KAJIAN PENURUAN KUALITAS GABAH-BERAS DILUAR KUALITAS DI PROVINSI JAWA TENGAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN PENURUAN KUALITAS GABAH-BERAS DILUAR KUALITAS DI PROVINSI JAWA TENGAH"

Transkripsi

1 KAJIAN PENURUAN KUALITAS ABAH-BERAS DILUAR KUALITAS DI PROVINSI JAWA TENAH I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Lokasi, Data dan Informasi Kajian ini dilakukan di Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Demak. Data yang digunakan meliputi data sekunder dan primer. Data sekunder di tingkat provinsi diperoleh dari instansi terkait, yakni Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Tengah, Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah, Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Provinsi Jawa Tengah dan Bulog Divisi Regional (Divre) Jawa Tengah. Sedangkan data sekunder di tingkat kabupaten terutama diperoleh dari Dinas Pertanian dan Bulog Subdivre Semarang. Sementara itu penggalian data primer yang lebih mendalam di tingkat pedagang, penggilingan padi (RMU) dan petani di tiga desa di Kabupaten Demak, yakni: a) Desa Demung Karang Kulon, Kecamatan Wonosalam, b) Desa Sedu, Kecamatan Demak, dan c) Desa Dempet, Kecamatan Dempet. Beberapa informasi dan data yang ditelusuri antara lain: a) luas panen, produksi dan produktivitas padi, b) perkembangan harga dan kualitas gabah dan beras periode Februari hingga Mei tahun 29 vs 10, c) kriteria penentuan gabah dan beras, d) pengadaan gabah oleh Bulog Divre Jawa Tengah, e) curah hujan, f) luas lahan yang terkena serangan hama dan penyakit, g) luas lahan yang terkena banjir dan kekeringa dan h. alur pemasaran gabah/beras di Jawa Tengah. II. Perkembangan Komoditas Padi 2.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Propinsi Jawa Tengah termasuk tiga besar produsen padi, secara nasional produksi padi Jawa Tengah pada tahun 29 memberikan konstribusi sekitar 17 persen produksi padi nasional. Produksi padi sangat dipengaruhi luas panen padi dan produktivitas. Pada tabel 1 dapat dijelaskan bahwa pada musim hujan (MH) baik luas panen maupun produksi meningkat dalam kurun waktu dengan tingkat pertumbuhan luas panen 9.8 persen per tahun. Sedangkan produksi meningkat 11.8 persen per tahun. Sementara untuk perkembangan luas panen dan produksi pada musim tanam kemarau (MK) dalam kurun yang sama cenderung menurun, penurunan yang signifikan adalah dari sisi luas panen dengan tingkat pertumbuhan persen per tahun. Luas panen MK merupakan akumulasi dari MK I dan MK II, karena sebagian wilayah di Jawa Tengah, terdapat lahan sawah dengan ketersediaan air irigasinya mencukupi untuk ditanami padi, petani cenderung menanam padi pada MK II (IP padi 3), seperti yang ditemukan di Sragen dan Klaten. Walau luas panen MK merupakan akumulasi dua musim, namun luas panen pada MK tidak selalu lebih besar dibanding pada MH antara lain karena pada musim tersebut sebagian lahan ditanami komoditas non padi, terutama pada MK II seperti palawija dan sayuran, bahkan sebagian lahan pada MK II diberakan, terutama untuk lahan yang terbatas ketersediaan air irigasinya pada MK, Produktivitas padi rata-rata di Jawa Tengah antar musim relatif sama yakni kuintal per Hektar pada MH dan kuintal pada MK.

2 Tabel 1. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi di Provinsi Jawa Tengah, Tahun Luas Panen (ha) Produksi K (ton) Produktivitas (ku/ha) MH MK MH MK MH MK * Rataan Pertumbuhan (%/th) Keterangan : * 10 = Data tahun 10 adalah sampai dengan bulan Agustus. Sumber : BPS Jawa Tengah Untuk melihat dinamika luas panen per bulan selama enam tahun terakhir, dapat ditunjukkan pada gambar 1, tampak bahwa puncak panen raya pada MH terjadi pada bulan Februari-Maret, sementara pada MK terjadi pada Juni-Juli. Biasanya pada masa tersebut harga gabah di petani cenderung rendah, dibanding di bulan lainnya. Bulan panen pada periode tahun,,, 29 dan 10 mempunyai pola yang sama yaitu Februari-Maret, sedangkan pada tahun 27 bergeser atau mengalami keterlambatan panen, hal ini karena terjadi kemarau panjang sehingga musim tanam padi pada tahun tersebut juga bergeser akibatnya masa panen juga berubah.dengan puncak panen raya jatuh pada bulan Maret-April. Data produktivitas atau produksi padi tidak tersedia bulanan, tetapi menurut subroun (per empat bulanan) atau per musim, sehingga untuk analisis produksi bulanan dapat didekati dengan besarnya luas panen dan produktivitas per subroun periode yang sama. Dengan demikian produksi berbanding lurus dengan luas panen, makin besar luas panen berarti makin tinggi produksi padi. ambar 1. Perkembangan Luas Panen Padi di Provinsi Jawa Tengah, 10

3 Keragaan perkembangan luas panen dan produksi padi di Kabupaten contoh berbeda dengan kondisi rata-rata di Jawa Tengah. Bila di Jawa Tengan perkembangan luas panen dan produksi padi cenderung menurun pada MK, hal yang berbeda ditemukan di Kabupaten Demak, tingkat pertumbuhan luas panen, produksi dan produktivitas meningkat selama kurun waktu 27-10, baik untuk MH maupun MK. Tingkat pertumbuhan luas panen dan produksi masing-masing meningkat 4.46 dan 4.88 persen per tahun pada masa MH, sedangkan pada MK tingkat pertumbuhan luas panen meningkat 7.58 persen per tahun dan produksi meningkat 8.81 persen per tahun. Sementara untuk produktivitas meningkat dengan tingkat pertumbuhan 0.51 persen per tahun dan 1.48 persen per tahun pada periode yang sama. Rata-rata produktivitas padi pada MH cenderung lebih tinggi dibanding pada MK, menurut petani pada musim tersebut ketersediaan air cukup, sementara pada MK relatif berkurang. Tabel 2. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Tahun Luas Panen (ha) Produksi K (ton) Produktivitas (ku/ha) MH MK MH MK MH MK , , , , , , * , , Rataan Pertumbuhan (%/th) Keterangan : * 10 = Data tahun 10 adalah sampai dengan bulan Agustus. Sumber : BPS Jawa Tengah ambar 2. Perkembangan Luas Panen Padi di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, 27 10

4 Pada gambar 2 menunjukkan perkembangan luas panen di Kabupaten Demak, dari gambar tersebut mengilustrasikan bahwa panen puncak pada bulan Februari Maret untuk MH, sedangkan pada MK terjadi pada Juni-Juli. Dari grafik tersebut juga dapat dijelaskan bahwa masa panen raya antar tahun terdapat pergeseran, seperti pada tahun 29 untuk MH terbanyak luas panen terdapat pada Februari. Biasanya pada masa tersebut harga gabah di petani cenderung rendah, dibanding di bulan lainnya. Bulan panen pada periode tahun,,, 29 dan 10 mempunyai pola yang sama yaitu Februari-Maret, sedangkan pada tahun 27 bergeser atau mengalami keterlambatan panen, hal ini karena terjadi kemarau panjang sehingga musim tanam padi pada tahun tersebut juga bergeser akibatnya masa panen juga berubah.dengan puncak panen raya jatuh pada bulan Maret-April. Keragaan luas panen dan produksi di Kabupaten Demak pada tahun 27 relatif sama dengan rata-rata Jawa Tengah, pada tahun tersebut rataan luas panen relatif rendah akibat kemarau panjang. Pada kondisi tahun 10 fenomena dinamika luas panen relatif sama dengan kondisi tahun 27, hanya pada tahun 10 justru adanya perubahan cuaca/iklim, curah hujan dan hari hujan relatif tinggi, juga meluasnya serangan OPT berdampak pada berkurangnya luas panen dan produksi padi Perkembangan Harga Aktual dan HPP abah (KP dan K) Harga Pembelian Pemerintah (HPP) merupakan dasar pembelian Bulog dalam menyerap gabah/beras melalui mitra kerharga maupun satgas Bulog. Selama ini HPP ditetapkan melalui INPRES yang tiap tahun diperbarui. Tabel 3 menyajikan analisis perkembangan harga aktual dan HPP selama kurun waktu Kenaikan HPP rata-rata sekitar 9-10 persen per tahun, sedangkan untuk kenaikan harga aktual di petani tidak mempunyai pola tertentu. Antara tahun 27- kenaikan harga mencapai persen, sementara kenaikan antara -29 hanya 2.32 persen dan antara justru mengalami penurunan (0.32 persen). Namun demikian harga aktual KP rata-rata di petani cenderung lebih tinggi dibanding HPP pada periode yang sama. Berdasarkan hasil analisis pada tabel 3 selama periode 27-10, menunjukkan bahwa selisih harga aktual dan HPP semakin kecil. Untuk produk K, kenaikan HPP K tiap tahun 7-10 persen, persentase kenaikan ini lebih rendah dibanding kenaikan HPP KP. Namun demikian selisih HPP dan harga K aktual lebih rendah, di lapang harga rata-rata K aktual di tingkat petani cenderung lebih rendah dibanding HPP K yang berlaku, kecuali pada periode Mei-Desember. Rendahnya harga aktual tersebut karena kualitas atau kadar air yang tidak sesuai standar kualitas pembelian Bulog. Tingginya kadar air gabah yang diproduksi menyebabkan kualitas rendah akibatnya harga yang diterima petani juga relatif rendah.

