FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA"

Transkripsi

1 LPORN KHIR Insentif Riset SINas 2014 Desain dan Pengujian lat Pemanen dan Pengepras Tebu dengan Memodifikasi dan Memanfaatkan Tenaga Traktor Roda Dua RT Bidang Prioritas Iptek: 10. Teknologi Pangan Riset Pengembangan Perkebunan (Rekayasa lsin) Ketua nggota : Syafriandi, STP., MSi : Hendri Syah, STP., MSi Susi Chairani, STP,. M.Eng FKULTS PERTNIN UNIVERSITS SYIH KUL Gedung Kantor Pusat dministrasi Sayap Selatan lt 2 Darussalam Banda ceh Telp(fax) lemlit.usk@gmail.com November 2014

2

3

4

5

6

7 PENGRUH KECEPTN MJU DN SUDUT KEMIRINGN PISU LT PENGEPRS TEBU DENGN TENG TRKTOR ROD DU TERHDP KWLITS HSIL KEPRSN Syafriandi, Susi Chairani, Hendri Syah 1 1 Staf Pengajar Program Studi Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Unsyiah Jalan Tgk. Hasan Krueng Kalee No.3 Kopelma Darussalam Banda ceh annida_tp@yahoo.com bstract Pengusahaan tebu dengan cara keprasan dilakukan pada pertanaman tebu karena dapat menghemat biaya produksi. Keprasan yang baik dilakukan dengan memotong sisa tanaman rata dengan tanah. lat yang dipakai umumnya adalah cangkul dengan memakai tenaga kerja orang dan mesin stubble shaver. Program revitalisasi produksi yang menyertakan alat-alat mekanik, selain memberikan manfaat yang menguntungkan dalam usaha produksi juga ada kelemahan pada beberapa aspek. Guna meningkatkan kualitas fungsi dan efesiensi alat tersebut tentu dibutuhkan pengembangan dan perbaikan alat. Sebagai contoh yaitu usaha pengembangan dan perbaikan pada alat kepras tebu. Oleh karena itu, masih perlu diadakan penelitian mengenai mesin kepras tebu untuk meningkatkan produktivitas tebu khususnya pada budidaya tebu ratoon dengan memperbaiki mutu tunggul hasil keprasan yang tidak pecah agar tunas yang dihasilkan baik. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa kecepatan maju traktor dan sudut pemotongan pada tebu ratoon. I. PENDHULUN Proses pemanenan atau penebangan tebu merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memungut hasil melalui pemotongan batang tebu pada bagian pangkal cm dari permukaan guludan. Penebangan umumnya dilakukan secara manual menggunakan alat potong berupa golok atau sabit. Daun-daun yang kering dan klaras yang terdapat pada batang tebu dibersihkan terlebih dahulu. Selanjutnya pucuk batang tersebut dipotong, kemudian batang tebu yang telah dibersihkan ditumpuk pada satu barisan. Pengusahaan tebu dengan cara keprasan dilakukan pada pertanaman tebu karena dapat menghemat biaya produksi. Keprasan yang baik dilakukan dengan memotong sisa tanaman rata dengan tanah. lat yang dipakai umumnya adalah cangkul dengan memakai tenaga kerja orang dan mesin stubble shaver. Masalah yang timbul berkaitan dengan pengeprasan secara

8 manual adalah ketersediaan tenaga kerja baik dari aspek kuantitas maupun kualitasnya. Sutjahjo dan Kuntohartono (1994) mengemukakan bahwa tenaga kerja yang tersedia untuk mengelola lahan tebu hanya tinggal sepertiga dari jumlah tenaga kerja pada masa sebelum tahun Hal lain yang perlu dipikirkan dalam kaitannya dengan pengeprasan manual adalah masalah kualitas hasil keprasan Untuk menyelesaikan pekerjaan pengeprasan dengan manual atau cangkul diperlukan orang per hektar. Tujuan dari proses kepras ini adalah untuk menghasilkan tanaman tebu yang mempunyai perakaran yang dalam, sehingga tanaman tidak akan mudah roboh setelah dewasa. Tanaman kepras ini mempunyai hasil yang lebih rendah bila dibandingkan dengan tanaman yang pertama. Hal ini berakibat tanaman tebu hanya bisa dikepras beberapa kali saja, biasanya hanya sampai tiga kali. Dimana faktor proses budidaya dan lingkungan sangat berpengaruh dalam penentuan berapa kali tanaman ini bisa di kepras. Tebu keprasan merupakan tanaman tebu yang tumbuh kembali dari jaringan batang yang masih tertinggal dalam tanah setelah tebu ditebang dan dikepras. Pada proses pengeprasan ini, sisa-sisa tunggul dipotong pada posisi rata atau lebih rendah dari permukaan guludan (Koswara, 1988). Kebun yang akan dikepras harus dibersihkan dari kotoran bekas tebangan yang lalu. Hal ini untuk mempermudah dalam pengerjaan dan supaya alat yang digunakan bisa lebih tahan lama. Sebelum mengepras, untuk tanah yang terlalu kering sebaiknya dialiri air terlebih dahulu agar bekas tanaman tebu yang akan dikepras tidak mudah terbongkar (Sutardjo 1996). Pertunasan Tebu Umumnya tebu berkembang biak secara vegetatif, yakni dengan cara pertunasan. Pertumbuhan dimulai dari perkembangan akar pada bagian pita akar (root band) yang terdapat pada potongan batang atau bibit tebu (original cuting) yang telah ditanam. Selanjutnya, tunas pertama (primary shoot) yang diikuti dengan tunas kedua (secondary

9 shoot) tumbuh dari mata tunas (eye or bud) yang terdapat pada bibit tebu tersebut, sedangkan akar-akar tunas berkembang pada bagian pita akar yang terdapat pada tunas pertama dan kedua (Gambar 1). Gambar 1. Tunas tebu yang tumbuh dari mata tunas bibit tebu dan akar tunas baru berkembang dari pita akar (Humbert 1968) Cadangan makanan untuk tunas-tunas baru tersebut pada awalnya disuplai oleh sistem perakaran bibit tebu, sehingga pertunasan tebu bergantung pada sistem perakaran dari bibit tersebut selama 3-6 minggu atau sampai seberapa lama akar-akar baru pada tunas dapat mencukupi kebutuhan air, oksigen, dan nutrisi yang diperlukan (Humbert 1968). Pangkal dari batang tebu yang terdapat di bawah permukaan tanah (ground level) memiliki ruas batang yang semakin pendek dan meruncing dengan cepat (Gambar 2). Mata tunas yang terdapat pada pangkal batang pertama (primary stalk) tumbuh menjadi batang kedua (secondary stalk) dan mata tunas pada pangkal batang kedua berkembang menjadi batang ketiga (tertiary stalk). Pertumbuhan tersebut berlangsung secara berurutan, terusmenerus, dan memiliki posisi selang-seling sesuai dengan posisi mata tunas pada pangkal batang tebu.

10 Gambar 2. Urutan pertumbuhan batang tebu dari potongan tebu yang terdapat di bawah permukaan tanah (Humbert 1968) Batang tebu yang masih tersisa di bawah permukaan tanah setelah penebangan dapat tumbuh kembali sebagai tebu keprasan. Cadangan makanan untuk tunas-tunas baru dari tebu keprasan tersebut pada awalnya disuplai oleh sistem perakaran tebu sebelumya. Setelah tunastunas tersebut tumbuh menjadi batang tebu yang memiliki sistem perakaran sendiri, maka fungsi akar lama diambil alih oleh sistem perakaran tebu yang baru. kar-akar lama tersebut kemudian berubah warnanya menjadi gelap (kehitam-hitaman) dan tidak efektif lagi dalam melakukan suplai makanan, sehingga akar-akar tersebut akhirnya mati dan terurai dalam tanah. Daya dan Kecepatan Pemotongan Pisau Pemotongan adalah proses pembagian benda solid secara mekanik sepanjang garis yang diinginkan dengan menggunakan alat pemotong (Persson 1987). Dalam beberapa kasus, pemotongan mempunyai istilah lain bergantung dengan alat apa dan bagaimana pemotongan itu dilakukan. Istilah tersebut antara lain mencacah (chopping), memangkas (mowing), menggergaji (sawing), membelah (aplitting), mengiris (slicing), dan sebagainya. Ketajaman pisau merupakan salah satu faktor penting dalam pemotongan material. Ketajaman memiliki efek yang signifikan terhadap gaya pemotongan, semakin tajam pisau yang digunakan maka gaya pemotongan yang diperlukan juga semakin rendah. Begitu juga dengan sudut mata pisau, pisau yang memiliki sudut mata pisau kecil membutuhkan gaya pemotongan spesifik maksimum yang relatif rendah.

