Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Nusa Tenggara Timur

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Nusa Tenggara Timur"

Transkripsi

1 Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Nusa Tenggara Timur Food Security and Vulnerability Atlas of Nusa Tenggara Timur N K A N GA N A DEW PEMERINTAH PROVINSI Nusa Tenggara Timur ET N AHANA P

2

3 Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Nusa Tenggara Timur Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur Dewan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian World Food Programme

4 Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, Dewan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian and World Food Programme (WFP) All rights reserved. No part of this publication may be reproduced or transmitted, in any form or by any means, without permissions. Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Nusa Tenggara Timur Food Security and Vulnerability Atlas of Nusa Tenggara Timur Published by: Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, Dewan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian and World Food Programme (WFP) Cover Design/Lay Out: Ratna Wardhani ISBN: Size: mm x 97 mm No. of Pages: 5 WFP Disclaimer The Boundaries and names shown and the designations used on the maps in this book do not imply official endorsment or acceptance by the United Nations.

5 GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR SAMBUTAN Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa patut di persembahkan kepadanya atas tuntunan dan penyertaannya sehingga kita masih terus diberikan kesempatan untuk berbuat sesuatu yang berguna dan bermanfaat bagi masyarakat di wilayah provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang tercinta ini khususnya dalam upaya peningkatan kondisi ketahanan pangan dan gizi masyarakat. Saya menyambut gembira dan menghargai kerja keras dari Dewan Ketahanan Pangan provinsi NTT bekerjasama dengan United Nations World Food Programme (WFP) dengan diluncurkannya Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan provinsi NTT Tahun (Food Security and Vulnerability Atlas/FSVA) pada Peringatan Hari Pangan Sedunia Tingkat provinsi NTT bulan Oktober. Atlas ini menggambarkan kondisi ketahanan dan kerentanan pangan provinsi NTT pada tingkat kecamatan dengan menggunakan (tiga belas) indikator ketersediaan pangan, akses pangan, pemanfaatan pangan dan kerentanan terhadap kerawanan pangan transien. Atlas ini telah disempurnakan dengan menambahkan hasil dari semua analisis termasuk peta komposit yang merupakan penggabungan seluruh indikator ketahanan pangan kronis dan diterjemahkan dalam edisi (dua) bahasa yaitu Bahasa Indonesia dan Inggris. Upaya bersama ini menyediakan informasi terkini tentang berbagai dimensi ketahanan pangan di provinsi NTT dan mengidentifikasi wilayahwilayah yang membutuhkan perhatian segera secara tematis dan geografis. Masalah peningkatan ketahanan pangan merupakan salah satu prioritas Pembangunan Nasional Kabinet Indonesia Bersatu. Sejalan dengan hal tersebut di provinsi NTT permasalahan ini juga merupakan salah satu dari 8 (delapan) Agenda Pembangunan dengan Spirit Anggur Merah (Anggaran Untuk Mensejahterakan Rakyat). Peta ini menggambarkan suatu tantangan kompleks dalam mencapai ketahanan pangan bagi seluruh masyarakat di provinsi NTT. Kecamatankecamatan prioritas membutuhkan intervensi multisektor untuk mengurangi tingkat kemiskinan, memperbaiki tingkat pendidikan dan menangani masalah gizi pada anakanak. Hal penting lainnya adalah intervensiintervensi untuk mengurangi dampak kekeringan yang berkepanjangan, deforestasi hutan dan degradasi yang tinggi pada lahan pertanian.

6 Penerbitan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan ini diharapkan dapat menjadi arah dan pedoman dalam penyusunan program, strategi dan kegiatan pada setiap tahapan yang dapat menuntaskan permasalahan pangan dan gizi secara lebih luas dan berkesinambungan oleh seluruh pemangku kepentingan terkait dalam payung Dewan Ketahanan Pangan provinsi NTT, mengingat penuntasan masalah yang bersifat multi dimensional ini tidak dapat dilakukan secara terpisah, namun harus dalam satu koordinasi yang tepat, cepat, terarah, menyeluruh dan berkesinambungan. Akhirnya, semoga Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan yang telah dibuat ini dapat bermanfaat di dalam meningkatkan kondisi ketahanan pangan di provinsi NTT ke depan oleh seluruh pemangku kepentingan terkait demi mewujudkan ketahanan pangan yang lebih tangguh di masa mendatang. Kupang, 5 Agustus GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR DRS. FRANS LEBU RAYA

7 KATA PENGANTAR Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) selalu berupaya menuntaskan permasalahan pangan dan gizi yang sering terjadi di wilayah ini. Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan provinsi NTT (Food Security and Vulnerability Atlas/FSVA) diharapkan dapat menjadi suatu langkah awal untuk memantapkan prioritas strategi dan kebijakan yang penting dilakukan untuk mengatasi permasalahan kerawanan pangan kronis dan mengurangi resiko terhadap kerawanan pangan transien. Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan provinsi NTT dibuat dalam suatu tatanan kerjasama yang sangat baik antara Pemerintah Provinsi NTT dengan United Nations World Food Programme (WFP) melalui koordinasi Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Provinsi NTT. Atlas ini menyajikan informasi yang akurat dan lengkap tentang kondisi ketahanan dan kerentanan pangan pada seluruh wilayah di provinsi ini. Atlas ini menyediakan analisis situasi ketahanan pangan pada tingkat kecamatan yang digambarkan dalam dimensi yaitu Ketersediaan Pangan, Akses Pangan, dan Pemanfaatan Pangan. Peta ini juga menyajikan analisis mengenai kerentanan terhadap bencana alam untuk kesiapsiagaan bencana yang lebih baik. Rekomendasi dan strategi penanganan kerawanan pangan tersedia untuk masingmasing kabupaten. Besar harapan kami peta ini dapat membawa suatu perubahan yang berarti dalam upaya peningkatan ketahanan pangan dan gizi oleh seluruh pemangku kepentingan baik Pemerintah dan Non Pemerintah. Upayaupaya penanganan masalah ketahanan pangan dan gizi melalui koordinasi Dewan Ketahanan Pangan Provinsi NTT diharapkan dapat secara efektif menangani permasalahan dan prioritas penanganan sebagaimana di tunjukkan oleh peta. Penyusunan peta dalam bahasa (Bahasa Indonesia dan Inggris) ini merupakan penyempurnaan dari peta yang telah diluncurkan pada bulan Oktober. Peta ini telah memuat peta komposit ketahanan pangan yang merupakan gabungan dari 9 indikator ketahanan pangan kronis. Pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada WFP Indonesia dan WFP Kupang atas komitmen, dukungan dan kerjasama yang intensif dalam upaya penyusunannya sehingga peta ini dapat diluncurkan tepat pada waktunya. Juga kepada semua pihak terkait yang telah berperan aktif terhadap penyusunan peta ini, yaitu Tim Pengarah dan Tim Teknis Provinsi NTT serta unit Ketahanan Pangan di kabupaten.

8 Pada akhirnya kami berharap peta ini dapat bermanfaat demi tercapainya kondisi ketahanan pangan dan gizi di Provinsi NTT yang semakin lebih baik, dan saran untuk penyempurnaannya sangat kami perlukan. Kupang, 5 Agustus KEPALA BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN PROVINSI NTT Sekretaris Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Nusa Tenggara Timur, N U SA PEMERINTAH PROVINSI BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN IR. NICOLAUS BALA NUHAN TENGGARA T I M UR

9 PENGANTAR Sejak Dewan Ketahanan Pangan (DKP) dan United Nations World Food Programme (WFP) bersamasama mengembangkan Peta Kerawanan Pangan (Food Insecurity AtlasFIA) tahun 5 yang telah mengidentifikasi wilayah prioritas yang rentan terhadap kerawanan pangan, WFP menyambut gembira untuk melakukan analisa lebih lanjut sebagai respon terhadap ketertarikan dan antusiasme yang tinggi dari pemangku kepentingan di tingkat nasional dan provinsi. Dengan demikian, telah diputuskan bersama bahwa peta tingkat nasional akan diperbaharui secara berkala dan peta tingkat provinsi akan dikembangkan di seluruh provinsi sebagai suatu alat untuk mengarahkan perencanaan provinsi dalam konteks desentralisasi di Indonesia. Pada tingkat nasional, DKP dan WFP telah memperbaharui Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) pada tahun 9, yang diluncurkan secara resmi oleh Presiden Republik Indonesia pada tahun. Peta tersebut menunjukan bahwa disamping terlihat perubahan positif pada akses terhadap fasilitas kesehatan, angka harapan hidup dan angka kurang gizi pada anak balita, akan tetapi tingkat kerentanan terhadap kerawanan pangan secara mendasar masih bervariasi antar wilayah di Indonesia, dengan konsentrasi wilayah kerawanan pangan yang lebih tinggi di Indonesia bagian timur. Kami sangat gembira dengan hasil analisa ketahanan pangan tahun yang merupakan wujud dari hasil kerjasama yang erat antara WFP, pemerintah pusat dan pemerintah provinsi. Di provinsi NTT, pemangku kepentingan tingkat provinsi dan kabupaten dari berbagai sektor menunjukan komitmen kuat dalam memahami metodologi FSVA dan mengaplikasikannya dengan mengembangkan FSVA provinsi. FSVA provinsi ini merupakan hasil dari upaya bersama dan hubungan yang makin kuat. Hasil peta ini mengidentifikasi kecamatankecamatan rentan yang terkonsentrasi di wilayahwilayah tertentu yang membutuhkan perhatian lebih besar untuk mengatasi kerawanan pangan kronis. Walaupun produksi serealia memadai, akan tetapi prevalensi stunting pada balita masih menunjukan bahwa masalah kesehatan masyarakat berada pada tingkat buruk. Perubahan iklim juga merupakan tantangan lain bagi ketahanan pangan. Dampak pola hujan yang tidak menentu dan deforestasi pada pertanian makin memperburuk situasi di wilayahwilayah yang rentan terhadap kerawanan pangan. Peta provinsi menunjukan bahwa hutan di provinsi NTT berada dalam situasi ancaman yang serius dan beberapa wilayah mengalami penurunan curah hujan. Upaya bersama diperlukan untuk mendukung penduduk yang rentan dalam mengatasi dampak dan beradaptasi terhadap perubahan iklim.

