Media Penilai Edisi September / TH.VIII /

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Media Penilai Edisi September / TH.VIII /"

Transkripsi

1 Media Penilai Edisi September / TH.VIII / 2013

2 Media Penilai Edisi September / TH.VIII / 2013

3 2 Media Penilai Edisi September / TH.VIII / 2013

4 Media Penilai Edisi September / TH.VIII /

5 d a f t a R i s i Masih tentang Bisnis Tambang Dalam dua edisi berturut-turut, kami menurunkan laporan tentang bisnis tambang. Jika pada edisi sebelumnya Majalah Media Penilai mengangkat topik tentang bisnis batu bara dan prospek jasa penilaiannya dalam rubrik Laporan Utama, kali ini yang diangkat adalah bisnis tambang mineral dan prospek jasa penilaiannya pula. Sengaja kami menurunkan laporan tentang bisnis tambang dalam edisi berurutan, mengingat baik bisnis tambang batu bara maupun tambang mineral telah berkembang sedemikian rupa hingga menjadi peluang baru yang sangat potensial bagi usaha jasa penilai, terutama dalam beberapa tahun ke depan. Seperti halnya ketika mengangkat topik bisnis batu bara, dalam Laporan Utama kali ini kami juga kami juga membahas secara luas dan mendalam perihal perkembangan, problematika, dan prospek bisnis tambang mineral. Lebih-lebih, sesuai dengan amanat Undang- Undang tentang Mineral dan Batu Bara yang diterbitkan pada 2009, larangan ekspor barang tambang mentah dan kewajiban mengolah semua barang tambang mineral di dalam negeri efektif berlaku mulai tahun Kalangan profesi penilai yang mulai banyak terlibat dalam kegiatan penilaian di sektor pertambangan tentu harus memiliki referensi yang memadai akan seperti apa kondisi dan perkembangan bisnis tambang mineral dalam beberapa tahun ke depan. Informasi penting dan akurat sangat diperlukan agar para penilai dapat memberikan opini nilai yang tepat dan akurat pula dalam penilaian di bisnis tambang. Itulah alasan kenapa dalam dua edisi berturut-turut ini kami menurunkan laporan tentang bisnis tambang batu bara dan disusul dengan laporan tentang bisnis tambang mineral. Selain itu, kami juga menurunkan laporan penting dan tergolong baru bagi profesi penilai dalam rubrik Laporan Khusus, yaitu tentang standar biaya teknik bangunan (BTB) serta standar umur bahan bangunan dan umur ekonomis bangunan. Di negara-negara lain, standar serupa sudah lama ada, dan para penilai memiliki panduan yang pasti dalam menjalankan tugas profesionalnya. Saat ini, Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) tengah memfinalisasi standar BTB dan umur bangunan dan umur ekonomis bangunan. Nanti, jika telah disahkan, para penilai anggota MAPPI akan memiliki standar yang sama dalam menilai BTB, umur bahan bangunan, dan umur ekonomis bangunan. Dengan demikian, akan ada keseragaman standar yang, pada gilirannya, akan melahirkan opini nilai yang lebih dapat dipertanggungjawabkan secara profesional. Apa saja standarnya merupakan bagian terpenting dalam Laporan Khusus kali ini. Seperti biasa, kami juga menurunkan sejumlah informasi penting berkaitan dengan dinamika dunia profesi penilai dan sejumlah artikel yang berkaitan dengan profesi penilai. Semoga semua informasi yang kami sajikan dalam menambah khasanah pengetahuan dan memperkaya referensi bagi seluruh stake holder jasa penilaian. q LAPORAN UTAMA 5 12 Menimbang Masa Depan Bisnis Tambang Mengenal Karakter Penilaian Bisnis Tambang Smelter yang Membikin Keder Rupiah Terpuruk, Terbitlah Relaksasi WAWANCARA Mental Dagang yang Merusak Tambang Tambang REGULASI Lagi, Menyoal RUU Penilai Nilai Wajar, Bagaimana Menentukan ARTIKEL Pengembangan Tabel Biaya dan Teknis Bangunan (BTB) The Valuation Of Long Life Mines: Current Issues And Methodologies LAPORAN KHUSUS Penduan Menghitung Biaya Teknik Bangunan Mengurai Umur dan Umur Ekonomis Bangunan TEKNOLOGI Mengintip Biaya dan Teknik Penambangan Batu Bara INFO MAPPI 56 MAPPI Punya Konsultan Hukum 58 Sudah 514 Penilai Ikut Deseminasi SPI 2013 Pelindung: Pengurus Pusat MAPPI Pemimpin Redaksi: Ir. Karmanto, M.Ec. Dev, MAPPI (Cert.) Sekretaris Redaksi: R.A. Dewi Kencanawati, SE, MAPPI (Cert.) Dewan Redaksi: Ir. Karmanto, M.Ec. Dev, MAPPI (Cert.), Muhammad Adlan, M.Ec. Dev, SSi, MAPPI (Cert.), R.A. Dewi Kencanawati, SE, MAPPI (Cert.), Ir. Budi Prasodjo, M.Ec. Dev. MAPPI (Cert.), Iwan Bachron, SE, MAPPI (Cert.), Yudistira Ananda, SE, Ak MAPPI (Cert.), Bunga Budiarti, SE Redaksi: Suharto, Mukhlisin Desain Grafis: Arif Maulana Distribusi: Sekretaris MAPPI Alamat Redaksi: Wisma Penilai, Jl. Kalibata Raya No E Jakarta Selatan, Telp: , Fax: Website: media_penilai@yahoo.com Majalah Penilai diterbitkan oleh Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI), dibagikan secara gratis untuk kalangan anggota serta stakeholder profesi penilai Redaksi Media Penilai menerima tulisan, artikel, pengalaman profesional serta informasi terkait dengan profesi penilai. Diharapkan tulisan yang dikirim ke redaksi Media Penilai harap melampirkan identitas diri beserta CV penulis. Terima kasih. Media Penilai Edisi September / TH.VIII / 2013

6 L a p o r a n U t a m a Menimbang Masa Depan Bisnis Tambang Larangan ekspor bahan tambang mentah mulai berlaku Januari Namun, hingga kini program hilirisasi yang mewajibkan seluruh hasil tambang diolah di dalam negeri belum menampakkan hasil. Bagaimana nasib bisnis tambang pasca-2014? Dalam suatu kesempatan, sembari bersungut-sungut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengungkapkan kemasygulannya. Dari pengecekan saya di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan, mereka ekspor bercampur dengan lumpur dan tanah. Sekitar 70 persen itu mengandung lumpur dan tanah, sementara hanya 30 persen sisanya yang bisa diolah, ujar Jero Wacik yang terekam pers di kantor Kementerian ESDM Jakarta, medio Juli Pernyataan Wacik tersebut menggambarkan, hasil tambang mentah yang diekspor ke berbagai negara tujuan sebenarnya hanya sekitar 30 persen yang mengandung mineral, selebihnya yang sekitar 70 persen justru berupa lumpur tanah. Artinya, nilai jual dan nilai lebih barang yang diekspor tersebut sangat rendah. Sementara itu, pada satu kesempatan dalam rapat dengar pendapat dengan De- Media Penilai Edisi September / TH.VIII / 2013

7 L a p o r a n U t a m a wan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Thamrin Sihite, mengungkapkan, volume ekspor barang tambang mentah rata-rata mencapai 70 persen dari total produksi barang tambang di Indonesia. Saat ini baru 30 persen produksi tambang mineral di Indonesia yang diolah oleh pabrik smelter di dalam negeri, sementara 70 persennya masih dijual mentah (raw material), ujarnya. Dalam beberapa tahun terakhir tren kenaikan ekspor barang tambah mentah memang terbilang gila-gilaan. Kementerian ESDM, misalnya, mencatat dalam tiga tahun terakhir terjadi kenaikan ekspor bijih nikel 800 persen, bijih besi 700 persen, dan bijih bauksit 500 persen. Ekspor terus menanjak dari tahun ke tahun. Ini angka yang kita dapat. Nah, kalau dibiarkan terus, bijih tambang kita akan habis, Thamrin Sihite menegaskan. Jangan sampai tanah air kita juga dijual, tandasnya. Tren naik ekspor raw material tersebut juga terekam dalam data yang dilansir Kementerian Perdagangan. Hingga kuartal I/2013 saja, volume ekspor produk mineral mentah telah mencapai 30,73 juta ton, meningkat dari realisasi pada periode sama 2012 yang hanya 25,67 juta ton. Dari segi nilai juga terjadi kenaikan 36,21 persen (year on year) senilai 1,38 miliar dollar AS. Kementerian juga mencatat, pada periode itu peningkatan ekspor terbesar ada pada bijih tembaga dan konsentratnya, yakni 91,4 persen menjadi ,11 ton atau setara dengan 582,02 juta dollar AS. Berikutnya ekspor bijih nikel dan konsentratnya naik 61,15 persen menjadi 15,97 juta ton senilai 467,35 dollar AS disusul bijih besi dan konsentratnya naik 18,16 persen menjadi 4,1 juta ton atau setara 100,99 dollar AS. Menjual Tanah Air Yang membuat tren ini terlihat sebagai ironi, lonjakan ekspor tersebut justru terjadi ketika pemerintah mulai memberlakukan kebijakan ekspor untuk barang tambah mentah dengan pengenaan bea keluar 20 persen. Pengenaan bea keluar tersebut sebenarnya hanya salah satu strategi pemerintah dalam menata sektor pertambangan, khususnya Jenis Komoditas Tambang Mineral Logam dan Bukan Logam Tertentu dan Batuan yang Wajib Dilakukan Pengolahan dan/atau Pemurnian: I. Bijih: a. tembaga; b. emas; c. perak d. timah; e. timbal dan seng; f. kromium; g. molibdenum; h. platinum group metal; i. bauksit; j. bijih besi; k. pasir besi; 1. nikel danl atau kobalt; m. mangan; dan n. antimon. II. Jenis komoditas tambang mineral bukan logam tertentu: a. kalsit (batu kapur/gamping); b. feldspar; c. kaolin; d. bentonit; e. zeolit; f. silika (pasir kuarsa); g. zirkon; dan h. intan. III. Jenis komoditas tambang batuan tertentu : a. toseki; b. marmer; c. onik; d. perlit; e. slate (batu sabak); f. granit; g. granodiorit; h. gabro; 1. peridotit; j. basalt; k. opal; l. kalsedon; m. chert (rijang); n. jasper; o. krisoprase; p. garnet; q. giok; r. agat; dan s. topas. usaha tambang mineral, melalui kebijakan hilirisasi. Penataan sektor pertambangan ini sesungguhnya dimulai ketika pemerintah menerbitkan Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Salah satu pasal dalam UU tersebut memuat tentang larangan ekspor raw material mulai 2014 dan kewajiban bagi perusahaan tambang untuk membangun smelter alias pabrik pemurnian dan pengolahan barang tambang. Dengan demikian, mulai 2014, seluruh barang tambang harus diolah dulu di dalam negeri dan baru boleh dijual di pasar ekspor ketika sudah menjadi produk hilir. Untuk mendukung implementasi UU tersebut, Kementerian ESDM menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral pada Februari Sayang, beleid ini langsung menyulut protes dari kalangan pelaku usaha tambang lantaran dinilai mendahului UU. Sebab, menurut UU Minerba, larangan ekspor baru berlaku Sedangkan, peraturan menteri tersebut justru mempercepat pemberlakuannya. Celah lain dibuka. Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 29 Tahun 2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan disusul kemudian dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 75 Tahun Media Penilai Edisi September / TH.VIII / 2013

