ANALISIS INDIKATOR KETAHANAN PANGAN KOTA PROBOLINGGO: PENDEKATAN SPASIAL (ANALYSIS OF FOOD SECURITY INDICATORS IN PROBOLINGGO CITY: SPATIAL APPROACH)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS INDIKATOR KETAHANAN PANGAN KOTA PROBOLINGGO: PENDEKATAN SPASIAL (ANALYSIS OF FOOD SECURITY INDICATORS IN PROBOLINGGO CITY: SPATIAL APPROACH)"

Transkripsi

1 AGRISE Volume XV No. 3 Bulan Agustus 2015 ISSN: ANALISIS INDIKATOR KETAHANAN PANGAN KOTA PROBOLINGGO: PENDEKATAN SPASIAL (ANALYSIS OF FOOD SECURITY INDICATORS IN PROBOLINGGO CITY: SPATIAL APPROACH) Condro Puspo Nugroho 1, Rini Mutisari 1 1 Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Jl. Veteran, Malang condro@ub.ac.id ABSTRACT Food insecurity region caused by many factors, food production areas is insufficient, lacking access to adequate food and food absorption capabilities of each individual is different. This research attempts to develop indicators that cause food insecurity to the region as a spatial decision making interventions for policy makers. The results showed that Probolinggo in general have a high food security. Aspects of availability, access and absorption of food showed that none of the villages located on the priority of 1 (very insecure conditions). Only in the aspect of food security there are still two villages in a vulnerable condition and five villages in conditions somewhat vulnerable. On food access in the village there is a somewhat vulnerable conditions. While on aspects of food absorption none villages in vulnerable conditions. Keywords: food insecurity, food access, food availability, food absorption ABSTRAK Kerawanan pangan wilayah disebabkan oleh banyak faktor yaitu produksi pangan wilayah yang tidak mencukupi, akses untuk mendapatkan pangan kurang serta kemampuan penyerapan pangan masing-masing individu berbeda. Penelitian ini mencoba untuk mengembangkan indikator yang menyebabkan kerawanan pangan wilayah secara spasial guna pengambilan keputusan intervensi bagi pengambil kebijakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kabupaten Probolinggo secara umum memiliki ketahanan pangan yang tinggi. Aspek ketersediaan, akses dan penyerapan pangan menunjukan bahwa tidak ada satupun desa yang berada pada prioritas 1 (kondisi sangat rawan pangan). Hanya pada aspek ketersediaan pangan masih terdapat 2 (dua) desa dalam kondisi rawan dan 5 (lima) desa dalam kondisi agak rawan. Pada akses pangan terdapat 1 (satu) desa dalam kondisi agak rawan. Sedangkan pada aspek penyerapan pangan tidak ada satupun desa yang dalam kondisi rawan. Kata kunci : rawan pangan, akses pangan, ketersediaan pangan, penyerapan pangan

2 Condro Puspo Nugroho Analisis Indikator Ketahanan Pangan Kota Probolinggo PENDAHULUAN Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi masyarakat sampai tingkat individu. Ketahanan pangan tersebut dicerminkan oleh tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau (Asmara, 2012). Oleh karenanya masyarakat akan dapat hidup sehat, dan produktif. Ketahanan pangan dalam arti luas juga dapat diukur secara spasial dengan kerawanan pangan wilayah yang disebabkan oleh banyak faktor. Faktor yang menjadi penyebab terjadinya kerawanan pangan, adalah: 1) ketersediaan pangan yang kurang yang bisa digambarkan dengan produksi pangan disuatu daerah tidak sesuai dengan jumlah penduduk yang ada; 2) kurangnya akses fisik bagi individu untuk memperoleh pangan yang cukup, yang dicontohkan dengan tidak sesuainya daya beli masyarakat dengan harga-harga kebutuhan pokok yang semakin mahal; 3) dan kurangnya pemanfaatan pangan serta informasi pemanfaatan pangan. Ketahanan pangan daerah dapat dilakukan dengan pemantauan ketahanan pangan di wilayah administratif terkecil yaitu kelurahan. Program-program dalam rangka pembangunan ketahanan pangan harus terpadu (integrated), terukur keberhasilannya (measureable) dan berkesinambungan (sustainability). Oleh karena itu, kegiatan pemantauan kerawanan pangan tingkat kelurahan ini merupakan entry point untuk masuknya berbagai program yang mendukung terwujudnya ketahanan pangan ditingkat daerah (kabupaten dan kota), propinsi dan nasional. Kerawanan pangan dapat diketahui melalui analisis data yang tersedia di tingkat kelurahan. Identifikasi ketersediaan dan validitas data pada tingkat kelurahan menjadi sangat penting untuk menghasilkan pengukuran yang akurat. Analisis data yang sangat akurat dan komprehensif secara spasial adalah berupa gambar yang dapat diketahui secara mudah oleh pengguna. Oleh karena itu analisa dilakukan dengan menggunakan peta secara spasial. Alasan yang mendasari analisa tersebut adalah: pertama dengan menggunakan peta maka output akan lebih mudah dipahami dan titik-titik kerawanan pangan dapat diidentifikasi sampai tingkat kelurahan, kedua peta yang telah dibuat dapat dilakukan updating data sehingga perubahan aspek ketahanan pangan dapat diketahui dari waktu ke waktu dalam rangka evaluasi dan pemantauan ketahanan pangan suatu wilayah, ketiga dapat diketahuinya secara mudah permasalahan yang muncul dan menjadi penyebab kerawanan pangan suatu wilayah (kelurahan). Adapun tujuan penelitian diantaranya : (1) Untuk mengetahui kondisi kerawanan pangan tingkat kelurahan di Kota Probolinggo dari aspek ketersediaan pangan, aspek akses pangan, dan aspek penyerapan pangan; (2) Mengetahui pemetaan wilayah/titik kerawanan pangan pada tingkat kelurahan se-kota Probolinggo. METODE PENELITIAN Penggalian data dilakukan di 29 kelurahan pada kecamatan di Kota Probolinggo. Kegiatan ini dilakukan untuk memudahkan validasi data dan menyusun database yang akan di jadikan peta tematik. Entry data dilakukan pada software excel dengan format tranformasi data berdasarkan indikator dan kriteria kerawanan pangan yang telah ditentukan. Data pada Excel selanjutnya ditransformasi menjadi data bertipe text (tab delimited) agar dapat dibaca oleh software GIS (Geographical Information System). Indikator diseleksi berdasarkan data yang tersedia di tingkat kelurahan dengan metode principal componen. Indikator yang terbentuk selanjutnya di analisis menggunakan metode

3 168 AGRISE Volume XV, No. 3, Bulan Agustus 2015 komposit dengan menggabungkan semua indikator yang terpilih. Penilaian komposit atas indikator yang digunakan dengan metode sebagai berikut: a. Hasil komposit adalah nilai tingkat kerawanan pangan yang diperoleh dari rata-rata indeks (indikator diasumsikan memiliki bobot yang sama). b. Indeks yang disusun per indikator memiliki keseragaman pengukuran sebagai berikut : Sangat rawan > = 0.80 Rawan > Agak Rawan > Cukup Tahan > Tahan > Sangat Tahan <= 0.16 Pemetaan kerawanan pangan Kota Probolinggo mengacu pada tiga sub-sistem utama dalam ketahanan pangan/kerawanan pangan, yaitu aspek ketersediaan, akses pangan dan utilitas/penyerapan pangan. Masing-masing indikator menggunakan metode pengukuran sebagai berikut: 1. Aspek input : persen rasio konsumsi dan ketersediaan pangan domestik, rasio layanan toko-toko pracangan/ klontong aktual dan normatif. a. Rasio Konsumsi Normatif yaitu: konsumsi pangan normatif dibagi dengan ketersediaan domestik. b. Rasio Pelayanan Toko yaitu: jumlah toko per 100 KK. c. Persentase Lahan Tidak Beririgasi yaitu: luas lahan pertanian dikurangi luas lahan pertanian beririgasi dalam bentuk persentase. 2. Aspek Proses : persen tingkat penduduk tidak bekerja, persen KK di bawah garis kemiskinan, persen pendidikan penduduk < SD. a. Persentase Penduduk Tidak Bekerja yaitu: jumlah penduduk angkatan kerja dikurangi dengan jumlah penduduk yang masih sekolah, jumlah ibu rumah tangga, jumlah penduduk bekerja penuh, dan jumlah penduduk bekerja tidak tentu. b. Persentase KK Miskin yaitu: jumlah KK miskin dibagi jumlah KK dalam persentase. c. Persentase RT Tidak Akses Listrik, yaitu: jumlah rumah tangga dikurangi jumlah rumah tangga yang menggunakan listrik dalam persentase d. Persentase KK Berumah Bambu, yaitu: jumlah KK yang berumah bambu dalam bentuk persentase e. Persentase Penduduk Tidak Tamat SD, yaitu: jumlah penduduk tidak tamat SD per jumlah penduduk dalam bentuk persentase. 3. Aspek Output : tingkat kematian bayi (Infant Mortality Rate - IMR), persen penduduk tidak akses air bersih, persen balita gizi kurang, persen penduduk buta huruf. a. Angka Kematian Bayi (IMR), yaitu: jumlah kematian bayi per jumlah kelahiran dikalikan b. Persentase Penduduk Tidak Akses Air bersih, yaitu: jumlah RT akses air bersih dikurangi jumlah RT menggunakan sumur, PAM, sumber air terlindungi per jumlah RT dalam persentase. c. Persentase Balita Gizi kurang, yaitu: jumlah balita per jumlah balita gizi kurang dalam persentase d. Persentase Penduduk Buta Huruf, yaitu: jumlah penduduk buta huruf usia diatas 15 tahun dibagi dengan jumlah penduduk usia diatas 15 tahun dalam persentase.