10 Harga pangan telah meningkat secara signifikan di seluruh dunia, yang mendorong bukan hanya penduduk miskin tetapi juga penduduk yang hampir miskin jatuh pada situasi rawan pangan. Sangat penting bagi para pengambil kebijakan dan keputusan untuk memahami potensi dampak harga pangan yang tinggi terhadap penduduk rentan dalam perencanaan intervensi yang tepat. Peta provinsi ini memberikan sebuah fakta mendasar yang baik untuk perencanaan program dan penentuan target intervensi. Peta ini menyediakan analisis situasi ketahanan pangan di provinsi dan memberikan rekomendasi sebagai dasar pengembangan Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi (RADPG) di provinsi NTT. Kami berharap bahwa peta ini akan memberikan kontribusi untuk pemahaman yang lebih baik tentang situasi ketahanan dan kerentanan pangan di provinsi NTT dan dapat digunakan sebagai alat untuk mengembangkan kebijakan dan program daerah untuk menjamin ketahanan pangan bagi seluruh masyarakat di provinsi NTT. Coco Ushiyama Perwakilan & Direktur United Nations World Food Programme, Indonesia

11 UCAPAN TERIMA KASIH Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Provinsi NTT tahun ini tidak mungkin dapat diselesaikan dan diluncurkan tepat pada waktunya tanpa dukungan dan perhatian secara pribadi dari Drs. Frans Lebu Raya, Gubernur Nusa Tenggara Timur sebagai Ketua Dewan Ketahanan Pangan Provinsi NTT dan Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Provinsi NTT sebagai Ketua Harian Dewan Ketahanan Pangan Provinsi NTT. Drs. Nicolaus Bala Nuhan, Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKP) Provinsi NTT, telah memberikan kepemimpinan yang sangat baik dalam setiap tahap penyelesaian atlas ini. Perhatian dan inspirasi yang terusmenerus oleh Dr. Ir. Tjuk Eko Hari Basuki, M.St, Kepala Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Badan Ketahanan Pangan Pusat. Terimakasih terutama ditujukan kepada Sylvia Peku Djawang, SP, MM dari BKPP Provinsi NTT, dan Keigo Obara, Dedi Junadi dan Ha i Raga Lawa dari United Nations World Food Programme (WFP) Indonesia untuk analisis dan persiapan hingga buku ini dapat dipublikasikan. Peran serta dari berbagai instansi pemerintah dan institusi non pemerintah, juga masukanmasukan dari kabupaten merupakan hal yang sangat patut dihargai. Terima kasih untuk dukungan dana dari AusAID. Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan NTT ix

12

13 DAFTAR ISI KONTRIBUTOR RINGKASAN EKSEKUTIF xv xvii BAB BAB BAB BAB 4 PENDAHULUAN. Latar Belakang dan Dasar Pemikiran. Kerangka Konsep Ketahanan Pangan dan Gizi. Indikator yang Digunakan dalam FSVA Provinsi KETERSEDIAAN PANGAN. Produksi. Rasio Konsumsi Normatif Per Kapita Terhadap Produksi Pangan. Tantangan Utama Pemenuhan Kecukupan AKSES TERHADAP PANGAN DAN PENGHIDUPAN. Penduduk di Bawah Garis Kemiskinan. Tingkat Pengangguran Terbuka. Akses Terhadap Infrastruktur Dasar (Jalan dan Listrik).4 Strategi untuk Pengurangan Kemiskinan, Peningkatan Akses Terhadap Pangan dan Penghidupan PEMANFAATAN PANGAN 4. Konsumsi Pangan 4. Akses terhadap Fasilitas Kesehatan 4. Penduduk dengan Akses Kurang Memadai ke Air Bersih 4.4 Perempuan Buta Huruf 4.5 Status Gizi 4.6 Dampak dari Status Kesehatan BAB 5 KERENTANAN TERHADAP KERAWANAN PANGAN TRANSIEN 5. Bencana Alam 5. Fluktuasi Curah Hujan 5. Daerah Puso 5.4 Perubahan Iklim dan Ketahanan Pangan 5.5 Deforestasi Hutan BAB 6 KERENTANAN TERHADAP KERAWANAN PANGAN KRONIS BERDASARKAN ANALISIS KETAHANAN PANGAN KOMPOSIT 45 Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan NTT xi

14 Daftar Tabel Tabel. Tabel. Tabel. Tabel. Tabel.4 Tabel.5 Tabel.6 Tabel. Tabel. Tabel. Tabel.4 Tabel.5 Tabel 4. Tabel 4. Tabel 4. Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 5. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 6. Tabel 6. Indikator Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan NTT, Produksi Serealia Pokok dan Umbiumbian, 9 Produksi Padi (59) (Ton) Produksi Jagung (59) (Ton) Produksi Ubi Kayu (59) (Ton) Produksi Ubi Jalar (59) (Ton) Produksi Total Serealia per tahun dan Laju Pertumbuhan Produksi untuk periode 59 (Ton) Jumlah dan Persentase Populasi di Bawah Garis Kemiskinan Jumlah Kecamatan yang memiliki Lebih Dari % Penduduk Hidup di Bawah Garis Kemiskinan tahun 8 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), 79 (%) Persentase Desa yang Tidak Dapat Dilalui Kendaraan Roda Empat Persentase Rumah Tangga tanpa Akses ke Listrik Konsumsi Kalori dan Protein per Kapita per Hari pada Tiga Golongan Terbawah dari Golongan Pengeluaran Bulanan per Kapita Persentase Rumah Tangga dengan Akses yang Terbatas ke Air Bersih dan Persentase Desa dengan Akses Terbatas ke Sarana Pelayanan Kesehatan Persentase Perempuan Buta Huruf Persentase Underweight dan Stunting pada Balita Angka Harapan Hidup Ringkasan Tabel Bencana Alam yang Terjadi di Provinsi NTT dan Kerusakannya selama Periode 999 Perbandingan Area Puso Padi dan Jagung terhadap Luas Area Tanam Padi dan Jagung Tahun 79 Kecamatan yang Paling Rentan Berdasarkan Analisis Ketahanan Pangan Komposit Faktor Penentu Utama Kerawanan Pangan per Prioritas Faktor Penentu Utama Kerawanan Pangan dan Strategi Intervensi Daftar Gambar Gambar. Gambar. Gambar. Gambar. Gambar.4 Gambar.5 Gambar.6 Gambar.7 Gambar. Gambar. Gambar 5. Gambar 6. Kerangka Konsep Ketahanan Pangan dan Gizi Produksi Serealia Pokok dan Umbiumbian, 9 Total Luas Panen Serealia dan Umbiumbian di NTT (ha), 9 Produksi Padi 5 9 Produksi Jagung 5 9 Produksi Ubi Kayu 5 9 Produksi Ubi Jalar 5 9 Proyeksi Penduduk NTT menurut Pulau dan Provinsi, tahun 5 5 Sumber Pendapatan Utama menurut Klasifikasi Sektoral Moda Transportasi di NTT Bencana Alam yang Terjadi di NTT per Kabupaten selama Periode 99 9 Jumlah Kecamatan yang Rentan pada Prioritas berdasarkan Analisis Ketahanan Pangan Komposit xii Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan NTT

15 Gambar 6. Gambar 6. Gambar 6.4 Jumlah Kecamatan yang Rentan pada Prioritas berdasarkan Analisis Ketahanan Pangan Komposit Jumlah Kecamatan yang Rentan pada Prioritas berdasarkan Analisis Ketahanan Pangan Komposit Kerangka Kerja Penyebab dan Jenis Intervensi untuk Meningkatkan Ketahanan Pangan Daftar Peta Peta. Peta. Peta. Peta.4 Peta.5 Peta.6 Peta. Peta. Peta. Peta. Peta 4. Peta 4. Peta 4. Peta 4.4 Peta 4.5 Peta 5. Peta 5. Peta 5. Peta 5.4 Peta 5.5 Peta 6. Peta Indeks Daratan Sumba dan Sabu Raijua Peta Indeks Kabupaten Kupang dan Rote Ndao Peta Indeks Kabupaten TTS, TTU dan Belu Peta Indeks Kabupaten Manggarai Barat s/d Ende Peta Indeks Kabupaten Sikka dan Flores Timur Peta Indeks Kabupaten Lembata dan Alor Rasio Konsumsi Normatif Per Kapita terhadap Produksi Bersih Serealia Penduduk Hidup di Bawah Garis Kemiskinan Desa yang Tidak Bisa Dilalui Kendaraan Roda Empat Rumah Tangga tanpa Akses terhadap Listrik Desa dengan Akses ke Fasilitas Kesehatan > 5 km Rumah Tangga tanpa Akses ke Air Bersih Perempuan Buta Huruf Berat Badan Anak (< 5 Tahun) di Bawah Standar Angka Harapan Hidup Penyimpangan Curah Hujan Dari di Musim Kemarau Dibandingkan dengan Ratarata Tahun Penyimpangan Curah Hujan Dari di Musim Hujan Dibandingkan dengan Ratarata Tahun Daerah Puso Padi Daerah Puso Jagung Peta Deforestasi di NTT untuk Periode 6 Peta Kerentanan Terhadap Kerawanan Pangan Provinsi NTT A A A5 A7 A9 A A A5 A7 A9 A A A5 A7 A9 A A A5 A7 A9 A4 Daftar Lampiran Lampiran. Lampiran. Lampiran. Lampiran. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 6. Daftar Kecamatan dalam Analisis Komposit Catatan Teknis mengenai Small Area Estimation (SAE) Indikator Ketersediaan Pangan IndikatorIndikator Akses terhadap Pangan IndikatorIndikator Akses terhadap Kesehatan dan Gizi Kumulatif Curah Hujan Selama Musim Hujan (Oktober Maret) dan Musim Kemarau (April September) untuk Periode Principal Component Analysis (PCAAnalisis Komponen Utama) dan Cluster Analysis (Analisis Kelompok) : Untuk Analisa Hubungan Antar Indikator Ketahanan Pangan Peringkat Kecamatan Berdasarkan Indikator Individu dan Kelompok Prioritas Ketahanan Pangan Komposit B B B B B B4 B54 B58 Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan NTT xiii