8 L a p o r a n U t a m a 2012 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar. Melalui Permendag dan PMK tersebut, pintu ekspor dipersempit. Misalnya, untuk bisa melakukan ekspor raw material, eksportirnya harus mengantungi izin dari Kementerian Perdagangan (Kemendag). Salah satu syarat untuk memperoleh izin ekspor harus lebih dulu mengantungi rekomendasi dari Kementerian ESDM. Nah, di sinilah liku-liku dimulai. Sebab, untuk bisa memperoleh rekomendasi, pengekspor barang tambang tersebut statusnya harus clear and clean. Pengusaha tambang juga harus telah melunasi kewajiban pembayaran keuangan (royalti) pada negara, dan menyampaikan dokumen rencana kerja atau kerja sama pembangunan smelter. Seperti diketahui, untuk mengurai karut marut masalah perizinan dan penguasaan tambang, Kementerian ESDM menggulirkan program uji clear and clean guna memastikan apakah suatu perusahaan tambang bermasalah atau tidak, baik secara legal maupun administratif. Hasilnya, per 13 November 2012, dari total jumlah izin usaha penambangan (IUP) operasi dan produksi mineral sebanyak izin, baru izin yang telah berstatus clean and clear. Artinya, ada perusahaan pemegang IUP yang tidak memenuhi syarat ekspor. Dari jumlah tersebut, perusahaan yang telah mengajukan rencana pengolahan dan pemurnian mineral ternyata hanya 159 perusahaan pertambangan. Artinya, hanya sekitar 150-an perusahaan tambang yang memenuhi syarat diberi rekomendasi ekspor. Di saat yang sama, ada ribuan pemegang IUP yang tidak bisa lagi mengekspor bijih mineral. Setelah memperoleh izin pun, nafsu ekspor masih dicegat dengan bea keluar sebesar 20 persen dari nilai total ekspor. Ada 65 jenis hasil tambang yang dikenakan bea keluar sebesar 20 persen ini, yaitu 21 logam, 10 nonlogam, dan 34 batu-batuan. Dengan berbagai regulasi tersebut, jika sebelumnya pengusaha tambang bebas mengekspor dalam volume berapa pun, kini mulai dibatasi. Jumlah yang diekspor harus sesuai dengan rekomendasi dan persetujuan yang diberikan Kementerian ESDM. Dengan demikian, diharapkan laju ekspor raw material benar-benar terkendali. Tidak jor-joran seperti beberapa tahun terakhir. Tapi, inilah ironinya: data menunjukkan, semakin dibatasi, volume ekspornya justru terus menanjak naik. Menurut Direktur Operasi PT Aneka Tambang (Antam) Tedy Badrujaman, ada sejumlah kemungkinan kenapa jor-joran ekspor raw material masih terus terjadi. Pertama, mumpung masih ada kesempatan, banyak pengusaha tambang memanfaatkan waktu semaksimal mungkin untuk menggenjot produksi dan mendongkrak ekspor untuk memperbesar keuntungan. Kedua, bisa jadi banyak pengusaha tambang memang sedang mengumpulkan modal untuk membangun smelter sehingga Tabel 2.1. Sumber Daya dan Cadangan Mineral Logam No. Komoditi Unit Sumber Daya Cadangan 1. Nikel Juta Ton Bijih : Logam : 42 Bijih : 546,83 Logam : 8,7 2. Timah Juta Ton Bijih : 95 Logam : 0,65 Bijih : 0,54 Logam : 0,33 3. Bauksit Juta Ton Bijih : 726,58 Logam : 249,67 Bijih : 111,79 Logam : Tembaga Juta Ton Bijih : Logam : 69,76 Bijih : Logam : 42,85 5. Emas Primer Ribu Ton Bijih : ,64 Logam : 4,2 Bijih : ,40 Logam : 4,3 6. Emas Alluvial Ribu Ton Bijih : ,45 Logam : 0,14 Bijih : Logam : 0, Perak Juta Ton Bijih : 616,09 Logam : 0,5 Bijih : 4.773,06 Logam : 0, Pasir Besi Juta Ton Bijih : 1.014,79 Logam : 132,91 Bijih : Logam : 2,41 9. Mangan Juta Ton Bijih : 10,62 Logam : 5,78 Bijih : 0,93 Logam : 0, Air Raksa Ton 75, Besi Laterit Juta Ton Bijih : 1.565,19 Logam : 631,6 Bijih : 80,640 Logam : 18, Besi Primer Juta Ton Bijih : 382,24 Logam : 198,62 Bijih : 1,85 Logam : 1, Kobal Juta Ton Bijih : 1.263,33 Logam : 1,4 Bijih : 152,86 Logam : 0, Kromit Plaser Juta Ton Bijih : 5,7 Logam : 2, Kromit Primer Juta Ton Bijih : 1,6 Logam : 0, Molibdenum Juta Ton Bijih : 685 Logam : 0, Monasit Ribu Ton Bijih : 185,9 Logam : 10,5 Bijih : - Logam : 2,7 18. Platina Ribu Ton Bijih : Logam : 13, Seng Juta Ton Bijih : 586,9 Logam : 6,78 Bijih : 6,7 Logam : 0, Timbal Juta Ton Bijih : 74,9 Logam : 3,1 Bijih : 1,6 Logam : 0, Titan Laterit Juta Ton Bijih : 741,2 Logam : 2,9 Bijih : 2,7 Logam : 0, Titan Plaser Juta Ton Bijih : 71,3 Logam : 71,3 Bijih : 1,4 Logam : 0, Besi Sedimen Juta Ton Bijih : 23,7 Logam : 15,4 - - Sumber: Badan Geologi, 2010 Media Penilai Edisi September / TH.VIII / 2013

9 L a p o r a n U t a m a berusaha memperbesar ekspor. Tapi, yang banyak bermain sekarang ini adalah para pengusaha bermental dagang, semangatnya hanya menjual, menjual, dan menjual tanpa berpikir panjang. Yang penting untung besar. Mereka ini bukan penambang tulen, ujarnya. Tidak salah memang, karena aturannya masih memungkinkan. Tapi dalam jangka panjang itu merugikan, imbuh Tedy Badrujaman. Hal yang tak jauh berbeda juga diungkapkan Sekretaris Jenderal Masyarakat Geologi Ekonomi Indonesia (MGEI) Arif Zardi Dahlius. Arif Zardi yang juga seorang pelaku usaha tambang mineral ini merasakan bahwa dalam lima tahun terakhir, sejak UU Minerba diundangkan, gairah ekspor barang tambang mentah justru menguat. Diakui Zardi, masa sebelum larangan ekspor ini resmi diberlakukan benar-benar dimanfaatkan secara optimal oleh banyak pengusaha tambang untuk menjual hasil tambangnya ke berbagai negara tujuan. Terutama ke China, India, Jepang, dan Korea Selatan. Baik sebelum dan sesudah adanya kebijakan kuota ekspor dan bea keluar untuk barang tambang, menurut Zardi, kecenderungan ekspor raw material tak pernah mengendur. Semua berlomba-lomba mengekspor, tandas Zardi. Seperti halnya Tedy Badrujaman, Zardi juga melihat adanya sejumlah kemungkinan yang mendorong tingginya laju ekspor barang tambang mentah ini. Pertama, senyampang kebutuhan pasar ekspor akan barang tambang mentah masih tinggi, para pengusaha tambang memanfaatkan peluang itu untuk berburu keuntungan semata. Namun, lanjutnya, ada juga yang melakukan ekspor sebagai bagian dari rencana perusahaan tambang untuk membangun smelter. Pada umumnya, demikian Zardi, pengusaha-pengusaha tambang yang mengajukan rekomendasi ke Kementerian ESDM sejak diberlakukan kuota ekspor mendalilkan rencana pembangunan smelter sebagai alasannya. Namun, dalam prakteknya di lapangan sulit dipastikan apakah hasil ekspor raw material tersebut benar-benar akan dimanfaatkan untuk membangun smelter atau untuk kepentingan lain. Buktinya, progresnya bagaimana? Apakah sudah ada yang membangun smelter? Belum ada satu pun. Semua baru komitmen di atas kertas. Padahal, 2014 tinggal beberapa bulan lagi. Belum ada yang siap, Zardi menjelaskan. Dilema Hilirisasi Bagi anggota Dewan Penasihat MGEI Sukmandaru Prihatmoko, kebijakan larangan ekspor yang dalam prakteknya diubah menjadi kuota ekspor, jika diterapkan secara kaku akan berdampak sangat serius bagi bisnis usaha tambang di Indonesia. Jika ekspor raw material dihentikan begitu saja, menurutnya, sangat banyak perusahaan tambang yang terpukul. Dampaknya, akan terjadi pengurangan produksi besar-besaran, bahkan bisa jadi tak sedikit perusahaan tambang yang berhenti beroperasi. Gejalanya sudah mulai terjadi di berbagai daerah, ujarnya. Menurut pengamatan Sukmandaru, sudah banyak perusahaan tambang yang mulai mengurangi produksi. Dampak lanjutannya, imbuh Sukmandaru, akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran di sektor pertambangan mineral. Program hilirisasi ini memang dilema. Jika dipaksakan secara kaku, banyak perusahaan tambang gulung tikar. Jika tidak ada hilirisasi, cadangan tambang akan habis tanpa memberi banyak nilai tambah, jelas Sukmandaru. Sukmandaru Prihatmoko Menurut Tedy Badrujaman, jika pertambangan nasional ditata dan dikelola dengan baik, maka Indonesia akan menjadi salah satu negara terkuat dan terkaya di dunia. Sebab, Indonesia memiliki kekayaan tambang yang sangat besar dan beraneka ragam. Tinggal bagaimana kita memanfaatkan kekayaan tambang ini, ujarnya. Tabel 2.2. Sumber Daya Mineral Non-Logam No. Komoditi Unit Sumber Daya 1. Bentonit Juta Ton Dolomite Juta Ton 1, Fosfat Juta Ton Gypsum Juta Ton Kalsit Juta Ton Kuartsit Juta Ton Oker Juta Ton Pasir Kuarsa Juta Ton 17, Talk Juta Ton Zeolit Juta Ton Zirkon Juta Ton Kaolin Juta Ton Pirofilit Juta Ton Intan Juta Ton Kalsedon Juta Ton Oniks Juta Ton Rijang Juta Ton Feldspar Juta Ton 7, Sumber: Badan Geologi, 2010 Media Penilai Edisi September / TH.VIII / 2013