11 Torsi pemotongan merupakan hasil antara gaya yang diperlukan oleh mata pisau untuk melakukan pemotongan dan jari-jari putaran mata pisau. Selanjutnya, parameter torsi pemotongan tersebut dapat digunakan untuk menentukan besarnya gaya dan daya pemotongan (Lisyanto 2007). II. METODE PENELITIN nalisis Rancangan Rancangan lat dilakukan di laboratorium Perbengkelan dan lat mesin pertanian dan pengujian dilakukan diperkebunan tebu rakyat. Untuk memenuhi fungsinya maka Unit pisau pengepras dirancang untuk dapat memotong tunggul tebu dan digandengkan traktor serta mentransmisikan tenaga putar mesin ke pisau pengepras. Pemotongan tunggul dirancang menggunakan pisau pemotong tipe rotari. nalisis yang dilakukan pada rancangan pisau pemotong adalah sebagai berikut. 1. Jumlah mata pisau diupayakan cukup banyak tetapi disesuaikan dengan tempat pegangan mata pisau yang tersedia pada piringan. 2. Jumlah mata pisau, kecepatan maju mesin dan kecepatan putar pisau pemotong dirancang dengan dasar pitch pemotongannya kecil agar tidak memecahkan tunggul tebu. 3. Kecepatan putar pisau diupayakan tinggi untuk mendapatkan pitch pemotongan yang kecil dan disesuaikan dengan kecepatan putar poros PTO. Untuk analisis pisau pemotong yang dipasang pada plat piringan pemegang, di mana jari-jari mata pisau R=f(n,Ro,γ,θ), n adalah kecepatan putar pisau (rpm), Ro adalah diameter luar pisau (m)= C, Ri=BC, R adalah jari-jari kelengkungan mata pisau arah radial (m) dan γ adalah sudut kemiringan piringan. Pergerakkan posisi mata pisau (x,y,z) dianalisis dengan persamaan berikut : x v. t Ri sin( nt / 30). cos (1) y Ri( 1 cos( nt / 30). sin. (2)

12 y Ri sin( nt / 30). (3) Metode Pengujian Pada saat uji kinerja beberapa peubah yang divariasikan dalam pelaksanan pengujian adalah: 1. Kecepatan maju pengeprasan (V1= 0,3 m/s, V2= 0,5 m/s dan V3= 0,7 m/s) 2. Sudut kemiringan piringan pisau (L= 15 o dan 30 o ) Pengukuran jumlah persentase tunggul yang utuh, tunggul yang pecah dan tunggul tidak terpotong dan terbongkar dilakukan secara manual dan kamera. Pengamatan pertumbuhan dengan menghitung jumlah tunas yang tumbuh, setelah 1 minggu pengeprasan. III. HSIL DN PEMBHSN Hasil Potongan Tunggul yang Utuh (%) Perlakuan dengan kecepatan laju pengeprasan dan sudut kemiringan pisau dilakukan analisis regresi dimana dari hasil hubungan antara perlakuan kecepatan laju pengeprasan dan kemiringan pemotongan terhadap tunggul yang terpotong utuh dapat dilihat pada Gambar grafik 3. Berdasarkan grafik, jika dilihat secara umum perlakuan dengan sudut kemiringan pisau 15 o dengan berbagai kecepatan laju pengeprasan yang sama menghasilkan persentase potongan tunggul yang utuh lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan sudut kemiringan 30 o. Hasil pengujian persentase potongan tunggul tebu yang utuh tertinggi berada pada kecepatan laju pengeprasan 0,5 m/s dengan sudut 15 o yaitu sebesar 73,64% dan terendah terdapat pada kecepatan laju pengeprasan 0,7 m/s dengan sudut 30 o sebesar 37,65%.

13 Tunggul yang utuh (%) Kecepatan maju pengeprasan (ms-1) Y15 = -1,015x + 67,17 R² = 0,018 Y30 = -2,248x + 48,23 R² = 0, derajat Gambar 3. Hubungan antara perlakuan kecepatan laju pengeprasan dan sudut kemiringan pisau terhadap tunggul yang utuh Pengaruh kecepatan dan sudut kemiringan pisau terhadap persentase parameter ini berdasarkan garis regresi linear didapatkan persamaan sebagai berikut: Y15 = -1,015x + 6,17 (R 2 = 0,018) Y30 = -2,248x + 48,23 (R 2 = 0,102) Dari persamaan diatas dapat dilihat kombinasi perlakuan yang tinggi pengaruhnya terhadap persentase potongan tunggul yang utuh berada di linear sudut 30 o sebesar 10,2% sedangkan pada linear sudut 15 o lebih kecil pengaruhnya yaitu sebesar 1,8%. Berdasarkan Hasil sidik ragam rata-rata persentase tunggul tebu yang terpotong akibat pengaruh hasil keprasan dengan menggunakan tenaga penggerak hand traktor menunjukkan bahwa interaksi kecepatan laju pengeprasan hand traktor dan derajat kemiringan pisau kepras tidak berpengaruh nyata, akan tetapi secara faktor tunggal berpengaruh nyata pada derajat kemiringan pisau kepras dan tidak berpengaruh nyata terhadap kecepatan laju pengeprasan hand traktor. Rata-rata hasil keprasan pada tunggul tebu yang terpotong utuh pada Tabel 1. Tabel 1. Rata-rata persentase hasil keprasan tunggul tebu yang terpotong utuh Derajat kemiringan Rata-rata Kecepatan laju pisau kepras ( o ) BNT (0,05) = hand traktor (m/s) L1 (15 o ) L2 (30 o ) 24,21 V1 (0,3 m/s) 61,91 42,15 52,03 V2 (0,5 m/s) 73,64 51,41 62,53 V3 (0,7 m/s) 59,88 37,65 48,77 Rata-rata 65,15 b 43,73 a -

14 Tunggul yang pecah (%) BNT (0,05) = 19,77 Ket : ngka yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada uji BNT 0,05. Huruf kecil dibaca horizontal, sedangkan huruf besar dibaca vertikal Tabel 1 menunjukkan bahwa pada setiap perlakuan kecepatan laju hand traktor, hasil keprasan tidak mempengaruhi tebu yang terpotong utuh secara nyata dari kecepatan 0,3 m/s sampai dengan kecepatan 0,7 m/s, akan tetapi terjadi pengaruh tunggal pada sudut kemiringan pisau kepras 15 o berpengaruh nyata terhadap tebu yang terpotong utuh dan jika sudut kemiringan pisau kepras ditingkatkan menjadi 30 o maka hasil potongan tunggul tebu tersebut cendrung menurun kembali. Uji beda nyata terkecil (BNT0,05) menunjukkan bahwa semakin rendah derajat kemiringan mata pisau kepras yang dicobakan maka hasil keprasan yang terjadi pada tunggul tebu yang terpotong tersebut semakin meningkat. Hasil Potongan Tunggul yang Pecah (%) Berdasarkan grafik pada gambar 4, menunjukan persentase tunggul yang terpotong pecah tertinggi pada perlakuan kecepatan laju pengeprasan 0,5 m/s dengan sudut pemotongan 30 o sebesar 40,51% dan yang terendah pada perlakuan kecepatan laju pengeprasan 0,5 m/s dengan sudut pemotongan 15 o sebesar 17,60% Y30 = -0,585x + 37,51 R² = 0,025 Y15 = 1,200x + 21,56 R² = 0, Kecepatan maju pengeprasan (ms-1) 15 derajat Gambar 4. Hubungan antara perlakuan kecepatan laju pengeprasan dan sudut kemiringan pisau terhadap tunggul yang pecah Perlakuan dengan kecepatan laju pengeprasan dan sudut kemiringan pisau dilakukan analisis regresi dimana dari hasil hubungan antara perlakuan kecepatan laju