5 Tabel 3 Perkembangan Harga Aktual dan HPP abah (KP dan K) di Provinsi Jawa Tengah, Uraian Apr 07-Apr 08 Mei-Des 08 Jan-Des 09 Jan-Agt '10 HPP KP 2,0 2,2 2,4 2,640 Persentase Kenaikan Harga Aktual KP Petani 2,8 2,612 2,672 2,664 Persentase Kenaikan (0.32) Harga Aktual KP Petani-HPP KP Persentase terhadap HPP KP HPP K 2,5 2,8 3,0 3,3 Persentase Kenaikan Harga Aktual K Petani 2,541 2,863 2,841 2,612 Persentase Kenaikan Harga Aktual K Petani-HPP K (34.) (159.) (687.99) Persentase terhadap HPP K (1.32) 2.27 (5.31) (.85) Rasio HPP K : HPP KP Rasio Harga aktual K Penggilingan-Harga Aktual KP Harga Beras Medium Persentase Kenaikan Harga Beras di Pasar Semarang 4,327 4,7 4,9 5,471 Persentase Kenaikan 43, 17,10 54, Sumber : Bulog Divre Jawa Tengah (diolah) anbar 3. menyajikan perkembangan Harga Aktual bulanan dan HPP abah (KP dan K) di Provinsi Jawa Tengah, Bila dibandingkan harga aktual bulanan terhadap HPP menurut periode pemberlakuan HPP tampak bahwa harga aktual KP cenderung di atas HPP yang berlaku, selisih yang besar terutama pada bulan September-Januari, pada bulanbulan tersebut sangat langka ketersediaan gabah/kp di pasaran karena tidak ada panen. Kasus pada panen raya (Februari-April) tahun 10 harga rata-rata aktual di pasaran relatif lebih rendah dibanding HPP yang berlaku. Kondisi ini terutama disebabkan kualitas gabah

6 yang diproduksi petani kurang baik akibat serangan OPT dan kadar air yang tinggi. Pada panen MH curah hujan tinggi, sehingga gabah yang dipanen relatif basah atau kadar air tinggi. rafik 3. Perkembangan HPP dan Harga Aktual KP dan K di Provinsi Jawa Tengah, Perkembangan harga K pada kurun waktu Apriil 27 sampai Juli 29 cenderung stabil mendekati HPP, namun pada rentang waktu September 29 Juli 10 terjadi fluktuasi harga yang besar, bahkan harga KP pada bulan september 29 harga K turun drastis dan semakin meningkat sampai melebihi HPP, namun pada masa panen raya padi harga aktual K menurun bahkan pada bulan Maret-Mei rata-rata dibawah HPP K. Pada umumnya masa panen raya MH terganggu dalam proses pengeringan, karena sebagian besar pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran dengan mengandalkan panas matahari, hal ini dialami pada MH tahun 10, sehingga gabah yang diperoleh dari hasil pengeringan yang tidak sempurna tersebut menyebabkan kualitas gabah kering juga rendah, akibatnya harga yang diterima juga rendah Pemasaran abah dan Beras Daerah Jawa Tengah sebagai sentra produksi padi, tiap tahun mengalami surplus produksi. Tingginya surplus produksi di wilayah ini tentunya akan terjadi pemasaran produk tersebut ke luar daerah. Menurut Badan Ketahanan Pangan Jawa Tengah pada tahun 10 tercatat ton, kelebihan tersebut diperdagangkan ke luar daerah bahkan antar pulau. Sebagai ilustrasi alur beras Jawa Tengah, gambar 4 dan 5 dapat menjelaskan fenomena pemasaran beras dari Jawa Tengah kemana saja beras tersebut diperdagangkan dan beras yang masuk ke Kabupaten Demak. Pada gambar 4 menjelaskan alur beras yang keluar antar pulau, jumlah yang dominan adalah dengan tujuan utama ke Pulau Kalimantan terutama ke Pontianak. Sementara data yang tercatat melalui jembatan timbang merupakan alur keluar masuknya beras dari dan ke Kabupaten Demak. Namun demikian data tersebut terbatas yang termonitor dan tercatat di jembatan timbang dan pelabuhan Tanjung Mas, sementara gabah/beras yang tidak melewati kedua tempat tersebut tidak tercatat.

7 ambar 4. Alur distribusi beras di Jawa Tengah yang tercatat di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, Tahun 10 Sumber : Badan Ketahanan Pangan Jawa Tengah (10) ambar 5. Alur distribusi beras di Jawa Tengah yang tercatat di Jembatan Timbang, Tahun 10 Sumber : Badan Ketahanan Pangan Jawa Tengah (10) Pada umumnya petani di wilayah Demak menjual langsung hasil padinya dalam bentuk KP dan dominan dengan sistem tebasan. Lebih dari 95 persen petani pada MH menjual sebagian besar hasil padinya dengan tebasan, petani enggan melakukan pasca panen pada MH, karena pada musim tersebut sulit melakukan proses pengeringan/penjemuran. Selain itu petani lebih berkonsentrasi untuk penyiapan tanam untuk musim berikutnya. Sementara untuk konsumsi beras umumnya petani memperoleh dengan membeli di pasar atau penggilingan padi.

8 Petani KP Pedagang Pengumpul RMU Pedagang Besar (rosir) Bulog Beras Pengecer Konsumen ambar 6. Alur pemasaran abah/beras di Kabupaten Demak, Tahun 10 Sumber : Data Primer (10) Untuk melihat alur pemasaran dari produsen ke konsumen dapat dilihat pada ilustrasi gambar 6 yang menggambarkan rantai pemasaran gabah/beras di Kabupaten Demak. Dari gambar tersebut dapat dikemukakan bahwa padi dari petani dibeli oleh pedagang pengumpul desa atau sebagian besar adalah penebas. Dari penebas, gabah tersebut dijual ke RMU, sebagian penebas ada yang melakukan proses pengeringan dan sebagian langsung dijual dalam bentuk KP. Beberapa penebas besar, umumnya memproses gabahnya tersebut menjadi beras dengan memanfaatkan jasa RMU, kemudian pedagang tersebut langsung memasarkan berasnya sesuai pasar yang biasa dituju, sebagian besar sudah mempunyai pelanggan tetap. Sebagai informasi bahwa RMU dapat berperan hanya sebagai penjual jasa, artinya menyediakan jasa sewa lantai jemur dan jasa penggilingan, bahkan beberapa RMU besar menyediakan juga jasa gudang. Hal tersebut ditunjukkan pada gambar 6 yang berupa garis putus-putus, ini memperlihatkan bahwa pedagang pengumpul memanfaatkan RMU hanya sebagai penyedia jasa penggilingan. Sementara beberapa RMU selain menyediakan jasa juga merangkap sebagai pedagang. Untuk kasus ini biasanya RMU mempunyai beberapa kaki tangan yang berfungsi sebagai pencari bahan baku (gabah). Kaki tangan ini sebagian besar adalah penebas, biasanya kaki tangan ini diberi modal opersional untuk mencari bahan baku gabah. Penebas inilah yang melakukan transaksi pembelian gabah baik di Kabupaten Demak sendiri maupun ke luar kota, dimana wilayah tersebut terdapat panen padi. Dari penebas inilah gabah dari luar kabupaten antara lain dari Kendal, Sragen, Ngawi, Bojonegoro dan sebagainya masuk ke wilayah Demak. Sebaliknya gabah dari Demak sebagian juga dibeli oleh pedagang dari luar kabupaten (Karawang, Subang dsb), pergerakan perdagangan gabah terjadi antar wilayah biasanya sesuai dengan waktu panen di wilayah masing-masing, bila di daerah Demak panen maka banyak pedagang luar daerah masuk ke Demak, dan sebaliknya bila pasokan gabah di Demak kurang maka gabah dari daerah lain masuk. Mengingat daerah Demak terdapat RMU. Pedagang besar rekanan Dolog, menjual dalam bentuk gabah sesuai kualitas K yang tertera dalam Inpres Perberasan yaitu kadar air maksimum 14 persen dan kadar hampa/kadar kotoran maksimum 3 persen. Harga yang diterima pedagang dari penyetoran K ke Dolog hanya satu harga, sesuai dengan Inpres Perberasan sebesar Rp /kg.. Sedangkan bagi pedagang rekanan yang mempunyai kontrak giling dengan pihak Dolog menerima kerjasama giling gabah yang telah disetorkan tersebut menjadi beras. Dengan pembelian gabah basah dari petani sebesar Rp. 2.5/kg, rendemen K beras sebesar 65

