UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F"

Transkripsi

1 UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR vii

2 UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor RIKKY FATURROHIM F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR viii

3 UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR vii

4 UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor RIKKY FATURROHIM F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR viii

5 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN ISTITUT PERTANIAN BOGOR UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : RIKKY FATURROHIM F Dilahirkan pada tanggal 1 Juni 1986 di Bogor Tanggal lulus: Bogor, Jnuari 29 Menyetujui, Pembimbing Akademik, Dr. Ir. Radite Praeko Agus Setiawan, M.Agr NIP Mengetahui, Ketua Departemen Teknik Pertanian Dr. Ir. Desrial, M.Eng NIP ix

6 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya kepada penulis sehingga skripsi dengan judul Uji Kinerja Alat Kepras Tebu Tipe Piringan Berputar (kepras PINTAR) Prototipe-2 ini dapat diselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu prasyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian. Skripsi ini dapat tersusun atas kerjasama dan bimbingan pihak-pihak yang telah membantu penulis selama penyusunannya. Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas segala bantuan dan bimbingannya kepada: 1. Dr. Ir. Radite Praeko Agus Setiawan, M.Agr sebagai dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan memberi banyak nasihat dalam penyusunan skripsi ini. 2. Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS sebagai dosen penguji yang telah memberi banyak masukan terhadap penyusunan skripsi ini. 3. Dr. Ir. I Nengah Suastawa, M.Sc sebagai dosen penguji yang telah memberi banyak masukan terhadap penyusunan skripsi ini. 4. Ibunda tercinta yang selalu memberi dukungan dan motivasi serta membimbing penulis tanpa henti.. Ayahanda tercinta yang selalu memberi dukungan dan nasihat. 6. Kakakku tercinta Teteh, Kakang dan A tutus serta keluargaku yang selalu memberi dukungan. 7. PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI). 8. PT PG Rajawali II Cirebon yang telah memberi ijin penelitian. 9. Seluruh direksi dan karyawan PG Jatitujuh Majalengka yang telah banyak membantu dalam penelitian ini. 1. Bapak Abas, bapak Wana, bapak Parma, ibu Sri, ibu Ratna, dan seluruh staf Departemen TEP yang telah banyak membantu. 11. Teman-teman seperjuangan TEP 41, teman-teman Lab. Mesin, teman-teman Komando, teman-teman Cemara, dll. 12. Semua pihak yang ikut membantu dan memberi motivasi. x

7 Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Tidak ada yang sempurna kecuali Allah. Semua ujian yang kita hadapi harus disikapi dengan sabar, ikhlas, dan penuh perjuangan. Semua itu semata-mata adalah proses menuju pendewasaan diri untuk menjadi manusia yang lebih baik dan lebih bersyukur dan akhirnya kita akan semakin paham akan kebesaran-nya. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua. Bogor, Januari 29 Rikky Faturrohim xi

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 1 Juni 1986, putra ketiga dari 3 bersaudara dari pasangan Bapak Aris Marianto dan Ibu Epon Supriani. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Panaragan II Bogor dan menamatkannya pada tahun Selanjutnya penulis meneruskan pendidikan lanjutan di SLTPN 4 Bogor dan menyelesaikannya pada tahun 21. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMUN Bogor dan lulus pada tahun 24. Penulis melanjutkan pendidikan Program Sarjana di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada tahun 24. Penulis diterima di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian pada tahun 24. Pada tahun 27 penulis melakukan praktek lapangan di PTPN VIII, Ciater, Jawa Barat dengan judul "Mempelajari Operasi dan Pemeliharaan Alat dan Mesin Produksi Teh di PTPN VIII Ciater". Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis menyelesaikan Skripsi berjudul "Uji Kinerja Alat Kepras Tebu Tipe Piringan Berputar (Kepras Pintar) Prototipe-2". xii

9 Rikky Faturrohim. F Uji Kinerja Alat Kepras Tebu Tipe Piringan Berputar (Kepras Pintar) Prototipe-2. Dibimbing oleh Dr. Ir. Radite Praeko Agus Setiawan, M.Agr RINGKASAN Sejak tahun 1823, Indonesia menjadi salah satu eksportir gula utama dunia. Ekspor gula Indonesia terbesar terjadi pada tahun 1929 dengan kemampuan ekspor mencapai volume 2.4 juta ton. Tetapi pada perkembangan selanjutnya, Industri gula Indonesia semakin terpuruk bahkan tidak mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri. Pada tahun 2 tidak kurang dari 1. juta ton gula yang mesti diimpor setiap tahunnya untuk mencukupi kebutuhan gula dalam negeri. Usaha untuk mencukupi kebutuhan gula nasional dapat dilakukan dengan peningkatan produktivitas tebu keprasan. Proporsi areal tanaman tebu kepras meningkat dari 31% pada tahun 1979 menjadi 67,9% pada tahun 1996 (Rosadi et al, 24). Tanaman keprasan adalah tanaman tebu yang tumbuh kembali dari jaringan batang yang masih tertinggal dalam tanah setelah tebu ditebang dan dikepras. Pengeprasan tebu merupakan pemotongan sisa-sisa tunggul tebu setelah penebangan yang dilakukan pada posisi tepat atau lebih rendah dari permukaan guludan (Koswara, 1989). Lisyanto (27) mengemukakan bahwa masalah yang timbul berkaitan dengan pengeprasan manual adalah masalah ketersediaan tenaga kerja untuk pengelolaan lahan tebu yang semakin sedikit dari tahun ke tahun. Persoalan lain yang dihadapi dalam pengeprasan manual adalah rendahnya keseragaman atau kualitas hasil pengeprasan. Untuk meningkatkan efisiensi kegiatan kepras tebu maka diperlukan suatu alat kepras tebu yang dapat memberikan hasil keprasan yang lebih baik dan efisien. Pada penelitian Saputro (27) telah dikembangkan suatu alat mekanis untuk membantu kegiatan kepras tebu ini. Pengujian fungsional alat kepras telah dilakukan oleh Feri (28). Pengujian dilakukan di Laboratorium Lapangan Leuwikopo IPB, Dramaga. Hasil pengujian yang didapatkan menunjukkan bahwa torsi pemotongan rata-rata terbesar.69 Nm terjadi pada pengeprasan rumpun tebu >6 tunggul dengan posisi pisau masuk ke tanah pada putaran piringan 1 rpm. Namun demikian, penelitian uji kinerja di kebun tebu belum dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja alat kepras tebu tipe piringan berputar (kepras PINTAR) pada pengujian lapang di lahan tebu PG Jatitujuh, Majalengka. Selain itu, penelitian bertujuan untuk mengetahui kondisi lahan tebu yang akan dikepras dan untuk mengamati perkecambahan dan pertumbuhan tanaman tebu setelah dikepras Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 28 di lahan PG Jatitujuh, Majalengka. Lahan yang diuji merupakan lahan keprasan ratoon I. Pelaksanaan penelitian terbagi dalam empat tahap yaitu persiapan instrumen/alat dan bahan yang diuji, pengukuran kondisi lahan dan pengujian prototipe alat kepras tebu, analisis data, dan pengamatan hasil keprasan selama 6 minggu. Alat dan bahan yang digunakan pada pengujian ini adalah prototipe-2 alat kepras tebu tipe piringan berputar, sensor strain gages, slip ring, bridge box, handy strain meter, kamera digital, traktor 4 roda, tanaman tebu varietas PSJT xiii

10 941, dan juga alat-alat bantu pengukuran di lapang seperti: tachometer digital, multimeter digital, stop watch, tool kit, solder, dan relief meter. Alat kepras tebu tipe piringan berputar prototipe-2 merupakan pengembangan dari alat kepras prototipe-1. Prototipe ini mempunyai piringan pemotong berupa scalloped disc (piringan bercoak) yang digerakkan oleh tenaga putar dari PTO traktor yang ditransmisikan melalui gearbox. Gearbox yang dipakai mempunyai rasio 1:1 dan kecepatan putar piringan 4 rpm. Pada pengujian di Jatitujuh, alat kepras tipe piringan berputar bekerja pada kedalaman rata-rata pengeprasan 8.2 cm dengan kedalaman minimum cm dan kedalaman maksimum 12.7 cm. Lebar pemotongan aktual antara 17 cm sampai 26 cm dengan rata-rata 21.7 cm, namun dengan lebar pemotongan tersebut masih banyak tebu yang tidak terkepras karena posisi rumpun tebu yang melebar tidak berada pada daerah pemotongan alat. Kapasitas lapang teoritis pengeprasan pada lahan tebu dengan PKP 13 cm adalah.116 Ha/jam dengan kecepatan maju pengeprasan.238 m/s. Torsi pemotongan pada kecepatan putar piringan pemotong 4 rpm berkisar antara 11.6 Nm sampai 32.3 Nm dengan rata-rata 2.6 Nm. Besarnya torsi pemotongan dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu kedalaman pengeprasan, banyaknya jumlah tunggul yang dikepras, dan kondisi tanah. Jumlah tunggul rata-rata tebu yang dikepras yaitu 2 tunggul. Bentuk keprasan alat kepras tipe piringan berputar adalah keprasan U atau miring. Pengamatan pertumbuhan tebu hasil keprasan menunjukkan bahwa banyaknya jumlah anakan dipengaruhi oleh banyaknya jumlah tunggul yang dikepras dan kualitas hasil keprasan. Semakin banyak tunggul yang dikepras maka jumlah anakan akan lebih banyak. Hasil keprasan yang bagus dan tidak pecah menghasilkan anakan lebih baik dari hasil keprasan yang pecah. xiv

11 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... vi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tebu (Sacharum officinarum, Linn.)... B. Kepras Tebu... 6 C. Traktor dan Implemennya... 8 D. Bajak Piring... 9 E. Pemotongan dan Torsi F. Karakteristik Lahan PG Jatitujuh III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan B. Alat dan Bahan C. Pelaksanaan Pengujian Alat Kepras Tebu Pengamatan kondisi lahan Metode pengujian lapang IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengamatan Kondisi Lahan Pengukuran profil guludan Kelurusan alur rumpun tebu B. Pengujian Lapang Kecepatan maju dan kapasitas lapang pengeprasan Kecepatan putar piringan Torsi pemotongan... 3 i

12 C. Pengamatan Hasil Keprasan Profil guludan dan hasil potongan tebu setelah pengeprasan Perkecambahan tanaman tebu V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran... DAFTAR PUSTAKA... 1 ii

13 DAFTAR TABEL Tabel 1. Luas areal tebu, produksi, konsumsi, dan impor gula selama lima tahun terakhir serta proyeksinya pada tahun 27 dan Tabel 2. Ukuran, dalam cekungan dan jari-jari rata-rata bajak piringan Tabel 3. Hasil pengukuran kecepatan maju pengeprasan Tabel 4. Kedalaman keprasan pada tiap guludan yang diamati Tabel. Lebar pemotongan aktual Tabel 6. Jumlah anakan tebu setelah kepras Tabel 7. Tinggi anakan tebu keprasan iii

14 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Keprasan bentuk W (a) dan bentuk U (b)... 7 Gambar 2. Traktor general purpose dan crawler (Shippen et al, 198)... 8 Gambar 3. Mekanisme three hitch point dan pengangkat hidrolik pada traktor (Shippen et al, 198)... 8 Gambar 4. Mekanisme penyaluran daya pada PTO traktor (Shippen et al, 198)... 9 Gambar. Poros PTO dan universal joint (Shippen et al, 198)... 9 Gambar 6. Sudut vertikal bajak piring dapat diubah (Smith et al, 199)... 1 Gambar 7. Bajak piring dan garu piring coak bentuk cekung Gambar 8. Mata pisau tajam dan tumpul (a), runcing dan tidak runcing (b), (Persson, 1987) Gambar 9. Profil guludan tebu R3 (a), R1 dan R2 (b) di PG Jatitujuh (Lisyanto et al, 2) Gambar 1. Alat kepras tebu tipe piringan berputar (kepras PINTAR) prototipe Gambar 11. Poros piringan yang dilengkapi sensor torsi Gambar 12. Garu piring bentuk coak yang digunakan sebagai pisau alat kepras PINTAR Gambar 13. Strain gages (sensor torsi) Gambar 14. Slip ring (a), bridge box (b), dan handy strain meter (c) Gambar. Traktor empat roda Gambar 16. Relief meter (a), digital tachometer dan multimeter (b) Gambar 17. Model alat kepras tebu berpenggerak motor listrik ( Lisyanto, 27)... 2 Gambar 18. Prototipe alat kepras tebu tipe piringan berputar Gambar 19. Mekanisme penyambungan poros gearbox ke piringan pemotong diganti menggunakan universal joint Gambar 2. Roda pengatur kedalaman Gambar 21. Pengukuran profil guludan Gambar 22. Pengukuran kelurusan alur rumpun tebu iv

15 Gambar 23. Metode pengukuran posisi rumpun tebu Gambar 24. Profil guludan sebelum dikepras Gambar 2. Posisi rumpun tebu dari tengah guludan Gambar 26. Poros shock patah karena beban puntir Gambar 27. Hasil perbaikan penyambung antara gearbox dan piringan pemotong Gambar 28. Pelindung slip ring Gambar 29. Pengujian lapang setelah modifikasi Gambar 3. Sistem perseneling pada traktor John Deere Gambar 31. Grafik torsi pemotongan tunggul tebu... 3 Gambar 32. Grafik torsi maksimum Gambar 33. Profil guludan hasil pengeprasan... 4 Gambar 34. Hasil keprasan tidak pecah... 4 Gambar 3. Hasil keprasan pecah... 4 Gambar 36. Tunggul tercabut... 4 Gambar 37. Bentuk guludan setelah pengeprasan Gambar 38. Tinggi tanaman tebu Gambar 39. Perkecambahan tebu pada umur 1 msk Gambar 4. Grafik pertumbuhan tanaman tebu v

16 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Tabel pengukuran profil guludan... 3 Lampiran 2. Profil guludan sebelum dikepras... 7 Lampiran 2. Profil guludan hasil pengeprasan... 9 Lampiran 4. Tabel pengukuran kelurusan tebu Lampiran. Perhitungan kapasitas lapang Lampiran 6. Torsi pengeprasan... 6 Lampiran 7. Tabel pengamatan pertumbuhan tebu Lampiran 8. Gambar alat kepras tebu tipe piringan berputar Lampiran 9. Gambar hasil keprasan Lampiran 1. Gambar pertumbuhan tebu hasil keprasan... 7 Lampiran 11. Skema pengeprasan tebu dan pengukuran torsi pemotongan vi