15 pengeprasan dan kemiringan pemotongan terhadap tunggul yang terpotong yang pecah dapat dilihat pada Gambar 4 bahwa bentuk hubungan antara kecepatan laju pengeprasan dengan sudut kemiringan pisau terhadap tinggi persentase tunggul yang pecah mengikuti garis regresi linear dengan persamaan: Y15 = 1,200x + 21,56 (R 2 = 0,045) Y30 = -0,585x + 37,51 (R 2 = 0,025) Dari persamaan di atas dapat dilihat kombinasi perlakuan yang tinggi pengaruhnya terhadap persentase potongan tunggul yang pecah berada di linear sudut 15 o sebesar 4,5% sedangkan pada linear sudut 30 o lebih kecil pengaruhnya yaitu sebesar 2,5%. Berdasarkan Hasil sidik ragam rata-rata persentase tunggul tebu yang pecah akibat pengaruh sudut kemiringan pisau dengan menggunakan tenaga penggerak hand traktor menunjukkan bahwa interaksi kecepatan laju hand traktor dan sudut kemiringan pisau kepras tidak berpengaruh nyata, akan tetapi secara faktor tunggal berpengaruh nyata pada derajat kemiringan pisau kepras dan tidak berpengaruh nyata terhadap kecepatan laju hand traktor. Rata-rata hasil keprasan pada tunggul tebu yang pecah dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rata-rata persentase hasil keprasan pada tunggul tebu yang pecah Derajat kemiringan Kecepatan laju pisau kepras ( 0 ) Rata-rata hand traktor (m/s) BNT (0,05) = 15,06 L1 (15) L2 (30) V1 (0,3 m/s) 25,94 34,85 30,40 V2 (0,5 m/s) 17,60 40,51 29,06 V3 (0,7 m/s) 28,34 33,68 31,01 Rata-rata 23,96 a 36,34 b - BNT (0,05) = 12,30 Ket : ngka yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada uji BNT 0,05. Huruf kecil dibaca horizontal, sedangkan huruf besar dibaca vertikal Tabel 2 menunjukkan bahwa pada setiap perlakuan kecepatan laju hand traktor, hasil keprasan tidak terjadi interaksi yang dapat mempengaruhi tunggul tebu yang pecah secara nyata dari kecepatan 0,3 m/s sampai dengan kecepatan 0,7 m/s, akan tetapi terjadi pengaruh tunggal pada sudut kemiringan pisau kepras 30 o berpengaruh nyata terhadap

16 tebu yang pecah dan jika sudut kemiringan pisau kepras diturunkan menjadi 15 o maka hasil potongan tunggul tebu tersebut cendrung membaik. Uji beda nyata terkecil (BNT0,05) menunjukkan bahwa semakin tinggi derajat kemiringan mata pisau kepras yang dicobakan maka hasil keprasan yang terjadi pada tunggul tebu yang pecah tersebut semakin meningkat. Pertumbuhan Tunas (%) Hasil sidik ragam rata-rata Pertumbuhan tunas tebu pada minggu pertama akibat pengaruh interaksi kecepatan laju hand traktor dan kemiringan sudut mata kepras dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rata-rata persentase pertumbuhan tunas tebu pada minggu pertama Kecepatan laju hand traktor (ms -1 ) V1 (0,3 m/s) V2 (0,5 m/s) V3 (0,7 m/s) Derajat kemiringan pisau kepras ( o ) L1 (15 o ) L2 (30 o ) 47,40 a 29,46 a 74,94 b 22,54 a B 44,45 a 33,20 a BNT (VxL) 0,05 = 24,17 Ket : ngka yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada uji BNT 0,05. Huruf kecil dibaca vertikal, sedangkan huruf besar dibaca horizontal Tabel 3 menunjukkan rata-rata persentase pertumbuhan tunas tebu tertinggi setelah keprasan pada perlakuan kecepatan laju hand traktor 0,5 ms -1 dengan sudut kemiringan pisau kepras 15 o yang mempunyai nilai 74,94% sedangkan persentase pertumbuhan terendah pada perlakuan kecepatan laju hand traktor 0,5 ms -1 dengan sudut kemiringan pisau kepras 30 o dengan nilai 22,54%. Uji BNT0,05 (Tabel 4) menunjukkan bahwa pada perlakuan kecepatan laju hand traktor 0,3 ms -1 dan 0,7 ms -1 tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tunas tebu dengan sudut kemiringan pisau kepras 15 o dan 30 o, akan tetapi terjadi interaksi pada perlakuan kecepatan laju hand traktor 0,5 ms -1 dengan

17 sudut kemiringan pisau hand traktor 15 o berpengaruh nyata terhadap persentase pertumbuhan tunas tebu setelah keprasan. Hasil sidik ragam rata-rata persentase pertumbuhan tunas tebu pada minggu kedua akibat pengaruh sudut kemiringan pisau dengan menggunakan tenaga penggerak hand traktor menunjukkan bahwa interaksi kecepatan laju hand traktor dan sudut kemiringan pisau kepras tidak berpengaruh nyata, akan tetapi secara faktor tunggal berpengaruh nyata pada derajat kemiringan pisau kepras dan tidak berpengaruh nyata terhadap kecepatan laju hand traktor. Rata-rata hasil keprasan pada tunggul tebu yang pecah pada Tabel 4. Tabel 4. Rata-rata persentase pertumbuhan tunas tebu pada minggu kedua Derajat kemiringan Kecepatan laju pisau kepras ( 0 Rata-rata ) hand traktor (m/s) BNT (0,05) = 28,76 L1 (15 o ) L2 (30 o ) V1 (0,3 m/s) 89,24 61,71 75,47 V2 (0,5 m/s) 123,08 64,10 93,59 V3 (0,7 m/s) 95,51 63,29 79,40 Rata-rata 102,61 b 63,03 a - BNT (0,05) = 23,48 Ket : ngka yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada uji BNT 0,05. Huruf kecil dibaca horizontal, sedangkan huruf besar dibaca vertikal Tabel 4 menunjukkan bahwa pada setiap perlakuan kecepatan laju hand traktor ms -1 hasil keprasan tidak terjadi interaksi yang dapat mempengaruhi persentase pertumbuhan tunas tebu secara nyata dari kecepatan 0,3 ms -1 sampai dengan kecepatan 0,7 ms -1, akan tetapi terjadi pengaruh tunggal pada sudut kemiringan pisau kepras 15 o berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tunas tebu dan jika sudut kemiringan pisau kepras ditingkatkan menjadi 30 o maka persentase pertumbuhan tunas tebu tersebut cendrung menurun. Uji beda nyata terkecil (BNT0,05) menunjukkan bahwa semakin rendah derajat kemiringan mata pisau kepras yang diujikan maka hasil keprasan yang terjadi untuk tingkat persentase pertumbuhan tunas tebu semakin membaik. Hasil sidik ragam rata-rata persentase pertumbuhan tunas tebu pada minggu ketiga dan keempat akibat pengaruh sudut kemiringan pisau dengan menggunakan tenaga

