BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Bungbulang (Premna tomentosa Willd).- Verbenaceae

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Bungbulang (Premna tomentosa Willd).- Verbenaceae"

Transkripsi

1 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Contoh Kayu yang Diuji 1. Bungbulang (Premna tomentosa Willd).- Verbenaceae Gambar 1. Bungbulang (Premna tomentosa Willd). 28

2 2. Hamirung (Vernonia arborea Ham.)- Compositae Gambar 2. Hamirung (Vernonia arborea Ham.) 29

3 3. Jaha (Terminalia arborea K. et V.) - Combretaceae Gambar 3. Jaha (Terminalia arborea K. et V.) 30

4 4. Ki acret (Sphatodea campanulata P.B.) Bignoniaceae Gambar 4. Ki acret (Sphatodea campanulata P.B.) 31

5 5. Pasang taritih (Lithocarpus elegans (Blume) Hatus. Ex Soepadmo) Fagaceae Gambar 5. Pasang taritih (Lithocarpus elegans (Blume) Hatus. Ex Soepadmo) 32

6 B. Pengenalan Struktur Anatomi dan Dimensi Serat 1. No kayu: Nama botani: Premna tomentosa Willd. Suku: Verbenaceae Nama daerah : bungbulang, Bulang (sunda, jawa), gembulang (Java), levan capo (Palembang) Nama perdagangan: Premna Sinonim: Premna valida Miq., Premna pyramidata Wallich. Ciri Umum Warna: kayu teras berwarna krem, kuning jerami, susah dibedakan dari gubal yang berwarna sama atau berwarna lebih muda. Corak : bercorak karena lingkar tahun. Tekstur: agak kasar dan tidak merata. Arah serat : lurus dan agak berpadu. Kilap : agak mengkilap. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: keras. Bau: tidak ada bau khusus. Ciri Anatomi Lingkaran tumbuh: jelas (ciri 1). Pembuluh : tata lingkar (ciri 3). Diameter pembuluh mikron (ciri 41); frekuensi pembuluh per-mm 2 sekitar 5-20 (ciri 47). Bidang perforasi sederhana (ciri 13). Ceruk antar pembuluh selang-seling (ciri 22), berumbai (ciri 29). Ceruk antar pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30) dan dengan halaman yang sempit sampai sederhana; ceruk bundar atau bersudut (ciri 31). Parenkim: tersebar (ciri 76) dan paratrakea sepihak (ciri 84). Panjang untai parenkim dua sel per untai (ciri 91). Jari-jari : lebar jari-jari 1-3 seri (ciri 97), komposisi dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 106). Serat : jaringan serat dasar banyak ditemukan dengan ceruk berhalaman yang jelas (ciri 62), kadang sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), serat bersekat ditemui (ciri 65). Panjang serat 1390,39 ± 87,25 mikron (ciri 72), dinding serat umumnya 3,96 ± 1 mikron, tipis sampai tebal (ciri 69). Gambar kayu dan struktur anatomi Premna tomentosa disajikan pada Gambar 1a-d berikut: 33

7 a b c d Gambar 6. Struktur anatomi bungbulang (Premna tomentosa) a. Struktur makro penampang melintang (perbesaran 10x) b. Struktur mikro penampang melintang (perbesaran 250 µ) c. Struktur mikro penampang radial (perbesaran 250 µ) d. Struktur mikro penampang tangensial (perbesaran 250 µ) 34