4 Condro Puspo Nugroho Analisis Indikator Ketahanan Pangan Kota Probolinggo HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Kerawanan Pangan Kota Probolinggo Analisis kerawanan pangan di Kota Probolinggo dilakukan berdasarkan tiga aspek kerawanan pangan dimana masing-masing aspek memiliki indikator-indikator penjelas. Aspek ketersediaan pangan meliputi indikator Rasio Konsumsi Normatif; Rasio Pelayanan Toko dan Lahan Tidak Beririgasi, untuk aspek akses pangan meliputi indikator Penduduk Tidak Bekerja; KK Miskin; Rumah Tangga Berumah Bambu dan Penduduk Tidak Tamat SD, sedangkan untuk aspek penyerapan pangan meliputi indikator Infant Mortality Rate (IMR), RT Tidak Akses Air Bersih, Balita Gizi Kurang dan Penduduk Buta Huruf. Hasil analisis kerawanan pangan dengan menggunakan keduabelas indikator tersebut disajikan baik berupa data tematik maupun informasi spasial yang menggambarkan bagaimana kondisi kerawanan pangan di Kota Probolinggo. Untuk mempermudah pamahaman tentang hasil analisis juga digunakan bantuan grafik, tabel dan peta spasial wilayah. Indikator komposit dalam hal ini adalah menunjukkan kondisi kerawanan pangan secara keseluruhan dari kesembilan indikator yang digunakan. Berdasarkan indikator komposit menunjukkan bahwa tidak ada satupun kelurahan yang berada dalam kategori rawan. Dengan demikian secara keseluruhan mengindikasikan bahwa kondisi kerawanan pangan di Kota Probolinggo sudah cukup baik. Tabel 1. Kerawanan Pangan Kota Probolinggo Berdasarkan Indikator Komposit 3 Agak Rawan Cukup Tahan Tahan Sangat Tahan Sumber: Data Sekunder 2015 (Diolah) Tabel 1 menunjukkan sebaran kelurahan menurut kondisi kerawanan pangan yang terjadi. Dari 29 kelurahan yang ada terdapat 3 kelurahan atau sebesar 10.34% dari seluruh kelurahan yang berada pada kondisi cukup tahan. Kelurahan tersebut adalah Kelurahan Kedungasem (Kecamatan Wonoasih), Kelurahan Pakistaji (Kecamatan Wonoasih), dan Kelurahan Pohsangit Kidul (Kecamatan Kademangan). Semantara itu terdapat 20 kelurahan yang berada dalam kondisi tahan pangan, dan 6 kelurahan yang berada dalam kondisi sangat tahan pangan. Berikut ini Gambar 4.4 menampilkan peta kerawanan pangan Kota Probolinggo berdasarkan indikator Komposit :

5 170 AGRISE Volume XV, No. 3, Bulan Agustus 2015 Gambar 1. Peta Komposit Kerawanan Pangan Tingkat Kelurahan Kota Probolinggo Hasil analisis kerawanan pangan di Kota Probolinggo berdasarkan aspek ketahanan pangan dijelaskan dalam diperoleh sebagai berikut: A. Aspek Ketersediaan Pangan Indikator dalam aspek ketersediaan pangan digunakan untuk menangkap bagaimana di Kota Probolinggo menyediakan komoditas pangan untuk mencukupi konsumsi masyarakat. Indikator yang digunakan ada tiga yaitu rasio konsumsi normatif terhadap ketersediaan pangan domestik, rasio penduduk terlayani toko kelontong dan lahan yang tidak beririgasi. Indikator pertama digunakan untuk menangkap kemampuan daerah Kota Probolinggo untuk mencukupi kebutuhan konsumsi dengan produksi domestik sedangkan indikator kedua digunakan untuk menangkap ketersediaan pangan dari luar daerah melalui kegiatan perdagangan. Dari ketiga indikator tersebut menggambarkan bahwa meskipun di Kota Probolinggo indikator pelayanan toko menunjukkan kondisi yang kurang baik, tetapi untuk kebutuhan konsumsi pangan yang dicukupi oleh produksi domestik baik dan lahan pertanian yang beririgasi dikatakan sangat tahan. Sehingga secara umum kondisi pada aspek ketersediaan pangan bisa dikatakan baik. Berikut ini distribusi kelurahan berdasarkan komposit pada aspek ketersediaan pangan pada berbagai kategori kerawanan pangan: Tabel 2. Kerawanan Pangan Kota Probolinggo Berdasarkan Indikator Komposit Pada Aspek Ketersediaan Pangan 2 Rawan Agak Rawan Cukup Tahan Tahan Sangat Tahan Sumber: Data Sekunder 2015 (Diolah) Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa pada indikator komposit aspek ketersediaan pangan sebagian besar kelurahan di Kota Probolinggo masuk dalam status tahan, dimana kelurahan yang masuk kategori sangat tahan sebanyak 5 kelurahan

6 Condro Puspo Nugroho Analisis Indikator Ketahanan Pangan Kota Probolinggo (17.24%), 8 kelurahan masuk kategori tahan (27.59%) dan 9 kelurahan masuk dalam kategori cukup tahan (31.03%). Sedangkan kelurahan yang masuk dalam status rawan berjumlah 7 kelurahan. Dimana kelurahan yang masuk kategori agak rawan sebanyak 5 kelurahan (17.24%) dan kategori rawan sebanyak 2 kelurahan (6.90%). Gambar 2. Peta Komposit Indikator Aspek Ketersediaan Pangan Indikator dalam aspek ketersediaan masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Indikator Rasio Konsumsi Normatif Kondisi kerawanan pangan bersadarkan indikator rasio konsumsi normatif adalah mengukur bagaimana rasio antara kebutuhan konsumsi normatif penduduk di masing-masing kelurahan terhadap ketersediaan pangan domesitik (padi, jagung, ubi kayu, dan ubi jalar). Distribusi kelurahan berdasarkan kondisi kerawanan pangan untuk indikator rasio konsumsi normatif disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Kerawanan Pangan Kota Probolinggo Berdasarkan Indikator Rasio Konsumsi Normatif 1 Sangat Rawan Rawan Agak Rawan Cukup Tahan Tahan Sangat Tahan Total ,00 Kondisi kerawanan pangan di Kota Probolinggo berdasarkan indikator rasio konsumsi normatif dapat dikatakan cukup baik. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3. bahwa total kelurahan yang berada pada kategori sangat tahan berjumlah 17 kelurahan atau sekitar 58.62% dari seluruh kelurahan yang ada di Kota Probolinggo. Dari jumlah tersebut 6 kelurahan (29.69%) berada dalam kondisi sangat rawan, 1 kelurahan (3.45%) berada dalam kondisi rawan, dan 3 kelurahan (10.34%) berada dalam kondisi agak rawan.