17 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri gula telah ada di Indonesia sejak lama. Pabrik gula pertama di Indonesia didirikan sejak tahun 182-an. Sejak tahun 1823, Indonesia menjadi salah satu eksportir gula utama dunia. Ekspor gula Indonesia terbesar terjadi pada tahun 1929 dengan kemampuan ekspor mencapai volume 2.4 juta ton (Hafsah, 22 dalam Rosadi et al, 24). Sampai tahun 1966, Indonesia masih menjadi salah satu negara yang mampu mengekspor gula, meskipun dengan volume yang semakin berkurang. Volume ekspor Indonesia tahun 1966 mencapai jumlah 27.3 ribu ton, menurun dibandingkan dengan tahun 1963 yang mencapai ribu ton atau tahun 194 sebanyak 21.3 ribu ton (Sapuan et al, 198 dalam Rosadi et al, 24). Tetapi pada perkembangan selanjutnya, industri gula Indonesia semakin terpuruk bahkan tidak mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri. Sejak tahun 1967 Indonesia sudah menjadi net importir gula. Pada tahun 2 tidak kurang dari 1. juta ton gula yang mesti diimpor setiap tahunnya untuk mencukupi kebutuhan gula dalam negeri. Impor ini telah menyedot devisa negara sebesar USD 33 juta atau tidak kurang dari Rp. 2.8 trilyun setiap tahunnya (Rosadi et al, 24). Tabel 1 menunjukkan bahwa dari tahun 1999 sampai 22 produksi gula dalam negeri cenderung meningkat namun masih tidak dapat memenuhi seluruh konsumsi dalam negeri yang hampir dua kali lipatnya sehingga impor gula pun masih terus dilakukan. Diprediksikan pada tahun 22 produksi gula akan terus meningkat hingga mencapai 4 juta ton untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang terus meningkat, akan tetapi impor masih terus dilakukan hanya jumlahnya berkurang menjadi 17 ton. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mencukupi kebutuhan gula nasional yaitu dengan meningkatkan produktivitas tebu keprasan. Menurut data dari Ditjen Bina Produksi Pertanian dan P3GI tahun 21, proporsi areal tanaman tebu kepras meningkat dari 31% pada tahun 1979 menjadi 67,9% pada tahun 1996 (Rosadi et al, 24). 1

18 Tabel 1. Luas areal tebu, produksi, konsumsi, dan impor gula selama lima tahun terakhir serta proyeksinya pada tahun 27 dan 22 Tahun Luas Areal Tebu (ha) Produksi Gula (ton) Konsumsi Gula (ton) Impor Gula (ton) Sumber : Departemen Pertanian dalam Feri (28) Dalam proses budidaya tebu terdapat dua cara dalam melakukan penanamannya. Pertama adalah dengan cara PC (Plant Cane) dan kedua adalah dengan cara keprasan. Tanaman PC adalah tanaman tebu yang ditanam di lahan tebu yang dibongkar setelah panen. Lahan tersebut harus diolah terlebih dahulu sebelum ditanami. Tanaman keprasan adalah tanaman tebu yang tumbuh kembali dari jaringan batang yang masih tertinggal dalam tanah setelah tebu ditebang dan dikepras. Pada proses pengeprasan, sisa-sisa tunggul dipotong pada posisi rata atau lebih rendah dari permukaan guludan. Dalam proses kepras ini diharapkan tunas yang terbentuk mempunyai perakaran yang dalam. Tanaman keprasan ini di Indonesia mempunyai hasil yang lebih rendah bila dibandingkan dengan tanaman pertama sehingga hanya dapat dilakukan beberapa kali saja tergantung varietas tebu, faktor budidaya, serta faktor lingkungan sekitarnya. Pengusahaan tebu dengan cara keprasan dilakukan di pertanaman tebu karena dapat menghemat biaya produksi. Keprasan yang baik dilakukan dengan memotong sisa tanaman rata dengan tanah. Alat yang dipakai umumnya adalah cangkul dengan memakai tenaga kerja manusia. Untuk menyelesaikan pekerjaan pengeprasan diperlukan 1-14 orang per hektar. 2

19 Lisyanto (27) mengemukakan bahwa masalah yang timbul berkaitan dengan pengeprasan manual adalah masalah ketersediaan tenaga kerja untuk pengelolaan lahan tebu yang semakin sedikit dari tahun ke tahun. Persoalan lain yang dihadapi dalam pengeprasan manual adalah rendahnya keseragaman atau kualitas hasil pengeprasan. Keseragaman bentuk dan kedalaman keprasan merupakan aspek yang sulit dihasilkan dalam pengeprasan tebu secara manual. Untuk meningkatkan efisiensi kegiatan kepras tebu maka diperlukan suatu alat kepras tebu yang dapat memberikan hasil keprasan yang lebih baik dan efisien. Pada penelitian Saputro (27) telah dikembangkan suatu alat mekanis untuk membantu kegiatan kepras tebu ini. Alat ini dibuat dalam suatu rangka yang dapat digandengkan dengan traktor. Untuk memotong/mengepras tunggul tebu digunakan metode menggergaji menggunakan pisau piringan yang diputar. Pisau piringan yang dipakai terbuat dari piringan garu piring coak. Mekanisme pemutaran piringan didapat dari putaran PTO yang disalurkan ke gearbox melalui universal joint. Gearbox yang dipakai mempunyai rasio 1:1, artinya satu putaran pada poros PTO sama dengan satu putaran pada piringan. Pengujian fungsional alat kepras tipe piringan berputar telah dilakukan oleh Feri (28). Pengujian dilakukan di Laboratorium Lapangan Leuwikopo IPB, Dramaga. Hasil pengujian yang didapatkan menunjukkan bahwa torsi pemotongan rata-rata terbesar.69 Nm terjadi pada pengeprasan rumpun tebu >6 tunggul dengan posisi pisau masuk ke tanah pada putaran piringan 1 rpm. Dari hasil pengujian tersebut diketahui bahwa semakin banyak jumlah tebu yang dikepras semakin besar torsi yang terjadi. Torsi pemotongan dengan posisi piringan masuk ke tanah lebih besar daripada posisi piringan diatas tanah. Torsi pemotongan dengan putaran piringan 1 rpm lebih kecil daripada torsi pemotongan dengan putaran piringan rpm. Untuk mengetahui kinerja alat kepras di lahan tebu sebenarnya maka perlu dilakukan pengujian lapangan. Pengujian kinerja alat dilakukan di lahan tebu PG Jatitujuh, Majalengka. Pada saat pengujian fungsional tersebut diketahui bahwa sistem penyambungan antara poros piringan dan piringan masih kurang baik sehingga perlu disempurnakan lagi. Dalam pengujian juga diketahui bahwa desain gearbox masih perlu diperbaiki agar prototipe menjadi lebih handal (Radite, 27). 3

20 B. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja alat kepras tebu tipe piringan berputar (kepras PINTAR) hasil modifikasi pada pengujian lapang di lahan tebu PG Jatitujuh, Majalengka. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk: 1. Mengetahui kondisi lahan tebu yang akan dikepras. 2. Mengamati perkecambahan dan pertumbuhan tanaman tebu setelah dikepras. 4

21 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tebu (Saccharum officinarum, Linn.) Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Keluarga : Poaceae Genus : Saccharum Spesies : Saccharum officinarum Tebu (Saccharum officinarum) termasuk dalam keluarga rumput-rumputan (Gramineae). Batang tebu mengandung gula. Kandungan gula pada batang tebu optimal terjadi setelah fase pertumbuhan vegetatif menurun sebelum fase kematian. Daun tanaman tebu termasuk daun tidak lengkap, hanya terdiri dari helai dan pelepah daun. Kedudukan daun berpangkal pada buku batang dan terlepas apabila tanaman tebu telah tua. Bunga tebu merupakan malai berbentuk piramida, biasanya muncul pada bulan Maret-Mei. Buah tebu termasuk buah padipadian, bijinya hanya satu. Tanaman tebu dapat tumbuh baik pada ketinggian -13 meter dari permukaan laut pada wilayah dengan perbedaan musim kemarau dan penghujan yang tegas. Pada masa pertumbuhan, tanaman tebu banyak memerlukan air sedangkan menjelang tua dan panen tidak memerlukan air. Kekurangan air pada masa pertumbuhan mengakibatkan batang tanaman tebu kecil-kecil dan tumbuh kerdil, sebaliknya kelebihan hujan pada saat tanaman menjelang panen akan menyebabkan kadar gula dalam batang menurun. Pertumbuhan tanaman tebu pada tanah yang lama terendam air akan merana dan mati. Hal tersebut disebabkan akar tanaman tebu mudah busuk. Pada tanah yang banyak mengandung humus pertumbuhan tanaman amat baik tetapi kadar gula dalam batang rendah, Pada tanah masam pertumbuhan tanaman tebu jelek dan air gulanya tidak mudah dijadikan gula. Pada tanah berpasir pertumbuhan batang kecil-kecil namun kadar gula dalam batang tinggi. Pada tanah kering

22 pertumbuhan tanaman lambat dan menyebabkan ruas-ruasbatang menjadi pendek. Pertumbuhan tanaman tebu paling baik tumbuh pada tanah yang subur dan gembur dengan drainase tanah baik (Wardojo dan C Nugroho SP, 1996). Masa kemasakan tebu adalah suatu gejala bahwa pada akhir dari pertumbuhannya terdapat timbunan sakarosa di dalam batang tebu. Pada tebu yang masih muda, kadar sakarosa tertinggi berada di dalam ruas-ruas bawah dan kadar sakarosa di ruas-ruas di atasnya hampir sama tingginya. Adapun dalam proses pemasakan, ruas-ruas yang termuda mengandung kadar glukosa yang tertua. Rendahnya kadar sakarosa di ruas-ruas atas berhubungan dengan belum dewasanya ruas-ruas itu. Sakarosa adalah bahan baku yang terpenting. Semula, semasa tebu masih dalam masa pertumbuhan, sakarosa ini merupakan hasil asimilasi daun tebu. Gula ini diperlukan untuk pembentukan sel-sel dan semua keadaan yang dapat menimbulkan pertumbuhan baru (Sutardjo, 1996). Agar dapat menghasilkan sakarosa tinggi, tanaman tebu memerlukan suhu tertentu yaitu o C. Pada suhu kurang dari 21 o C, pertumbuhan tebu akan terhambat bahkan jika suhu turun hingga 16 o C pertumbuhan akan terhenti (Barnes, 1964 dalam Saputro, 27). Penebangan tebu dilakukan apabila kandungan gula dalam batang telah optimal. Kandungan gula optimal untuk setiap varietas tebu berbeda dan tergantung pula pada pemeliharaan dan kondisi tanah. Kandungan gula tertinggi pada saat tanaman menjelang tua dan menurun setelah tanaman akan mengalami kematian. Penurunan kadar gula tersebut disebabkan kandungan sukrosa menurun sedang kandungan glukosa meningkat (Wardojo dan C Nugroho SP, 1996). B. Tebu Keprasan Pengeprasan tebu merupakan pemotongan sisa-sisa tunggul tebu setelah penebangan yang dilakukan pada posisi tepat atau lebih rendah dari permukaan guludan (Koswara, 1989). Dengan sistem keprasan maka pada penanaman berikutnya tidak perlu melakukan penanaman kembali. Pangkal batang yang ditinggalkan berfungsi sebagai bibit pertanaman berikutnya. Dengan sistem keprasan ini maka biaya penanaman akan berkurang dan hasil yang diperoleh akan lebih menguntungkan daripada pertanaman tahun pertama. Budidaya tebu 6

23 dengan sistem keprasan ini dapat dilakukan sampai dengan tiga kali keprasan, bahkan di beberapa daerah dilakukan sampai 4- kali keprasan (Wardojo dan C Nugroho SP, 1996). Menurut Sutardjo (1996), kebun yang akan dikepras harus dibersihkan dari kotoran-kotoran bekas tebangan yang lalu (yaitu daduk-daduk daun kering) dan bekas potongan-potongan tebu yang sudah kering, baik di atas bidang tanah atau di dalam got-got kebun dan saluran-saluran air. Pembakaran daduk sebaiknya tidak dilakukan di atas bidang tanah yang akan dikepras. Pembakaran di atas lahan yang akan dikepras dapat mengakibatkan tanah mudah kering karena humus di atas permukaan tanah terbakar dan sisa-sisa pupupk hilang. Wardojo dan C Nugroho SP (1996) menyatakan bahwa pembakaran serasah tebu (di dalam lahan) setelah panen tidak boleh dilakukan karena dapat menurunkan sifat kimia dan merusak sifat fisik tanah. Pengeprasan dapat dilakukan secara manual maupun mekanis. Alat yang digunakan dalam pengeprasan secara manual umumnya adalah cangkul atau golok, sedangkan untuk pengeprasan mekanis digunakan pisau rotari yang digerakkan traktor. Pengeprasan bertujuan agar tunas tanaman tebu yang tumbuh tidak mengambang diatas tanah dan tidak roboh apabila sudah tumbuh besar. Bentuk keprasan tebu ada dua macam (Gambar 1), yaitu bentuk W dan bentuk U. Pengeprasan bentuk W umumnya dilakukan pada tanah-tanah berat yang mudah pecah bila musim kemarau. Pengeprasan bentuk U berbentuk seperti talang air. Umumnya bentuk ini dilakukan pada tanah-tanah ringan dan tanah-tanah yang mengandung pasir, misalnya tanah endapan sungai banjir atau tanah delta (Sutardjo, 1996). (a) (b) Gambar 1. Keprasan bentuk W (a) dan bentuk U (b) 7

24 C. Traktor dan Implemennya Traktor dan crawler (Gambar 2) digunakan sebagai sumber tenaga penggerak dalam pertanian dan industri-industri penting. Ketika traktor digunakan untuk menarik implemen, maka tenaga engine harus dirubah ke tenaga tarikan oleh roda penggerak atau track. Traksi pada traktor berarti merubah tenaga pada roda atau track menjadi tenaga tarik (Eshelman, 1967). Gambar 2. Traktor general purpose dan crawler (Shippen et al, 198) Unit kerja untuk kerja lapangan dan transportasi terdiri dari traktor dan implemennya yang dihubungkan oleh komponen yang disebut gandengan. Implemen yang fungsinya untuk ditarik biasanya dihubungkan dengan menggunakan drawbar, sedangkan implemen yang fungsinya untuk ditarik dan diangkat dihubungkan menggunakan three hitch point (tiga titik gandeng). Three hitch point terdiri dari upper link dan dua buah lower link (kanan dan kiri). Gaya yang dibutuhkan untuk mengangkat atau menggerakan three hitch point didapat dari tenaga yang dihasilkan oleh pengangkat hidrolik yang terpasang pada bagian belakang traktor (Gambar 3). Gambar 3. Mekanisme three hitch point dan pengangkat hidrolik pada traktor (Shippen et al, 198)

25 PTO (Power Take-Off) merupakan sumber tenaga putar pada traktor yang dapat digunakan untuk menggerakan implemen baik yang ditarik maupun yang digandeng traktor. PTO dihasilkan dari tenaga engine dan ditransmisikan dengan suatu mekanisme tertentu. Penyaluran tenaga putar PTO ke implemen menggunakan suatu sambungan yang dinamakan universal joint. Universal joint menghubungkan dua poros yang berputar dengan sudut yang berlainan. Mekanisme penyaluran daya pada PTO dan universal joint diperlihatkan pada Gambar 4 dan Gambar. Gambar 4. Mekanisme penyaluran daya pada PTO traktor (Shippen et al, 198) \ Gambar. Poros PTO dan universal joint (Shippen et al, 198) D. Bajak Piring (Disk Plow) Bajak piring berbentuk piringan, yaitu bulat dan cekung serupa dengan alat penggoreng dengan garis tengah berkisar antara 6 cm sampai 8 cm. Bajak jenis ini hanya untuk yang ditarik traktor besar empat roda, jumlahnya antara 2 sampai 8 bajak piring tergantung pada tenaga traktor (Pratomo, 1983).