8 2. No kayu: Nama botani: Vernonia arborea Ham. Suku: Compositae Nama daerah: hamirung (sunda), nangi (bali), sembang kuwuk (Jawa), Nama perdagangan: merambung Sinonim: Vernonia celebica DC., V. Javanica DC., V. wallichii Ridley. Ciri Umum Warna: kayu teras berwarna putih krem susah dibedakan dari gubal yang berwarna sama. Corak: umumnya polos. Tekstur: halus dan merata. Arah serat: lurus. Kilap: permukaan kayu agak mengkilap. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: agak keras. Bau: tidak ada bau khas. Ciri Anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5); diameter mikron (ciri 42), frekwensi 5 atau kurang (ciri 46), sebagian besar soliter berganda sampai dengan 3 sel. Bidang perforasi bentuk sederhana (ciri 13); ceruk antar pembuluh selang-seling (ciri 22). Ceruk antar pembuluh dan jarijari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Parenkim: umumnya parenkim aksial paratrakea vaskisentrik (ciri 79), dan aliform (ciri 80), kadang paratrakea sepihak (ciri 84); dengan 2-4 sel per untai (ciri 91 dan 92). Jari-jari: 1-3 seri (ciri 97), jari-jari besar umumnya 4-6 seri (ciri 98). Komposisi sel jari-jari dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 106); ada sel seludang (ciri 110), frekwensi jari-jari >4-12 per mm (ciri 115). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69), serat bersekat dijumpai (ciri 65), ada susunan bertingkat pada serat (ciri 121). Gambar kayu dan struktur anatomi Vernonia arborea disajikan pada Gambar 2a-d berikut: 35

9 a b c d Gambar 7. Struktur anatomi hamirung (Vernonia arborea Ham. a. Struktur makro penampang melintang (perbesaran 10x) b. Struktur mikro penampang melintang (perbesaran 250 µ) c. Struktur mikro penampang radial (perbesaran 250 µ) d. Struktur mikro penampang tangensial (perbesaran 250 µ) 36

10 3. No kayu: Nama botani: Terminalia arborea K.et.V Suku: Combretaceae Terminalia citrina (Gaertner) Roxb. Ex Fleming (nama terbaru) Nama daerah: jaha, ketapang, kelumpit Nama perdagangan: terminalia Sinonim: Terminalia arborea K et V., T. Comintana Merr., T. Curtisii Ridley Ciri Umum Warna: kayu berwarna coklat muda, coklat muda agak kekuningan kadang tidak dapat dibedakan dari kayu gubal yang berwarna lebih terang. Corak: polos. Tekstur: agak halus dan merata. Arah serat: lurus dan agak berpadu. Kilap: permukaan kayu agak mengkilap. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: agak keras. Bau: tdk ada bau khusus. Ciri Anatomi Lingkaran tumbuh: batas lingkar tumbuh tidak jelas (ciri 2). Pembuluh : baur (ciri 5) kadang semi tata lingkar (ciri 4), diameter mikron (ciri 42) dan mikron pada batas riap tumbuh (ciri 41), frekwensi 5 atau kurang (ciri 46); pembuluh hampir seluruhnya soliter (ciri 9), kadang berganda sampai dengan 4 sel (ciri 10), bergerombol kadang dijumpai (ciri 11). Bidang perforasi sederhana (ciri 13). Ceruk antar pembuluh selang-seling (ciri 22), sedang (ciri 26); ceruk antar pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang jelas ; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Parenkim: aksial paratrakea vaskisentrik (ciri 79), aliform (ciri 80), dan umumnya konfluen (ciri 83). Panjang untai sel parenkim adalah dua sel per untai (ciri 91), dan empat (3-4) sel per-untai (ciri 92). Jari-jari : seluruhnya satu seri (ciri 96). Komposisi sel jari-jari seluruhnya sel baring (ciri 104). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk berhalaman sangat kecil (ciri 61), serat bersekat dijumpai (ciri 65), serat tipis sampai tebal (ciri 69) kadang sangat tipis (ciri 68). Inklusi mineral: dijumpai kristal bentuk lain dalam sel parenkim (ciri ). Gambar kayu dan struktur anatomi Terminalia arborea disajikan pada Gambar 3a-d berikut: 37

11 a b c d Gambar 8. Struktur anatomi jaha (Terminalia arborea K. et V.) a. Struktur makro penampang melintang (perbesaran 10x) b. Struktur mikro penampang melintang (perbesaran 250 µ) c. Struktur mikro penampang radial (perbesaran 250 µ) d. Struktur mikro penampang tangensial (perbesaran 250 µ) 38