7 172 AGRISE Volume XV, No. 3, Bulan Agustus Indikator Rasio Pelayanan Toko Indikator rasio pelayanan toko digunakan untuk menangkap ketersediaan pangan dari kegiatan perdagangan pangan suatu wilayah. Tabel 4 menunjukkan bahwa 12 dari 29 kelurahan yang ada atau sebesar 41.38% termasuk dalam kategori sangat rawan. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi ketersediaan pangan di Kota Probolinggo dari kegiatan perdagangan kurang baik. Sementara itu terdapat 8 kelurahan yang berada dalam kondisi tahan dengan rincian masing-masing 1 kelurahan (3.45%) dalam kondisi sangat tahan dan tahan, sedangkan 6 kelurahan (20.69%) dalam kondisi cukup tahan. Tabel 4. Kerawanan Pangan Kota Probolinggo Berdasarkan Indikator Rasio Pelayanan Toko 1 Sangat Rawan Rawan Agak Rawan Cukup Tahan Tahan Sangat Tahan Total ,00 Secara umum berdasarkan indikator rasio pelayanan toko kondisi kerawanan pangan di Kota Probolinggo memang menunjukkan hasil yang kurang baik yang dialami oleh beberapa kelurahan yang terdapat di lima kecamatan di Kota Probolinggo, oleh karena itu hal ini harus menjadi objek perhatian serius dari pemerintah, karena mengindikasikan bahwa terdapat masalah ketersediaan pangan untuk wilayah tersebut. Adapun 12 kelurahan yang tergolong sangat rawan berdasarkan indikator rasio pelayanan toko yaitu : 4 kelurahan di Kecamatan Wonoasih, dan masing-masing terdapat 2 kelurahan di Kecamatan Kademangan, Kanigaran, Kedopok dan Mayangan. 3. Indikator Lahan Tidak Beririgasi Lahan merupakan salah satu faktor utama dalam produksi pertanian. Sedangkan air dalam kegiatan produsi pertanian secara konvensional, merupakan syarat utama yang harus dipenuhi. Oleh sebab itu keberadaan lahan yang beririgasi, baik teknis maupun bukan, merupakan faktor utama yang menunjang keberlangsungan produksi pertanian (pangan) untuk dapat menunjang ketahanan pangan. Tabel 5. Kerawanan Pangan Kota Probolinggo Berdasarkan Indikator Lahan Tidak Beririgasi 3 Agak Rawan Cukup Tahan Tahan Sangat Tahan Kondisi kerawanan pangan di Kota Probolinggo berdasarkan indikator lahan tidak beririgasi menunjukkan kondisi yang sangat baik. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.6 bahwa semua kelurahan di Kota Probolinggo yang ada di wilayah tersebut dalam kondisi sangat

8 Condro Puspo Nugroho Analisis Indikator Ketahanan Pangan Kota Probolinggo tahan. Kondisi seperti ini memang wajar, mengingat bahwa Kota Probolinggo sudah sejak lama mempunyai sistem pengairan tertata dengan baik. B. Aspek Akses Pangan Aspek akses pangan berkaitan dengan bagaimana tingkat daya beli masyarakat terhadap bahan pangan. Untuk menunjukkan bagaimana kondisi akses pangan di Kota Probolinggo digunakan lima indikator kunci, yaitu indikator rumah tangga berumah bambu, indikator penduduk tidak bekerja, indikator KK miskin, indikator rumah tangga tidak akses listrik dan indikator penduduk tidak tamat SD. Kelima indikator tersebut menjelaskan bahwa jika semakin tinggi nilainya maka kemampuan akses terhadap pangan akan semakin kecil sehingga akan mempengaruhi kondisi ketahanan pangan yang semakin buruk. Indikator komposit akses pangan pada berbagai kategori rawan pangan disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Kerawanan Pangan Kota Probolinggo Berdasarkan Komposit Akses Pangan 3 Agak Rawan Cukup Tahan Tahan Sangat Tahan Berdasarkan Tabel 6, sebagian besar kelurahan berada dalam kategori tahan untuk indikator komposit akses pangan. Dari 29 kelurahan jumlah kelurahan dalam kategori tahan ada 16 kelurahan (55.17%) sedangkan jumlah kelurahan yang masuk dalam kategori agak rawan ada 1 kelurahan (3.45%). Sehingga bisa disimpulkan bahwa kondisi akses pangan masyarakat Kota Probolinggo secara umum dapat dikatakan cukup baik. Gambar 3. Peta Komposit Indikator Aspek Akses Pangan.

9 174 AGRISE Volume XV, No. 3, Bulan Agustus 2015 Hasil analisis pada aspek akses pangan dapat diuraikan sebagai berikut: 1. RT Berumah Bambu Indikator RT Berumah Bambu merupakan indikator kepemilikan aset keluarga yang sinergis dengan kondisi kemiskinan. Dimana diasumsikan bahwa keluarga yang mempunyai rumah bambu juga mempunyai masalah kemiskinan. Sehingga indikator ini merupakan salah satu indikator kerawanan pangan dari aspek akses pangan. Pada Tabel 4.8. disajikan distribusi kelurahan berdasarkan indikator penduduk tidak bekerja Tabel 7. Kerawanan Pangan Untuk Indikator RT Berumah Bambu No, Status Jumlah Kelurahan Persentase (%) 3 Agak Rawan Cukup Tahan Tahan Sangat Tahan Tabel 7 menunjukkan bahwa tidak ada rumah tangga di Kota Probolinggo yang tembok rumahnya berasal dari bambu. Hal ini mengindikasikan bahwa kelurahan yang ada di Kota Probolinggo bisa dikatakan tidak mempunyai masalah dengan kemiskinan. 2. Indikator Penduduk Tidak Bekerja Indikator penduduk tidak bekerja mengukur persentase penduduk yang tidak mendapatkan pekerjaan. Indikator ini merupakan salah satu indikator penting dalam aspek akses pangan, karena menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat penggangguran di suatu wilayah maka semakin rendah kondisi perekonomian yang ada demikian juga sebaliknya. Kondisi perekonomian yang rendah tentu akan memicu tingkat kerawanan pangan yang tinggi karena kemampuan daya beli masyarakat juga rendah. Tabel 8 menyajikan distribusi kelurahan berdasarkan indikator penduduk tidak bekerja. Tabel 8. Kerawanan Pangan Kota Probolinggo Berdasarkan Indikator Penduduk Tidak Bekerja 1 Sangat Rawan Rawan Agak Rawan Cukup Tahan Tahan Sangat Tahan Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa sebagian besar kelurahan berada dalam kategori tahan yaitu sebanyak 19 kelurahan, dengan rincian: 15 kelurahan (51.72%) dalam kategori sangat tahan, 2 kelurahan (6.90%) dalam kategori tahan, 2 kelurahan (6.90%) dalam kategori cukup tahan. Sedangkan total kelurahan yang masuk dalam kategori rawan sebesar 10 kelurahan dengan rincian: 6 kelurahan (20.69%) berada dalam kategori sangat rawan, 1 kelurahan (3.45%) berada dalam kategori rawan, dan 3 kelurahan (10.34%) berada dalam kategori agak rawan. Adapun kelurahan yang berada dalam kategori sangat rawan adalah

10 Condro Puspo Nugroho Analisis Indikator Ketahanan Pangan Kota Probolinggo Kelurahan Kedungasem (Kecamatan Wonoasih); Kelurahan Pohsangit dan Triwung Kidul (Kecamatan Mojoroto); Kelurahan Kebonsari Kulon (Kecamatan Kanigaran), Kelurahan Kareng Lor (Kecamatan Kedopok), dan Kelurahan Mayangan (Kecamatan Mayangan). 3. KK Miskin Indikator ini mengukur persentase keluarga miskin di masing-masing kelurahan. Indikator ini menunjukkan ketidakmampuan dalam mengakses pangan (sebagai kebutuhan dasar manusia) secara baik karena rendahnya daya beli. Kemiskinan sebenarnya secara teoritis merupakan indikator kunci yang berperan besar dalam menentukan tingkat ketahanan pangan suatu wilayah. Tabel 9 menyajikan distribusi kelurahan berdasarkan indikator KK Miskin pada berbagai kategori kerawanan pangan. Tabel 9. Kerawanan Pangan Kota Probolinggo Berdasarkan Indikator KK Miskin 1 Sangat Rawan Rawan Agak Rawan Cukup Tahan Tahan Sangat Tahan Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa sebanyak 18 kelurahan termasuk dalam kategori sangat rawan, 2 kelurahan dalam kategori rawan, dan 4 kelurahan dalam kategori agak rawan. Dengan demikian total kelurahan di Kota Probolinggo yang berada dalam kondisi rawan berdasarkan indikator KK Miskin adalah sebanyak 24 kelurahan atau sebesar 82.76%. Sementara itu sisanya berada dalam kondisi tahan dengan rincian: 1 kelurahan berada dalam kategori cukup tahan, 3 kelurahan dalam kategori tahan, dan 1 kelurahan dalam kategori sangat tahan. 4. Indikator Rumah Tangga Tidak Akses Listrik Kondisi kerawanan pangan di wilayah Kota Probolinggo berdasarkan indikator rumah tangga tidak akses listrik disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Kerawanan Pangan Untuk Indikator Penduduk Tidak Akses Listrik 3 Agak Rawan Cukup Tahan Tahan Sangat Tahan Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa sebanyak 28 kelurahan (96.55%) masuk dalam kategori sangat tahan. Hal ini berarti bahwa lebih dari 90 persen rumah tangga di Kota Probolinggo sudah mengakses listrik. Dengan banyaknya rumah tangga yang sudah