18 penggerak hand traktor menunjukkan bahwa secara faktor tunggal dan interaksi antara perlakuan kecepatan laju hand traktor dengan sudut kemiringan pisau kepras tidak berpengaruh nyata. Rata-rata hasil keprasan terhadap pertumbuhan tunas dilihat pada Tabel 5 dan 6. Tabel 5. Rata-rata persentase pertumbuhan tunas tebu pada minggu ketiga Derajat kemiringan Kecepatan laju pisau kepras ( o ) hand traktor (m/s) L1 (15 o ) L2 (30 o ) V1 (0,3 m/s) 87,32 98,59 V2 (0,5 m/s) 96,82 80,89 V3 (0,7 m/s) 75,17 96,53 Tabel 5 menunjukkan bahwa pada minggu ketiga dengan perlakuan kecepatan laju 0,3 m/s dan 0,7 m/s dengan sudut kemiringan pisau kepras 15 o dan 30 o menghasilkan persentase rata-rata pertumbuhan tunas tebu sebesar 87,32% dan 75,17% terjadi peningkatan persentase pertumbuhan pada sudut kemiringan 30 o sebesar 98,59% dan 96,53%, akan tetapi pada kecepatan laju 0,5 m/s dengan sudut kemiringan pisau kepras 15 o menghasilkan persentase rata-rata pertumbuhan tunas tebu sebesar 96,82% terjadi penurunan pada sudut kemiringan 30 o sebesar 80,89%. Tabel 6. Rata-rata persentase pertumbuhan tunas tebu pada minggu keempat. Derajat kemiringan Kecepatan laju pisau kepras ( o ) hand traktor (m/s) L1 (15 o ) L2 (30 o ) V1 (0,3 m/s) 103,25 98,76 V2 (0,5 m/s) 91,64 60,57 V3 (0,7 m/s) 84,26 87,91 Sedangkan pada minggu keempat dengan perlakuan kecepatan laju 0,3 m/s dan 0,5 m/s dengan sudut kemiringan pisau kepras 15 o dan 30 o (Tabel 6) menghasilkan persentase rata-rata pertumbuhan tunas tebu sebesar 103,25% dan 91,64% terjadi penurunan persentase pertumbuhan pada sudut kemiringan 30 derajat sebesar 98,76%

19 dan 60,57%, akan tetapi pada kecepatan laju 0,7 m/s dengan sudut kemiringan pisau kepras 15 o menghasilkan persentase rata-rata pertumbuhan tunas tebu sebesar 84,26% terjadi peningkatan pada sudut kemiringan 30 o sebesar 87,91%. Pertumbuhan Tinggi Tunas Hasil sidik ragam rata-rata tinggi tunas pada tunggul tebu yang telah dikepras pada minggu pertama, kedua dan ketiga akibat pengaruh interaksi kecepatan laju hand traktor dan kemiringan sudut mata kepras berpengaruh nyata dilihat pada Tabel 7,8 dan 9. Tabel 7. Rata-rata tinggi tunas tebu pada minggu pertama Kecepatan laju hand traktor (m/s) V1 (0,3 m/s) V2 (0,5 m/s) V3 (0,7 m/s) Derajat kemiringan pisau kepras ( o ) L1 (15 o ) L2 (30 o ) 12,87 a 17,10 a 17,85 b 13,86 a 15,59 ab 17,12 a BNT (VxL) 0,05 = 4,94 Ket : ngka yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada uji BNT0,05. Huruf kecil dibaca vertikal, sedangkan huruf besar dibaca horizontal Tabel 8. Rata-rata tinggi tunas tebu pada minggu kedua Kecepatan laju hand traktor (m/s) V1 (0,3 m/s) V2 (0,5 m/s) V3 (0,7 m/s) Derajat kemiringan pisau kepras ( o ) L1 (15 o ) L2 (30 o ) 19,61 a 22,66 a 24,22 a 18,07 a B 20,36 a 21,71 a BNT (VxL) 0,05 = 5,94 Ket : ngka yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada uji BNT0,05. Huruf kecil dibaca vertikal, sedangkan huruf besar dibaca horizontal

20 Tabel 9. Rata-rata tinggi tunas tebu pada minggu ketiga Kecepatan laju hand traktor (m/s) V1 (0,3 m/s) V2 (0,5 m/s) V3 (0,7 m/s) Derajat kemiringan pisau kepras ( o ) L1 (15 o ) L2 (30 o ) 21,77 a 24,84 a 26,51 a 21,17 a B 24,84 a 25,81 a BNT (VxL) 0,05 = 5,02 Ket : ngka yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada uji BNT 0,05. Huruf kecil dibaca vertikal, sedangkan huruf besar dibaca horizontal Tabel 7 menunjukkan rata-rata tinggi tunas tebu terendah pada minggu pertama setelah keprasan pada perlakuan kecepatan laju hand traktor 0,3 m/s dengan sudut kemiringan pisau kepras 15 o yang mempunyai nilai 12,87 cm sedangkan persentase pertumbuhan tertinggi pada perlakuan kecepatan laju hand traktor 0,5 m/s dengan sudut kemiringan pisau kepras 15 o dengan nilai 17,85 cm, akan tetapi pada Tabel 8 dan 9 menunjukkan rata-rata tinggi tunas tebu terendah pada minggu kedua dan ketiga setelah keprasan pada perlakuan kecepatan laju hand traktor 0,5 m/s dengan sudut kemiringan pisau kepras 30 o yang mempunyai nilai 18,07 cm dan 21,17 cm sedangkan rata-rata tinggi tunas tertinggi pada perlakuan kecepatan laju hand traktor 0,5 m/s dengan sudut kemiringan pisau kepras 15 o dengan nilai 24,22 cm dan 26,51 cm Uji BNT0,05 pada Tabel 8 dan 9 menunjukkan bahwa pada perlakuan kecepatan laju hand traktor 0,3 m/s dan 0,7 m/s tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas tebu dengan sudut kemiringan pisau kepras 15 o dan 30 o, akan tetapi terjadi interaksi berpengaruh nyata pada perlakuan kecepatan laju hand traktor 0,5 m/s dengan sudut kemiringan pisau 15 o berpengaruh nyata terhadap rata-rata tinggi tunas pada tunggul tebu setelah keprasan. Hasil sidik ragam tinggi rata-rata tunas tebu setelah keprasan pada minggu keempat akibat pengaruh sudut kemiringan pisau dengan menggunakan tenaga penggerak hand traktor menunjukkan bahwa secara faktor tunggal dan interaksi antara perlakuan kecepatan

21 laju hand traktor dengan sudut kemiringan pisau kepras tidak berpengaruh nyata. Rata-rata tinggi tunas tebu setelah keprasan dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Rata-rata tinggi tunas tebu (cm) pada minggu keempat Derajat kemiringan Kecepatan laju pisau kepras ( o ) hand traktor (m/s) L1 (15 o ) L2 (30 o ) V1 (0,3 m/s) 35,27 31,67 V2 (0,5 m/s) 33,96 24,72 V3 (0,7 m/s) 29,35 32,18 Tabel 11 menunjukkan bahwa pada minggu keempat dengan perlakuan kecepatan laju 0,3 m/s dan 0,5 m/s dengan sudut kemiringan pisau kepras 15 o dan 30 o menghasilkan tinggi rata-rata tunas tebu sebesar 35,27 cm dan 33,96 cm terjadi penurunan tinggi tunas tebu pada sudut kemiringan 30 o sebesar 31,67 cm dan 24,72 cm, akan tetapi pada kecepatan laju 0,7 m/s dengan sudut kemiringan pisau kepras 15 o menghasilkan tinggi rata-rata tunas tebu sebesar 29,35 cm terjadi peningkatan pada sudut kemiringan 30 o sebesar 32,18 cm. KESIMPULN 1. Interakasi kecepatan laju dan sudut kemiringan pisau memberikan pengaruh tidak nyata terhadap tunggul terkepras utuh dan pecah, begitu juga perlakuan tunggal kecepatan laju, tetapi perlakuan tunggal sudut kemiringan pisau memberi pengaruh nyata terhadap tunggul terkepras utuh dan pecah. 2. Interaksi kecepatan laju dan sudut kemiringan pisau memberikan pengaruh nyata terhadap persentase pertumbuhan tunas pada minggu pertama, tetapi pada minggu kedua hanya dipengaruhi sudut kemiringan pisau, sedangkan pada minggu ketiga dan keempat masing-masing perlakuan memberikan pengaruh tidak nyata.