12 4. No kayu: Nama botani: Spathodea campanulata P.B.. Suku: Bignoniaceae Nama daerah: ki acret Ciri umum Warna: kayu teras berwarna krem, atau putih krem tidak dapat dibedakan dari gubalnya yang berwarna sama. Corak: polos. Tekstur: halus dan merata. Arah serat: lurus dan agak berpadu. Kilap: permukaan kayu agak mengkilap. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: agak lunak. Bau: tidak ada bau khusus. Ciri Anatomi Lingkaran tumbuh : batas lingkar tumbuh jelas (ciri 1). Pembuluh : semi tata lingkar (ciri 4); hampir seluruhnya soliter (ciri 9), ada berganda radial sampai 3 sel. Bidang perforasi sederhana (ciri 13). Ceruk antar pembuluh selang-seling (ciri 22), kecil >4-7 mikron (ciri 25). Percerukan pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang jelas; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30), dengan halaman yang sempit sampai sederhana; ceruk horisontal atau vertikal (ciri 32). Diameter pembuluh mikron (ciri 42), frekuensi 5 buah/mm 2 atau kurang (ciri 46), tilosis umum (ciri 56). Parenkim : aksial paratrakea aliform (ciri 80), agak sering ditemukan konfluen (ciri 83), dan pita (ciri 85). Tipe sel parenkim dua sel per untai (ciri 91). Jari-jari : 1-3 seri (ciri 96) dan jari-jari besar umumnya 4-10 seri (ciri 98), komposisi sel jari-jari dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 106), frekwensi jari-jari >4-12 per mm. Serat : jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Gambar kayu dan struktur anatomi Spathodea campanulata disajikan pada Gambar 4a-d berikut: 39

13 a b c d Gambar 9. Struktur anatomi kiacret (Spathodea campanulata ) a. Struktur makro penampang lintang (perbesaran 10x) b. Struktur mikro penampang melintang (perbesaran 250 µ) c. Struktur mikro penampang radial (perbesaran 250 µ) d. Struktur mikro penampang tangensial (perbesaran 250 µ) 40

14 4. No kayu: Nama botani: Lithocarpus elegans (Blume) Suku: Fagaceae Nama daerah : Pasang taritih, pasang bodas (sunda), pasang bungkus (sumatera), kasunu (sulawesi). Nama perdagangan: mempening Sinonim: Lithocarpus spicatus (Sm.) Rehder & Wils, L. rhioensis (Hance) A. Camus, L. microcalyx (Korth.) A. Camus Ciri Umum Warna: kayu teras coklat muda keabu-abuan berbeda dari kayu gubal yg berwarna coklat muda teang. Corak: polos. Tekstur: agak halus dan tidak merata. Arah serat: lurus dan berpadu. Kilap: permukaan kayu agak kusam. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: keras. Tidak ditemukan bau khas. Ciri Anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh : baur (ciri 5), hampir seluruhnya soliter (ciri 9) yang bergabung juga ada sampai dengan 3 sel (ciri 10), bidang perforasi sederhana (ciri 13). Ceruk antar pembuluh selang seling (ciri 22). Diameter pembuluh mikron (ciri 41), frekuensi 5-20 buah/mm 2 (ciri 47). Percerukan pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30); getah dan endapan ditemukan (ciri 58). Parenkim: aksial apotrakea tersebar dalam kelompok (ciri 77), dan paratrakea sepihak (ciri 84). Jari-jari : 1-3 seri (ciri 97), dan jari-jari yang lebar umumnya > 4-10 seri (ciri 98). Komposisi sel jari-jari dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marginal (ciri 106). Serat : jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), kadang dengan ceruk berhalaman yang jelas (ciri 62), serat tanpa sekat dijumpai (ciri 66), dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Gambar kayu dan struktur anatomi Lithocarpus elegans disajikan pada Gambar 5a-b berikut: 41