11 176 AGRISE Volume XV, No. 3, Bulan Agustus 2015 mengakses listrik akan mendorong kelurahan-kelurahan tersebut untuk membuka peluang pekerjaan baru sehingga memberikan kesempatan bagi penduduk yang belum dan tidak berkerja untuk mendapatkan pekerjaan. Selain itu, banyaknya wilayah yang teraliri listrik mengindikasikan pembangunan wilayah yang cukup merata terjadi. Meskipun tidak semua kelurahan di wilayah Kota Probolinggo berdasarkan indikator rumah tangga tidak akses listrik berada dalam kondisi sangat tahan. Dimana 1 kelurahan yang diluar kategori sangat tahan masih berada di status tahan. Hal ini mengindikasikan kondisi infrastruktur di Kota Probolinggo sudah baik terutama pada rumah tangga yang teraliri listrik. 5. Penduduk Tidak Tamat SD Indikator Penduduk Tidak Tamat SD merupakan salah satu indikator dalam aspek akses pangan. Asumsi dari penggunaan indikator ini bahwa tingkat pendidikan seseorang akan sangat berpengaruh terhadap kemampuannya untuk menyerap informasi, pengetahuan dan pekerjaan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka kemampuannya untuk mendapatkan hal-hal tersebut akan semakin baik pula demikian juga sebaliknya. Oleh karena itu apabila semakin tinggi jumlah penduduk yang tidak menyelesaikan pendidikan setara SD yang merupakan tingkat pendidikan paling rendah maka dapat diasumsikan bahwa kemampuan untuk mendapatkan akses informasi, pengetahuan, dan pekerjaan akan semakin rendah juga. Dimana hal ini akan berpengaruh terhadap kemampuan daya beli yang rendah yang berakibat pada buruknya situasi pangan daerah tersebut. Secara lengkap distribusi kelurahan berdasarkan indikator penduduk tidak tamat SD disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Kerawanan Pangan Kota Probolinggo Berdasarkan Indikator Penduduk Tidak Tamat SD 2 Rawan Agak Rawan Cukup Tahan Tahan Sangat Tahan Total ,00 Pada Tabel 11 menunjukkan data bahwa hampir seluruh kelurahan yang ada di Kota Probolinggo berdasarkan indikator penduduk tidak tamat SD berada dalam kondisi yang tahan. Dimana sebanyak 21 kelurahan (72.41%) yang berada dalam kondisi sangat tahan, dan 3 kelurahan (10.34%) berada dalam kondisi tahan serta 4 kelurahan (13.79%) berada dalam kondisi cukup tahan. Sementara itu terdapat hanya 1 yang berada pada kategori rawan, kelurahan tersebut adalah Kelurahan Jrebeng Lor (Kecamatan Kedopok). C. Aspek Penyerapan Pangan Aspek pemanfaatan pangan merujuk pada penggunaan pangan oleh rumah tangga dan kemampuan individu untuk menyerap dan memetabolisme zat gizi. Indikator yang digunakan untuk menangkap kondisi penyerapan pangan di Kota Probolinggo terdiri dari empat indikator yaitu indikator IMR, RT tidak akses air bersih, balita gizi kurang, dan penduduk buta huruf. Jika nilai dari keempat indikator tersebut semakin buruk maka kondisi aspek penyerapan pangan juga akan buruk dan akan mengancam kondisi ketahanan pangan wilayah tersebut. Secara lengkap hasil analisis berdasarkan indikator komposit pada aspek penyerapan pangan disajikan pada Tabel 12.

12 Condro Puspo Nugroho Analisis Indikator Ketahanan Pangan Kota Probolinggo Tabel 12. Kerawanan Pangan Kota Probolinggo Berdasarkan Komposit Aspek Penyerapan Pangan 3 Agak Rawan Cukup Tahan Tahan Sangat Tahan Berdasarkan Tabel 12 tersebut dapat dilihat bahwa secara komposit pada aspek penyerapan pangan tidak ada satupun wilayah yang berada dalam kategori rawan. Dan sebagian besar atau sebanyak 22 kelurahan (75.86%) berada dalam kategori sangat tahan, sementara sisanya 6 kelurahan (20.69%) berada dalam kategori tahan dan 1 kelurahan berada dalam kategori cukup tahan (3.45%). Gambar 4. Peta Komposit Indikator Aspek Akses Pangan 1. Indikator IMR Infant Mortality Rate (IMR) atau indikator angka kematian bayi mengukur jumlah kematian bayi per 1000 kelahiran. Indikator ini digunakan karena bayi merupakan salah satu bagian anggota masyarakat yang sangat rentan terkena dampak apabila terdapat perubahan kondisi sosial ekonomi, dan lingkungan. Sehingga apabila terdapat kasus bayi mati di suatu wilayah maka bisa dikatakan bahwa terdapat indikasi adanya permasalahan termasuk dalam aspek pangan. Sehingga kesimpulannya bahwa IMR merupakan indikator output atas situasi ketahanan pangan yang ada di suatu wilayah. Adapun batas indikator ini dikatakan tahan adalah kurang dari 40 atau kurang dari 40 kasus kematian bayi lahir setiap 1000 kelahiran dalam satu tahun. Sehingga apabila suatu wilayah memiliki nilai lebih dari 40, maka berdasarkan indikator IMR dikatakan masuk dalam kondisi rawan. Distribusi kelurahan berdasarkan indikator IMR dalam berbagai kategori kerawanan pangan disajikan pada Tabel 13.

13 178 AGRISE Volume XV, No. 3, Bulan Agustus 2015 Tabel 13. Kerawanan Pangan Kota Probolinggo Berdasarkan Indikator IMR 1 Sangat Rawan Agak Rawan Cukup Tahan Tahan Sangat Tahan Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa dari 29 kelurahan hampir seluruhnya berada pada kategori sangat tahan yaitu sebanyak 28 kelurahan atau sebesar 96.55%. Namun sangat disayangkan masih terdapat 1 kelurahan termasuk dalam kategori sangat rawan pada indicator IMR ini. Adapun kelurahan tersebut yaitu Kelurahan Kedopok Kecamatan Kedopok. Hal ini dikarenakan pada Kelurahan Kedopok selama tahun 2015 berjalan terdapat 2 kasus kematian bayi dari kasus 35 kelahiran bayi yang sudah terjadi. 2. Indikator RT Tidak Akses Air Bersih Air adalah senyawa yang paling penting dalam kehidupan manusia dan merupakan salah satu kebutuhan yang paling pokok. Tidak hanya digunakan untuk sekedar kebersihan, namun air sangat penting dalam penyerapan zat-zat makanan di dalam tubuh. Akses air yang bersih memegang peranan penting untuk pencapaian ketahanan pangan. Air yang tidak bersih tentu akan meningkatkan resiko terjadinya sakit sehingga kemampuan organ-organ tubuh untuk menyerap makanan akan menurun yang pada akhirnya akan mempengaruhi status gizi seseorang. Distribusi kelurahan di Kota Probolinggo berdasarkan indikator RT tidak akses air bersih dalam berbagai kategori kerawanan pangan disajikan dalam Tabel 14. Tabel 14. Kerawanan Pangan Kota Probolinggo Berdasarkan Indikator RT Tidak Akses Air Bersih 1 Sangat Rawan Agak Rawan Cukup Tahan Tahan Sangat Tahan Tabel 14. Menunjukkan indikator RT tidak akses air bersih dalam kondisi sangat tahan terdapat pada hampir seluruh kelurahan di Kota Probolinggo. Terdapat satu kelurahan yang berada pada kategori sangat rawan yaitu Kelurahan Wonoasih Kecamatan Wonoasih. Dengan adanya 1 kelurahan yang belum terakses air bersih diharapkan bisa menjadi perhatian oleh pemerintah terkait yang diharapkan, hal ini akan menunjang semakin baiknya kondisi ketahanan pangan di Kota Probolinggo. 3. Indikator Balita Gizi Kurang Status gizi balita merupakan indikator yang digunakan untuk mengetahui penyerapan/absorsi pangan. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi seorang balita adalah selain kondisi lingkungan, dan pola asuh ibu, juga dipengaruhi oleh situasi ketahanan