22 3. Interaksi kecepatan laju dan sudut kemiringan memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tunas pada minggu pertama, kedua dan ketiga, tetapi pada minggu keempat memberikan pengaruh tidak nyata. Saran Memperbesar diameter piringan pisau dan memvariasikan jumlah mata pisau agar dihasilkan tunggul tebu yang dikepras sedikit pecah 5-10 cm sehingga mendapatkan mutu keprasan yang baik DFTR PUSTK Humbert RP The Growing of Sugar Cane. msterdam: Elsevier Publishing Company Koswara, E Pengaruh kedalaman kepras terhadap pertunasan tebu. Prosiding Seminar Budidaya Tebu Lahan Kering, Pasuruan, November P3GI. hlm Lisyanto, Evaluasi Parameter Desain Bajak Piring yang Diputar Untuk Pengeprasan Tebu Lahan Kering [Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian. Persson, S Mechanics of Cutting Plant Material. Michigan: merican Society of gricultural Engineers. Sutardjo E, Budidaya Tanaman Tebu, Bumi ksara, Jakarta Sutjahyo GI dan Kuntohartono T Penyusutan dan peningkatan kualitas tenaga kerja di kebun tebu. Majalah Gula Indonesia 2:

Analisis Kecepatan Maju Traktor dan Putaran Pisau Pemotong Pada Pengeprasan Tebu Ratoon

Analisis Kecepatan Maju Traktor dan Putaran Pisau Pemotong Pada Pengeprasan Tebu Ratoon Analisis Kecepatan Maju Traktor dan Putaran Pisau Pemotong Pada Pengeprasan Tebu Ratoon Analysis on Forward Speed of Tractor and The Spin of Cutter Knife on Ratoon Sugarcane Stubble Shaver Syafriandi *1)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Tebu Ratoon

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Tebu Ratoon TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Tebu Ratoon Saat ini proses budidaya tebu terdapat dua cara dalam penanaman. Pertama dengan cara Plant Cane dan kedua dengan Ratoon Cane. Plant Cane adalah tanaman tebu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Tebu

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Tebu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Tebu Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tumbuhan monokotil dari famili rumputrumputan (Gramineae) yang merupakan tanaman untuk bahan baku gula. Batang tanaman tebu memiliki

Lebih terperinci

ROI{A TEKNIK PERTAhIIAN

ROI{A TEKNIK PERTAhIIAN ISSN 2085-26t4 ROI{A TEKNIK PERTAhIIAN Jurnal Ilmiah dan Penerapan Keteknikan Peftanuan Volume 5, No. 2o Oktober 2012 Program Sfudi Teknik Pertanian Fakultas Pertantan Universitas Syiah Kuala Darussalam,Banda

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman tebu untuk keperluan industri gula dibudidayakan melalui tanaman pertama atau plant cane crop (PC) dan tanaman keprasan atau ratoon crop (R). Tanaman keprasan merupakan

Lebih terperinci

Desain Alat Kepras Tebu dengan Tenaga Hand Traktor untuk Meningkatkan Mutu Tebu Keprasan ABSTRAK

Desain Alat Kepras Tebu dengan Tenaga Hand Traktor untuk Meningkatkan Mutu Tebu Keprasan ABSTRAK Desain Alat Kepras Tebu dengan Tenaga Hand Traktor untuk Meningkatkan Mutu Tebu Keprasan Syafrindi, Andriani Lubis, Kiman Siregar 1 Staf Pengajar Program Studi Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Unsyiah

Lebih terperinci

Arzal Bili 1, Syafriandi 1, Mustaqimah 2 Program Studi Teknik pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Arzal Bili 1, Syafriandi 1, Mustaqimah 2 Program Studi Teknik pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala Pengaruh Kedalaman Keprasan Tebu dengan Menggunakan Mesin Kepras Traktor Roda Dua Terhadap Kualitas Keprasan dan Pertumbuhan Tunas Effect of Stubble Cane Cutting Depth by Using Cutting Machine Two Wheel

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Nopember 2010 September 2011. Perancangan dan pembuatan prototipe serta pengujian mesin kepras tebu dilakukan di Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : FERI F

PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : FERI F PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR Oleh : FERI F14103127 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS

Lebih terperinci

RONA TEKNIK PERTAI{IAN

RONA TEKNIK PERTAI{IAN rssn 208s-2614 RONA TEKNIK PERTAI{IAN Jurnal Ilmiah dan Pener ap an Ketekn tkan P ertanuan Volume 4, No. I, April 2012 Program Sfudi Teknik Pertanuan Fakultas Pertantan Universitas Syiah l(uala Darussalam,Banda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konstruksi Mesin Secara keseluruhan mesin kepras tebu tipe rotari terdiri dari beberapa bagian utama yaitu bagian rangka utama, bagian coulter, unit pisau dan transmisi daya (Gambar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Simulasi Putaran Pisau Simulasi dilakukan untuk menduga bentuk putaran yang akan terjadi pada saat melakukan pengujian. Di samping itu dari hasil simulasi ini dapat diketahui

Lebih terperinci

UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F

UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F14104084 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR vii UJI

Lebih terperinci

4 Akar Akar tebu terbagi menjadi dua bagian, yaitu akar tunas dan akar stek. Akar tunas adalah akar yang menggantikan fungsi akar bibit. Akar ini tumb

4 Akar Akar tebu terbagi menjadi dua bagian, yaitu akar tunas dan akar stek. Akar tunas adalah akar yang menggantikan fungsi akar bibit. Akar ini tumb 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tebu dan Morfologi Tebu Tebu adalah salah satu jenis tanaman monokotil yang termasuk dalam famili Poaceae, yang masuk dalam kelompok Andropogoneae, dan masuk dalam genus Saccharum.

Lebih terperinci

DAYA DAN KUALITAS PEMOTONGAN TUNGGUL TEBU PADA BEBERAPA BENTUK PISAU DAN PITCH PEMOTONGANNYA SKRIPSI

DAYA DAN KUALITAS PEMOTONGAN TUNGGUL TEBU PADA BEBERAPA BENTUK PISAU DAN PITCH PEMOTONGANNYA SKRIPSI DAYA DAN KUALITAS PEMOTONGAN TUNGGUL TEBU PADA BEBERAPA BENTUK PISAU DAN PITCH PEMOTONGANNYA SKRIPSI ICHSAN GANTINA F14070046 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 CUTTING POWER AND

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Simulasi putaran/mekanisme pisau pemotong tebu (n:500 rpm, v:0.5 m/s, k: 8)

METODE PENELITIAN. Simulasi putaran/mekanisme pisau pemotong tebu (n:500 rpm, v:0.5 m/s, k: 8) III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2011 di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Mesin dan Biosistem. Pelaksanaan penelitian terbagi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Guludan dan Tunggul Tebu Sisa Panen

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Guludan dan Tunggul Tebu Sisa Panen HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Guludan dan Tunggul Tebu Sisa Panen Kondisi lahan di PG Jatitujuh setelah penebangan umumnya tertutup oleh serasah atau pucuk-pucuk tebu sisa pemanenan. Serasah tersebut

Lebih terperinci

PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT TEBANG TEBU MANUAL TIPE TAJAK SKRIPSI. Oleh: OKTAFIL ULYA F

PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT TEBANG TEBU MANUAL TIPE TAJAK SKRIPSI. Oleh: OKTAFIL ULYA F PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT TEBANG TEBU MANUAL TIPE TAJAK SKRIPSI Oleh: OKTAFIL ULYA F14054386 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT

Lebih terperinci

PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : FERI F

PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : FERI F PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR Oleh : FERI F14103127 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS

Lebih terperinci

EVALUASI PARAMETER DESAIN PIRING PENGOLAH TANAH DIPUTAR UNTUK PENGEPRAS TEBU LAHAN KERING

EVALUASI PARAMETER DESAIN PIRING PENGOLAH TANAH DIPUTAR UNTUK PENGEPRAS TEBU LAHAN KERING EVALUASI PARAMETER DESAIN PIRING PENGOLAH TANAH DIPUTAR UNTUK PENGEPRAS TEBU LAHAN KERING LISYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 0 0 7 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Tebu

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Tebu TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Tebu Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) seperti terlihat pada Gambar 1. merupakan family graminae yang dapat tumbuh di berbagai kondisi tanah dan iklim. Menurut Notojoewono

Lebih terperinci

ffiffi. ffiffiffi

ffiffi. ffiffiffi .QhttnbE.$nb@WB ffiffi ffiffiffi PROSIDING SEMINAR NASIONAL DAN RAPAT TAHUNAN BIDANG ILMU-ILMU PERTANIAN BKS - PTN WILAYAH BARAT TAHUN 212 Volume 3 Tema: "PENINGKATAN PRESISI MENUIU PERTANIAN BERKELANJUTAN"

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DESAIN PENGGETAR MOLE PLOW Prototip mole plow mempunyai empat bagian utama, yaitu rangka three hitch point, beam, blade, dan mole. Rangka three hitch point merupakan struktur

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Unit Percobaan Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F

UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F141484 29 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR vii UJI KINERJA

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN Perancangan atau desain mesin pencacah serasah tebu ini dimaksudkan untuk mencacah serasah yang ada di lahan tebu yang dapat ditarik oleh traktor dengan daya 110-200

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Lapangan Terpadu Kampus Gedung Meneng Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Lapangan Terpadu Kampus Gedung Meneng Fakultas 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lapangan Terpadu Kampus Gedung Meneng Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Kampus Gedung Meneng, Bandar Lampung dan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL RANCANGAN DAN KONSTRUKSI 1. Deskripsi Alat Gambar 16. Mesin Pemangkas Tanaman Jarak Pagar a. Sumber Tenaga Penggerak Sumber tenaga pada mesin pemangkas diklasifikasikan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN A Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2010 Pembuatan prototipe hasil modifikasi dilaksanakan di Bengkel Departemen Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumput gajah untuk pakan ternak. Rumput gajah merupakan rumput potong yang

BAB I PENDAHULUAN. rumput gajah untuk pakan ternak. Rumput gajah merupakan rumput potong yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Daerah kecamatan Grabag banyak peternak sapi yang membudidayakan rumput gajah untuk pakan ternak. Rumput gajah merupakan rumput potong yang tumbuh tegak membentuk rumpun

Lebih terperinci

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan Mengingat lahan tebu yang cukup luas kegiatan pencacahan serasah tebu hanya bisa dilakukan dengan sistem mekanisasi. Mesin pencacah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Desember 2009 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Leuwikopo, Departemen

Lebih terperinci

EVALUASI PARAMETER DESAIN PIRING PENGOLAH TANAH DIPUTAR UNTUK PENGEPRAS TEBU LAHAN KERING

EVALUASI PARAMETER DESAIN PIRING PENGOLAH TANAH DIPUTAR UNTUK PENGEPRAS TEBU LAHAN KERING EVALUASI PARAMETER DESAIN PIRING PENGOLAH TANAH DIPUTAR UNTUK PENGEPRAS TEBU LAHAN KERING LISYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2 0 0 7 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A.WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai dengan Juni 2010. Desain pembuatan prototipe, uji fungsional dan uji kinerja dilaksanakan di Bengkel

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Mei 2012 di bengkel Apppasco Indonesia, cangkurawo Dramaga Bogor. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Penelitian Alat dan Bahan untuk Penelitian Pendahuluan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Penelitian Alat dan Bahan untuk Penelitian Pendahuluan 37 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian pendahuluan mengenai bentuk dan dimensi guludan tanaman keprasan, tahanan penetrasi dan tahanan geser tanah, gaya cabut satu rumpun tunggul tebu

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Tanaman tebu dalam dunia tumbuh-tumbuhan memiliki sistematika sebagai berikut : Kelas : Angiospermae Subkelas : Monocotyledoneae Ordo : Glumaceae Famili : Graminae

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Kegiatan penelitian yang meliputi perancangan, pembuatan prototipe mesin penanam dan pemupuk jagung dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kualitas Bibit yang Digunakan dalam Penelitian

Lampiran 1. Kualitas Bibit yang Digunakan dalam Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1. Kualitas Bibit yang Digunakan dalam Penelitian Karakter Bibit Kualitas Bibit Bibit yang Digunakan dalam Penelitian Varietas Bibit PSJT 94-33 atau PS 941 Asal Bibit Kebun Tebu Giling

Lebih terperinci

MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah)

MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah) MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah) OLEH: PRIAGUNG BUDIHANTORO F14103010 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENERAPAN TEKNOLOGI DALAM UPAYA MEMBANTU PROSES PENGENDALIAN GULMA PADA TANAMAN PADI

PENERAPAN TEKNOLOGI DALAM UPAYA MEMBANTU PROSES PENGENDALIAN GULMA PADA TANAMAN PADI PENERAPAN TEKNOLOGI DALAM UPAYA MEMBANTU PROSES PENGENDALIAN GULMA PADA TANAMAN PADI Eko Surjadi Fakultas Teknologi Industri, Teknik Mesin, Universitas Surakarta email: doel _qellyk@yahoo.co.id Abstrak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kondisi Serasah dan Lahan Setelah Panen Tebu

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kondisi Serasah dan Lahan Setelah Panen Tebu HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kondisi Serasah dan Lahan Setelah Panen Tebu Berdasarkan hasil survey lapangan di PG. Subang, Jawa barat, permasalahan yang dihadapi setelah panen adalah menumpuknya sampah

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM ARIEF SALEH

UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM ARIEF SALEH UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM Oleh : ARIEF SALEH F14102120 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Arief Saleh. F14102120.

Lebih terperinci

Perbandingan Pertumbuhan Jumlah Mata Tunas Bibit Bagal Tebu (Saccharum officinarum L.) Varietas GMP2 dan GMP3

Perbandingan Pertumbuhan Jumlah Mata Tunas Bibit Bagal Tebu (Saccharum officinarum L.) Varietas GMP2 dan GMP3 Oktami: Perbandingan Pertumbuhan Jumlah Mata Tunas Bibit... Perbandingan Pertumbuhan Jumlah Mata Tunas Bibit Bagal Tebu (Saccharum officinarum L.) Varietas GMP2 dan GMP3 (Bud Number Growth Comparison from

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2010 sampai dengan bulan Agustus 2010. Tempat penelitian dilaksanakan dibeberapa tempat sebagai berikut. 1) Laboratorium

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Mulai. Dipasang pulley dan V-belt yang sesuai. Ditimbang kertas bekas sebanyak 3 kg3 Kg. Dihidupkan mesin untuk mengoprasikan alat

LAMPIRAN. Mulai. Dipasang pulley dan V-belt yang sesuai. Ditimbang kertas bekas sebanyak 3 kg3 Kg. Dihidupkan mesin untuk mengoprasikan alat LAMPIRAN Lampiran 1. Flowchart Penelitian Mulai Dipasang pulley dan V-belt yang sesuai Ditimbang kertas bekas sebanyak 3 kg3 Kg Dihidupkan mesin untuk mengoprasikan alat Dimasukan kertas kedalam alat Dihitung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum.l) merupakan bahan baku utama dalam. dalam rangka mendorong pertumbuhan perekonomian di daerah serta