26 Bajak piring berfungsi untuk memotong, membelokkan, dan menghancurkan tanah dengan pisau berbentuk piringan yang dapat berputar. Cooper dalam (Lisyanto, 27) mengemukakan bahwa pada umumnya bajak piring berbentuk concave atau cekung namun ada juga bajak piring yang berbentuk cone atau kerucut, sedangkan bentuk lain yang relatif baru adalah bentuk convex center atau cembung di pusat. Dari ketiga bentuk tersebut yang paling banyak digunakan adalah pisau piring bentuk cekung (concave), sedangkan bentuk kerucut dan cembung di pusat belum banyak berkembang di pasaran. Pisau piring bentuk cekung banyak digunakan karena pisau piring tersebut memiliki massa yang lebih besar sehingga kemampuan untuk melakukan penetrasi ke dalam tanah juga lebih tinggi. Gaya gesek antara pisau dan permukaan tanah relatif rendah, hal tersebut diduga disebabkan oleh permukaan kontak antara sisi luar pisau dan tanah relatif kecil. Kepner (1972) dalam Saputro (27) mengemukakan bahwa bajak piring standar terdiri atas beberapa piringan yang masing-masing piringan dipasang pada satu dudukan yang didukung oleh bantalan kerucut dengan sudut kemiringan pisau terhadap sumbu vertikal (tilt angle) dapat diatur dari o sampai 2 o melalui pengatur sudut tilt angle yang terdapat pada batang pengikat pisau (Gambar 6). Bajak piring tersebut umumnya memiliki 3-6 pisau piringan dengan spasi pemotongan antara 7 dan 12 inci, disc angel dari 42 o sampai 4 o dan diameter piring antara 24 dan 28 inci. Gambar 6. Sudut vertikal bajak piring dapat diubah (Smith et al, 199) 1

27 Smith et al (199) mengemukakan bahwa telapak bajak piring merupakan piringan cekung berbentuk bulat sempurna, terbuat dari baja yang diperkeras dengan pemanasan, dengan tepi yang dipertajam untuk membantu penetrasi ke dalam tanah. Ukuran telapak bajak piringan adalah diameter piringannya yang berkisar dari 2 sampai 38 inchi (.8 sampai 96. cm). Tebal rata-rata baja untuk telapak bajak piringan adalah 3/16 inchi (4.8 mm) untuk ukuran-ukuran lebih kecil dan dapat sampai setebal 3/8 inchi (9. mm) untuk ukuran-ukuran yang lebih besar. Dalamnya cekungan berbeda-beda baik pada diameter yang berbeda maupun pada diameter yang sama, seperti ditunjukkan dalam Tabel 2. Tabel 2. Ukuran, dalam cekungan dan jari-jari rata-rata bajak piringan Ukuran Dalam cekungan inchi cm inchi cm Sumber : R. C. Ingersoll, The Development of the Disk Plow, Agr. Engin, 7 (): 172, 1926 dalam Smith et al (199) Bajak piring disebut sebagai piringan rata dan garu piring disebut sebagai piringan bercoak. Mata pisau bentuk rata biasanya digunakan untuk pengolahan tanah pertama, sedangkan bentuk coak (disk harrow) untuk pengolahan tanah kedua (Saputro, 27). Bajak piring dan garu piring diperlihatkan pada Gambar 7. 11

28 Gambar 7. Bajak piring dan garu piring coak bentuk cekung E. Pemotongan dan Torsi Pemotongan adalah proses pembagian benda solid secara mekanikk sepanjang garis yang diinginkan dengan menggunakan alat pemotong (Persson, 1987). Dalam beberapa kasus, pemotongan mempunyai istilah lain tergantung dengan alat apa dan bagaimanaa pemotongan itu dilakukan. Istilah tersebut antara lain mencacah (chopping), memangkas (mowing), menggergaji (sawing), membelah (splitting), mengiris (slicing), dan sebagainya. Ketajaman (sharpness) dan keruncingan (fineness) merupakan dua sifat yang berbeda pada sebuah mata pisau. Pisau dikatakan tajam (sharp) apabila pisau tersebut memiliki radius dan ketebalan mata pisau yang kecil, sedangkan dikatakan runcing (fine) apabila pisau tersebut memiliki sudut mata pisau yang kecil (Gambar 8). Kebalikan dari ketajaman adalah ketumpulan (dullness), sedangkan kebalikan dari keruncingan disebut tidak runcing (bluntness). Ketajaman pisau merupakan salah satu faktor penting dalam pemotongan material. Ketajaman memiliki efek yang signifikan terhadap gaya pemotongan, semakin tajam pisau yang digunakan maka gaya pemotongan yang diperlukan juga semakin rendah.

29 Gambar 8. Mata pisau tajam dan tumpul (a), runcing dan tidak runcing (b), (Persson, 1987) Sudut mata pisau memiliki efek yang signifikan terhadap gaya pemotongan spesifik maksimum. Pisau yang memiliki sudut mata pisau kecil (fine) membutuhkan gaya pemotongan spesifik maksimum yang relatif rendah. Torsi pemotongan merupakan hasil kali antara gaya yang diperlukan oleh mata pisau untuk melakukan pemotongan dan jari-jari atau radius putaran mata pisau. Selanjutnya, parameter torsi pemotongan tersebut dapat digunakan untuk menentukan besarnya gaya dan daya pemotongan (Lisyanto, 27). Untuk poros yang berputar, besarnya daya P (watt) dipengaruhi oleh torsi (T) yang menyebabkan putaran dan kecepatan putaran: P= 2πNT W... (1) dimana N adalah kecepatan putar poros (radius per sekon, rps) dan T adalah torsi (Nm). Torsi yang dibutuhkan untuk daya yang digunakan adalah: T = P / 2πN... (2) Dari rumus di atas dapat disimpulkan bahwa torsi berbanding terbalik dengan kecepatan putar. Semakin tinggi kecepatan putar maka torsi yang dihasilkan

30 semakin kecil dan semakin rendah kecepatan putar maka semakin besar torsi yang dihasilkan. F. Karakteristik Lahan PG Jatitujuh Lisyanto et al. (2) mengungkapkan bahwa guludan tebu untuk keprasan pertama (R1), kedua (R2) dan ketiga (R3) di lahan PG Jatitujuh memiliki bentuk dan ukuran yang tidak jauh berbeda. Perbedaannya hanya terletak pada ukuran lebar guludan, yakni guludan untuk R3 memiliki lebar yang sedikit lebih besar (8 cm) dibandingkan dengan guludan untuk R1 dan R2 yang memiliki lebar 8 cm (Gambar 9). Jarak pohon ke pohon (PKP) guludan untuk ketiga tanaman keprasan tersebut sebesar 13 cm, ketinggian guludan dan permukaan juringan 2 cm dan lebar daerah tunggul yang harus dikepras 4 cm. (a) Gambar 9. Profil guludan tebu R3 (a), R1dan R2 (b) di PG Jatitujuh (Lisyanto et al, 2) (b) Tahanan penetrasi merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk menunjukkan kekerasan tanah yang dinyatakan dengan cone index (CI) tanah. Lahan tebu di PG Jatitujuh memiliki jenis tanah mediteran atau alvisol. Guludan untuk R1 memiliki tahanan penetrasi yang lebih rendah dibandingkan dengan guludan untuk R2 dan R3. Pada kedalaman 1 dan cm, guludan untuk R2 memiliki tahanan penetrasi rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan untuk R1 dan R3. Pada kedalaman 1 cm, tahanan penetrasi tanah atau CI rata-rata untuk guludan R2 adalah 4.7 kg cm -2, sedangkan untuk R1 sebesar 3.6 kg cm -2 dan R3 sebesar 4. kg cm -2. Cone index rata-rata untuk guludan R2 pada kedalaman cm adalah 7.3 kg cm -2, untuk R1 sebesar 4.1 kg cm -2, dan R3 adalah 6.3 kg cm

31 Hal tersebut mengindikasikan bahwa pada kisaran kedalaman antara dan cm, kondisi lahan tebu tersebut semakin pada seiring dengan bertambahnya kedalaman tanah (Lisyanto, 27).

32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 28 di lahan PG Jatitujuh, Majalengka. Lahan yang diuji merupakan lahan tebu ratoon I. Pelaksanaan penelitian terbagi dalam empat tahap yaitu persiapan instrumen/alat dan bahan yang diuji, pengukuran kondisi lahan dan pengujian prototipe alat kepras tebu, analisis data, dan pengamatan hasil keprasan selama 6 minggu. B. Alat dan Bahan 1. Alat kepras tebu tipe piringan berputar (kepras PINTAR) prototipe-2 (Gambar 1) yang porosnya dilengkapi dengan transduser pengukur torsi. Alat pemotong pada alat kepras berupa pisau garu piring coak dengan mata pisau yang mempunyai radius dan ketebalan mata pisau besar. Pisau mempunyai diameter 6. cm dengan jumlah coak 12 buah. Sistem penyaluran tenaga putar dari PTO ke poros piringan pemotong menggunakan gearbox dengan rasio 1:1. Gambar 11 dan Gambar 12 memperlihatkan transduser pengukur torsi dan pisau garu piring coak. Gambar 1. Alat kepras tebu tipe piringan berputar (kepras PINTAR) prototipe-2

33 Strain sensor Poros piringan pemotong Dudukan disc Gambar 11. Poros piringan yang dilengkapi sensor torsi Gambar 12. Garu piring bentuk coak yang digunakan sebagai pisau alat kepras PINTAR 2. Instrumen perekam data yang terdiri dari transduser torsi menggunakan sensor strain gages (Kyowa, KFG-1-12-D16-11NC2), slip ring (Michigan Scientific, S4), bridge box (Kyowa, DB-12), handy strain meter (Kyowa, UCAM-1A), dan seperangkat kamera. Instrumen-instrumen tersebut diperlihatkan pada Gambar 13 dan Gambar

34 SLIP RING POROS STRAIN GAGES (sensor torsi) SPROKET BEARING R R2 R4 R R1 R4 R Gambar 13. Strain gages (sensor torsi) (a) (b) (c) Gambar 14. Slip ring (a), bridge box (b), dan handy strain meter (c)

35 3. Traktor empat roda (John Deere 6) yang digunakan untuk menarik dan mengoperasikan alat kepras (Gambar ). Gambar. Traktor empat roda 4. Lahan tebu dengan varietas PSJT (Pasuruan Jatitujuh) 941 ratoon I siap kepras. Lahan ini terdiri dari tanaman tebu 1 tunggul, 2 tunggul, 3 tunggul, dan lebih dari 4 tunggul. Tunggul tebu merupakan sisa tebangan batang tebu yang siap untuk dikepras.. Alat-alat bantu pengukuran di lapangan seperti: digital tachometer (Shimpo, DT2B), digital multimeter (CE, DT182), stop watch, tool kit, solder, dan relief meter. Alat-alat bantu pengukuran diperlihatkan pada Gambar 16. (a) (b) Gambar 16. Relief meter (a), digital tachometer dan multimeter (b)

36 Alat kepras tebu tipe piringan berputar (kepras PINTAR) prototipe-2 merupakan pengembangan dari alat kepras PINTAR prototipe-1 (Saputro, 27). Adapun alat kepras PINTAR prototipe-1 adalah pengembangan dari model kepras tebu berpenggerak motor listrik (Lisyanto, 27). Gambar 17 memperlihatkan foto model kepras tebu berpenggerak motor listrik. Alat kepras PINTAR prototipe-1 mempunyai 4 bagian utama (Gambar 18), yaitu: 1) rangka tarik, 2), penyalur tenaga putar 3) piringan pemotong, 4) roda pengatur kedalaman. Prototipe ini mempunyai piringan pemotong berupa scalloped disc (piringan bercoak) yang digerakkan oleh tenaga putar dari PTO traktor yang ditransmisikan melalui gearbox. Tenaga putar disalurkan dari poros PTO traktor melalui universal joint ke poros input gearbox yang selanjutnya diteruskan ke poros piringan pemotong. Mekanisme inilah yang merupakan unit penyaluran tenaga putar dari PTO traktor ke piringan pemotong. Alat kepras PINTAR mempunyai roda pengatur kedalaman yang dapat diatur sesuai dengan kedalaman yang diinginkan. Gambar 17. Model kepras tebu berpenggerak motor listrik ( Lisyanto, 27)

