau keabu-abuan. Adapun frekuensi warna iris mata pada burung merpati lokal disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Frekuensi iris mata burung merpati lokal Fenotipe N Frekuensi χ 2 hit 2 χ tabel(3;0.01) Coklat ( bull eye) 143 (177.8) ** Kuning (red and orange) 526 (177.8) 0.74 Putih (pearl eye) 28 (177.8) 0.04 Liplap 14 (177.8) 0.02 Keterangan:**= sangat nyata Warna iris mata kuning memiliki frekuensi terbanyak (74.12%), sedangkan warna iris mata liplap paling sedikit frekuensinya (1.47%). Iris mata liplap coklat-putih dan putih-kuning tidak ditemukan pada penelitian ini. Urutan frekuensi warna iris mata burung merpati lokal di lapang adalah warna iris mata kuning, coklat, putih dan lip lap. Bagi penggemar/penghobi burung merpati balap lebih menyukai warna iris mata kuning dibandingkan warna iris mata yang lain. Hasil analisa statistik frekuensi warna iris mata sangat berbeda nyata (P<0.01). Hal ini disebabkan warna iris mata kuning lebih banyak (dominan) di

14 40 antara warna iris mata yang lain. Di lapang penggemar melakukan perkawinan antara pasangan yang memiliki warna iris mata kuning sehingga peluang munculnya anak berwarna kuning lebih besar. Hasil persilangan keempat fenotipe warna iris mata yaitu coklat, kuning, putih dan lip lap beserta resiprokalnya dari 81 pasang burung merpati diperoleh anak berjumlah 174 ekor. Adapun hasil warna iris mata anak dari perkawinan resiprokal pada penelitian ini disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Frekuensi warna iris mata pada persilangan resiprokal burung merpati lokal Perkawinan Tetua Warna Iris Mata Anak (%) Anak (pasang) Coklat Kuning Putih LipLap (ekor) Kuning x kuning Coklat x coklat Kuning x coklat Coklat x kuning Lip lap x kuning Lip lap x coklat Lip lap x lip lap Putih x putih Putih x coklat Putih x kuning Coklat x putih Jumlah Uji χ 2 berbeda nyata; χ 2 hit= ; χ 2 tabel (0.01;10)=23.20 Hasil uji χ 2 warna iris mata pada anak berbeda sangat nyata. Hal ini menunjukkan bahwa perkawinan berpengaruh terhadap frekuensi warna iris mata anak. Pewarisan warna iris mata dari tetua kepada anak tergantung pasangan iris mata tetua dan dominasi gen sehingga pemunculan warna iris mata tidak berimbang frekuensinya. Hal ini didukung oleh hasil pengamatan pada Tabel 9 bahwa warna iris mata kuning lebih besar frekuensinya, maka hasil resiprokal pada Tabel 10 frekuensi warna iris mata kuning juga lebih besar. Tetua yang memiliki warna iris mata kuning pada perkawinan kuningxkuning mewariskan kepada anak-anaknya iris mata coklat, kuning atau liplap. Kedua tetua yang memiliki iris mata berwarna coklat mewariskan warna iris mata coklat atau kuning pada anak-anaknya. Frekuensi pemunculan fenotipe iris mata putih

15 41 dan liplap rendah. Fenotipe iris mata berwarna putih diperoleh dari tetua putihxputih, putihxcoklat dan coklatxputih. Adapun fenotipe liplap pada anak muncul dari perkawinan tetua kuningxkuning, kuningxcoklat dan liplapxliplap (Tabel 10). Frekuensi fenotipe iris mata kuning paling tinggi yaitu 61.05% pada penelitian ini. Selanjutnya fenotipe iris mata coklat (31.98%), putih (5.81%) dan frekuensi liplap terendah yaitu 1.16%. Warna iris mata kuning memiliki derajat pigmentasi lebih tinggi. Levi (1945) menyatakan, jika sel dipenuhi dengan granul-granul kuning kecil menyebar pada permukaan membran iris dan sekitarnya bergaris-garis serabutserabut otot yang merah bebas pigment. Granul-granul pigmen adalah kuning. Adapun warna kuning memiliki derajat pigmentasi tertinggi yang merupakan warna iris mata sebenarnya. Warna iris mata berwarna kuning (orange dan red eye) memiliki sejumlah tingkatan warna dari merah terang sampai merah tua atau orange dan kuning. Granul-granul kuning disertai efek merah atau merah terang akibat banyaknya pembuluh darah kecil berwarna merah. Merah terang atau merah delima ini akibat tertutupnya pigment kuning oleh pembuluh darah merah. Kadang-kadang pembuluh darah ini membatasi bagian luar iris yang mengakibatkan merah di sekitar bagian luar dan orange atau kuning di pusat, kondisi ini umum pada Racing homer. Warna iris mata putih akibat sedikitnya pigmen atau derajat pigmentasi paling rendah pada iris mata. Sel iris dipenuhi dengan granul-granul yang mengakibatkan hilangnya warna dan mencegah lewatnya cahaya sehingga warna yang tampak atau terrefleksi adalah warna graywhite pada permukaan iris mata. Warna iris mata putih diwariskan resesif. Dari hasil penelitian ini dapat diidentifikasi bahwa warna iris mata dikendalikan oleh 3 gen yang merupakan alel ganda dengan dominasi coklat=kuning>putih, 1 pasang gen berpigmen>tak berpigmen dan 1 pasang gen yang mempengaruhi ekspresi penyebaran warna yaitu dilute (d) dan alel normal (D). Gen dilute berpengaruh pada fenotipe warna iris mata coklat, yaitu dengan hadirnya gen dilute dalam keadaan resesif (homosigot resesif) maka fenotip yang muncul adalah warna iris mata kuning walaupun gen yang dimiliki adalah warna iris mata coklat. Selanjutnya individu yang memiliki gen iris mata coklat, namun