15 a b c d Gambar 10. Struktur anatomi Pasang taritih (Lithocarpus elegans) a. Struktur makro penampang lintang (perbesaran 10x) b. Struktur mikro penampang melintang (perbesaran 250 µ) c. Struktur mikro penampang radial (perbesaran 250 µ) d. Struktur mikro penampang tangensial (perbesaran 250 µ) 42

16 Rangkuman ciri umum dan ciri anatomi disajikan pada Tabel 11. Penulisan ciri menggunakan kode dalam Daftar IAWA 1989 untuk menyesuaikan dengan format data base yang ada dalam Xylarium Bogoriense Tabel 11. Daftar ciri makroskopis dan mikroskopis kayu No kayu Ciri Kodifikasi sesuai IAWA List, 1989 Ciri umum Warna: kayu teras krem, kuning jerami, susah dibedakan dari gubal Corak: bercorak karena lingkar tahun. Tekstur: agak kasar dan tidak merata. Arah serat : lurus dan agak berpadu. Kilap : agak mengkilap. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: keras. Bau: tidak ada bau khusus.. Warna: kayu teras berwarna putih krem susah dibedakan dari gubal yang berwarna sama. Corak: umumnya polos. Tekstur: halus dan merata. Arah serat: lurus. Kilap: permukaan kayu agak mengkilap. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: agak keras. Bau: tidak ada bau khas. Warna: kayu berwarna coklat muda, coklat muda agak kekuningan kadang tidak dapat dibedakan dari kayu gubal yang berwarna lebih terang. Corak: polos. Tekstur: agak halus dan merata. Arah serat: lurus dan agak berpadu. Kilap: permukaan kayu agak mengkilap. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: agak keras. Bau: tdk ada bau khusus Warna: kayu teras berwarna krem, atau putih krem tidak dapat dibedakan dari gubalnya yang berwarna sama. Corak: polos. Tekstur: halus dan merata. Arah serat: lurus dan agak berpadu. Kilap: permukaan kayu agak mengkilap. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: agak lunak. Bau: tidak ada bau khusus Lingkar tumbuh Pembuluh 3, 22, 29, 30, 31, 41, 47, 76, 84, 91 5, 42, 13, 22, 30, 46 Parenkim 76, , 80, 84, 91, 92 Jari-jari 97, , 98, 106,110, 115 4, 5, 9, 10, 11, 13, 22, 26, 30, 41, 42, 46 4, 9, 13, 22, 25, 30, 32, 46,56 79, 80, 83, 91, 92 80, 83, 85, 91 77, 84 Warna: kayu teras coklat muda keabu-abuan berbeda dari kayu gubal yg berwarna coklat muda teang. Corak: polos. Tekstur: agak halus dan tidak merata. Arah serat: lurus dan berpadu. Kilap: permukaan kayu agak kusam. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: keras. Tidak ditemukan bau khas.. 5, 9, 10, 13, 22, 41, 47 96, , 98, , 98, 106 Serat 62,61, 65, ,65, ,65,68 61, 69 61, 62, 66, 69 Ciri lain (inklusi mineral, sel minyak, sel ubin, sel seludang, susunan bertingkat) Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada 43

