VI ALOKASI PRODUK. Tabel 23. Sebaran Petani Berdasarkan Cara Panen di Kabupaten Karawang Tahun Petani Padi Ladang Cara Panen

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI ALOKASI PRODUK. Tabel 23. Sebaran Petani Berdasarkan Cara Panen di Kabupaten Karawang Tahun Petani Padi Ladang Cara Panen"

Transkripsi

1 6.1 Alokasi Produk (Hasil Panen) VI ALOKASI PRODUK Dari hasil pengamatan di lapangan, alokasi produk atau hasil panen baik petani padi sawah maupun petani padi ladang antara lain di antaranya: natura panen, share pemilik lahan, natura pengaturan air, penjualan, dan penyimpanan (stock). 1. Natura Panen (bawon) Natura panen adalah potongan biaya yang harus dikeluarkan oleh petani untuk membayar tenaga kerja saat memanen lahan padi miliknya. Berdasarkan hasil pengamatan, hanya tenaga kerja saat panen saja yang dibayar dengan sistem natura. Untuk tenaga selama proses budidaya dibayar dengan uang tunai. Variasi cara panen petani padi di Kabupaten Karawang antara lain : Tabel 23. Sebaran Petani Berdasarkan Cara Panen di Kabupaten Karawang Tahun 2010 Petani Padi Ladang Cara Panen (n) (%) Panen Sendiri 16 53,30 Bawon 14 46,70 Jumlah ,00 Petani Padi Sawah (n) (%) Bawon 50 83,30 Tebas dan Panen Sendiri 3 5,00 Bawon dan Tebas 2 3,30 Bawon dan Panen Sendiri 5 8,30 Jumlah ,00 Dari Tabel 23 dapat dilihat bahwa pada petani padi sawah, variasi sistem panen lebih beragam dari petani padi ladang. Hal ini disebabkan petani padi sawah yang menggunakan lebih dari satu cara panen mempunyai persil lebih dari satu sehingga memungkinkan cara panennya berbeda-beda setiap persil.

2 a. Panen Sendiri Panen sendiri adalah cara panen petani oleh anggota keluarga petani itu sendiri. Cara panen ini biasanya digunakan oleh petani yang mengusahakan lahan kurang dari 1 hektar. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan jika dipanen oleh keluarga sendiri maka tidak perlu biaya untuk membayar tenaga kerja untuk pemanenan dan hasil yang didapat juga akan lebih banyak dan pasti. b. Bawon ( Panen Natura) Bawon adalah istilah panen natura di Kabupaten Karawang di mana sistem pembayaran tenaga kerja panennya menggunakan proporsi hasil panen yang didapat dari lahan yang dipanen. dari total 90 petani responden, yang menggunakan sistem panen ini sebanyak 71 petani (78,9%), mayoritas dari petani pola usahatani padi sawah. Ada 2 sistem panen bawon yang dikenal di Kabupaten Karawang, yaitu sistem ceblok atau sitem tertutup, dan bradagan atau sitem terbuka. Sistem tertutup yaitu sistem bawon yang proses pemanenannya hanya dikuasai oleh satu kelompok saja sedangkan sistem terbuka yaitu sistem bawon yang pelaksanaan panennya boleh dilakukan oleh siapa saja. Sistem tertutup punya konsekuensi tambahan, yaitu kelompok yang ingin memanen lahan seorang petani, mereka harus melakukan penyemaian. Namun dalam pelaksanaannya kini, sitem ceblok atau tertutup lebih sering digunakan karena sistem terbuka atau bradagan sangat rawan kecurangan dalam kegiatan pembagian hasil panennya. Proporsi hasil panen yang digunakan bervariasi, antara lain : 1:7, 1:6, dan 1:5. Proporsi 1:7 dan 1:6 biasanya dipakai oleh petani padi sawah sedangkan proporsi 1:5 biasanya digunakan oleh petani padi ladang. Besaran real natura yang harus dikeluarkan petani pada musim tanam yang diamati, yaitu 1,43 ton untuk petani padi sawah dan 0,28 ton untuk petani padi ladang. Proporsi dari produksi kotornya sendiri yaitu 14 persen pada petani padi dsawah dan 15% pada petani padi ladang. Dari hasil pengamatan, alasan petani melakukan sistem panen bawon, yaitu :

3 Tabel 24. Sebaran Jumlah Petani Berdasarkan Alasan Penggunaan Sistem Panen Natura (bawon) Tahun 2010 Alasan (n) (%) Kurang Tenaga Kerja 15 21,10 Menghemat Biaya Panen 12 16,90 Tanggung Jawab Sosial 23 32,40 Kepastian hasil 21 29,60 Jumlah ,00 Alasan menghemat biaya panen timbul akibat petani kekurangan uang tunai untuk membayar tenaga kerja sehingga pembayaran secara natura lebih dipilih petani. Alasan kurangnya tenaga kerja disebabkan lahan yang diusahakan petani terlalu luas untuk dipanen oleh anggota keluarga petani sehingga petani lebih memilih menggunakan sistem natura untuk memanen lahannya. Selain itu, buruh tani setempat lebih senang dibayar menggunakan sistem natura dibandingkan sistem lainnya, seperti Rp/kg atau upah harian. Sistem natura dinilai lebih adil dan manusiawi oleh tenaga kerja maupun pemilik lahan dikarenakan proses pemanenan adalah proses yang lebih lama dari kegiatan usahatani lainnya. Selain itu, petani bisa menghemat biaya pengangkutan, karena biaya natura sudah termasuk biaya pengangkutan hasil panen baik itu ke tempat penyimpanan gabah petani, maupun ke tempat tengkulak. Pemanenan dengan sistem natura atau bawon ini juga memberikan hasil yang lebih pasti bagi petani dan pemanen. Jika dipanen dengan sistem tebas, maka petani tidak tahu berapa sebenarnya hasil yang didapat karena hasil panennya dibeli dengan sistem borongan sehingga hasil yang didapat tergantung pada tawarmenawar petani dengan penebas. Kepastian hasil ini juga disebabkan karena petani biasanya mempekerjakan buruh tani yang sudah sangat dikenalnya, agar kecurangan yang terjadi saat pemanenan bisa diminimalisir. Namun kebanyakan petani beralasan mereka melakukan sistem panen bawon karena merasa ada tanggung jawab sosial terhadap buruh tani di sekitar mereka. Sebenarnya, memanen dengan dengan sistem pembayaran tunai sepert Rp/kg atau upah harian bisa memberikan lebih banyak hasil terhadap petani, tetapi karena alasan sosial tersebut petani lebih banyak yang menggunakan sistem bawon ini.

4 c. Tebas Sistem tebas atau borongan dilakukan petani dengan menjual padinya kepada pembeli beberapa hari sebelum dipanen. Petani tidak tahu pasti berapa hasil padi yang didapatnya, karena hasil yang didapat tergantung dari tawarmenawar petani denagn pembeli atau yang biasa disebut penebas. Dari hasil pengamatan, diketahui bahwa sistem tebas hanya dilakukan oleh petani petani padi sawah di Kabupaten Karawang. Dari hasil diskusi dengan tokoh petani setempat juga didapat bahwa kini petani mulai meninggalkan cara panen ini karena diniali melanggar ajaran agama. Menurut ulama setempat, cara tebas termasuk transaksi yang melanggar aturan jual beli karena nilai barang yang ditransaksikan tidak pasti nilainya, hanya berdasarkan perkiraan atau tebakan pembeli. Dalam transaksi tebas, padi atau hasil panen yang dibeli penebas dari petani nilainya tidak berdasarkan berapa banyak atau hasil timbangan saat panen, tetapi berdasarkan perkiraan penebas dan petani beberapa hari sebelum padi dipanen. 2. Natura pengaturan air Berdasarkan pengamatan, pembayaran natura pengaturan hanya dilakukan oleh petani padi sawah. Hal ini disebabkan pada budidaya padi ladang tidak memerlukan banyak air dan hanya mengandalkan air hujan untuk pengairannya. Meskipun lahan sawah di Kabupaten Karawang telah dilengkapi dengan sistem irigasi teknis, tetapi dalam pelaksanaannya perlu adanya pihak yang mengatur jalannya aliran air ke setiap lahan petani. Hal ini disebabkan jika irigasi digunakan secara bersama-sama, maka air irigasi yang tersedia tidak akan mencukupi untuk mengairi lahan sawah petani sehingga perlu ada pihak yang mengatur distribusinya. Pemerintah desa telah menyediakan perangkat khusus yang menangani masalah distribusi pengairan. Petugas ini di namakan Mitra Cai (mitra air) atau ulu-ulu dalam bahasa setempat. Sebagai imbalannya, petani menyisishkan kilogram gabahnya untuk setiap hektar lahannya saat panen atau dengan proporsi 1 persen dari produksi total.