9 persen dan HPP beras berdasarkan Inpres No. 7/29 adalah sebesar Rp /kg, maka besar keuntungan penjualan per kg beras mencapai Rp....(Tabel 4). Tabel 4. Marjin Keuntungan Pedagang Beras Rekanan Dolog di Kabupaten Karawang, 10 (Rp/kg). No. Uraian Nilai Jumlah Jenis Produk 1 Pembelian KP dari Petani KP 2 Biaya pengumpulan gabah KP 3 Biaya Buruh Bongkar Muat 10 KP 4 Ongkos Angkut KP 5 Biaya "agen" KP 6 Biaya Penjemuran K 7 Ongkos iling dan tenaga kerja Beras 8 Biaya Buruh Muat Ke Truk 14 Beras 9 Biaya lain-lain Ongkos Angkut Ke udang Dolog Beras 11 Rendemen abah Ke Beras (%) 0,65 Beras 12 HPP Beras Beras Marjin Keuntungan 217 Beras Sumber : Primer, 10. Bila dilihat perkembangan harga di tingkat petani berdasarkan monitoring dan pengamatan BPS Kabupaten Demak selama Februari-Mei 10 menunjukkan seperti yang disajikan pada Tabel 5. Dalam rentang waktu tersebut, harga rataan terendah terjadi pada bulan Februari yaitu Rp 50/Kg, lebih rendah Rp 190 dibanding HPP. Tingkat harga yang rendah tersebut sesuai dengan kualitas gabah yang diperjual belikan yakni kadar air sekitar 27.6 % dan kadar hanya mencapai 33 %. Tingginya kadar hampa tersebut terutama akibat serangan OPT. Bulan Februari-Maret merupakan masa panen raya di wilayah Demak, sehingga masih ada petani yang menerima harga dibawah HPP, bahkan pada Bulan April harga rata-rata KP di tingkat petani masih dibawah HPP, pada hal dari sisi kualitas relatif bagus kadar air rata-rata 14 % dan kadar hampa sekitar 7.8 %. Dilihat dari kualitas (dari indikator kadar air dan kadar hampa) gabah yang dipanen bulan April relatif bagus dibanding hasil panen Februari-Maret, pada bulan tersebut curah hujan lebih rendah dibanding bulan Februari-Maret, dengan demikian tingkat kekeringan KP lebih baik bahkan cenderung kadar air tersebut bisa dikategorikan K. Pada bulan tersebut panen juga sudah berkurang, tingkat harga relatif stabil (Rp 27/Kg), walaupun dengan kualitas yang berbeda.

10 Tabel 5. Perkembangan Harga dan Kualitas KP Tingkat Petani di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Februari Mei, 10 No Bulan Level Harga Harga KP di Petani (Rp/kg) Kadar Air (%) Kadar Hampa (%) HPP KP (Rp/kg) Diatas HPP (Rp/kg) 1 Februari Rataan Tertinggi Terendah Maret Rataan Tertinggi Terendah April Rataan Tertinggi Terendah Mei Rataan Tertinggi Terendah Sumber : BPS Propinsi Jawa Tengah, Penentuan Kriteria Dalam Transaksi abah di Tingkat Petani Kualitas gabah ditentukan dari berbagai variabel, standar kualitas secara kuantitatif yang diacu oleh Bulog adalah kadar air, kadar hampa dan kadar kotoran (jerami), makin kering dan makin bernas serta semakin sedikit kotoran adalah makin baik. Kualitas gabah yang dihasilkan petani di Jawa Tengah, khususnya di Kabupaten Demak mengalami penurunan pada empat musim terakhir, dua tahun berturut-turut (29-10). Penyebab menurunnya kualitas terutama karena serangan hama (wereng), tingkat serangan hama tahun 10 termasuk paling parah. Petani menginginkan bibit varietas baru yang tahan serangan wereng untuk memutus siklus hama tersebut. Coverage area yang terkena serangan meluas, baik daerah pantura maupun daerah bagian selatan Jawa Tengah bahkan hingga Ngawi yang topografinya terrasering juga terkena serangan hama tersebut. Selain itu faktor curah hujan tinggi menyebabkan penurunan kualitas gabah. Tabel 6. Kriteria Penentuan abah Basah dan abah Kering Secara Visual Berdasarkan Persepsi Petani No. Kriteria Kualitas Derajat Kualitas 1. Warna Kuning cerah (tidak ada warna kehitaman) 2. Umur Panen Hari 3. Kotoran Jerami Makin sedikit makin baik 4. abah diremas atau ditimbangtimbang dengan tangan Jika gabah diremas berbunyi kres (artinya gabah bernas/berisi dan tidak hampa), makin berat makin baik 5. Kadar air Makin kering makin bagus Kualitas gabah selain mengikuti indikator variabel kuantitas, petani juga dapat memberikan kriteria kualitas gabah yang baik secara visual. ambaran derajat kualitas yang baik menurut persepsi petani disajikan pada Tabel 6. Dari sisi warna gabah disebutkan bahwa kualitas yang baik mempunyai warna kuning cerah, tidak ada noda hitam. abah yang

11 terserang OPT biasanya warna kuning pucat dan terdapat noda atau bercak hitam kadang juga putih. Kualitas secara visual tersebut juga dipakai acuan harga dalam pembelian gabah oleh pedagang. Umur panen biasanya tergantung jenis varietas yang ditanam, karena varietas tertentu ada yang berumur pendeh/genjah dan ada yang berumur panjang. Namun demikian karena pada umumnya petani di Kabupaten Demak menanam jenis IR 64 dan Ciherang, maka menurut petani umur yang optimal agar diperoleh gabah yang baik adalah berkisar hari. Bila umur panen muda (<112 hari) maka hasil gabah tersebut bila diproses menjadi beras maka akan diperoleh beras dengan kadar patah (broken) lebih banyak. Demikian halnya untuk panen yang sudah lewat kisaran umur tersebut, butiran beras yang dihasilkan cenderung rapuh, sehingga butiran beras banyak yang patah. Dari sisi kotoran (jerami ikutan) semakin sedikit semakin baik. Proses perontokan sangat mempengaruhi besar kecilnya kotoran. Perontokan dengan menggunakan power threser yang dilengkapi dengan blower, diperoleh hasil yang lebih baik, karena kotoran jerami ikutan relatif sedikit. Sebaliknya bila menggunkan pedal threser, maka kotoran jerami yang terikut di gabah tersebut relatif lebih banyak dibanding dengan menggunakan power threser. Kondisi yang ditemukan di lapang masih dominan menggunakan threser pedal, karena ketersediaan power threser masih terbatas, kurang dari % petani yang menggunkannya. Secara visual untuk menentukan kualitas baik tidaknya juga dapat dilakukan dengan menggenggam, gabah yang digenggam tersebut diremas-remas dan ditimbang-timbang. Maksud dari tes uji ini antara lain dapat diprediksi apakah gabah tersebut bernas atau sebaliknya, makin berat berarti semakin baik. Sementara untuk kadar air, secara visual terlihat semakin kering semakin bagus kualitasnya. Ada tiga kriteria menurut persepsi pedagang (Tabel, yakni : a) Kualitas 1 : penanganan packa panen perontoka dengan menggunkan power threser dg sistem blower (kadar kotoran kecil, kadar hampa rendah), rendemen %, warna kuning cerah, b) Kualitas 2 : panen dengan pedal threser, rendemen 57 58%, warna kuning kurang cerah dan c) Kualitas 3 : panen dengan pedal threser, kadar air tinggi, gabah kena serangan OPT, rendemen 51 53%, warna kuning kehitaman terdapat noda hitam atau putih. Petani sulit memenuhi kriteria kekeringan kadar air 14% (jemur 2 hari) karena musim dan keterbatasan alat pengeringan (open), apalagi untuk musim panen MH, umumnya kesulitan dalam proses pengeringan, oleh karena itu sebagian besar petani menjual dengan sistem tebasan. Untuk mencapai butiran beras patah (broken) kecil juga mengalami kesulitan, padahal jika gabah terlalu kering kecenderungan patah cukup besar, dan bila diproses lebih lanjut untuk memperoleh beras putih sulit, biasanya warna agak kusam. Solusi untuk mencapai tingkat keputihan beras yang baik, dilakukan penggilingan beras dicampur dengan katul sehingga kriteria persyaratan warna putih dapat terpenuhi, namun sebaliknya mengurangi tingkat rendemen beras yang bersangkutan.