37 1. Rangka tarik 2. Penyalur tenaga putar 3. Piringan pemotong 4. Roda pengatur kedalaman Gambar 18. Prototipe alat kepras tebu tipe piringan berputar Alat kepras PINTAR prototipe-1 menggunakan sistem transmisi berupa gearbox dengan rasio 1:1. Gearbox merupakan hasil rancangan sendiri. Pada saat pengujian fungsional diketahui bahwa desain gearbox masih perlu diperbaiki. Baut hexagonal pada poros gearbox sering kendor. Dalam pengujian juga diketahui bahwa sistem penyambungan antara poros piringan dan piringan masih kurang baik sehingga perlu disempurnakan lagi. Untuk penyempurnaan desain, maka dilakukan modifikasi pada alat kepras PINTAR prototipe-2. Modifikasi yang dilakukan berupa penggunaan gearbox buatan pabrik agar lebih kokoh. Modifikasi juga dilakukan pada dudukan gearbox dan sistem penyambungan dari gearbox ke piringan pemotong. Sistem penyambungan yang sebelumnya menggunakan shock dimodifikasi menggunakan universal joint, namun penyambungan dari poros output gearbox ke universal joint tetap menggunakan shock (Gambar 19). Gambar 19. Mekanisme penyambungan poros gearbox ke piringan pemotong diganti menggunakan universal joint

38 Pada awalnya, gearbox yang digunakan pada alat kepras PINTAR prototipe-2 memiliki rasio 1:2 untuk mendapatkan kecepatan putar piringan 1 rpm karena traktor yang tersedia di PG Jatitujuh memiliki putaran poros PTO 4 rpm. Pada saat percobaan pendahuluan di Leuwikopo, gearbox 1:2 mengalami kerusakan sehingga tidak dapat digunakan untuk pengujian. Selanjutnya untuk pengujian lapangan di Jatitujuh digunakan gearbox 1:1, ini berarti kecepatan putar piringan yang akan dihasilkan adalah rpm. Pada penelitian Feri (28) diketahui bahwa kecepatan putar piringan 1 rpm menghasilkan permukaan potong yang lebih baik daripada rpm.walaupun demikian, pengujian tetap dilakukan untuk mengetahui kinerja alat kepras pada kondisi lahan tebu di PG Jatitujuh. Tilt angle dan disc angle piringan pemotong alat kepras mempunyai sudut 2 o dan 4 o. Dengan pengaturan tilt angle dan disc angle ini diharapkan lebar pengolahan/pemotongan yang diperoleh sebesar ±2 cm (Saputro, 27). Sebelum pengujian dilakukan, roda pengatur kedalaman dikondisikan agar diperoleh kedalaman pemotongan ±1 cm. Pada penelitian Feri (28) di Leuwikopo, pin roda pengatur kedalaman dipasang pada lubang pin keempat dari atas batang roda. Setelah dilakukan percobaan di Jatitujuh, ternyata pemasangan pin roda tersebut masih terlalu rendah sehingga piringan pemotong terlalu dalam masuk ke tanah. Oleh karena itu, roda pengatur kedalaman diturunkan lagi 1 cm dengan memasang pin pada lubang pin kedua, dengan begitu diharapkan kedalaman teoritis dapat tercapai (Gambar 2). Lubang pin kedua Gambar 2. Roda pengatur kedalaman

39 C. Pengamatan Kondisi Lahan dan Pengujian Alat Kepras Tebu Sebelum pengujian lapangan, lahan dan tanaman tebu yang akan dikepras terlebih dahulu diatur dan dibagi ke dalam sepuluh baris pengukuran dimana tiap baris mempunyai panjang 1 m. 1. Pengamatan kondisi lahan Sebelum dilakukan pengujian, terlebih dahulu dilakukan pengamatan kondisi lahan. Pengamatan kondisi lahan terdiri dari pengukuran guludan sebelum pengeprasan dan pengukuran kelurusan alur rumpun tebu yang akan dikepras. Pengukuran guludan (Gambar 21) dilakukan untuk mengetahui profil guludan sebelum pengeprasan. Alat ukur yang digunakan adalah relief meter, mistar, dan meteran. Gambar 21. Pengukuran profil guludan Pengukuran kelurusan alur rumpun tebu (Gambar 22) bertujuan untuk mengetahui tepat atau tidaknya rumpun tebu berada di tengah guludan. Pengukuran dilakukan menggunakan mistar dan meteran. Kelurusan alur rumpun tebu akan berpengaruh pada tepatnya pisau piringan mengenai tunggul tebu. Posisi rumpun tebu diukur dari tengah guludan sampai tunggul terluar rumpun tersebut (Gambar 23).

40 Gambar 22. Pengukuran kelurusan alur rumpun tebu Jarak rumpun yang diukur Satu rumpun tebu terdiri dari satu tunggul atau lebih Garis tengah guludan Gambar 23. Metode pengukuran posisi rumpun tebu 2. Metode pengujian lapang Pada saat pengujian lapang terdapat beberapa parameter yang diukur. Parameter-parameter yang diukur antara lain: a. Kecepatan putar piring Kecepatan putar piring diukur menggunakan digital tachometer (Shimpo, DT2B). Pengukuran dilakukan pada poros gear box. Gear box yang dipakai memiliki rasio 1:1 yang berarti 1 kali putaran poros PTO sama dengan 1 kali putaran piringan. b. Kecepatan maju dan kapasitas lapang pengeprasan Kecepatan maju pengeprasan diukur dengan cara mengukur waktu tempuh pengeprasan sepanjang lintasan pengeprasan dengan menggunakan stop watch. Kecepatan maju dihitung dengan persamaan (3):

41 s V =... (3) t Dimana: V = Kecepatan maju pengeprasan (m/s) s = Jarak tempuh pengeprasan (m) t = Waktu tempuh pada jarak s (sekon) Kapasitas lapang dihitung dengan persamaan (4): KLT =. 36VL... (4) Dimana: KLT = Kapasitas lapang teoritis pengeprasan (Ha/jam) V = Kecepatan maju pengeprasan (m/s) L = Lebar kerja alat (m) c. Torsi pemotongan Torsi pemotongan diukur menggunakan sensor torsi yang dipasang pada poros piringan alat kepras dan dihubungkan dengan handy strain meter. Untuk mendapatkan nilai torsi pemotongan T (Nm) maka nilai strain yang terukur pada handy strain meter (ε) perlu dikonversi. Dari hasil kalibrasi yang dilakukan Feri (28) didapatkan persamaan konversi nilai strain (): T =,266ε... () d. Pengamatan hasil keprasan Pengamatan ini dilakukan setelah pengeprasan tebu berlangsung. Parameter-parameter yang diamati pada hasil keprasan antara lain: 1) Permukaan tebu hasil potongan, bentuk guludan setelah pengeprasan (kedalaman dan lebar kepras). 2) Perkecambahan tanaman tebu setelah dikepras. Hasil keprasan diamati sampai 6 minggu setelah kepras. 2

42 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengamatan Kondisi Lahan Penebangan tebu di PG Jatitujuh menyisakan banyak serasah pada lahan. PG Jatitujuh tidak menerapkan sistem kepras pada budidaya tebu keprasan. Sistem yang digunakan yaitu sistem cut and go yaitu dengan cara membakar serasah tebu sisa tebangan. Lisyanto et al (2) pada penelitiannya menyatakan bahwa pembakaran serasah di lahan PG Jatitujuh dimaksudkan agar tunggul tebu sisa tebangan yang ketinggiannya mencapai -2 cm dari permukaan tanah mati sehingga tidak perlu dilakukan pengeprasan. 1. Pengukuran profil guludan Profil guludan diukur untuk mengetahui bentuk penampang guludan yang akan dikepras. Profil guludan diukur menggunakan alat relief meter. Relief meter ditanam pada guludan kemudian diukur dengan menggunakan mistar sehingga didapatkan grafik profil guludan. Bentuk-bentuk tipikal guludan yang diukur dapat dilihat pada Gambar 24. Keseluruhan profil yang diamati dapat dilihat pada Lampiran sebelum kepras sebelum kepras sebelum kepras sebelum kepras Gambar 24. Profil guludan sebelum dikepras

43 Gambar 24 memperlihatkan grafik bentuk guludan yang terukur. Titik (,) merupakan titik permukaan guludan yang terendah. Lebar PKP (pohon ke pohon) guludan sebesar 13 cm. Dari grafik dapat dilihat bahwa rata-rata guludan mempunyai puncak yang melebar dan mempunyai tinggi antara -23 cm. 2. Kelurusan alur rumpun tebu Pengukuran kelurusan alur rumpun tebu bertujuan untuk mengetahui tepat atau tidaknya rumpun tebu berada di tengah guludan. Pengukuran dilakukan menggunakan mistar dan meteran. Kelurusan alur rumpun tebu akan berpengaruh pada tepatnya pisau piringan mengenai rumpun tebu. Selain itu dilakukan juga pengukuran diameter dan jumlah tunggul tebu dalam satu rumpun. Pengukuran dilakukan pada sepuluh baris yang diamati dengan panjang tiap baris 1 meter. Hasil pengukuran diperlihatkan pada Gambar 2. posisi kesamping (cm) Baris posisi tunggul rumpun tebu posisi kesamping (cm) Baris posisi tunggul rumpun tebu Gambar 2. Posisi rumpun tebu dari tengah guludan

44 posisi kesamping (cm) Baris posisi tunggul rumpun tebu posisi kesamping (cm) Baris posisi tunggul rumpun tebu posisi kesamping (cm) Baris posisi tunggul rumpun tebu posisi kesamping (cm) Baris posisi tunggul rumpun tebu Gambar 2 (lanjutan). Posisi rumpun tebu dari tengah guludan

45 posisi kesamping (cm) Baris posisi tunggul rumpun tebu posisi kesamping (cm) Baris posisi tunggul rumpun tebu posisi kesamping (cm) Baris posisi tunggul rumpun tebu posisi kesamping (cm) Baris posisi tunggul rumpun tebu Gambar 2 (lanjutan). Posisi rumpun tebu dari tengah guludan

46 Gambar 2 menunjukkan grafik kelurusan alur rumpun tebu yang diamati. Posisi rumpun tebu diukur dari tengah guludan (garis acuan y = ). Titik-titik pada grafik menunjukkan posisi rumpun tebu dari tengah guludan. Dari hasil pengamatan diketahui jumlah tunggul dalam satu rumpun berkisar antara 1 sampai 8 tunggul dengan rata-rata 2 tunggul. Diameter tunggul rata-rata 2.2 cm dengan diameter terkecil 1.2 cm dan terbesar 3. cm. Dari grafik terlihat bahwa kerapatan (jarak tanam) dan jumlah rumpun tebu dari setiap baris yang diamati beragam. Posisi rumpun tebu kurang lurus di tengah dan cukup banyak yang menjauhi garis tengah dengan penyimpangan rata-rata 8.21 cm dan penyimpangan terbesar 2 cm. Penyimpangan terjadi karena tebu tumbuh melebar. Banyaknya tebu yang tumbuh melebar diduga terjadi karena pengaruh roda traktor dan hujan yang menggeser tanah. Penyimpangan terbesar posisi tanaman tebu dari tengah guludan mencapai 2 cm, ini berarti daerah tunggul yang harus dikepras sebesar cm. Dengan pengaturan tilt angle 2 o dan disc angle 4 o pada piringan pemotong, lebar pemotongan yang akan diperoleh ±2 cm. Dengan demikian, lebar pemotongan alat perlu diperbesar agar semua tunggul dapat terkepras. Tabel pengukuran kelurusan alur rumpun tebu dapat dilihat pada Lampiran 4. B. Pengujian Lapang Pengujian lapang alat kepras PINTAR prototipe-2 dilakukan di lahan PG Jatitujuh daerah Rancabugang petak 12 pada lahan bibit (KBD) ratoon I. Lahan ini mempunyai tekstur tanah lempung liat berdebu (lahan ringan/sedang) dengan kandungan pasir 14.8%, debu 1.% dan liat 34.78%. Pada saat pengujian di lapangan ditemui beberapa permasalahan sehingga perlu dilakukan modifikasi pada alat kepras. Pada pengujian pertama, poros shock penyambung antara poros output gearbox dan universal joint piringan pemotong patah (Gambar 26) setelah pengeprasan berjalan tidak terlalu lama. Hal ini mengakibatkan piringan pemotong tidak dapat berputar dan proses pengeprasan terhenti. Patahan pada poros shock terjadi karena poros output gearbox tidak sejajar (center) dengan poros universal joint ditambah kondisi tanah yang keras 3

47 dan kering menyebabkan poros shock penyambung mengalami beban puntir yang besar sehingga poros patah. Gambar 26. Poros shock patah karena beban puntir Untuk mengatasi hal di atas, maka shock yang patah tersebut disambung kembali ke universal joint dengan cara di las. Dengan pengelasan diharapkan sambungan kuat dan tidak mudah patah. Setelah itu, posisi gearbox diperbaiki pada dudukannya agar poros outputnya center dengan poros universal joint. Dengan perbaikan tersebut, pengeprasan dapat dilakukan kembali dan tidak mengalami masalah lagi pada sambungan gearbox dan piringan pemotong. Perbaikan dilakukan di bengkel implemen traktor PG Jatitujuh. Hasil perbaikan diperlihatkan pada Gambar 27. Gambar 27. Hasil perbaikan penyambung antara gearbox dan piringan pemotong

48 Pada saat pengujian juga diketahui bahwa serasah tebu sisa tebangan di lahan mengganggu proses pengukuran torsi. Ketika pengeprasan berlangsung, serasah terbawa berputar bersama piringan pemotong membelit kabel slip ring sehingga pembacaan nilai strain terganggu. Untuk mengatasi hal tersebut maka dibuat suatu pelindung yang melindungi slip ring dari serasah tebu sisa tebangan. Pelindung terbuat dari plat yang dibentuk melingkar dan dibaut pada piringan pemotong (Gambar 28). Gambar 28. Pelindung slip ring Dengan pemakaian pelindung ini, serasah yang terbawa berputar bersama piringan tidak membelit kabel slip ring lagi. Pelindung ini juga berfungsi untuk melindungi slip ring dari tanah yang terhempas piringan pemotong pada saat pengeprasan. Setelah semua modifikasi selesai, maka dilakukan pengujian kedua (Gambar 29). Pengujian kedua dilakukan satu minggu setelah pengujian pertama. Kondisi tanah pada saat pengujian agak basah karena turun hujan satu hari sebelumnya. Lamanya rentang waktu antara pengujian pertama dan kedua dikarenakan pengerjaan modifikasi yang membutuhkan waktu, ketersediaan traktor yang minim di bengkel karena terpakai untuk pengerjaan pemupukan yang masih berjalan di PG Jatitujuh serta faktor cuaca yang sering turun hujan. Jika traktor masuk ke lahan pada waktu tanah masih sangat basah maka roda traktor akan ambles dan terjadi slip. Untuk itu, pengujian dilakukan ketika tanah sudah agak kering. Pada pengujian kedua dilaksanakan, tanaman tebu sudah mulai tumbuh. 32

49 Gambar 29. Pengujian lapang setelah modifikasi 1. Kecepatan maju dan kapasitas lapang pengeprasan Kecepatan maju rata-rata yang diharapkan pada operasi alat kepras adalah sekitar.2 m/s. Nilai ini berdasarkan hasil pengujian sebelumnya oleh Feri (28) di Laboratorium Lapangan Leuwikopo IPB Dramaga Bogor sebesar.227 m/s sampai.277 m/s. Pada kecepatan ini kapasitas lapang pengeprasan yang diperoleh adalah.12 Ha/jam (pengeprasan baris tebu 1 tunggul, tebu 2 tunggul, tebu 3 tunggul dengan kecepatan maju.277m/s) dan.1 Ha/jam (pengeprasan rumpun tebu 4-6 tunggul dan rumpun tebu >6 tunggul dengan kecepatan maju.227 m/s) dengan lebar PKP 12 cm. Untuk mendapatkan kecepatan yang diinginkan, terlebih dahulu dilakukan pengujian pada traktor. Pengujian dilakukan dengan cara menghitung waktu tempuh untuk jarak 1 m. Posisi tuas perseneling primer-sekunder yang dipakai yaitu C-3 memakai reducer (tambahan perseneling pada traktor untuk memperlambat laju). Dari hasil pengujian traktor didapatkan kecepatan maju sebesar.236 m/s. Besar kecepatan ini masih berada dalam selang yang diizinkan untuk operasi alat kepras. Untuk selanjutnya, posisi tuas yang dipakai pada saat pengeprasan berlangsung adalah C-3 dengan reducer. Sistem perseneling pada traktor yang dipakai diperlihatkan pada Gambar 3.