5 3. Natura Pemilik Lahan Pembayaran natura pemilik lahan hanya dilakukan oleh petani penggarap, khususnya penggarap dengan sistem sakap. Bagian yang disisihkan yaitu setengah dari hasil produksi bersih, yaitu produksi kotor yang telah dipotong natura panen dan pengaturan air. Pembagian hasil 50:50 yang paling lazim dilakukan antara pemilik lahan dan petani penggarap karena biaya produksi pun ditanggung oleh kedua belah pihak. Hasil panen yang dibagi pun hasil panen bersih. Artinya, marketable surplus lah yang dibagi rata oleh petani penggarap dan pemilik lahan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, hanya petani pada pola usahatani sawah saja yang harus mengeluarkan natura ini. Hal itu disebabkan pada pola usahatani padi ladang, meskipun status penguasaan lahan petani seluruhnya penggarap, tetapi petani tidak perlu mengeluarkan natura untuk pemilik lahan, karena lahan tersebut dipinjamkan secara cuma-cuma, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Besaran atau jumlah rata-rata yang secara real dikeluarkan yaitu sebanyak 0,32 ton atau 3 persen dari total produksi. Rendahnya proporsi ini disebabkan petani yang status penguasaaan lahannya sebagai penggarap pada pola usahatani padi sawah sangat sedikit dibandingkan dengan petani yang menggarap lahan miliknya sendiri. 4. Marketable surplus Marketable surplus adalah hasil produksi bersih yang bisa dijual karena telah dipotong natura panen, pengaturan air, dan pemilik lahan jika itu petani penggarap. Meskipun bisa dijual seluruhnya, tetapi petani baik itu padi ladang maupun padi sawah masih menyisihkan sebagian hasil panen mereka untuk kebutuhan benih musim tanam selanjutnya, konsumsi rumah tangga, dan cadangan. Oleh karena itu, perlu kehati-hatian dalam menerjemahkan dan menganalisis dari marketable dan marketed surplus itu sendiri. Seperti yang terlihat pada Gambar 6 dan 7, bahwa proporsi marketable surplus antara pola usahatani padi sawah dan ladang relatif sama. Keduanya mempunyai marketable surplus sebesar 85 persen dari produksi total.

6 3% 1% 14% natura pemilik lahan natura pengaturan air 85% natura panen marketable surplus (GKP) Gambar 6. Alokasi Natura Petani Pola Usahatani Padi Sawah di Kabupaten Karawang MT Akhir 2010 Namun, meskipun besaran proporsi dari marketable surplus yang hampir sama, natura-natura yang dikeluarkan antara pola usahatani padi sawah dan ladang sangat berbeda. pada pola usahatani padi sawah, seperti yang telah diuraikan sebelumnya, petani harus mengeluarkan natura untuk panen, pengaturan air, dan pemilik lahan. Lain halnya dengan pola usahatani padi ladang, yang harus mengeluarkan natura hanya untuk pemanenan saja % 84.70% natura panen marketable surplus Gambar 7. Alokasi Natura Petani Pola Usahatani Padi Ladang di Kabupaten Karawang MT Akhir 2010

7 Proporsi natura panen pada pola usahatani padi ladang yang lebih besar lah yang menyebabkan besaran marketable surplus pada padi ladang sma dengan pola usahatani padi sawah. Pada pola usahatani padi sawah, proporsi natura panen sebesar 1:6, sedangkan pada pola usahatani padi ladang sebesar 1:5. Hal itu menyebabkan meskipun pengeluaran natura pada pola usahatani padi ladang lebih sedikit jenisnya, tetapi pegeluaran natura yang lebih besar untuk pemanenan, menyebabkan besaran marketable surplus yang timbul sama. 5. Marketed surplus (Penjualan) Marketed surplus adalah kelebihan dari produksi yang dijual oleh petani. Selain untuk disimpan, hasil panen padi juga dijual oleh petani. Berdasarkan pengamatan, ada dua waktu petani menjual hasil panennya, yaitu: jual panen (sekaligus) dan jual bertahap. Jual sekaligus adalah penjualan gabah petani setelah panen dilaksanakan, yakni kurang dari 7 hari (Ellis et all 1992). Sedangkan jual bertahap adalah penjualan gabah bertahap adalah penjualan gabah yang telah disimpan petani lebih dari 7 hari dan telah mengalami proses penjemuran. Gabah yang dijual saat panen atau jual sekaligus adalah gabah kering panen. Artinya, gabah tersebut belum melalui proses penjemuran. Kadar air gabah pun masih tinggi, yaitu persen. Lain halnya dengan gabah yang dijual bertahap. Gabah yang dijual bertahap adalah gabah yang telah dijemur hingga kadar airnya mencapai persen atau gabah kering giling (GKG). Selain itu, gabah yang dijual ini merupakan stok cadangan petani atau kelebihan dari stok konsumsi yang disimpan petani. Berdasarkan pengamatan di lapangan, dari besaran marketable surplus yang muncul, petani tidak menjual seluruh produknya, tetapi disimpan sebagian sebagai stok atau cadangan. Stok atau cadangan tersebut digunakan untuk berbagai keperluan, antara lain benih, konsumsi, dan penjualan bertahap. Proporsi marketable surplus yang dijual pada periode pengamatan yaitu sebesar 67 persen pada pola usahatani padi sawah dan 10 persen pada pola usahatani padi ladang.

8 18% marketed surplus (GKP) distok 67% Gambar 8. Alokasi Marketable Surplus Petani Pola Usahatani Padi Sawah MT Akhir 2010 Proporsi marketed surplus dari marketable surplus yang lebih kecil pada pola usahatani padi ladang disebabkan karena pada pertani padi ladang, mereka mengusahakan padi tujuan utamanya adalah untuk memenuhi konsumsi rumah tangga. Sehingga, proporsi yang dialokasikan lebih besar dibandingkan petani pada pola usahatani padi sawah. 9.70% 75% marketed surplus (GKP) distok Gambar 9. Alokasi Marketable Surplus Petani Pola Usahatani Padi Ladang MT Akhir 2010

9 Marketed Surplus erat kaitannya dengan luas lahan atau skala produksi. Hal itu disebabkan secara teori semakin luas lahan yang diusahakan, maka marketed surplus bisa semakin tinggi. Tabel 25. Hubungan Luas Lahan Padi Petani dengan Proporsi Marketed surplus Tahun 2010 Luas Lahan Rata-rata % marketed surplus padi sawah Rata-rata % marketed surplus padi ladang < 1 ha 58,20 2, ha 57, ha 51, ha 71,00 0 >5 ha 79,40 36,70 Dapat dilihat pada Tabel 25 bahwa luas lahan mempengaruhi jumlah marketed surplus berbanding lurus dengan luas lahan yang dikuasai. Namun ada perbedaan di mana marketed surplus petani sawah yang luasan lahannya kurang dari 1 ha lebih besar daripada yang luasannya 1-2 dan 2-3 hhektar. Hal tersebut disebabkan hasil panen petani yang luas lahannya kurang dari satu hektar lebih sedikit dibandingkan petani dengan luasan 1-2 dan 2-3 hektar sehingga untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya, petani tersebut harus menjual lebih banyak hasil panennya. Selain itu, pada pola usahatani padi ladang, yang melakukan penjualan dalam bentuk GKP hanya pada petani dengan luasan kurang dari satu hektar dan lebih dari 5 hektar, hal itu disebabkan pada luasan lebih dari 5 hektar, petani telah cenderung telah bersifat komersil, sehingga petani mengusahakan padi bukan hanya untuk konsumsi, tetapi juga untuk mendapatkan keuntungan. 6. Stok Stok adalah persediaan yang disimpan agar bisa digunakan sewaktuwaktu. Berdasarkan pengamatan, stok gabah masih dilakukan oleh petani, baik itu petani padi sawah maupun padi ladang. Jenis stoknya, antara lain: stok benih, stok konsumsi, dan stok cadangan. a. Stok Benih Dari total 90 responden, 53 petani melakukan stok benih atau menyisihkan sebagian produknya untuk digunakan sebagai benih pada musim tanam

