114 Warna dasar, pola bulu dan corak bulu burung merpati balap sama dengan burung merpati lokal, kecuali warna dasar putih tidak ditemukan pada balap

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "114 Warna dasar, pola bulu dan corak bulu burung merpati balap sama dengan burung merpati lokal, kecuali warna dasar putih tidak ditemukan pada balap"

Transkripsi

1 113 BAHASAN UMUM Gen yang mempengaruhi ekspresi sifat kualitatif terdapat pada kromosom otosom (kromsom Z), sehingga ekspresi pada kedua jenis kelamin sama, kecuali warna bulu adapula yang terpaut seks. Nilai heterosigositas masing-masing sifat kualitatif berkisar dari Nilai heterosigositas warna bulu lebih tinggi dibandingkan ornament kepala, warna ceker, dan warna iris mata, sebaliknya warna ceker memiliki nilai heterosigositas terendah dibanding yang lainnya. Warna bulu masih beragam, diduga pada burung merpati lokal belum ada seleksi terhadap warna bulu. Adapun warna ceker mendekati seragam, hal ini dikarenakan adanya gen modifier yang menyebabkan ceker yang hitam berubah menjadi merah, sehingga piyik yang berceker hitam setelah dewasa warna cekernya berubah menjadi merah, seperti dikemukakan oleh Huntley (1999). Nilai heterosigositas warna iris mata rendah, berarti warna iris mata mendekati keseragaman. Seperti dikemukakan oleh Javanmard (2005) bahwa populasi dinyatakan beragam apabila hetersigositasnya kurang dari 0.5. Hal ini diduga sudah ada seleksi yang dilakukan oleh penggemar burung merpati yang lebih menyukai warna iris mata tertentu yaitu kuning. Demikian halnya dengan ceker tidak berbulu, frekuensi gen tidak berbulu rendah dikarenakan ada seleksi terhadap ceker tidak berbulu sehingga di lapang burung merpati yang cekernya tidak berbulu lebih banyak. Heterosigositas rata-rata sebesar menunjukkan bahwa burung merpati lokal masih beragam. Warna dasar bulu burung merpati lokal terdapat lima macam, yaitu hitam, megan, coklat atau gambir, abu, dan putih. Pola bulu sayap primer pung merpati lokal polos, telampik dan selap. Adapun corak bulu adalah bar dan barr less. Pengontrol warna dasar ada tiga pasang gen yang terletak pada tiga lokus dengan satu lokus merupakan alel ganda. Dengan dominasi, yaitu (S alelnya s), (B + >B A >b), (C alelnya c) dan ditemukan sebanyak 68 variasi dari lima warna dasar yang diamati. (n= 711 ekor) pada penelitian ini. Adapun Cornell Lab of Ornithology (2007) menduga ada sebanyak 28 jenis warna burung merpati yang disebut morphs. Selanjutnya Zickefoose (2007) menyatakan bahwa Proyek Pigeon Watch mengelompokkan warna burung merpati dalam tujuh morphs, yaitu: Blue-bar; Red-bar, Checker; Red; Spread, Pied, dan White.

2 114 Warna dasar, pola bulu dan corak bulu burung merpati balap sama dengan burung merpati lokal, kecuali warna dasar putih tidak ditemukan pada balap datar maupun balap tinggi. Walaupun secara genetik pada perkawinan secara acak terdapat peluang muncul warna putih, namun penggemar balap lebih menyukai warna dasar selain putih, dengan demikian warna dasar yang ditemukan pada burung merpati balap adalah coklat, abu, megan dan hitam. Adapun pola bulu primer sama dengan burung merpati lokal yaitu polos, telampik dan selap, juga corak bulu yaitu bar dan bar less terdapat pada burung merpati balap. Fenotipe iris mata liplap tidak ditemukan pada burung balap. Keragaman sifat kualitatif burung merpati balap terdapat pada burung merpati lokal. Hal ini menunjukkan bahwa karakterstik sifat kualitatif balap sama dengan merpati lokal. Jenis pakan yang dapat memenuhi kebutuahan nutrisi burung merpati untuk reproduksi maupun produksi (piyik) adalah pakan yang terdiri dari (50% jagung + 50% pakan komersial) dengan kandungan protein kasar pada pakan sebesar 14.9% (hasil analisis bahan pakan) dan energi metabolis 3100 kkal/kg ransum (berdasarkan perhitungan). Walaupun pola konsumsi burung merpati lebih menyukai jagung dibandingkan ransum komersial, dan adanya produksi susu tembolok menjelang piyik menetas dan seminggu pertama yang diproduksi induk dan dilolohkan pada piyik, sehingga bobot piyik umur satu minggu sama antara piyik dari induk yang diberi pakan 100% jagung dengan induk yang sebagian pakan jagung digantikan dengan pakan komersial. Namum penambahan pakan komersial untuk menggantikan sebagian jagung menghasilkan performa piyik lebih baik dibandingkan dengan piyik yang induknya diberi pakan 100% jagung. Adapun proporsi jagung dan pakan komersial dapat diberikan 60% jagung dan 40% ransum komersial. Proporsi ransum komersial terhadap jagung paling tinggi pada minggu ke-i, hal ini disebabkan piyik memerlukan pakan yang lunak dan mengandung gizi tinggi. Hal ini dikarenakan selain crop milk yang dihasilkan oleh kelenjar pada tembolok induk, piyik juga diloloh pakan yang lunak oleh induk, sedangkan pakan yang keras seperti jagung baru dimulai dilolohkan kepada piyik oleh induk saat piyik berumur 6 hari pada penelitian ini.