16 42 gen dilute dalam keadaan homosigot dan ada gen tak berpigmen maka fenotip yang muncul adalah putih. Fenotipe dan genotipe warna iris mata pada burung merpati lokal disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Fenotipe dan genotipe warna iris mata burung merpati lokal Fenotipe Genotipe Keterangan Iris mata warna coklat (bull eye) A-bbC-D- coklat, berpigmen, normal Iris mata warna kuning (red and orange eye) A-bbC-dd aab-c-d- coklat, berpigmen, dilute kuning,berpigmen, normal Iris mata warna putih (pearl eye) A-B-ccD- walaupun ada gen coklat A-bbccD- namun tidak ada pigmen (cc) A-bbccdd aab-ccd- ada gen kuning, namun tidak aab-ccd- ada pigmen (cc) maka putih aabbccdd putih homosigot Iris mata warna lip lap A-B-C-D- Coklat, kuning, normal Penggemar burung merpati lebih menyukai warna iris mata kuning pada burung merpati peliharaannya. Hal ini berkaitan dengan performa, bahwa burung merpati yang memiliki warna iris mata kuning tampak lebih menarik (gagah) terutama untuk burung merpati jantan untuk lomba balap tinggi maupun balap datar. Berdasarkan hasil perkawinan resiprokal (Tabel 11) tersebut untuk mengembangkan burung merpati yang memiliki iris mata kuning dapat diperoleh dari perkawinan tetua kuningxkuning, kuningxcoklat, coklatxkuning, lip lapxkuning, lip lapxlip lap, putihxcoklat, putihxkuning. Pada penelitian ini warna iris mata kuning tidak muncul dari perkawinan tetua lip lapxcoklat dan putihxputih. Hal ini dapat dianalisis dari hasil perkawinan resiprokal tersebut bahwa terdapat 3 lokus yang mengendalikan warna iris mata yaitu 1 lokus terdiri dari 3 gen yang merupakan alel ganda dengan dominasi coklat=kuning>putih, 1 pasang gen yang ekspresinya berpigmen (C) dominant terhadap tidak berpigmen (c) dan 1 pasang gen yang mempengaruhi ekspresi penyebaran warna yaitu dilute

17 43 (d) dan alelnya normal (D). Gen dilute berpengaruh pada fenotipe warna iris mata merah dengan hadirnya gen dilute dalam keadaan resesif (homosigot resesif) maka fenotip yang muncul adalah kuning. Selanjutnya gen iris mata merah, gen dilute dalam keadaan homosigot tidak ada gen berwarna maka fenotip yang muncul adalah putih. Warna iris mata pada burung merpati tidak dapat diketahui saat piyik menetas dan waktu untuk dapat mendeteksi warna iris mata tersebut bervariasi, dengan keragaman yang tinggi yaitu % (Tabel 12). Olehkarenanya warna iris mata pada piyik burung merpati dapat diamati pada rataan dan kisaran umur seperti disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Umur anak burung merpati saat warna iris mata dapat diamati Warna Umur Anak Burung (hari) Iris Mata N Rataan Simpangan Kisaran KK (%) Coklat Kuning Putih Lip lap Keterangan: KK=koefisien keragaman Ekspresi warna iris mata coklat pada piyik dapat diamati paling cepat yaitu saat piyik berumur 44.3 hari, berikutnya lip lap dapat diamati pada saat piyik berumur 45.5 hari, karena lip lap adalah ekspresi gabungan coklat dengan warna iris mata yang lain, yaitu kuning atau putih. Warna iris mata kuning mulai dapat dibedakan dengan iris mata coklat mulai umur 57 hari dan paling lama pada umur 132 hari sehingga rataan pada penelitian ini untuk pengamatan warna iris mata kuning adalah saat piyik berumur 64.6 hari. Warna iris mata yang paling lama tampak adalah putih karena pada awal mirip coklat atau kuning, kemudian tampak keabu-abuan, kemudian putih kemerahan dengan putih sedikit di sekitar bola mata yang hitam yang berpeluang sebagai iris mata coklat atau kuning, selanjutnya jika putihnya bertambah luas maka baru dinyatakan warna iris mata tersebut adalah putih. Kisaran untuk mengidentifikasi iris mata piyik burung merpati berwarna putih yaitu saat piyik berumur 45 hingga 145 hari.

18 44 Pewarisan Sifat dan Frekuensi Gen Frekuensi gen dari sifat kualitatif yang diamati dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 13. Warna dasar bulu dikontrol oleh banyak pasang gen yang terdapat pada kromosom otosom dan satu pasang gen yang terdapat pada kromosom seks, sehingga dari perkawinan tetua megan dengan megan diperoleh anak gambir betina, hal ini seperti dikemukakan oleh (Noor 2008). Frekuensi pola bulu blantong, selap, telampik dan corak lebih sedikit dibandingkan dengan polos. Pola bulu burung merpati dipengaruhi oleh 4 pasang gen yaitu blantong, selap, telampik dan corak. Keempat alel yang mempengaruhi ekspresi pola bulu pada burung merpati tersebut terdapat pada kromosom otosom dan pada lokus yang berbeda. Tabel 13 Frekuensi gen pada burung merpati lokal Fenotipe Genotipe Gen Frekuensi Gen Pola Bulu Piebald (Blantong) pp p 0.31 Polos P- P 0.69 Hysterical (Selap) ss s 0.25 Polos S- S 0.75 Badge (Telampik) tt t 0.31 Polos T T 0.69 Grizzle G- G 0.29 Polos gg g 0.71 Ornamen Kepala Crest (Kucir) crcr cr 0.05 Fade (Polos) CR- CR 0.95 Warnma Shank (ceker) Hitam kemerahan rr r 0.03 Merah R- R 0.97 Shank (ceker) berbulu Tidak berbulu grgr Gr 0.84 Grouse (Berbulu) GR- GR 0.16 Warna Iris mata Bull eye (Coklat) A- A 0.40 Red and Orange eye (Kuning) B- B 0.40 Pearl eye (Putih) Aa/bb a/b 0.20 Dominasi pola bulu. Pola bulu blantong dan corak diwariskan resesif terhadap polos. Gen yang mempengaruhi pola bulu ini terdapat pada kromosom