10 L a p o r a n U t a m a Hal yang sama diungkapakan Arif Zardi. Menurutnya, di sektor minyak dan gas (migas), harus diakui Indonesia masih kalah dengan negara-negara di Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Latin. Namun, Tabel 2.3. Sumber Daya Batuan lanjutnya, di sektor pertambangan, untuk tambang timah, misalnya, Indonesia nomor dua di dunia. Untuk emas dan tembaga masuk lima besar dunia. Bahkan, komoditas tambang kita itu sebenarnya sangat world No. Komoditi Unit Sumber Daya 1. Batu Apung Juta Ton Batu Gamping Juta Ton 253, Diatomia Juta Ton Andesit Juta Ton 75, Batu Sabak Juta Ton 1, Diorit Juta Ton 7, Gabro/Peridotit Juta Ton 8, Granite Juta Ton 52, Granodiorite Juta Ton Marmer Juta Ton Trass Juta Ton 3, Batu Lempung Juta Ton 29, Obsidian Juta Ton Perlit Juta Ton 1, Toseki Juta Ton Trakhit Juta Ton 4, Ametis Juta Ton Batu Hias Juta Ton Jasper Juta Ton Sumber: Badan Geologi, 2010 class sekali, katanya. Berdasarkan data yang dimiliki Indonesia Mining Asosiation (IMA), Indonesia menduduki peringkat ke-6 terbesar untuk negara-negara yang kaya akan sumber daya tambang. Sebagai gambaran, berdasarkan data United States Geological Survey (USGS) atau Badan Survei Geologi Amerika Serikat, cadangan emas Indonesia sekitar 2,3 persen dari cadangan emas dunia. Dengan cadangan sebesar ini, Indonesia menduduki peringkat ke-7 yang memiliki potensi emas terbesar di dunia. Sedangkan, produksi emas Indonesia sekitar 6,7 persen dari total produksi emas dunia dan menduduki peringkat ke-6 di dunia. Masih berdasarkan data USGS, untuk cadangan timah, Indonesia menduduki peringkat ke-5 atau sebesar 8,1 persen dari cadangan timah dunia. Sedangkan, produksi timah Indonesia menduduki peringkat ke-2 dengan besar produksi 26 persen dari jumlah produksi timah dunia. Adapun cadangan tembaga Indonesia sekitar 4,1 persen dari cadangan tembaga dunia dan menduduki peringkat ke-7. Produksi timah Indonesia mencapai 10,4 persen dari total produksi timah dunia dan merupakan peringkat ke-2. Sementara itu, untuk nikel, cadangan nikel Indonesia sekitar 2,9 persen dari cadangan nikel dunia, dan merupakan peringkat ke-8. Sedangkan, produksinya sebesar 8,6 persen dari total produksi nikel dunia dan merupakan peringkat ke-4 dunia. Bandingkan, misalnya, dengan data sumber daya dan cadangan tambang yang dilansir Kementerian ESDM pada Menurut data Kementerian ESDM, sumber daya bijih emas primer sebesar ribu ton dan logam emas primer 4,2 ribu ton. Sedangkan, cadangannya sebesar ribu ton dan 4,3 ribu ton. Untuk bijih emas alluvial sumber dayanya sebesar ribu ton dan sumber daya logam emas alluvial 0,14 ribu ton. Sedangkan, cadangannya sebesar ribu. Sementara itu, untuk timah, Indonesia memiliki sumber daya sebesar 95 juta ton bijih timah dengan cadangan 0,54 juta ton. Untuk tembaga, Indonesia memiliki sumber daya bijih tembaga sebesar juta ton dengan juta ton. Untuk nikel, tercatat Indonesia memiliki sumber daya bijih nikel sebesar juta ton dengan cadangan 546 juta ton. Indonesia juga kaya akan barang Media Penilai Edisi September / TH.VIII / 2013

11 L a p o r a n U t a m a tambang lain seperti bauksit dan perak. Sebagai contoh, sumber daya bijih bauksit mencapai 726 juta ton dengan cadangan 111,79 juta ton. Sedangkan, sumber daya bijih perak mencapai 616 juta ton dengan cadangan sebesar juta ton. Diperlukan Grand Design Dengan sumber daya dan cadangan yang sangat besar, memang wajar jika volume produksi tambang Indonesia dari tahun ke tahun juga terus meningkat hingga menempatkan Indonesia menduduki peringkat atas negara produsen berbagai barang tambang. Hanya, yang menjadi masalah, seperti diungkapkan Kepala Subdirektorat Pengawasan Produksi dan Pemasaran Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Harsonyo P Wibowo, barang-barang tambang tersebut lebih banyak yang diekspor sebagai barang tambang mentah tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu. Sehingga nilai tambahnya rendah, katanya. Karena itu, menurutnya, pemerintah sudah komit untuk melakukan penataan usaha tambang dengan menjalankan UU Minerba beserta berbagai regulasi yang mendukungnya. Hingga saat ini, kebijakan masih mengacu pada UU Minerba. Mulai Januari 2014, tidak diizinkan lagi ekspor raw material. Semua harus diolah di dalam negeri, tandas Harsonyo. Ia optimis program hilirisasi akan berjalan sesuai rencana. Apalagi, imbuhnya, para pengusaha tambang sudah diberi kesempatan Arif Zardi Dahlius Harsonyo P Wibowo selama lima tahun guna mempersiapkan diri sejak UU Minerba diundangkan. Ia pun mengklaim hingga April 2013 sudah ada 285 proposal pendirian smelter yang diajukan kepada pemerintah. Dari jumlah tersebut, 24 di antaranya diajukan sebelum Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 7/2012 dikeluarkan. Selebihnya, sebanyak 254 proposal diajukan setelah Permen tersebut dikeluarkan. Nah, bagi perusahaan tambang yang tidak mematuhi kebijakan tersebut, menurut Harsonyo, tidak bisa lagi melakukan ekspor dengan kemungkinan akan berhenti beroperasi. Jika kapasitas pengolahan di dalam negeri selama ini memang benar hanya 30 persen dari total produksi tambang nasional, menurutnya, lebih baik yang 70 persen dari kapasitas produksi tersebut tidka usah ditambang. Artinya, ya yang 30 persen itu saja yang ditambang, selebihnya lebih baik dibiarkan dalam bentuk cadangan saja. Toh, penerimaan negara dari tambang mineral relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan batu bara, Harsonyo menjelaskan. Sebagai contoh, target penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor mineral dan batu bara pada tahun 2013 adalah sebesar Rp 33,1 triliun. Dari total target tersebut, yang berasal dari tambang mineral hanya Rp 4,97 triliun, sedangkan tambang batu bara sebesar Rp 28,14 triliun. Karena itu, lanjut Harsonyo, jika pun akibat pemberlakuan UU Minerba tersebut Kondisi Penjualan Mineral Domestik No. Commodity Unit Copper ton , , , Gold kg 1,724 1,882-15,216 29,776 22, Silver kg 11,985 12,967-58,392 70,397 62, Tin metal ton 974 1, Bauxite mt Ni + Co In matte ton Nickel ore wmt Ferro nickel mt Ni In Fe Ni ton Iron sand wmt 23,267 6, Granite ton 155, ,778 30, Diamond crt Sumber: Direktorat Pengusahaan Mineral dan Batubara, Media Penilai Edisi September / TH.VIII / 2013

12 L a p o r a n U t a m a nantinya banyak perusahaan tambang menghentikan kegiatan penambangan, negara juga tidak terlalu dirugikan. Selain itu, cadangannya juga tidak berkurang meskipun tidak ditambang. Lebih baik cadangannya tidak ditambang dulu sampai semua ketentuan UU dijalankan, yaitu adanya pengolahan di dalam negeri, tandas Harsonyo. Jika Kementerian ESDM yakin program hilirisasi akan berjalan sesuai rencana, tidak demikian yang dirasakan oleh para pelaku di bidang pertambangan mineral. Sebaliknya, mereka menilai meskipun tenggat tinggal beberapa bulan lagi, baik para pelaku usaha tambang maupun pemerintah sendiri belum siap. Tidak ada progresnya, padahal tinggal beberapa bulan lagi, ujar Sukmandaru. Menurut Sukmandaru, hingga saat ini dipastikan belum ada pembangunan smelter baru, lebih-lebih yang dibangun oleh perusahaan-perusahaan tambang yang tergolong pemain baru. Pabrik pemurnian dan pengolahan yang ada saat ini, menurutnya, merupakan pabrik lama dan dibangun oleh perusahaan-perusahaan tambang lama yang sudah mapan dan besar, seperti PT Antam. Bahkan, PT Freepot, raksasa tambang dari Amerika Serikat sekalipun, ternyata masih keberatan dengan kewajiban membangun smelter sendiri. Kalau yang sekaliber Freepot saja begitu, bagaimana dengan perusahaan-perusahaan tambang yang kecil-kecil, Sukmandaru menegaskan. Dia menilai ada sejumlah faktor yang membuat program hilirisasi tambang melalui pembangunan smelter ini. Pertama, faktor kemahalan biaya pembangunan smelter. Dengan biaya yang mencapai ratusan miliar hingga triliunan rupiah untuk satu smelter, menurutnya, bagi kebanyakan perusahaan tambang nasional modal yang diperlukan terlalu besar. Apalagi, rata-rata wilayah tambang mereka tergolong kecil dengan cadangan yang kecil pula. Kedua, menurut Sukmandaru, skala ekonomi dari program pembangunan smelter hingga kini belum jelas benar. Menurutnya, belum pernah ada studi akademis yang mengitung skala ekonomi dari pembangunan smelter atau program hilirisasi tambang mineral. Ini yang membuat pelaku tambang masih enggan fight, tandasnya. Ketiga, dukungan dari pemerintah masih dinilai masih kurang serius, baik dari segi regulasi maupun pengembangan insfrastruktur. Regulasinya masih tumpang tindih. Kepastian hukumnya juga masih diragukan, imbuh Sukmandaru. Hal yang sama diungkapkan Arif Zardi. Jika pun ada perusahaan tambang nasional yang membangun smelter, misalnya, bagaimana dengan pengadaan infrastruktur lainnya seperti jalan, pelabuhan, moda transportasi pengangkutan, dan ketersediaan Kondisi Penjualan Mineral Ekspor No. Commodity Unit Copper ton 1,054, , , , , , Gold kg 140,321 85, ,637 57, ,081 76, Silver kg 306, , , , , , Tin metal ton 66,920 61,422 63,679 50,198 55, , Bauxite mt 1,039,380 1,536, , , , , Ni + Co In matte ton 77,218 72,879 77,838 74,030 67,782 77, Nickel ore wmt 2,688,477 4,309,134 6,907,459 5,342,924 4,901,699 2,760, Ferro nickel mt 24, Ni In Fe Ni ton 4,930 13,389 17,548 17,025 14,191 9, Iron sand wmt Granite ton 3,856,074 5,160, , Diamond crt 24,075 47,039 10,411 32, Sumber: Direktorat Pengusahaan Mineral dan Batubara, 2010 Media Penilai Edisi September / TH.VIII /