16

17 KONTRIBUTOR Tim Pengarah. Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Provinsi NTT (Ketua). Kepala Bidang Ketersediaan dan Kerawanan Pangan BKPP Provinsi NTT (Sekretaris). Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi NTT (Anggota) 4. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTT (Anggota) 5. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTT (Anggota) 6. Kepala BPS Provinsi NTT (Anggota) 7. Kepala BAPPEDA Provinsi NTT (Anggota) 8. Kepala BMKG Provinsi NTT (Anggota) 9. Kepala BPBD Provinsi NTT (Anggota) Tim Pelaksana. Sylvia Peku Djawang, SP, MM (BKPP NTT). Saiful, SKM (Dinas Kesehatan NTT). Ir. Marselina I. Goetha (BPS NTT) 4. S. Handayani (BPS NTT) 5. Drs. Purwanto (BMKG Kupang) 6. Apolinaris Geru, SP. MSi (BMKG Kupang) 7. Rodi Yunus, SSi (BMKG Kupang) 8. Jemmy E. Mella, SE (BPBD NTT) 9. Esron M. Elim, SE, Msi (BAPPEDA NTT). Ir. Made Sudirta (BKPP NTT). Keigo Obara (WFP). Dedi Junadi (WFP). Ha i Raga Lawa (WFP) Unit Ketahanan Pangan Kabupaten. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Kupang. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten TTS. Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten TTU 4. Badan Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Belu 5. Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Kabupaten Alor 6. Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten Lembata 7. Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Kabupaten Flores Timur 8. Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Kabupaten Sikka 9. Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Kabupaten Ende. Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Kabupaten Ngada Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan NTT xv

18 . Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Kabupaten Nagekeo. Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Kabupaten Manggarai. Badan Bimas Ketahanan Pangan Kabupaten Sumba Timur 4. Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Sumba Barat 5. Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Kabupaten Sumba Barat Daya 6. Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Sumba Tengah 7. Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Manggarai Barat 8. Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Rote Ndao Kabupaten TTU 9. Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Manggarai Timur. Dinas Pertanian, Kehutanan, Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sabu Raijua xvi Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan NTT

19 RINGKASAN EKSEKUTIF. LATAR BELAKANG Untuk dapat melaksanakan intervensi yang terkait dengan ketahanan pangan dan gizi, Pemerintah Indonesia masih terus meningkatkan sarana untuk penentuan target intervensi sasaran secara geografis. Dengan dukungan dari World Food Programme (WFP) yang memiliki pengalaman di bidang analisis dan pemetaan ketahanan pangan, maka pada tahun Dewan Ketahanan Pangan (DKP), yang diketuai oleh Presiden Republik Indonesia, dengan sekretariat DKP yang berada di Badan Ketahanan Pangan (BKP), bekerjasama dengan WFP dalam pembuatan Peta Kerawanan Pangan (FIA) tingkat nasional. FIA yang pertama dibuat dan diluncurkan tahun 5 dan mencakup 65 kabupaten di provinsi. Lebih dari US$ juta telah dialokasikan oleh pemerintah untuk kabupaten yang rawan pangan dan intervensi dimulai tahun 67. Atlas yang kedua, dengan judul baru Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) yang mencakup 46 kabupaten di provinsi, diluncurkan oleh Presiden Republik Indonesia dan Menteri Pertanian pada tanggal 4 Mei, dan kegiatan ini telah terintegrasi dalam rencana tahunan dan alokasi anggaran tahunan pemerintah. Sejak, WFP telah memberikan dukungan teknis dan anggaran untuk pembuatan dan penerapan FIA dan FSVA. Walaupun FIA nasional 5 dan FSVA nasional 9 berhasil mengungkap perbedaan tingkat ketahanan dan kerentanan pangan dan gizi tingkat kabupaten di Indonesia, namun belum ada alat yang dapat digunakan untuk menganalisa dan mengklasifikasikan ketahanan dan kerentanan pangan pada tingkat kecamatan. FSVA tingkat provinsi telah dikembangkan di NTT sebagai suatu alat yang baru yang dipergunakan oleh perencana dan pengambil keputusan dalam mengidentifikasi kecamatankecamatan rentan yang membutuhkan perhatian khusus dalam hal intervensi ketahanan pangan dan gizi.. TUJUAN FSVA PROVINSI Seperti halnya FSVA nasional 9, FSVA provinsi menyediakan sarana bagi pengambilan kebijakan dalam hal penentuan sasaran dan memberikan rekomendasi untuk intervensi kerawanan pangan dan gizi di tingkat kabupaten dan kecamatan. Berdasarkan analisa indikator yang terkait dengan ketahanan pangan yang berasal dari data sekunder dari periode 79, serta Analisis Ketahanan Pangan Komposit (berdasarkan komposit 9 indikator), FSVA dapat menjawab tiga pertanyaan kunci terkait ketahanan dan kerawanan pangan yaitu: Di mana daerah yang paling rawan ketahanan pangannya (per kabupaten, kecamatan); Berapa banyak penduduk (perkiraan penduduk); dan Mengapa mereka paling rawan (penentu utama untuk kerawanan pangan)?.. TEMUAN UTAMA FSVA PROVINSI. Ketersediaan Pangan Hasil pertanian sedikit meningkat (laju peningkatan sekitar,9% per tahun selama 8) dan menurun sebesar,% pada tahun 9. Produksi padi, jagung, ubi kayu dan kacang tanah Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan NTT xvii

20 meningkat, sedangkan produksi ubi jalar dan kacang kedelai menurun. Pada umumnya, mayoritas daerah di NTT merupakan daerah swasembada/surplus pangan dalam hal produksi serealia, dan ketersediaan pangan pada tingkat provinsi memadai. Akan tetapi, terdapat 4 kecamatan dari 8 kecamatan yang mengalami kekurangan serealia.. Akses terhadap Pangan Akses terhadap pangan untuk penduduk miskin merupakan gabungan dari kemiskinan, kurangnya pekerjaan tetap, pendapatan tunai yang rendah dan tidak tetap serta terbatasnya daya beli masih merupakan tantangan yang besar. Pada tahun 9, terdapat lebih dari juta orang (,%) hidup di bawah garis kemiskinan provinsi. Sejak tahun 5, seluruh kabupaten telah berhasil menurunkan tingkat kemiskinannya pada tahun 9, kecuali kabupaten Ende dan Rote Ndao. Pada tahun 9, penduduk miskin terkonsentrasi di 6 kabupaten (Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Sumba Tengah, TTS dan Rote Ndao). Dari kabupaten, terdapat kabupaten yang tingkat kemiskinannya masih lebih tinggi dari ratarata provinsi, dan kabupaten Sumba Tengah memiliki persentase penduduk miskin tertinggi (5,8%). Untuk tingkat kecamatan, perbedaan tingkat kemiskinan lebih jelas. Dari 8 kecamatan, 4 kecamatan memiliki tingkat kemiskinan lebih tinggi dari ratarata provinsi. Di antara 4 kabupaten tersebut, 9 kecamatan memiliki lebih dari % penduduk hidup di bawah garis kemiskinan provinsi. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada tahun 9 mengalami penurunan hampir % dibandingkan tahun 7. Lebih dari 4% desa di NTT tidak memiliki akses jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan roda empat sepanjang tahun. Hampir 6% rumah tangga di NTT tidak memiliki akses listrik. Seluruh kabupaten memiliki akses listrik yang terbatas ( %).. Pemanfaatan Pangan dan Situasi Gizi Pada tahun 9, ratarata asupan energi harian adalah.97 kkal, lebih rendah dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) nasional dan asupan protein sebesar 54, gram, yang sudah melampaui AKG nasional. Namun demikian, untuk tiga golongan pengeluaran terendah hanya memiliki asupan.779 kkal/kapita/hari atau kurang, dan proporsi makanan mereka kurang secara kuantitatif dan tidak seimbang secara kualitatif. Secara provinsi, 85% desa memiliki akses ke fasilitas kesehatan terdekat kurang dari 5 km, dan angka ini meningkat secara signifikan jika dibandingkan 5 tahun terakhir (67,%). Secara provinsi, 4,6% rumah tangga tidak memiliki akses terhadap air minum yang layak. Akses terendah terdapat di kabupaten Sumba Barat, Sumba Timur, Kupang, TTS dan Sabu Raijua. Pada tahun 8, angka perempuan buta huruf provinsi sebesar 4,66%. Angka perempuan buta huruf tertinggi terdapat di kabupaten Sumba Barat Daya (%), Sumba Tengah (%), Sumba Barat (6%), Belu (%) dan TTS (%). Pada tingkat kecamatan, terdapat 5 dari 8 kecamatan memiliki perempuan buta huruf sedikitnya %. Berdasarkan RISKESDAS 7, angka underweight pada balita (gabungan dari kurang gizi kronis dan akut) provinsi adalah,6%, angka tersebut belum mencapai target MDG dan merupakan masalah xviii Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan NTT