3 115 Konsumsi pakan per pasang burung merpati pada fase mengeram sebanyak g/pasang/hari yang dipergunakan untuk hidup pokok. Adapun konsumsi pakan pada fase tidak mengeram 73.7 g/pasang/hari dimanfaatkan untuk reproduksi yaitu pembentukan telur pada induk betina, dan konsumsi pakan pada fase meloloh anak sebanyak 102 g/pasang/hari. Pakan yang memenuhi kebutuhan nutrisi burung merpati diperlukan untuk produksi juga reproduksi bagi burung merpati balap maupun penghasil daging. Kajian jenis pakan, pola makan dan kebutuhan pakan sehingga diketahui pakan yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi burung merpati memudahkan manajemen pemeliharaan burung merpati pada penelitian selanjutnya mengenai produktivitasnya. Penelitian diawali dengan penjodohan burung merpati. Waktu yang dibutuhkan untuk menjodohkan burung merpati bervarisai. Burung merpati remaja jantan mulai mencari pasangan pada umur hari dengan rataan 126 hari dan koefisien keragaman 25.87% (n=6). Adapun burung merpati remaja betina mulai mencari pasangan pada umur hari dengan rataan 85.4 hari dan koefisien keragaman 40.8% (n=12). Hasil uji t umur berjodoh, burung merpati jantan nyata lebih lama (P 0.05) dibandingkan betina. Selanjutnya umur berjodoh burung merpati betina lebih beragam dibandingkan dengan burung merpati jantan. Adapun pasangan poligami dapat dilakukan pada 10 pasang (16% dari 62 pasang). Betina pasangan poligami bertelur normal dengan jumlah telur sebanyak dua butir. Kesulitan timbul pada masa pengeraman. Pasangan yang periode bertelurnya berbeda, betina yang belum bertelur mengganggu sarang betina yang bertelur sehingga telur tidak menetas (50%). Kedua betina bertelur tetapi jantan tidak ikut mengerami telur maka betinanya turut tidak mengerami telurnya akibatnya telur tidak menetas (20%). Adapun pasangan poligami lainnya kedua betina bertelur dan masing-masing mengerami telurnya walaupun tidak ada pejantan dan tidak bergantian mengerami telurnya. Namun, setelah telur menetas sewaktu masih piyik mati. Hal tersebut mengakibatkan produktivitas poligami rendah, karena pada pasangan poligami keharmonisan pasangan berpengaruh terhadap produktivitas karena burung merpati mengerami telurnya secara

4 116 bergantian antara induk betina dan jantan, serta kedua induk meloloh piyik secara bergantian. Selanjutnya produktivitas burung merpati diperoleh induk yang mau mengeram sebanyak 82.4%. Hal ini perlu untuk kelangsungan hidup burung merpati seperti dikemukakan (2009) bahwa sifat mengeram merupakan salah satu upaya melestarikan keturunan..adapun yang menyebabkan burung tidak mau mengeram adalah burung tersebut sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan baru atau daya adaptasinya lama; sifat keindukannya kurang, sudah berahi kembali sebelum telur meneta. Hal ini terjadi pada induk yang diberi pakan bernutrisi tinggi yaitu 100% pakan komersial. Produksi telur per pasang burung merpati berkisar 1-3 butir pada penelitian ini. Berat telur tidak mengalami perubahan setelah perode bertelur keempat. Berat telur berkisar g dengan rataan 17.7±1.6 g dan koefisien keragaman 9% pada penelitian ini. Menurut Ensminger (1992) bahwa berat telur unggas dipengaruhi oleh bangsa, berat badan dan umur dewasa kelamin. Jumlah telur yang dihasilkan per tahun, urutan telur dalam clutch, tingkat protein dalam ransum, pakan dan air minum, suhu lingkungan, tipe kandang dan penyakit Umur bertelur pertama berkisar hari dengan rataan 221±31 hari (n=14). Umur bertelur pertama tersebut lebih lama dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Jalal et al. (2011) maupun Khargharia et al. (2003) bahwa umur dewasa kelamin burung merpati berkisar hari dan ±0.46 hari. Berat badan induk burung merpati lokal berkisar g lebih rendah dari hasil penelitian Mignon-Grateau et al. (2000) bahwa berat badan bervariasi dari g sampai g. Perbedaan berat badan ini diduga karena faktor genetik dan lingkungan. Pada saat bertelur pertama burung merpati telah mencapai bobot dewasa, hal ini ditunjukkan dari hasil analisis statistik bobot badan induk saat bertelur pertama, kedua, dan ketiga tidak berbeda nyata. Fertilitas dan daya tetas telur burung merpati pada penelitian ini masingmasing sebesar 92.4% dan 77%. Peneliti lain Jalal et al. (2011) memperoleh fertilitas dan daya tetas burung merpati masing-masing sebesar 90% dan 85%. Bobot tetas piyik burung merpati lokal berkisar g dengan rataan 14.0 g lebih tinggi dari hasiln penelitian Ibrahim and Sani (2010) bahwa bobot