10 selanjutnya. Keperluan benih petani relatif tidak jauh berbeda di setiap musim. Petani padi sawah memerlukan kilogram benih setiap hektarnya, sedangkan petani padi ladang memerlukan kilogram benih tiap hektarnya. Namun, hanya petani padi sawah yang menyisihkan sebagian hasil panennya untuk stok benih musim selanjutnya. Alasan petani melakukan stok benih, antara lain : Tabel 26. Sebaran Petani Berdasarkan Alasan Petani Melakukan Stok Benih Tahun 2010 Alasan Petani Melakukan Stok Benih (n) (%) Harga Benih di Luar Mahal 7 13,20 Petani mempercayai kualitas gabah sendiri lebih baik dari pada benih lain 14 26,00 Hasil lebih pasti bila menggunakan benih dari hasil panen 22 42,00 Sulit Mendapat Benih dari Luar 1 2,00 Sudah Tahu Cara Menangkarkan Benih 9 16,98 Jumlah ,00 Sebanyak 13 persen petani melakukan stok benih karena harga benih dari luar mahal. Hal tersebut disebabkan jika petani menggunkan benih dari hasil panen, maka biaya untuk membeli benih bisa dihemat. Harga benih di toko atau kios terdekat yaitu Rp 6000 Rp 7000 per kilogram. Petani bisa menghemat Rp Rp tiap hektarnya untuk membeli benih jika menggunakan benih dari hasil panen musim sebelumnya. 16 persen petani beralasan bahwa mereka melakukan stok benih karena mereka telah tahu bagaimana cara menangkarkan benih. Hal itu disebabkan karena penyuluh setempat sering melakukan penyuluhan bagaimana cara memilih benuh dari lahan para petani. Bila petani ingin mengganti varietas untuk musim berikutnya, maka petani bisa menukar benihnya dengan petani lain yang menyimpan stok benih varietas yang ingin ditanam petani untuk musim selanjutnya. Dua alasan dengan persentase tertinggi petani melakukan stok benih yaitu hasil lebih pasti menggunakan benih sendiri dan petani percaya bahwa kualitas benih sendiri daripada benih dari luar. Hal itu timbul akibat seringnya petani mengalami kegagalan di masa lampau saat meggunakan benih yang bersala dari luar atau membeli dari kios atau bantuan benih dari pemerintah. Benih yang

11 berasal dari hasil panen sendiri bisa memberikan kepastian mengenai kualitas maupun hasil yang akan didapat petani dibandingkan benih yang dibeli dari luar atau bantuan pemerintah. Tabel 27. Sebaran Petani Berdasarkan Alasan Petani Tidak Melakukan Stok Benih Tahun 2010 Alasan Tidak Melakukan Stok Benih (n) (%) jika stok kualitas tidak bagus 6 20,00 kualitas gabah kurang bagus untuk benih 24 80,00 Jumlah ,00 Tidak dilakukannya stok benih oleh petani padi ladang disebabkan oleh kurang baiknya kualitas gabah padi ladang untuk digunakan sebagai benih musim tanam berikutnya. Saat ini varietas padi lokal seperti gajah, dan bulu sudah jarang digunakan oleh petani ladang di Kabupaten Karawang. petani ladang saat ini lebih suka menggunakan benih padi seperti varietas yang ditanam petani padi sawah, seperti Ciherang dan IR 64. Oleh karena itu, untuk keperluan benih, petani ladang di Kabupaten Karawang mendapatkannya dari kios terdekat atau membeli dari petani padi sawah. b. Stok Konsumsi Untuk konsumsi beras rumah tangga, petani baik ladang maupun sawah masih menggunakan beras dari hasil panen yang disimpan. Ada 49 petani padi sawah yang mengonsumsi beras dari hasil panen, sedangkan seluruh petani padi ladang mengonsumsi beras dari hasil panennya. Ada dua jenis konsumsi beras di tingkat rumah tangga petani di Kabupaten Karawang, yaitu konsumsi makan, dan konsumsi sosial. Konsumsi makan adalah konsumsi makan anggota keluarga yang masih jadi tanggungan petani sedangkan konsumsi sosial adalah konsumsi makan non tanggungan petani, keperluan keagamaan, dan adat istiadat. Yang termasuk konsumsi non tanggungan petani yaitu konsumsi makan pekerja di sawah, dan keluarga atau kerabat yang bukan tanggungan petani tetapi ikut mengonsumsi padi dari petani. Konsumsi keagamaan yaitu zakat fitrah, sedangkan konsumsi adat istiadat yaitu konsumsi beras untuk memberi pihak lain lain sedang mangadakan acara adat, seperti pernikahan, atau kematian. Di Kabupaten Karawang terdapat budaya yang disebut

12 lawangan. Budaya ini mengharuskan rumah tangga memmberikan sumbangan berupa sejumlah beras kepada pihak yang sedang mengadakan upacara adat dan pihak yang menerima bantuan beras itu harus mengembalikan jika pihak yang memberi sumbangan beras mengadakan upacara adat. Tabel 28. Sebaran Petani Berdasarkan Alasan Melakukan Stok Konsumsi Tahun 2010 Petani Padi Ladang Petani Padi Sawah Alasan Melakukan Stok Konsumsi (n) (%) (n) (%) Harga Beras di Luar Mahal 11 13,41 8 9,76 Kualitas Beras di Toko Lebih Jelek 0 0,00 2 2,44 Lebih Bangga Mengonsumsi yang Ditanam Sendiri 15 18, ,71 Kebiasaan/Budaya 4 4, ,07 Kebutuhan Sendiri Harus Didahulukan 0 0,00 2 2,44 Jumlah 30 36, ,41 Faktor kebanggaan adalah alasan utama petani dalam melakukan stok konsumsi. Meskipun kualitas beras dari hasil lahannya belum tentu lebih baik dari kualitas beras dari luar, tetapi petani merasa lebih bangga jika mengonsumsi beras hasil dari padi yang ditanamnya sendiri. Kemudian alasan ekonomi dan kebiasaan yang membuat petani melakukan stok untuk konsumsi. c. Stok Cadangan Berdasarkan hasil pengamatan, petani di Kabupaten Karawang pada umumnya tidak mengalokasikan khusus sebagian gabah hasil panennya untuk stok cadangan. Petani tidak menyimpan kebutuhan konsumsinya secara pas, tetapi menyimpan lebih banyak dari kebutuhan konsumsi. kelebihan atau selisih inilah yang disebut stok cadangan yang dijual secara bertahap. Dari jumlah yang distok, petani biasanya menjual produknya tersebut (marketed surplus) dalam bentuk gabah kering giling (GKG). Tujuan penjualan pun bermacam-macam, terutama yang bersifat insidental dan memerlukan jumlah uang yang cukup besar, seperti membayar uang sekolah anak dan membayar cicilan kredit. Oleh karena itu, perlu kehati-hatian juga dalam menerjemahkan marketed surplus, karena penjualan petani bukan hanya di waktu panen, tetapi juga di waktu jeda ke musim tanam selanjutnya juga petani melakukan penjualan.