21 kesehatan masyarakat yang masih berada pada tingkat sangat buruk. Terdapat perbedaan pencapaian yang cukup besar antar kabupaten dimana 8 kabupaten mempunyai prevalensi underweight di atas prevalensi provinsi. Pada tingkat kecamatan, 4 dari 8 kecamatan mempunyai prevalensi underweight sangat tinggi ( %). Tingkat prevalensi underweight tertinggi terdapat di kabupaten di Pulau Timor, Sikka, Manggarai dan Rote Ndao. Berdasarkan RISKESDAS 7, prevalensi provinsi untuk kurang gizi kronis (stunting) adalah 46,7%, angka ini tergolong sangat tinggi untuk masalah kesehatan masyarakat. Pada tingkat kabupaten, kabupaten memiliki prevalensi yang sangat tinggi (( 4%) dan kabupaten lainnya memiliki prevalensi yang tinggi (9%). Pada tingkat kecamatan, 5 dari 8 kecamatan memiliki prevalensi stunting yang sangat tinggi. Tingkat prevalensi stunting tertinggi terdapat di kabupaten TTU, TTS, Rote Ndao, Manggarai Barat dan Kupang. Angka ratarata harapan hidup di provinsi NTT pada tahun 8 adalah 66 tahun. Delapan dari kabupaten memiliki angka harapan hidup lebih dari 66 tahun. Pada tingkat kecamatan, 74 dari 8 kecamatan memiliki angka harapan hidup 7 tahun atau lebih..4 Daerah yang rawan yang memerlukan prioritas lebih tinggi (Di mana, Berapa Banyak, dan Mengapa?) Analisis Ketahanan Pangan Komposit digunakan untuk menjawab ketiga pertanyaan di atas dengan memetakan 8 kecamatan yang memiliki data lengkap untuk 9 indikator terkait ketahanan pangan kronis. Di antara 8 kecamatan tersebut, ditetapkan 5 kecamatan dengan prioritas yang lebih tinggi yang terdiri dari 8 kecamatan Prioritas, kecamatan Prioritas, dan 66 kecamatan Prioritas, dengan jumlah penduduk sekitar,96 juta orang. 45 kecamatan lainnya dikelompokkan menjadi Prioritas 46. Perhatian yang lebih besar perlu diberikan kepada kecamatan yang termasuk dalam Prioritas. Terdapat 8 kecamatan Prioritas, 7 kecamatan berada di TTS, 7 kecamatan di TTU, 5 kecamatan di Belu, kecamatan di Kupang, kecamatan masingmasing di Sabu Raijua dan Sikka, dan kecamatan masingmasing di Manggarai dan Sumba Barat, dengan jumlah penduduk sekitar 447 ribu orang. Tingkat kerentanan terhadap kerawanan pangan terutama disebabkan karena tingginya angka kemiskinan, tingginya angka underweight pada balita, tidak ada akses listrik, tidak ada akses terhadap air bersih dan tidak ada akses jalan kendaraan roda empat. Dari kecamatan di Prioritas, 9 kecamatan di Sumba Timur, 8 kecamatan di Sumba Barat Daya dan 4 kecamatan di Sumba Tengah, dengan jumlah penduduk sekitar 47 ribu orang. Faktor penentu utama kerentanan pangan di Prioritas adalah: tidak ada akses listrik, tingginya angka kemiskinan, rendahnya angka harapan hidup, tidak ada akses air bersih dan tidak ada akses kendaraan roda empat. Terdapat 66 kecamatan Prioritas, kecamatan di TTS, kecamatan masingmasing di Kupang dan TTU, kecamatan di Belu, 7 kecamatan di Rote Ndao, 5 kecamatan masingmasing di Sumba Barat dan Manggarai, kecamatan di Sabu Raijua dan kecamatan di Sikka, dengan jumlah penduduk sekitar juta orang. Kerentanan terhadap tingkat kerawanan pangan pada Prioritas terutama disebabkan karena tingginya angka underweight pada balita, tidak ada akses listrik, tidak ada akses kendaraan roda empat, rendahnya angka harapan hidup dan tidak ada akses air bersih. Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan NTT xix

22

23 Peta Kerentanan terhadap Kerawanan Pangan Provinsi NTT 5 5 Km Nagekeo Manggarai '"S Alor Lembata Manggarai Timur Manggarai Barat Sumba Barat Daya 4 '"E Sikka Ngada Flores Timur Timor Tengah Utara Ende Sumba Tengah Sumba Timur Belu Sumba Barat Kota Kupang Sabu Raijua '"S 8 '"S '"E 8 '"S '"E Kupang Legenda/Legend: Prioritas Kecamatan/ Priority Subdistricts Prioritas Kecamatan/ Priority Subdistricts Prioritas Kecamatan/ Priority Subdistricts Prioritas 4 Kecamatan/ Priority 4 Subdistricts Prioritas 5 Kecamatan/ Priority 5 Subdistricts Prioritas 6 Kecamatan/ Priority 6 Subdistricts Daerah Perkotaan/Tidak ada Data Urban Area/No Data Batas Kabupaten/ District Boundary '"E Batas Kecamatan/ Subdistrict Boundary Rote Ndao '"E 4 '"E Timor Tengah Selatan

24

25 BAB PENDAHULUAN. LATAR BELAKANG DAN DASAR PEMIKIRAN Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri dari kabupaten dan kota dengan total penduduk sebesar jiwa. NTT terdiri dari.9 pulau namun hanya 4 pulau yang berpenghuni, yang terbentang antara 8º º Lintang Selatan dan 8º 5º Bujur Timur, dengan luas daratan seluruhnya 48.78, km. Secara klimatologi, NTT merupakan daerah semi arid dengan curah hujan rendah. Musim basah atau hujan biasanya cukup singkat sekitar sampai 4 bulan dengan ratarata curah hujan tahunan terendah 8 mm dan tertinggi. mm. Perekonomian provinsi NTT tergantung pada pertanian yang menyumbang 9,6% dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Tingkat pertumbuhan ekonomi NTT adalah 4,% pada tahun 9 sementara pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun yang sama mencapai 6,%. Indeks Pembangunan Manusia provinsi NTT meningkat secara bertahap dalam beberapa tahun terakhir ini. Namun tingkat pendapatan rendah dan prevalensi kekurangan gizi yang tinggi menempatkan NTT pada peringkat dari provinsi. Kondisi ini menunjukkan bahwa masih sangat banyak hal yang harus dilakukan oleh pemerintah dan para stakeholder dalam melakukan pembaharuan. Menindaklanjuti Peta Kerawanan Pangan (FIA) nasional tahun 5, edisi kedua Peta Ketahanan dan Kerawanan Pangan (FSVA) nasional yang mencakup 46 kabupaten dari provinsi yang dikembangkan pada tahun 9 oleh Dewan Ketahanan Pangan Nasional (DKP) dan Badan Ketahanan Pangan (BKP) provinsi bekerjasama dengan United Nations World Food Programme (WFP). FSVA nasional 9 diluncurkan secara resmi oleh Presiden Indonesia pada bulan Mei dan dijadikan sebagai alat yang penting dalam melakukan pentargetan wilayah kabupaten yang paling rawan untuk intervensi ketahanan pangan dan gizi. Pemerintah Indonesia mengalokasikan dana lebih dari milyar atau $US juta untuk kabupaten yang paling rawan yang teridentifikasi pada FIA nasional 5. Pemerintah juga merencanakan mengalokasi dana untuk intervesi ketahanan pangan dan gizi berdasarkan FSVA nasional 9. Dari kabupaten prioritas pertama di Indonesia pada FIA nasional 5, diantaranya adalah kabupatenkabupaten di provinsi NTT. Beberapa intervensi dari berbagai sumber dana telah dilakukan pada kabupaten tersebut. Pada FSVA nasional 9, jumlah kabupaten di NTT yang termasuk dalam kabupaten prioritas pertama menurun menjadi 6 kabupaten. Perhatian dan dukungan secara terus menerus masih sangat dibutuhkan demi mempercepat pencapaian kondisi yang lebih baik pada masa yang akan datang. Walaupun FIA nasional 5 dan FSVA nasional 9 berhasil mengungkap perbedaan tingkat ketahanan dan kerentanan pangan dan gizi tingkat kabupaten di Indonesia, namun belum ada alat yang dapat digunakan untuk menganalisa dan mengklasifikasikan ketahanan dan kerentanan pangan pada tingkat kecamatan. FSVA tingkat provinsi telah dikembangkan pada provinsi prioritas sebagai suatu alat yang baru yang dipergunakan oleh perencana dan pengambil keputusan dalam mengidentifikasi kecamatankecamatan rentan yang membutuhkan perhatian khusus dalam hal intervensi ketahanan pangan dan gizi. DKP nasional, BKP provinsi dan seluruh BKP kabupaten di masingmasing provinsi mengembangkan FSVA provinsi dalam kerja sama dengan WFP dan dengan bantuan teknis dari berbagai instansi seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, Badan Pusat Statistik (BPS) dan Institut Pertanian Bogor (IPB). Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan NTT

26 Pada tahun, provinsi NTT terdiri dari kabupaten, kota dan 87 kecamatan yang terdiri dari 8 kecamatan pedesaan dan 4 kecamatan perkotaan. Dari kabupaten ini, ada 5 kabupaten baru hasil pemekaran tahun 79 yaitu kabupaten Sumba Barat Daya dan Sumba Tengah (dari kabupaten Sumba Barat), kabupaten Manggarai Timur (dari kabupaten Manggarai), kabupaten Nagekeo (dari kabupaten Ngada) dan kabupaten Sabu Raijua (dari kabupaten Kupang). Serupa dengan FIA nasional 5 dan FSVA nasional 9, wilayah perkotaan tidak diikutsertakan dalam FSVA provinsi, sebab ketahanan pangan perkotaan perlu dianalisa secara terpisah yang mungkin akan menjadi pertimbangan dimasa depan. Selanjutnya, kecamatan pedesaan tidak dianalisa karena merupakan kecamatan baru yang dibentuk tahun, yaitu kecamatan Amfoang Tengah di Kabupaten Kupang, Solor Selatan di Flores Timur, dan Katikutana Selatan di Sumba Tengah (Lampiran.). Sehingga di dalam peta ini hanya menunjukkan analisis situasi ketahanan pangan pada 8 kecamatan di kabupaten. Peluncuran FIA nasional 5 ternyata masih menyebabkan kesalahpahaman mengenai pengertian pemeringkatan kabupaten rawan pangan. Kata kerawanan pangan (food insecurity) diindikasikan secara langsung bahwa kabupatenkabupaten peringkat bawah adalah kabupaten yang semua penduduknya rawan pangan. Oleh karena itu, pada peta nasional tahun 9 diberi judul Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) untuk menghindari kesalahpahaman pengertian tersebut. Perubahan nama Peta Kerawanan Pangan (FIA) menjadi Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) dilakukan dengan pertimbangan untuk memperjelas pengertian mengenai konsep ketahanan pangan berdasarkan tiga dimensi ketahanan pangan (ketersediaan, akses dan pemanfaatan pangan) dalam semua kondisi bukan hanya pada situasi kerawanan pangan saja. FSVA juga bertujuan untuk mengetahui berbagai penyebab kerawanan pangan secara lebih baik atau dengan kata lain kerentanan terhadap kerawanan pangan, bukan hanya kerawanan pangan itu sendiri.. KERANGKA KONSEP KETAHANAN PANGAN DAN GIZI Pada World Food Summit (996), ketahanan pangan didefinisikan sebagai: Ketahanan pangan terjadi apabila semua orang secara terus menerus, baik secara fisik, sosial, dan ekonomi mempunyai akses untuk pangan yang memadai/cukup, bergizi dan aman, yang memenuhi kebutuhan pangan mereka dan pilihan makanan untuk hidup secara aktif dan sehat. Pada FSVA provinsi, analisis dan pemetaan dilakukan berdasarkan pada pemahaman mengenai ketahanan dan kerentanan pangan dan gizi seperti yang tercantum dalam Kerangka Konsep Ketahanan Pangan dan Gizi (Gambar.). a. Ketahanan Pangan Di Indonesia, Undangundang No. 7 tahun 996 tentang Pangan mengartikan Ketahanan Pangan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Seperti FIA pertama dan FSVA nasional 9, FSVA provinsi dibuat berdasarkan tiga pilar ketahanan pangan: (i) ketersediaan pangan; (ii) akses terhadap pangan; dan (iii) pemanfaatan pangan. Ketersediaan pangan adalah tersedianya pangan secara fisik di daerah, yang diperoleh baik dari hasil produksi domestik, impor/perdagangan maupun bantuan pangan. Ketersediaan pangan ditentukan dari produksi domestik, masuknya pangan melalui mekanisme pasar, stok pangan yang dimiliki pedagang dan pemerintah, serta bantuan pangan baik dari pemerintah maupun dari badan bantuan pangan. Ketersediaan pangan dapat dihitung pada tingkat nasional, provinsi, kabupaten atau tingkat masyarakat. Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan NTT