BAB I PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum.l) merupakan bahan baku utama dalam. dalam rangka mendorong pertumbuhan perekonomian di daerah serta BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tebu (Saccharum officinarum.l) merupakan bahan baku utama dalam industri gula. Pengembangan industri gula mempunyai peranan penting bukan saja dalam rangka mendorong pertumbuhan

Lebih terperinci

REKAYA DAN UJI KINERJA ALAT ROGES TEBU BAB I PENDAHULUAN

REKAYA DAN UJI KINERJA ALAT ROGES TEBU BAB I PENDAHULUAN REKAYA DAN UJI KINERJA ALAT ROGES TEBU BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Saat ini terjadi ketidak seimbangan antara produksi dan konsumsi gula. Kebutuhan konsumsi gula dalam negeri terjadi peningkatan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012 di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen dan di Laboratorium Mekanisasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2011 pada PT Socfindo yang berlokasi di Jalan KL. Yos Sudarso No.27 Medan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pada permulaan abad ke-19 traktor dengan motor uap mulai diperkenalkan,

TINJAUAN PUSTAKA. pada permulaan abad ke-19 traktor dengan motor uap mulai diperkenalkan, TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Traktor Sejarah traktor dimulai pada abad ke-18, motor uap barhasil diciptakan dan pada permulaan abad ke-19 traktor dengan motor uap mulai diperkenalkan, sementara itu penelitian

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan 47 PEMBAHASAN Pemangkasan merupakan salah satu teknik budidaya yang penting dilakukan dalam pemeliharaan tanaman kakao dengan cara membuang tunastunas liar seperti cabang-cabang yang tidak produktif, cabang

Lebih terperinci

PENGARUH FMA DAN PUPUK KANDANG TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum Schum)

PENGARUH FMA DAN PUPUK KANDANG TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum Schum) PENGRUH FM DN PUPUK KNDNG TERHDP PRODUKSI DN KULITS RUMPUT GJH (Pennisetum purpureum Schum) Effects of MF and nimal Manure on Improve the Quality of Land, Production and Quality of Pennisetum purpureum

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

DESAIN DAN PENGUJIAN ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : HAMZAH AJI SAPUTRO F

DESAIN DAN PENGUJIAN ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : HAMZAH AJI SAPUTRO F DESAIN DAN PENGUJIAN ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR Oleh : HAMZAH AJI SAPUTRO F14103078 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 KATA PENGANTAR Puji

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE A. BAHAN BAB III BAHAN DAN METODE Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Besi plat esser dengan ketebalan 2 mm, dan 5 mm, sebagai bahan konstruksi pendorong batang,

Lebih terperinci

B. Pokok Bahasan : Peralatan Pengolahan Tanah. C. Sub Pokok Bahasan: Jenis-jenis alat pengolahan tanah I

B. Pokok Bahasan : Peralatan Pengolahan Tanah. C. Sub Pokok Bahasan: Jenis-jenis alat pengolahan tanah I Pertemuan ke-6 A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa akan dapat menentukan jenis tenaga dan mesin peralatan yang layak untuk diterapkan di bidang pertanian. 2. Khusus

Lebih terperinci

BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Aspek Teknis 6.1.1. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah merupakan proses awal budidaya tanaman tebu. Hal ini menjadi sangat penting mengingat tercapainya produksi yang tinggi

Lebih terperinci

Jumlah serasah di lapangan

Jumlah serasah di lapangan Lampiran 1 Perhitungan jumlah serasah di lapangan. Jumlah serasah di lapangan Dengan ketinggian serasah tebu di lapangan 40 cm, lebar alur 60 cm, bulk density 7.7 kg/m 3 dan kecepatan maju traktor 0.3

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Waktu Pangkas

PEMBAHASAN. Waktu Pangkas PEMBAHASAN Pemangkasan merupakan salah satu kegiatan pemeliharaan yang dilakukan di kebun teh yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dengan menurunkan tinggi tanaman sampai ketinggian tertentu.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TEKNIK MESIN

BAB IV ANALISIS TEKNIK MESIN BAB IV ANALISIS TEKNIK MESIN A. ANALISIS PENGATUR KETINGGIAN Komponen pengatur ketinggian didesain dengan prinsip awal untuk mengatur ketinggian antara pisau pemotong terhadap permukaan tanah, sehingga

Lebih terperinci

Analisis Gaya Spesifik Pemotongan Sabut Kelapa Muda (Cocos nucifera)

Analisis Gaya Spesifik Pemotongan Sabut Kelapa Muda (Cocos nucifera) Technical Paper Analisis Gaya Spesifik Pemotongan Sabut Kelapa Muda (Cocos nucifera) Specific Cutting Force Analysis of Young Coconut Husk (Cocos nucifera) Tika Hafzara S., Departemen Teknik Mesin dan

Lebih terperinci

VARIETAS UNGGUL BARU (PSDK 923) UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA

VARIETAS UNGGUL BARU (PSDK 923) UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA VARIETAS UNGGUL BARU (PSDK 923) UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA Oleh : Afanti Septia, SP (PBT Ahli Pertama) Eko Purdyaningsih, SP (PBT Ahli Muda) PENDAHULUAN Dalam mencapai target swasembada gula, pemerintah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Upaya peningkatan produksi ubi kayu seringkali terhambat karena bibit bermutu kurang tersedia atau tingginya biaya pembelian bibit karena untuk suatu luasan lahan, bibit yang dibutuhkan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH DOSIS PUPUK UREA DAN JARAK TANAM TERHADAP PRODUKTIVITAS JAGUNG HIBRIDA P-21 (Zea mays L.)

ANALISIS PENGARUH DOSIS PUPUK UREA DAN JARAK TANAM TERHADAP PRODUKTIVITAS JAGUNG HIBRIDA P-21 (Zea mays L.) INNOFRM : Jurnal Inovasi Pertanian Vol. 7, No. 1, 2008 (51-65) NLISIS PENGRUH DOSIS PUPUK URE DN JRK TNM TERHDP PRODUKTIVITS JGUNG HIRID P-21 (Zea mays L.) Efrain Patola INTISRI Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan April sampai Juli 2016. Tanah pada lahan penelitian tergolong jenis Grumusol (Vertisol), dan berada pada ketinggian kurang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Proses pengirisan (pisang) Proses pengirisan pisang ini terlebih dahulu dilakukan persiapan bahan, dan mengupas kulitnya. Dan membersihkan dikarenakan pisang memiliki getah. Dikarenakan

Lebih terperinci

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 58 V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Usahatani Tebu di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus 1. Teknik Budidaya Tanaman Tebu a. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah pada budidaya tanaman tebu dapat dilakukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2010 sampai dengan April 2011. Tempat perancangan dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian IPB. Pengambilan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten

Lebih terperinci

II. PASCA PANEN KAYU MANIS

II. PASCA PANEN KAYU MANIS 1 I. PENDAHULUAN Kayu manis (Cinnamomum burmanii) merupakan komoditas perkebunan yang telah lama dimanfaatkan oleh manusia sebagai bumbu penyedap masakan (Anonim, 2010). Di Indonesia, produk kayu manis

Lebih terperinci

PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI

PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

UJI KINERJA MESIN PEMBERSIH BIJI-BIJIAN DENGAN VARIASI KECEPATAN PUTAR (RPM) DAN FEEDING RATE TERHADAP KUALITAS HASIL PEMIPILAN JAGUNG (Zea mays L.