13 L a p o r a n U t a m a sumber energi, dalam hal ini listrik. Sebab, demikian Zardi menggambarkan, kebanyakan wilayah tambang mineral berada di remote area atau daerah yang jauh di pedalaman dengan dukungan infrastruktur nol. Kalau pun ada yang membangun smelter, menurut Zardi, bagaimana dengan pasokan listriknya karena kebutuhan energinya sangat besar. Pengalaman selama ini, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) tidak sanggup menyuplai kebutuhan listrik untuk daerah-daerah pertambangan. Selain kebutuhan energinya sangat besar, lokasinya pun berada jauh di luar jangkauan jaringan kelistrikan PLN. Kalau untuk suplai energinya juga harus membangun sendiri, beban terlalu berat dan risikonya terlalu besar buat pengusaha, ujar Zardi. Ketidaksiapan infrastruktur tersebut, Zardi menambahkan, menunjukkan dua hal. Pertama, dukungan pemerintah belum maksimal. Kedua, belum adanya perencanaan yang matang, baik secara khusus terkait program hilirisasi tambang mineral maupun secara umum dalam hal strategi pengembangan industri pertamnbangan nasional ke depan. Zardi menjelaskan lebih jauh, misalnya, selain harus lebih mempersiapkan infrastrukturnya, program hilirisasi tambang mineral ini juga harus didukung dengan rencana pengembangaan industri manufaktur dalam negeri yang matang pula. Dengan demikian, imbuh Zardi, ada keterkaitan dan ketersinambungan antara industri tambang mineral dengan industri manufaktur di dalam negeri. Jadi, semestinya jauh-jauh hari pemerintah sudah membuat kebijakan dan perencanaan yang matang dan komprehensif, katakanlah dibuat dulu grand design dan road map pengembangan tambang mineral seperti apa. Tidak seperti sekarang ini, perencanaan belum matang dan masih ad hoc sifatnya, jelas Zardi. Kebutuhan akan adanya grand design dan road map pengembangan industri tambang nasional juga dilontarkan Tedy Badrujaman. Jika tidak dipandu dengan grand design dan road map yang komprehensif yang didasarkan pada visi jauh ke depan, menurutnya, akan sulit menata dan memajukan sektor pertambangan nasional. Ya akan tetap begini-begini saja. Cadangan habis tanpa banyak memberi nilai tambah dan manfaat, ujarnya. Program hilirisasi tanpa perencanaan yang matang, menurut Sukmandaru, akan membuat usaha tambang mineral nasional limbung, mengalami titik balik. Sukmandaru melihat bisnis tambang mineral ini akan segera memasuki masa-masa suram akibat kebijakan hilirisasi tanpa dibarengi dengan perencanaan matang. Tapi, jika pemerintah segera sadar untuk lekas melakukan perbaikan, Arif Zardi optimistis masa depan bisnis tambang mineral akan sangat cerah. Tergantung seperti apa pemerintah membuat perbaikan kebijakan dan perencanaannya, tandas Zardi. q Data Target Produksi Mineral Nasional (Ton) Bijih Nikel Bauksit Bijih Besi Nikel Feronikel Tembaga Emas Juta 10 Juta 5 Juta Perak Ribu 19 Ribu 674 Ribu Produksi Barang Tambang Mineral, Konsentrat Konsentrat Tahun Batu Bara Bauksit Nikel Emas Perak Granit Pasir Besi Tin Tembaga (ton) (ton) (ton) (kg) (kg) (ton) (ton) (tonmetrik) (tonmetrik) na Keterangan: Sumber: Publikasi Statistik Pertambangan Non Minyak dan Gas Bumi 12 Media Penilai Edisi September / TH.VIII / 2013

14 L a p o r a n U t a m a Mengenal Karakter Penilaian Bisnis Tambang Penilaian di lingkungan usaha tambang mineral merupakan peluang baru bagi profesi penilai. Selain kompetensi dan profesionalitas, diperlukan kesanggupan penilai untuk mengenali karakter industri pertambangan. Bagaimana caranya? Begitu banyak profesional, ahli, atau competent person terlibat di dalam kegiatan usaha tambang, baik tambang mineral maupun batu bara. Di mana posisi penilai? Pertanyaan tersebut menjadi penting lantaran sangat langka, bahkan nyaris mustahil, seseorang yang berprofesi sebagai penilai sekaligus memiliki kompetensi teknis di bidang pertambangan. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penjelasan anggota Dewan Penasihat yang juga mantan Ketua Masyarakat Geologi Ekonomi Indonesia Sukmandaru Prihatmoko layak diikuti. Diakui Sukmandaru, Indonesia memang memiliki sumber daya dan cadangan mineral yang sangat besar dan beragam, bahkan salah satu yang terbesar di dunia. Namun, menurutnya, masa depan usaha tambang mineral di Indonesia masih banyak lubangnya. Jika salah dalam membuat kebijakan dan menentukan langkah, usaha ini bisa hancur atau, paling tidak, masa depannya suram dan sulit diprediksi. Itu yang pertama. Kedua, usaha tambang mineral meliputi banyak tahapan baik berkaitan dengan tahapan-tahapan teknis penambangan maupun proses legalnya yang terkait dengan perizinan. Seorang penilai, menurutnya, memang tidak mungkin memiliki kompetensi di semua tahapan tersebut. Tapi, menurutnya, semua proses dan tahapan dari rangkaian kegiatan usaha tambang harus dipahami oleh seorang penilai. Dengan demikian, seorang penilai akan bisa menempatkan posisinya dengan benar dalam melaksanakan kegiatan penilaian. Sukmandaru memberi contoh, untuk memastikan dan menghitung barang tambang yang masih terdapat di dalam perut bumi, misalnya, yang berkompeten adalah para ahli geologi. Mereka ini tergabung dalam sejumlah asosiasi yang memiliki fungsi berbeda-beda, seperti MGEI, Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), dan Perhimpunan Ahi Pertambangan Indonesia (PERHAPI). Termasuk, bagaimana cara mengambil barang tambang yang ada di perut bumi atau teknik penambangan, penentuan kualitas, menghitung volume cadangan dan menaksir harganya diakui masih menjadi wilayah mereka, ahli geologi maupuh ahli pertambangan. Nah, ketika sudah menjadi komoditas siap jual, menurut Sukmandaru, bagaimana menghitung atau menentukan nilai jualnya sudah menjadi wilayah profesi penilai. Cara memasukan angka-angka ekonomis berdasarkan nilai harga jual itu yang bisa melakukan ya para penilai, ujar Sukmandaru. Jadi, menurut Sukmandaru, dari rangkaian proses kegiatan usaha tambang tadi, posisi profesi penilai berada di titik paling ujung kanan. Di ujung paling kiri adalah ahli geologi, yang mengendus sumber daya dan cadangan mineral, ke sebelah kanan menjadi wilayah kerja ahli pertambangan untuk menentukan teknis penambangan dan besaran biaya teknis serta skala keekonomiannya, barulah penilai di ujung paling bertugas merangkum semua nilai menjadi angka expenditure, yang kemudian ditambahkan dengan prediksi harga jual barang tambang sebagai komiditas di pasaran. Teman-teman yang di profesi penilai tadi menyambung- Media Penilai Edisi September / TH.VIII /