27 Gambar.: Kerangka Konsep Ketahanan Pangan dan Gizi T E R PA PA R T E R H A D A P G O N C A N G A N D A N B E N C A N A Kerangka Kerja Ketersediaan Pangan/ Pasar Pelayanan Dasar dan Infrastruktur Politik, Ekonomi, Kelembagaan, Keamanan, Sosial, Budaya, Gender, Lingkungan Kondisi Agroekologikal/ Musim Asupan Makanan Individu Akses Pangan Rumah Tangga Status Gizi/ Kematian Pola Asuh/ Praktek Kesehatan Status Kesehatan/ Penyakit Produksi Pangan Rumah Tangga, pemberian, pertukaran, penghasilan tunai, pinjaman, tabungan, kiriman Modal/Aset Alam, Fisik, Manusia, Ekonomi, Sosial Kondisi Kesehatan dan Higiene Tingkat Individu Tingkat Rumah Tangga (RT) Dampak Penghidupan Strategi Penghidupan Tingkat RT/ Masyarakat Aset Penghidupan Sumber: WFP, Januari 9 Akses Pangan adalah kemampuan rumah tangga untuk memperoleh cukup pangan, baik yang berasal dari produksi sendiri, pembelian, barter, hadiah, pinjaman dan bantuan pangan maupun kombinasi diantara kelimanya. Ketersediaan pangan di suatu daerah mungkin mencukupi, akan tetapi tidak semua rumah tangga memiliki akses yang memadai baik secara kuantitas maupun keragaman pangan melalui mekanisme tersebut di atas. Pemanfaatan pangan merujuk pada penggunaan pangan oleh rumah tangga, dan kemampuan individu untuk menyerap dan memetabolisme zat gizi (konversi zat gizi secara efisien oleh tubuh). Pemanfaatan pangan juga meliputi cara penyimpanan, pengolahan dan penyiapan makanan termasuk penggunaan air dan bahan bakar selama proses pengolahannya serta kondisi higiene, budaya atau kebiasaan pemberian makan terutama untuk individu yang memerlukan jenis makanan khusus, distribusi makanan dalam rumah tangga sesuai kebutuhan masingmasing individu (pertumbuhan, kehamilan, menyusui dll), dan status kesehatan masingmasing anggota rumah tangga. Produksi dan ketersediaan pangan yang cukup di tingkat nasional dan provinsi tidak secara otomatis menjamin ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga dan individu. Pangan mungkin tersedia dan dapat diakses namun sebagian anggota rumah tangga mungkin tidak mendapat manfaat secara maksimal apabila kelompok ini tidak memperoleh distribusi pangan yang cukup, baik dari segi jumlah maupun keragaman atau apabila kondisi tubuh mereka tidak memungkinkan penyerapan makanan karena penyiapan makanan yang tidak tepat atau karena sedang sakit. Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan NTT

28 Kerangka konsep ketahanan pangan mempertimbangkan ketersediaan pangan, akses terhadap pangan dan pemanfaatan pangan sebagai aspekaspek utama penopang ketahanan pangan serta menghubungkan aspekaspek tersebut dengan kepemilikan aset rumah tangga, strategi penghidupan, dan lingkungan politik, sosial, kelembagaan dan ekonomi. Dengan kata lain, status ketahanan pangan suatu rumah tangga, atau individu ditentukan oleh interaksi dari faktor lingkungan pertanian (agroenvironmental), sosial ekonomi dan biologi dan bahkan faktor politik. Kerawanan pangan dapat bersifat kronis atau sementara/transien. Kerawanan pangan kronis adalah ketidakmampuan jangka panjang atau yang terus menerus untuk memenuhi kebutuhan pangan minimum. Keadaan ini biasanya terkait dengan faktor strukural, yang tidak dapat berubah dengan cepat, seperti iklim setempat, jenis tanah, sistem pemerintah daerah, kepemilikan lahan, hubungan antar etnis, tingkat pendidikan, dll. Kerawanan pangan sementara adalah ketidakmampuan jangka pendek atau sementara untuk memenuhi kebutuhan pangan minimum. Keadaan ini biasanya terkait dengan faktor dinamis yang berubah dengan cepat seperti penyakit infeksi, bencana alam, pengungsian, berubahnya fungsi pasar, tingkat besarnya hutang, perpindahan penduduk (migrasi) dll. Kerawanan pangan sementara yang terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan menurunnya kualitas penghidupan rumah tangga, menurunnya daya tahan, dan bahkan bisa berubah menjadi kerawanan pangan kronis. b. Ketahanan gizi Ketahanan gizi didefinisikan sebagai akses fisik, ekonomi, lingkungan dan sosial terhadap asupan makanan seimbang, air layak minum, kesehatan lingkungan, pelayanan kesehatan dasar dan pendidikan dasar. Ini berarti bahwa ketahanan gizi membutuhkan kombinasi dari komponen makanan dan nonmakanan. Ketahanan gizi yang ditunjukkan oleh status gizi merupakan tujuan akhir dari ketahanan pangan, kesehatan dan pola pengasuhan tingkat individu. Kerawanan pangan adalah salah satu dari penyebab utama masalah gizi. Penyebab utama lainnya adalah status kesehatan dan kondisi kesehatan lingkungan masyarakat, dan pola pengasuhan. Oleh karena itu, di manapun terjadi kerawanan pangan, maka akan beresiko kekurangan gizi, termasuk kekurangan gizi mikro. Namun demikian, ini tidak berarti bahwa kerawanan pangan adalah penyebab satusatunya masalah kurang gizi, tanpa mempertimbangkan faktor kesehatan dan pola asuh seperti kurangnya akses ke air layak minum, sanitasi, fasilitas dan pelayanan kesehatan, rendahnya kualitas pola asuh dan pemberian makan anak serta tingkat pendidikan ibu, dll. c. Kerentanan Kerentanan terhadap kerawanan pangan mengacu pada suatu kondisi yang dapat membuat suatu masyarakat yang beresiko rawan pangan menjadi rawan pangan. Tingkat kerentanan individu, rumah tangga atau kelompok masyarakat ditentukan oleh tingkat keterpaparan mereka terhadap faktorfaktor resiko/goncangan dan kemampuan mereka untuk mengatasi situasi tersebut baik dalam kondisi tertekan maupun tidak.. INDIKATOR YANG DIGUNAKAN DALAM FSVA PROVINSI Kerawanan pangan merupakan isu multidimensional yang memerlukan analisis dari berbagai parameter tidak hanya produksi dan ketersediaan pangan saja. Meskipun tidak ada cara spesifik untuk mengukur ketahanan pangan, kompleksitas ketahanan pangan dapat disederhanakan dengan menitikberatkan pada tiga dimensi yang berbeda namun saling berkaitan yaitu ketersediaan pangan, akses pangan oleh rumah tangga dan pemanfaatan pangan oleh individu. 4 Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan NTT