17 Ciri Anatomi Lingkaran tumbuh: jelas (ciri 1). Pembuluh : tata lingkar (ciri 3). Diameter pembuluh mikron (ciri 41); frekuensi pembuluh per-mm 2 sekitar 5-20 (ciri 47). Bidang perforasi sederhana (ciri 13). Ceruk antar pembuluh selangseling (ciri 22), berumbai (ciri 29). Ceruk antar pembuluh dan jari-jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30) dan dengan halaman yang sempit sampai sederhana; ceruk bundar atau bersudut (ciri 31). Parenkim: tersebar (ciri 76) dan paratrakea sepihak (ciri 84). Panjang untai parenkim dua sel per untai (ciri 91). Jari-jari : lebar jari-jari 1-3 seri (ciri 97), komposisi dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 106). Serat : jaringan serat dasar banyak ditemukan dengan ceruk berhalaman yang jelas (ciri 62), kadang sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), serat bersekat ditemui (ciri 65). Panjang serat 1390,39 ± 87,25 mikron (ciri 72), dinding serat umumnya 3,96 ± 1 mikron, tipis sampai tebal (ciri 69). Gambar kayu dan struktur anatomi Premna tomentosa disajikan pada Gambar 1a-d berikut: C. Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis 1. Sifat fisis Nilai rata-rata hasil pengujian sifat fisis yang meliputi kadar air, berat jenis dan penyusutan disajikan pada Tabel 12. Dari Tabel 12 terlihat bahwa kadar air kayu basah berkisar antara 68, ,6% dan kadar air kering udara berkisar antara %. Kadar air basah tertinggi terdapat pada kiacret dan terendah pada kayu bungbulang. Berdasarkan nilai berat jenisnya, maka kayu bungbulang tergolong kayu sedang-berat, kayu hamirung, jaha dan kiacret tergolong ringan. Dari hasil perhitungan kadar minimumnya (Brown et al, 1952), maka kayu bungbulang tergolong kayu yang tenggelam, sedangkan sisanya tergolong terapung. 44

18 Tabel 12. Nilai rata-rata sifat fisis 5 jenis kayu yang diteliti Penyusutan,% Kadar Air (%) Berat Jenis Berdasar Jenis kayu Basah - KU Basah - KO Basah KU Bb/Vb Bu/Vu Bo/Vo Bo/Vu Bo/Vb R T R T Bungbulang n Rata2 86,774 12,554 1,106 0,714 0,667 0,634 0,593 1,861 3,557 3,986 6,905 Min 68,303 11,952 0,986 0,642 0,599 0,570 0,534 0,651 0,483 1,456 3,889 Max 113,090 12,942 1,182 0,816 0,756 0,723 0,681 3,226 6,311 6,022 9,670 Hamirung n Rata2 110,275 12,155 0,735 0,445 0,410 0,397 0,359 2,322 6,330 4,044 8,919 Min 72,033 11,570 0,626 0,278 0,258 0,248 0,217 1,307 3,562 2,423 6,202 Max 187,983 13,111 0,961 0,679 0,635 0,600 0,551 4,388 9,843 7,008 12,373 Jaha n Rata2 102,681 10,459 0,838 0,484 0,457 0,438 0,415 1,741 3,539 3,463 6,354 Min 79,062 10,057 0,681 0,357 0,334 0,324 0,311 1,014 2,383 1,996 4,463 Max 129,747 10,888 0,970 0,587 0,559 0,531 0,494 2,805 5,541 5,479 10,830 Kiacret n Rata2 176,128 10,495 0,732 0,328 0,301 0,297 0,267 3,344 5,695 4,500 7,639 Min 131,034 9,692 0,622 0,248 0,232 0,230 0,200 1,294 3,185 2,311 5,216 Max 265,587 11,579 0,877 0,376 0,344 0,340 0,306 6,260 8,888 7,136 10,894 Berdasarkan nilai rata-rata penyusutan tangensialnya, maka kayu bungbuilang dan jaha tergolong mempunyai penyusutan yang agak tinggi, sedangkan kayu hamirung dan kiacret tergolong mempunyai penyusutan sangat tinggi. Untuk kayu-kayu dengan penyusutan yang tergolong tinggsangat tinggi harus dikeringkan secara hati-hati agar tidak terjadi cacat karena pengeringan. 2. Sifat mekanis Nilai rata-rata hasil pengujian sifat mekanis kayu bungbulang, hamirung, jaha, kiacret dan pasang yang diuji disajikan pada Tabel 13. Tabel tersebut menunjukkan bahwa kayu pasang merupakan kayu terkuat dibandingkan keempat jenis kayu lainnya, dan kayu kiacret merupakan kayu yang paling tidak kuat. Berdasarkan nilai kerapatan dan nilai rata-rata sifat mekanisnya, maka kayu pasang tergolong kayu kelas II-I, cibungbulang tergolong kayu kelas kuat II-III, kayu hamirung tergolong kayu kelas kuat III-IV, kayu jaha tergolong kayu kelas kuat III-IV, kayu kiacret tergolong kayu kelas V-IV, sedangkan kayu pasang tergolong kayu kelas kuat I-II (Oey, 1991). 45