14 Condro Puspo Nugroho Analisis Indikator Ketahanan Pangan Kota Probolinggo pangan dalam suatu wilayah. Sehingga banyak sedikitnya kasus balita gizi kurang disuatu wilayah dapat dijadikan untuk menilai bagaimana kondisi ketahanan pangan di wilayah tersebut. Berikut disajikan distribusi kelurahan di Kota Probolinggo berdasarkan indikator balita gizi kurang dalam berbagai kategori kerawanan pangan. Tabel 15. Kerawanan Pangan Kota Probolinggo Berdasarkan Indikator Balita Gizi Kurang 1 Sangat Rawan Agak Rawan Cukup Tahan Tahan Sangat Tahan Tabel 15 menyajikan bahwa sebagaimana pada indikator dalam aspek penyerapan pangan lainnya, indikator balita gizi kurang memiliki performa yang cukup baik. Hal ini bisa dilihat bahwa dari 29 kelurahan yang ada di Kota Probolinggo sebanyak 19 kelurahan (65.52%) berada dalam kondisi sangat tahan pangan, 3 kelurahan (10.34%) berada dalam kategori tahan dan 2 kelurahan (6.90%) berada dalam kategori cukup tahan. Sedangkan sisanya yaitu 5 kelurahan berada dalam status rawan, dimana 4 kelurahan (13.79%) berada dalam kategori sangat rawan dan 1 kelurahan (3.45%) berada dalam kategori agak rawan. 4. Indikator Penduduk Buta Huruf Indikator penduduk buta huruf adalah salah satu indikator dalam aspek akses pangan yang digunakan untuk menangkap bagaimana pola asuh dan pola konsumsi seorang ibu rumah tangga. Asumsi yang digunakan adalah penduduk yang buta huruf akan cenderung memiliki masalah yang lebih tinggi dalam akses informasi tentang pangan dan gizi jika dibandingkan dengan penduduk yang tidak buta huruf. Dengan demikian jika semakin tinggi persentase penduduk yang buta huruf di suatu wilayah semakin tinggi pula kemungkinan munculnya kasus rawan pangan. Distribusi kelurahan berdasarkan indikator penduduk buta huruf dalam berbagai kategori rawan pangan disajikan dalam Tabel 16. Tabel 16. Kerawanan Pangan Kota Probolinggo Berdasarkan Indikator Penduduk Buta Huruf 3 Agak Rawan Cukup Tahan Tahan Sangat Tahan Berdasarkan Tabel 16 diatas dapat diketahui bahwa seluruh kelurahan yang ada di Kota Probolinggo berdasarkan indikator penduduk buta huruf hampir semuanya masuk dalam status tahan. Dimana dari total 29 kelurahan di Kota Probolinggo terdapat 25 kelurahan atau sebesar 86.21% yang berada pada kategori sangat tahan dan 3 kelurahan atau sebesar 10.34% berada pada kategori tahan. Sedangkan pada status rawan terdapat 1 kelurahan yang terdapat

15 180 AGRISE Volume XV, No. 3, Bulan Agustus 2015 dalam kategori agak rawan yaitu Kelurahan Kareng Lor Kecamatan Kedopok. Hal ini dikarenakan masih terdapat sekitar 921 jiwa dari 3,711 jiwa yang lebih dari 15 tahun masyarakat Kelurahan Kareng Lor yang masih dinyatakan buta huruf. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan yang dihasilkan dari analisis kerawanan pangan Kota Probolinggo adalah sebagai berikut: 1. Kondisi kerawanan pangan di Kota Probolinggo berdasarkan aspek ketersediaan menunjukkan bahwa kondisi yang cukup baik dengan nilai indeks rata-rata sebesar 0.33 yang artinya dalam kondisi cukup tahan pangan. Sementara dari segi akses pangan juga dalam kondisi cukup tahan dengan nilai indeksnya sebesar Adapun dari aspek pemanfaatan pangan kondisinya menunjukkan situasi yang sangat tahan pangan dengan nilai indeks Hasil pemetaan kerawanan pangan di Kota Probolinggo Tahun 2015 berdasarkan indeks komposit menunjukkan kondisi yang tahan dengan nilai indeks komposit sebesar Dari 29 kelurahan yang ada tidak ada satupun yang masuk dalam kategori rawan, dimana sebanyak 3 kelurahan (10.34%) berada dalam kondisi cukup tahan, 20 kelurahan (68,96%) berada dalam kondisi tahan, dan 6 kelurahan (20.69%) berada dalam kondisi sangat tahan. Adapun 3 kelurahan yang termasuk dalam kondisi cukup tahan adalah Kelurahan Kedungasem dan Pakistaji (Kecamatan Wonoasih); serta Kelurahan Pohsangit Kidul (Kecamatan Kademangan). 3. Permasalahan yang muncul di Kota Probolinggo berdasarkan ketiga aspek kerawanan pangan adalah: a. Pada aspek ketersediaan pangan: kondisi rasio pelayanan toko yang buruk dengan nilai indeks 0.69 yang artinya dalam kondisi rawan. b. Pada aspek akses pangan: tingkat kemiskinan yang cukup tinggi dengan nilai indeks rata-rata pada indikator KK Miskin adalah sebesar c. Pada aspek penyerapan pangan secara umum menunjukkan kondisi yang baik namun indikator yang paling buruk adalah indicator Balita Gizi Kurang dengan nilai indeks rata-rata sebesar 0.23 artinya dalam kategori tahan. Saran Saran yang dapat diberikan terkait dengan hasil analisis kerawanan pangan di Kota Probolinggo adalah: 1. Dalam rangka meningkatkan ketersediaan pangan domestik, diperlukan usaha-usaha untuk mengurangi bahkan mencegah terjadinya konversi lahan-lahan pertanian yang produktif. Serta memberikan insentif produksi kepada petani agar memiliki motivasi untuk terus berproduksi. 2. Menindaklanjuti hasil analisis aspek ketersediaan dari indikator layanan toko yang masuk dalam kategori rawan menunjukkan bahwa distribusi pangan di wilayah Kota Probolinggo masih perlu ditingkatkan. Pemanfaatan koperasi atau pendirian toko-toko sebagai tempat penyedia bahan pangan sehingga dapat menjangkau seluruh wilayah Kota Probolinggo. 3. Merujuk pada hasil analisis pada aspek akses pangan khususnya dari indikator kemiskinan, maka perhatian pemerintah daerah Kota Probolinggo perlu dicurahkan

16 Condro Puspo Nugroho Analisis Indikator Ketahanan Pangan Kota Probolinggo dengan lebih baik dan serius untuk program-program pemberdayaan dan peningkatan pendapatan masyarakat melalui program-program komprehensif melibatkan seluruh UPTD terkait. DAFTAR PUSTAKA Asmara Rosihan Analisis Ketahanan Pangan di Kota Batu, Jurnal Agrise, Vol 12, No 3 (232) Hanani, N Strategi Enam Pilar Pembangunan Ketahanan Pangan. Disampaikan pada rapat terbuka Senat Universitas Brawijaya pada 24 April Malang

TINGKAT KERAWANAN PANGAN WILAYAH KABUPATEN TUBAN PENDAHULUAN

TINGKAT KERAWANAN PANGAN WILAYAH KABUPATEN TUBAN PENDAHULUAN P R O S I D I N G 103 TINGKAT KERAWANAN PANGAN WILAYAH KABUPATEN TUBAN Rini Mutisari 1*, Rosihan Asmara 1, Fahriyah 1 1 Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya PENDAHULUAN Sumberdaya manusia yang berkualitas

Lebih terperinci

ANALISIS DAERAH RAWAN PANGAN DENGAN PENDEKATAN GEOGRAPHICAL INFORMATION SYSTEM (GIS) DI KOTA PROBOLINGGO, PROPINSI JAWA TIMUR

ANALISIS DAERAH RAWAN PANGAN DENGAN PENDEKATAN GEOGRAPHICAL INFORMATION SYSTEM (GIS) DI KOTA PROBOLINGGO, PROPINSI JAWA TIMUR ANALISIS DAERAH RAWAN PANGAN DENGAN PENDEKATAN GEOGRAPHICAL INFORMATION SYSTEM (GIS) DI KOTA PROBOLINGGO, PROPINSI JAWA TIMUR Oki Wijaya 1), Rini Mutisari 2), Condro Puspo Nugroho 2) 1) Dosen Program Studi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan III. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Pada penelitian deskriptif, prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. tahun 1970an bersamaan dengan adanya krisis pangan dan kelaparan dunia

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. tahun 1970an bersamaan dengan adanya krisis pangan dan kelaparan dunia II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Ketahanan pangan Konsep ketahanan pangan (food security) mulainya berkembang pada tahun 1970an bersamaan dengan adanya krisis pangan dan kelaparan dunia

Lebih terperinci

Pemetaan Ketahanan Pangan Wilayah Kabupaten Madiun. Food Security Mapping In Madiun Regency

Pemetaan Ketahanan Pangan Wilayah Kabupaten Madiun. Food Security Mapping In Madiun Regency 27 Pemetaan Ketahanan Pangan Wilayah Kabupaten Madiun Food Security Mapping In Madiun Regency Ghulam Arsyad Addibi 1, Ruslan Wirosoedarmo 2*, Bambang Suharto 2 1Mahasiswa Keteknikan Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pokok merupakan kebutuhan minimal manusia yang mutlak harus dipenuhi untuk menjamin kelangsungan hidup. Kebutuhan pokok manusia terdiri atas, kebutuhan pangan,

Lebih terperinci

ANALISIS KETAHANAN PANGAN TINGKAT DESA DI KECAMATAN PURWOASRI, KECAMATAN PLEMAHAN DAN KECAMATAN MOJO KAB. KEDIRI, JAWA TIMUR PENDAHULUAN