15 L a p o r a n U t a m a kan tahapan-tahapan tersebut, pungkas Sukmandaru. Pentingnya mengenali karakter usaha tambang juga diungkapkan Panca Jatmika, penilai anggota Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) yang sudah berpengalaman dalam melakukan kegiatan penilaian sektor pertambangan. Pertama, penilai memang harus mengenal betul karakter usaha pertambangan. Menilai tambang itu tidak mudah, karena tidak semua pendekatan dapat dilakukan. Pemilihan pendekatan harus disesuaikan dengan tahapan dan proses kegiatan penambangan, ujarnya. Dia menjelaskan, di dalam pertambangan dikenal adanya tahap eksplorasi, eksploitasi, dan produksi. Dengan demikian, di tahap mana kegiatan tambang berada akan menentukan pendekatan yang dipilih untuk kegiatan penilaian; apakah akan menggunakan pendekatan pasar (market approach), pendekatan biaya (cost approach), atau pendekatan pendapatan (income approach). Sebagai contoh, jika menilai sebuah perusahaan pada tahap eksplorasi, pendekatan paling cocok menurut Panca adalah market approach dan cost approach. Tidak pas kalau menggunakan income approach, ujar Panca. Alasannya, pada tahap eksplorasi itu belum bisa diperoleh laporan kandungan mineral di dalam tanah seperti apa dan belum teruji. Jika terpaksa harus menggunakan pendekatan pendapatan, misalnya, Panca mengingatkan agar penilai bertindak sangat hati-hati karena penilai harus bermain dengan harga proyeksi. Sebaliknya, pendekatan biaya dan pendekatan pasar lebih cocok digunakan lantaran bisa memanfaatkan datadata dalam veasibility study tambang yang bersangkutan. Dari sisi teknis penilaian, menurut Panca, sebenarnya tak beda dengan melakukan penilaian di bidang atau sektor lain. Hanya, imbuhnya, jika memang tidak memiliki kemampuan teknis, penilai disarankan menggunakan tenaga ahli yang di lingkungan pertambangan disebut competent person. Yang juga harus diperhatikan oleh penilai adalah apa yang dinilai dan untuk tujuan apa. Lazimnya, menurut Panca, tujuan penilaian ada dua, yaitu penilaian untuk transaksi jual beli dan laporan keuangan. Jika untuk laporan keuangan karena sudah menggunakan fair value (nilai wajar), menurut Panca, maka seluruh akun pada balance sheet harus dinilai dengan fair value. Artinya, akun di sebelah kiri yang meliputi mining property atau mineral property juga harus dinilai dengan fair value pula. Tapi jika penilaian diperlukan untuk menilai saham dengan tujuan transaksi jual beli, menurut Panca, maka yang dinilai adalah akun di sebelah kanan balance sheet, untuk melihat posisi keuangan perusahaan guna menghitung nilai sahamnya. Dari posisi keuangan dikurangi kewajiban akan didapatkan nilai saham. Dalam konteks ini, imbuhnya, semua teknik penilaian bisa digunakan. Hanya, Panca mengingatkan, jika melakukan penilaian untuk laporan keuangan, penilai harus lebih berhati-hati lantaran harus menilai seluruh akun, baik nilai saham maupun seluruh aset perusahaan yang berupa mining property dengan karakteristik khususnya. Pentingnya mengenali karakteristik bisnis pertambangan, khususnya mineral, juga diungkapkan Wakil Ketua Program Pendidikan Designasi B MAPPI Rudi M Safrudin. Hanya, berbeda dengan Panca, Rudi lebih menekankan pemahaman pada karakteristik sumber daya mineral yang terbatas sifatnya, terbatas umurnya (life of mining), dan tak terbarukan. Dengan demikian, jika menilai perusahaan pada umumnya bisa menggunakan teknik present value dari lima tahun ke depan, tidak demikian menilai pertambangan. Sebagai contoh, bisa jadi semakin terbatas sumber dayanya, komoditas tambang mineral nilainya semakin tinggi. Tapi bisa juga terjadi sebaliknya. Misalnya, jika komoditas tambang mineral tersebut sudah ada penggantinya, maka meskipun sumber daya dan cadangan kian terbatas dan langka, nilainya tetap bisa merosot. Hal kedua yang diingatkan Rudi adalah tingginya risiko di usaha pertambangan. Sebagai contoh, risiko kegagalan terus mengintai di setiap tahapan kegiatan penambangan. Dengan demikian, penilai harus tetap mewaspadai setiap potensi risiko pada semua tahapan kegiatan tambang. Risiko paling tinggi, menurut Rudi, ada tahap eksplorasi. Karena pada tahap ini memang belum menghasilkan, katanya. Meskipun tingkat kesulitan dan risikonya lebih tinggi, Panca dan Rudi sepakat bahwa penilaian di bidang usaha tambang mineral merupakan peluang baru dan sangat menjanjikan. Namun, keduanya mengakui bahwa para penilai di Indonesia memang belum banyak yang berpengalaman dalam penilaian tambang. Untuk itu, keduanya menyarankan agar kompetensi penilai di bidang pertambangan ditingkatkan, baik melalui program-program pendidikan singkat semacam pendidikan profesi lanjutan (PPL) yang diadakan MAPPI maupun melalui sarana-sarana pendidikan lain. Penilai itu bisa menilai apa saja, namun ia harus belajar di luar bidang keahliannya. Yang penting mau belajarlah, dipakainya kapan kita tidak tahu, ujar Rudi. q 14 Media Penilai Edisi September / TH.VIII / 2013

16 L a p o r a n U t a m a Smelter yang Membikin Keder Banyak perusahaan tambang yang kesulitan membangun pabrik pemurnian dan pengolahan tambang mineral yang popular disebut smelter. Apa susahnya membangun smelter? Berapa modal yang diperlukan? Bagaimana nilai keekonomiannya? Bagi banyak pengusaha tambang mineral, hantu itu bernama smelter. Sebab, terhitung mulai Januari 2014, tanpa smelter mereka tak bisa lagi mengekspor hasil tambang, apalagi masih dalam bentuk barang tambang mentah (raw material) seperti yang mereka lakukan selama ini. Berdasarkan titah Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba), mulai 2014 semua produk tambang wajib diolah di dalam negeri untuk menjadi produk hilir, baru kemudian bisa dipasarkan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Di samping itu, ekspor raw material atau hasil tambang tanpa nilai lebih diharamkan. Nah, berdasarkan ketentuan UU tersebut, sebagai dampak dari kebijakan hilirisasi mineral, mau tak mau pengusaha tambang harus membangun pabrik pemurnian dan pengolahan alias smelter. Namun, ternyata, tak semua pengusaha tambang memiliki kesanggupan untuk memenuhi kewajiban itu. Pertama dan terutama karena soal besarnya modal atau biaya yang diperlukan untuk membangun sebuah smelter. Kedua, infrastruktur pendukung masih belum memadai. Tentang betapa mahalnya investasi yang diperlukan untuk membangun smelter dan perlunya dukungan infrastruktur dan sektor lain diungkapkan oleh Stefano Munir, seorang Senior Mining Engineer and Researcher in Coal and Mineral Technology. Peraih gelar doktor bidang teknologi pertambangan dari University of South Wales, Sydney, Australia ini menyebutkan bahwa masa depan sektor pertambangan nasional akan sangat tergantung pada kemajuan teknologi. Teknologi itu membutuhkan tiga M, yaitu Men, Machines, dan Money yang digunakan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan, katanya. Dengan kemajuan teknologi, menurutnya, program hilirisasi mineral dapat dijalankan. Contohnya hilirisasi untuk tambang mineral, terutama yang mengandung logam bijih besi, misalnya. Bijih ini dapat diolah dan dimurnikan untuk peningkatan nilai tambah sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku industri peleburan logam (smelter). Dia menjelaskan, suatu industri smelter membutuhkan kokas metalurgi. Sebagai contoh, suatu industri besi dan baja mengkonsumsi kokas dengan coke rate kg kokas/ton hot metal. Karena itu, untuk mendukung pembangunan industri smelter secara berkelanjutan, diperlukan industri pembuatan kokas metalurgi yang membutuhkan batu bara kokas sebagai bahan baku utamanya. Dengan demikian tampak jelas, selain biayanya mahal, pembangunan smelter masih membutuhkan dukungan infrastruktur dan sinergi dari sektor lain. Karena itu, wajar jika hingga kini jumlah smelter di Indonesia dapat dihitung dengan jari dan sekitar 70 persen barang tambang masih diekspor dalam bentuk raw material. Sebagai contoh, untuk tembaga, di Indonesia hanya ada 1 smelter, PT Smelting Gresik yang berlokasi di Gresik, Jawa Timur. Padahal, Indonesia memiliki sumber daya tembaga mencapai 4,9 miliar ton dengan cadangan mencapai 4,1 miliar ton. Perusahaan smelter ini memiliki kapasitas pengolahan konsentrat tembaga sebesar satu juta ton. Konsentrat tembaga tersebut kemudian diolah menjadi tembaga katoda dengan produksi per tahun berkisar antara 270 ribu ton sampai 300 ribu ton. Konsentrat tembaga yang diolah smelter ini sebagian besar berasal dari PT Freeport Indonesia dan sebagian kecil berasal dari PT Newmont Nusa Tenggara. Hasil produksi Media Penilai Edisi September / TH.VIII /

17 L a p o r a n U t a m a smelter ini, sekitar 60 persen dijual di dalam negeri dan sisanya diekspor. Contoh lain, meskipun, berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), memiliki sumber daya bijih nikel mencapai 2,6 miliar ton dengan cadangan mencapai 576 juta ton, di Indonesia saat ini hanya ada dua perusahaan smelter, yaitu FeNi PT Antam dengan kapasitas 2,95 juta ton dan Ni in Matte PT INCO dengan kapasitas sebesar 6,08 juta ton bijih. Jadi, negara yang kaya akan sumber daya mineral ini ternyata miskin mesin pengolahannya. Baru belakangan, sejak diterbitkannya UU Minerba pada 2009, pemerintah ingin menggalakkan pembangunan smelter yang langsung membikin banyak pengusaha tambang keder karena harus berhitung nilai investasi yang sangat besar. Sebagai contoh, PT Aneka Tambang (Antam) saat ini berencana membangun smelter nikel di Halmahera Timur dengan nilai investasi mencapai 1 miliar dollar AS atau sekitar Rp 1,2 triliun. Ya, investasinya memang sangat besar, ujar Direktur Operasi PT Antam Tedy Badrujaman. Investasi yang siap digelontorkan Antam tersebut boleh dibilang tak seberapa jika dibandingkan dengan yang direncanakan perusahaan lain. Menurut peneliti dan analis investasi pasar modal Wawan Hendrayana, seperti dikutip Kontan, untuk membangun smelter besi menjadi sponge iron dibutuhkan dana investasi sekitar 132 miliar dollar AS. Sedangkan, semlter besi menjadi ping iron membutuhkan investasi sebesar 165 miliar dollar AS. Kemudian, investasi untuk smelter nikel menjadi feronikel mencapai 972 miliar dollar AS atau sekitar Rp 9 triliun. Sedangkan, untuk mengolah nikel menjadi HPAL (High Pressure Acid Leach) dibutuhkan dana sekitar miliar dollar AS. Adapun untuk dan mengolah alumina menjadi smelter grade alumina membutuhkan investasi sebesar miliar dollar AS. Sebagai perbandingan, data di Kementerian Perindustrian pada akhir 2012 mencatat sedikitnya ada 5 investor asing yang akan berinvestasi membangun smelter di Indonesia pada 2013 ini dengan total nilai investasi 10 miliar dollar AS. Kelima investor tersebut berencana membangun pabrik pengolahan bauksit menjadi alumina dengan kapasitas produksi sebesar 3 juta ton. Pembangunan satu smelter dengan kapasitas tersebut diperkirakan akan menelan biaya 2 miliar dollar AS. Di samping itu, Kementerian Perindustrian juga mencatat ada empat perusahaan yang telah merealisasikan investasi pembangunan smelter, yaitu PT Krakatau Posco, PT Indonesia Chemical Alumina, PT Ferronikel Halmahera Timur, dan PT Batulicin Steel. PT Krakatau Posco telah berinvestasi sebesar 2,8 miliar dollar AS untuk proyek pabrik baja tahap I dengan kapasitas 3 juta ton per tahun. Sementara itu, PT Indonesia Chemical Alumina telah membangun pabrik Chemical Grade Alumina (CGA) berkapasitas 300 ribu ton per tahun dengan investasi 450 juta dollar 16 Media Penilai Edisi September / TH.VIII / 2013