5 117 anak merpati adalah ± 0.08 g, adapun bobot telur tetas adalah ± 0.11 g. Bobot telur dan bobot tetas memiliki korelasi tinggi (r = 0.932) dengan tingkat presisi yang tinggi (R 2 =86.9%). Selang bertelur pada burung merpati lokal 17.6 hari tanpa mengeram, 34.1 hari jika mengeram namun tidak meoloh anak, dan 51 hari jika setelah bertelur kemudain mengeram dan dilanjutkan dengan meloloh anak hingga anak disapih umur 35 hari. Jumlah telur per periode ber telur berkisar 1-3 butir. Kurva pertumbuhan piyik merpati lokal berbentuk kuadratik dengan persamaan Y= t-13.3t 2, yaitu Y=bobot badan dan t adalah waktu (umur) dengan laju pertumbuhan cepat saat piyik berumur 0-14 hari dan setelah umur 28 hari laju pertumbuhan menurun (negatif) dan nilai konversi pakan yang terus meningkat hingga minggu keempat pemeliharaan piyik. Olehkarenanya sebagai piyik potong maka seleksi sebaiknya dilakukan pada umur hari, Berat telur dan berat tetas burung merpati lokal rmemiliki nilai ripitabiltas yang tinggi masing-masing adalah dan Hal ini mendukung hasil penelitian Akpa et al. (2006) yang memperoleh nilai ripitabilitas 0.77 dan 0.85 untuk bobot telur pada telur puyuh yang diukur pada umur 12 minggu dan 28 minggu. Bobot telur dan bobot tetas burung merpati lokal rmemiliki nilai ripitabiltas yang tinggi masing-masing adalah dan Berarti sifat reproduksi tersebut banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan, yaitu suhu, dan kelembaban saat pengeraman. Nilai heritabilitas bobot telur dan bobot tetas pada burung merpati lokal rendah yaitu 0.19 dan Aggrey dan Cheng (1992) dengan menggunakan squab (merpati muda) silangan Silver King x White King memperoleh nilai heritabilitas bobot tetas sebesar Nilai heritabilitas bobot telur burung merpati lokal pada penelitian ini juga lebih rendah dibandingkan unggas lain pada hasil penelitian Ingram et al. (1989); Moss and Watson 1982); Zhang et al. (2005). Hal ini dikarenakan keragaman genetik dan lingkungan. Selain itu nilai heritabilitas untuk sifat yang sama berbeda untuk jenis, bangsa dan galur ternak yang berbeda (Falconer dan Mackay 1996).

6 118 Bobot induk memiliki korelasi genetik dengan bobot telur dan bentuk telur pada burung merpati lokal, yaitu dan Adapun bobot telur memiliki korelasi genetik dengan bobot tetas sebesar Adanya korelasi antara dua sifat bermanfaat untuk seleksi. Seperti dikemuakan Warwick et al. (1995) bahwa pengetahuan tentang besar dan tanda korelasi genetik dapat dipergunakan untuk memperkirakan perubahan yang terjadi pada generasi berikutnya untuk sifat yang tidak diseleksi tetapi berkorelasi dengan sifat yang diseleksi. Semakin tinggi nilai korelasi genetik, semakin besar perubahan yang terjadi pada sifat yang berkorelasi. Nilai korelasi genetik dapat berubah dalam populasi yang sama selama beberapa generasi. Nilai tersebut diestimasi pada kurun waktu tertentu dan berlaku pada suatu populasi. Bobot telur, bobot tetas, bentuk telur, bobot sapih, bobot anak dan bobot tetua memiliki korelasi positip. Bobot dewasa (induk) memiliki korelasi nyata atau berpengaruh positip dan nyata terhadap ukuran telur dan bobot telur yaitu dan Bobot telur berkorelasi positip terhadap bentuk telur, bobot tetas, bobot sapih piyik yaitu 0.207; 0.760; Bobot tetas juga memiliki korelasi positip dan nyata terhadap bobot sapih piyik sebesar Semakin tinggi bobot telur tetas maka dapat diharapkan bobot sapih piyik yang berat, dengan demikian untuk selaksi piyik dapat dimulai dari bobot telur. Adanya korelasi fenotipik antara beberapa sifat pada burung merpati lokal bermanfaat untuk menduga sifat kedua dari sifat pertama atau sebaliknya. Hal ini merujuk kepada Noor (2008) dan Warwick (1995) bahwa korelasi fenotipik ini terjadi dikarenakan adanya gen-gen yang bersifat pleitropik. Pertumbuhan piyik burung merpati balap datar, balap tinggi maupun pedaging (HmoerxKing) tidak berbeda nyata kecuali pada saat menetas (0 hari), burung merpati pedaging lebih berat (P<0.05) dibandingkan burung balap datar dan balap tinggi, sedangkan antara balap datar dan balap tinggi sama. Pada fase pertumbuhan piyik selanjutnya merpati balap datar dan balap tinggi tidak berbeda, sedangkan merpati pedaging berbeda dengan balap pada umur tiga minggu, yaitu merpati pedaging lebih berat dibandingkan merpati balap. Namun pada minggu keempat piyik ketiga jenis merpati yaitu balap datar, balap tinggi maupun pedaging memiliki berat badan tidak berbeda nyata masing-masing 333.0; 312.6;