12 Tabel 7. Kriteria Penentuan abah Basah dan abah Kering Secara Visual Berdasarkan Persepsi Petani No. Kriteria Kualitas Kadar Air (%) Kadar Hampa (%) Warna Tingkat Rendemen (%) Penggunaan Alat Perontokan 1. Kualitas Kuning cerah Dengan threser blower 2. Kualitas Kuning kurang cerah 3. Kualitas 3 Diatas 16 Di atas 4 Kehitaman, terdapat bintik bekas serangan OPT Dengan threser pedal Dengan threser pedal III. Indikasi Penurunan Kualitas abah-beras 3.1. Luas Serangan OPT, Kebanjiran dan Kekeringan Penurunan kualitas gabah dan beras dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain oleh serangan hama dan penyakit (OPT) serta pengaruh iklim, dalam hal ini karena faktor kebanjiran dan kekeringan. Berdasarkan data yang ditunjukkan pada tabel 9, pengaruh serangan OPT, kebanjiran dan kekeringan cukup menonjol dan menunjukkan kecenderungan yang meningkat dalam enam tahun terakhir. Pengaruh ketiga bencana tersebut kepada luas tanam padi di Provinsi Jawa Tengah cukup menarik karena terlihat ada fenomena peningkatan serangan bencana tersebut secara periodik, yakni tiga tahunan. Pada periode 27 terlihat adanya peningkatan serangan ketiga bencana terhada luas tanam padi, namun intensitas serangan tersebut kemudian menurun dan terlihat mengalami peningkatan kembali selama kurun waktu hingga bulan April 10. Tabel 9. Luas Serangan OPT, Kebanjiran dan Kekeringan di Provinsi Jawa Tengah, * Tahun Luas Tanam Padi (Ha) Bencana (Ha) % Bencana Terhadap Serangan OPT Kebanjiran Kekeringan Total Luas Tanam (3,89) (0,91) (4,61) (4,) (2,41) (1,) (3,05) (2,60) (6,86) (3,56) (1,72) (2,69) (5,08) (9,07) (2,92) 112 (3,36) (1,72) (0,)

13 Keterangan : * Data tahun 10 untuk luas tanam adalah kumulatif dari bulan Januari hingga April, sedangkan untuk data luas lahan terkena serangan OPT, banjir dan kekeringan adalah kumulatif dari bulan Januari hingga Juli. ( ) Angka dalam kurung menunjukkan prosentase pengaruh masing-masing bencana terhadap luas tanam padi (%) Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah dan Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Jawa Tengah (diolah) Konsistensi fenomena tiga tahunan ini akan terlihat lebih menarik jika data yang tersedia lebih panjang, namun demikian dalam rentang waktu enam tahun tersebut cukup menunjukkan fluktuasi pengaruh bencana terhadap luas tanam padi di Jawa Tengah. Untuk itu semua stakeholder diharapkan mengantisipasi adanya peningkatan bencana terhadap penanaman padi sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Petani diharapkan dapat melakukan penanaman serempak dan menggunakan benih unggul untuk mengantisipasi serangan hama dan penyakit serta melakukan pemeliharaan jaringan irigasi lahannya, di sisi lain instansi pemerintah juga meningkatkan pengamatan kondisi tanaman padi di lapang, melakukan penyuluhan yang intensif kepada petani serta membangun dan melakukan pemeliharaan jaringan irigasi dan jalan usahatani. Jika seluruh stakeholder melakukan peranannya dengan baik, maka diharapkan dapat meminimalisir pengaruh ketiga bencana tersebut terhadap luas penanaman padi di Provinsi Jawa Tengah. Jika dilihat lebih mendalam pengaruh masing-masing bencana tersebut terhadap luas tanam padi, serangan OPT terlihat mengalami peningkatan yang cukup signifikan dalam tiga tahun terakhir sedangkan kekeringan merupakan pengaruh bencana yang kurang menonjol. Hal ini berkaitan erat dengan pola curah hujan pada periode waktu tersebut. Pada gambar 6 terlihat bahwa jika ada peningkatan curah hujan maka luas lahan yang terkena serangan OPT juga mengalami peningkatan. Namun demikian pada sekitar periode Mei hingga Juli 29 (Musim Kemarau), pola umum keterkaitan antara luas tanam dan curah hujan terhadap luas lahan yang terkena OPT tersebut tidak berlaku. Pada rentang waktu tersebut, luas tanam padi dan curah hujan relatif rendah namun luas lahan yang terkena serangan OPT meningkat tajam. Hal ini disebabkan oleh serangan tikus yang cukup tinggi pada rentang waktu tersebut yang diiringi pula dengan peningkatan serangan WBC dan penggerek batang. Jenis OPT utama lainnya yang cukup menonjol di Provinsi Jawa Tengah adalah tungro dan keong mas.

14 ambar 6. Keterkaitan Luas Tanam Padi, Luas Lahan Terkena Serangan OPT dan Curah Hujan di Provinsi Jawa Tengah, (bulanan) Pada tingkat kabupaten, serangan ketiga jenis bencana juga cenderung meningkat pada empat tahun terakhir di Kabupaten Demak (Tabel 10). Faktor yang paling berperanan terhadap peningkatan bencana adalah serangan OPT dan kebanjiran, bahkan serangan OPT merupakan faktor yang cukup signifikan mempengaruhi penanaman padi di Kabupaten Demak, yakni 6,43 persen. Di sisi lain, kekeringan juga bukan merupakan faktor yang signifikan mempengaruhi luas penanaman padi di kabupaten tersebut. Jenis OPT yang cukup utama di Kabupaten Demak adalah penggerek batang, tikus, WBC dan hama putih palsu. Tabel 10. Luas Serangan OPT, Kebanjiran dan Kekeringan di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Luas % Bencana Bencana (ha) Tahun Tanam Terhadap Padi (Ha) Serangan OPT Kebanjiran Kekeringan Total Luas Tanam (1.70) (1.66) (1.88) (2.17) (4.34) (0.06) (1.65) (4.93) (0.01) * (6.43) (4.15) (0.) Keterangan : * Data tahun 10 untuk luas tanam adalah kumulatif dari bulan Januari hingga April, sedangkan untuk data luas lahan terkena serangan OPT, banjir dan kekeringan adalah kumulatif dari bulan Januari hingga Juli. ( ) Angka dalam kurung menunjukkan prosentase pengaruh masing-masing bencana terhadap luas tanam padi (%) Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah dan Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Jawa Tengah (diolah)

15 Serangan OPT sangat berpengaruh terhadap penurunan kualitas gabah dan beras. Padi yang terkena OPT akan mempunyai penampakan gabah yang kehitaman dan berasnya pun juga berkualitas kurang baik. Hal ini selanjutnya berpengaruh terhadap penurunan harga gabah dan beras tersebut. Untuk itu penggunaan benih unggul tahan hama, pengamatan tanaman yang intensif serta aplikasi obat-obatan yang tepat dosis dan tepat waktu sangat dianjurkan dalam teknis budidaya tanaman padi Volume abah/beras yang Ditolak Oleh Bulog abah atau beras yang masuk ke Bulog harus memenuhi standar minimal kualitas Bulog, dengan kualitas sesuai standar Bulog akan membeli dengan harga sesuai HPP. Masalahnya bila petani atau mitra kerja Bulog menjual dengan standar yang lebih baik, tidak ada insentif untuk memacu agar rekanan Bulog tersebut meningkatkan kualitas produk yang dijual. Kualitas gabah terutama pada musim hujan biasanya kurang baik, demikian halnya untuk beras. Masalah utama dalam pengeringan atau penjemuran, karena sebagian besar mitrakerja Bulog tidak memiliki oven atau drying mesin. Hanya sebagian kecil RMU yang memiliki oven atau alat pengering. Bila ada hanya terbatas diopersikan pada musim hujan, dengan kapasitas yang kurang memadai. Dengan proses pengeringan yang mengandalkan panas matahari, kualitas gabah yang dihasilkan sangat tergantung dengan intensitas panas matahari waktu penjemuran. Bila kondisi normal biasanya penjemuran dilakukan dua hari. Untuk memenuhi standar minimal kualitas Bulog tidak selalu bisa diterapkan mitra Bulog, hal ini diindikasikan hampir selalu ada gabah atau beras yang ditolak oleh Bulog. Menurut mitra kerja Bulog yang diwawancara, kebanyakan kalau gabah adalah kadar air dan kadar hampa tidak memenuhi syarat. Untuk mengatasi hal ini para mitra membeli alat tester untuk mengukur kadar air, sehingga sebelum masuk Bulog sudah dilakukan tes kadar air. Sementara untuk mengurangi kadar hampa pada waktu perontokan digunakan power threser dengan blower. Hasil wawancara dengan mitra kerja Bulog rata-rata jumlah yang ditolah oleh Bulog adalah sekitar 5 % dari rata-rata jumlah beras yang disetor 80 ton. Namun demikian bila harga di pasaran lebih tinggi dari HPP, mitra kerja cenderung mengurangi jumlah kontrak dengan Bulog, dan sebaliknya bila harga dipasaran relatif rendah dibanding HPP maka mitra berusaha meningkatkan jumlah tonase ke Bulog. Demikian halnya bila harga hampir sama dengan HPP, mitra cenderung menjual ke Bulog karena adanya kepastian harga dan uang yang diterima juga lebih cepat dibanding bila ke pedagang.

16 3.3. Harga gabah dan beras bulanan di tingkat pedagang rafik 7. Perkembangan Harga Beras Jenis IR-64 Medium di Tingkat Pedagang di Jawa Tengah, (Rp/kg) IV. Stock abah-beras Petani Perilaku petani dalam mengelola hasil padinya bervariasi antar petani dan wilayah. Di Kabupaten Demak, pada MH petani cenderung menjual hampir semua produksinya sehingga tidak ada simpanan/stock pada musim tersebut. Namun pada MK, umumnya petani menjual hasilnya 40 hingga 50 persen, sedangkan sisanya persen disimpan untuk konsumsi pangan hingga musim panen berikutnya dan modal untuk usahatani musim berikutnya. Jumlah atau persentase yang disimpan disesuaikan dengan kebutuhan konsumsi rumahtangga petani tersebut, semakin banyak anggota keluarga biasanya semakin banyak gabah yang disimpan untuk cadangan pangan, paling tidak sampai menjelang panen musim berikutnya (MH). Demikian halnya luas lahan yang dikelola, berpengaruh juga terhadap jumlah persentase gabah yang disimpan. Tabel 10. Data Perolehan abah Kering iling dan Alokasinya Pada Tiap-Tiap Rumahtangga Tani di Provinsi Jawa Tengah, 29/10. No MH MK Uraian. Nilai (kg) % Thd Produksi Nilai (kg) % Thd Produksi Jumlah K : 1 Produksi 2, , Konsumsi 2 Rumahtangga Penggunaan Lain-Lain Dijual 2, , Keterangan : Jumlah responden 57 orang di empat kabupaten Sumber : Tim PATANAS PSEKP 10

17 Berdasarkan hasil penelitian Panel Petani Nasional (PATANAS) di Jawa Tengah (Susilowati et al, 10) yang meliputi empat kabupaten sentra produksi padi (Pati, Sragen, Klaten dan Cilacap) diperoleh gambaran sementara seperti ditunjukkan pada tabel 10. Tampak bahwa dari jumlah rata-rata produksi kuintal per rumahtangga tani pada MH sebagian besar (sekitar 83 %) dijual. Sementara hanya 10.6 persen dicadangkan untuk konsumsi dan sisanya untuk penggunaan lainnya, antara lain untuk kebutuhan sosial seperti untuk sumbangan hajatan, zakat dan sebagainya. Perilaku petani pada MK juga hampir sama dengan pada MH, secara kuantitas jumlah yang dicadangkan untuk dikonsumsi relatif sama antara MH dan MK, begitu pula secara persentase relatif tidak berbeda. Namun demikian kasus di salah satu kabupaten contoh PATANAS (Desa Tambah Mulyo, Kecamatan Jakenan, Kabupaten Pati), perilaku menyimpan gabah antara MH dan MK sangat berbeda, pada MH seperti pada umunya rata-rata di daerah Jawa Tengah sebagian besar dijual, namun pada MK sebagian besar disimpan (> %), biasanya bila diperlukan rumahtangga petani tersebut menjual gabah simpanannya yang diproses untuk dijual dalam bentuk beras. Bagi petani yang hasil produksinya cukup banyak dan tidak mempunyai gudang penyimpanan, biasanya mereka menitipkan simpanan gabahnya di penggilingan padi tanpa dipungut biaya, hanya bila diproses giling dilakukan di tempat tersebut. Yang menarik hasil penelitian di Desa Tambah Mulyo adalah perilaku menyimpan gabah tidak hanya dilakukan oleh petani saja, bahkan rumahtangga non tani terutama buruh tani maupun buruh non pertanian juga menyimpan gabah, gabah tersebut bisa diperoleh dari upah panen atau hasil membeli, istilah setempat membeli gabah adalah nguyang. Hal tersebut dilakukan bahwa menurut kepercayaan setempat bahwa bila menyimpan gabah ada kenyamanan tersendiri. Kondisi ini berbeda dengan perilaku rumahtangga petani di wilayah Kabupaten Demak yang jarang menjual dalam bentuk beras, selain KP, biasanya petani menjual dalam bentuk K. V. Pengadaan abah-beras Oleh Bulog Pengadaan gabah/beras oleh Bulog dilakukan dengan cara kontrak dengan rekanan, dalam kontrak tersebut terdapat sistem putus dan tidak putus. Putus artinya Bulog dengan rekanan melakukan kontrak pembelian gabah, gabah yang dibeli Bulog tersebut langsung diproses oleh Bulog, rekanan tidak mempunyai kewajiban untuk memproses lebih lanjut. Sementara untuk kontrak tidak putus, setelah rekanan menjual gabah (K) ke Bulog rekanan masih terikat dengan kewajiban untuk menggiling. Untuk itu Bulog mempunya standar rendemen (K ke Beras) 63.5 %, bila ternyata rendemennya kurang dari standar tersebut maka rekanan harus menambah beras sampai memenuhi jumlah rendemen tersebut, sebaliknya bila rendemen lebih dari standar, maka kelebihan rendemen tersebut dibeli oleh Bulog diperhitungkan kembali, aturan ini baru berlaku tahun 10 masih uji coba, sebelumnya kelebihan rendemen tersebut hak petani tidak harus dijual ke Bulog. Untuk menentukan kontrak tersebut sistem putus atau tidak putus biasanya pihak Bulog melihat kecenderungan besarnya rendemen, kalau kecenderungan rendemen kurang dari 60 % dilakukan kontrak tidak putus agar mitra bisa mengusahakan untuk mencapai rendemen 63.5 %. Sebaliknya bila kualitas gabah bagus diperkirakan rendemen lebih dari 63.5 % maka Bulog cenderung memilih kontrak putus. Kreteria penentuan gabah dan beras standar yang dapat dibeli oleh Bulog ditampilkan pada Tabel 11. Pada tabel tersebut merupakan standar minimal kualitas produk yang dibeli Bulog, selain variabel tersebut Bulog juga menerapkan persyaratan secara viisual, seperti aroma tidak terkontaminasi dengan aroma gas atau pestisida, tidak bersifat kimiawi lain serta warna beras tidak kekuning-kuningan.

18 Tabel 11. Kriteria Penentuan abah dan Beras oleh Bulog/Dolog*) Kriteria Kualitas Kadar Air Max (%) Kadar Hampa Max (%) Rendemen abah (%)**) Harga abah (Rp/kg) Butir Pecah Max (%) Derajat Sosoh Min (%) Menir Max (%) KP di tingkat Petani , KP di tingkat Penggilingan , K di tingkat Penggilingan , K di udang Bulog , Beras di udang Bulog Keterangan : *) Sesuai Inpres 7/29 tanggal 29 Desember 29 **) Sesuai Keputusan Direksi Perum Bulog No. KD-36/DO3/02/27 ttg Pedoman Umum iling abah di Lingkungan Perum Bulog Pengadaan gabah oleh Bulog diperoleh dari tiga kelompok yaitu mitra kerja, satgas Sub Divre dan unit pengolahan gabah-beras (UPB). Bulog Divre Jawa Tengah memiliki unit UPB, 7 unit diantaranya kondisi rusak, dengan kondisi ini berarti mengurangi kapasitas penyerapan yang melalui UPB. Dari ketiga kelompok tersebut pengadaan dari mitra kerja adalah yang dominan baik untuk pengadaan gabah maupun beras (Tabel 12 dan 13) Pada tahun 29 konstribusi pengadaan dari mitra kerja Bulog mencapai 89 % gabah dan 92 % beras, sementara pada tahun 10 persentase tersebut lebih tinggi lagi masing-masing 95 % untuk gabah dan 91 % untuk beras. Selama ini kapasitas produksi padi Jawa Tengah hanya sekitar 6-7 % dari total produksi. Pengadaan biasanya dimulai bulan Maret tiap tahunnya, maka prognosa pengadaan biasanya diperhitungkan satu tahun tiga bulan. Daya serap Bulog disesuaikan dengan kebutuha setahun untuk antisipasi kekurangan ditambah untuk kebutuhan Bulan Januari-Februari tahun berikutnya. Bila di selang waktu tersebut kekurangan untuk penyaluran, maka dapat ditambah pengadaannya dengan melakukan revisi penambahan. Bila dilihat pengadaan bulanan, untuk gabah terbanyak pada bulan Maret-April dan Juli- Agustus, selang waktu tersebut merupakan puncak panen raya di Jawa Tengah, diharapkan HPP sebagai patokan harga pembelian gabah ke petani dapat diacu juga oleh pedagang bebas yang membeli gabah petani. Pengadaan gabah pada bulan November dan Desember tidak ada, karena pada bulan tersebut relatif tidak ada panen ketersediaan gabah di pasar terbatas, demikian halnya biasanya harga tinggi. Karena penyaluran dilakukan tiap bulan, pengadaan beras setiap bulan, pengadaan beras ini diperoleh dari kontrak putus dan tidak putus. Sebelum melakukan penyaluran beras tersebut harus masuk gudang dulu, bila gudang Bulog tidak mencukupi biasanya menyewa gudang milik mitra kerja atau non mitra.

19 Tabel 12. Pengadaan abah dan Beras oleh Divisi Regional Jawa Tengah Perum Bulog Berdasarkan Sumber Pengadaan, 29 (ton) Bulan Sumber Pengadaan Satgas Sub Unit Pengolahan Jumlah Mitra Kerja Divre abah-beras aba abah Beras Beras abah Beras abah Beras h Januari 1. Pebruari 2, , ,816.29, ,393.60, Maret 16, , ,5. 5, , , , April 11,293. 1, , , , , Mei 5, , , , , ,6.49 Juni 7, , , , , Juli 13, , , , , , , , , , Agustus 11, Septem ber 3, , , , Oktober 2, , Novemb er - 1, , Desemb er TOTAL 73, (88.81) 550,5. 33 (92.08) 3,1. (3.80) 13, (2.34) 6,0.45 (7.39) 33,3. 05 (5.58) 82, , Keterangan : Angka dalam kurung merupakan persen dari total pengadaan

20 Tabel 15. Pengadaan abah dan Beras oleh Divisi Regional Jawa Tengah Perum Bulog Berdasarkan Sumber Pengadaan, 10* (ton) Sumber Pengadaan Bulan Mitra Kerja Satgas Sub Divre Unit Pengolahan abah-beras Jumlah abah Beras abah Beras abah Beras abah Beras Januari Pebruari Maret, , , , ,5.3 5 April 44, , ,065. 2, , , , Mei, , , , , , Juni 7, , , , , , Juli 4. 18, , , Agustus Septemb er Oktober Novemb er Desemb er TOTAL 103, (94.63) 7, (91.27) 2,5. (2.06) 4, (1.90) 3, (3.31) 15, (6.82) Keterangan : * Data per 31 Juli 10 Angka dalam kurung merupakan persen dari total pengadaan 109, ,

21 Berdasarkan data series bulanan tahun -10, pengadaan gabah oleh mitra kerja Bulog cenderung meningkat seperti yang ditunjukkan pada gambar 8. Pengadaan ini biasanya dengan sistem tidak putus, Bulog membeli dalam bentuk gabah. Pengadaan gabah yang melalui Satgas Sub Divre serta UPB relatif kecil dan cenderung stabil. Oleh karena itu pengadaan gabah sangat ditentukan dari pengadaan mitra kerja Bulog, sehingga kualitas gabah yang diperoleh mitra kerja akan berpengaruh terhadap kualitas gabah yang dipersediaan Bulog. ambar 8. Pengadaan abah oleh Divisi Regional Jawa Tengah Perum Bulog, (ton) ambar 9 menunjukkan gambaran yang berlawanan dengan gambar 8, ini menunjukkan bahwa pembelian oleh Bulog dalam bentuk beras makin menurun. Berdasarkan data series bulanan tahun -10, pengadaan beras oleh mitra kerja Bulog cenderung menurun. Pada tahun 27 puncak pengadaan pada bulan April-Juli, sedangkan Agustus 27- Februari tidak ada pengadaan. Berbeda dengan periode Maret - Agustus 29 secara kontinyu terdapat pengadaan walaupun jumlahnya berfluktuasi, tetapi puncaknya relatif sama yaitu Maret-April, sementara untu tahun 10 Maret-Mei.

22 ambar 9. Pengadaan Beras oleh Divisi Regional Jawa Tengah Perum Bulog, (ton) KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Dari sisi luas panen dan produksi padi di Jawa Tengah cenderung meningkat selama kurun waktu 27-10, namun bila dilihat per musim, maka pada MK perkembangan luas panenpada masa tersebut cenderung menurun, berkurangnya produksi tersebut karena adanya tanaman saingan padi. abah dengan kualitas kurang baik yang diproduksi di Jawa Tengah terjadi dua tahun terakhir, penyebab utama rendahnya kualitas adalah adanya serangan OPT. Implikasi dari hal tersebut perlu adanya adopsi bibit unggul tahan wereng karena bibit dominan yang selama ini digunakan sudah rentan terhadap wereng, oleh karena itu untuk memutus siklus hama tersebut perlu diadopsi bibit unggul yang tahan wereng. Pada musim panen raya di Jawa Tengah rata-rata harga masih dibawah HPP, rendahnya harga tersebut karena memang kualitas yang diproduksi petani dibawah standar kualitas minimal Bulog. Walaupun demikian HPP efektif mengendalikan harga di pasaran.

23 LAMPIRAN Tabel Lampiran 1. Perkembangan HPP1) dan Harga Aktual2) abah3), Bulanan, (Rp/Kg) Bulan Janua ri Pebru ari Maret April Mei Juni Juli Agust us Septe mber Oktob er Nove mber Dese mber Tahun 27 Tahun Tahun 29 Tahun 10 HPP K P K Harga Aktual K P K HPP K P K Harga Aktual K P K HPP K P K Harga Aktual K P K HPP K P K Harga Aktual Keterangan : 1) Perkembangan HPP disesuaikan dengan Inpres : Tahun 27 = - Inpres 13 tahun tanggal 10 Oktober (berlaku tmt 1 Januari ) - Inpres 3 tahun 27 tanggal 31 Maret 27 (berlaku tmt 1 April 27) Tahun = Inpres 1 tahun tanggal April (berlaku tmt April ) Tahun 29 = Inpres 8 tahun tanggal Desember (berlaku tmt 1 Januari 29) Tahun 10 = Inpres 7 tahun 29 tanggal 29 Desember 29 (berlaku tmt 1 Januari 10) 2) Harga Aktual berdasarkan data BPS Provinsi Jateng diolah 3) abah terinci KP tingkat petani dan K tingkat penggilingan K P K

24

KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN

KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN Pendahuluan KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN 1. Dalam upaya mewujudkan stabilitas harga beras, salah satu instrumen kebijakan harga yang diterapkan pemerintah adalah kebijakan harga dasar dan harga maksimum,

Lebih terperinci

KAJIAN PENURUNAN KUALITAS GABAH-BERAS DILUAR KUALITAS PENDAHULUAN

KAJIAN PENURUNAN KUALITAS GABAH-BERAS DILUAR KUALITAS PENDAHULUAN KAJIAN PENURUNAN KUALITAS GABAH-BERAS DILUAR KUALITAS PENDAHULUAN Latar Belakang Beras berperan besar dalam hidup dan kehidupan sebagian besar rakyat Indonesia, khususnya golongan menengah kebawah. Bahkan

Lebih terperinci

KAJIAN HARGA PEMBELIAN PEMERINTAH (HPP) GABAH-BERAS : Kasus Propinsi Jawa Barat

KAJIAN HARGA PEMBELIAN PEMERINTAH (HPP) GABAH-BERAS : Kasus Propinsi Jawa Barat KAJIAN HARGA PEMBELIAN PEMERINTAH () GABAH-BERAS : Kasus Propinsi Jawa Barat PENDAHULUAN dasar gabah mulai diterapkan sejak 1969 dan terus dipertahankan hingga kini dengan konsep harga pembelian pemerintah

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH Oleh: Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian TUJUAN KEBIJAKAN DAN KETENTUAN HPP Harga jual gabah kering panen (GKP) petani pada saat panen raya sekitar bulan Maret-April

Lebih terperinci

HARGA PEMBELIAN PEMERINTAH (HPP) GABAH-BERAS TAHUN 2010 : Efektivitas dan Implikasinya Terhadap Kualitas dan Pengadaan oleh Dolog

HARGA PEMBELIAN PEMERINTAH (HPP) GABAH-BERAS TAHUN 2010 : Efektivitas dan Implikasinya Terhadap Kualitas dan Pengadaan oleh Dolog HARGA PEMBELIAN PEMERINTAH (HPP) GABAH-BERAS TAHUN 2010 : Efektivitas dan Implikasinya Terhadap Kualitas dan Pengadaan oleh Dolog Mohamad Maulana dan Benny Rachman Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BERAS

ANALISIS TATANIAGA BERAS VI ANALISIS TATANIAGA BERAS Tataniaga beras yang ada di Indonesia melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang saling berhubungan. Berdasarkan hasil pengamatan, lembagalembaga tataniaga yang ditemui di lokasi

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014) No. 45/07/35/Th XII,1 Juli 2014 A. PADI Angka Tetap (ATAP) 2013 produksi Padi Provinsi Jawa Timur sebesar

Lebih terperinci

KEBIJAKAN MENYANGGA ANJLOKNYA HARGA GABAH PADA PANEN RAYA BULAN FEBRUARI S/D APRIL 2007

KEBIJAKAN MENYANGGA ANJLOKNYA HARGA GABAH PADA PANEN RAYA BULAN FEBRUARI S/D APRIL 2007 KEBIJAKAN MENYANGGA ANJLOKNYA HARGA GABAH PADA PANEN RAYA BULAN FEBRUARI S/D APRIL 2007 Pendahuluan 1. Produksi padi di Indonesia mengikuti siklus musim, dimana panen raya dimulai pada bulan Februari sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah,

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar merupakan komoditas pertanian yang paling

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN.

DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN. DAFTAR ISI DAFTAR ISI.. DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN. iv viii xi xii I. PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Perumusan Masalah 9 1.3. Tujuan Penelitian 9 1.4. Manfaat Penelitian 10

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI Pendahuluan 1. Situasi perberasan yang terjadi akhir-akhir ini (mulai Maret 2008) dicirikan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas pangan masyarakat Indonesia yang dominan adalah beras yang

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas pangan masyarakat Indonesia yang dominan adalah beras yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas pangan masyarakat Indonesia yang dominan adalah beras yang berfungsi sebagai makanan pokok sumber karbohidrat. Beras merupakan komoditi pangan yang memiliki

Lebih terperinci

STATISTIK HARGA PRODUSEN GABAH

STATISTIK HARGA PRODUSEN GABAH ht tp :// yo gy ak ar ta.b ps.g o.id Katalog BPS : 7103005.34 STATISTIK HARGA PRODUSEN GABAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 2014 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA .id ps.g o ta.b ar

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 22/4/32/Th XVII, 1 April 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI MARET 2015 SEBESAR 105,45 (2012=100) Nilai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 52/09/32/Th XVII, 1 September PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI AGUSTUS SEBESAR 104,11 (2012=100) Nilai

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1) 74 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 74-81 Erizal Jamal et al. ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1) Erizal Jamal, Hendiarto, dan Ening Ariningsih Pusat Analisis Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Padi adalah salah satu bahan makanan

Lebih terperinci

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani. 85 VI. KERAGAAN USAHATANI PETANI PADI DI DAERAH PENELITIAN 6.. Karakteristik Petani Contoh Petani respoden di desa Sui Itik yang adalah peserta program Prima Tani umumnya adalah petani yang mengikuti transmigrasi

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA RAMALAN II TAHUN 2014)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA RAMALAN II TAHUN 2014) No. 52/11/36/Th. VIII, 3 November 2014 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA RAMALAN II TAHUN 2014) TAHUN 2014 LUAS PANEN PADI SAWAH MENINGKAT TETAPI PRODUKTIVITAS MENURUN Berdasarkan Angka Ramalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang terus tumbuh berimplikasi pada meningkatnya jumlah kebutuhan bahan pangan. Semakin berkurangnya luas lahan pertanian dan produksi petani

Lebih terperinci

Boks 2. Pembentukan Harga dan Rantai Distribusi Beras di Kota Palangka Raya

Boks 2. Pembentukan Harga dan Rantai Distribusi Beras di Kota Palangka Raya Boks Pola Pembentukan Harga dan Rantai Distribusi Beras di Kota Palangka Raya Pendahuluan Salah satu komoditas yang memiliki kontribusi besar bagi inflasi Kota Palangka Raya adalah beras. Konsumsi beras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan penting pada perekonomian nasional. Untuk mengimbangi semakin pesatnya laju pertumbuhan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 38/07/32/Th XVII, 1 Juli PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI JUNI SEBESAR 103,08 (2012=100) Nilai Tukar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan dalam pembangunan Indonesia, namun tidak selamanya sektor pertanian akan mampu menjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN HARGA PRODUSEN GABAH KALIMANTAN TENGAH 2013

TINJAUAN HARGA PRODUSEN GABAH KALIMANTAN TENGAH 2013 TINJAUAN HARGA PRODUSEN GABAH KALIMANTAN TENGAH 2013 TINJAUAN HARGA PRODUSEN GABAH KALIMANTAN TENGAH 2013 ISSN : Nomor Publikasi : Ukuran Buku Jumlah Halaman : 15 x 21 cm : vi + 22 halaman Naskah, Gambar

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011] BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 18/04/32/Th XIX, 3 April 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI MARET 2017 SEBESAR 102,37 (2012=100) Nilai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 26/5/32/Th XVII, 4 Mei 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI APRIL 2015 SEBESAR 102,78 (2012=100) Nilai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok yang dikonsumsi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sampai saat ini 95% masyarakat Indonesia masih mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok,

Lebih terperinci

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015 KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 17/3/32/Th XVII, 2 Maret 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI FEBRUARI 2015 SEBESAR 105,69 (2012=100)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 02/1/32/Th XVII, 2 Januari 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI DESEMBER SEBESAR 105,16 (2012=100) Nilai

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN (Studi Kasus di Desa Budi Mulia, Kabupaten Tapin) Oleh : Adreng Purwoto*) Abstrak Di masa mendatang dalam upaya mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok di Indonesia. Beras bagi masyarakat Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik di negara ini. Gejolak

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 23/05/32/Th XIX, 2 Mei PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI APRIL SEBESAR 102,87 (2012=100) Nilai Tukar Petani

Lebih terperinci

VI ALOKASI PRODUK. Tabel 23. Sebaran Petani Berdasarkan Cara Panen di Kabupaten Karawang Tahun Petani Padi Ladang Cara Panen

VI ALOKASI PRODUK. Tabel 23. Sebaran Petani Berdasarkan Cara Panen di Kabupaten Karawang Tahun Petani Padi Ladang Cara Panen 6.1 Alokasi Produk (Hasil Panen) VI ALOKASI PRODUK Dari hasil pengamatan di lapangan, alokasi produk atau hasil panen baik petani padi sawah maupun petani padi ladang antara lain di antaranya: natura panen,

Lebih terperinci

Periodisasi Musim Tanam Padi Sebagai Landasan Manajemen Produksi Beras Nasional

Periodisasi Musim Tanam Padi Sebagai Landasan Manajemen Produksi Beras Nasional Periodisasi Musim Tanam Padi Sebagai Landasan Manajemen Produksi Beras Nasional Oleh : Sumarno Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Dalam usaha agaribisnis, pengaturan ketersediaan produk

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 34/6/32/Th XVII, 1 Juni 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI MEI 2015 SEBESAR 102,48 (2012=100) Nilai

Lebih terperinci

LAMPIRAN: Surat No.: 0030/M.PPN/02/2011 tanggal 2 Februari 2011 B. PENJELASAN TENTANG KETAHANAN PANGAN

LAMPIRAN: Surat No.: 0030/M.PPN/02/2011 tanggal 2 Februari 2011 B. PENJELASAN TENTANG KETAHANAN PANGAN LAMPIRAN: Surat No.: 0030/M.PPN/02/2011 tanggal 2 Februari 2011 B. PENJELASAN TENTANG KETAHANAN PANGAN ahanan pangan nasional harus dipahami dari tiga aspek, yaitu ketersediaan, distribusi dan akses, serta

Lebih terperinci

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Press Release PREDIKSI DAMPAK DINAMIKA IKLIM DAN EL-NINO 2014-2015 TERHADAP PRODUKSI PANGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN I. Prediksi Iklim hingga Akhir 2014/Awal 2015 1. Prediksi berbagai

Lebih terperinci

RATA-RATA HARGA GABAH (GKP) DI PETANI NAIK 1,32 PERSEN

RATA-RATA HARGA GABAH (GKP) DI PETANI NAIK 1,32 PERSEN BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI LAMPUNG RATA-RATA HARGA GABAH (GKP) DI PETANI NAIK 1,32 PERSEN Harga gabah di tingkat petani Isikan tag line (kata unik yang menarik ) naik sebesar 1,32 persen dari Rp. 5.197,92

Lebih terperinci

Katalog BPS : 7103005 STATISTIK HARGA PRODUSEN GABAH DI INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK Statistics-Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK Jl. Dr. Sutomo No. 6-8, Kotak Pos 1003, Jakarta 10010 Telepon: 3841195,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 36/07/32/Th XIX, 3 Juli PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI JUNI SEBESAR 104,46 (2012=100) Nilai Tukar Petani

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 48/09/32/Th XIX, 4 September PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI AGUSTUS SEBESAR 105,37 (2012=100) Nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor pertanian masih menjadi mata pencaharian umum dari masyarakat Indonesia. Baik di sektor hulu seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam usaha pemenuhan kebutuhan hidupnya selalu berusaha mencari yang terbaik. Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 70/12/32/Th XVII, 1 Desember PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI NOVEMBER SEBESAR 107,20 (2012=100) Nilai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Perkembangan Nilai Tukar Petani, Harga Produsen Gabah dan Harga Beras di Penggilingan No. 54/10/32/Th. XIX, 2 Oktober BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 14/03/32/Th.XIX, 1 Maret 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI FEBRUARI 2017 SEBESAR 102,53 (2012=100)

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN y BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 57/10/32/Th XVII, 1 Oktober PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI SEPTEMBER SEBESAR 105,95 (2012=100) Nilai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 07/02/32/Th XIX, 1 Februari 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI JANUARI 2017 SEBESAR 103,25 (2012=100)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan komoditas pangan unggulan Provinsi Lampung. Produksi padi yang dihasilkan di Provinsi Lampung secara

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014) No. 22/03/51/Th. IX, 2 Maret 2015 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014) PRODUKSI PADI TAHUN 2014 (ANGKA SEMENTARA) TURUN 2,74 PERSEN A. PADI Angka Sementara (ASEM) produksi padi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 45/11/51/Th. IV, 5 Nopember 2010 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. OKTOBER 2010, NTP BALI TURUN SEBESAR 0,33 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Bali pada bulan Oktober

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melaksanakan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian Februari 2011 ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 09/02/51/Th. VIII, 3 Februari 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. JANUARI 2014, NTP BALI NAIK SEBESAR 0,23 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Bali pada bulan Januari

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Perkembangan Nilai Tukar Petani, Harga Produsen Gabah dan Harga Beras di Penggilingan No. 58/11/32/Th. XIX, 1 November BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 32/06/32/Th XIX, 2 Juni PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI MEI SEBESAR 103,94 (2012=100) Nilai Tukar Petani

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2014)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2014) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2014) No. 75/11/35/Th.XII, 3 November 2014 A. PADI Produksi Padi Provinsi Jawa Timur berdasarkan Angka Ramalan II (ARAM

Lebih terperinci

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MARKETED SURPLUS PADI

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MARKETED SURPLUS PADI VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MARKETED SURPLUS PADI 7.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Marketed Surplus Model regresi linear disajikan pada Tabel 39 adalah model terbaik yang dapat dibuat berdasarkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 27/04/51/Th. IX, 1 April 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. MARET 2015, NTP BALI TURUN SEBESAR 0,47 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Bali bulan Maret 2015 mengalami

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 03/01/51/Th. IV, 5 Januari 2010 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. NOPEMBER 2009 NILAI TUKAR PETANI BALI MENINGKAT 0,08 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Bali pada bulan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 02/01/32/Th.XIX, 3 Januari PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI DESEMBER SEBESAR 104,31 (2012=100) Nilai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditas padi memiliki arti strategis yang mendapat prioritas dalam pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat Indonesia, baik di pedesaan maupun

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida

5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida 5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida Berdasarkan hasil perhitungan terhadap rata-rata penerimaan kotor antar varietas padi terdapat perbedaan, kecuali antara

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 36/07/51/Th. VI, 2 Juli 2012 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. JUNI 2012, NTP BALI MENGALAMI KENAIKAN SEBESAR 0,54 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Bali pada bulan

Lebih terperinci

Efektifitas Subsidi Pupuk: Implikasinya pada Kebijakan Harga Pupuk dan Gabah

Efektifitas Subsidi Pupuk: Implikasinya pada Kebijakan Harga Pupuk dan Gabah 20 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Efektifitas Subsidi Pupuk: Implikasinya pada Kebijakan Harga Pupuk dan Gabah Pendahuluan Sebagai salah satu kebijakan utama pembangunan pertanian

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2014 dan Angka Ramalan I 2015)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2014 dan Angka Ramalan I 2015) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2014 dan Angka Ramalan I 2015) No. 47/07/35/Th XIII,1 Juli 2015 A. PADI Angka Tetap (ATAP) 2014 produksi Padi Provinsi Jawa Timur sebesar

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN

VII ANALISIS PENDAPATAN VII ANALISIS PENDAPATAN Analisis pendapatan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi penerimaan, biaya, dan pendapatan dari usahatani padi sawah pada decision making unit di Desa Kertawinangun pada musim

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa penelitian yaitu Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Data profil Desa Tahun 2009 menyebutkan luas persawahan 80 ha/m 2, sedangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai penyedia pangan yang cukup bagi penduduknya dan pendukung

I. PENDAHULUAN. sebagai penyedia pangan yang cukup bagi penduduknya dan pendukung I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kerangka pembangunan nasional, mandat utama sektor pertanian adalah sebagai penyedia pangan yang cukup bagi penduduknya dan pendukung perkembangan sektor-sektor

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 02/1/32/Th XVIII, 4 Januari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI DESEMBER SEBESAR 107,24 (2012=100)

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM BESARAN KARAKTERISTIK MARKETABLE SURPLUS BERAS Oleh : Nunung Kusnadi Rita Nurmalina

Lebih terperinci

menghasilkan limbah yang berupa jerami sebanyak 3,0 3,7 ton/ha.

menghasilkan limbah yang berupa jerami sebanyak 3,0 3,7 ton/ha. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi 2.1.1 Klasifikasi Tanaman Padi Klasifikasi botani tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub Divisi Kelas Keluarga Genus : Spermatophyte : Angiospermae : Monotyledonae

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG 7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 927, ,10

I. PENDAHULUAN 927, ,10 I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebutuhan hidup yang terpenting bagi manusia setelah udara dan air adalah kebutuhan akan pangan. Pangan merupakan suatu kebutuhan pokok bagi manusia agar dapat melangsungkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian adalah sektor penting dalam perekonomian Indonesia. Beberapa peran penting sektor pertanian yaitu menyerap tenaga kerja, sumber pendapatan bagi masyarakat,

Lebih terperinci

METODOLOGI. Waktu dan Tempat. Alat dan Bahan. Metode Penelitian

METODOLOGI. Waktu dan Tempat. Alat dan Bahan. Metode Penelitian 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama ±3 bulan dimulai dari Februari sampai April 2013 yang berlokasikan di Kecamatan Majauleng Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH BADAN PUSAT STATISTIK No. 57/09/Th. XIII, 1 September 2010 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN UPAH BURUH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) AGUSTUS 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

ANGKA RAMALAN III (ARAM III) 2010 VS ANGKA TETAP (ATAP) 2009 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI

ANGKA RAMALAN III (ARAM III) 2010 VS ANGKA TETAP (ATAP) 2009 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI No. 47/11/51/Th. IV, 5 Nopember 2010 ANGKA RAMALAN III (ARAM III) 2010 VS ANGKA TETAP (ATAP) 2009 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI Ramalan III tahun 2010 telah mencatat produksi padi subround I (Januari

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1. Keragaan Usahatani Padi Keragaan usahatani padi menjelaskan tentang kegiatan usahatani padi di Gapoktan Jaya Tani Desa Mangunjaya, Kecamatan Indramayu, Kabupaten

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI PASAR DAN MONITORING HARGA BERAS DI INDONESIA

SISTEM INFORMASI PASAR DAN MONITORING HARGA BERAS DI INDONESIA SISTEM INFORMASI PASAR DAN MONITORING HARGA BERAS DI INDONESIA Iin Mu minah 1), Wahyu W. Pamungkas 2), Wahdat Kurdi 3) 1) LOGIC (Logistic and Supply Chain Center) Universitas Widyatama E-mail: iin.muminah@widyatama.ac.id

Lebih terperinci

KEBERADAAN BULOG DI MASA KRISIS

KEBERADAAN BULOG DI MASA KRISIS KEBERADAAN BULOG DI MASA KRISIS Strategi Operasional Bulog Awal Tahun Awal tahun 2007 dibuka dengan lembaran yang penuh kepedihan. Suasana iklim yang tidak menentu. Bencana demi bencana terjadi di hadapan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI KALIMANTAN SELATAN BULAN JUNI 2011

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI KALIMANTAN SELATAN BULAN JUNI 2011 No. 33/07/63/Th.IV, 1 Juli 2011 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI KALIMANTAN SELATAN BULAN JUNI 2011 Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Selatan Bulan Juni 2011 TURUN 0,38 persen. Nilai Tukar Petani (NTP)

Lebih terperinci

pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional.

pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional. pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional. 2.2. PENDEKATAN MASALAH Permasalahan yang dihadapi dalam upaya pencapaian surplus 10 juta ton beras pada tahun 2014 dirumuskan menjadi

Lebih terperinci

RATA-RATA HARGA GABAH (GKP) DI PETANI NAIK 10,59 PERSEN

RATA-RATA HARGA GABAH (GKP) DI PETANI NAIK 10,59 PERSEN BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI LAMPUNG RATA-RATA HARGA GABAH (GKP) DI PETANI NAIK 10,59 PERSEN Harga gabah di tingkat petani Isikan tag line (kata unik yang menarik ) naik sebesar 10,59 persen dari Rp.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 04/01/51/Th. VIII, 2 Januari 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. DESEMBER 2013, NTP BALI NAIK SEBESAR 0,13 PERSEN Berdasarkan penghitungan dengan tahun dasar baru (2012

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. diuraikan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Melalui penelitian dan pengamatan langsung di lokasi penelitian terdapat

BAB V PENUTUP. diuraikan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Melalui penelitian dan pengamatan langsung di lokasi penelitian terdapat 56 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian di lokasi penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Melalui penelitian dan pengamatan

Lebih terperinci

Boks 1 PROFIL PETANI PADI DI MALUKU

Boks 1 PROFIL PETANI PADI DI MALUKU Boks 1 PROFIL PETANI PADI DI MALUKU Daerah sentra beras di Maluku terletak di Buru, Maluku Tengah, dan Seram Bagian Barat. Beras yang dihasilkan merupakan beras dari padi sawah. Selain itu, terdapat juga

Lebih terperinci