19 Tabel 13. Nilai rata-rata hasil pengujian sifat mekanis kayu yang diteliti Ket.Tekan Ket.Geser Ket.Belah Ket.Tarik // Ket.Pukul Kekerasan(kg/cm Jenis Kayu No Ket.Lentur Statis (kg/cm 2 ) (kg/cm 2 ) (kg/cm 2 ) (kg/cm) Ket.Tarik (kg/cm 2 ) (kg/cm 2 ) 2 ) (kgm/dm 3 ) MPL MOE MOR // R T R T R T R T Ujung Sisi R T Bungbulang n Rata2 458, ,87 616,36 300,26 118,58 92,14 103,41 75,54 71,48 18,94 29,01 534,02 874,85 461,57 367,25 50,81 54,09 Min 414, ,49 523,64 196,61 90,24 75,39 93,10 58,80 59,68 12,66 20,43 196,45 603,86 395,00 280,25 40,03 43,06 Max 535, ,53 665,32 350,58 173,17 106,44 116,83 90,80 85,60 24,19 35,37 882, ,72 501,00 425,50 70,48 65,56 Hamirung n Rata2 217, ,77 333,63 166,82 44,38 49,16 59,88 27,76 32,36 7,03 8,25 413,34 419,71 224,14 136,64 27,22 26,60 Min 144, ,78 226,87 93,40 25,93 31,60 43,36 16,91 18,64 4,15 2,67 207,41 183,67 141,00 71,00 19,20 20,27 Max 314, ,73 443,87 229,12 68,31 61,95 86,48 42,39 46,09 11,78 16,69 630,18 687,04 281,00 199,50 35,55 34,79 Jaha n Rata2 282, ,62 474,60 258,21 69,06 67,47 73,61 36,22 38,28 9,06 7,30 532,00 627,84 293,23 199,41 27,14 23,69 Min 133, ,03 387,63 204,55 56,13 56,48 60,60 26,91 33,74 4,08 4,52 202,44 202,62 234,00 136,00 21,03 16,90 Max 340, ,92 548,16 305,06 82,90 85,13 82,78 41,60 46,09 14,71 11,46 928,57 902,26 325,00 246,00 39,49 31,29 Kiacret n Rata2 132, ,56 252,72 120,23 29,80 39,85 39,90 21,97 24,57 5,32 6,55 250,38 244,11 171,38 124,04 27,00 30,19 Min 105, ,37 218,97 103,27 20,61 30,99 28,34 9,17 19,23 3,21 4,54 126,82 155,20 149,00 103,50 12,06 18,23 Max 156, ,77 305,39 154,59 38,56 46,64 45,56 30,84 30,29 8,11 9,77 416,09 497,76 206,00 155,75 42,95 53,95 Pasang n Rata2 614, ,45 802,67 449,52 199,14 105,24 114,65 61,80 86,13 60,86 67,81 837, ,62 708,57 676,29 48,24 50,11 Min 494, ,48 627,06 408,23 179,18 60,81 87,96 39,84 68,39 26,46 35,17 428,12 260,96 662,00 617,50 34,86 37,79 Max 788, ,28 927,95 485,34 242,07 131,63 134,69 91,60 106,25 90,07 109, , ,67 731,00 756,50 63,15 72,16 46