29 Indikator yang dipilih dalam FSVA provinsi ini berkaitan dengan tiga pilar ketahanan pangan tersebut berdasarkan konsepsi Kerangka Konsep Ketahanan Pangan dan Gizi. Disamping itu, pemilihan indikator juga tergantung pada ketersediaan data pada tingkat kecamatan. Indikator yang digunakan untuk FSVA provinsi tertera pada Tabel.. Tim Asistensi FSVA Pusat untuk pengembangan FSVA provinsi sepakat untuk menggunakan seluruh indikator FSVA nasional 9 untuk FSVA provinsi. Angka kematian bayi (Infant Mortality Rate IMR) yang digunakan dalam FIA nasional 5 dikeluarkan dari FSVA nasional 9 dan FSVA provinsi karena ketidaktersediaan data. Data kurang gizi kronis (pendek/stunting) pada balita diambil dari data Pemantauan Status Gizi (PSG) provinsi NTT tahun 9. Akan tetapi, data tersebut tidak dimasukkan ke dalam analisis ketahanan pangan komposit, tetapi tetap dianalisis dan dijelaskan dalam laporan secara deskriptif. FSVA provinsi ini dikembangkan dengan menggunakan 9 indikator ketahanan pangan kronis dan 4 indikator ketahanan pangan sementara/transien. Peta komposit ketahanan dan kerentanan pangan dihasilkan dengan mengkombinasikan 9 indikator ketahanan pangan kronis dengan menggunakan Principal Component Analysis dan Analisis Kelompok (Cluster Analysis). Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari BKP, Dinas Kesehatan dan Dinas Pertanian tingkat provinsi dan kabupaten serta publikasi dari BPS, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) provinsi, dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) provinsi serta Kementerian Kehutanan. Data yang digunakan untuk analisa ini berasal dari data tahun periode tahun 79. Beberapa indikator merupakan data individu, sedangkan indikator yang lain merupakan data rumah tangga atau masyarakat. Teknik Small Area Estimation (SAE) digunakan untuk beberapa indikator untuk mengestimasi data tingkat kecamatan dengan menggunakan data tingkat kabupaten dan desa berdasarkan petunjuk teknis dari BPS pusat dan beberapa ahli. Catatan teknis mengenai metodologi SAE dan aplikasinya dalam FSVA provinsi dapat dilihat pada lampiran.. Peta komposit yang dikembangkan dari indikatorindikator tersebut hanya mengindikasikan situasi ketahanan pangan secara umum di suatu kecamatan. Pada kecamatan yang tahan pangan, sebagaimana diperlihatkan pada peta komposit, tidak berarti bahwa semua desa dan rumah tangga dalam kecamatan tersebut tahan pangan. Hal ini juga berlaku untuk daerahdaerah yang rawan pangan. Petapeta dibuat dengan menggunakan pola warna yang seragam yaitu gradasi warna merah dan hijau. Gradasi warna merah menunjukkan variasi tingkat kerawanan pangan dan gradasi warna hijau menggambarkan kondisi yang lebih baik. Pada kedua kelompok warna tersebut, warna yang semakin tua menunjukkan tingkat yang lebih tinggi dalam hal ketahanan atau kerentanan terhadap kerawanan pangan. Klasifikasi data pada peta untuk indikator individu sama dengan yang digunakan pada FIA nasional 5 dan FSVA nasional 9, kecuali data berat balita di bawah standar (underweight) yang menggunakan batas klasifikasi masalah kesehatan masyarakat dari Badan Kesehatan Dunia (WHO, 5) yang juga digunakan dalam FSVA nasional 9. Index peta. sampai.5 merupakan daftar kabupaten dan kecamatan yang digunakan dalam analisis peta ini. Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan NTT 5

30 Tabel.: Indikator Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan NTT, Ketersediaan Pangan Indikator Definisi dan Perhitungan Sumber Data. Rasio konsumsi normatif per kapita terhadap ketersediaan bersih padi + jagung + ubi kayu + ubi jalar. Data ratarata produksi bersih tiga tahun (79) padi, jagung, ubi kayu dan ubi jalar pada tingkat kecamatan dihitung dengan menggunakan faktor konversi standar. Untuk ratarata produksi bersih ubi kayu dan ubi jalar dibagi dengan (faktor konversi serealia) untuk mendapatkan nilai yang ekivalen dengan serealia. Kemudian dihitung total produksi serealia yang layak dikonsumsi. Badan Ketahanan Pangan dan Badan Pusat Statistik Provinsi dan Kabupaten, (data 79). Ketersediaan bersih serealia per kapita per hari dihitung dengan membagi total ketersediaan serealia kecamatan dengan jumlah populasinya (data penduduk pertengahan tahun 8).. Data bersih serealia dari perdagangan dan impor tidak diperhitungkan karena data tidak tersedia pada tingkat kecamatan. 4. Konsumsi normatif serealia/hari/kapita adalah gram/ orang/hari. 5. Kemudian dihitung rasio konsumsi normatif perkapita terhadap ketersediaan bersih serealia per kapita. Rasio lebih besar dari menunjukkan daerah defisit pangan dan daerah dengan rasio lebih kecil dari adalah surplus untuk produksi serealia. Akses Pangan dan Matapencaharian. Persentase penduduk hidup di bawah garis kemiskinan Nilai rupiah pengeluaran per kapita setiap bulan untuk memenuhi standar minimum kebutuhankebutuhan konsumsi pangan dan non pangan yang dibutuhkan oleh seorang individu untuk hidup secara layak. Dihitung dengan metode Small Area Estimation (SAE). SUSENAS KOR 79, SUSENAS MODUL 8, PODES (Potensi Desa) 8, BPS. Persentase desa yang tidak memiliki akses penghubung yang memadai Lalulintas antar desa yang tidak bisa dilalui oleh kendaraan roda empat sepanjang tahun. PODES (Potensi Desa) 8, BPS 4. Persentase rumah tangga tanpa akses listrik Persentase rumah tangga yang tidak memiliki akses terhadap listrik dari PLN dan/atau non PLN, misalnya generator. Dihitung dengan metode SAE. SUSENAS KOR 79, PODES 8, BPS Pemanfaatan Pangan Persentase desa dengan jarak lebih dari 5 km dari fasilitas kesehatan Persentase rumah tangga tanpa akses ke air bersih Persentase desa dengan jarak lebih dari 5 kilometer dari fasilitas kesehatan (rumah sakit, klinik, puskesmas, dokter, juru rawat, bidan yang terlatih, paramedik, dan sebagainya). Persentase rumah tangga yang tidak memiliki akses ke air minum yang berasal dari air leding/pam, pompa air, sumur atau mata air yang terlindung. Dihitung dengan metode SAE. 7. Perempuan Buta Huruf Persentase perempuan di atas 5 tahun yang tidak dapat membaca atau menulis. Dihitung dengan metode SAE Berat badan balita di bawah standar (Underweight) Angka harapan hidup pada saat lahir Anak di bawah lima tahun yang berat badannya kurang dari Standar Deviasi ( SD) dari berat badan normal pada usia dan jenis kelamin tertentu (Standar WHO 5). Perkiraan lama hidup ratarata bayi baru lahir dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas sepanjang hidupnya. Dihitung dengan metode SAE. PODES (Potensi Desa) 8, BPS SUSENAS KOR 79, PO DES 8, BPS SUSENAS KOR 79, PO DES 8, BPS Pemantauan Status Gizi (PSG) 9, Dinas Kesehatan NTT SUSENAS KOR 79, PO DES 8, BPS 6 Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan NTT

31 Indikator Definisi dan Perhitungan Sumber Data Kerentanan terhadap Kerawanan Pangan Transien. Bencana alam Data bencana alam yang terjadi di NTT dan kerusakannya selama periode Penyimpangan Curah Hujan. Data ratarata tahunan curah hujan pada musim hujan dan kemarau selama tahun terakhir (99798 sampai 78) dihitung.. Kemudian dihitung persentase dari perbandingan nilai ratarata tahun terhadap nilai normal ratarata tahun (97 ).. Persentase daerah puso Persentase dari daerah ditanami padi dan jagung yang rusak akibat kekeringan, banjir dan organisme pengganggu tanaman (OPT).. Deforestasi hutan Deforestasi adalah perubahan kondisi penutupan lahan dari hutan menjadi non hutan. Angka deforestasi hutan berdasarkan analisis citra satelit Landsat pada tahun / dan 5/6. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) NTT, Sensus Pertanian (SP) BPS, 7 9 Penghitungan Deforestasi Indonesia tahun 8, Departemen Kehutanan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan NTT 7

1.1 LATAR BELAKANG DAN DASAR PEMIKIRAN PETA KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN PROVINSI JAWA BARAT

1.1 LATAR BELAKANG DAN DASAR PEMIKIRAN PETA KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN PROVINSI JAWA BARAT BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG DAN DASAR PEMIKIRAN PETA KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN PROVINSI JAWA BARAT Upaya pengurangan angka kemiskinan dan kelaparan di dunia pada Tahun 2015 sampai setengahnya

Lebih terperinci

Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Nusa Tenggara Barat

Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Nusa Tenggara Barat Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Nusa Tenggara Barat Food Security and Vulnerability Atlas of Nusa Tenggara Barat N K A N GA N A DEW PEMERINTAH PROVINSI Nusa Tenggara Barat ET N AHANA P Peta Ketahanan

Lebih terperinci

Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan. tahun 2015

Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan. tahun 2015 Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Nusa Tenggara Timur tahun 2015 PEMERINTAH PROVINSI Nusa Tenggara Timur Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Nusa Tenggara Timur tahun 2015 Pemerintah Provinsi Nusa

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG PENGGALIAN DATA UNTUK PEMETAAN Rosihan Asmara, SE, MP Email :rosihan@brawijaya.ac.id UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Peta Kerawanan Pangan Peta kerawanan pangan pada tingkat provinsi merupakan alat-bantu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pokok merupakan kebutuhan minimal manusia yang mutlak harus dipenuhi untuk menjamin kelangsungan hidup. Kebutuhan pokok manusia terdiri atas, kebutuhan pangan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dari perspektif sejarah, istilah ketahanan pangan (food security) mulai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dari perspektif sejarah, istilah ketahanan pangan (food security) mulai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Ketahanan pangan Dari perspektif sejarah, istilah ketahanan pangan (food security) mulai mengemuka saat terjadi krisis pangan dan kelaparan yang menimpa dunia

Lebih terperinci

Better Prepared And Ready to Help

Better Prepared And Ready to Help Mengukur dan Memahami Kerawanan Pangan di Indonesia: Pengalaman WFP Emergency Retno Sri Handini Preparedness VAM Officer Mission Nepal Yogyakarta, 10 Desember 2015 Outline 1. Program WFP di Indonesia 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indeks pembangunan manusia (Badan Pusat Statistik, 2013). Walaupun Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. indeks pembangunan manusia (Badan Pusat Statistik, 2013). Walaupun Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang memiliki penduduk 230 juta dengan beraneka ragam budaya, sosio-ekonomi dan letak geografis menduduki peringkat 107 dari 177 negara untuk indeks pembangunan

Lebih terperinci

Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia 2015: Versi Rangkuman

Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia 2015: Versi Rangkuman Fighting Hunger Worldwide Fighting Hunger Worldwide Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia 2015: Versi Rangkuman Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia 2015 Copyright @ 2015 Dewan Ketahanan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No14/02/53/Th.XVIII, 16 Februari 2015 Tipologi Wilayah Hasil Pendataan Potensi Desa (Podes) Provinsi Nusa Tenggara Timur 2014 Pendataan Potensi Desa (Podes)