18 L a p o r a n U t a m a AS di Kalimantan Barat. Di Maluku Utara, PT Ferronikel Halmahera Timur membangun smelter berkapasitas ton nikel per tahun dengan nilai investasi 1,6 miliar dollar AS. Di Kalimantan Selatan, PT Batulicin Steel membangun pabrik baja berkapasitas 1 juta ton per tahun dengan investasi tahap I senilai 500 juta dollar AS. Besaran investasi yang tinggi tersebut, menurut Sekretaris Jenderal Masyarakat Geologi Ekonomi Indonesia (MGEI) Arif Zardi Dahlius, baru untuk pembangunan smelter, belum termasuk pasokan listriknya dan infrastruktur lainnya. Jika PLN tak sanggup memasok listrik karena keterbatasan daya atau jaringan, berarti pengusaha tambang harus mengadakan sendiri pasokan listriknya, dan itu perlu investasi yang juga besar, ujarnya. Sementara untuk membuat smelter dengan spesifikasi yang ramah lingkungan dibutuhkan biaya sekitar Rp300 miliar. Hanya saja untuk membangun smelter ramah lingkungan tersebut harus ditopang dengan pasokan listrik yang besarnya sekitar 35x2 MW. Sedangkan untuk membangun pembangkit listrik dengan kapasitas 35x2 MW tersebut diperkirakan membutuhkan biaya sekitar Rp 1 triliun. Apakah PLN siap berinvestasi sebesar itu dalam waktu singkat, tambah Marulam. Diakui Zardi, memang sudah banyak pengusaha tambang yang mengajukan rencana pembangunan smelter, baik yang tercatat di Kementerian ESDM maupun Kementerian Perindustrian. Namun, ia tak begitu optimis semua akan terealisasi tepat waktu. Semua baru komitmen, baru rencana. Untuk target 2014, belum ada yang terealisasi, ujarnya. Anggota Dewan Penasihat MGEI yang juga ahli pertambangan Sukmandaru Prihatmoko menambahkan, kalau pun ada yang merealisasikan pembangunan smelter, pasti dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tambang yang besar dan mapan. Dan itu jumlahnya tidak banyak. Di Indonesia, menurutnya, kebanyakan usaha tambang berskala kecil. Dengan demikian, jika harus membangun smelter sendiri, nilai keekonomiannya masih diragukan, bahkan bisa jadi justru tidak feasible. Memang terbuka kemungkinan perusahaan-perusahaan tambang berskala kecil membentuk konsorsium dalam kerangka pembangunan smelter bersama. Persoalannya, seringkali antarwilayah tambang lokasinya berjauhan dengan insfrastruktur transportasi yang juga tidak memadai. Dalam kondisi seperti itu, lanjutnya, membentuk konsorsium pun tetap belum tentu feasible. Jika ingin program hilirisasi berjalan seperti dengan baik, Sukmandaru menyarankan pemerintah mencari solusi yang tepat dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan pertambang mineral. Ajak semua bicara untuk mencari solusi bersama-sama, ujarnya. Tedy Badrujaman menawarkan opsi yang cukup menarik. Untuk kepentingan nasional, ada baiknya dipikirkan bagaimana jika pemerintah sendiri yang memelopori pembangunan smelter, tentu dengan perencanaan dan perhitungan yang matang. Dengan begitu, perusahaan-perusahaan tambang berskala kecil yang jumlahnya mencapai ribuan tinggal mengirimkan bahan tambangnya ke smelter milik pemerintah. Jika opsi ini diterima dan berhasil, pasti akan menular dan berdampak positif, ujar Tedy Badrujaman. q Media Penilai Edisi September / TH.VIII /

BAB III PRO DAN KONTRA PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL BATUBARA

BAB III PRO DAN KONTRA PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL BATUBARA BAB III PRO DAN KONTRA PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL BATUBARA Pemberlakuan Kebijakan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Batubara

Lebih terperinci

Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri

Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri LATAR BELAKANG 1. Selama ini beberapa komoditas mineral (a.l. Nikel, bauksit, bijih besi dan pasir besi serta mangan) sebagian besar dijual ke luar

Lebih terperinci

Bedah Permen ESDM No. 7 Tahun Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral

Bedah Permen ESDM No. 7 Tahun Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral Bedah Permen ESDM No. 7 Tahun 2012 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral LATAR BELAKANG 1. Selama ini beberapa komoditas mineral (a.l. Nikel, bauksit,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.35, 2014 KEMENESDM. Peningkatan. Nilai Tambah. Mineral. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENINGKATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepulauan Indonesia dengan jumlah yang sangat besar seperti emas, perak, nikel,

BAB I PENDAHULUAN. kepulauan Indonesia dengan jumlah yang sangat besar seperti emas, perak, nikel, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Indonesia memiliki sumber daya mineral yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia dengan jumlah yang sangat besar seperti emas, perak, nikel, timah hitam,

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGIRIMAN KOMODITAS TAMBANG

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGIRIMAN KOMODITAS TAMBANG SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGIRIMAN KOMODITAS TAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2 - Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN HILIRISASI INDUSTRI DALAM RANGKA MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN HILIRISASI INDUSTRI DALAM RANGKA MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL REPUBLIK INDONESIA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN HILIRISASI INDUSTRI DALAM RANGKA MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL Jakarta, 12 Februari 2013 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Repub

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Repub BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2017 KEMEN-ESDM. Nilai Tambah Mineral. Peningkatan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2017 TENTANG PENINGKATAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN Disampaikan pada Diklat Evaluasi RKAB Perusahaan Pertambangan Batam, Juli 2011 Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

Lebih terperinci

Oleh Rangga Prakoso. Batasan Ekspor Mineral Diperlonggar

Oleh Rangga Prakoso. Batasan Ekspor Mineral Diperlonggar Oleh Rangga Prakoso JAKARTA. Revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) akan memuat perlakuan khusus bagi perusahaan

Lebih terperinci

2012, No

2012, No 2012, No.517 14 LAMPIRAN PERATURAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR LAMPIRAN 1. LAMPIRAN I PRODUK PERTAMBANGAN YANG DIATUR EKSPORNYA 2. LAMPIRAN II SURAT PENGAKUAN SEBAGAI EKSPORTIR TERDAFTAR PRODUK PERTAMBANGAN

Lebih terperinci

Oleh Rangga Prakoso dan Iwan Subarkah

Oleh Rangga Prakoso dan Iwan Subarkah Oleh Rangga Prakoso dan Iwan Subarkah JAKARTA. PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) bersedia mencabut gugatan ke mahkamah arbitrase internasional jika pemerintah memberikan keringanan bea keluar. Kebijakan itu

Lebih terperinci

Ditulis oleh David Dwiarto Kamis, 21 Februari :41 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 21 Februari :47

Ditulis oleh David Dwiarto Kamis, 21 Februari :41 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 21 Februari :47 Oleh : Hendra Sinadia & Joko Susilo Meskipun pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 11 Tahun 2012 sebagai revisi dari Permen ESDM No. 7 Tahun 2012, namun Kementerian ESDM merasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hasil tambang baik mineral maupun batubara merupakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Hasil tambang baik mineral maupun batubara merupakan sumber 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil tambang baik mineral maupun batubara merupakan sumber daya alam yang tidak terbaharukan (non renewable) yang dikuasai negara, oleh karena itu pengelolaannya

Lebih terperinci

Pusat Sumber Daya Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Bandung, Maret 2015

Pusat Sumber Daya Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Bandung, Maret 2015 Pusat Sumber Daya Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Bandung, Maret 2015 MINERAL LOGAM Terdapat 24 komoditi mineral yang memiliki nilai sumber daya dan cadangan yang sesuai

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PERTAMBANGAN

ARAH KEBIJAKAN PERTAMBANGAN 1 ARAH KEBIJAKAN PERTAMBANGAN MINERAL Sumber Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi I. PENDAHULUAN 1.1. latar Belakang 1.2. Visi dan Misi II. DAFTAR ISI KONDISI SAAT INI 2.1. Sumber Daya

Lebih terperinci

KEYNOTE SPEECH BIMBINGAN TEKNIS REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

KEYNOTE SPEECH BIMBINGAN TEKNIS REKLAMASI DAN PASCATAMBANG KEYNOTE SPEECH BIMBINGAN TEKNIS REKLAMASI DAN PASCATAMBANG Yogyakarta, 19 Juni 2012 DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DAFTAR ISI I. KEBIJAKAN SUBSEKTOR

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : TANGGAL : KOORDINAT WILAYAH IZIN USAHA PERTAMBANGAN

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : TANGGAL : KOORDINAT WILAYAH IZIN USAHA PERTAMBANGAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : TANGGAL : KOORDINAT WILAYAH IZIN USAHA PERTAMBANGAN Komoditas : Lokasi : Provinsi : Kabupaten/Kota : Kode : Luas (Ha) : No. Titik o Garis

Lebih terperinci

Trenggono Sutioso. PT. Antam (Persero) Tbk. SARI

Trenggono Sutioso. PT. Antam (Persero) Tbk. SARI Topik Utama Strategi Pertumbuhan Antam Melalui Penciptaan Nilai Tambah Mineral Trenggono Sutioso PT. Antam (Persero) Tbk. trenggono.sutiyoso@antam.com SARI Undang-Undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 07 TAHUN 2012 TANGGAL : 6 Februari 2012

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 07 TAHUN 2012 TANGGAL : 6 Februari 2012 2012, 165 18 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 07 TAHUN 2012 TANGGAL : 6 Februari 2012 BATASAN MINIMUM PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN KOMODITAS TAMBANG MINERAL

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Bahan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Disampaikan Pada Koordinasi dan Sosialisasi Mineral dan Batubara Jakarta, 6 Februari 2014 DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER

Lebih terperinci

HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG

HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG Disampaikan oleh : Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Jakarta, 16 Februari 2016 1 TOPIK BAHASAN A PENDAHULUAN

Lebih terperinci

HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG

HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG Disampaikan oleh : Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Jakarta, 16 Februari 2016 1 TOPIK BAHASAN A PENDAHULUAN

Lebih terperinci

KELUAR BARANG EKSPOR BERUPA KULIT DAN KAYU YANG DIKENAKAN BEA KELUAR DAN TARIF BEA KELUAR

KELUAR BARANG EKSPOR BERUPA KULIT DAN KAYU YANG DIKENAKAN BEA KELUAR DAN TARIF BEA KELUAR 5 2013, No.1105 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA MOR 128/PMK.011/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN MOR 75/PMK.011/2012 TENTANG PENETAPAN BARANG EKSPOR YANG

Lebih terperinci

KEBIJAKAN EKSPOR PRODUK PERTAMBANGAN HASIL PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN

KEBIJAKAN EKSPOR PRODUK PERTAMBANGAN HASIL PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN KEBIJAKAN EKSPOR PRODUK PERTAMBANGAN HASIL PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN Kementerian Perdagangan Januari 2017 1 Dasar Hukum Peningkatan Nilai Tambah UU 4/2009 Pasal 103: Kewajiban bagi Pemegang IUP dan IUPK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.512, 2014 KEMEN ESDM. Rekomendasi. Penjualan Mineral. Luar Negeri. Hasil Pengolahan. Pemurnian. Tata Cara. Persyaratan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Lebih terperinci

Pemerintah Memastikan Larangan Ekspor Mineral Mentah

Pemerintah Memastikan Larangan Ekspor Mineral Mentah JAKARTA, KOMPAS. Pemerintah memastikan tetap konsisten melarang ekspor mineral mentah pada 12 Januari 2014. Pelarangan itu merupakan langkah untuk meningkatkan nilai tambah mineral. Wakil Menteri Energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Kondisi umum Tujuan dan Sasaran Strategi 1 Rencana Strategis Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara

BAB I PENDAHULUAN Kondisi umum Tujuan dan Sasaran Strategi 1 Rencana Strategis Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara BAB I PENDAHULUAN Sesuai dengan tema RPJMN Tahun 2015-2019 atau RPJM ke-3, yaitu: Memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis

Lebih terperinci

Bambang Yunianto. SARI

Bambang Yunianto. SARI Implementasi Kebijakan Peningkatan Nilai Tambah Mineral di Indonesia Topik Utama Bambang Yunianto yunianto@tekmira.esdm.go.id SARI Sesuai jiwa Pasal 33 ayat (3) UUD 45, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009

Lebih terperinci

Tadinya, PT Freeport mematok penjualan emas akan 50,5% dibanding tahun lalu

Tadinya, PT Freeport mematok penjualan emas akan 50,5% dibanding tahun lalu Tadinya, PT Freeport mematok penjualan emas akan 50,5% dibanding tahun lalu JAKARTA. FT Freeport Indonesia (PTFI) kemungkinan gagal memenuhi target peningkatan produksi maupun penjualan emas dan tembaga,

Lebih terperinci

Jakarta, 15 Desember 2015 YANG SAYA HORMATI ;

Jakarta, 15 Desember 2015 YANG SAYA HORMATI ; Sambutan Menteri Perindustrian Pada Acara Pengukuhan Pengurus Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) & Talkshow Realita dan Arah Keberlanjutan Industri Pengolahan dan Pemurnian

Lebih terperinci

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2-2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah

Lebih terperinci

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Identifikasi Permasalahan Potensial Dalam Proses Hilirisasi Industri Manufaktur

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Identifikasi Permasalahan Potensial Dalam Proses Hilirisasi Industri Manufaktur Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Identifikasi Permasalahan Potensial Dalam Proses Hilirisasi Industri Manufaktur DEPUTI MENKO PEREKONOMIAN BIDANG KOORDINASI INDUSTRI DAN PERDAGANGAN Jakarta,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1956 /KM.4/2012 TENTANG PENETAPAN HARGA EKSPOR UNTUK PENGHITUNGAN BEA KELUAR MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sektor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sektor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan perekonomian Indonesia mengalami peningkatan dalam berbagai sektor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2012 sebesar

Lebih terperinci

TENTANG. bahwa dalam rangka meningkatkan efektivitas. Bedrijfsreglementerings Ordonnantie 1934 (Staatsblad Tahun 1938 Nomor 86);

TENTANG. bahwa dalam rangka meningkatkan efektivitas. Bedrijfsreglementerings Ordonnantie 1934 (Staatsblad Tahun 1938 Nomor 86); MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR s2 IM-DAG/PER/8 I 2OL2 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 29{}I-DAG/PER/5 /2OL2 TENTANG

Lebih terperinci

Dini Hariyanti.

Dini Hariyanti. Dini Hariyanti dinih@jurnas.co.id PEMERINTAH dalam hal ini Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) mengakui pendataan di sektor pertambangan belum sepenuhnya tersusun berbasis teknologi

Lebih terperinci

BAB II KETIDAKSESUAIAN KETENTUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN MINERAL DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 1 TAHUN 2014

BAB II KETIDAKSESUAIAN KETENTUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN MINERAL DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 1 TAHUN 2014 11 BAB II KETIDAKSESUAIAN KETENTUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN MINERAL DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 1 TAHUN 2014 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 1. Ketentuan Pengolahan dan Pemurnian di Dalam

Lebih terperinci

Permen ESDM No 11 Tahun 2012

Permen ESDM No 11 Tahun 2012 Kebijakan Hilirisasi Mineral, Siapa Untung? Oleh : Triyono Basuki[1] Polemik publik dan khususnya masyarakat pertambangan mengenai kebijakan hilirisasi mineral semakin memanas. Polemik setidaknya mengemuka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa mineral bukan logam dan batuan berkualitas super, sumberdaya ini berasal

BAB I PENDAHULUAN. berupa mineral bukan logam dan batuan berkualitas super, sumberdaya ini berasal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Sleman merupakan wilayah yang kaya akan sumberdaya alam berupa mineral bukan logam dan batuan berkualitas super, sumberdaya ini berasal dari Gunung Merapi

Lebih terperinci

V E R S I P U B L I K

V E R S I P U B L I K PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A14111 TENTANG PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN PT GUNUNG KENDAIK OLEH PT MEGA CITRA UTAMA LATAR BELAKANG 1. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG MEKANISME DAN TATA CARA PENERBITAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN OPERASI PRODUKSI UNTUK

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG MEKANISME DAN TATA CARA PENERBITAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN OPERASI PRODUKSI UNTUK PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG MEKANISME DAN TATA CARA PENERBITAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN OPERASI PRODUKSI UNTUK PERTAMBANGAN BATUAN YANG BERSIFAT TEMPORER DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2-2. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2012 TANGGAL: 6 FEBRUARI 2012

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2012 TANGGAL: 6 FEBRUARI 2012 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2012 TANGGAL: 6 FEBRUARI 2012 BATASAN MINIMUM PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN KOMODITAS TAMBANG MINERAL LOGAM Komoditas

Lebih terperinci

- 4 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

- 4 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA. - 2 - Perubahan Kelima atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Jenis

Lebih terperinci

Dilema Ancaman PHK dan UU Minerba. Ditulis oleh David Dwiarto Rabu, 08 Januari :27 - Terakhir Diperbaharui Rabu, 08 Januari :29

Dilema Ancaman PHK dan UU Minerba. Ditulis oleh David Dwiarto Rabu, 08 Januari :27 - Terakhir Diperbaharui Rabu, 08 Januari :29 Implementasi UU No. 4/2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang disertai larangan ekspor bijih mineral tambang (ore) pada 12 Januari 2014 mendatang bakal menjadi tantangan tersendiri bagi sektor

Lebih terperinci

V E R S I P U B L I K

V E R S I P U B L I K PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A11011 TENTANG PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN PT DWIMITRA ENGGANG KHATULISTIWA OLEH PT ANTAM (Persero) Tbk I. LATAR BELAKANG 1.1. Berdasarkan Peraturan

Lebih terperinci

2017, No tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 06 Tahun 2017 tentang Tata Cara Dan Persyaratan Pemberia

2017, No tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 06 Tahun 2017 tentang Tata Cara Dan Persyaratan Pemberia No.687, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Penjualan Mineral ke Luar Negeri. Pensyaratan dan Pemberian Rekomendasi. Perubahan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN ALOKASI SUMBERDAYA MINERAL & BATUBARA UNTUK KEBUTUHAN BAHAN BAKU SEBAGAI SUBSTITUSI IMPOR

ARAH KEBIJAKAN ALOKASI SUMBERDAYA MINERAL & BATUBARA UNTUK KEBUTUHAN BAHAN BAKU SEBAGAI SUBSTITUSI IMPOR ARAH KEBIJAKAN ALOKASI SUMBERDAYA MINERAL & BATUBARA UNTUK KEBUTUHAN BAHAN BAKU SEBAGAI SUBSTITUSI IMPOR DISAMPAIKAN PADA RAPAT KERJA KEMENTRIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2014 DIREKTUR PEMBINAAN PENGUSAHAAN

Lebih terperinci

Kontribusi Ekonomi Nasional Industri Ekstraktif *) Sekretariat EITI

Kontribusi Ekonomi Nasional Industri Ekstraktif *) Sekretariat EITI Kontribusi Ekonomi Nasional Industri Ekstraktif *) Sekretariat EITI *) Bahan disusun berdasarkan paparan Bappenas dan Kemen ESDM dalam Acara Sosialisasi EITI di Jogjakarta, Agustus 2015 2000 2001 2002

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

V E R S I P U B L I K

V E R S I P U B L I K Pendapat Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Tentang Pengambilalihan (Akuisisi) Saham Perusahaan Eastern Star Resources Pty Ltd oleh Perusahaan Vale Austria Holdings GmbH 1. LATAR BELAKANG Berdasarkan

Lebih terperinci

Oleh: Hendra Sinadia/Resources

Oleh: Hendra Sinadia/Resources Oleh: Hendra Sinadia/Resources Bambang Setiawan (62) adalah tokoh yang tidak asing lagi di sektor pertambangan mineral dan batubara. Beliau merupakan salah satu tokoh penting yang turut membidani lahirnya

Lebih terperinci

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2-2. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional Kelompok Kajian Kebijakan Mineral dan Batubara, Pusat Litbang Teknologi Mineral dan Batubara,

Lebih terperinci

Ditulis oleh David Dwiarto Rabu, 20 November :02 - Terakhir Diperbaharui Rabu, 20 November :20