19 45 Z. Adapun selap dan telampik diwariskan seks influenced, berarti terdapat pada kromosom otosom (kromosom Z) pula dan resesif terhadap polos. Dominasi gen yang mengekspresikan ornament bulu kepala berjambul (crest) adalah resesif terhadap tidak berjambul (fade). Frekuensi bulu jambul sebesar 0.05 dan bulu polos 0.95 pada penelitian ini. Frekuensi gen tidak jambul (fade) lebih tinggi dibandingkan frekuensi gen berjambul (crest). Hal ini mengakibatkan fenotipe tidak berjambul lebih tinggi di lapang, dan dalam keadaan homosigot atau heterosigot. Pemunculan tidak berjambul hanya membutuhkan satu gen karena pewarisan tidak berjambul adalah dominant autosomal yaitu pada kromozom A. Warna ceker merah diwariskan resesif terhadap hitam kemerahan. Di lapang frekuensi warna ceker merah mendekati 1. Hal ini dikarenakan adanya gen modifier yang menyebabkan ceker yang hitam berubah menjadi merah, sehingga piyik yang berceker hitam setelah dewasa warna cekernya berubah menjadi merah, seperti dikemukakan oleh Huntley (1999). Gen yang mempengaruhi ekspresi warna ceker terdapat pada kromosom otosom (komosom A), sehingga ekspresi pada kedua jenis kelamin sama. Frekuensi gen ceker berbulu lebih rendah dibandingkan ceker tidak berbulu. Di lapang penggemar burung merpati lokal lebih menyukai burung merpati yang cekernya tidak berbulu, adapun burung merpat yang memiliki ceker berbulu adalah nurung merpati hias. Ceker berbulu terdapat pada kromosom otosom (kromosom A) dan diwariskan dominat, namun frekuensi gen di lapang rendah, dan perkawinan dengan ceker berbulu jarang dilakukan sehingga fenotipe ceker tidak berbulu lebih banyak dibandingkan ceker yang berbulu. Frekuensi gen warna iris mata putih lebih rendah dibandingkan dengan warna iris mata kuning maupun warna coklat. Gen yang mempengaruhi ekspresi iris mata juga terdapat pada kromosom otosom. Heterosigositas Keragaman sifat kualitatif pada burung merpati lokal merupakan keanekaragaman genetik. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai hetersosigositas yang disajikan pada Tabel 14. Adanya keragaman sifat kualitatif dapat diseleksi

20 46 sesuai dengan manfaat burung merpati sebagai binatang kesayangan yaitu burung merpati hias. Tabel 14 Nilai heterosigositas (h) sifat kualitatif pada burung merpati lokal Sifat h ± SE(h) Warna dasar tubuh ± Warna dasar bulu sayap ± Pola bulu sayap ± Pola warna pelangi (barr) ± Ornamen kepala ± Warna ceker ± Shank tidak berbulu ± Warna iris mata ± H ± SE(H) ± Pada Tabel 14 bahwa warna shank, warna iris mata dan ornament kepala cenderung lebih seragam dibandingkan sifat kualitatif yang lain. Adapun warna bulu beragam berdasarkan nilai heterozigositas yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari nilai heterosigositas warna bulu lebih tinggi dibandingkan ornament kepala, warna ceker, dan warna iris mata. Adapun nilai heterosigositas masing-masing sifat kualitatif pada penelitian berkisar dari Warna ceker memiliki nilai heterosigositas terendah dibanding yang lainnya. Berarti warna iris mata mendekati keseragaman. Hal ini diduga sudah ada seleksi yang dilakukan oleh penggemar burung merpati yang lebih menyukai warna iris mata tertentu yaitu kuning. Heterosigositas rata-rata sebesar menunjukkan bahwa burung merpati lokal masih beragam. Seperti dikemukakan oleh Javanmard (2005) bahwa populasi dinyatakan beragam apabila hetersigositasnya lebih dari Berarti seleksi pada burung merpati lokal masih efektif dilakukan. Simpulan 1. Warna dasar burung merpat lokal hitam, megan, abu, coklat dan putih. Pola warna bulu sayap primer polos, telampik, selap. Warna iris mata

21 47 kuning, coklat, putih, dan liplap. Ornament bulu kepala tidak berjambul. Warna ceker merah. Ceker tidak berbulu. 2. Sifat kualitatif dalam keadaan tidak setimbang kecuali warna ceker dan ornament kepala dalam keadaan setimbang (equilibrium). 3. Sifat kualitatif pada burung merpati masih beragam dengan heterosigositas rata- rata sebesar Warna iris mata yang paling cepat dapat dilihat pada piyik burung merpati adalah warna iris mata coklat sedang warna iris mata putih paling lama. Warna iris mata dikontrol oleh empat pasang gen pada kromosom otosomal. 5. Gen pengontrol warna bulu terdapat pada tiga lokus yang terletak pada 2 kromosom otosom dan 1 kromosom seks. 6. Warna ceker dan ceker berbulu dikontrol gen yang terdapat pada kromosom otosom. Warna ceker seragam merah dengan adanya gen modifier. 7. Warna paruh berkaitan dengan warna kuku dan warna kulit.

114 Warna dasar, pola bulu dan corak bulu burung merpati balap sama dengan burung merpati lokal, kecuali warna dasar putih tidak ditemukan pada balap

114 Warna dasar, pola bulu dan corak bulu burung merpati balap sama dengan burung merpati lokal, kecuali warna dasar putih tidak ditemukan pada balap 113 BAHASAN UMUM Gen yang mempengaruhi ekspresi sifat kualitatif terdapat pada kromosom otosom (kromsom Z), sehingga ekspresi pada kedua jenis kelamin sama, kecuali warna bulu adapula yang terpaut seks.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Ayam

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Ayam TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ayam Klasifikasi bangsa ayam menurut Myers (2001) yaitu kingdom Animalia (hewan); filum Chordata (hewan bertulang belakang); kelas Aves (burung); ordo Galliformes; famili Phasianidae;

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di peternakan merpati di area Komplek Alam Sinar Sari, Desa Sinarsari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini berlangsung selama bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Burung Merpati Balap Tinggian Karakteristik dari burung merpati balap tinggian sangat menentukan kecepatan terbangnya. Bentuk badan mempengaruhi hambatan angin, warna

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba.

PENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ternak unggas merupakan ternak yang sangat populer di Indonesia sebagai sumber daging. Selain cita rasanya yang disukai, ternak unggas harganya relatif lebih murah dibandingkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Ciamis, Jawa Barat Kabupaten Ciamis merupakan daerah dataran tinggi yang memiliki luasan sekitar 244.479 Ha. Secara geografis Kabupaten Ciamis terletak

Lebih terperinci

A~a n = B~b~b 1 n = C~c b ~c s ~c a ~c n = D~d n = i~i n= L~l n = o~o n = = h.