ANALISIS KETAHANAN PANGAN TINGKAT DESA DI KECAMATAN PURWOASRI, KECAMATAN PLEMAHAN DAN KECAMATAN MOJO KAB. KEDIRI, JAWA TIMUR PENDAHULUAN P R O S I D I N G 150 ANALISIS KETAHANAN PANGAN TINGKAT DESA DI KECAMATAN PURWOASRI, KECAMATAN PLEMAHAN DAN KECAMATAN MOJO KAB. KEDIRI, JAWA TIMUR Titis Surya Maha Rianti 1 1 Program Studi Ekonomi Pertanian

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 109 TAHUN 2016 TENTANG KODE WILAYAH UNTUK TATA KEARSIPAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengantar Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengantar Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengantar 1.1.1 Latar Belakang Kebutuhan pokok merupakan kebutuhan minimal manusia yang mutlak harus dipenuhi untuk menjamin kelangsungan hidup. Kebutuhan pokok manusia terdiri atas

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 17 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 17 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 17 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dari perspektif sejarah, istilah ketahanan pangan (food security) mulai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dari perspektif sejarah, istilah ketahanan pangan (food security) mulai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Ketahanan pangan Dari perspektif sejarah, istilah ketahanan pangan (food security) mulai mengemuka saat terjadi krisis pangan dan kelaparan yang menimpa dunia

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 3 TAHUN 2007 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 5 TAHUN 2005 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN KOTA PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG DAN DASAR PEMIKIRAN PETA KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN PROVINSI JAWA BARAT

1.1 LATAR BELAKANG DAN DASAR PEMIKIRAN PETA KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN PROVINSI JAWA BARAT BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG DAN DASAR PEMIKIRAN PETA KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN PROVINSI JAWA BARAT Upaya pengurangan angka kemiskinan dan kelaparan di dunia pada Tahun 2015 sampai setengahnya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB IV ANALISIS DAN PERANCANGAN 38 BAB IV ANALISIS DAN PERANCANGAN 4.1 Analisis Model Bisnis Proses Saat ini Pengumpulan data yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan bagi manajemen dilakukan secara manual dari berbagai pihak

Lebih terperinci

ANALISIS KETAHANAN PANGAN DI KOTA BATU (FOOD SECURITY ANALYSIS IN BATU CITY)

ANALISIS KETAHANAN PANGAN DI KOTA BATU (FOOD SECURITY ANALYSIS IN BATU CITY) AGRISE Volume XII No. 3 Bulan Agustus 2012 ISSN: 1412-1425 ANALISIS KETAHANAN PANGAN DI KOTA BATU (FOOD SECURITY ANALYSIS IN BATU CITY) Rosihan Asmara 1, Nuhfil Hanani AR 1, Rini Mutisari 1 1 Jurusan Sosial

Lebih terperinci

Determinan Ketahanan Dan Kerentanan Pangan Pada Wilayah Lahan Sub Optimal Di Provinsi Sumatera Selatan

Determinan Ketahanan Dan Kerentanan Pangan Pada Wilayah Lahan Sub Optimal Di Provinsi Sumatera Selatan Determinan Ketahanan Dan Kerentanan Pangan Pada Wilayah Lahan Sub Optimal Di Provinsi Sumatera Selatan Determinant of Food Security and Vulnerability on Sub Optimal Area in South Sumatera Riswani 1 *)

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

KAJIAN KETAHANAN PANGAN DAN KERAWANAN PANGAN DI PROVINSI BENGKULU. Assessment of Food Security and Food Insecurity in Bengkulu Province

KAJIAN KETAHANAN PANGAN DAN KERAWANAN PANGAN DI PROVINSI BENGKULU. Assessment of Food Security and Food Insecurity in Bengkulu Province KAJIAN KETAHANAN PANGAN DAN KERAWANAN PANGAN DI PROVINSI BENGKULU Assessment of Food Security and Food Insecurity in Bengkulu Province Gita Mulyasari Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

USULAN PENELITIAN DOSEN MUDA

USULAN PENELITIAN DOSEN MUDA Bidang Unggulan Kode/Nama Rumpun Ilmu : Pengembangan Sains, Teknologi, Industri dan Lingkungan : 181/Sosial Ekonomi Pertanian USULAN PENELITIAN DOSEN MUDA JUDUL PENELITIAN ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data cross section. Data

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data cross section. Data III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data cross section. Data cross section yaitu data yang terdiri dari satu objek namun memerlukan sub-objek lainnya

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG PENGGALIAN DATA UNTUK PEMETAAN Rosihan Asmara, SE, MP Email :rosihan@brawijaya.ac.id UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Peta Kerawanan Pangan Peta kerawanan pangan pada tingkat provinsi merupakan alat-bantu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki sumber kekayaan alam yang berlimpah dan memiliki jumlah penduduk nomor empat di dunia. Saat ini penduduk Indonesia

Lebih terperinci

SEKILAS TENTANG RAWAN PANGAN. Written by adminbkpp2 Wednesday, 20 May :37 - Last Updated Wednesday, 20 May :59

SEKILAS TENTANG RAWAN PANGAN. Written by adminbkpp2 Wednesday, 20 May :37 - Last Updated Wednesday, 20 May :59 Beberapa media sering sekali memberitakan tentang rawan pangan/ kerawanan pangan dan kelaparan yang terjadi pada suatu daerah. Dengan adanya pemberitaan ini maka dengan sendirinya masyarakat jadi tahu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Rasio Konsumsi Normatif Rasio konsumsi normatif adalah perbandingan antara total konsumsi dan produksi yang menunjukkan tingkat ketersediaan pangan di suatu wilayah. Rasio konsumsi

Lebih terperinci

ANALISIS KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN JEMBER TAHUN SKRIPSI. Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi.

ANALISIS KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN JEMBER TAHUN SKRIPSI. Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi. ANALISIS KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN JEMBER TAHUN 2007-2011 SKRIPSI Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Oleh: YENI NOORMALA SARI 09630106 JURUSAN ILMU EKONOMI STUDI

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KETAHANAN PANGAN KOTA SALATIGA MENGGUNAKAN METODE WEIGHTED PRODUCT BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

ANALISIS TINGKAT KETAHANAN PANGAN KOTA SALATIGA MENGGUNAKAN METODE WEIGHTED PRODUCT BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFI ANALISIS TINGKAT KETAHANAN PANGAN KOTA SALATIGA MENGGUNAKAN METODE WEIGHTED PRODUCT BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFI Charitas Fibriani 1 1 Program Studi Sistem Informasi, Fakultas Teknologi Informasi,

Lebih terperinci

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi manusia. Pangan yang bermutu, bergizi, dan berimbang merupakan suatu

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG KODE WILAYAH UNTUK TATA KEARSIPAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indeks pembangunan manusia (Badan Pusat Statistik, 2013). Walaupun Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. indeks pembangunan manusia (Badan Pusat Statistik, 2013). Walaupun Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang memiliki penduduk 230 juta dengan beraneka ragam budaya, sosio-ekonomi dan letak geografis menduduki peringkat 107 dari 177 negara untuk indeks pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Declaration and World Food Summit Plan of Action adalah food security

BAB I PENDAHULUAN. Declaration and World Food Summit Plan of Action adalah food security BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki. Menurut Undang-undang No. 7 tahun 1996 tentang pangan, pada pasal 1 ayat 17, menyebutkan ketahanan pangan

Lebih terperinci

ANALISIS KETAHANAN PANGAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KETAHANAN PANGAN DI KECAMATAN KUALA CENAKU KABUPATEN INDRAGIRI HULU

ANALISIS KETAHANAN PANGAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KETAHANAN PANGAN DI KECAMATAN KUALA CENAKU KABUPATEN INDRAGIRI HULU ANALISIS KETAHANAN PANGAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KETAHANAN PANGAN DI KECAMATAN KUALA CENAKU KABUPATEN INDRAGIRI HULU Rommy Karmiliyanto, Ahmad Rifai, dan Susy Edwina Fakultas Pertanian Universitas Riau

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki dan harus dipenuhi oleh negara maupun masyarakatnya. Menurut Undang Undang nomor 7 tahun 1996 tentang

Lebih terperinci

4. DINAMIKA POLA KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

4. DINAMIKA POLA KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAWA TIMUR 4. DINAMIKA POLA KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAWA TIMUR 4.1 Kondisi Kecukupan Kalori dan Protein Keseimbangan kontribusi diantara jenis pangan yang dikonsumsi masyarakat adalah salah satu

Lebih terperinci

SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI

SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI A. Pendahuluan Berdasarkan Undang-undang Pangan Nomor: 18 Tahun 2012, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang

Lebih terperinci

ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1)

ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1) 66 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 66-73 Mewa Ariani et al. ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1) Mewa Ariani, H.P.S. Rachman, G.S. Hardono, dan