Lebih terperinci

SEKILAS TENTANG RAWAN PANGAN. Written by adminbkpp2 Wednesday, 20 May :37 - Last Updated Wednesday, 20 May :59

SEKILAS TENTANG RAWAN PANGAN. Written by adminbkpp2 Wednesday, 20 May :37 - Last Updated Wednesday, 20 May :59 Beberapa media sering sekali memberitakan tentang rawan pangan/ kerawanan pangan dan kelaparan yang terjadi pada suatu daerah. Dengan adanya pemberitaan ini maka dengan sendirinya masyarakat jadi tahu

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2011 MENCAPAI 5,11 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2011 MENCAPAI 5,11 PERSEN BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN NGADA No. 08/08/Th.IV, 3 Agustus 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2011 MENCAPAI 5,11 PERSEN Ekonomi Kabupaten Ngada pada tahun 2011 tumbuh

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. tahun 1970an bersamaan dengan adanya krisis pangan dan kelaparan dunia

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. tahun 1970an bersamaan dengan adanya krisis pangan dan kelaparan dunia II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Ketahanan pangan Konsep ketahanan pangan (food security) mulainya berkembang pada tahun 1970an bersamaan dengan adanya krisis pangan dan kelaparan dunia

Lebih terperinci

BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PRODUKSI TANAMAN PADI DAN PALAWIJA NTT (ANGKA TETAP 2009 DAN ANGKA RAMALAN II 2010) No. 03/07/53/Th.XIII, 1 Juli 2010 PUSO NTT 2010 MENGHAMBAT PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN

Lebih terperinci

KAJIAN KETAHANAN PANGAN DAN KERAWANAN PANGAN DI PROVINSI BENGKULU. Assessment of Food Security and Food Insecurity in Bengkulu Province

KAJIAN KETAHANAN PANGAN DAN KERAWANAN PANGAN DI PROVINSI BENGKULU. Assessment of Food Security and Food Insecurity in Bengkulu Province KAJIAN KETAHANAN PANGAN DAN KERAWANAN PANGAN DI PROVINSI BENGKULU Assessment of Food Security and Food Insecurity in Bengkulu Province Gita Mulyasari Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 1 indikator kesejahteraan DAERAH provinsi nusa tenggara timur sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia Jl. Kebon Sirih No. 14 Jakarta

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan III. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Pada penelitian deskriptif, prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM. pada posisi 8-12 Lintang Selatan dan Bujur Timur.

GAMBARAN UMUM. pada posisi 8-12 Lintang Selatan dan Bujur Timur. 51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Kondisi Umum 4.1.1 Geogafis Nusa Tenggara Timur adalah salah provinsi yang terletak di sebelah timur Indonesia. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terletak di selatan khatulistiwa

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri dari pulau-pulau yang memiliki penduduk yang beraneka ragam, dengan latar

Lebih terperinci

ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1)

ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1) 66 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 66-73 Mewa Ariani et al. ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1) Mewa Ariani, H.P.S. Rachman, G.S. Hardono, dan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2012 MENCAPAI 5,61 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2012 MENCAPAI 5,61 PERSEN BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN NGADA No.05/08/Th.V, 1 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2012 MENCAPAI 5,61 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ngada yang diukur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan Pangan (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), pp

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan Pangan (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), pp I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia telah mengalami pemulihan yang cukup berarti sejak krisis ekonomi tahun 1998. Proses stabilisasi ekonomi Indonesia berjalan cukup baik setelah mengalami krisis

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI

SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI A. Pendahuluan Berdasarkan Undang-undang Pangan Nomor: 18 Tahun 2012, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang

Lebih terperinci

(Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) of Gorontalo Province in 2015)

(Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) of Gorontalo Province in 2015) PETA KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN PROVINSI GORONTALO TAHUN 2015 Rusthamrin H. Akuba, Arif Murtaqi Akhmad Mutsyahidan Tim Pengajar Jurusan Teknologi Pertanian Politeknik Email : rusthamrinakuba@poligon.ac.id

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2014 No. 06/11/53/Th. XV, 5 November 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2014 AGUSTUS 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA NTT SEBESAR 3,26% Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) NTT Agustus 2014 mencapai 3,26

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak meledaknya pertumbuhan penduduk dunia dan pengaruh perubahan iklim global yang makin sulit diprediksi.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki dan harus dipenuhi oleh negara maupun masyarakatnya. Menurut Undang Undang nomor 7 tahun 1996 tentang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA TAHUN 2015 MENCAPAI 4,86 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA TAHUN 2015 MENCAPAI 4,86 PERSEN BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN NGADA No. 03/09/Th. VIII, 13 September 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA TAHUN 2015 MENCAPAI 4,86 PERSEN Tahukah Anda? RIlis PDRB

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang mendasar atau bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang penyelenggaraannya

I. PENDAHULUAN. yang mendasar atau bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang penyelenggaraannya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan hidup, sehingga usaha pemenuhan kebutuhan pangan merupakan suatu usaha kemanusiaan yang mendasar

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Bagian I :

KATA PENGANTAR Bagian I : KATA PENGANTAR Segala Puji Syukur patut kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rakhmat-nya sehingga pelaksanaan Penelitian Baseline Economic Survey-KPJu Unggulan UMKM Provinsi

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

V. DESKRIPSI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR 61 V. DESKRIPSI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR 5.1. Keadaaan Geografis dan Administrasi Daerah Provinsi NTT terletak antara 8 0-12 0 Lintang Selatan dan 118 0-125 0 Bujur Timur. Luas wilayah daratan 48 718.10

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Administratif BAB IV GAMBARAN UMUM Secara astronomi Provinsi Nusa Tenggara Timur terletak antara 8 0 12 0 Lintang Selatan dan 118 0 125 0 Bujur Timur. Berdasarkan posisi geografisnya,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. kapita Kota Kupang sangat tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. kapita Kota Kupang sangat tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Kesenjangan Berdasarkan data PDRB per kapita, diketahui bahwa nilai PDRB per kapita Kota Kupang sangat tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA TAHUN 2016 MENCAPAI 5,19 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA TAHUN 2016 MENCAPAI 5,19 PERSEN BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN NGADA No. 02/08/Th.IX, 8 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA TAHUN 2016 MENCAPAI 5,19 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengantar Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengantar Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengantar 1.1.1 Latar Belakang Kebutuhan pokok merupakan kebutuhan minimal manusia yang mutlak harus dipenuhi untuk menjamin kelangsungan hidup. Kebutuhan pokok manusia terdiri atas

Lebih terperinci

NUSA TENGGARA BARAT 2015

NUSA TENGGARA BARAT 2015 Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan NUSA TENGGARA BARAT 2015 Dewan Ketahanan Pangan NTB Badan Ketahanan Pangan NTB World Food Programme GUBERNUR PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Sambutan Bismillahirrahmanirrahim.

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun

Lebih terperinci

Determinan Ketahanan Dan Kerentanan Pangan Pada Wilayah Lahan Sub Optimal Di Provinsi Sumatera Selatan

Determinan Ketahanan Dan Kerentanan Pangan Pada Wilayah Lahan Sub Optimal Di Provinsi Sumatera Selatan Determinan Ketahanan Dan Kerentanan Pangan Pada Wilayah Lahan Sub Optimal Di Provinsi Sumatera Selatan Determinant of Food Security and Vulnerability on Sub Optimal Area in South Sumatera Riswani 1 *)

Lebih terperinci

TENTANG RENCANA AKSI DAERAH PERCEPATAN PEMENUHAN PANGAN DAN GIZI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN

TENTANG RENCANA AKSI DAERAH PERCEPATAN PEMENUHAN PANGAN DAN GIZI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN LAMPIRAN : PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 6 TAHUN 2012 TANGGAL : 11 JANUARI 2012 TENTANG RENCANA AKSI DAERAH PERCEPATAN PEMENUHAN PANGAN DAN GIZI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2012-2015

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Kondisi Fisik Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi kepulauan dengan jumlah pulau sebanyak 1.192 pulau, 432 pulau mempunyai nama dan 44 pulau berpenghuni.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya di berbagai negara berkembang (WHO, 2004). The United Nations

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya di berbagai negara berkembang (WHO, 2004). The United Nations 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status gizi balita merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, khususnya di berbagai negara berkembang (WHO, 2004). The United Nations Children s Fund (UNICEF)

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2011

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2011 No. 05, 7 November 2011 KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2011 AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA NTT 2,69% Angkatan kerja NTT pada Agustus 2011 mencapai 2.154.258 orang, bertambah 21,9 ribu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Declaration and World Food Summit Plan of Action adalah food security

BAB I PENDAHULUAN. Declaration and World Food Summit Plan of Action adalah food security BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki. Menurut Undang-undang No. 7 tahun 1996 tentang pangan, pada pasal 1 ayat 17, menyebutkan ketahanan pangan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM / KEGIATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2016

KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM / KEGIATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2016 KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM / KEGIATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2016 OLEH : DRS. HADJI HUSEN KEPALA BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN PROVINSI NTT BADAN

Lebih terperinci

Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA. Volume 7, Agustus 2017

Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA. Volume 7, Agustus 2017 Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA Volume 7, Agustus 2017 IKLIM DAN KETAHANAN PANGAN April - Juni 2017 Rendahnya kejadian kebakaran hutan Musim panen utama padi dan jagung lebih tinggi dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan pangan. Banyak kasus kurang gizi disebabkan karena rendahnya pemahaman pola konsumsi yang sehat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PENCAPAIAN

PERKEMBANGAN PENCAPAIAN BAGIAN 2. PERKEMBANGAN PENCAPAIAN 25 TUJUAN 1: TUJUAN 2: TUJUAN 3: TUJUAN 4: TUJUAN 5: TUJUAN 6: TUJUAN 7: Menanggulagi Kemiskinan dan Kelaparan Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua Mendorong Kesetaraan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Katalog BPS : 9302008.53 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 Anggota Tim Penyusun : Pengarah :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakatnya. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakatnya. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh setiap negara selalu bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakatnya. Pembangunan ekonomi di negara yang sedang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : Katalog BPS : 9302008.53 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan INDONESIA. Dewan Ketahanan Pangan. Kementerian Pertanian. World Food Programme

Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan INDONESIA. Dewan Ketahanan Pangan. Kementerian Pertanian. World Food Programme Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan INDONESIA 2015 N A N GA N A DEW K ET N AHANA P Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan INDONESIA 2015 Dewan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian World Food Programme

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infrastruktur Infrastruktur merujuk pada system phisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik yang lain yang dibutuhkan

Lebih terperinci

KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN NUSA TENGGARA TIMUR AGUSTUS 2010

KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN NUSA TENGGARA TIMUR AGUSTUS 2010 No. 01 Desember KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN NUSA TENGGARA TIMUR AGUSTUS Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) tahun dilaksanakan dua kali dalam setahun, yaitu pada bulan Februari dan.