7 119 dan g. Adapun rataan bobot piyik burung merpati lokal pada minggu keempat mencapai 300 g pada penelitian ini. Pola pertumbuhan ketiga jenis burung sama yaitu pertumbuhan cepat pada minggu pertama dan kedua dengan laju pertumbuhan tertinggi pada minggu pertama. Adapun minggu kedua hingga keempat ada pertumbuhan namun laju pertumbuhan menurun dibandingkan minggu pertama, dengan demikian piyik burung merpati balap yang tidak terseleksi sebagai balap dapat dipotong pada umur hari. Hal ini juga sama pada burung merpati lokal. Bobot potong, persentase karkas dan persentase bagian dada tidak berbeda pada pemotongan piyik umur 21, 23 maupun 25 hari. Bobot potong, persentase karkas dan persentase dada piyik jantan dan piyik betina tidak berbeda. Juga tidak ada interaksi antara umur pemotongan dengan seks. Hal ini menunjukkan bahwa piyik dapat dipotong pada umur 21 hari dengan demikian induk dapat segera bertelur kembali. Hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Ibrahim dan Bashrat (2009) bahwa bobot potong dan karkas piyik burung merpati, yang dipelihara di bawah kondisi rumah tangga di kota-kota Bauchi, North Eastern Nigeria untuk piyik adalah ± 7.32 g dan ± 5.51 g. Pada pengembangan burung merpati lokal selanjutnya peningkatan produksi selain melalui poligami dapat dilakukan melalui penambahn telur tetas atau menambah piyik yang diloloh per pasang induk burung merpati. Pada kondisi normal sepasang burung merpati mengerami telur sebanyak 2 butir sesuai dengan jumlah telur yang diproduksi per periode bertelur yaitu sebanyak 2 butir dan meloloh 2 piyik. Daya tetas pada pasangan induk yang mengerami 3 butir lebih tinggi dibandingkan dengan induk yang mengerami telur dengan jumlah normal 2 butir. Perbedaan pertumbuhan piyik yang diloloh 1, 2, 3 maupun 4 sampai umur 16 hari. Namun mulai umur18 hingga 28 hari, pertumbuhan piyik yang diloloh 1, 2, 3 maupun 4 sama (secara statstik tidak berbeda nyata) Penambahan jumlah anak (piyik) yang diloloh pada sepasang induk burung merpati dapat dilakukan hingga 2 ekor dari kondisi normal (2 piyik). Hal ini dtunjukkan oleh pertumbuhan piyik yang diloloh 3 maupun 4 tumbuh normal seperti halnya pada induk yang meloloh 2 ekor piyik. Tidak ada kematian piyik pada pasangan burung merpati

8 120 yang meloloh piyik 1,2,3 maupun 4. Hal ini dapat diaplikasikan pada manajemen produksi burung merpati balap, sehingga burung balap tidak harus mengerami dan meloloh piyiknya, yaitu dengan menitipkan telur atau piyik kepada induk yang lain (babuan). Adapun burung balap dapat diterbangkan (dilombakan) setelah bertelur. Selanjutnya pada penelitian ini diperoleh penciri ukuran dan bentuk tubuh dari empat ukuran tubuh yaitu lingkar dada, lebar dada, panjang punggung dan panjang sayap, bahwa penciri ukuran tubuh adalah lingkar dada pada burung balap datar, pedaging dan lokal, sedangkan burung merpati balap tinggi adalah panjang sayap. Penciri bentuk tubuh burung merpati balap datar dan lokal adalah panjang sayap, lingkar dada untuk balap tinggi dan panjang punggung untuk pedaging. Penciri ukuran dan bentuk tubuh balap datar dan lokal sama. Skor bentuk tubuh keempat jenis burung merpati berbeda, skor ukuran balap datar dengan lokal ada kesamaan, dan berbeda baik dengan balap tinggi maupun pedaging dari analisis kerumunan. Hal ini menunjukkan ukuran belum dapat digunakan untuk mengkarakterisasi balap datar dan balap tinggi, bahkan ada indikasi bahwa balap datar, balat tinggi dan lokal memiliki keserupaan morfometrik yang tinggi dari analisis jarak keeserupaan. Juga ada pula kesamaan morfometrik dengan burung merpati pedaging walaupun sedikit, hal ini diduga masih ada percampuran diantara keempat jenis burung merpati. Hasil analisis komponen utama, analisis kerumunan, jarak keserupaan maka burung balap datar maupun balap tinggi dapat diseleksi dari populasi burung merpati lokal. Adapun potensi burung merptai lokal dapat dijadikan balap, hal ini merujuk Usherwood (2011) bahwa burung biasa terbang berkelompok. Matthews (1963) bahwa pengulangan kembali jalur yang sama lebih dari dua kali dan kurang dari enam kali saat dilatih terbang efisien bagi burung merpati untuk mengenali lintasan untuk homing. Pennycuick (1997) menyatakan bahwa kecepatan jelajah dibatasi oleh kekuatan otot. Cnotka et al. (2008) bahwa burung yang dilatih terbang memiliki rata-rata hippocampus yaitu struktur otak depan yang berperanan dalam proses informasi spasial lebih besar dibandingkan dengan burung yang tidak dilatih terbang. Volume hippocampus tergantung pada