13 Dari hasil temuan di lapangan menunjukkan bahwa petani pola usahatani padi sawah memiliki proporsi penjualan stok gabah yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani pada pola usahatani padi ladang. 6% 73% 21% benih konsumsi marketed surplus (GKG) Gambar 10. Alokasi Stok Petani Pola Usahatani Padi Sawah MT Akhir 2010 Dari Gambar 10 dan 11, dapat dilihat bahwa petani padi sawah rata-rata menjual 73 persen gabah yang disimpannya, sedangkan petani padi ladang ratarata hanya menjual 28 persen dari stok gabahnya. Hal ini dikarenakan petani ladang memmpunyai skala produksi yang lebih kecil. Hal ini mengakibatkan jumlah yang distok pun lebih kecil, sehingga bila dipotong untuk konsumsi, maka proporsi yang bisa dijual pada padi ladang lebih kecil atau sedikit. Selain itu, pola tanam padi ladang yag hanya setahun sekali menyebabkan priode waktu konsumsi rumah tangga padi ladang lebih lama dibandingkan padi sawah yang pola tanamnya dua kali setahun.

14 28.20% konsumsi 71.80% marketed surplus (GKG) Gambar 11. Alokasi Stok Petani Pola Usahatani Padi Ladang MT Akhir 2010 Namun, jika dilihat dari proporsi keseluruhan, marketed surplus bertahap atau dalam bentuk GKG pada pola usahatani padi sawah masih jauh lebih kecil dari pada marketed surplus dalam bentuk gabah kering panen atau GKP. Proporsi marketed surplus GKP pada pola usahatani padi sawah adalah sebesar 67 persen dan marketed surplus dalam bentuk GKG sebesar 11 persen. Berbeda dengan pola usahatani padi ladang yang proporsi marketed surplus dalam bentuk GKPnya lebih kecil dibandingkan marketed surplus dalam bentuk GKG. Proporsi marketed surplus GKP pada pola usahatani padi ladang adalah sebesar 11 persen dan marketed surplus GKG sebesar 21 persen. 5.1 Perilaku Stok Petani Bagian perilaku stok petani ini akan membahas bagai mana petani memperlakukan gabah yang disimpannya sebagai stok Akses penjemuran Sebelum menyimpan gabah, petani perlu melakukan penjemuran untuk menurunkan kadar air agar gabah yang disimpan tetap bagus kualitasnya meski disimpan lama. Para petani menjemur gabahnya hingga kadar air gabah mencapai kadar 14%-15%. Dengan kadar air seperti itu, kualitas gabah akan tetap baik hingga masa simpan satu tahun. Dari gabah kering panen hingga menjadi gabah kering simpan atau giling, penyusutan berat gabah petani rata-rata mencapai 20%.

15 Artinya, jika satu ton gabah kering panen dijemur, maka akan menghasilkan ratarata 800 kilogram gabah kering giling. Waktu penjemuran yang diperlukan untuk mencapai kadar air yang diperlukan yaitu dua hari, dengan asumsi sinar matahari terik sepanjang hari. Jika matahari kurang terik, maka waktu penjemuran bisa mencapai tiga sampai empat hari. Tabel 29. Sebaran Petani Berdasarkan Akses Penjemuran Gabah Tahun 2010 Tempat Menjemur Gabah Petani Padi Sawah Petani Padi Ladang (n) (%) (n) (%) Milik Sendiri (lantai jemur/ halaman) 40 46, ,23 Penggilingan (RMU) 2 2,32 4 4,65 Lapangan/Tempat Umum 14 16, Jumlah 56 65, ,01 Umumnya (76,73%) petani menjemur gabah hasil penennya di lahan mereka sendiri, baik itu di halaman rumah maupun di lantai jemur. Sisanya sebanyak 14 persen dan 6 persen petani menjemur gabah mereka di penggilingan dan tempat umum. Petani yang menjemur gabah di penggilingan, mereka bisa menggunakan fasilitas lantai jemur milik penggilingan terdekat dengan konsekuensi mereka juga hasrus menitipkan gabah yang akan mereka stok dan menggilingnya di penggilingan tersebut. Untuk petani yang menjemur di tempat umum, mereka mengunakan lapangan umum terdekat, atau di pinggir jalan raya dengan alat bantu terpal agar tidak banyak kotoran yang bercampur dengan gabah yang dijemur Akses penyimpanan Setelah melewati proses penjemuran, gabah akan melalui proses penyimpanan. Berdasarkan pengamatan, ada beberapa lokasi yang dipakai petani untuk menyimpan stok gabahnya.

16 Tabel 30. Sebaran Petani Berdasarkan Lokasi Stok Gabah Tahun 2010 Lokasi Menyimpan Stok Petani Padi Sawah Petani Padi Ladang Gabah (n) (%) (n) (%) Gudang (milik sendiri) 20 23,25 1 1,16 Dapur 16 18, Dalam Rumah 18 20, ,06 Penggilingan 1 1,16 4 4,65 Gudang (dititipkan) 1 1, Jumlah 56 65, ,90 Mayoritas petani menyimpan stok gabahnya di rumah baik itu spesifik, yaitu di dalam dapur (16%), maupun tidak secara spesifik (49,99%). Sisanya, petani ada yang menyimpannya di ruangan khusus, yaitu gudang (24,41%) dan diditipkan di penggilingan dan gudang milik petani lain. Hal ini sesuai atau sama dengan Ellis et al (1992) yang menunjukkan bahwa 95% petani menyimpan stok gabah mereka di rumah. Dari Tabel 30 juga dapat disimpulkan bahwa petani padi sawah lebih mempunyai banyak akses tempat penyimpanan stok gabah dibandingkan petani padi ladang. Tabel 31. Rata-rata Luas Tempat Simpan Gabah Berdasarkan Luas Lahan yang Diusahakan Petani Tahun 2010 Kategori Luas Rata-rata Luas tempat Menyimpan Gabah (m 2 ) Lahan Petani Sawah Petani Ladang <0,49 ha 11,00 6,00 0,5-0,99 ha 5,40 7,00 1-1,99 ha 6,87 7,87 2-4,99 ha 15,05 227,00 >5 ha 38,25 50,00 Selain itu, berdasarkan Tabel 31, luas tempat menyimpan gabaha petani relatif berbanding lurus dengan luas lahan padi yang diusahakan. Semakin luas lahan padi yang diusahakan, maka semakin luas pula tempat yang disediakan petani untuk menyimpan persediaan atau stok gabahnya Bentuk Penyimpanan dan Masa Penyimpanan Stok Petani di Kabupaten Karawang seluruhnya menyimpan stok dalam bentuk gabah kering gimpan. Hal itu disebabkan jika stok disimpan dalam bentuk gabah

17 kering akan lebih awet dan kualitasnya tidak akan berubah. Jika disimpan dalam bentuk beras, maka masa simpannya akan menjadi lebih pendek. Untuk kebutuhan konsumsi, petani menggiling gabah secara berkala atau sedikit-demi sedikit tergantung kebutuhan. Petani ladang rata-rata menggiling gabah sitap 24 hari sedangkan petani padi sawah rata-rata mengging gabah setiap 18 hari. Lebih tingginya frekuensi penggilingan gabah petani padi sawah disebabkan karena akses penggilingan di sekitar padi sawah yang lebih mudah dan kebutuhan beras sosial petani padi sawah lebih tinggi sehingga agar kualitas beras yang dihasilkan baik, maka petani padi sawah menggiling gabah lebih sering daripada petani padi ladang. Masa simpan terlama gabah petani yaitu satu musim. Setelah satu musim, gabah dapat dipastikan habis, baik itu dikonsumsi maupun dijual. Jika dalam jangka waktu satu musim gabah tidak dijual, maka kualitas gabah akan turun dan bila dijual pun harganya akan lebih rendah dari gabah yang baru dipanen. 7. Cara Penjualan Hasil Panen Di Kabupaten Karawang, ada tiga cara penjualan hasil panen petani, antara lain: tebas, sekaligus, dan bertahap. Cara penjualan tebas adalah penjualan panen secara borongan. Hasil panen hanya melalui perkiraan penebas dan harga borongan didapat atas hasil tawar-menawar antara penebas dan petani. Setelah transaksi berlangsung, maka petani lepas dari tanggung jawab pemanenan, karena pemanenan akan dilakukan oleh penebas. Cara penjualan sekaligus adalah cara penjualan yang dilakukan sesaat setelah pemanenan. Nilai transaksi berdasarkan hasil panen yang didapat petani. Tanggung jawab pemanenan ada di petani. Pada petani lahan sawah, pembeli dalam hal ini tengkulak biasanya menjemput gabah yang akan dibelinya hingga ke lahan petani, sehingga transaksi biasanya dilakukan di lahan petani. Lain halnya dengan penjualan bertahap. Pada cara penjualan ini, petani juga melakukan penjualan di lahan seperti penjualan sekaligus, tetapi tidak semua gabah yang dipanen dijual, melainkan disimpan, dan baru dijual di kemudian hari. Dari informasi yang didapat di lapangan, cara panen tidak mempengaruhi jumlah marketed surplus. Yang dipengaruhi adalah penghasilan atau uang tunai hasil penjualan panen. Hal tersebut disebabkan dari ketiga cara penjualan, harga

18 yang dipakai saat transaksi berbeda-beda. Harga penjualan dengan tebas umumnya lebih rendah karena cara pembelian ini bersifat borongan. Pemanenan pun dilakukan oleh pembeli atau penebas sehingga perlu biaya tambahan. Harga cara penjualan sekaligus adalah harga gabah kering panen atau gabah basah. Sedangkan penjualan bertahap menggunakan harga gabah basah dan gabah kering panen sehingga hasil penjualannya akan lebih banyak karena harga gabah kering simpan umumnya lebih tinggi dari gabaha kering panen atau gabah basah. Tabel 32. Sebaran Petani Berdasarkan Cara Penjualan Hasil Panen Tahun 2010 Cara Penjualan Padi Sawah Padi Ladang (n) (%) (n) (%) tidak menjual 1 1, ,00 Bertahap 33 37, ,00 Sekaligus 21 23,00 1 1,00 tebas dan bertahap 4 4,00 0 0,00 tebas dan sekaligus 1 1,00 0 0,00 Jumlah 60 67, ,33 Petani di Kabupaten Karawang, baik itu petani padi sawah maupun padi ladang paling banyak melakukan penjualan secara bertahap (45%), kemudian diikuti dengan penjualan secara sekaligus (23%). Untuk cara penjualan kombinasi antara tebas, bertahap, dan sekaligus, hal itu dilakukan oleh petani yang mempunyai lahan lebih dari satu persil sehingga memungkinkan petani tersebut menerapkan cara penjualan yang berbeda untuk setiap persilnya. Untuk petani yang menjual hasil panennya secara sekaligus, petani tersebut umumnya melakukan penjualan saat panen atau beberapa hari setelah panen. Hal tersebut dimungkinkan karena tengkulak di sana juga telah terbiasa menjemput hasil panen yang kan dibelinya hingga ke lahan atau ke pinggir jalan yang terdekat dari lahan petani. Itu cukup menguntungkan petani karena bisa menghemat biaya pengangkutan dan pengemasan. Di musim terakhir (akhir 2010), ada petani yang tidak melakukan penjualan hasil panen. Untuk petani padi sawah, hal tersebut dikarenakan lahannya puso total sehingga padinya tak bisa dipanen sama sekali. Lain halnya

19 dengan petani padi ladang. Meraka tidak melakukan penjualan karena hasil panennya habis untuk konsumsi rumah tangga. Tabel 33. Sebaran Petani Berdasarkan Alasan Mengunakan Cara Penjualan Tebas Tahun 2010 Alasan (n) (%) Mengurangi risiko 2 40,00 Lebih Praktis 3 60,00 Jumlah 5 100,00 Alasan mengurangi risiko muncul karena sistem tebas biasa digunakan oleh petani yang letak sawahnya berada jauh dari kediaman petani. Beberapa hari menjelang panen petani tersebut biasanya menjual padinya secara borongan. Hal itu disebabkan karena jika tidak dijual secara borongan, tindak pencurian sering muncul jika sawah petani tidak diawasi. Jika dijual secara tebas, maka risiko pencurian tersebut bisa dihindari dan tanggung jawab pemanenan berpindah ke penebas sehingga petani tidak perlu repot untuk memanen. Alasan lain yang timbul dari petani adalah petani tersebut tidak ingin repot. Jika hasil panennya dijual secara tebas, maka petani langsung mendapat uang hasil penjualan padinya tersebut sehingga tidak perlu repot memanen dan menjual ke tengkulak. Tabel 34. Sebaran Petani Berdasarkan Alasan Melakukan Penjualan Bertahap Tahun 2010 Padi Sawah Padi Ladang Alasan Jula Bertahap (n) (%) (n) (%) Untuk Keperluan Sosial 2 4, Motif jaga-jaga 20 40, ,78 Kebiasaan/Budaya 2 4, Menunggu harga baik 13 25, Jumlah 37 55, ,78 Alasan petani yang menjual hasil panennya secara bertahap yaitu yang terbanyak adalah karena motif jaga-jaga (64%). Selanjutnya, alasan petani yaitu menunggu harga baik (25,5%), kebiasaan atau budaya (4,08%, dan untuk keperluan sosial (4,08%). Alasan motif jaga-jaga yaitu petani bisa menjual gabah

20 yang mereka simpan jika dalam jangka waktu satu musim ada kebutuhan mendadak. Dengan kata lain, stok gabah cadangan ini berfungsi sebagai aktiva lancar petani yang bisa dijual sewaktu-waktu. Motif jaga-jaga di sini juga ada yang maksudnya untuk keperluan modal musim selanjutnya. Jika pada musim tanam selanjutnya petai kurang biaya untuk membayar faktor produksi seperti tenaga kerja, maka petani juga bisa menjual gabah yang disimpannya. Alasan menunggu harga baik berlaku bagi petani yang sudah bersifat komersial, artinya petani tersebut menginginkan hasil panennya dijual pada saat harga lebih tinggi dari harga panen. Saat pertengahan musim tanam selanjutnya, atau dua sampai tiga bulan setelah panen, biasannya harga gabah terutama gabah kering simpan akan naik karena pasokan gabah ke pasaran menurun. Di saat itu lah petani biasanya menjual gabah yang disimpannya untuk mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi. Alasan kebudayaan dan keperluan sosial adalah petani yang konsumsi beras untuk keperluan sosialnya tinggi, biasanya setiap akan mengonsumsi beras tersebut, petani bisa menggunakan atau menggiling hasil panennya agar tidak perlu membeli beras dari pasar. Tabel 35. Sebaran Petani Berdasarkan Alasan Penjualan Cara Sekaligus Tahun 2010 Alasan (n) (%) Kebutuhan Uang Tunai 15 62,50 Petani Enggan Melakukan Kegiatan Pasca Panen 9 37,50 Jumlah ,00 Berdasarkan pengamatan, penjualan dengan cara sekaligus hanya digunakan oleh petani padi sawah. Alasan petani melakukan penjualan sekaligus yaitu karena kebutuhan uang tunai. Hal tersebut dikarenakan modal untuk membiayai usahatani petani tersebut pada musim itu sebagian besar berasal dari modal pinjaman. Pinjaman tersebut harus segera dibayar setelah panen. Oleh karena itu, agar bisa membayar cicilan utang tersebut, maka petani melakukan penjualan secara sekaligus.