UJI KINERJA MESIN PEMBERSIH BIJI-BIJIAN DENGAN VARIASI KECEPATAN PUTAR (RPM) DAN FEEDING RATE TERHADAP KUALITAS HASIL PEMIPILAN JAGUNG (Zea mays L. UJI KINERJA MESIN PEMBERSIH BIJI-BIJIAN DENGAN VARIASI KECEPATAN PUTAR (RPM) DAN FEEDING RATE TERHADAP KUALITAS HASIL PEMIPILAN JAGUNG (Zea mays L.) KARYA ILMIAH TERTULIS Diajukan guna memenuhi salah satu

Lebih terperinci

PENGARUH SUDUT PIPA PESAT TERHADAP EFISIENSI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO ( PLTMH )

PENGARUH SUDUT PIPA PESAT TERHADAP EFISIENSI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO ( PLTMH ) PENGARUH SUDUT PIPA PESAT TERHADAP EFISIENSI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO ( PLTMH ) Naif Fuhaid 1) ABSTRAK Kebutuhan listrik bagi masyarakat masih menjadi permasalahan penting di Indonesia, khususnya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan di desa Cengkeh Turi dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember sampai

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN RANCANGAN

IV. PENDEKATAN RANCANGAN IV. PENDEKATAN RANCANGAN 4.1. Rancang Bangun Furrower Pembuat Guludan Rancang bangun furrower yang digunakan untuk Traktor Cultivator Te 550n dilakukan dengan merubah pisau dan sayap furrower. Pada furrower

Lebih terperinci

V.HASIL DAN PEMBAHASAN

V.HASIL DAN PEMBAHASAN V.HASIL DAN PEMBAHASAN A.KONDISI SERASAH TEBU DI LAHAN Sampel lahan pada perkebunan tebu PT Rajawali II Unit PG Subang yang digunakan dalam pengukuran profil guludan disajikan dalam Gambar 38. Profil guludan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sumatera Kebun Jamur, Budidaya Jamur, di Kecamatan Percut Sei TuanKabupaten Deli Serdang, Pemilihan lokasi di

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah TEKNIKA ISSN: PENGARUH PUTARAN PISAU TERHADAP KAPASITAS DAN HASIL PERAJANGAN PADA ALAT PERAJANG SINGKONG

Jurnal Ilmiah TEKNIKA ISSN: PENGARUH PUTARAN PISAU TERHADAP KAPASITAS DAN HASIL PERAJANGAN PADA ALAT PERAJANG SINGKONG Jurnal Ilmiah TEKNIKA ISSN: 2355-3553 PENGARUH PUTARAN PISAU TERHADAP KAPASITAS DAN HASIL PERAJANGAN PADA ALAT PERAJANG SINGKONG Sukadi* Novarini** *Dosen Teknik Mesin Politeknik Jambi **Dosen Teknik Mesin

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

Analisis Teknis dan Ekonomis Pemilihan Bilah Laminasi Bambu Berdasarkan Lokasi Potong Sebagai Alternatif Pengganti Kayu Dalam Pembuatan Lambung Kapal

Analisis Teknis dan Ekonomis Pemilihan Bilah Laminasi Bambu Berdasarkan Lokasi Potong Sebagai Alternatif Pengganti Kayu Dalam Pembuatan Lambung Kapal JURNL TEKNIK POMITS Vol. 2, No., (203) ISSN: 2337-3539 (230-927 Print) nalisis Teknis dan Ekonomis Pemilihan Bilah Berdasarkan Lokasi Potong Sebagai lternatif Pengganti Kayu Dalam Pembuatan Kapal M. Bagus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Aspek Khusus 6.1.1. Pengelolaan Kebun Bibit Datar di PG. Krebet Baru Pengelolaan kebun bibit berjenjang dilakukan mulai KBP (Kebun Bibit Pokok), KBN (Kebun Bibit Nenek), KBI

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu dan Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2011 sampai Januari 2012. Lokasi pengambilan tailing dilakukan di PT. Antam UPBE Pongkor dan penelitian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK Pengujian penjatah pupuk berjalan dengan baik, tetapi untuk campuran pupuk Urea dengan KCl kurang lancar karena pupuk lengket pada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat. C. Pendekatan Rancangan dan Konstruksi Alat

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat. C. Pendekatan Rancangan dan Konstruksi Alat III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini meliputi penelitian pendahuluan, persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan dan perancangan desain yang dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Untuk menguji hipotesis penelitian, digunakan data berbagai variabel yang

BAB III BAHAN DAN METODE. Untuk menguji hipotesis penelitian, digunakan data berbagai variabel yang BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Untuk menguji hipotesis penelitian, digunakan data berbagai variabel yang dikumpulkan melalui dua percobaan yang telah dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian

Lebih terperinci

BAB I IDENTIFIKASI KEBUTUHAN

BAB I IDENTIFIKASI KEBUTUHAN BAB I IDENTIFIKASI KEBUTUHAN A. Latar Belakang Masalah Keadaan perekonomian bangsa Indonesia yang semakin terpuruk dalam krisis yang berkepanjangan, menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan kerja yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit sebenarnya sudah ada sejak zaman panjajahan Belanda ke

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit sebenarnya sudah ada sejak zaman panjajahan Belanda ke BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit sebenarnya sudah ada sejak zaman panjajahan Belanda ke Indonesia. Pada masa penjajahan Belanda pertumbuhan perkebunan besar kelapa sawit di Indonesia seperti

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Desa Muara Putih Kecamatan Natar Lampung Selatan dengan titik

Lebih terperinci

PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR. Oleh: SARI ROSMAWATI F

PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR. Oleh: SARI ROSMAWATI F PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR Oleh: SARI ROSMAWATI F14102049 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pembuatan Alat 3.1.1 Waktu dan Tempat Pembuatan alat dilaksanakan dari bulan Maret 2009 Mei 2009, bertempat di bengkel Laboratorium Alat dan Mesin Budidaya Pertanian, Leuwikopo,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro,

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro, 20 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro, Desa Rejomulyo Kecamatan Metro Selatan Kota Metro dengan ketinggian

Lebih terperinci

KAJIAN PENGUJIAN MUTU BENIH BUDSET TEBU G2 PADA MEDIA PASIR

KAJIAN PENGUJIAN MUTU BENIH BUDSET TEBU G2 PADA MEDIA PASIR KAJIAN PENGUJIAN MUTU BENIH BUDSET TEBU G2 PADA MEDIA PASIR Oleh :EkoPurdyaningsih, SP (PBT AhliMadya) BalaiBesarPerbenihan Dan ProteksiTanaman Perkebunan Surabaya I. PENDAHULUAN Berdasarkan Permentan

Lebih terperinci

DESAIN DAN PENGUJIAN ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : HAMZAH AJI SAPUTRO F

DESAIN DAN PENGUJIAN ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : HAMZAH AJI SAPUTRO F DESAIN DAN PENGUJIAN ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR Oleh : HAMZAH AJI SAPUTRO F14103078 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 KATA PENGANTAR Puji

Lebih terperinci

MEMBANGUN MESIN PENCACAH RUMPUT GAJAH UNTUK PENINGKATAN EFEKTIVITAS KONSUMSI PAKAN TERNAK SAPI

MEMBANGUN MESIN PENCACAH RUMPUT GAJAH UNTUK PENINGKATAN EFEKTIVITAS KONSUMSI PAKAN TERNAK SAPI ARTIKEL ILMIAH PELAKSANAAN PROGRAM PENGABDIAN PROGRAM VUCER TAHUN 2009 MEMBANGUN MESIN PENCACAH RUMPUT GAJAH UNTUK PENINGKATAN EFEKTIVITAS KONSUMSI PAKAN TERNAK SAPI Oleh: 1. Andasuryani,STP,MSi / NIP.

Lebih terperinci

BAB III PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA

BAB III PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA 17 BAB III PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA 3.1. Penjabaran Tugas (Classification Of Task) Langkah pertama untuk bisa memulai suatu proses perancangan adalah dengan menyusun daftar kehendak. Dafar kehendak

Lebih terperinci