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hak atas pangan telah diakui secara formal oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Akhir -akhir ini isu pangan sebagai hal asasi semakin gencar disuarakan

Lebih terperinci

KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN BERDASARKAN INDIKATOR KETAHANAN PANGAN KOMPOSIT

KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN BERDASARKAN INDIKATOR KETAHANAN PANGAN KOMPOSIT KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN BERDASARKAN INDIKATOR KETAHANAN PANGAN KOMPOSIT Sebagaimana disebutkan di dalam Bab 1, bahwa kondisi kerentanan terhadap kerawanan pangan kronis secara komposit ditentukan

Lebih terperinci

SEBAGAI UPAYA PENURUNAN AKI & AKB PROVINSI NTT

SEBAGAI UPAYA PENURUNAN AKI & AKB PROVINSI NTT STRATEGI REVOLUSI KIA SEBAGAI UPAYA PENURUNAN AKI & AKB MELALUI PROGRAM SISTER HOSPITAL PROVINSI NTT Disampaikan oleh : Dr. Stefanus Bria Seran, MPH Kadinkes Prov. NTT Pada acara Lunsh Seminar : Percepatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital untuk mempercepat proses pembangunan nasional. Infrastruktur juga memegang peranan penting sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KREDIT KETAHANAN PANGAN (KKP) DALAM UPAYA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DI KECAMATAN KUPANG TIMUR, KABUPATEN KUPANG TUGAS AKHIR

EFEKTIVITAS KREDIT KETAHANAN PANGAN (KKP) DALAM UPAYA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DI KECAMATAN KUPANG TIMUR, KABUPATEN KUPANG TUGAS AKHIR EFEKTIVITAS KREDIT KETAHANAN PANGAN (KKP) DALAM UPAYA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DI KECAMATAN KUPANG TIMUR, KABUPATEN KUPANG TUGAS AKHIR Oleh: MUHAMMAD FAUZI IBRAHIM HASAN L2D 000 440 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (ANGKA SEMENTARA)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (ANGKA SEMENTARA) . BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 13/09/53/Th. I, 2 September 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (ANGKA SEMENTARA) JUMLAH RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT Rachmat Hendayana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jl Tentara Pelajar, 10 Bogor ABSTRAK Makalah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data cross section. Data

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data cross section. Data III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data cross section. Data cross section yaitu data yang terdiri dari satu objek namun memerlukan sub-objek lainnya

Lebih terperinci

Versi ke 3 akan diluncurkan tahun 2013

Versi ke 3 akan diluncurkan tahun 2013 2013 Versi ke 3 akan diluncurkan tahun 2013 Pesan Presiden Republik Indonesia (Peluncuran FSVA Nasional tahun 2009) Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhannya tidak hanya untuk

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ). KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA SAIL KOMODO TAHUN 2013

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA SAIL KOMODO TAHUN 2013 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 2011 TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA SAIL KOMODO TAHUN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh SAMBUTAN SEKRETARIS BADAN KETAHANAN PANGAN PADA ACARA WORKSHOP KETAHANAN PANGAN NASIONAL 2015 Bali, 25 Juni 2014 Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Selamat sore dan salam sejahtera bagi kita semua;

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA SAIL KOMODO TAHUN 2013

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA SAIL KOMODO TAHUN 2013 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA SAIL KOMODO TAHUN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Geografis Secara astronomis Kabupaten Bolaang Mongondow terletak antara Lintang Utara dan antara Bujur Timur. Berdasarkan posisi geografisnya,

Lebih terperinci

RILIS HASIL PSPK2011

RILIS HASIL PSPK2011 RILIS HASIL PSPK2011 Kementerian Pertanian Badan Pusat Statistik BPS PROVINSI NTT Hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011 yang dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia mulai 1-30

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijamin dalam kualitas maupun kuantitas yang cukup untuk pemenuhan aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijamin dalam kualitas maupun kuantitas yang cukup untuk pemenuhan aspirasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan pada dasarnya merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling asasi. Demikian asasinya pangan bagi kehidupan masyarakat, maka tersedianya harus dapat dijamin

Lebih terperinci

SEKAPUR SIRIH. Kupang, Agustus 2010 Kepala BPS Kota Kupang. Ir. Adi H. Manafe, M.Si NIP

SEKAPUR SIRIH. Kupang, Agustus 2010 Kepala BPS Kota Kupang. Ir. Adi H. Manafe, M.Si NIP SEKAPUR SIRIH Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik, Badan Pusat Statistik (BPS) merupakan satu-satunya lembaga pemerintah yang dapat menyediakan data statistik dasar. Pada tahun

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN Oleh : Sumaryanto Muhammad H. Sawit Bambang Irawan Adi Setiyanto Jefferson Situmorang Muhammad Suryadi

Lebih terperinci

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi manusia. Pangan yang bermutu, bergizi, dan berimbang merupakan suatu

Lebih terperinci

Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan INDONESIA. Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan PAPUA D E N A N N A K E T PEMERINTAH PROVINSI PAPUA H A

Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan INDONESIA. Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan PAPUA D E N A N N A K E T PEMERINTAH PROVINSI PAPUA H A D E N A Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan INDONESIA 2015 Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan PAPUA 2015 W G PEMERINTAH PROVINSI PAPUA A N K E T A H A N N A P A N Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Lokasi 1. Kondisi Fisik Nusa Tenggara Barat a. Peta wilayah Sumber : Pemda NTB Gambar 4. 1 Peta Provinsi Nusa Tenggara Barat b. Konsisi geografis wilayah Letak dan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Target dan Realisasi Pajak Air Permukaan di Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi NTT

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Target dan Realisasi Pajak Air Permukaan di Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi NTT BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Target dan Realisasi Pajak Air Permukaan di Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi NTT Pajak Air Permukaan adalah salah satu jenis penerimaan dan pendapatan yang dikelola

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2008 TENTANG CADANGAN PANGAN PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2008 TENTANG CADANGAN PANGAN PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2008 TENTANG CADANGAN PANGAN PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang :

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia. Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa kekurangan gizi, terutama pada usia dini akan berdampak pada

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT. STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Statistik Daerah Kecamatan Air Dikit 214 Halaman ii STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Nomor ISSN : - Nomor Publikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Pangan meliputi produk serealia, karena porsi utama dari kebutuhan kalori harian berasal dari sumber pangan karbohidrat, yaitu sekitar separuh dari kebutuhan

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur http://lasiana.ntt.bmkg.go.id/publikasi/prakiraanmusim-ntt/ Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun

Lebih terperinci

SISTEM BARU LISTRIK KEPULAUAN

SISTEM BARU LISTRIK KEPULAUAN PT PLN (PERSERO) WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR SISTEM BARU LISTRIK KEPULAUAN PENERAPAN DI NUSA TENGGARA TIMUR FORUM KTI Lombok, 19 Oktober 2011 TANTANGAN KELISTRIKAN DI NTT - Memerlukan investasi tinggi

Lebih terperinci

IV. POLA KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

IV. POLA KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR IV. POLA KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR 4.1 Gambaran Umum Provinsi Nusa Tenggara Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur secara geografis terletak di belahan paling selatan Indonesia

Lebih terperinci

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal JURNAL TEKNIK POMITS Vol.,, () ISSN: 7-59 (-97 Print) Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal Yennita Hana Ridwan dan Rulli Pratiwi Setiawan Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh United Nations

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh United Nations BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) sejak tahun 1990 dalam seri laporan tahunan yang diberi judul

Lebih terperinci

ANALISIS INDIKATOR KETAHANAN PANGAN KOTA PROBOLINGGO: PENDEKATAN SPASIAL (ANALYSIS OF FOOD SECURITY INDICATORS IN PROBOLINGGO CITY: SPATIAL APPROACH)

ANALISIS INDIKATOR KETAHANAN PANGAN KOTA PROBOLINGGO: PENDEKATAN SPASIAL (ANALYSIS OF FOOD SECURITY INDICATORS IN PROBOLINGGO CITY: SPATIAL APPROACH) AGRISE Volume XV No. 3 Bulan Agustus 2015 ISSN: 1412-1425 ANALISIS INDIKATOR KETAHANAN PANGAN KOTA PROBOLINGGO: PENDEKATAN SPASIAL (ANALYSIS OF FOOD SECURITY INDICATORS IN PROBOLINGGO CITY: SPATIAL APPROACH)

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) I. Pendahuluan II. III. IV. Pangan dan Gizi Sebagai Investasi Pembangunan Analisis Situasi Pangan dan Gizi

Lebih terperinci

Kualitas Gizi Faktor Penting Pembangunan

Kualitas Gizi Faktor Penting Pembangunan Kebijakan Strategis RAN-PG 2016-2019: Kualitas Gizi Faktor Penting Pembangunan Prof. Dr. Bustanul Arifin barifin@uwalumni.com Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian UNILA Dewan Pendiri dan Ekonom Senior INDEF

Lebih terperinci

Pola Sebaran Wilayah Ketahanan Pangan di Provinsi Banten

Pola Sebaran Wilayah Ketahanan Pangan di Provinsi Banten Pola Sebaran Wilayah Ketahanan Pangan di Provinsi Banten Deby Eryani Setiawan 1, M.H. Dewi Susilowati 2, Hafid Setiadi 3 1 Jurusan Geografi,Universitas Indonesia, Depok16424 E-mail : deby.eryani@ui.ac.id

Lebih terperinci

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 5A TAHUN 2012 TENTANG PERJALANAN DINAS DALAM

Lebih terperinci