50 Perseneling primer Reducer Perseneling sekunder Gambar 3. Sistem perseneling pada traktor John Deere 6 Tabel 3 menunjukkan hasil pengujian kecepatan maju traktor pada saat pengeprasan. Kecepatan maju terendah.216 m/s dan tertinggi.21 m/s dengan rata-rata.238 m/s. Kapasitas lapang teoritisnya sebesar.116 Ha/jam dengan asumsi lebar pengolahan yang dipakai adalah jarak PKP (pohon ke pohon) 13 cm. Dengan asumsi waktu kerja sama dengan jumlah waktu tiap baris yang diukur ditambah waktu belok rata-rata detik dan luas lahan yang diolah 13 m 2, maka kapasitas lapang efektifnya.1 Ha/jam. Tabel 3. Hasil pengukuran kecepatan maju pengeprasan Baris Jarak (m) Waktu (s) Kecepatan (m/s) Rata-rata

51 2. Kecepatan putar piringan Kecepatan putar piringan diukur menggunakan digital tachometer. Pengukuran dilakukan pada poros gearbox alat kepras. Dengan rasio gearbox 1:1 maka kecepatan putar piringan saat pengoperasian sama dengan kecepatan putaran PTO traktor. Kecepatan putar PTO traktor yang digunakan adalah 4 rpm. Putaran piring yang terukur berkisar antara 6-64 rpm dengan rata-rata putaran 62 rpm. 3. Torsi pemotongan Pengukuran torsi bertujuan untuk mengetahui besarnya nilai torsi pemotongan pada saat pengeprasan tebu berlangsung. Pengukuran dilakukan pada sepuluh baris yang diamati. Setiap baris mempunyai jumlah tunggul dan kerapatan yang beragam. Jumlah tunggul dan kerapatan tiap baris dapat dilihat pada Lampiran 3. Pembacaan nilai torsi yang terukur pada handy strain meter dimulai pada saat mulai terjadi pemotongan. Pengeprasan dilakukan pada posisi piringan masuk ke dalam tanah. torsi pemotongan (Nm) torsi pemotongan (Nm) Baris µ = Nm σ = pengukuran ke- torsi pemotongan Baris µ = 32.3 Nm σ = 22.9 pengukuran ketorsi pemotongan Gambar 31. Grafik torsi pemotongan tunggul tebu

52 torsi pemotongan (Nm) torsi pemotongan (Nm) torsi pemotongan (Nm) torsi pemotongan (Nm) Baris µ = Nm σ = µ = Nm σ = µ = Nm σ = pengukuran ke- torsi pemotongan Baris pengukuran ke- torsi pemotongan Baris pengukuran ke- torsi pemotongan Baris µ = Nm σ = pengukuran ke- torsi pemotongan Gambar 31 (lanjutan). Grafik torsi pemotongan tunggul tebu

53 torsi pemotongan (Nm) torsi pemotongan (Nm) torsi pemotongan (Nm) torsi pemotongan (Nm) µ = Nm σ = µ = 14.9 Nm σ = µ =.62 Nm σ = Baris pengukuran ke- torsi pemotongan Baris pengukuran ketorsi pemotongan Baris pengukuran ketorsi pemotongan Baris µ = 11.6 Nm σ = pengukuran ke- torsi pemotongan Gambar 31 (lanjutan). Grafik torsi pemotongan tunggul tebu

54 Gambar 31 menunjukkan grafik torsi pemotongan tunggul tebu. Pada baris 1 nilai torsi rata-rata Nm dengan torsi minimum.78 Nm dan torsi maksimum 9.64 Nm. Pada akhir baris torsi yang terbaca besar, hal ini dikarenakan jumlah tunggul tebu yang dikepras cukup banyak lebih dari jumlah tunggul rata-rata. Jumlah tunggul rata-rata yang dikepras pada baris ini 3 tunggul. Pada baris 2 nilai torsi rata-rata 32.3 Nm dengan torsi minimum 1.82 Nm dan torsi maksimum 9.9 Nm. Jumlah tunggul rata-rata yang dikepras adalah 2 tunggul. Nilai torsi rata-rata lebih besar dari baris padahal jumlah tunggul ratarata yang dikepras hanya 2 tunggul. Hal ini mungkin dikarenakan piringan terlalu dalam masuk ke tanah sehingga kerja piringan menjadi berat. Pada baris 3 nilai torsi rata-rata Nm dengan torsi minimum.26 Nm dan torsi maksimum 6.93 Nm. Jumlah tunggul rata-rata yang dikepras 2 tunggul. Nilai torsi rata-rata baris ini lebih kecil dari baris 1, ini karena rata-rata jumlah tunggul yang dikepras hanya 2 tunggul. Pada baris 4 nilai torsi rata-rata Nm dengan torsi minimum 1.6 Nm dan torsi maksimum Nm. Jumlah tanaman tebu pada baris ini cukup banyak dengan jumlah tunggul rata-rata yang dikepras 3 tunggul tetapi nilai torsi rataratanya lebih kecil dari baris 1, 2 dan 3. Hal ini terjadi karena tidak banyak tunggul yang terkepras disebabkan posisi tunggul melebar tidak berada pada daerah pemotongan pisau, sehingga nilai torsi relatif kecil. Pada baris nilai torsi rata-rata Nm dengan torsi minimum 1.3 Nm dan torsi maksimum 31.1 Nm. Jumlah tunggul rata-rata yang dikepras adalah 2 tunggul. Nilai torsi pada baris ini lebih kecil dari baris 3 yang mempunyai jumlah tunggul rata-rata yang sama, hal ini dikarenakan jumlah tanaman yang dikepras lebih sedikit sehingga kerja piringan tidak terlalu berat. Pada baris 6 nilai torsi rata-rata Nm dengan torsi minimum.26 Nm dan torsi maksimum Nm. Jumlah tunggul rata-rata yang dikepras 2 tunggul. Dari grafik terlihat peningkatan torsi pada pembacaan ke-27, hal ini mungkin dikarenakan piringan terlalu dalam masuk tanah atau mengenai benda keras seperti batu sehingga torsi yang terbaca besar. Pada baris 7 nilai torsi rata-rata Nm dengan torsi minimum.2 Nm dan torsi maksimum 1.33 Nm. Jumlah tunggul rata-rata yang dikepras 2 tunggul. 38

55 Pada baris 8 nilai torsi rata-rata 14.9 Nm dengan torsi minimum.78 Nm dan torsi maksimum Nm. Jumlah tunggul rata-rata yang dikepras pada baris ini adalah 2 tunggul. Pada baris 9 rata-rata nilai torsi.62 Nm dengan torsi minimum.2 Nm dan torsi maksimum 7.33 Nm. Jumlah tunggul rata-rata yang dikepras pada baris ini adalah 2 tunggul. Pada baris 1 nilai torsi rata-rata 11.6 Nm torsi minimum sebesar.2 Nm dan torsi maksimum Nm. Jumlah tunggul rata-rata yang dikepras 2 tunggul. Sama seperti baris 4, maka nilai torsi rata-rata yang kecil pada baris ini juga dikarenakan tidak semua tunggul terkepras. Banyak tunggul yang tidak berada pada daerah pemotongan pisau, sehingga nilai torsi relatif kecil. Hasil pengujian menunjukkan besarnya torsi pengeprasan berkisar antara 11.6 Nm sampai 32.3 Nm dengan rata-rata 2.6 Nm. Jumlah tunggul rata-rata yang dikepras yaitu 2 tunggul, minimum 1 tunggul dan maksimal 8 tunggul. Dengan demikian dapat disimpulkan untuk pengeprasan rata-rata 2 tunggul tebu pada lahan ringan/sedang ratoon I dibutuhkan torsi sebesar 2.6 Nm. Grafik torsi pengeprasan maksimum tiap baris dapat dilihat pada Gambar 32. Torsi pemotongan (Nm) µ = 77.3 Nm σ = Torsi maksimum Baris ke- Torsi maksimum tiap baris Gambar 32. Grafik torsi maksimum Besarnya torsi pemotongan dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu kedalaman pengeprasan, banyaknya jumlah tunggul yang dikepras, dan kondisi tanah. Torsi meningkat seiring dengan meningkatnya kedalaman pengeprasan dan banyaknya jumlah batang tebu yang dikepras. Kedalaman pengeprasan diatur menggunakan

56 roda pengatur kedalaman, namun roda ini terkadang ambles karena kondisi tanah yang agak basah. Untuk mengatasi hal tersebut maka kedalaman pengeprasan diatur menggunakan hidrolik traktor sehinggga diperlukan keterampilan yang baik dari operator. Nilai torsi menurun ketika alat kepras terangkat akibat pengaturan hidrolik yang kurang tepat. Semakin tinggi alat kepras terangkat maka semakin sedikit tunggul terpotong karena akan sedikit memotong tunggul sehingga nilai torsi relatif kecil. C. Pengamatan Hasil Keprasan Pengamatan hasil keprasan dilakukan setelah pengeprasan berlangsung. Hasil keprasan yang diamati antara lain bentuk guludan setelah pengeprasan dan perkecambahan tanaman tebu. 1. Profil guludan dan hasil potongan tebu setelah pengeprasan Pengukuran profil guludan setelah pengeprasan dilakukan dengan cara yang sama seperti pengukuran profil guludan sebelum pengeprasan. Kedua profil ini kemudian dibandingkan untuk melihat perbedaannya dan menghitung kedalaman keprasan. Profil guludan setelah pengeprasan ditunjukkan pada Gambar sebelum kepras setelah kepras sebelum kepras setelah kepras sebelum kepras setelah kepras sebelum kepras setelah kepras Gambar 33. Profil guludan hasil pengeprasan

57 Dari grafik pada Gambar 33 terlihat bentuk keprasan menyerupai huruf U. Kedalaman keprasan beragam tergantung pada keterampilan operator dalam mengendalikan traktor. Kedalaman rata-rata pengeprasan 8.2 cm dengan kedalaman minimum cm dan kedalaman maksimum 12.7 cm. Kedalaman keprasan beragam, hal ini dikarenakan bentuk tanah pada jalur roda pengatur ketinggian tidak rata. Pengeprasan pada kedalaman rata-rata 8.2 cm sudah memadai. Pengeprasan dianjurkan tidak lebih dalam lagi karena perakaran pada tebu ratoon I tidak terlalu dalam. Pada saat pengamatan diketahui bahwa piringan yang terlalu dalam masuk ke tanah dapat mengenai bibit tanaman pertama yang masih berada di dalam tanah sehingga resiko tunggul tercabut besar. Batang roda pengatur kedalaman sebaiknya dibuat lebih panjang dan kokoh untuk mengantisipasi apabila digunakan pada lahan dengan guludan yang lebih tinggi. Kedalaman keprasan yang diamati disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Kedalaman keprasan pada tiap guludan yang diamati Guludan Kedalaman (cm) Rata-rata 8.2 Max 12.7 Min. Std 2. 41

58 Baris Titik Tabel. Lebar pemotongan aktual Lebar (cm) Ratarata Max Min Std Tabel menunjukkan hasil pengukuran lebar pemotongan aktual. Pengukuran lebar pemotongan diambil tiga titik pada tiap baris. Hasil pengukuran menunjukkan besarnya lebar pemotongan aktual rata-rata cm dengan lebar minimum 17 cm dan lebar maksimum 26 cm. Lebar pemotongan rata-rata sudah mendekati lebar yang diharapkan yaitu 2 cm namun dengan lebar pemotongan tersebut masih banyak tebu yang tidak terkepras. Dari hasil pengamatan, cukup banyak tebu hanya terpotong sebagian karena lebar pemotongan yang kurang besar. Dengan demikian lebar pemotongan alat kepras perlu diperbesar agar dapat memotong seluruh tunggul. Lebar pemotongan dapat diperbesar lagi dengan memperbesar tilt angle piringan. Hasil pengeprasan tebu pada putaran piringan 4 rpm cenderung menghasilkan permukaan potong yang pecah pada bagian tepi tunggul. Hasil keprasan yang pecah biasanya terjadi pada tunggul yang tumbuh menyamping/miring. Hasil keprasan yang baik atau tidak pecah memiliki permukaan potong tunggul yang rata dan tunggul tidak belah. Hasil keprasan yang baik biasanya terdapat pada tunggul yang tumbuh vetikal/tegak lurus dan berada di tengah guludan. Untuk mendapatkan hasil potongan yang baik sebaiknya pisau piringan selalu tajam. Tunas dapat tumbuh bila tunggul hasil keprasan tidak terbelah namun bila tunggul terbelah maka kemungkinan besar tunas tidak tumbuh dikarenakan tunggul mati. Pada saat pengeprasan ditemukan tunggul yang tercabut dari dalam tanah, ini dikarenakan perakaran tebu dangkal dan kondisi tanah yang basah. Tanah yang basah tidak cukup kuat kuat menahan tunggul saat dikepras sehingga tunggul mudah tercabut. Foto dan gambar hasil pengeprasan dapat dilihat pada Gambar