A~a n = B~b~b 1 n = C~c b ~c s ~c a ~c n = D~d n = i~i n= L~l n = o~o n = = h. Lokus o~o yang terpaut kromosom X akan memberikan tiga macam warna fenotipe yaitu oranye (a 1 ), tortoiseshell (a ) dan bukan oranye (a ) dengan jumlah a 1 + a + a = n. Frekuensi alel ditentukan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Lokasi Penelitian Suhu dan kelembaban lokasi penelitian diamati tiga kali dalam sehari yaitu pagi, siang dan sore hari. Rataan suhu dan kelembaban pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

III. KARAKTERISTIK AYAM KUB Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb

III. KARAKTERISTIK AYAM KUB Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb III. KARAKTERISTIK AYAM KUB-1 A. Sifat Kualitatif Ayam KUB-1 1. Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb Sifat-sifat kualitatif ayam KUB-1 sama dengan ayam Kampung pada umumnya yaitu mempunyai warna

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik ternak tinggi, namun sumber daya genetik tersebut belum dimanfaatkan dengan optimal. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

KARAKTERISASI, KERAGAMAN POLA WARNA, CORAK TUBUH DAN GENETIK KUDA LOKAL SULAWESI UTARA

KARAKTERISASI, KERAGAMAN POLA WARNA, CORAK TUBUH DAN GENETIK KUDA LOKAL SULAWESI UTARA 35 KARAKTERISASI, KERAGAMAN POLA WARNA, CORAK TUBUH DAN GENETIK KUDA LOKAL SULAWESI UTARA Pendahuluan Populasi kuda lokal di Sulawesi Utara memiliki karakteristik baik morfologi maupun pola warna tubuh

Lebih terperinci

Suhardi, S.Pt.,MP MONOHIBRID

Suhardi, S.Pt.,MP MONOHIBRID Suhardi, S.Pt.,MP MONOHIBRID TERMINOLOGI P individu tetua F1 keturunan pertama F2 keturunan kedua Gen D gen atau alel dominan Gen d gen atau alel resesif Alel bentuk alternatif suatu gen yang terdapat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur

I PENDAHULUAN. sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh merupakan salah satu jenis ternak unggas yang dikembangkan sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur maupun daging. Sejak

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN MATERI DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Rawamangun Selatan, Gg. Kana Tanah Merah Lama, Jakarta Timur. Penelitian dilakukan empat bulan, yaitu mulai bulan Agustus sampai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Burung Merpati

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Burung Merpati TINJAUAN PUSTAKA Burung Merpati Burung merpati termasuk kedalam kelas unggas yang telah lama dikenal di Indonesia dengan sebutan burung dara (Gambar1). Burung merpati merupakan spesies paling terkenal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. murni yang masih sedikit dan wawasan peternak masih sangat minim dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. murni yang masih sedikit dan wawasan peternak masih sangat minim dalam 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Lokal Ayam lokal di Indonesia telah lama dikembangkan oleh masyarakat Indonesia dan biasanya sering disebut dengan ayam buras. Ayam buras di Indonesia memiliki perkembangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Riau, hasil pemekaran dari Kabupaten induknya yaitu Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

PELUANG USAHA PENGEMBANGBIAKAN BURUNG LOVE BIRD

PELUANG USAHA PENGEMBANGBIAKAN BURUNG LOVE BIRD PELUANG USAHA PENGEMBANGBIAKAN BURUNG LOVE BIRD Nama : Angga Rio Pratama Kelas : S1 TI 2C NIM : 10.11.3699 Lingkungan Bisnis STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2010/2011 Peluang Usaha Pengembangbiakan Love Bird (

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab Berbagai alasan muncul berkaitan dengan asal-usul penamaan ayam Arab. Beberapa sumber mengatakan bahwa asal mula disebut ayam Arab karena awalnya dibawa dari kepulangan ibadah

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

I. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi adalah salah satu kabupaten di Provinsi Riau, hasil pemekaran dari kabupaten induknya yaitu kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

Aplikasi Kombinatorial dan Peluang Diskrit Untuk Menyelesaikan Masalah-Masalah dalam Hukum Pewarisan Mendel

Aplikasi Kombinatorial dan Peluang Diskrit Untuk Menyelesaikan Masalah-Masalah dalam Hukum Pewarisan Mendel Aplikasi Kombinatorial dan Peluang Diskrit Untuk Menyelesaikan Masalah-Masalah dalam Hukum Pewarisan Mendel Andri Rizki Aminulloh 13506033 Program Studi Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika

Lebih terperinci

Dasar pewarisan sifat pada ternak Factor-faktor yang mempengaruhi fenotif ternak Genetika populasi

Dasar pewarisan sifat pada ternak Factor-faktor yang mempengaruhi fenotif ternak Genetika populasi Dasar pewarisan sifat pada ternak Factor-faktor yang mempengaruhi fenotif ternak Genetika populasi Apabila kita mengawinkan sapi Bali, maka anaknya yang diharapkan adalah sapi Bali bukan sapi madura. Demikian

Lebih terperinci

GENETIKA DASAR Perluasan Analisis Mendelian dan Interaksi Gen

GENETIKA DASAR Perluasan Analisis Mendelian dan Interaksi Gen GENETIKA DASAR Perluasan Analisis Mendelian dan Interaksi Gen Oleh Dr. Ir. Dirvamena Boer, M.Sc.Agr. HP 08 385 065 359 e-mail dirvamenaboer@yahoo.com Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, Kendari Dipublikasi

Lebih terperinci

ACARA PENGAJARAN (SAP) IV A.

ACARA PENGAJARAN (SAP) IV A. SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) IV A. 1. Pokok Bahasan : Jenis dan tipe ayam komersial A.2. Pertemuan minggu ke : 6 (2 jam) B. Sub Pokok Bahasan: 1. Ayam tipe petelur 2. Ayam tipe pedaging 3. Ayam tipe dwiguna

Lebih terperinci

Topik 3 Analisis Genetik Hk. Mendel

Topik 3 Analisis Genetik Hk. Mendel Topik 3 Analisis Genetik Hk. Mendel Hukum Mendel yang sering dikonotasikan dengan hukum pewarisan didasarkan pada prinsip-prinsip segregasi (Hk.Mendel I) dan penggabungan kembali (Hk. Mendel II) gen-gen

Lebih terperinci

ALEL GANDA DAN PEWARISAN GOLONGAN DARAH

ALEL GANDA DAN PEWARISAN GOLONGAN DARAH ALEL GANDA DAN PEWARISAN GOLONGAN DARAH ALEL GANDA DAN PEWARISAN GOLONGAN DARAH Alel merupakan bentuk alternatif sebuah gen yang terdapat pada lokus (tempat tertentu) atau bisa dikatakan alel adalah gen-gen

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terutama telurnya. Telur puyuh sangat disukai karena selain bentuknya yang

PENDAHULUAN. terutama telurnya. Telur puyuh sangat disukai karena selain bentuknya yang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh merupakan ternak unggas yang cukup popular di masyarakat terutama telurnya. Telur puyuh sangat disukai karena selain bentuknya yang mungil yang cocok untuk dimasukkan

Lebih terperinci

GENETIKA DAN HUKUM MENDEL

GENETIKA DAN HUKUM MENDEL GENETIKA DAN HUKUM MENDEL Pengertian Gen Pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Hunt Morgan, ahli Genetika dan Embriologi Amerika Serikat (1911), yang mengatakan bahwa substansi hereditas yang dinamakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar

PENDAHULUAN. terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama

Lebih terperinci

BIOLOGI SET 07 POLA HEREDITAS 2 DAN LATIHAN SBMPTN TOP LEVEL - XII SMA A. TAUTAN/LINKAGE

BIOLOGI SET 07 POLA HEREDITAS 2 DAN LATIHAN SBMPTN TOP LEVEL - XII SMA A. TAUTAN/LINKAGE 07 MATERI DAN LATIHAN SBMPTN TOP LEVEL - XII SMA BIOLOGI SET 07 POLA HEREDITAS 2 A. TAUTAN/LINKAGE Tautan gen merupakan salah satu penyimpangan terhadap hukum Mendel. Pada peristiwa ini, dua gen atau lebih

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN PENDUGAAN PARAMETER GENETIK BURUNG MERPATI LOKAL (Columba livia) SEBAGAI MERPATI BALAP DAN PENGHASIL DAGING.

PRODUKTIVITAS DAN PENDUGAAN PARAMETER GENETIK BURUNG MERPATI LOKAL (Columba livia) SEBAGAI MERPATI BALAP DAN PENGHASIL DAGING. PRODUKTIVITAS DAN PENDUGAAN PARAMETER GENETIK BURUNG MERPATI LOKAL (Columba livia) SEBAGAI MERPATI BALAP DAN PENGHASIL DAGING Sri Darwati SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PRODUKTIVITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan salah satu ayam lokal langka Indonesia. Ayam. bandingkan dengan unggas lainnya (Suryani et al., 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan salah satu ayam lokal langka Indonesia. Ayam. bandingkan dengan unggas lainnya (Suryani et al., 2012). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kedu Ayam Kedu merupakan salah satu ayam lokal langka Indonesia. Ayam Kedu berasal dari Desa Karesidenan Kedu Temanggung Jawa Tengah. Ayam Kedu memiliki kelebihan daya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki banyak potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan maupun tumbuhan dapat

Lebih terperinci

ABSTRAK. KEANEKARAGAMAN MORFOGENETIK KUCING DOMESTIK (Felis domesticus) DI WILAYAH LINGKUP KAMPUS IAIN AMBON

ABSTRAK. KEANEKARAGAMAN MORFOGENETIK KUCING DOMESTIK (Felis domesticus) DI WILAYAH LINGKUP KAMPUS IAIN AMBON ABSTRAK KEANEKARAGAMAN MORFOGENETIK KUCING DOMESTIK (Felis domesticus) DI WILAYAH LINGKUP KAMPUS IAIN AMBON Nirmala Fitria Firdhausi, Dosen Prodi Pendidikan Biologi IAIN Ambon, E-mail: nirmala_firdhausi@yahoo.com

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. cara diburu di hutan-hutan pedalaman. Puyuh liar biasanya hidup di semak-semak

PENDAHULUAN. cara diburu di hutan-hutan pedalaman. Puyuh liar biasanya hidup di semak-semak 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung puyuh adalah salah satu jenis burung yang hidup secara liar dan keberadaannya di alam bebas dan terbuka. Burung ini biasanya ditemukan dengan cara diburu di hutan-hutan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING S. SOPIYANA, A.R. SETIOKO, dan M.E. YUSNANDAR Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran III PO Box 221

Lebih terperinci

STUDI FREKUENSI SIFAT KUALITATIF AYAM KAMPUNG DI DESA MENAMING KECAMATAN RAMBAH KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

STUDI FREKUENSI SIFAT KUALITATIF AYAM KAMPUNG DI DESA MENAMING KECAMATAN RAMBAH KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU STUDI FREKUENSI SIFAT KUALITATIF AYAM KAMPUNG DI DESA MENAMING KECAMATAN RAMBAH KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU (The Study of Native Chicken Qualitative Frequency in Menaming Village Rambah Subdistrict

Lebih terperinci

Simbol untuk suatu gen

Simbol untuk suatu gen P F Fenotip Genotip Istilah Simbol untuk suatu gen Homozigot Heterozigot Pengertian Singkatan dari kata Parental, yang artinya induk Singkatan dari kata Filial, yang artinya keturunan Karakter atau sifat

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 79 PEMBAHASAN UMUM Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kuda di Sulawesi Utara telah dikenal sejak lama dimana pemanfatan ternak ini hampir dapat dijumpai di seluruh daerah sebagai ternak tunggangan, menarik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. cukup besar, tidak hanya keanekaragaman flora tetapi juga faunanya. Hal ini

PENDAHULUAN. cukup besar, tidak hanya keanekaragaman flora tetapi juga faunanya. Hal ini I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang cukup besar, tidak hanya keanekaragaman flora tetapi juga faunanya. Hal ini dapat dilihat dari keanekaragaman

Lebih terperinci

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN WAFIATININGSIH 1, IMAM SULISTYONO 1, dan RATNA AYU SAPTATI 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

Lebih terperinci

Warna Warni Love Bird di Indonesia ( Dalam tahap Penyempurnaan )

Warna Warni Love Bird di Indonesia ( Dalam tahap Penyempurnaan ) Warna Warni Love Bird di Indonesia ( Dalam tahap Penyempurnaan ) Dewasa ini Peternak di Indonesia yang masih memiliki warna wildcolour dalam arti galur murni dari 9 spesies Love Bird yang ada di alam bebas