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN : SUBSISTEM KETERSEDIAAN

KETAHANAN PANGAN : SUBSISTEM KETERSEDIAAN KETAHANAN PANGAN : SUBSISTEM KETERSEDIAAN Aku sehat karena panganku cukup, beragam, bergizi seimbang, aman, dan halal TEORI KETAHANAN PANGAN Indikator Swasembada Pangan Kemandirian Pangan Kedaulatan Pangan

Lebih terperinci

KEARIFAN LOKAL DALAM METODE PENGUKURAN KETAHANAN PANGAN (LOCAL WISDOM OF MEASUREMENT FOOD SECURITY METHOD)

KEARIFAN LOKAL DALAM METODE PENGUKURAN KETAHANAN PANGAN (LOCAL WISDOM OF MEASUREMENT FOOD SECURITY METHOD) bidang SOSIAL KEARIFAN LOKAL DALAM METODE PENGUKURAN KETAHANAN PANGAN (LOCAL WISDOM OF MEASUREMENT FOOD SECURITY METHOD) TUTI GANTINI Sekolah Tinggi Pertanian Jawa Barat Penelitian ini bertujuan melihat

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17

DAFTAR TABEL. Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17 DAFTAR TABEL Taks Halaman Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17 Tabel 2.2 Posisi dan Tinggi Wilayah Diatas Permukaan Laut (DPL) Menurut Kecamatan di Kabupaten Mamasa... 26 Tabel

Lebih terperinci

POTENSI INDUSTRI TEPUNG LOKAL DI JAWA TIMUR BAGIAN SELATAN PENDAHULUAN

POTENSI INDUSTRI TEPUNG LOKAL DI JAWA TIMUR BAGIAN SELATAN PENDAHULUAN P R O S I D I N G 84 POTENSI INDUSTRI TEPUNG LOKAL DI JAWA TIMUR BAGIAN SELATAN Rini Dwiastuti 1* 1 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya *E-mail rinidwi.fp@ub.ac.id

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KETAHANAN PANGAN TERHADAP KERAWANAN PANGAN DI KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2015 PUBLIKASI ILMIAH

ANALISIS TINGKAT KETAHANAN PANGAN TERHADAP KERAWANAN PANGAN DI KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2015 PUBLIKASI ILMIAH ANALISIS TINGKAT KETAHANAN PANGAN TERHADAP KERAWANAN PANGAN DI KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2015 HALAMAN JUDUL PUBLIKASI ILMIAH Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak

Lebih terperinci

ANALISIS KETAHANAN PANGAN REGIONALTINGKAT DESA SENTRA PERTANIAN DAN PERIKANAN DI KABUPATEN BANYUWANGI SKRIPSI

ANALISIS KETAHANAN PANGAN REGIONALTINGKAT DESA SENTRA PERTANIAN DAN PERIKANAN DI KABUPATEN BANYUWANGI SKRIPSI ANALISIS KETAHANAN PANGAN REGIONALTINGKAT DESA SENTRA PERTANIAN DAN PERIKANAN DI KABUPATEN BANYUWANGI SKRIPSI Diajukan guna memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Sarjana pada Program

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI Yetti Anita Sari Fakultas Geografi UGM; Yogyakarta E-mail: yettianitasari@gmail.com ABSTRAK Sektor pertanian merupakan salah

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords : Food Security, Household, Ordinal Logistik Regression

ABSTRACT. Keywords : Food Security, Household, Ordinal Logistik Regression ABSTRACT INDA WULANDARI. Determinant of Household Food Security in East Nusa Tenggara Province. Under supervision of SRI HARTOYO and YETI LIS PURNAMADEWI. The issue of food security has become an important

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian menjadi daerah permukiman, industri, dan lain-lain. Menurut BPN

BAB I PENDAHULUAN. pertanian menjadi daerah permukiman, industri, dan lain-lain. Menurut BPN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan pertanian setiap tahunnya berkurang kuantitas maupun kualitasnya. Dari sisi kuantitas, lahan pertanian berkurang karena alih fungsi lahan pertanian menjadi

Lebih terperinci

Keywords: FSVA, Food Security, Food Vulnerability, Food Insecurity, Jatiroto Sub District

Keywords: FSVA, Food Security, Food Vulnerability, Food Insecurity, Jatiroto Sub District Analisis Situasi Kerentanan Pangan di Kecamatan Jatiroto Kabupaten Lumajang Tahun 2013 (Analysis of Food Vulnerability Situation in Jatiroto Sub District Lumajang at 2013) Sakinatun Nisa, Leersia Yusi

Lebih terperinci

(PERFORMANCE ANALYSIS OF FARMER GROUP AND ITS RELATIONSHIP WITH HOUSEHOLD FOOD SECURITY LEVEL (CASE STUDY IN RASANAE TIMUR SUBDISTRICT BIMA CITY)

(PERFORMANCE ANALYSIS OF FARMER GROUP AND ITS RELATIONSHIP WITH HOUSEHOLD FOOD SECURITY LEVEL (CASE STUDY IN RASANAE TIMUR SUBDISTRICT BIMA CITY) AGRISE Volume XIV No. 2 Bulan Mei 2014 ISSN: 1412-1425 ANALISIS TINGKAT KINERJA KELOMPOK TANI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI (STUDI KASUS DI KECAMATAN RASANAE TIMUR

Lebih terperinci

ANALISIS DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PETANI MINA MENDONG PENDAHULUAN

ANALISIS DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PETANI MINA MENDONG PENDAHULUAN P R O S I D I N G 125 ANALISIS DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PETANI MINA MENDONG Farah Ainun Jamil 1, Pudji Purwanti 2, Riski Agung Lestariadi 2 1 Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpenduduk besar. Perhatian terhadap ketahanan pangan (food security) mutlak

BAB I PENDAHULUAN. berpenduduk besar. Perhatian terhadap ketahanan pangan (food security) mutlak BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Ketahanan pangan merupakan salah satu isu paling strategis dalam pembangunan nasional, terlebih lagi negara berkembang seperti Indonesia yang berpenduduk besar. Perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak meledaknya pertumbuhan penduduk dunia dan pengaruh perubahan iklim global yang makin sulit diprediksi.

Lebih terperinci

Konsep dan Implementasi Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan: Upaya Mendorong Terpenuhinya Hak Rakyat Atas Pangan

Konsep dan Implementasi Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan: Upaya Mendorong Terpenuhinya Hak Rakyat Atas Pangan Konsep dan Implementasi Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan: Upaya Mendorong Terpenuhinya Hak Rakyat Atas Pangan Arif Haryana *) Pendahuluan Kemiskinan dapat didefinisikan sebagai kondisi dimana

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xix BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen RPJMD

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi Pembangunan Nasional untuk mewujudkan Indonesia Sehat tahun 2010 telah dicanangkan pada Rapat Kerja Kesehatan Nasional pada tanggal 1 Maret 1999. Untuk mendukung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagi setiap manusia untuk tercukupi kebutuhannya. Pangan merupakan bahan

I. PENDAHULUAN. bagi setiap manusia untuk tercukupi kebutuhannya. Pangan merupakan bahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia yang wajib terpenuhi, pemenuhan pangan begitu penting mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia untuk

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER IPM (INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA) KABUPATEN PASER TAHUN 2011 Pencapaian pembangunan manusia di Kabupaten Paser pada kurun 2007 2011 terus mengalami peningkatan.

Lebih terperinci

KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN BERDASARKAN INDIKATOR KETAHANAN PANGAN KOMPOSIT

KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN BERDASARKAN INDIKATOR KETAHANAN PANGAN KOMPOSIT KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN BERDASARKAN INDIKATOR KETAHANAN PANGAN KOMPOSIT Sebagaimana disebutkan di dalam Bab 1, bahwa kondisi kerentanan terhadap kerawanan pangan kronis secara komposit ditentukan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bangsa lndonesia bertujuan untuk. mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

1. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bangsa lndonesia bertujuan untuk. mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional bangsa lndonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam rangka pencapaian tujuan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemiskinan merupakan masalah yang dialami secara global dan telah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemiskinan merupakan masalah yang dialami secara global dan telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang dialami secara global dan telah terjadi sejak dahulu kala. Kemiskinan sangat terkait dengan kepemilikan modal, kepemilikan lahan,

Lebih terperinci

BUTIR KEGIATAN ANALIS KETAHANAN PANGAN BIDANG KERAWANAN PANGAN

BUTIR KEGIATAN ANALIS KETAHANAN PANGAN BIDANG KERAWANAN PANGAN BUTIR KEGIATAN ANALIS KETAHANAN PANGAN BIDANG KERAWANAN PANGAN Hotel Royal 26-29 September 2016 BIDANG KERAWANAN PANGAN PUSAT KETERSEDIAAN DAN KERAWANAN PANGAN BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh 24 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study.penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan data sekunder yang bersumber dari data riset