59 Gambar 34. Hasil keprasan tidak pecah Gambar 3. Hasil keprasan pecah 43

60 Gambar 36. Tunggul tercabut Gambar 37. Bentuk guludan setelah pengeprasan 2. Perkecambahan tanaman tebu Perkecambahan tebu hasil keprasan diamati mulai dari satu minggu sampai enam minggu setelah pengeprasan. Parameter yang diamati adalah jumlah anakan dan tinggi tebu. Tinggi tebu dihitung dari permukaan tanah hingga pangkal daun teratas (Gambar 38). Tanaman tebu yang diamati terdiri dari tebu 1 tunggul, 2 tunggul, 3 tunggul, dan lebih dari 4 tunggul. Pada awal pengamatan yaitu satu minggu setelah kepras (1 msk), pertumbuhan tunas tebu mulai terlihat (Gambar 39). Jumlah tunas rata-rata tebu 1 tunggul

61 sebanyak 1 batang, tebu 2 tunggul 3 batang, tebu 3 tunggul 3 batang dan tebu lebih dari 4 tunggul 4 batang. Setelah tunas mulai tumbuh, antara 1-4 msk, tanaman keprasan dibumbun untuk mengurangi penguapan. Hasil pengamatan jumlah anakan tebu dapat dilihat pada Tabel 6. Tinggi tebu Gambar 38. Tinggi tanaman tebu Jumlah tunas tebu bertambah dari umur 1 msk hingga 4 msk. Pada masa 4 msk, jumlah tunas rata-rata tebu 1 tunggul sebanyak 2 batang, tebu 2 tunggul sebanyak 4 batang, tebu 3 tunggul sebanyak 4 batang dan tebu lebih dari 4 tunggul sebanyak 9 batang. Tinggi rata-rata tebu 1 tunggul. cm, tebu 2 tunggul 17.8 cm, tebu 3 tunggul 17.6 cm, dan tebu lebih dari 4 tunggul 23.2 cm. Pertumbuhan anakan tertinggi terjadi pada tebu lebih dari 4 tunggul dan terendah pada tebu 1 tunggul. Pertambahan anakan tebu sudah tidak terlihat lagi hingga tebu berumur 6 msk. Pengamatan pertumbuhan tebu hasil keprasan menunjukkan bahwa banyaknya jumlah anakan tebu dipengaruhi oleh banyaknya jumlah tunggul yang dikepras dan kualitas hasil keprasan. Semakin banyak tunggul yang dikepras maka jumlah anakan akan lebih banyak. Hasil keprasan yang bagus dan tidak pecah menghasilkan anakan lebih baik dari hasil keprasan yang pecah.

62 Gambar 39. Perkecambahan tebu pada umur 1 msk Tabel 6. Jumlah anakan tebu setelah kepras Jumlah Jumlah anak tunggul 1 msk 2 msk 3 msk 4 msk msk 6 msk rata-rata rata-rata rata-rata > rata-rata

63 Pertumbuhan tinggi tanaman tebu setelah kepras dapat dilihat pada Tabel 7. Rata-rata pertambahan tinggi tanaman tebu setiap minggunya sampai minggu keenam pada tebu 1 tunggul adalah 4. cm, tebu 2 tunggul 4.9 cm, tebu 3 tunggul.8 cm, dan tebu >4 tunggul 7.3 cm. Pertambahan tinggi tebu >4 tunggul adalah yang tertinggi. Dari grafik (Gambar 38) terlihat bahwa pertumbuhan tebu >4 tunggul tertinggi dari yang lainnya. Tabel 7. Tinggi anakan tebu keprasan Jumlah Tinggi (cm) tunggul 1 msk 2 msk 3 msk 4 msk msk 6 msk rata-rata rata-rata rata-rata > rata-rata

64 Tinggi (cm) tunggul 2 tunggul 3 tunggul > 4 tunggul Minggu ke- Gambar 4. Grafik pertumbuhan tanaman tebu Hasil penelitian ini merupakan gambaran secara umum pengujian alat kepras PINTAR di lahan tebu PG Jatitujuh. Hasil keprasan dengan alat kepras PINTAR belum dibandingkan dengan hasil keprasan secara manual dan dengan hasil metode cut and go. Pengujian hanya dilakukan pada satu jenis kondisi lahan karena keterbatasan lahan dan cuaca. Untuk kedepannya, sebaiknya dilakukan pengujian pada berbagai kondisi lahan, tingkat kecepatan maju traktor, dan kecepatan putar piringan yang lebih tinggi. Pengujian lebih baik dilakukan pada musim tebang karena pada musim ini tersedia banyak lahan yang dapat dikepras dengan berbagai kondisi.

65 IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Profil guludan yang diamati mempunyai lebar PKP (pohon ke pohon) 13 cm dengan ketinggian guludan antara -23 cm. Rata-rata guludan yang diamati mempunyai puncak yang melebar. 2. Posisi tanaman tebu kurang lurus di tengah dan cukup banyak yang menjauhi garis tengah guludan. Hal ini diduga pengaruh hujan dan roda traktor yang menggeser tanah sehingga pertumbuhan tebu menyamping. Penyimpangan pertumbuhan tebu dari tengah guludan rata-rata 8.21 cm dengan penyimpangan terbesar 2 cm, sehingga untuk memotong tunggul yang memiliki penyimpangan terbesar, lebar pemotongan alat perlu diperbesar lagi. 3. Dari hasil pengujian lapang dengan kecepatan maju pengeprasan.238 m/s dan lebar PKP 13 cm didapatkan kapasitas lapang teoritis pengeprasan sebesar.116 Ha/jam. 4. Torsi pengeprasan meningkat seiring dengan meningkatnya kedalaman pengeprasan dan banyaknya jumlah tunggul yang dikepras. Torsi pengeprasan berkisar antara 11.6 Nm sampai 32.3 Nm dengan rata-rata 2.6 Nm. Jumlah tunggul rata-rata tebu yang dikepras yaitu 2 tunggul. Dengan demikian dapat disimpulkan untuk pengeprasan rata-rata 2 tunggul tebu dengan putaran piringan 4 rpm pada lahan ringan/sedang ratoon I dibutuhkan torsi sebesar 2.6 Nm. Dengan putaran piringan 4 rpm cenderung menghasilkan permukaan potong yang pecah pada bagian tepi tunggul.. Hasil pengukuran profil guludan setelah kepras menunjukkan bentuk keprasan berbentuk U atau miring. Kedalaman pengeprasan antara cm sampai 12.7 cm dengan kedalaman rata-rata 8.2 cm. Lebar pemotongan aktual antara 17 cm sampai 26 cm dengan rata-rata cm. 6. Pengamatan pertumbuhan tebu hasil keprasan menunjukkan bahwa banyak jumlah anakan dipengaruhi oleh banyaknya jumlah tunggul yang dikepras dan kualitas hasil keprasan. Semakin banyak tunggul yang dikepras maka jumlah anakan akan lebih banyak. Hasil keprasan yang bagus dan tidak pecah menghasilkan anakan lebih baik dari hasil keprasan yang pecah. 49

66 B. Saran 1. Pisau piringan sebaiknya diasah terlebih dahulu sebelum pengeprasan agar diperoleh hasil keprasan yang baik. 2. Lebar pemotongan alat perlu diperbesar lagi dengan memperbesar tilt angle agar memaksimumkan jumlah tunggul yang terkepras. 3. Batang roda pengatur kedalaman agar dibuat lebih panjang dan kokoh untuk mengantisipasi apabila digunakan pada lahan dengan guludan yang lebih tinggi. Lebih baik lagi jika mekanisme roda pengatur kedalaman menggunakan sistem pegas sehingga dapat mengikuti alur tanah yang dilalui. 4. Sebaiknya alat kepras diuji pada berbagai kondisi lahan di PG Jatiujuh, tingkat kecepatan maju, dan kecepatan putar piringan yang lebih tinggi. Perlu pembanding antara tebu yang dikepras dengan alat kepras PINTAR, kepras manual dan tebu yang tidak dikepras (cut and go).

67 DAFTAR PUSTAKA Alcock R Tractor-Implement Systems. USA: The AVI Publishing Company. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Alat dan Mesin Pertanian 3. Jakarta: Depdikbud. Eshelman PV Tractors and Crawlers. 2 nd edition. USA: American Technical Society. Feri. 28. Pengujian Prototipe Alat Kepras Tebu Tipe Piringan Berputar. Skripsi. Bogor: Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Koswara E Pengaruh kedalaman kepras terhadap pertunasan tebu. Prosiding Seminar Budidaya Tebu Lahan Kering, Pasuruan, 23-2 November P3GI. hlm Lisyanto, Sembiring EN, Suastawa IN, Radite PAS, Djoefrie MHB. 2. Karakteristik lahan dan tunggul tebu sisa panen: Kajian awal untuk perancangan alat dan mesin kepras tebu. Di dalam: Peran Serta Teknik Pertanian dalam Usaha Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan dalam Rangka Meningkatkan Ketahanan Pangan. Prosiding Seminar Nasional Tahunan, Bandung, -16 November 2. Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia. hlm 1-8. Lisyanto. 27. Evaluasi Parameter Desain Piring Pengolah Tanah Diputar Untuk Pengepras Tebu Lahan Kering. Disertasi. Bogor: Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Persson S Mechanics of Cutting Plant Material. Michigan: American Society of Agricultural Engineers. Pratomo Moejiarto, A Kohar Irwanto Alat dan Mesin Pertanian. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Radite PAS. 27. Pengembangan Mesin Pengepras Tebu Tipe Powered Disc. Laporan Hasil Penelitian. Institut Pertanian Bogor dan Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Rosadi HY, Erry RN, Manifas Z, Priyambodo, Pranoto E, Lusina W, Dyan V. 24. Manajemen Industri Gula Nasional. Jakarta: PPKIT, BPPT. Saputro HA. 27. Desain dan Pengujian Alat Kepras Tebu Tipe Piringan Berputar. Skripsi. Bogor: Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 1

68 Smith HP, LH Wilkens Mesin dan Peralatan Usaha Tani. Tri Purwadi. Terjemahan. Farm Machinery and Equipment. Gajah Mada University Press. Sutardjo E Budidaya Tanaman Tebu. Jakarta: Bumi Aksara. Wardojo, C Nugroho SP Konservasi Tanah Pada Budidaya Tebu di Lahan Kering. Surakarta: Dephut, Balitbang Kehutanan. 2

69 Lampiran 1. Tabel pengukuran profil guludan Tinggi Relief Meter (cm) Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah

70 Lanjutan Tinggi Relief Meter (cm) Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah

71 Lanjutan Tinggi Relief Meter (cm) Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah

72 Lanjutan Tinggi Relief Meter (cm) Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah

73 Lampiran 2. Profil guludan sebelum dikepras Guludan sebelum kepras Guludan sebelum kepras Guludan sebelum kepras Guludan sebelum kepras Guludan sebelum kepras Guludan sebelum kepras Guludan sebelum kepras Guludan sebelum kepras Guludan sebelum kepras Guludan sebelum kepras 7

74 Lanjutan Guludan sebelum kepras Guludan sebelum kepras Guludan sebelum kepras Guludan sebelum kepras Guludan sebelum kepras Guludan sebelum kepras Guludan sebelum kepras Guludan sebelum kepras Guludan sebelum kepras Guludan sebelum kepras 8

75 Lampiran 3. Profil guludan hasil pengeprasan Guludan sebelum kepras setelah kepras Guludan sebelum kepras setelah kepras Guludan sebelum kepras setelah kepras Guludan sebelum kepras setelah kepras Guludan sebelum kepras setelah kepras Guludan sebelum kepras setelah kepras Guludan sebelum kepras setelah kepras Guludan sebelum kepras setelah kepras Guludan sebelum kepras setelah kepras Guludan sebelum kepras setelah kepras 9

76 Lanjutan Guludan sebelum kepras setelah kepras Guludan sebelum kepras setelah kepras Guludan sebelum kepras setelah kepras Guludan sebelum kepras setelah kepras Guludan sebelum kepras setelah kepras Guludan sebelum kepras setelah kepras Guludan sebelum kepras setelah kepras Guludan sebelum kepras setelah kepras Guludan sebelum kepras setelah kepras sebelum kepras Guludan 2 setelah kepras 6

77 Lampiran 4. Tabel pengukuran kelurusan tebu Keterangan : JT = Jumlah tunggul 61

78 Lanjutan Keterangan : JT = Jumlah tunggul 62

79 Lanjutan Keterangan : JT = Jumlah tunggul 63

80 Lampiran. Perhitungan kapasitas lapang KLT =.36 (v Lp) Ha/jam Asumsi lebar pengolahan adalah lebar PKP = 13 cm Kecepatan maju rata-rata =.238 m/s KLT =.116 Ha/jam KLE =.36 (luas/waktu kerja) Ha/jam Asumsi luas yang diolah 1 m 1.3 m = 13 m 2 dan waktu belok rata-rata detik KLE =.1 Ha/jam 64

81 Lampiran 6. Torsi pengeprasan 6

82 Lanjutan 66

83 Lampiran 7. Tabel pengamatan pertumbuhan tebu 67 Jumlah tunggul Sampel ke- Jmlh anak Tinggi (cm) Tinggi (cm) Tinggi (cm) Tinggi (cm) Tinggi (cm) Tinggi (cm) Jmlh anak Jmlh anak Jmlh anak Jmlh anak Jmlh anak 28/11/28 /12/28 12/12/28 18/12/28 28/12/28 1/1/ Rata Rata Rata > Rata

84 Lampiran 8. Gambar alat kepras tebu tipe piringan berputar Alat kepras dipenuhi serasah setelah pengeprasan Pengambilan serasah dari piringan pemotong Universal joint sebagai penyalur tenaga putar Slip ring dan bridge box Sistem penyambung pada piringan pemotong memakai joint

85 Lampiran 9. Gambar hasil keprasan Keprasan tidak pecah Keprasan pecah Tunggul terpotong sebagian Tunggul tercabut dari akarnya

86 Lampiran 1. Gambar pertumbuhan tebu hasil keprasan Tunas tebu berumur 1 msk

87 Lanjutan Tunas tebu berumur 3 msk Tunas tebu berumur 4 msk Tunas tebu berumur msk Tunas tebu berumur 6 msk

88 Lampiran 11. Skema pengeprasan tebu dan pengukuran torsi pemotongan Handy strain meter Bridge box Slip ring Strain gages

UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F

UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F14104084 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR vii UJI

Lebih terperinci

PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : FERI F

PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : FERI F PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR Oleh : FERI F14103127 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Tebu Ratoon

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Tebu Ratoon TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Tebu Ratoon Saat ini proses budidaya tebu terdapat dua cara dalam penanaman. Pertama dengan cara Plant Cane dan kedua dengan Ratoon Cane. Plant Cane adalah tanaman tebu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Tebu

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Tebu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Tebu Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tumbuhan monokotil dari famili rumputrumputan (Gramineae) yang merupakan tanaman untuk bahan baku gula. Batang tanaman tebu memiliki

Lebih terperinci

DESAIN DAN PENGUJIAN ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : HAMZAH AJI SAPUTRO F

DESAIN DAN PENGUJIAN ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : HAMZAH AJI SAPUTRO F DESAIN DAN PENGUJIAN ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR Oleh : HAMZAH AJI SAPUTRO F14103078 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 KATA PENGANTAR Puji

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Nopember 2010 September 2011. Perancangan dan pembuatan prototipe serta pengujian mesin kepras tebu dilakukan di Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman tebu untuk keperluan industri gula dibudidayakan melalui tanaman pertama atau plant cane crop (PC) dan tanaman keprasan atau ratoon crop (R). Tanaman keprasan merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Guludan dan Tunggul Tebu Sisa Panen

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Guludan dan Tunggul Tebu Sisa Panen HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Guludan dan Tunggul Tebu Sisa Panen Kondisi lahan di PG Jatitujuh setelah penebangan umumnya tertutup oleh serasah atau pucuk-pucuk tebu sisa pemanenan. Serasah tersebut

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Penelitian Alat dan Bahan untuk Penelitian Pendahuluan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Penelitian Alat dan Bahan untuk Penelitian Pendahuluan 37 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian pendahuluan mengenai bentuk dan dimensi guludan tanaman keprasan, tahanan penetrasi dan tahanan geser tanah, gaya cabut satu rumpun tunggul tebu

Lebih terperinci

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh : ARI SEMBODO F

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh : ARI SEMBODO F KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING Oleh : ARI SEMBODO F14101098 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2010 sampai dengan bulan Agustus 2010. Tempat penelitian dilaksanakan dibeberapa tempat sebagai berikut. 1) Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konstruksi Mesin Secara keseluruhan mesin kepras tebu tipe rotari terdiri dari beberapa bagian utama yaitu bagian rangka utama, bagian coulter, unit pisau dan transmisi daya (Gambar

Lebih terperinci

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F14103133 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

4 Akar Akar tebu terbagi menjadi dua bagian, yaitu akar tunas dan akar stek. Akar tunas adalah akar yang menggantikan fungsi akar bibit. Akar ini tumb

4 Akar Akar tebu terbagi menjadi dua bagian, yaitu akar tunas dan akar stek. Akar tunas adalah akar yang menggantikan fungsi akar bibit. Akar ini tumb 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tebu dan Morfologi Tebu Tebu adalah salah satu jenis tanaman monokotil yang termasuk dalam famili Poaceae, yang masuk dalam kelompok Andropogoneae, dan masuk dalam genus Saccharum.

Lebih terperinci

MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah)

MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah) MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah) OLEH: PRIAGUNG BUDIHANTORO F14103010 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga bulan September 2012 di Laboratorium Lapang Siswadhi Soepardjo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas

Lebih terperinci

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan Mengingat lahan tebu yang cukup luas kegiatan pencacahan serasah tebu hanya bisa dilakukan dengan sistem mekanisasi. Mesin pencacah

Lebih terperinci

Arzal Bili 1, Syafriandi 1, Mustaqimah 2 Program Studi Teknik pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Arzal Bili 1, Syafriandi 1, Mustaqimah 2 Program Studi Teknik pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala Pengaruh Kedalaman Keprasan Tebu dengan Menggunakan Mesin Kepras Traktor Roda Dua Terhadap Kualitas Keprasan dan Pertumbuhan Tunas Effect of Stubble Cane Cutting Depth by Using Cutting Machine Two Wheel

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DESAIN PENGGETAR MOLE PLOW Prototip mole plow mempunyai empat bagian utama, yaitu rangka three hitch point, beam, blade, dan mole. Rangka three hitch point merupakan struktur

Lebih terperinci

PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : FERI F

PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : FERI F PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR Oleh : FERI F14103127 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Simulasi putaran/mekanisme pisau pemotong tebu (n:500 rpm, v:0.5 m/s, k: 8)

METODE PENELITIAN. Simulasi putaran/mekanisme pisau pemotong tebu (n:500 rpm, v:0.5 m/s, k: 8) III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2011 di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Mesin dan Biosistem. Pelaksanaan penelitian terbagi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2010 sampai dengan April 2011. Tempat perancangan dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian IPB. Pengambilan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kondisi Serasah dan Lahan Setelah Panen Tebu

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kondisi Serasah dan Lahan Setelah Panen Tebu HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kondisi Serasah dan Lahan Setelah Panen Tebu Berdasarkan hasil survey lapangan di PG. Subang, Jawa barat, permasalahan yang dihadapi setelah panen adalah menumpuknya sampah

Lebih terperinci

DESAIN DAN PENGUJIAN ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : HAMZAH AJI SAPUTRO F

DESAIN DAN PENGUJIAN ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : HAMZAH AJI SAPUTRO F DESAIN DAN PENGUJIAN ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR Oleh : HAMZAH AJI SAPUTRO F14103078 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 KATA PENGANTAR Puji

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT

METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2009 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian Bengkel Metanium, Leuwikopo, dan lahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Kegiatan penelitian yang meliputi perancangan, pembuatan prototipe mesin penanam dan pemupuk jagung dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya

Lebih terperinci

DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh: ALAM MUHARAM F

DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh: ALAM MUHARAM F DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING Oleh: ALAM MUHARAM F14102005 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Simulasi Putaran Pisau Simulasi dilakukan untuk menduga bentuk putaran yang akan terjadi pada saat melakukan pengujian. Di samping itu dari hasil simulasi ini dapat diketahui

Lebih terperinci

DAYA DAN KUALITAS PEMOTONGAN TUNGGUL TEBU PADA BEBERAPA BENTUK PISAU DAN PITCH PEMOTONGANNYA SKRIPSI

DAYA DAN KUALITAS PEMOTONGAN TUNGGUL TEBU PADA BEBERAPA BENTUK PISAU DAN PITCH PEMOTONGANNYA SKRIPSI DAYA DAN KUALITAS PEMOTONGAN TUNGGUL TEBU PADA BEBERAPA BENTUK PISAU DAN PITCH PEMOTONGANNYA SKRIPSI ICHSAN GANTINA F14070046 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 CUTTING POWER AND

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Desember 2009 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Leuwikopo, Departemen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUJIAN PENDAHULUAN Pengujian ini bertujuan untuk merancang tingkat slip yang terjadi pada traktor tangan dengan cara pembebanan engine brake traktor roda empat. Pengujian

Lebih terperinci

PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI

PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

REKAYA DAN UJI KINERJA ALAT ROGES TEBU BAB I PENDAHULUAN

REKAYA DAN UJI KINERJA ALAT ROGES TEBU BAB I PENDAHULUAN REKAYA DAN UJI KINERJA ALAT ROGES TEBU BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Saat ini terjadi ketidak seimbangan antara produksi dan konsumsi gula. Kebutuhan konsumsi gula dalam negeri terjadi peningkatan

Lebih terperinci

Desain Alat Kepras Tebu dengan Tenaga Hand Traktor untuk Meningkatkan Mutu Tebu Keprasan ABSTRAK

Desain Alat Kepras Tebu dengan Tenaga Hand Traktor untuk Meningkatkan Mutu Tebu Keprasan ABSTRAK Desain Alat Kepras Tebu dengan Tenaga Hand Traktor untuk Meningkatkan Mutu Tebu Keprasan Syafrindi, Andriani Lubis, Kiman Siregar 1 Staf Pengajar Program Studi Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Unsyiah

Lebih terperinci

Jumlah serasah di lapangan

Jumlah serasah di lapangan Lampiran 1 Perhitungan jumlah serasah di lapangan. Jumlah serasah di lapangan Dengan ketinggian serasah tebu di lapangan 40 cm, lebar alur 60 cm, bulk density 7.7 kg/m 3 dan kecepatan maju traktor 0.3

Lebih terperinci

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA LPORN KHIR Insentif Riset SINas 2014 Desain dan Pengujian lat Pemanen dan Pengepras Tebu dengan Memodifikasi dan Memanfaatkan Tenaga Traktor Roda Dua RT-2014-1137 Bidang Prioritas Iptek: 10. Teknologi

Lebih terperinci

PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT TEBANG TEBU MANUAL TIPE TAJAK SKRIPSI. Oleh: OKTAFIL ULYA F

PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT TEBANG TEBU MANUAL TIPE TAJAK SKRIPSI. Oleh: OKTAFIL ULYA F PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT TEBANG TEBU MANUAL TIPE TAJAK SKRIPSI Oleh: OKTAFIL ULYA F14054386 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT

Lebih terperinci

V.HASIL DAN PEMBAHASAN

V.HASIL DAN PEMBAHASAN V.HASIL DAN PEMBAHASAN A.KONDISI SERASAH TEBU DI LAHAN Sampel lahan pada perkebunan tebu PT Rajawali II Unit PG Subang yang digunakan dalam pengukuran profil guludan disajikan dalam Gambar 38. Profil guludan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengukuran Titik Berat Unit Transplanter Pengukuran dilakukan di bengkel departemen Teknik Pertanian IPB. Implemen asli dari transplanter dilepas, kemudian diukur bobotnya.

Lebih terperinci

Analisis Kecepatan Maju Traktor dan Putaran Pisau Pemotong Pada Pengeprasan Tebu Ratoon

Analisis Kecepatan Maju Traktor dan Putaran Pisau Pemotong Pada Pengeprasan Tebu Ratoon Analisis Kecepatan Maju Traktor dan Putaran Pisau Pemotong Pada Pengeprasan Tebu Ratoon Analysis on Forward Speed of Tractor and The Spin of Cutter Knife on Ratoon Sugarcane Stubble Shaver Syafriandi *1)

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pembuatan Alat 3.1.1 Waktu dan Tempat Pembuatan alat dilaksanakan dari bulan Maret 2009 Mei 2009, bertempat di bengkel Laboratorium Alat dan Mesin Budidaya Pertanian, Leuwikopo,

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Tanaman tebu dalam dunia tumbuh-tumbuhan memiliki sistematika sebagai berikut : Kelas : Angiospermae Subkelas : Monocotyledoneae Ordo : Glumaceae Famili : Graminae

Lebih terperinci

3.1. Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

3.1. Waktu dan Tempat Bahan dan Alat III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga bulan September 2011 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Leuwikopo dan lahan percobaan Departemen Teknik

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM ARIEF SALEH

UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM ARIEF SALEH UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM Oleh : ARIEF SALEH F14102120 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Arief Saleh. F14102120.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A.WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai dengan Juni 2010. Desain pembuatan prototipe, uji fungsional dan uji kinerja dilaksanakan di Bengkel

Lebih terperinci

RONA TEKNIK PERTAI{IAN

RONA TEKNIK PERTAI{IAN rssn 208s-2614 RONA TEKNIK PERTAI{IAN Jurnal Ilmiah dan Pener ap an Ketekn tkan P ertanuan Volume 4, No. I, April 2012 Program Sfudi Teknik Pertanuan Fakultas Pertantan Universitas Syiah l(uala Darussalam,Banda

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN Perancangan atau desain mesin pencacah serasah tebu ini dimaksudkan untuk mencacah serasah yang ada di lahan tebu yang dapat ditarik oleh traktor dengan daya 110-200

Lebih terperinci

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh : ARI SEMBODO F

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh : ARI SEMBODO F KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING Oleh : ARI SEMBODO F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 hingga bulan November 2011. Desain, pembuatan model dan prototipe rangka unit penebar pupuk dilaksanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pada permulaan abad ke-19 traktor dengan motor uap mulai diperkenalkan,

TINJAUAN PUSTAKA. pada permulaan abad ke-19 traktor dengan motor uap mulai diperkenalkan, TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Traktor Sejarah traktor dimulai pada abad ke-18, motor uap barhasil diciptakan dan pada permulaan abad ke-19 traktor dengan motor uap mulai diperkenalkan, sementara itu penelitian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pembuatan Prototipe 5.1.1. Modifikasi Rangka Utama Untuk mempermudah dan mempercepat waktu pembuatan, rangka pada prototipe-1 tetap digunakan dengan beberapa modifikasi. Rangka

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN A Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2010 Pembuatan prototipe hasil modifikasi dilaksanakan di Bengkel Departemen Teknik

Lebih terperinci

EVALUASI PARAMETER DESAIN PIRING PENGOLAH TANAH DIPUTAR UNTUK PENGEPRAS TEBU LAHAN KERING

EVALUASI PARAMETER DESAIN PIRING PENGOLAH TANAH DIPUTAR UNTUK PENGEPRAS TEBU LAHAN KERING EVALUASI PARAMETER DESAIN PIRING PENGOLAH TANAH DIPUTAR UNTUK PENGEPRAS TEBU LAHAN KERING LISYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2 0 0 7 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2

MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2 MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2 Oleh : Galisto A. Widen F14101121 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Rancang Bangun dan Evaluasi Kinerja Lapang Prototipe II Aplikator Pupuk Cair, APIC 1

Rancang Bangun dan Evaluasi Kinerja Lapang Prototipe II Aplikator Pupuk Cair, APIC 1 Rancang Bangun dan Evaluasi Kinerja Lapang Prototipe II Aplikator Pupuk Cair, APIC 1 Desrial 2, M. Faiz Syuaib, Kusnanto, dan Ronal Heri ABSTRAK Pemupukan merupakan salah satu usaha peningkatan produksi

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUKURAN VISKOSITAS Viskositas merupakan nilai kekentalan suatu fluida. Fluida yang kental menandakan nilai viskositas yang tinggi. Nilai viskositas ini berbanding terbalik

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA DAYA POROS MOTOR DIESEL BERBAHAN BAKAR MINYAK KELAPA MENGGUNAKAN WATER BRAKE DYNAMOMETER YANG SUDAH DIMODIFIKASI

EVALUASI KINERJA DAYA POROS MOTOR DIESEL BERBAHAN BAKAR MINYAK KELAPA MENGGUNAKAN WATER BRAKE DYNAMOMETER YANG SUDAH DIMODIFIKASI EVALUASI KINERJA DAYA POROS MOTOR DIESEL BERBAHAN BAKAR MINYAK KELAPA MENGGUNAKAN WATER BRAKE DYNAMOMETER YANG SUDAH DIMODIFIKASI Oleh : PRAMUDITYA AZIZ FATIHA F14053142 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Lebih terperinci

DESKRIPSI TEBU VARIETAS KIDANG KENCANA (NAMA ASAL PA 198)

DESKRIPSI TEBU VARIETAS KIDANG KENCANA (NAMA ASAL PA 198) Lampiran 1. Deskripsi Varietas Kidang Kencana Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 334/Kpts/SR.120/3/2008 Tanggal : 28 Maret 2008 Tentang Pelepasan Tebu Varietas PA 198 DESKRIPSI TEBU VARIETAS KIDANG KENCANA

Lebih terperinci

SKRIPSI DESAIN RODA BESI BERSIRIP GERAK DENGAN MEKANISME SIRIP BERPEGAS UNTUK LAHAN SAWAH DI CIANJUR. Oleh: GINA AGUSTINA F

SKRIPSI DESAIN RODA BESI BERSIRIP GERAK DENGAN MEKANISME SIRIP BERPEGAS UNTUK LAHAN SAWAH DI CIANJUR. Oleh: GINA AGUSTINA F SKRIPSI DESAIN RODA BESI BERSIRIP GERAK DENGAN MEKANISME SIRIP BERPEGAS UNTUK LAHAN SAWAH DI CIANJUR Oleh: GINA AGUSTINA F14102037 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR DESAIN RODA

Lebih terperinci

EVALUASI PARAMETER DESAIN PIRING PENGOLAH TANAH DIPUTAR UNTUK PENGEPRAS TEBU LAHAN KERING

EVALUASI PARAMETER DESAIN PIRING PENGOLAH TANAH DIPUTAR UNTUK PENGEPRAS TEBU LAHAN KERING EVALUASI PARAMETER DESAIN PIRING PENGOLAH TANAH DIPUTAR UNTUK PENGEPRAS TEBU LAHAN KERING LISYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 0 0 7 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kalibrasi Load Cell & Instrumen Hasil kalibrasi yang telah dilakukan untuk pengukuran jarak tempuh dengan roda bantu kelima berjalan baik dan didapatkan data yang sesuai, sedangkan

Lebih terperinci

BAB III PERENCAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alur Perencanaan Proses perancangan alat pencacah rumput gajah seperti terlihat pada diagram alir berikut ini: Mulai Pengamatan dan Pengumpulan Perencanaan Menggambar

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Proses perancangan mesin peniris minyak pada kacang seperti terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Penelitian dilakukan di lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik PG Pesantren Baru yang terletak di desa Plosokidul, Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kualitas Bibit yang Digunakan dalam Penelitian

Lampiran 1. Kualitas Bibit yang Digunakan dalam Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1. Kualitas Bibit yang Digunakan dalam Penelitian Karakter Bibit Kualitas Bibit Bibit yang Digunakan dalam Penelitian Varietas Bibit PSJT 94-33 atau PS 941 Asal Bibit Kebun Tebu Giling

Lebih terperinci

PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR. Oleh: SARI ROSMAWATI F

PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR. Oleh: SARI ROSMAWATI F PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR Oleh: SARI ROSMAWATI F14102049 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK Pengujian penjatah pupuk berjalan dengan baik, tetapi untuk campuran pupuk Urea dengan KCl kurang lancar karena pupuk lengket pada

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012 di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen dan di Laboratorium Mekanisasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Tebu

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Tebu TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Tebu Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) seperti terlihat pada Gambar 1. merupakan family graminae yang dapat tumbuh di berbagai kondisi tanah dan iklim. Menurut Notojoewono

Lebih terperinci

ANALISA SISTEM PEMANENAN TEBU (Saccharum officinarum L.) YANG OPTIMAL DI PG. JATITUJUH, MAJALENGKA, JAWA BARAT. Oleh: VIDY HARYANTI F

ANALISA SISTEM PEMANENAN TEBU (Saccharum officinarum L.) YANG OPTIMAL DI PG. JATITUJUH, MAJALENGKA, JAWA BARAT. Oleh: VIDY HARYANTI F ANALISA SISTEM PEMANENAN TEBU (Saccharum officinarum L.) YANG OPTIMAL DI PG. JATITUJUH, MAJALENGKA, JAWA BARAT Oleh: VIDY HARYANTI F14104067 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN BAGIAN PENYALUR DAN PENAMPUNG PADA MESIN PENYAPU JALAN. Oleh ANES KURNIA PUTRA F

RANCANG BANGUN BAGIAN PENYALUR DAN PENAMPUNG PADA MESIN PENYAPU JALAN. Oleh ANES KURNIA PUTRA F RANCANG BANGUN BAGIAN PENYALUR DAN PENAMPUNG PADA MESIN PENYAPU JALAN Oleh ANES KURNIA PUTRA F14104003 2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR i RANCANG BANGUN BAGIAN PENYALUR DAN PENAMPUNG

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Penelitian

3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Penelitian 19 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama sepuluh bulan, dimulai pada bulan Januari 2012 hingga September 2012. Penelitian dilaksanakan di tiga tempat yang berbeda,

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN

IV. PENDEKATAN DESAIN IV. PENDEKATAN DESAIN A. Kriteria Desain Alat pengupas kulit ari kacang tanah ini dirancang untuk memudahkan pengupasan kulit ari kacang tanah. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa proses pengupasan

Lebih terperinci

DESAIN DAN PENGUJIAN RODA BESI LAHAN KERING UNTUK TRAKTOR 2- RODA 1 (Design and Testing of Upland Iron Wheel for Hand Tractor)

DESAIN DAN PENGUJIAN RODA BESI LAHAN KERING UNTUK TRAKTOR 2- RODA 1 (Design and Testing of Upland Iron Wheel for Hand Tractor) DESAIN DAN PENGUJIAN RODA BESI LAHAN KERING UNTUK TRAKTOR 2- RODA 1 (Design and Testing of Upland Iron Wheel for Hand Tractor) Radite P.A.S 2, Wawan Hermawan, Adhi Soembagijo 3 ABSTRAK Traktor tangan atau

Lebih terperinci

IV. ANALISA PERANCANGAN

IV. ANALISA PERANCANGAN IV. ANALISA PERANCANGAN Mesin penanam dan pemupuk jagung menggunakan traktor tangan sebagai sumber tenaga tarik dan diintegrasikan bersama dengan alat pembuat guludan dan alat pengolah tanah (rotary tiller).

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL RANCANGAN DAN KONSTRUKSI 1. Deskripsi Alat Gambar 16. Mesin Pemangkas Tanaman Jarak Pagar a. Sumber Tenaga Penggerak Sumber tenaga pada mesin pemangkas diklasifikasikan

Lebih terperinci

Berdasarkan tehnik penanaman tebu tersebut dicoba diterapkan pada pola penanaman rumput raja (king grass) dengan harapan dapat ditingkatkan produksiny

Berdasarkan tehnik penanaman tebu tersebut dicoba diterapkan pada pola penanaman rumput raja (king grass) dengan harapan dapat ditingkatkan produksiny TEKNIK PENANAMAN RUMPUT RAJA (KING GRASS) BERDASARKAN PRINSIP PENANAMAN TEBU Bambang Kushartono Balai Penelitian Ternak Ciawi, P.O. Box 221, Bogor 16002 PENDAHULUAN Prospek rumput raja sebagai komoditas

Lebih terperinci

UJI KINERJA BULLDOZER MINI BERBASIS TRAKTOR TANGAN TIPE TREK. Oleh : ANDIKA KURNIAWAN F

UJI KINERJA BULLDOZER MINI BERBASIS TRAKTOR TANGAN TIPE TREK. Oleh : ANDIKA KURNIAWAN F UJI KINERJA BULLDOZER MINI BERBASIS TRAKTOR TANGAN TIPE TREK Oleh : ANDIKA KURNIAWAN F14101077 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR UJI KINERJA BULLDOZER

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Kegiatan Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni hingga Desember 2011 dan dilaksanakan di laboratorium lapang Siswadhi Soepardjo (Leuwikopo), Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai salah satu negara yang berbasis pertanian umumnya memiliki usaha tani keluarga skala kecil dengan petakan lahan yang sempit. Usaha pertanian ini terutama

Lebih terperinci

MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MEKANISME ALAT PENGUPAS KULIT ARI KACANG TANAH ( Arachis hypogaea L) SEMI MEKANIS TIPE BELT

MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MEKANISME ALAT PENGUPAS KULIT ARI KACANG TANAH ( Arachis hypogaea L) SEMI MEKANIS TIPE BELT MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MEKANISME ALAT PENGUPAS KULIT ARI KACANG TANAH ( Arachis hypogaea L) SEMI MEKANIS TIPE BELT Oleh : SUPRIYATNO F141 02 105 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Desember 2009 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Pertanian IPB.

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga bulan Agustus 2010 di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Pertanian, Leuwikopo, IPB. 3.2 PARAMETER

Lebih terperinci

UJI KINERJA MESIN PANGKAS RUMPUT ROTARI TIPE DORONG BERTENAGA PUTAR ENGINE BRUSH CUTTER TIPE GENDONG SKRIPSI. Oleh : DONY RAMADHAN PUTRA F

UJI KINERJA MESIN PANGKAS RUMPUT ROTARI TIPE DORONG BERTENAGA PUTAR ENGINE BRUSH CUTTER TIPE GENDONG SKRIPSI. Oleh : DONY RAMADHAN PUTRA F UJI KINERJA MESIN PANGKAS RUMPUT ROTARI TIPE DORONG BERTENAGA PUTAR ENGINE BRUSH CUTTER TIPE GENDONG SKRIPSI Oleh : DONY RAMADHAN PUTRA F14104111 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TEKNIK MESIN

BAB IV ANALISIS TEKNIK MESIN BAB IV ANALISIS TEKNIK MESIN A. ANALISIS PENGATUR KETINGGIAN Komponen pengatur ketinggian didesain dengan prinsip awal untuk mengatur ketinggian antara pisau pemotong terhadap permukaan tanah, sehingga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Tebu atau Saccharum officinarum termasuk keluarga rumput-rumputan. Mulai dari pangkal sampai ujung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Sayuran

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Sayuran II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Sayuran Menurut Williams et al. (1993) budidaya sayuran meliputi beberapa kegiatan yaitu pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, dan pemanenan. Budidaya

Lebih terperinci

TRAKTOR RODA-4. Klasifikasi. trakor roda-4. Konstruksi. Penggunaan traktor di pertanian

TRAKTOR RODA-4. Klasifikasi. trakor roda-4. Konstruksi. Penggunaan traktor di pertanian TRAKTOR RODA-4 Klasifikasi traktor roda-4 Konstruksi trakor roda-4 Penggunaan traktor di pertanian Klasifikasi Berdasarkan Daya Penggerak (FWP = fly wheel power) 1. Traktor kecil (

Lebih terperinci

ffiffi. ffiffiffi

ffiffi. ffiffiffi .QhttnbE.$nb@WB ffiffi ffiffiffi PROSIDING SEMINAR NASIONAL DAN RAPAT TAHUNAN BIDANG ILMU-ILMU PERTANIAN BKS - PTN WILAYAH BARAT TAHUN 212 Volume 3 Tema: "PENINGKATAN PRESISI MENUIU PERTANIAN BERKELANJUTAN"

Lebih terperinci

LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN. 1. Data Uji Kinerja Alat Penepung dengan Sampel Ubi Jalar Ungu

LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN. 1. Data Uji Kinerja Alat Penepung dengan Sampel Ubi Jalar Ungu LAMPIRAN I ATA PENGAMATAN. ata Uji Kinerja Alat Penepung dengan Sampel Ubi Jalar Ungu Berikut merupakan tabel data hasil penepungan selama pengeringan jam, 4 jam, dan 6 jam. Tabel 8. ata hasil tepung selama

Lebih terperinci

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F14103133 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.) RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO A

PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.) RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO A PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.) RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO A24051868 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

TEBU. (Saccharum officinarum L).

TEBU. (Saccharum officinarum L). TEBU (Saccharum officinarum L). Pada awal abad ke-20 Indonesia dikenal sebagai negara pengekspor gula nomor dua terbesar di dunia setelah Kuba, namun pada awal abad ke-21 berubah menjadi negara pengimpor

Lebih terperinci

MODIFIKASI PROTOTIPE MESIN PEMANGKAS RUMPUT POTRUM MODEL BBE-01 MENJADI BBE-02 (BACK PACK BRUSH CUTTER ENGINE-02) SKRIPSI

MODIFIKASI PROTOTIPE MESIN PEMANGKAS RUMPUT POTRUM MODEL BBE-01 MENJADI BBE-02 (BACK PACK BRUSH CUTTER ENGINE-02) SKRIPSI MODIFIKASI PROTOTIPE MESIN PEMANGKAS RUMPUT POTRUM MODEL BBE-01 MENJADI BBE-02 (BACK PACK BRUSH CUTTER ENGINE-02) SKRIPSI Oleh: REZA PAHLEVI F141051251 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

VARIETAS UNGGUL BARU (PSDK 923) UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA

VARIETAS UNGGUL BARU (PSDK 923) UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA VARIETAS UNGGUL BARU (PSDK 923) UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA Oleh : Afanti Septia, SP (PBT Ahli Pertama) Eko Purdyaningsih, SP (PBT Ahli Muda) PENDAHULUAN Dalam mencapai target swasembada gula, pemerintah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembuatan Prototipe 1. Rangka Utama Bagian terpenting dari alat ini salah satunya adalah rangka utama. Rangka ini merupakan bagian yang menopang poros roda tugal, hopper benih

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Konstruksi Prototipe Manipulator Manipulator telah berhasil dimodifikasi sesuai dengan rancangan yang telah ditentukan. Dimensi tinggi manipulator 1153 mm dengan lebar maksimum

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE A. BAHAN BAB III BAHAN DAN METODE Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Besi plat esser dengan ketebalan 2 mm, dan 5 mm, sebagai bahan konstruksi pendorong batang,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan Konsep perencanaan komponen yang diperhitungkan sebagai berikut: a. Motor b. Reducer c. Daya d. Puli e. Sabuk V 2.2 Motor Motor adalah komponen dalam sebuah kontruksi

Lebih terperinci