Lebih terperinci

ALEL OLEH : GIRI WIARTO

ALEL OLEH : GIRI WIARTO ALEL OLEH : GIRI WIARTO Sejarah Singkat Dengan adanya Mutasi,sering dijumpai bahwa pada suatu lokus didapatkan lebih dari satu macam gen. Mendel tidak dapat mengetahui adanya lebih dari satu alel yang

Lebih terperinci

DIKTAT PEMBELAJARAN BIOLOGI KELAS XII IPA

DIKTAT PEMBELAJARAN BIOLOGI KELAS XII IPA DIKTAT 6 GENETIKA volume 4 PENYIMPANGAN HUKUM MENDELL A. Pendahuluan Kadang kala kita melihat bahwa hasil persilangan yang terjadi tidak lah seperti yang kita harapkan atau tidak seperti apa yang diperkirakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Magelang Bangsa itik jinak yang ada sekarang berasal dari itik liar yang merupakan species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi (Susilorini

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kambing merupakan hewan-hewan pertama yang didomestikasi. oleh manusia. Diperkirakan pada mulanya pemburu-pemburu membawa

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kambing merupakan hewan-hewan pertama yang didomestikasi. oleh manusia. Diperkirakan pada mulanya pemburu-pemburu membawa PENDAHULUAN Latar Belakang Kambing merupakan hewan-hewan pertama yang didomestikasi oleh manusia. Diperkirakan pada mulanya pemburu-pemburu membawa pulang anak kambing dari hasil buruannya. Anak-anak kambing

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua domba termasuk kedalam

Lebih terperinci

PENGUJIAN KESETIMBANGAN HARDY-WEINBERG. Tujuan : Mempelajari kesetimbangan Hardy-Weinberg dengan frekuensi alel dan gen.

PENGUJIAN KESETIMBANGAN HARDY-WEINBERG. Tujuan : Mempelajari kesetimbangan Hardy-Weinberg dengan frekuensi alel dan gen. PENGUJIAN KESETIMBANGAN HARDY-WEINBERG Tujuan : Mempelajari kesetimbangan Hardy-Weinberg dengan frekuensi alel dan gen. PENDAHULUAN Pada tahun 1908, ahli Matematika Inggris G.H. Hardy dan seorang ahli

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. Burung ini merupakan burung liar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Sapi Bali Abidin (2002) mengatakan bahwa sapi bali merupakan sapi asli Indonesia yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos Sondaicus)

Lebih terperinci

EPISTASI DAN HIPOSTASI Luisa Diana Handoyo, M.Si.

EPISTASI DAN HIPOSTASI Luisa Diana Handoyo, M.Si. EPISTASI DAN HIPOSTASI Luisa Diana Handoyo, M.Si. Selain mengalami berbagai modifikasi fenotipe karena adanya peristiwa aksi gen tertentu, terdapat pula penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketenangan dan akan menurunkan produksinya. Sapi Friesien Holstein pertama kali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketenangan dan akan menurunkan produksinya. Sapi Friesien Holstein pertama kali 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Friesien Holstein Sapi perah adalah jenis sapi yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan susu (Blakely dan Bade, 1992) ditambahkan pula oleh Sindoredjo (1960) bahwa

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Beberapa ratus tahun yang lalu di Jepang telah diadakan penjinakan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Beberapa ratus tahun yang lalu di Jepang telah diadakan penjinakan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sejarah Perkembangan Puyuh Beberapa ratus tahun yang lalu di Jepang telah diadakan penjinakan terhadap burung puyuh. Mula-mula ditujukan untuk hewan kesenangan dan untuk kontes

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dimulai bulan November 2009 sampai dengan bulan Mei 2010. Kondisi curah hujan selama penelitian berlangsung berada pada interval 42.9 mm sampai dengan 460.7

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi bali adalah sapi lokal Indonesia keturunan banteng yang telah didomestikasi. Sapi bali banyak berkembang di Indonesia khususnya di pulau bali dan kemudian menyebar

Lebih terperinci

PERFORMANS AYAM MERAWANG BETINA DEWASA BERDASARKAN KARAKTER KUALITATIF DAN UKURAN- UKURAN TUBUH SEBAGAI BIBIT

PERFORMANS AYAM MERAWANG BETINA DEWASA BERDASARKAN KARAKTER KUALITATIF DAN UKURAN- UKURAN TUBUH SEBAGAI BIBIT PERFORMANS AYAM MERAWANG BETINA DEWASA BERDASARKAN KARAKTER KUALITATIF DAN UKURAN- UKURAN TUBUH SEBAGAI BIBIT HASNELLY Z. dan RAFIDA ARMAYANTI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung

Lebih terperinci

KERAGAMAN POLA WARNA TUBUH, TIPE TELINGA DAN TANDUK DOMBA KURBAN DI BOGOR

KERAGAMAN POLA WARNA TUBUH, TIPE TELINGA DAN TANDUK DOMBA KURBAN DI BOGOR KERAGAMAN POLA WARNA TUBUH, TIPE TELINGA DAN TANDUK DOMBA KURBAN DI BOGOR HENI INDRIJANI 1, ARIFAH HESTI SUKMASARI 2 dan EKO HANDIWIRAWAN 3 1 Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung-Sumedang

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN UKURAN TUBUH BURUNG MERPATI

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN UKURAN TUBUH BURUNG MERPATI 89 PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN UKURAN TUBUH BURUNG MERPATI Pendahuluan Parameter genetik dapat diestimasi dari nilai tertentu dengan demikian merupakan besaran yang menggambarkan kondisi genetik suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerbau. Terdapat dua jenis kerbau yaitu kerbau liar atau African Buffalo (Syncerus)

BAB I PENDAHULUAN. kerbau. Terdapat dua jenis kerbau yaitu kerbau liar atau African Buffalo (Syncerus) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman hayati sangat melimpah. Salah satu dari keanekaragaman hayati di Indonesia adalah kerbau. Terdapat

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Burung Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama kali diternakkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pengembangannya harus benar-benar diperhatikan dan ditingkatkan. Seiring

I PENDAHULUAN. pengembangannya harus benar-benar diperhatikan dan ditingkatkan. Seiring I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Unggas merupakan ternak yang sangat populer di Indonesia sebagai sumber protein hewani daging dan telur. Hal tersebut disebabkan karena ternak unggas harganya relatif murah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaman Bangsa Sapi Lokal Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan

Lebih terperinci

Warna bulu sayap. Warna bulu paha. Warna bulu punggung. Coklat putih Coklat putih Coklat putih. Hitam. Hitam putih. Hitam putih. Coklat hitam putih

Warna bulu sayap. Warna bulu paha. Warna bulu punggung. Coklat putih Coklat putih Coklat putih. Hitam. Hitam putih. Hitam putih. Coklat hitam putih LAMPIRAN 58 Lampiran 1. Data Hasil Pengamatan Kalkun Jantan Dan Kalkun Betina Tabel 16. Hasil Pengamatan Kalkun Jantan Jenis Kalkun No Kalkun keseluruhuan dada ekor punggung sayap paha paruh kepala mata

Lebih terperinci

SIMBOL SILSILAH KELUARGA

SIMBOL SILSILAH KELUARGA SIMBOL SILSILAH KELUARGA Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa dapat : 1. Menjelaskan teori tentang pewarisan sifat perolehan 2. Menjelaskan Hukum Mendel I 3. Menjelaskan Hukum Mendel II GENETIKA Genetika

Lebih terperinci

KERAGAMAN SIFAT KUALITATIF ITIK LOKAL DI USAHA PEMBIBITAN ER DI KOTO BARU PAYOBASUNG KECAMATAN PAYAKUMBUH TIMUR KOTA PAYAKUMBUH SKRIPSI

KERAGAMAN SIFAT KUALITATIF ITIK LOKAL DI USAHA PEMBIBITAN ER DI KOTO BARU PAYOBASUNG KECAMATAN PAYAKUMBUH TIMUR KOTA PAYAKUMBUH SKRIPSI KERAGAMAN SIFAT KUALITATIF ITIK LOKAL DI USAHA PEMBIBITAN ER DI KOTO BARU PAYOBASUNG KECAMATAN PAYAKUMBUH TIMUR KOTA PAYAKUMBUH SKRIPSI Oleh: CHARLLY CHARMINI ARSIH 0910611005 Diajukan Sebagai Salah Satu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Burung Merpati

TINJAUAN PUSTAKA Burung Merpati 7 TINJAUAN PUSTAKA Burung Merpati Burung merpati atau burung dara diklasifikasikan sebagai berikut: kelas Aves; sub kelas Neornithes; super ordo Neognathae; ordo Columbiformes; sub ordo Columbiae; famili

Lebih terperinci

Pewarisan Sifat pada Makhluk Hidup

Pewarisan Sifat pada Makhluk Hidup Bab 5 Sumber: chromosome6.com Pewarisan Sifat pada Makhluk Hidup Hasil yang harus kamu capai: memahami kelangsungan hidup makhluk hidup. Setelah mempelajari bab ini, kamu harus mampu: mendeskripsikan konsep

Lebih terperinci

Definisi Genetika. Genetika Sebelum Mendel. GENETIKA DASAR Pendahuluan dan Genetika Mendel

Definisi Genetika. Genetika Sebelum Mendel. GENETIKA DASAR Pendahuluan dan Genetika Mendel Definisi Genetika GENETIKA DASAR Pendahuluan dan Genetika Mendel Oleh: Dr. Ir. Dirvamena Boer, M.Sc.Agr. HP: 081 385 065 359 e-mail: dirvamenaboer@yahoo.com Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, Kendari

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Itik atau yang lebih dikenal dimasyarakat disebut bebek (bahasa jawa),

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Itik atau yang lebih dikenal dimasyarakat disebut bebek (bahasa jawa), 1 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Sejarah Perkembangan Itik Itik atau yang lebih dikenal dimasyarakat disebut bebek (bahasa jawa), golongan terdahulunya merupakan itik liar bernama Mallard (Anas plathytynchos)

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM GENETIKA DASAR. Disusun oleh : Dr. Henny Saraswati, M.Biomed PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

PETUNJUK PRAKTIKUM GENETIKA DASAR. Disusun oleh : Dr. Henny Saraswati, M.Biomed PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN PETUNJUK PRAKTIKUM GENETIKA DASAR Disusun oleh : Dr. Henny Saraswati, M.Biomed PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL 2017 2 Petunjuk Praktikum Genetika Dasar TATA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam Bangkok merupakan jenis ayam lokal yang berasal dari Thailand dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada daya adaptasi tinggi karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Kegiatan seleksi famili yang dilakukan telah menghasilkan dua generasi yang merupakan kombinasi pasangan induk dari sepuluh strain ikan nila, yaitu TG6, GIFT F2 dan

Lebih terperinci

Beberapa pola: AKAN MENJELASKAN... Alel Ganda Gen letal Linkage Crossing over Determinasi Sex

Beberapa pola: AKAN MENJELASKAN... Alel Ganda Gen letal Linkage Crossing over Determinasi Sex Beberapa pola: AKAN MENJELASKAN... Alel Ganda Gen letal Linkage Crossing over Determinasi Sex *Alel Ganda *Sebuah gen memiliki alel lebih dari satu *Golongan darah : *gen I A, I B, I O *Warna Kelinci :

Lebih terperinci

LOVEBIRD. Semoga bermanfaat.

LOVEBIRD. Semoga bermanfaat. LOVEBIRD Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Aves Order : Psittaciformes Superfamily : Psittacoidea Family : Psittaculidae Subfamily : Agapornithinae Genus : Agapornis Species: 1. Agapornis Personatus

Lebih terperinci

Penerapan Peluang Diskrit, Pohon, dan Graf dalam Pewarisan Sifat Ilmu Genetika

Penerapan Peluang Diskrit, Pohon, dan Graf dalam Pewarisan Sifat Ilmu Genetika Penerapan Peluang Diskrit, Pohon, dan Graf dalam Pewarisan Sifat Ilmu Genetika Imam Prabowo Karno Hartomo NIM : 13507123 Jurusan Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha 10 Bandung,

Lebih terperinci

KONSEP-KONSEP DASAR GENETIKA

KONSEP-KONSEP DASAR GENETIKA KONSEP-KONSEP DASAR GENETIKA Genetika merupakan salah satu bidang ilmu biologi yang mempelajari tentang pewarisan sifat atau karakter dari orang tua kepada anaknya. Ilmu genetika modern meliputi beberapa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban TINJAUAN PUSTAKA Kurban Menurut istilah, kurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya (Anis, 1972). Kurban hukumnya sunnah,

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 1.1 Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di seluruh daratan, kecuali Amerika. Awalnya puyuh merupakan ternak

Lebih terperinci

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber)

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber) KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber) KASUS SEPUTAR DAGING Menghadapi Bulan Ramadhan dan Lebaran biasanya

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM GENETIKA TANAMAN MATERI INTERAKSI GEN

MODUL PRAKTIKUM GENETIKA TANAMAN MATERI INTERAKSI GEN MODUL PRAKTIKUM GENETIKA TANAMAN 2015 3. MATERI INTERAKSI GEN Setiap gen memiliki pekerjaan sendiri-sendiri untuk menumbuhkan karakter tapi ada beberapa gen yang berinteraksi atau dipengaruhi oleh gen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi selama periode kehidupan lembah Indus, kira-kira 4500 tahun yang

TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi selama periode kehidupan lembah Indus, kira-kira 4500 tahun yang TINJAUAN PUSTAKA Kerbau Penemuan-penemuan arkeologi di India menyatakan bahwa kerbau di domestikasi selama periode kehidupan lembah Indus, kira-kira 4500 tahun yang lalu. Hampir tidak ada bangsa kerbau

Lebih terperinci

- - PEWARISAN SIFAT - - sbl5gen

- - PEWARISAN SIFAT - - sbl5gen - - PEWARISAN SIFAT - - Modul ini singkron dengan Aplikasi Android, Download melalui Play Store di HP Kamu, ketik di pencarian sbl5gen Jika Kamu kesulitan, Tanyakan ke tentor bagaimana cara downloadnya.

Lebih terperinci

Karakteristik Sifat Kualitatif Domba Di Ex Upt Pir Nak Barumun Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padanglawas. Aisyah Nurmi

Karakteristik Sifat Kualitatif Domba Di Ex Upt Pir Nak Barumun Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padanglawas. Aisyah Nurmi JURNAL PETERNAKAN VOLUME : 01 NO : 01 TAHUN 2017 ISSN : 25483129 1 Karakteristik Sifat Kualitatif Domba Di Ex Upt Pir Nak Barumun Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padanglawas Aisyah Nurmi Dosen Program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sentra pertanaman kacang panjang yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sentra pertanaman kacang panjang yang mempunyai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sentra pertanaman kacang panjang yang mempunyai keanekaragaman genetik yang luas (Deanon dan Soriana 1967). Kacang panjang memiliki banyak kegunaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing 1. Kambing Boer Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi selama lebih dari 65 tahun. Kata "Boer" artinya petani. Kambing Boer

Lebih terperinci

Gambar 1. Itik Alabio

Gambar 1. Itik Alabio TINJAUAN PUSTAKA Itik Alabio Itik Alabio merupakan salah satu itik lokal Indonesia. Itik Alabio adalah itik yang berasal dari Kabupaten Hulu Sungai Utara, Propinsi Kalimantan Selatan. Habitatnya di daerah

Lebih terperinci

XII biologi. Kelas PENYIMPANGAN HUKUM MENDEL I. Kurikulum 2006/2013. A. Pola-Pola Hereditas. Tujuan Pembelajaran

XII biologi. Kelas PENYIMPANGAN HUKUM MENDEL I. Kurikulum 2006/2013. A. Pola-Pola Hereditas. Tujuan Pembelajaran Kurikulum 2006/2013 Kelas XII biologi PENYIMPANGAN HUKUM MENDEL I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Mengetahui jenis-jenis penyimpangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(3): , Agustus 2016 PERBEDAAN KARAKTERISTIK TUBUH MERPATI TINGGI JANTAN DAN MERPATI BALAP JANTAN LOKAL

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(3): , Agustus 2016 PERBEDAAN KARAKTERISTIK TUBUH MERPATI TINGGI JANTAN DAN MERPATI BALAP JANTAN LOKAL Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(3): 244-248, Agustus 216 PERBEDAAN KARAKTERISTIK TUBUH MERPATI TINGGI JANTAN DAN MERPATI BALAP JANTAN LOKAL Different Characteristics of The Male Body and Columba

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA ACARA 2 SIMULASI HUKUM MENDEL NAMA : HEPSIE O. S. NAUK NIM : KELOMPOK : III ( TIGA )

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA ACARA 2 SIMULASI HUKUM MENDEL NAMA : HEPSIE O. S. NAUK NIM : KELOMPOK : III ( TIGA ) LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA ACARA 2 SIMULASI HUKUM MENDEL NAMA : HEPSIE O. S. NAUK NIM : 1506050090 KELOMPOK : III ( TIGA ) JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG 2017

Lebih terperinci

LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009

LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009 ANALISIS HERITABILITAS POLA REGRESI LAPORAN PRAKTIKUM Oleh Adi Rinaldi Firman 200110070044 LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Luisa Diana Handoyo, M.Si.

Luisa Diana Handoyo, M.Si. Luisa Diana Handoyo, M.Si. Cabang ilmu genetika yang mempelajari gen-gen dalam populasi dan menguraikan secara matematik akibat dari keturunan pada tingkat populasi. Populasi adalah suatu kelompok individu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Lokal Ayam Kampung

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Lokal Ayam Kampung TINJAUAN PUSTAKA Ayam Lokal Ayam di dunia berasal dari daerah Selatan India, pegunungan Himalaya, Assam, Burma, Ceylon dan beberapa daerah di pulau Sumatra dan Jawa. Ditemukan empat spesies ayam liar yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi asli Indonesia secara genetik dan fenotipik umumnya merupakan: (1) turunan dari Banteng (Bos javanicus) yang telah didomestikasi dan dapat pula (2) berasal dari hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Ayam kampung merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di tanah air. Ayam kampung diindikasikan dari hasil domestikasi ayam hutan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. koordinat 107º31-107º54 Bujur Timur dan 6º11-6º49 Lintang Selatan.

HASIL DAN PEMBAHASAN. koordinat 107º31-107º54 Bujur Timur dan 6º11-6º49 Lintang Selatan. 25 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi 4.1.1 Kabupaten Subang Kabupaten Subang terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Utara pada koordinat 107º31-107º54 Bujur Timur dan 6º11-6º49 Lintang Selatan.

Lebih terperinci