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional yang dinilai berhasil pada hakikatnya adalah yang dilakukan oleh dan untuk seluruh rakyat. Dengan demikian, dalam upaya mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karaketeristik Wilayah Pesisir Kabupaten Bantul berdasarkan Aspekaspek

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karaketeristik Wilayah Pesisir Kabupaten Bantul berdasarkan Aspekaspek I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karaketeristik Wilayah Pesisir Kabupaten Bantul berdasarkan Aspekaspek Ketahanan Pangan tiap Indikator. Analisis situasi ketahanan Pangan wilayah Pesisir di Kabupaten Bantul

Lebih terperinci

ANALISIS PEMETAAN POTENSI RAWAN PANGAN DAN ARAH KEBIJAKAN (Studi Kasus pada Jabung Kabupaten Malang) Siti Muslihah Sugeng Hadi Utomo Hadi Sumarsono

ANALISIS PEMETAAN POTENSI RAWAN PANGAN DAN ARAH KEBIJAKAN (Studi Kasus pada Jabung Kabupaten Malang) Siti Muslihah Sugeng Hadi Utomo Hadi Sumarsono ANALISIS PEMETAAN POTENSI RAWAN PANGAN DAN ARAH KEBIJAKAN (Studi Kasus pada Jabung Kabupaten Malang) Siti Muslihah Sugeng Hadi Utomo Hadi Sumarsono ABSTRACT Food is represent requirement of most elementary

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yaitu penelitian yang menggambarkan dan menganalisis potensi penduduk,

BAB III METODE PENELITIAN. yaitu penelitian yang menggambarkan dan menganalisis potensi penduduk, BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Berdasarkan tujuannya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang menggambarkan dan menganalisis potensi penduduk, interaksi wilayah,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini dirumuskan dengan menentukan tingkat bahaya banjir kemudian menentukan kerentanan wilayah terhadap bencana banjir. Penentuan kelas kerentanan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Lokasi yang menjadi objek penelitian adalah Kawasan Usaha Peternakan (Kunak) sapi perah Kabupaten Bogor seluas 94,41 hektar, berada dalam dua wilayah yang berdekatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat (Hanani, 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat (Hanani, 2012). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketersediaan Pangan Ketersediaan (food availabillity) yaitu ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup aman dan bergizi untuk semua orang baik yang berasal dari produksi sendiri,

Lebih terperinci

Better Prepared And Ready to Help

Better Prepared And Ready to Help Mengukur dan Memahami Kerawanan Pangan di Indonesia: Pengalaman WFP Emergency Retno Sri Handini Preparedness VAM Officer Mission Nepal Yogyakarta, 10 Desember 2015 Outline 1. Program WFP di Indonesia 2.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan Pangan (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), pp

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan Pangan (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), pp I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia telah mengalami pemulihan yang cukup berarti sejak krisis ekonomi tahun 1998. Proses stabilisasi ekonomi Indonesia berjalan cukup baik setelah mengalami krisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai manusia sehat yang cerdas, produktif dan mandiri. Upaya peningkatan

I. PENDAHULUAN. sebagai manusia sehat yang cerdas, produktif dan mandiri. Upaya peningkatan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi Pembangunan Nasional untuk mewujudkan Indonesia Sehat tahun 2010 telah dicanangkan pada Rapat Kerja Kesehatan Nasional pada tanggal 1 Maret 1999. Untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bencana alam adalah salah satu fenomena yang dapat terjadi setiap saat, dimanapun dan kapanpun sehingga menimbulkan risiko atau bahaya terhadap kehidupan manusia, baik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang mendasar atau bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang penyelenggaraannya

I. PENDAHULUAN. yang mendasar atau bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang penyelenggaraannya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan hidup, sehingga usaha pemenuhan kebutuhan pangan merupakan suatu usaha kemanusiaan yang mendasar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perolehan pangan yang cukup baik dalam jumlah maupun mutu merupakan sesuatu yang penting bagi setiap manusia agar dapat hidup secara berkualitas. Oleh karena itu hak atas kecukupan

Lebih terperinci

Identifikasi Potensi Agribisnis Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk Untuk Meningkatkan Ekonomi Wilayah

Identifikasi Potensi Agribisnis Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk Untuk Meningkatkan Ekonomi Wilayah JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Identifikasi Potensi Agribisnis Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk Untuk Meningkatkan Ekonomi Wilayah Ani Satul Fitriyati dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan, ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN... 1 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Dasar Hukum...... 2 1.3. Hubungan Antar Dokumen... 5 1.4. Sistematika Dokumen RKPD... 5 1.5. Maksud dan Tujuan... Hal BAB II EVALUASI HASIL

Lebih terperinci

Pola Sebaran Wilayah Ketahanan Pangan di Provinsi Banten

Pola Sebaran Wilayah Ketahanan Pangan di Provinsi Banten Pola Sebaran Wilayah Ketahanan Pangan di Provinsi Banten Deby Eryani Setiawan 1, M.H. Dewi Susilowati 2, Hafid Setiadi 3 1 Jurusan Geografi,Universitas Indonesia, Depok16424 E-mail : deby.eryani@ui.ac.id

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA Agus Rudiyanto 1 1 Alumni Jurusan Teknik Informatika Univ. Islam Indonesia, Yogyakarta Email: a_rudiyanto@yahoo.com (korespondensi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang begitu cepat, serta aktivitas pembangunan dalam berbagai bidang tentu saja akan menyebabkan ikut meningkatnya permintaan akan lahan dalam hal

Lebih terperinci

FOOD SECURITY : ANALISIS AKSES DAN KETERSEDIAAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH : RHEMO ADIGUNO AGRIBISNIS

FOOD SECURITY : ANALISIS AKSES DAN KETERSEDIAAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH : RHEMO ADIGUNO AGRIBISNIS FOOD SECURITY : ANALISIS AKSES DAN KETERSEDIAAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH : RHEMO ADIGUNO 090304120 AGRIBISNIS PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hak atas pangan telah diakui secara formal oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Akhir -akhir ini isu pangan sebagai hal asasi semakin gencar disuarakan

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN JAWA TENGAH TRIWULAN I-2014

INDEKS TENDENSI KONSUMEN JAWA TENGAH TRIWULAN I-2014 No.30/05/33/Th.VIII, 5 Mei 2014 INDEKS TENDENSI KONSUMEN JAWA TENGAH TRIWULAN I-2014 A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi terkini yang dihasilkan Badan

Lebih terperinci

SKPG TAHUNAN. S i s t e m K e w a s p a d a a n P a n g a n d a n G i z i,

SKPG TAHUNAN. S i s t e m K e w a s p a d a a n P a n g a n d a n G i z i, SKPG TAHUNAN S i s t e m K e w a s p a d a a n P a n g a n d a n G i z i, 2 0 1 3 20 III. PENGENALAN SUMBER DATA DAN TABEL ISIAN SKPG TAHUNAN Analisis SKPG tahunan dilakukan dalam rangka mengetahui situasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi buruk. Untuk menanggulangi masalah tersebut kementerian. kesehatan (kemenkes) menyediakan anggaran hingga Rp 700 miliar

BAB I PENDAHULUAN. gizi buruk. Untuk menanggulangi masalah tersebut kementerian. kesehatan (kemenkes) menyediakan anggaran hingga Rp 700 miliar BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masa balita merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang sangat membutuhkan perhatian penuh orang tua dan lingkungannya. Dalam masa pertumbuhannya, balita sangat

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG PENETAPAN SEKOLAH ADIWIYATA KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SUMEDANG SELATAN 2016

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SUMEDANG SELATAN 2016 STATISTIK DAERAH KECAMATAN SUMEDANG SELATAN 2016 STATISTIK DAERAH KECAMATAN SUMEDANG SELATAN 2016 ISSN : No. Publikasi : 3211.1608 Katalog BPS : 1102001.3211050 Ukuran Buku : 17,6 cm 25 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN DI KABUPATEN ASAHAN TESIS. Oleh. Gayu Saputra / MAG

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN DI KABUPATEN ASAHAN TESIS. Oleh. Gayu Saputra / MAG ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN DI KABUPATEN ASAHAN TESIS Oleh Gayu Saputra 107039005 / MAG PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu dipenuhi dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN STRATEGI PEMBANGUNAN KESEHATAN 1

Bab 1 PENDAHULUAN STRATEGI PEMBANGUNAN KESEHATAN 1 Bab 1 PENDAHULUAN STRATEGI PEMBANGUNAN KESEHATAN 1 Bab 1 PENDAHULUAN Salah satu tujuan pembangunan Kesehatan di Provinsi Riau adalah Riau Sehat 2020. Dengan rumusan ini dimaksudkan bahwa pada tahun 2020

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang melibatkan pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi yang sangat luas dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Di lihat dari sisi ekonomi, lahan merupakan input

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci