1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki dan harus dipenuhi oleh negara maupun masyarakatnya. Menurut Undang Undang nomor 7 tahun 1996 tentang pangan menyebutkan bahwa pangan merupakan hak asasi bagi setiap individu di Indonesia. Oleh karena itu terpenuhinya kebutuhan pangan di dalam suatu negara merupakan hal yang mutlak harus dipenuhi. Selain itu pangan juga memegang peranan penting dan strategis di Indonesia berdasarkan pada pengaruh yang dimilikinya baik secara sosial, ekonomi, dan politik. Konsep ketahanan pangan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang nomor 7 tahun 1996 tentang pangan menyebutkan bahwa ketahanan pangan adalah suatu kondisi dimana setiap individu dan rumah tangga memiliki akses secara fisik, ekonomi, dan ketersediaan pangan yang cukup, aman, serta bergizi untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan seleranya bagi kehidupan yang aktif dan sehat. Selain itu aspek pemenuhan kebutuhan pangan penduduk secara merata dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat juga tidak boleh dilupakan. Konsep ketahanan pangan dapat diterapkan untuk menyatakan situasi pangan pada berbagai tingkatan yaitu tingkat global, nasional, regional, dan tingkat rumah tangga serta individu yang merupakan suatu rangkaian sistem hirarkis. Hal ini menunjukkan bahwa konsep ketahanan pangan sangat luas dan beragam serta merupakan permasalahan yang kompleks. Namun demikian, konsep ketahanan pangan tersebut intinya bertujuan untuk mewujudkan terjaminnya ketersediaan pangan bagi umat manusia. Ketercukupan pangan bagi setiap individu tercermin dari kecukupan energi dan protein dapat digunakan sebagai indikator untuk melihat kondisi gizi masyarakat dan juga keberhasilan pemerintah dalam pembangunan pangan, pertanian, kesehatan, dan sosial ekonomi secara terintegrasi (Moeloek, 1999). Lebih lanjut Irawan (2002) menyatakan bahwa derajat ketahanan pangan rumah tangga secara sederhana dapat ditentukan dengan mengevaluasi asupan energi dan protein rumah tangga tersebut. Malassis dan Ghersi dalam Irawan (2002) menyatakan bahwa energi dan protein digunakan sebagai indikator status gizi

2 2 karena penggunaan nilai kalori (energi) dan nilai protein sudah cukup untuk menggambarkan kecukupan pangan rumah tangga karena konsumsi kalori terkait erat dengan kemampuan manusia untuk hidup secara aktif sedangkan konsumsi protein dibutuhkan untuk memulihkan sel-sel tubuh yang rusak. Ketahanan pangan merupakan indikator yang dapat merepresentasikan jumlah dan mutu pangan yang dikonsumsi sesuai norma gizi yang ada. Dalam hal ini ketahanan pangan lebih mengutamakan akses setiap individu untuk memperoleh pangan yang bergizi serta penyerapannya demi pencapaian hidup yang sehat dan produktif. Ketahanan pangan belum tercapai saat ketersediaan pangan saja yang terpenuhi. Ketahanan pangan akan tercapai ketika akses terhadap pangan tersebut memadai serta penyerapan pangannya dapat berlangsung secara baik. Kondisi inilah yang belum tercapai di banyak daerah di Indonesia. Ketersediaan pangan yang memadai atau bahkan berlebih tidak disertai dengan akses pangan yang memadai. Hal ini berakibat pada penyerapan pangan yang tidak maksimal, sehingga banyak daerah di Indonesia yang belum mampu mencapai ketahanan pangan meskipun telah mencapai surplus pangan. Ketahanan pangan rumah tangga yang tercermin dari klasifikasi silang antara ketercukupan kalori dan pangsa pengeluaran pangan mampu dijadikan suatu indikator ketahanan pangan yang lebih baik dibandingkan indikator lain. Jonsson dan Toole dalam Maxwell et al. (2000) mengklasifikasikan ketahanan pangan rumah tangga melalui perpaduan antara kecukupan pangan dengan pangsa pengeluaran. Kedua indikator ini dinilai cukup sederhana namun mampu merepresentasikan tingkat ketahanan pangan rumah tangga. Klasifikasi tersebut menghasilkan empat kategori ketahanan pangan rumah tangga yaitu rumah tangga tahan pangan, rentan pangan, kurang pangan dan rawan pangan. Ketahanan pangan memiliki kaitan dengan pola konsumsi yaitu dari sisi pangsa pengeluaran makanan. Hukum Engle menyatakan jika selera tidak berbeda, maka persentase pengeluaran untuk makanan akan menurun dengan meningkatnya pendapatan (Nicholson, 1995;2002). Deaton dan Muellbauer (1980a) menyatakan bahwa semakin tinggi kesejahteraan masyarakat suatu negara maka pangsa pengeluaran pangan penduduknya semakin kecil, demikian sebaliknya. Daerah dengan pangsa pengeluaran pangan yang masih besar akan

3 3 selalu dijumpai permasalahan kekurangan pangan sehingga harus memerlukan perhatian yang lebih banyak. Pangsa pengeluaran pangan merupakan salah satu indikator ketahanan pangan. Semakin besar pangsa pengeluaran untuk pangan berarti ketahanan pangan semakin berkurang (Soehardjo et al., 1986). Meskipun telah banyak kajian tentang pangsa pengeluaran makanan di Indonesia, namun kajian tentang pangsa pengeluaran pangan dengan variabel yang berkaitan langsung dengan ketahanan pangan masih sangat terbatas. Pengeluaran rumah tangga yang di dalamnya mencakup pengeluaran pangan dan bukan pangan merupakan bagian yang memiliki porsi paling besar dalam Produk Domestik Bruto (PDB) berdasarkan penggunaan. Gambar 1 menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga memiliki kontribusi sebesar 57 persen pada PDB berdasarkan penggunaan tahun Dari persentase yang paling besar ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu konsumsi rumah tangga untuk makanan dan bukan makanan. Pembentukan Modal Tetap Bruto (23%) Ekspor-Impor (10%) Konsumsi RT (57%) Pemerintah (9%) Sumber : BPS, diolah Gambar 1 Persentase PDB Penggunaan tahun Gambar 2 menunjukkan komposisi pengeluaran rumah tangga untuk makanan dan bukan makanan pada beberapa periode. Jika dilihat perbandingannya maka dapat dikatakan bahwa komposisi pengeluaran makanan

4 4 dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Di sisi lain, pengeluaran untuk bukan makanan dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. P e r s e n Tahun Sumber : Susenas BPS, diolah Gambar 2 Komposisi pengeluaran makanan dan bukan makanan rumah tangga. Untuk membantu mengidentifikasi ketahanan dan kerentanan pangan di daerah, Dewan Ketahanan Pangan (DKP) menerbitkan Peta Ketahanan Dan Kerentanan Pangan 2009 (Food Security and Vulnerability Atlas/FSVA 2009). FSVA 2009 merupakan pemutakhiran dari Peta Kerawanan Pangan (Food Insecurity Atlas/FIA) yang diluncurkan pada tahun FSVA ini disusun untuk mengidentifikasi titik-titik rawan pangan tingkat kabupaten di Indonesia, mengidentifikasi penyebab kerawanan pangan di suatu kabupaten dan menyediakan petunjuk dalam mengembangkan strategi mitigasi yang tepat untuk kerawanan pangan kronis (DKP, 2009). Pada penyusunan FSVA ini, daerah perkotaan belum dimasukkan ke dalam penyusunan peta karena pendekatan ketahanan di wilayah perkotaan memiliki dimensi yang berbeda (DKP, 2009). Berdasarkan publikasi FSVA 2009, ada enam kategori dalam mengidentifikasi daerah berdasarkan ketahanan pangannya. Keenam kategori tersebut adalah : (1) sangat rawan pangan, (2) rawan pangan, (3) agak rawan pangan, (4) cukup tahan pangan, (5) tahan pangan dan (6) sangat tahan pangan. Tiga kategori yang pertama masuk sebagai kelompok prioritas karena termasuk sebagai kelompok yang rentan terhadap kerawanan pangan. Kabupaten yang

5 5 dianalisis adalah sebanyak 346 dan 100 kabupaten diantaranya terindikasi rawan pangan. Berdasarkan kondisi ketersediaan pangan, 64 kabupaten dari 100 kabupaten rawan pangan dikategorikan sebagai daerah surplus pangan. Hal ini menjadi suatu kontradiksi karena daerah yang surplus pangan ternyata rawan pangan. Tabel 1 Jumlah kabupaten berdasarkan ketahanan pangan dan ketersediaan pangan di Provinsi Jawa Timur Ketersediaan Pangan Tahan Pangan Rawan Pangan Jumlah Surplus Defisit Jumlah Sumber : FSVA 2009, diolah Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa ketersediaan pangan belum cukup untuk menjamin ketahanan pangan. Swasembada pangan hanya berorientasi kepada tersedianya sumberdaya pangan yang mencukupi kebutuhan masyarakat di suatu daerah. Swasembada pangan umumnya diwujudkan dengan tercukupinya komoditi pangan di suatu daerah sehingga tidak perlu lagi mendatangkan komoditi pangan dari daerah lain untuk memenuhi kebutuhan pangan di daerah tersebut. Suatu daerah bisa menghasilkan dan mengekspor komoditas industri yang bernilai ekonomi tinggi, kemudian membeli komoditas pangan dari luar daerah. Sebaliknya, di daerah yang melakukan swasembada produksi pangan, dapat dijumpai masyarakat yang rawan pangan karena adanya hambatan akses dan distribusi pangan. Jika dilihat dari 100 kabupaten yang teridentifikasi rawan pangan oleh DKP, maka 94 kabupaten diantaranya ada di luar jawa. Hanya 6 kabupaten di Jawa yang teridentifikasi rawan pangan yang terdiri dari 1 kabupaten berada di Provinsi Banten, dan 5 kabupaten berada di Provinsi Jawa Timur. Hal ini merupakan suatu kondisi yang menarik untuk diteliti, mengingat banyaknya potensi yang ada di Provinsi Jawa Timur namun masih terdapat daerah yang rawan pangan.

6 6 Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi dengan jumlah penduduk terbesar kedua setelah Jawa Barat yaitu sebesar 34,78 juta orang (SP2010, BPS). Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi dengan PDRB tertinggi kedua setelah DKI Jakarta. Selain itu Provinsi Jawa Timur mempunyai daerah terluas dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa yaitu 36,92 persen dari luas Pulau Jawa, serta jumlah kabupaten/kota terbanyak yaitu 38 daerah. Provinsi Jawa Timur juga menjadi salah satu lumbung padi nasional karena memiliki produksi padi terbesar kedua setelah Propinsi Jawa Barat yaitu 17,58 persen dari total produksi padi nasional (Statistik Tanaman Pangan, BPS). Lainnya (38%) Jawa Barat (18%) Jawa Timur (17%) Sumut (5%) Sulsel (7%) Jawa Tengah (15%) Sumber : Statistik Tanaman Bahan Makanan 2009, BPS Gambar 3 Kontribusi produksi padi tahun Selain faktor ketersediaan, akses pangan merupakan determinan penting dalam mewujudkan ketahanan pangan. Aspek tersebut akan dimiliki bila terdapat faktor kontrol terhadap pangan. Kemampuan melakukan kontrol akan tergantung pada daya beli masyarakat (Maxwell dan Frankenberger, 1992; Hardono dan Kariyasa, 2006). Ketersediaan pangan merupakan faktor eksternal di tingkat rumah tangga atau individu kecuali bagi pemilik sumber daya yang produktif. Apabila faktor pendapatan dianggap ceteris paribus maka daya beli akan sangat ditentukan oleh harga di pasar. Hal itu menyebabkan aspek harga sangat menentukan dalam ketahanan pangan. Pengalaman telah membuktikan bahwa

7 7 ketersediaan pangan yang melimpah tidak menjamin ketahanan pangan jika daya beli masyarakat rendah (Hardono dan Kariyasa, 2006). Dinamika analisis ketahanan pangan menunjukkan bahwa ketersediaan pangan dan akses terhadap pangan merupakan dua determinan penting dalam ketahanan pangan tingkat rumah tangga (Braun, 1995). Faktor ketersediaan pangan secara tunggal tidak menjamin ketahanan pangan rumah tangga namun diperlukan akses terhadap pangan baik yang mencakup dimensi fisik maupun ekonomi. akses fisik terkait dengan produksi pangan di tingkat rumah tangga, sedangkan akses ekonomi terkait dengan pendapatan rumah tangga dengan peubah pendapatan sebagai determinan utamanya. 1.2 Perumusan Masalah Ketahanan pangan di tingkat nasional atau regional tidak menjamin ketahanan pangan di tingkat rumahtangga dan individu. Menurut Simatupang (1999) ketahanan pangan global, nasional, regional, lokal dan rumah tangga serta individu merupakan suatu rangkaian hierarkis. Ketahanan pangan nasional dan regional merupakan syarat keharusan tapi belum cukup memenuhi ketahanan pangan rumah tangga dan individu (necessary but not sufficient condition). Sementara ketahanan pangan individu dan rumah tangga merupakan syarat kecukupan bagi ketahanan pangan nasional. Kecukupan pangan nasional atau regional belum tentu dapat menjamin ketahanan pangan rumah tangga. Hal ini ditunjukkan dengan adanya fakta bahwa walaupun ditingkat nasional dan wilayah (provinsi) memiliki status ketahanan pangan yang terjamin, namun di wilayah tersebut masih ditemukan rumah tangga rawan pangan (Saliem et al, 2001; Ariningsih dan Rachman, 2008). Peta Ketahanan dan Kerawanan Pangan 2009 yang dipublikasikan oleh Dewan Ketahanan Pangan (DKP) menyebutkan terdapat lima kabupaten di Jawa Timur yang masih dalam kondisi rawan pangan yaitu Sampang, Sumenep, Probolinggo, Bangkalan dan Pamekasan. Hal ini adalah suatu kondisi yang ironis, mengingat banyaknya keunggulan karakteristik Provinsi Jawa Timur yang secara umum mampu surplus pangan namun masih terdapat daerah yang rawan pangan. Di sisi lain, ketahanan pangan regional yang sudah tercapai belum tentu dapat

8 8 menjamin ketahanan pangan rumah tangga. Oleh sebab itu kajian mengenai determinan ketahanan pangan regional dan rumah tangga di Provinsi Jawa Timur sangat diperlukan. Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana dinamika pola konsumsi dan ketahanan pangan regional di Provinsi Jawa Timur? 2. Apa saja determinan ketahanan pangan regional di Provinsi Jawa Timur? 3. Apa saja determinan ketahanan rumah tangga di Provinsi Jawa Timur? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis dinamika pola konsumsi dan ketahanan pangan regional di Provinsi Jawa Timur. 2. Menganalisis determinan ketahanan pangan regional di Provinsi Jawa Timur. 3. Menganalisis determinan ketahanan pangan rumah tangga di Provinsi Jawa Timur. 1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Diperolehnya informasi mengenai ketahanan pangan di Propinsi Jawa Timur berdasarkan kecukupan kalori dan pangsa pengeluaran makanan. 2. Mendapatkan data dan informasi mengenai faktor-faktor yang menentukan ketahanan pangan regional dan rumah tangga di Jawa Timur. 3. Menentukan strategi yang dapat meningkatkan ketahanan pangan di Jawa Timur.

9 9 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ada empat aspek penting dalam penelitian ini. Pertama, akan dilakukan analisis pola konsumsi dan penghitungan status ketahanan rumah tangga berdasarkan klasifikasi silang antara ketercukupan kalori dan pangsa pengeluaran. Kedua, penyusunan peta tematik berdasarkan hasil pengolahan data kerawanan pangan. Ketiga, akan dilakukan analisis mengenai determinan ketahanan pangan regional di Jawa Timur. Keempat, akan dilakukan analisis determinan yang menentukan ketahanan pangan rumah tangga di Provinsi Jawa Timur. Penelitian ini mencakup kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur. Meskipun banyak indikator dalam penentuan ketahanan pangan, namun dalam penelitian ini penghitungan ketahanan pangan rumah tangga adalah dengan menggunakan klasifikasi silang antara ketercukupan jumlah kalori dan pangsa pengeluaran rumah tangga. Hal ini dilakukan karena faktor akses yang tercermin dari kemampuan rumah tangga mengkonsumsi makanan merupakan faktor yang paling utama dalam menentukan ketahanan pangan rumah tangga. Penelitian ini mempunyai beberapa batasan penelitian, yaitu bahwa ketahanan pangan rumah tangga diklasifikasikan sebagai kondisi yang saling terkait antara pangsa pengeluaran makanan dengan ketercukupan kalori. Makanan yang dikonsumsi adalah makanan yang dikonsumsi sendiri di rumah tangga baik yang berasal dari pembelian, produksi sendiri maupun pemberian. Kerawanan pangan yang dianalisis dalam penelitian ini adalah kerawanan pangan yang bersifat kronis. Penelitian ini tidak menganalisis kerawanan pangan yang bersifat transien. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, yaitu data Kor dan Modul Konsumsi Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), PDRB kabupaten/kota se Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Timur Dalam Angka, dan Potensi Desa (PODES). Data yang digunakan meliputi periode tahun 2002 sampai 2008.

10 10 Halaman ini sengaja dikosongkan.

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan Pangan (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), pp

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan Pangan (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), pp I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia telah mengalami pemulihan yang cukup berarti sejak krisis ekonomi tahun 1998. Proses stabilisasi ekonomi Indonesia berjalan cukup baik setelah mengalami krisis

Lebih terperinci

DETERMINAN KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN RUMAH TANGGA DI PROVINSI JAWA TIMUR

DETERMINAN KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN RUMAH TANGGA DI PROVINSI JAWA TIMUR DETERMINAN KETAHANANN PANGAN REGIONAL DAN RUMAH TANGGA DI PROVINSI JAWA TIMUR NURLATIFAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

BAB VIII KEMISKINAN DAN KETAHANAN PANGAN DI SUMATERA SELATAN

BAB VIII KEMISKINAN DAN KETAHANAN PANGAN DI SUMATERA SELATAN BAB VIII KEMISKINAN DAN KETAHANAN PANGAN DI SUMATERA SELATAN Faharuddin, M.Si. (Bidang Statistik Sosial BPS Provinsi Sumatera Selatan) 8.1. Konsep Dasar Ketahanan Pangan Ketahanan pangan dikonseptualisasikan

Lebih terperinci

4. DINAMIKA POLA KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

4. DINAMIKA POLA KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAWA TIMUR 4. DINAMIKA POLA KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAWA TIMUR 4.1 Kondisi Kecukupan Kalori dan Protein Keseimbangan kontribusi diantara jenis pangan yang dikonsumsi masyarakat adalah salah satu

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PROVINSI DI INDONESIA MENURUT DERAJAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA

DISTRIBUSI PROVINSI DI INDONESIA MENURUT DERAJAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA DISTRIBUSI PROVINSI DI INDONESIA MENURUT DERAJAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA Handewi P.S. Rachman, Mewa Ariani, dan T.B. Purwantini Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1 Ketahanan Pangan dan Kerawanan Pangan Pengertian tentang ketahanan pangan berubah dari waktu ke waktu. Periode 1970an, ketahanan

Lebih terperinci

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi manusia. Pangan yang bermutu, bergizi, dan berimbang merupakan suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang mendasar atau bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang penyelenggaraannya

I. PENDAHULUAN. yang mendasar atau bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang penyelenggaraannya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan hidup, sehingga usaha pemenuhan kebutuhan pangan merupakan suatu usaha kemanusiaan yang mendasar

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords : Food Security, Household, Ordinal Logistik Regression

ABSTRACT. Keywords : Food Security, Household, Ordinal Logistik Regression ABSTRACT INDA WULANDARI. Determinant of Household Food Security in East Nusa Tenggara Province. Under supervision of SRI HARTOYO and YETI LIS PURNAMADEWI. The issue of food security has become an important

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Teori

2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Teori 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Ketahanan Pangan Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dan strategis untuk dicapai karena menyangkut kepentingan orang banyak. Selain itu, pencapaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar dalam kehidupan setiap individu. Pangan merupakan sumber energi untuk memulai segala aktivitas. Menurut Undang-Undang No.18 Tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut I. PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Salah satu output yang diharapkan dalam pembangunan nasional adalah membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut Menteri Kesehatan (2000), SDM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indeks pembangunan manusia (Badan Pusat Statistik, 2013). Walaupun Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. indeks pembangunan manusia (Badan Pusat Statistik, 2013). Walaupun Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang memiliki penduduk 230 juta dengan beraneka ragam budaya, sosio-ekonomi dan letak geografis menduduki peringkat 107 dari 177 negara untuk indeks pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hak atas pangan telah diakui secara formal oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Akhir -akhir ini isu pangan sebagai hal asasi semakin gencar disuarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai komoditas pangan pokok dikonsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk hidup adalah kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Salah satu kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk hidup adalah kebutuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk hidup adalah kebutuhan akan pangan, sehingga kecukupan pangan bagi setiap orang setiap waktu merupakan hak asasi yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ketahanan Pangan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan menyebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercemin dari tersedianya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk

Lebih terperinci

Ketahanan Pangan dan Pertanian. disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55

Ketahanan Pangan dan Pertanian. disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55 Ketahanan Pangan dan Pertanian disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55 Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Ketahanan Pangan Februari 2015 KONDISI KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana tentram, serta sejahtera lahir dan batin (Siswono, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. suasana tentram, serta sejahtera lahir dan batin (Siswono, 2002). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan pada dasarnya merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling asasi. Demikian asasinya pangan bagi kehidupan masyarakat, maka ketersediaan pangan harus dapat dijamin

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan III. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Pada penelitian deskriptif, prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. tahun 1970an bersamaan dengan adanya krisis pangan dan kelaparan dunia

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. tahun 1970an bersamaan dengan adanya krisis pangan dan kelaparan dunia II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Ketahanan pangan Konsep ketahanan pangan (food security) mulainya berkembang pada tahun 1970an bersamaan dengan adanya krisis pangan dan kelaparan dunia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi Pembangunan Nasional untuk mewujudkan Indonesia Sehat tahun 2010 telah dicanangkan pada Rapat Kerja Kesehatan Nasional pada tanggal 1 Maret 1999. Untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional yang dinilai berhasil pada hakikatnya adalah yang dilakukan oleh dan untuk seluruh rakyat. Dengan demikian, dalam upaya mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagi setiap manusia untuk tercukupi kebutuhannya. Pangan merupakan bahan

I. PENDAHULUAN. bagi setiap manusia untuk tercukupi kebutuhannya. Pangan merupakan bahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia yang wajib terpenuhi, pemenuhan pangan begitu penting mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia untuk

Lebih terperinci

CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010

CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010 CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010 I. LATAR BELAKANG Peraturan Presiden No.83 tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan menetapkan bahwa Dewan Ketahanan Pangan (DKP) mengadakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki sumber kekayaan alam yang berlimpah dan memiliki jumlah penduduk nomor empat di dunia. Saat ini penduduk Indonesia

Lebih terperinci

FAKTOR PENENTU KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR INDA WULANDARI

FAKTOR PENENTU KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR INDA WULANDARI FAKTOR PENENTU KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR INDA WULANDARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 FAKTOR PENENTU KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA DI PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Declaration and World Food Summit Plan of Action adalah food security

BAB I PENDAHULUAN. Declaration and World Food Summit Plan of Action adalah food security BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki. Menurut Undang-undang No. 7 tahun 1996 tentang pangan, pada pasal 1 ayat 17, menyebutkan ketahanan pangan

Lebih terperinci

SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI

SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI A. Pendahuluan Berdasarkan Undang-undang Pangan Nomor: 18 Tahun 2012, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai manusia sehat yang cerdas, produktif dan mandiri. Upaya peningkatan

I. PENDAHULUAN. sebagai manusia sehat yang cerdas, produktif dan mandiri. Upaya peningkatan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi Pembangunan Nasional untuk mewujudkan Indonesia Sehat tahun 2010 telah dicanangkan pada Rapat Kerja Kesehatan Nasional pada tanggal 1 Maret 1999. Untuk mendukung

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN INDIKATOR KINERJA (IKU) INSTANSI VISI MISI TUJUAN TUGAS : BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TIMUR : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori Konsep Ketahanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori Konsep Ketahanan Pangan 13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Konsep Ketahanan Pangan Defenisi ketahanan pangan berubah dari satu periode waktu ke periode waktu berikutnya (Salim et al., 2005). Sejak tahun 1970-an

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup semua pengertian yang

METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup semua pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup semua pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA Data pola konsumsi rumah tangga miskin didapatkan dari data pengeluaran Susenas Panel Modul Konsumsi yang terdiri atas dua kelompok, yaitu data pengeluaran

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM. pada posisi 8-12 Lintang Selatan dan Bujur Timur.

GAMBARAN UMUM. pada posisi 8-12 Lintang Selatan dan Bujur Timur. 51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Kondisi Umum 4.1.1 Geogafis Nusa Tenggara Timur adalah salah provinsi yang terletak di sebelah timur Indonesia. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terletak di selatan khatulistiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpenduduk besar. Perhatian terhadap ketahanan pangan (food security) mutlak

BAB I PENDAHULUAN. berpenduduk besar. Perhatian terhadap ketahanan pangan (food security) mutlak BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Ketahanan pangan merupakan salah satu isu paling strategis dalam pembangunan nasional, terlebih lagi negara berkembang seperti Indonesia yang berpenduduk besar. Perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi terwujudnya ketahanan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pokok merupakan kebutuhan minimal manusia yang mutlak harus dipenuhi untuk menjamin kelangsungan hidup. Kebutuhan pokok manusia terdiri atas, kebutuhan pangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama, karena itu pemenuhannya menjadi bagian dari hak asasi setiap individu. Di Indonesia, pemenuhan kecukupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kedelai merupakan komoditas strategis yang unik tetapi kontradiktif dalam sistem usaha tani di Indonesia. Luas pertanaman kedelai kurang dari lima persen dari seluruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang subur dan memiliki kekayaan alam yang melimpah. Hal ini dikarenakan Indonesia berada di wilayah tropis. Sehingga berbagai jenis

Lebih terperinci

II. PENGERTIAN KETAHANAN PANGAN Nuhfil Hanani AR

II. PENGERTIAN KETAHANAN PANGAN Nuhfil Hanani AR 19 II. PENGERTIAN KETAHANAN PANGAN Nuhfil Hanani AR Swasembada Pangan versus Ketahanan Pangan Pada level nasional pengertian ketahanan pangan telah menjadi perdebatan selama tahun 1970 sampai tahun 1980an.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi. Selain Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur menempati posisi tertinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

KONSUMSI DAN KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN RUMAHTANGGA PERDESAAN DI INDONESIA: Analisis Data SUSENAS 1999, 2002, dan 2005 oleh Ening Ariningsih

KONSUMSI DAN KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN RUMAHTANGGA PERDESAAN DI INDONESIA: Analisis Data SUSENAS 1999, 2002, dan 2005 oleh Ening Ariningsih Seminar Nasional DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani Bogor, 19 Nopember 2008 KONSUMSI DAN KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN RUMAHTANGGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang dan jasa demi memenuhi kebutuhan dasarnya. Seseorang yang melakukan

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang dan jasa demi memenuhi kebutuhan dasarnya. Seseorang yang melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya memenuhi kebutuhannya, seseorang akan melakukan sesuatu kegiatan yang disebut konsumsi. Konsumsi merupakan suatu kegiatan menikmati nilai daya guna dari

Lebih terperinci

POLA PENGELUARAN PANGAN RUMAH TANGGA MENURUT TINGKAT KETAHANAN PANGAN DI PROPINSI JAWA TENGAH

POLA PENGELUARAN PANGAN RUMAH TANGGA MENURUT TINGKAT KETAHANAN PANGAN DI PROPINSI JAWA TENGAH 1 POLA PENGELUARAN PANGAN RUMAH TANGGA MENURUT TINGKAT KETAHANAN PANGAN DI PROPINSI JAWA TENGAH Yunastiti Purwaningsih 1, Slamet Hartono 2, Masyhuri 2, Jangkung Handoyo Mulyo 2 1 Fakultas Ekonomi Universitas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 15 No. 2 Januari 2015: p-issn ; e-issn

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 15 No. 2 Januari 2015: p-issn ; e-issn Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 15 No. 2 Januari 2015: 121-143 p-issn 1411-5212; e-issn 2406-9280 121 Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di Indonesia (Analisis Data Susenas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 1 indikator kesejahteraan DAERAH provinsi jawa timur sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia Jl. Kebon Sirih No. 14 Jakarta Pusat 10110

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dari perspektif sejarah, istilah ketahanan pangan (food security) mulai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dari perspektif sejarah, istilah ketahanan pangan (food security) mulai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Ketahanan pangan Dari perspektif sejarah, istilah ketahanan pangan (food security) mulai mengemuka saat terjadi krisis pangan dan kelaparan yang menimpa dunia

Lebih terperinci

V. DINAMIKA PANGSA PENGELUARAN PANGAN DI INDONESIA. pangan dan konsumsi individu di tingkat rumah tangga. Informasi tentang

V. DINAMIKA PANGSA PENGELUARAN PANGAN DI INDONESIA. pangan dan konsumsi individu di tingkat rumah tangga. Informasi tentang 121 V. DINAMIKA PANGSA PENGELUARAN PANGAN DI INDONESIA Dalam penelitian ini ketahanan pangan diukur berdasarkan ketersediaan pangan dan konsumsi individu di tingkat rumah tangga. Informasi tentang ketersediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan maupun taraf hidup

BAB I PENDAHULUAN. oleh suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan maupun taraf hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan salah satu alternatif terbaik yang dapat dilakukan oleh suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan maupun taraf hidup masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk mempertahankan hidup. Oleh karena itu kecukupan pangan

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk mempertahankan hidup. Oleh karena itu kecukupan pangan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk mempertahankan hidup. Oleh karena itu kecukupan pangan bagi setiap orang di setiap waktu merupakan hak asasi yang

Lebih terperinci

IV. POLA KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

IV. POLA KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR IV. POLA KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR 4.1 Gambaran Umum Provinsi Nusa Tenggara Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur secara geografis terletak di belahan paling selatan Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peran besar dalam perekonomian di Indonesia. Hal ini dikarenakan pertanian merupakan penghasil bahan makanan yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu atau keluarga berusaha memenuhi kebutuhannya dengan. menggunakan sumberdaya yang tersedia. Kebutuhan manusia dapat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu atau keluarga berusaha memenuhi kebutuhannya dengan. menggunakan sumberdaya yang tersedia. Kebutuhan manusia dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap individu atau keluarga berusaha memenuhi kebutuhannya dengan menggunakan sumberdaya yang tersedia. Kebutuhan manusia dapat diklasifikasikan sebagai kebutuhan

Lebih terperinci

5. DETERMINAN KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN RUMAH TANGGA

5. DETERMINAN KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN RUMAH TANGGA 5. DETERMINAN KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN RUMAH TANGGA 5.1 Determinan Ketahanan Pangan Regional Analisis data panel dilakukan untuk mengetahui determinan ketahanan pangan regional di 38 kabupaten/kota

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG DAN DASAR PEMIKIRAN PETA KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN PROVINSI JAWA BARAT

1.1 LATAR BELAKANG DAN DASAR PEMIKIRAN PETA KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN PROVINSI JAWA BARAT BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG DAN DASAR PEMIKIRAN PETA KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN PROVINSI JAWA BARAT Upaya pengurangan angka kemiskinan dan kelaparan di dunia pada Tahun 2015 sampai setengahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam beragam bentuk, maksud, dan tujuan. Mulai dari keluarga, komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. dalam beragam bentuk, maksud, dan tujuan. Mulai dari keluarga, komunitas, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan hal yang penting bagi siapapun manusia dan dimanapun ia berada. Kebutuhan manusia akan pangan harus dapat terpenuhi agar keberlansungan hidup manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pangan adalah kebutuhan pokok sekaligus menjadi esensi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pangan adalah kebutuhan pokok sekaligus menjadi esensi kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pangan adalah kebutuhan pokok sekaligus menjadi esensi kehidupan manusia, karenanya hak atas pangan menjadi bagian sangat penting dari hak azasi manusia. Ketahanan

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2016 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2016 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2016 ISBN: 978-602-18962-9-7 KETAHANAN PANGAN: SUATU ANALISIS KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP KEBUTUHAN RUMAH TANGGA PETANI DI KABUPATEN GAYO LUES Siti Wahyuni 1)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu butir yang tercantum dalam pembangunan milenium (Millenium Development Goals) adalah menurunkan proporsi penduduk miskin dan kelaparan menjadi setengahnya antara tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan masyarakat seutuhnya, termasuk juga pembangunan di bidang pertanian sebagai upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

Kualitas Gizi Faktor Penting Pembangunan

Kualitas Gizi Faktor Penting Pembangunan Kebijakan Strategis RAN-PG 2016-2019: Kualitas Gizi Faktor Penting Pembangunan Prof. Dr. Bustanul Arifin barifin@uwalumni.com Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian UNILA Dewan Pendiri dan Ekonom Senior INDEF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rumusan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan nasional Bangsa Indonesia yaitu mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di Indonesia. Oleh karena itu, semua elemen bangsa harus menjadikan kondisi tersebut sebagai titik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 241 juta dengan ditandai oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang meningkat dan stabilitas ekonomi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan suatu masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian di setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau berkembang adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah usaha untuk meningkatkan kualitas dan perikehidupan masyarakat Indonesia, yang dilakukan secara terus menerus, berlandaskan kemampuan wilayah dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi pilar-pilar pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi pilar-pilar pertumbuhan ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Fenomena perekonomian di Indonesia belakangan ini begitu cepat berubah seiring dengan berjalannya waktu. Berbagai fakta ekonomi dan permasalahan begitu kompleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan primer manusia. Sebelum seseorang memenuhi kebutuhan yang lain, pangan menjadi kebutuhan mendasar yang tidak bisa ditunda. Pangan pun menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan pangan. Banyak kasus kurang gizi disebabkan karena rendahnya pemahaman pola konsumsi yang sehat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perolehan pangan yang cukup baik dalam jumlah maupun mutu merupakan sesuatu yang penting bagi setiap manusia agar dapat hidup secara berkualitas. Oleh karena itu hak atas kecukupan

Lebih terperinci

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 1 indikator kesejahteraan DAERAH provinsi maluku sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia Jl. Kebon Sirih No. 14 Jakarta Pusat 111 Telp

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mengingat perannya sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

Lebih terperinci

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 1 indikator kesejahteraan DAERAH provinsi d.i. yogyakarta sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia Jl. Kebon Sirih No. 14 Jakarta Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas pangan masyarakat Indonesia yang dominan adalah beras yang

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas pangan masyarakat Indonesia yang dominan adalah beras yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas pangan masyarakat Indonesia yang dominan adalah beras yang berfungsi sebagai makanan pokok sumber karbohidrat. Beras merupakan komoditi pangan yang memiliki

Lebih terperinci

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 1 indikator kesejahteraan DAERAH provinsi kepulauan riau sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia Jl. Kebon Sirih No. 14 Jakarta Pusat

Lebih terperinci

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 1 indikator kesejahteraan DAERAH provinsi maluku utara sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia Jl. Kebon Sirih No. 14 Jakarta Pusat 111

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil komoditas pertanian berupa padi. Komoditas padi dikonsumsi dalam bentuk beras menjadi nasi.

Lebih terperinci

ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1)

ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1) 66 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 66-73 Mewa Ariani et al. ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1) Mewa Ariani, H.P.S. Rachman, G.S. Hardono, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan basis perekonomiannya berasal dari sektor pertanian. Hal ini disadari karena perkembangan pertanian merupakan prasyarat

Lebih terperinci

KATALOG BPS.

KATALOG BPS. KATALOG BPS. PROFIL NUTRISI 2005 ii No. Publikasi: 05330. Ukuran Buku: 21,59 X 27,94 Cm Jumlah Halaman: 60 halaman Naskah: Sub Direktorat Statistik Pendapatan Tenaga Kerja Diterbitkan Oleh: Badan Pusat

Lebih terperinci

ANALISIS KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN TINGKAT RUMAH TANGGA (Studi Kasus di Provinsi Sulawesi Utara)

ANALISIS KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN TINGKAT RUMAH TANGGA (Studi Kasus di Provinsi Sulawesi Utara) ANALISIS KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN TINGKAT RUMAH TANGGA (Studi Kasus di Provinsi Sulawesi Utara) Tri Bastuti Purwantini, Handewi P.S. Rachman dan Yuni Marisa Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Persentase konsumsi pangan di Indonesia

Gambar 1.1 Persentase konsumsi pangan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan sebagian besar hasil bumi merupakan hasil pertanian dan perkebunan. Hasil bumi tersebut merupakan salah satu faktor penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan daerah di Indonesia pada dasarnya didasari oleh kebijaksanaan pembangunan nasional dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan daerah. Kebijaksanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PERDESAAN: Analisis Data SUSENAS Handewi P.Saliem dan Ening Ariningsih

PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PERDESAAN: Analisis Data SUSENAS Handewi P.Saliem dan Ening Ariningsih PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PERDESAAN: Analisis Data SUSENAS 1999 2005 1 Handewi P.Saliem dan Ening Ariningsih Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu bidang produksi dan lapangan usaha yang paling tua di dunia yang pernah dan sedang dilakukan oleh masyarakat. Sektor pertanian adalah sektor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 1 indikator kesejahteraan DAERAH provinsi banten sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia Jl. Kebon Sirih No. 14 Jakarta Pusat 111 Telp

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Produksi dan Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Produksi dan Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam. Letaknya yang secara geografis dilalui oleh garis khatulistiwa menjadikan Indonesia memiliki iklim tropis yang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan Disampaikan dalam Rapat Koordinasi Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

Lebih terperinci