21 Tabel 36. Distribusi Jumlah Petani Berdasarkan Proporsi Modal Sendiri Petani Terhadap Modal Total Tahun 2010 Tebas proporsi modal sendiri Sekaligus (n) Tidak menjual (n) Bertahap (n) Tebas dan bertahap (n) dan sekaligus (n) <25% % % <75% % Jumlah Dari Tabel 36 dapat dilihat bahwa petani yang melakukan penjualan secara sekaligus, sebagian besar modalnya berasal dari pinjaman. Proporsi pinjamannya pun lebih dari lima puluh persen dari modal total petani. Alasan lainnya, petani tidak mau repot melakukan penjemuran dan penyimpanan. Kalaupun melakukan, petani hanya menjemur dan menyimpan hasil panen hanya untuk simpanan keperluan konsumsi rumah tangga atau dalam jumlah yang kecil. Ada perbedaan yang cukup mencolok dalam bentuk penjualan hasil panen antra petani padi sawah dan ladang. Petani padi sawah lebih banyak menjual hasil panennya lebih banyak dalam bentuk gabah kering panen, sedangkan petani padi ladang lebih banyak dalam bentuk gabah kering giling. Dari hasil pengamatan dan data di lapangan, perbedaan perilaku penjualan petani tersebut salah satunya disebabkan status usahatani petani. Petani padi sawah umumnya menjadikan usahatani padi sebagai matapencaharian utama sedangkan petani padi ladang seluruhnya menjadikan usahatani padinya sebagai usahatani sampingan. Bagi petani padi sawah, hasil panen harus segera dijual agar hasil penjualannya bisa segera dipakai untuk berbagai keperluan. Sedangkan bagi petani padi ladang, usahatani padi dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi beras rumah tangga. Jika ada lebih, maka petani baru menjualnya. Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari, petani padi ladang lebih mengandalkan pada penjualan hasil kebun, seperti pisang dan jeruk.

22 Perbedaan status usahatani tersebut terlihat dari luasan padi yang diusahakan. Petani padi sawah umumnya mengusahakan lebih dari satu hektar sawah sedangkan petani padi ladang umumnya hanya mengusahakan kurang dari satu hektar. Penyebab lainnya yaitu kapasitas petani dalam menyimpan hasil panennya. Umumnya petani hanya bisa menyimpan sebagian kecil hasil panennya akrena akses penyimpanan hasil panen juga lebih banyak di dalam rumah yang kapasitasnya kecil pula. Dengan produktivitas lahan yang lebih rendah daripada lahan sawah, proporsi hasil panen yang mampu disimpan petani ladang akan lebih besar daripada petani padi sawah Saluran Pemasaran Gabah Berdasarkan pengamatan di lapangan, pembeli gabah petani masih disominasi oleh tengkulak. Ada juga petani padi sawah yang menjual sebagian hasil panennya ke penangkar benih, dalam hal ini Balai Besar Padi, sedangkan semua petani padi ladang menjual gabahnya kepada tengkulak. Tengkulak di Kabupaten Karawang bukan hanya sekedar berperan sebagai pengumpul gabah petani saja, tetapi mereka berperan sebagai pengolah. Hal itu disebabkan tengkulak di Kabupaten Karawang pasti mempunyai alat penggilingan beras sehingga mereka membeli gabah kering panen atau giling dari petani dan menjual beras kepada lembaga pemasar selanjutnya. Tabel 37. Sebaran Petani Berdasarkan Saluran Pemasaran Gabah Petani Tahun 2010 Saluran Pemasaran Gabah Petani Padi Sawah Petani Padi Ladang (n) (%) (n) (%) Tengkulak/pengggilingan 57 65, ,18 Tengkulak dan Penangkar Benih 2 2, Jumlah 59 67, ,2 Ada beberapa alasan mengapa petani memilih menjual gabahnya kepada tengkulak. Alasan-alasan petani tersebut dapat dilihat di Tabel 38.

23 Tabel 38. Sebaran Petani Berdasarkan Alasan Pemilihan Tengkulak Sebagai Saluran Pemasaran Gabah Petani Tahun 2010 Alasan (n) (%) Ikatan Kerja sama 3 3,45 Meminjam Uang 6 6,89 Kebutuhan Uang Tunai Secara Cepat 57 65,51 Lebih Mudah 21 24,13 Jumlah ,00 Alasan kebutuhan uang tunai dan kemudahan proses penjualan menjadi alasan utama petani menjual gabahnya kepada tengkulak. Hal tersebut disebabkan saat panen, tengkulak tidak segan-segan menjemput gabah yang akan dibelinya langsung ke lahan sawah petani. Sedangkan untuk petani padi ladang, tengkulak adalah satu-satunya saluran pemasaran yang apling dekat dan mudah diakses karen umumnya lapan dan tempat tinggal petani padi ladang berada di pedalaman atau aksesnya jauh dari perkotaan.

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MARKETED SURPLUS PADI

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MARKETED SURPLUS PADI VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MARKETED SURPLUS PADI 7.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Marketed Surplus Model regresi linear disajikan pada Tabel 39 adalah model terbaik yang dapat dibuat berdasarkan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alokasi Produk

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alokasi Produk II TINJAUAN PUSTAKA Studi mengenai marketed surplus atau marketable surplus telah dilakukan sejak waktu yang lama, yakni sejak tahun 1960-an. Konsep marketable dan marketed surplus biasanya melekat pada

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dilandasi oleh teori-teori mengenai konsep marketable dan marketed surplus, serta faktor-faktor yang memepengaruhinya.

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BERAS

ANALISIS TATANIAGA BERAS VI ANALISIS TATANIAGA BERAS Tataniaga beras yang ada di Indonesia melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang saling berhubungan. Berdasarkan hasil pengamatan, lembagalembaga tataniaga yang ditemui di lokasi

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1. Keragaan Usahatani Padi Keragaan usahatani padi menjelaskan tentang kegiatan usahatani padi di Gapoktan Jaya Tani Desa Mangunjaya, Kecamatan Indramayu, Kabupaten

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM BESARAN KARAKTERISTIK MARKETABLE SURPLUS BERAS Oleh : Nunung Kusnadi Rita Nurmalina

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida

5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida 5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida Berdasarkan hasil perhitungan terhadap rata-rata penerimaan kotor antar varietas padi terdapat perbedaan, kecuali antara

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang menurut bentuk dan coraknya tergolong ke dalam usahatani perorangan dimana pengelolaannya dilakukan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM Oleh : Sumaryanto PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

Lebih terperinci

STATISTIK HARGA PRODUSEN GABAH

STATISTIK HARGA PRODUSEN GABAH ht tp :// yo gy ak ar ta.b ps.g o.id Katalog BPS : 7103005.34 STATISTIK HARGA PRODUSEN GABAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 2014 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA .id ps.g o ta.b ar

Lebih terperinci

KEBIJAKAN MENYANGGA ANJLOKNYA HARGA GABAH PADA PANEN RAYA BULAN FEBRUARI S/D APRIL 2007

KEBIJAKAN MENYANGGA ANJLOKNYA HARGA GABAH PADA PANEN RAYA BULAN FEBRUARI S/D APRIL 2007 KEBIJAKAN MENYANGGA ANJLOKNYA HARGA GABAH PADA PANEN RAYA BULAN FEBRUARI S/D APRIL 2007 Pendahuluan 1. Produksi padi di Indonesia mengikuti siklus musim, dimana panen raya dimulai pada bulan Februari sampai

Lebih terperinci

Boks 1 PROFIL PETANI PADI DI MALUKU

Boks 1 PROFIL PETANI PADI DI MALUKU Boks 1 PROFIL PETANI PADI DI MALUKU Daerah sentra beras di Maluku terletak di Buru, Maluku Tengah, dan Seram Bagian Barat. Beras yang dihasilkan merupakan beras dari padi sawah. Selain itu, terdapat juga

Lebih terperinci

SURVEI LUAS PANEN DAN LUAS LAHAN TANAMAN PANGAN 2015

SURVEI LUAS PANEN DAN LUAS LAHAN TANAMAN PANGAN 2015 RAHASIA VP2015-S 001. Subround yang lalu: 1. Januari-April 2. Mei-Agustus 3. September-Desember REPUBLIK INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI LUAS PANEN DAN LUAS LAHAN TANAMAN PANGAN 2015 PENCACAHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Mubyarto (1989) usahatani adalah himpunan dari sumber sumber alam yang terdapat di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tubuh tanah dan air,

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN

VII ANALISIS PENDAPATAN VII ANALISIS PENDAPATAN Analisis pendapatan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi penerimaan, biaya, dan pendapatan dari usahatani padi sawah pada decision making unit di Desa Kertawinangun pada musim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pascapanen adalah serangkaian kegiatan yang meliputi pemanenan, pengolahan, sampai dengan hasil siap konsumsi (Hasbi, 2012:187). Sedangkan penanganan pascapanen adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terbentuk dari beberapa komponen lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Diskripsi Varietas Padi Ciherang

Lampiran 1. Diskripsi Varietas Padi Ciherang L A M P I R A N 178 Lampiran 1. Diskripsi Varietas Padi Ciherang Lampiran 2. Diskripsi Varietas Padi IR 64 179 180 Lampiran 3. Peta administrasi dan plot stasiun hujan Kabupaten Indramayu S U B A N G CIREBON

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH 67 BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini akan membahas keefektifan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) dalam mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN

KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN Pendahuluan KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN 1. Dalam upaya mewujudkan stabilitas harga beras, salah satu instrumen kebijakan harga yang diterapkan pemerintah adalah kebijakan harga dasar dan harga maksimum,

Lebih terperinci

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT VIII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT 8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani responden sebesar 6,2 ton/ha. Produktivitas rata-rata

Lebih terperinci

pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional.

pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional. pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional. 2.2. PENDEKATAN MASALAH Permasalahan yang dihadapi dalam upaya pencapaian surplus 10 juta ton beras pada tahun 2014 dirumuskan menjadi

Lebih terperinci

BAB VI. IDENTITAS KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN DAN PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN

BAB VI. IDENTITAS KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN DAN PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN 75 BAB VI. IDENTITAS KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN DAN PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN 6.1. identitas Karakteristik Karakteristik konsumen diperlukan dalam penelitian ini, hal ini dilakukan karena bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA

VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA 6.1 Motif Dasar Kemitraan dan Peran Pelaku Kemitraan Lembaga Petanian Sehat Dompet Dhuafa Replubika

Lebih terperinci

KAJIAN PENURUNAN KUALITAS GABAH-BERAS DILUAR KUALITAS PENDAHULUAN

KAJIAN PENURUNAN KUALITAS GABAH-BERAS DILUAR KUALITAS PENDAHULUAN KAJIAN PENURUNAN KUALITAS GABAH-BERAS DILUAR KUALITAS PENDAHULUAN Latar Belakang Beras berperan besar dalam hidup dan kehidupan sebagian besar rakyat Indonesia, khususnya golongan menengah kebawah. Bahkan

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL 6.1 Sarana Usahatani Kembang Kol Sarana produksi merupakan faktor pengantar produksi usahatani. Saran produksi pada usahatani kembang kol terdiri dari bibit,

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALOKASI PRODUK DAN MARKETED SURPLUS PADI DI KABUPATEN KARAWANG

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALOKASI PRODUK DAN MARKETED SURPLUS PADI DI KABUPATEN KARAWANG FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALOKASI PRODUK DAN MARKETED SURPLUS PADI DI KABUPATEN KARAWANG SKRIPSI YAHYA HENDRIYANA H34070138 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (ANGKA RAMALAN III 2008)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (ANGKA RAMALAN III 2008) BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 40/11/34/Th. X, 03 November 2008 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (ANGKA RAMALAN III 2008) Berdasarkan ATAP 2007 dan Angka Ramalan III (ARAM

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik responden dalam penelitian ini dibahas berdasarkan jenis

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik responden dalam penelitian ini dibahas berdasarkan jenis A. Karakteristik Petani V. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik responden dalam penelitian ini dibahas berdasarkan jenis kelamin, tingkat pendidikan, umur, luas lahan dan pengalaman bertani. Jumlah responden

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok yang dikonsumsi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sampai saat ini 95% masyarakat Indonesia masih mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Sisvaberti Afriyatna Dosen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Palembang ABSTRAK

Sisvaberti Afriyatna Dosen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Palembang ABSTRAK ANALISIS PENDAPATAN PADA USAHATANI PADI SAWAH LEBAK DENGAN SISTEM YARNEN DAN TUNAI DI KECAMATAN RAMBUTAN KABUPATEN BANYUASIN Sisvaberti Afriyatna Dosen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: 1. Usahatani padi organik masih sangat sedikit dilakukan oleh petani, dimana usia petani padi organik 51

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA Penelitian ini menganalisis perbandingan usahatani penangkaran benih padi pada petani yang melakukan

Lebih terperinci

VII ANALISIS KEPUASAN PETANI MITRA TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN

VII ANALISIS KEPUASAN PETANI MITRA TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN VII ANALISIS KEPUASAN PETANI MITRA TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN 7.1 Analisis Kepuasan Petani Mitra Evaluasi kemitraan dapat juga dilihat dari tingkat kepuasan petani mitra yang menjalankannya. Kepuasan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN (Studi Kasus di Desa Budi Mulia, Kabupaten Tapin) Oleh : Adreng Purwoto*) Abstrak Di masa mendatang dalam upaya mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI 5.1 PENDAHULUAN Pengembangan usaha pelayanan jasa pengeringan gabah dapat digolongkan ke dalam perencanaan suatu kegiatan untuk mendatangkan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PEMILIKAN DAN PENGUSAHAAN TANAH DI SUMATERA BARAT *

DISTRIBUSI PEMILIKAN DAN PENGUSAHAAN TANAH DI SUMATERA BARAT * DISTRIBUSI PEMILIKAN DAN PENGUSAHAAN TANAH DI SUMATERA BARAT * Oleh : Aladin Nasution DISTRIBUSI PEMILIKAN TANAH PERTANIAN Pemilikan tanah mempunyai arti penting bagi masyarakat pedesaan karena merupakan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Pemasaran Cabai Rawit Merah Saluran pemasaran cabai rawit merah di Desa Cigedug terbagi dua yaitu cabai rawit merah yang dijual ke pasar (petani non mitra) dan cabai

Lebih terperinci

VI. HASIL dan PEMBAHASAN

VI. HASIL dan PEMBAHASAN VI. HASIL dan PEMBAHASAN 6.1 Penggunaan Input Usahatani 6.1.1 Benih Benih memiliki peran strategis sebagai sarana pembawa teknologi baru, berupa keunggulan yang dimiliki varietas dengan berbagai spesifikasi

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI BUNCIS DENGAN SISTEM TEBASAN DAN TANPA TEBASAN

PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI BUNCIS DENGAN SISTEM TEBASAN DAN TANPA TEBASAN Jurnal Agrorektan: Vol. 2 No. 1 Juni 2015 2 PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI BUNCIS DENGAN SISTEM TEBASAN DAN TANPA TEBASAN Annisa Aprianti R 1 1) Fakultas Agrobisnis dan Rekayasa Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum 4.1.1. Letak Geografis Desa Beji Lor Desa Beji Lor merupakan salah satu desa di Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Desa ini terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor pertanian masih menjadi mata pencaharian umum dari masyarakat Indonesia. Baik di sektor hulu seperti

Lebih terperinci

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan.

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan. VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan. Terutama dalam hal luas lahan dan jumlah penanaman masih

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam membentuk Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan dalam pembangunan Indonesia, namun tidak selamanya sektor pertanian akan mampu menjadi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa penelitian yaitu Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Data profil Desa Tahun 2009 menyebutkan luas persawahan 80 ha/m 2, sedangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN

VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN 6.3. Gambaran Umum Petani Responden Gambaran umum petani sampel diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan para petani yang menerapkan usahatani padi sehat dan usahatani

Lebih terperinci

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014 No. 70/12/72/Th. XVII, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PER MUSIM TANAM UNTUK SATU HEKTAR LUAS PANEN PADI SAWAH PADA TAHUN 2014 SEBESAR Rp

Lebih terperinci

menghasilkan limbah yang berupa jerami sebanyak 3,0 3,7 ton/ha.

menghasilkan limbah yang berupa jerami sebanyak 3,0 3,7 ton/ha. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi 2.1.1 Klasifikasi Tanaman Padi Klasifikasi botani tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub Divisi Kelas Keluarga Genus : Spermatophyte : Angiospermae : Monotyledonae

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

KEMITRAAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH KALIMANTAN SELATAN

KEMITRAAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH KALIMANTAN SELATAN KEMITRAAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH KALIMANTAN SELATAN Retna Qomariah, Yanuar Pribadi, Abdul Sabur, dan Susi Lesmayati Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan

Lebih terperinci

ANALISIS MARKETABLE SURPLUS DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MARKETED SUPPLY SERTA KETERSEDIAAN BERAS DI KOTA BENGKULU

ANALISIS MARKETABLE SURPLUS DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MARKETED SUPPLY SERTA KETERSEDIAAN BERAS DI KOTA BENGKULU ANALISIS MARKETABLE SURPLUS DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MARKETED SUPPLY SERTA KETERSEDIAAN BERAS DI KOTA BENGKULU Nusril M. Mustopha Romdhon Riza Listaria Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT BADAN PUSAT STATISTIK No. 66/12/32/Th.XVI, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PER MUSIM TANAM UNTUK SATU HEKTAR LUAS

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK

ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK 1 ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK FARMING ANALYSIS OF PADDY IN KEMUNINGMUDA VILLAGE BUNGARAYA SUB DISTRICT SIAK REGENCY Sopan Sujeri 1), Evy Maharani

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1) 74 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 74-81 Erizal Jamal et al. ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1) Erizal Jamal, Hendiarto, dan Ening Ariningsih Pusat Analisis Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

Produksi Tanaman Pangan Provinsi Papua Tahun 2015 (Berdasarkan Angka Ramalan II 2015)

Produksi Tanaman Pangan Provinsi Papua Tahun 2015 (Berdasarkan Angka Ramalan II 2015) No. 62 /11 /94 /Th. VII, 2 November Produksi Tanaman Pangan Provinsi Papua Tahun (Berdasarkan Angka Ramalan II ) A. PADI Produksi padi Provinsi Papua tahun diperkirakan mencapai 204.891 ton gabah kering

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang melaksanakan pembangunan di segala bidang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang diandalkan, karena sektor

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditas padi memiliki arti strategis yang mendapat prioritas dalam pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat Indonesia, baik di pedesaan maupun

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan sumber devisa negara, pendorong pengembangan wilayah dan sekaligus

I. PENDAHULUAN. dan sumber devisa negara, pendorong pengembangan wilayah dan sekaligus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peran yang strategis dalam pembangunan perekonomian nasional diantaranya sebagai penyedia bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bioenergi,

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai struktur biaya, penerimaan dan pendapatan dari kegiatan usahatani yang dijalankan

Lebih terperinci

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Desa Penelitian Letak Geografis dan Topografis Desa

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Desa Penelitian Letak Geografis dan Topografis Desa 4. HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Desa Penelitian Gambaran umum desa penelitian diperoleh dari monografi desa, meliputi letak geografis dan topografis desa, luas lahan dan tata guna tanah, keadaan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Petani responden pada penelitian ini adalah petani yang berjumlah 71 orang yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang petani

Lebih terperinci

PELAKSANAAN KEMITRAAN PT. MEDCO INTIDINAMIKA DENGAN PETANI PADI SEHAT

PELAKSANAAN KEMITRAAN PT. MEDCO INTIDINAMIKA DENGAN PETANI PADI SEHAT VI PELAKSANAAN KEMITRAAN PT. MEDCO INTIDINAMIKA DENGAN PETANI PADI SEHAT 6.1. Gambaran Umum Kemitraan Kemitraan antara petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes dengan PT. Medco Intidinamika berawal pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dewasa ini salah satunya diprioritaskan pada bidang ketahanan pangan, sehingga pemerintah selalu berusaha untuk menerapkan kebijakan dalam peningkatan

Lebih terperinci

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo Di bawah ini penulis akan sampaikan gambaran umum tentang keadaan Desa Bendoharjo Kecamatan Gabus Kabupaten

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Situ Udik Desa Situ Udik terletak dalam wilayah administratif Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa Situ Udik terletak

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Responden 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil komposisi umur kepala keluarga

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta wilayah Provinsi Bali

Lampiran 1. Peta wilayah Provinsi Bali L A M P I R A N Lampiran 1. Peta wilayah Provinsi Bali 151 152 Lampiran 2. Hasil uji CFA peubah penelitian Chi Square = 112.49, df=98 P-value=0.15028, RMSEA=0.038, CFI=0.932 153 Lampiran 3. Data deskriptif

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR 8.1 Penerimaan Usahatani Ubi Jalar Penerimaan usahatani ubi jalar terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 71/12/ Th. XVII, Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI DAN JAGUNG TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PER MUSIM TANAM UNTUK SATU HEKTAR LUAS PANEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Padi adalah salah satu bahan makanan

Lebih terperinci

POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI

POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI 1 POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI (Studi Kasus H. Adul Desa Situ Daun, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Ach. Firman

Lebih terperinci

karbohidrat asal beras. Bahan sumber karbohidrat lain belum secara umum digunakan.

karbohidrat asal beras. Bahan sumber karbohidrat lain belum secara umum digunakan. I. PENDAHULUAN. Bagian terbesar dari penduduk Indonesia menggantungkan kebutuhan kalori pada karbohidrat asal beras. Bahan sumber karbohidrat lain belum secara umum digunakan. Tiap orang rata-rata memerlukan

Lebih terperinci

Perilaku Petani pada Hasil Panen Gabah di Nusa Tenggara Barat

Perilaku Petani pada Hasil Panen Gabah di Nusa Tenggara Barat Perilaku Petani pada Hasil Panen Gabah di Nusa Tenggara Barat I Putu Cakra P.A., SP. MMA., Dr. Saleh Mukhtar, Irma Mardian MS Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB Jl Raya Peninjauan Narmada Lombok

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data telah dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2011 di Desa Ringgit Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Propinsi Jawa Tengah dengan

Lebih terperinci

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada 47 Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada Abstrak Berdasarkan data resmi BPS, produksi beras tahun 2005 sebesar 31.669.630 ton dan permintaan sebesar 31.653.336 ton, sehingga tahun 2005 terdapat

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. tanggungan keluarga, luas lahan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. tanggungan keluarga, luas lahan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani, V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani Padi Kegiatan usahatani padi dipengaruhi oleh latar belakang petani dengan beberapa karakteristik yang meliputi umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga,

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH 8.1. Penerimaan Usahatani Bawang Merah Penerimaan usahatani bawang merah terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha pada Tahun * (Miliar Rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha pada Tahun * (Miliar Rupiah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan di Indonesia merupakan salah satu sektor yang telah berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk

Lebih terperinci

Boks 2. Pembentukan Harga dan Rantai Distribusi Beras di Kota Palangka Raya

Boks 2. Pembentukan Harga dan Rantai Distribusi Beras di Kota Palangka Raya Boks Pola Pembentukan Harga dan Rantai Distribusi Beras di Kota Palangka Raya Pendahuluan Salah satu komoditas yang memiliki kontribusi besar bagi inflasi Kota Palangka Raya adalah beras. Konsumsi beras

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014) No. 22/03/33 Th.IX, 2 Maret 2015 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014) Angka Sementara (ASEM) produksi padi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2014 diperkirakan 9,65 juta ton Gabah Kering Giling

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah,

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar merupakan komoditas pertanian yang paling

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

Gambar 10. Sebaran Usia Petani Responden

Gambar 10. Sebaran Usia Petani Responden VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Profil Responden Karakteristik petani dalam penelitian ini diidentifikasi berdasarkan usia, jenis kelamin, statuss pernikahan, jumlah anggota keluarga, pendapatan diluar usahatani,

Lebih terperinci

PRODUKSI TANAMAN PANGAN PROVINSI PAPUA TAHUN 2015 (BERDASARKAN ANGKA SEMENTARA 2015)

PRODUKSI TANAMAN PANGAN PROVINSI PAPUA TAHUN 2015 (BERDASARKAN ANGKA SEMENTARA 2015) PRODUKSI TANAMAN PANGAN PROVINSI PAPUA TAHUN (BERDASARKAN ANGKA SEMENTARA ) No. 15 /03/94 /Th. VIII, 1 Maret 2016 A. PADI Produksi Padi Provinsi Papua tahun diperkirakan mencapai 181.682 ton gabah kering

Lebih terperinci