Ditulis oleh David Dwiarto Rabu, 20 November :02 - Terakhir Diperbaharui Rabu, 20 November :20 Egenius Soda egenius@majalahtambang.com Aturan yang memaksa perusahaan tambang mendivestasi sahamnya tahun kelima setelah berproduksi membuat investasi tambang di Indonesia semakin tidak menarik bagi perusahaan

Lebih terperinci

PERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA PERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA NO PENJELASAN 1. Judul: Judul: PERATURAN PEMERINTAH PENJELASAN REPUBLIK INDONESIA ATAS NOMOR 23

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri adalah baja tahan karat (stainless steel). Bila kita lihat di sekeliling kita

BAB I PENDAHULUAN. industri adalah baja tahan karat (stainless steel). Bila kita lihat di sekeliling kita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan yang signifikan pada industri dunia, diantaranya industri otomotif, konstruksi, elektronik dan industri lainnya pada beberapa dasawarsa terakhir

Lebih terperinci

B U P A T I K A R O PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG

B U P A T I K A R O PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG B U P A T I K A R O PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMBAGIAN DAN PENETAPAN RINCIAN DANA DESA SETIAP DESA DI KABUPATEN KARO TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya bauksit di Indonesia mencapai 3,47 miliar ton, yang terdapat di dua

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya bauksit di Indonesia mencapai 3,47 miliar ton, yang terdapat di dua BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Bauksit merupakan salah satu komoditas tambang yang penting di Indonesia. Berdasarkan data dinas Energi dan Sumber Daya Mineral tahun 2011, jumlah sumber daya bauksit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Pemanfaatan cadangan..., Mudi Kasmudi, FT UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Pemanfaatan cadangan..., Mudi Kasmudi, FT UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki sumber daya mineral yang tersebar diseluruh kepulauan Indonesia. Jumlah sumber daya mineral yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya sumber daya alam dan

BAB I PENDAHULUAN.  A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya sumber daya alam dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya sumber daya alam dan mengakibatkan perkembangan pada sektor pertambangan seperti minyak dan gas bumi, mineral

Lebih terperinci

AN PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG

AN PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN AN PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN PERTAMBANGAN RAKYAT (IPR) KOMODITAS TAMBANG MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keyakinan bahwa ekonomi global akan pulih dan industri manufaktur akan membaik membuat investor berspekulasi akan naiknya kebutuhan komoditas yang otomatis mendorong

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG TIMUR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI BELITUNG TIMUR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN BUPATI BELITUNG TIMUR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

n.a n.a

n.a n.a 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan suatu bangsa memerlukan aspek pokok yang disebut dengan sumberdaya (resources) baik sumberdaya alam atau natural resources maupun sumberdaya manusia atau

Lebih terperinci

2015 LAPORAN INDUSTRI PELUANG & TANTANGAN INDUSTRI BATUBARA

2015 LAPORAN INDUSTRI PELUANG & TANTANGAN INDUSTRI BATUBARA 2015 LAPORAN INDUSTRI PELUANG & TANTANGAN INDUSTRI BATUBARA LAPORAN INDUSTRI PELUANG & TANTANGAN INDUSTRI BATUBARA 2015 Copyright @2015 PT. INDO ANALISIS Hak Cipta dilindungi Undang-undang DAFTAR ISI I.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,

Lebih terperinci

Boks.1 MODEL PENGELOLAAN PERTAMBANGAN BATUBARA YANG BERKELANJUTAN

Boks.1 MODEL PENGELOLAAN PERTAMBANGAN BATUBARA YANG BERKELANJUTAN Boks.1 MODEL PENGELOLAAN PERTAMBANGAN BATUBARA YANG BERKELANJUTAN PENDAHULUAN Menurut Bank Dunia, Indonesia merupakan salah satu negara penting dalam bidang pertambangan. Hal ini ditunjukkan oleh fakta

Lebih terperinci

Sumber Daya Alam. Yang Tidak Dapat Diperbaharui dan Yang Dapat di Daur Ulang. Minggu 1

Sumber Daya Alam. Yang Tidak Dapat Diperbaharui dan Yang Dapat di Daur Ulang. Minggu 1 Sumber Daya Alam Yang Tidak Dapat Diperbaharui dan Yang Dapat di Daur Ulang Minggu 1 Materi Pembelajaran PENDAHULUAN SUMBERDAYA ALAM HABIS TERPAKAI SUMBERDAYA ALAM YANG DAPAT DI DAUR ULANG DEFINISI SUMBERDAYA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IZIN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR... TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR... TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR... TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1980 TENTANG PENGGOLONGAN BAHAN-BAHAN GALIAN. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1980 TENTANG PENGGOLONGAN BAHAN-BAHAN GALIAN. Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1980 TENTANG PENGGOLONGAN BAHAN-BAHAN GALIAN Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa penggolongan bahan-bahan galian yang diatur dalam Peraturan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab V. GAMBARAN UMUM 5.1. Prospek Kakao Indonesia Indonesia telah mampu berkontribusi dan menempati posisi ketiga dalam perolehan devisa senilai 668 juta dolar AS dari ekspor kakao sebesar ± 480 272 ton pada

Lebih terperinci

BUPATI MERAUKE PERATURAN BUPATI MERAUKE NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

BUPATI MERAUKE PERATURAN BUPATI MERAUKE NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN BUPATI MERAUKE PERATURAN BUPATI MERAUKE NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERAUKE, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1980 Tentang : Penggolongan Bahan-bahan Galian

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1980 Tentang : Penggolongan Bahan-bahan Galian Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1980 Tentang : Penggolongan Bahan-bahan Galian Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 27 TAHUN 1980 (27/1980) Tanggal : 15 AGUSTUS 1980 (JAKARTA) Sumber : LN 1980/47;

Lebih terperinci

Ketentuan ayat (1) Pasal 5 diubah, sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:

Ketentuan ayat (1) Pasal 5 diubah, sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut: - 2 - Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

NERACA BAHAN BAKAR BATUBARA SAMPAI DENGAN TAHUN 2040

NERACA BAHAN BAKAR BATUBARA SAMPAI DENGAN TAHUN 2040 NERACA BAHAN BAKAR BATUBARA SAMPAI DENGAN TAHUN 2040 Oleh : M. Taswin Kepala Subdirektorat Perencanaan Produksi dan Pemanfaatan Mineral dan Batubara Jakarta, 23 Juni 2016 DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini dunia sedang dilanda krisis Energi terutama energi fosil seperti minyak, batubara dan lainnya yang sudah semakin habis tidak terkecuali Indonesia pun kena

Lebih terperinci

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA 2017 LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA BAB I: PELUANG DAN TANTANGAN INDUSTRI BATUBARA 1 1.1. PELUANG INDUSTRI BATUBARA 2 1.1.1. Potensi Pasar 2 Grafik 1.1. Prediksi Kebutuhan Batubara untuk

Lebih terperinci

Disampaikan pada Sosialisasi dan Koordinasi Bidang Mineral dan Batubara

Disampaikan pada Sosialisasi dan Koordinasi Bidang Mineral dan Batubara KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Jl. Dr. Wahidin No.1 Jakarta 10710 http://www.kemenkeu.go.id Peraturan Menteri Keuangan No 6/PMK.011/2014 tentang perubahan Kedua Atas PMK No. 75/PMK.011/2012 tentang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Agustus 2014, neraca perdagangan Thailand dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT mengkaruniai Indonesia kekayaan alam yang sangat berlimpah dan

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT mengkaruniai Indonesia kekayaan alam yang sangat berlimpah dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Allah SWT mengkaruniai Indonesia kekayaan alam yang sangat berlimpah dan kekayaan tersebut harus dikelola sebaik mungkin untuk kesejahteraan masyarakat. Tetapi tidaklah

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN 1 (satu) bulan ~ paling lama Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagaimana

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.517, 2012 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Ketentuan. Ekspor. Produk. Pertambangan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/M-DAG/PER/5/2012 TENTANG KETENTUAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO TAHUN 2012 NOMOR 3

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO TAHUN 2012 NOMOR 3 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO TAHUN 2012 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 06 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DOMPU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 06 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DOMPU, PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 06 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DOMPU, Menimbang : a. bahwa segala sumber daya alam yang terdapat di alam

Lebih terperinci

CAPAIAN SUB SEKTOR MINERAL DAN BATUBARA SEMESTER I/2017

CAPAIAN SUB SEKTOR MINERAL DAN BATUBARA SEMESTER I/2017 CAPAIAN SUB SEKTOR MINERAL DAN BATUBARA SEMESTER I/2017 #energiberkeadilan Jakarta, 9 Agustus 2017 LANDMARK PENGELOLAAN MINERBA 1 No Indikator Kinerja Target 2017 1 Produksi Batubara 477Juta Ton 2 DMO

Lebih terperinci

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA - 1 - SALINAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang ada untuk menghasilkan laba maksimal, sementara tujuan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang ada untuk menghasilkan laba maksimal, sementara tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tujuan didirikan perusahaan adalah untuk mencapai tujuan jangka panjang dan jangka pendek. Tujuan perusahaan jangka pendek yaitu memanfaatkan semua sumber

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Singkat Bursa Efek Indonesia 2.1.1 Bursa Efek Indonesia (BEI) Pasar modal merupakan sarana pembiayaan usaha melalui penerbitan saham dan obligasi. Perusahaan dapat

Lebih terperinci

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI Indikator yang lazim digunakan untuk mendapatkan gambaran kondisi pemakaian energi suatu negara adalah intensitas energi terhadap penduduk (intensitas energi per kapita)

Lebih terperinci

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA 2016 LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA 2016 Diterbitkan Oleh: PT. Indo Analisis Copyright @ 2016 DISCALIMER Semua informasi dalam Laporan Industri

Lebih terperinci

Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja

Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja Selanjutnya indikator-indikator dan target kinerja dari setiap sasaran strategis tahun 2011 adalah sebagai berikut: Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja Sasaran Indikator Target 2011 1. Meningkatnya

Lebih terperinci

Waktu dan Tempat Penyelenggaraan

Waktu dan Tempat Penyelenggaraan Waktu dan Tempat Penyelenggaraan Acara : Investor Summit and Capital Market Expo 2015 Penyelenggara : PT Bursa Efek Indonesia Tempat : Ruang Seminar 3, Gedung Bursa Efek Indonesia Lantai 1 Jl. Jend. Sudirman

Lebih terperinci