9 121 karakteristik terbang dan pengalaman navigasi. Adapun plastisitas volume hipokampus dipengaruhi faktor genetik, namun dari hasil penelitian Cnotka et al. (2008) mengkonfirmasikan bahwa pengalaman terbang memiliki implikasi tertentu untuk kemampuan terbang. Artinya pengalaman adalah prasyarat untuk pengembangan hipokampus maksimal. Hal ini membedakan kecepatan terbang dari burung balap, sehingga kecepatan balap datar lebih tinggi dibandingkan balap tinggi dengan tehnik pelatiahan yang berbeda, yaitu burung balap datar dilatih terbang datar pada lintasan tanpa halangan, sedangkan balap tinggi dilatih terbang pada lintasan dengan halangan. Adapun penentu kecepatan terbang pada burung balap datar adalah lingkar dada, sedangkan pada burung balap tinggi adalah panjang sayap. Melalui seleksi berdasarkan kecepatan terbang pada burung merpati lokal juga dapat diperoleh merpati balap. Piyik burung merpati lokal sebagai penghasil daging dapat diperoleh dari piyik lokal yang tidak terseleksi sebagai balap. Hal ini didukung dari penelitian ini bahwa masih ada keserupaan morfometri merpati lokal dengan merpati pedaging (Homerx King).

10 122

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN UKURAN TUBUH BURUNG MERPATI

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN UKURAN TUBUH BURUNG MERPATI 89 PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN UKURAN TUBUH BURUNG MERPATI Pendahuluan Parameter genetik dapat diestimasi dari nilai tertentu dengan demikian merupakan besaran yang menggambarkan kondisi genetik suatu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. Burung ini merupakan burung liar

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN KERAGAMAN SIFAT KUALITATIF BURUNG MERPATI LOKAL

KARAKTERISTIK DAN KERAGAMAN SIFAT KUALITATIF BURUNG MERPATI LOKAL KARAKTERISTIK DAN KERAGAMAN SIFAT KUALITATIF BURUNG MERPATI LOKAL Pendahuluan Sifat kualitatif burung merpati lokal masih beragam. Keragaman sifat kualitatif tersebut merupakan kekayaan plasma nutfah dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati )

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati ) TINJAUAN PUSTAKA Merpati Menurut Yonathan (2003), penyebaran merpati hampir merata di seluruh bagian bumi kecuali di daerah kutub. Merpati lokal di Indonesia merupakan burung merpati yang asal penyebarannya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar

PENDAHULUAN. terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN MATERI DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Rawamangun Selatan, Gg. Kana Tanah Merah Lama, Jakarta Timur. Penelitian dilakukan empat bulan, yaitu mulai bulan Agustus sampai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Burung Puyuh Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa burung liar yang mengalami proses domestikasi. Ciri khas yang membedakan burung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsumsi Pakan Konsumsi pakan puyuh adalah jumlah ransum yang dikonsumsi oleh puyuh dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat energi dan palabilitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012. I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Peternakan puyuh di Indonesia saat ini cukup berkembang, hal ini karena semakin banyaknya usaha peternakan puyuh baik sebagai usaha sampingan maupun usaha utama untuk memenuhi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terutama telurnya. Telur puyuh sangat disukai karena selain bentuknya yang

PENDAHULUAN. terutama telurnya. Telur puyuh sangat disukai karena selain bentuknya yang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh merupakan ternak unggas yang cukup popular di masyarakat terutama telurnya. Telur puyuh sangat disukai karena selain bentuknya yang mungil yang cocok untuk dimasukkan

Lebih terperinci

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VIII VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui peranan ternak babi dalam usaha penyediaan daging. Mengetahui sifat-sifat karakteristik

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di peternakan merpati di area Komplek Alam Sinar Sari, Desa Sinarsari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini berlangsung selama bulan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur

I PENDAHULUAN. sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh merupakan salah satu jenis ternak unggas yang dikembangkan sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur maupun daging. Sejak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Burung Merpati Balap Tinggian Karakteristik dari burung merpati balap tinggian sangat menentukan kecepatan terbangnya. Bentuk badan mempengaruhi hambatan angin, warna

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam Bangkok merupakan jenis ayam lokal yang berasal dari Thailand dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada daya adaptasi tinggi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

Pengaruh Perbedaan Kandungan Protein Dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Anak Merpati

Pengaruh Perbedaan Kandungan Protein Dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Anak Merpati Pengaruh Perbedaan Kandungan Protein Dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Anak Merpati Erna Winarti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta Jln. Stadion Maguwoharjo No. 22 Sleman, Yogyakarta E-mail:

Lebih terperinci

LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009

LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009 ANALISIS HERITABILITAS POLA REGRESI LAPORAN PRAKTIKUM Oleh Adi Rinaldi Firman 200110070044 LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. japanese quail (Coturnix-coturnix Japonica) mulai masuk ke Amerika. Namun,

KAJIAN KEPUSTAKAAN. japanese quail (Coturnix-coturnix Japonica) mulai masuk ke Amerika. Namun, 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Burung Puyuh Puyuh adalah spesies atau subspesies dari genus Coturnix yang tersebar di seluruh daratan, kecuali Amerika. Pada tahun 1870, puyuh Jepang yang disebut japanese

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Magelang Bangsa itik jinak yang ada sekarang berasal dari itik liar yang merupakan species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi (Susilorini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Ciamis, Jawa Barat Kabupaten Ciamis merupakan daerah dataran tinggi yang memiliki luasan sekitar 244.479 Ha. Secara geografis Kabupaten Ciamis terletak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Kegiatan seleksi famili yang dilakukan telah menghasilkan dua generasi yang merupakan kombinasi pasangan induk dari sepuluh strain ikan nila, yaitu TG6, GIFT F2 dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, masyarakat akan cenderung mengonsumsi daging unggas

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh pertama kali di domestikasi di Amerika Serikat pada tahun 1980 dan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh pertama kali di domestikasi di Amerika Serikat pada tahun 1980 dan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Definisi Puyuh ( Coturnix Coturnix Japonica) Puyuh pertama kali di domestikasi di Amerika Serikat pada tahun 1980 dan terus berkembang hingga ke penjuru dunia, dikenal dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Lokasi Penelitian Suhu dan kelembaban lokasi penelitian diamati tiga kali dalam sehari yaitu pagi, siang dan sore hari. Rataan suhu dan kelembaban pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Burung Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama kali diternakkan

Lebih terperinci

III. KARAKTERISTIK AYAM KUB Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb

III. KARAKTERISTIK AYAM KUB Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb III. KARAKTERISTIK AYAM KUB-1 A. Sifat Kualitatif Ayam KUB-1 1. Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb Sifat-sifat kualitatif ayam KUB-1 sama dengan ayam Kampung pada umumnya yaitu mempunyai warna

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai oleh masyarakat. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau konsumen lebih banyak memilih

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Domba merupakan ternak yang keberadaannya cukup penting dalam dunia peternakan, karena kemampuannya untuk menghasilkan daging sebagai protein hewani bagi masyarakat. Populasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah "Ayam kampung" semula

PENDAHULUAN. Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah Ayam kampung semula I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis ternak unggas yang telah memasyarakat dan tersebar di seluruh pelosok nusantara. Bagi masyarakat Indonesia, ayam kampung sudah bukan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua domba termasuk kedalam

Lebih terperinci

PELUANG USAHA PENGEMBANGBIAKAN BURUNG LOVE BIRD

PELUANG USAHA PENGEMBANGBIAKAN BURUNG LOVE BIRD PELUANG USAHA PENGEMBANGBIAKAN BURUNG LOVE BIRD Nama : Angga Rio Pratama Kelas : S1 TI 2C NIM : 10.11.3699 Lingkungan Bisnis STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2010/2011 Peluang Usaha Pengembangbiakan Love Bird (

Lebih terperinci

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur. 23 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Pengamatan terhadap sifat rontok bulu dan produksi telur dilakukan sejak itik memasuki periode bertelur, yaitu pada bulan Januari 2011 sampai Januari 2012.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba Garut merupakan salah satu komoditas unggulan yang perlu dilestarikan sebagai sumber

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. pertama kali diternakkan di Amerika Serikat pada tahun 1870.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. pertama kali diternakkan di Amerika Serikat pada tahun 1870. 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama kali

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. komoditas utamanya adalah telur. Jenis puyuh peteur ini mayoritas diternakan di

PENDAHULUAN. komoditas utamanya adalah telur. Jenis puyuh peteur ini mayoritas diternakan di I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Puyuh Jepang (Cortunix-cortunix japonica) merupakan unggas kecil yang komoditas utamanya adalah telur. Jenis puyuh peteur ini mayoritas diternakan di Indonesia untuk produksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. tetas dan ruang penyimpanan telur. Terdapat 4 buah mesin tetas konvensional dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN. tetas dan ruang penyimpanan telur. Terdapat 4 buah mesin tetas konvensional dengan 19 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Pusat Pembibitan Puyuh Penelitian ini telah dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Pusat pembibitan ini terdiri atas

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian evaluasi pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan yang berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Desember

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan salah satu ayam lokal langka Indonesia. Ayam. bandingkan dengan unggas lainnya (Suryani et al., 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan salah satu ayam lokal langka Indonesia. Ayam. bandingkan dengan unggas lainnya (Suryani et al., 2012). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kedu Ayam Kedu merupakan salah satu ayam lokal langka Indonesia. Ayam Kedu berasal dari Desa Karesidenan Kedu Temanggung Jawa Tengah. Ayam Kedu memiliki kelebihan daya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba.

PENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ternak unggas merupakan ternak yang sangat populer di Indonesia sebagai sumber daging. Selain cita rasanya yang disukai, ternak unggas harganya relatif lebih murah dibandingkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang TINJAUAN PUSTAKA SistematikaTernak Kambing Ternak kambing merupakan ruminansia kecil yang mempunyai arti besarbagi rakyat kecil yang jumlahnya sangat banyak. Ditinjau dari aspek pengembangannya ternak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh Puyuh yang digunakan dalam penilitian ini adalah Coturnix-coturnix japonica betina periode bertelur. Konsumsi pakan per hari, bobot

Lebih terperinci

A. Kesesuaian inovasi/karakteristik lokasi

A. Kesesuaian inovasi/karakteristik lokasi A. Kesesuaian inovasi/karakteristik lokasi Ayam Nunukan adalah sumber plasma nutfah lokal Propinsi Kalimantan Timur yang keberadaannya sudah sangat langka dan terancam punah. Pola pemeliharaan yang kebanyakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Ketersediaan susu sebagai salah satu bahan pangan untuk manusia menjadi hal

Lebih terperinci

PAKAN: PERTUMBUHAN PIYIK DENGAN PAKAN BERBEDA SERTA POLA MAKAN DAN KONSUMSI PAKAN PADA PEMELIHARAAN SECARA INTENSIF

PAKAN: PERTUMBUHAN PIYIK DENGAN PAKAN BERBEDA SERTA POLA MAKAN DAN KONSUMSI PAKAN PADA PEMELIHARAAN SECARA INTENSIF 49 PAKAN: PERTUMBUHAN PIYIK DENGAN PAKAN BERBEDA SERTA POLA MAKAN DAN KONSUMSI PAKAN PADA PEMELIHARAAN SECARA INTENSIF Pendahuluan Pakan diutuhkan ternak untuk memenuhi keutuhan untuk hidup pokok, produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produkproduk peternakan

Lebih terperinci

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN WAFIATININGSIH 1, IMAM SULISTYONO 1, dan RATNA AYU SAPTATI 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Wonosobo merupakan domba hasil persilangan antara domba Texel yang didatangkan pada tahun 1957 dengan Domba Ekor Tipis dan atau Domba Ekor Gemuk yang secara

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh I. TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh Coturnix coturnix japonica merupakan jenis puyuh yang populer dan banyak diternakkan di Indonesia. Puyuh jenis ini memiliki ciri kepala, punggung dan sayap berwarna coklat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki banyak potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan maupun tumbuhan dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping (by product) berupa anak ayam jantan petelur. Biasanya, satu hari setelah

Lebih terperinci

Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari.

Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari. Hal ini berdampak

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsumsi ransum Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu. Ransum yang dikonsumsi oleh ternak digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi

Lebih terperinci

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging Jurnal Peternakan Sriwijaya Vol. 4, No. 2, Desember 2015, pp. 29-34 ISSN 2303 1093 Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging Rukmiasih 1, P.R.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mendorong para peternak untuk menghasilkan ternak yang berkualitas. Ternak

PENDAHULUAN. mendorong para peternak untuk menghasilkan ternak yang berkualitas. Ternak I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi protein hewani seperti daging, telur dan susu, semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pengetahuan dan pendapatan.

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging, I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Ras Pedaging Menurut Indro (2004), ayam ras pedaging merupakan hasil rekayasa genetik dihasilkan dengan cara menyilangkan sanak saudara. Kebanyakan induknya diambil dari Amerika

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE 1. Lokasi dan Materi Penelitian 2. Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METODE 1. Lokasi dan Materi Penelitian 2. Penelitian Tahap Pertama 4 MATERI DAN METODE 1. Lokasi dan Materi Penelitian Penelitian ini dilakukan di kandang percobaan itik milik Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor. Ternak itik maupun entog yang digunakan untuk penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Produktivitas ayam petelur selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga

1. PENDAHULUAN. Produktivitas ayam petelur selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Produktivitas ayam petelur selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang penting diperhatikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu unggas yang sangat efisien dalam menghasilkan daging dan digemari oleh masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Silangan... Henry Geofrin Lase

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Silangan... Henry Geofrin Lase PERFORMA PERTUMBUHAN PUYUH (Coturnix coturnix japonica) PETELUR BETINA SILANGAN WARNA BULU COKLAT DAN HITAM DI PUSAT PEMBIBITAN PUYUH UNIVERSITAS PADJADJARAN GROWTH PERFORMANCE (Coturnix coturnix japonica)

Lebih terperinci

PENINGKATAN PERFORMA DAN PRODUKSI KARKAS ITIK MELALUI PERSILANGAN ITIK ALABIO DENGAN CIHATEUP

PENINGKATAN PERFORMA DAN PRODUKSI KARKAS ITIK MELALUI PERSILANGAN ITIK ALABIO DENGAN CIHATEUP PENINGKATAN PERFORMA DAN PRODUKSI KARKAS ITIK MELALUI PERSILANGAN ITIK ALABIO DENGAN CIHATEUP Pendahuluan Seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap daging, pemeliharaan itik jantan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perunggasan merupakan komoditi yang secara nyata mampu berperan dalam pembangunan nasional, sebagai penyedia protein hewani yang diperlukan dalam pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba mempunyai arti penting bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia karena dapat menghasilkan daging, wool, dan lain sebagainya. Prospek domba sangat menjanjikan untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Ayam Ras petelur Ayam ras petelur merupakan tipe ayam yang secara khusus menghasilkan telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Breeding Center Puyuh Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaranyang terletak di lingkungan Kampus Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Burung Merpati

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Burung Merpati TINJAUAN PUSTAKA Burung Merpati Burung merpati termasuk kedalam kelas unggas yang telah lama dikenal di Indonesia dengan sebutan burung dara (Gambar1). Burung merpati merupakan spesies paling terkenal

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 1.1 Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di seluruh daratan, kecuali Amerika. Awalnya puyuh merupakan ternak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus. Sapi potong adalah sapi yang dibudidayakan untuk diambil dagingnya atau dikonsumsi. Sapi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Coturnix coturnix japonica yang mendapat perhatian dari para ahli. Menurut

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Coturnix coturnix japonica yang mendapat perhatian dari para ahli. Menurut II KAJIAN KEPUSTAKAAN 1.1 Puyuh Jepang dan Klasifikasinya Burung puyuh liar banyak terdapat di dunia, nampaknya hanya baru Coturnix coturnix japonica yang mendapat perhatian dari para ahli. Menurut Nugroho

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan konsumen terhadap produk hasil ternak juga meningkat. Produk hasil ternak yang dipilih

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Ayam kampung merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di tanah air. Ayam kampung diindikasikan dari hasil domestikasi ayam hutan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Aditif Cair Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16-50 Hari dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi pakan selama penelitian adalah 6.515,29 g pada kontrol, 6.549,93 g pada perlakuan KB 6.604,83 g pada perlakuan KBC dan 6.520,29 g pada perlakuan KBE. Konversi pakan itik perlakuan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pengembangannya harus benar-benar diperhatikan dan ditingkatkan. Seiring

I PENDAHULUAN. pengembangannya harus benar-benar diperhatikan dan ditingkatkan. Seiring I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Unggas merupakan ternak yang sangat populer di Indonesia sebagai sumber protein hewani daging dan telur. Hal tersebut disebabkan karena ternak unggas harganya relatif murah

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN PENDUGAAN PARAMETER GENETIK BURUNG MERPATI LOKAL (Columba livia) SEBAGAI MERPATI BALAP DAN PENGHASIL DAGING.

PRODUKTIVITAS DAN PENDUGAAN PARAMETER GENETIK BURUNG MERPATI LOKAL (Columba livia) SEBAGAI MERPATI BALAP DAN PENGHASIL DAGING. PRODUKTIVITAS DAN PENDUGAAN PARAMETER GENETIK BURUNG MERPATI LOKAL (Columba livia) SEBAGAI MERPATI BALAP DAN PENGHASIL DAGING Sri Darwati SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PRODUKTIVITAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Ayam

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Ayam TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ayam Klasifikasi bangsa ayam menurut Myers (2001) yaitu kingdom Animalia (hewan); filum Chordata (hewan bertulang belakang); kelas Aves (burung); ordo Galliformes; famili Phasianidae;

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Kandang Kandang Penelitian Kandang penelitian yang digunakan yaitu tipe kandang panggung dengan dinding terbuka. Jarak lantai kandang dengan tanah sekitar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station Local Duck Breeding and Production Station merupakan suatu unit pembibitan dan produksi itik lokal yang berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang cukup banyak dan tersebar luas di wilayah pedesaan. Menurut Murtidjo (1993), kambing Kacang memiliki

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Salah satu produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi. menghasilkan telur sepanjang tahun yaitu ayam arab.

1. PENDAHULUAN. Salah satu produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi. menghasilkan telur sepanjang tahun yaitu ayam arab. 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan pertambahan penduduk dan tingkat kesadaran masyarakat akan gizi, diperlukan peningkatan ketersediaan sumber gizi terutama protein hewani. Salah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih Bobot Lahir HASIL DAN PEMBAHASAN Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih Rataan dan standar deviasi bobot lahir kambing PE berdasarkan tipe kelahiran dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan 20 ekor Itik Rambon Betina, 4 ekor Itik

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan 20 ekor Itik Rambon Betina, 4 ekor Itik 21 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Penelitian ini menggunakan 20 ekor Itik Rambon Betina, 4 ekor Itik Rambon Jantan dan 20 ekor Itik Cihateup Betina, 4 ekor

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang Pendahuluan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Peternakan itik lokal telah berkembang dengan cukup pesat karena minat peternak yang semakin meningkat sebagai alternatif sumber pendapatan. Khususnya hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil persilangan antara Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN KARAKTERISTIK PRODUKTIVITAS Bobot Badan dan Pertambahan Bobot Badan Pertumbuhan itik Cihateup yang terjadi akibat perubahan bentuk dan komposisi tubuh dapat diketahui dengan melakukan

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN Oleh : Taufik Rizky Afrizal 11.12.6036 S1.SI.10 STMIK AMIKOM Yogyakarta ABSTRAK Di era sekarang, dimana ekonomi negara dalam kondisi tidak terlalu baik dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh

TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh Puyuh merupakan salahsatu komoditas unggas sebagai penghasil telur. Keberadaan puyuh mendukung ketersediaan protein hewani yang murah serta mudah didapat. Puyuh yang dikembangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk hasil peternakan yang berupa protein hewani juga semakin meningkat. Produk hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh Puyuh merupakan salah satu komoditi unggas sebagai penghasil telur dan daging yang mendukung ketersediaan protein hewani yang murah serta mudah didapat (Permentan,

Lebih terperinci

[Evaluasi Hasil Produksi Ternak Unggas]

[Evaluasi Hasil Produksi Ternak Unggas] SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN [AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS] [Evaluasi Hasil Produksi Ternak Unggas] [Endang Sujana, S.Pt., MP.] KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White (NZW) merupakan kelinci hasil persilangan dari Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Konsumsi Ransum Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk hidup pokok dan produksi. Konsumsi ransum adalah jumlah ransum yang dihabiskan oleh ternak pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

Gambar 1. Itik Alabio

Gambar 1. Itik Alabio TINJAUAN PUSTAKA Itik Alabio Itik Alabio merupakan salah satu itik lokal Indonesia. Itik Alabio adalah itik yang berasal dari Kabupaten Hulu Sungai Utara, Propinsi Kalimantan Selatan. Habitatnya di daerah

Lebih terperinci