20 D. Sifat Penggergajian dan Pemesinan Pengujian sifat pemesinan meliputi sifat pengetaman, pembentukan, pemboran, pengampelasan dan pembubutan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ke lima jenis kayu menghasilkan kualitas baiksampai sangat baik. Persentase bebas cacat dan kelas pemesinan disajikan pada Tabel 14 dan 15. Tabel 14. Persentase bebas cacat pemesinan 5 jenis kayu (%) Jenis kayu Jenis cacat Ketaman Bentukan Ampelasan Pemboran Bubutan Bung bulang 79,00 80,25 79,25 78,15 80,25 Hamirung 62,75 73,50 78,25 58,75 79,50 Jaha 61,15 69,50 70,25 63,00 70,00 Kiacret 50,55 53,25 65,75 35,25 54,00 Pasang 74,25 79,50 80,50 72,25 71,75 Tabel 15. Kelas pemesinan 5 jenis kayu Jenis kayu Ketaman Bentukan Ampelasan Pemboran Bubutan Bung bulang Hamirung II II II II II II II II III II Jaha II II II II II Kiacret III III II IV III Pasang II II II II II Berdasarkan sifat pengerjaan dan pemesinan menunjukkan bahwa kelima jenis kayu di atas memiliki sifat pemesinan kelas IV sampai II atau mempunyai jelek sampai baik. Hanya pada ki acret mempunyai sifat pengeboran yang jelek. Data persentase bebas cacat Tabel 8 dan kelas pemesinan Tabel 9 secara umum ke lima jenis kayu yang diteliti cukup mudah untuk dikerjakan. Berdasarkan klasifikasi ini, ke lima jenis kayu 47

21 termasuk kelas jelek sampai baik untuk pengerjaan pengetaman, pembentukan, pengampelasan, pemboran, dan pembubutan. Sifat pengetamannya menunjukkan bahwa dalam penggunaannya baik untuk panel, daun meja, pelapis dinding, langit-langit, lantai dll. Sifat pembentukanmenunjukkan bahwa kayu tersebut baik untuk moulding dan barang ukiran. Sifat pemboran menunjukkan bahwa kayu baik untuk sambungan pasak. Sifat pengampelasan menunjukkan bahwa kayu baik untuk panel, daun meja, pelapis dinding, sedangkan sifat pembubutan baik untuk jeruji (fence) atau barang bubutan lainnya. Di samping itu dalam peruntukkannya (penggunaan) kelima jenis kayu tersebut, juga diperhitungkan dengan sifat lainnya yaitu kelas kuat, kelas awet dan sebagainya. E. Sifat Keawetan Terhadap Serangga Hasil pengujian terhadap rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgreen.) dan rayap kayu kering (Cryptotermes cynochephallus Light.) masing-masing dapat dilihat pada Tabel 16 dan 17. Tabel 16 Pengurangan berat, jumlah rayap tanah yang hidup dan derajat proteksi Jenis kayu Pengurangan berat (%) Survival (%) Derajat serangan Kelas awet Bung bulang 15,04 82,7 70 III Hamirung 24,73 89,9 90 IV/V Jaha 16,79 81,00 70 III Kiacret 20,29 90,00 90 IV/V Pasang 15,12 79,90 70 III 48

22 Tabel 17. Pengurangan berat, jumlah rayap kayu kering yang hidup dan derajat proteksi Jenis kyu Pengurangan berat (%) Survival (%) Derajat serangan Kelas awet Bung bulang 0,33 28,0 40 II Hamirung 1,45 54,2 70 III Jaha 1,71 59,04 70 III Kiacret 1,50 56,80 70 III Pasang 0,58 23,00 40 II Hasil pengujian lima jenis kayu terhadap rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgreen) pada Tabel 9 menunjukkan bahwa bungbulang, jaha dan pasang termasuk kelas awet III. Sedangkan hamirung dan ki acret termasuk kelas IV/V. Penggunaan kedua jenis kayu tersebut layak digunakan pada tempat yang berhubungan dengan tanah harus diawetkan. Hasil pengujian lima jenis kayu terhadap rayap kayu kering (Cryptotermes cynochephallus Light.) Tabel 17 menunjukkan bahwa bungbulang dan pasang termasuk kayu kelas awet II. Penggunaan keempat jenis kayu tersebut dalam pemakaiannya yang tidak berhubungan tanah tidak perlu diawetkan. Sedangkan untuk hamirung, jaha, ki acret termasuk kayu kelas III, sehingga dalam penggunaan pada tempat yang tidak berhubungan dengan tanah perlu diawetkan. F. Pengujian Sifat Ketahanan Terhadap Jamur Rata-rata persentase kehilangan berat bagian dalam dan kelas resistensi terhadap jamurdan rata-rata persentase kehilangan berat kayu bagian tepi dan kelas resistensinya pada Tabel

23 Tabel 18. Rata-rata persentase kehilangan berat kayu bagian dalam dan kelas resistensinya Jenis kayu Persentase kehilangan berat kayu oleh jamur dan kelas resistansinya Rata-rata Polyporus Pycnoporus Schizophyllu Tyromyces sp. sanguineus m commune palustris Kb Kr Kb Kr Kb Kr Kb Kr Kb Kr Bung bulang 1,30 II 5,56 III 6,00 III 2,03 II 3,72 II (II-III) Hamirung 34,25 V 30,46 V 21,23 IV 29,86 IV 28,95 IV (IV-V) Jaha 0,70 II 7,22 III 11,13 IV 1,55 II 5,15 III (II-IV) Kiacret 15,06 IV 14,31 IV 6,09 III 6,82 III 10,57 III (III-IV) Pasang 2,57 II 5,18 III 10,49 IV 5,71 III 5,99 III (II-IV) Keterangan : Data (%) merupakan rata-rata dari lima ulangan Angka romawi dalam kurung menunjukkan kelas resistensi kayu Dari lima jenis kayu asal Jawa yang diteliti maka kayu Vernonia arborea termasuk kelompok kayu tidak-tahan (kelas IV), Terminalia arborea, Spathodea campanulata dan Querqus sundaicus termasuk kelompok kayu agak-tahan (kelas III), dan kayu Premna tomentosa termasuk kelompok kayu tahan (Kelas II). Kehilangan berat tertinggi didapatkan pada kayu Vernonia arborea yang diumpankan pada biakan jamur Polyporus sp. Sedangkan kehilangan berat terendah terjadi pada kayu Terminalia arborea yang diumpankan pada biakan jamur Polyporus sp. G. Ketahanan Terhadap Penggerek Kayu di Laut Hasil pengujian lima jenis kayu yang dipasang di perairan Pulau Rambut selama 6 bulan tertera pada Tabel

24 Tabel 19. Intensitas serangan penggerek kayu di laut terhadap 5 jenis kayu Jenis kayu Berat Jenis Intensitas serangan Jenis penggerek Teredinidae Pholadidae Kelas awet Bung bulang 0, II Hamirung 0, II Jaha 0, II Kiacret 0, II Pasang II Keterangan: - = tidak ada serangan: + = sedikit Pengujian keawetan kayu terhadap penggerek di laut dilakukan di Pulau Rambut Kepulauan Seribu. Pantainya berkarang, salinitas perairan pada waktu pemasangan contoh uji 30 per mil, tinggi gelombang sampai 0,5 m lebih, temperatur 29 o C, angin 180 m/mt, arus 0,70 m/det, pasang surut 1,0 m, Ph 8 dan BOD 21,15. Waktu pengambilan contoh uji, salinitasnya 29 per mil, tinggi gelombang sampai 1,0 m lebih, temperatur 29 o C, angin 227 m/mt, arus 0,75 m/det, pasang surut 1,0 m, Ph 8 dan BOD 21,5. Kondisi yang demikian sangat menguntungkan bagi perkembangan organisme penggerek di laut. Pengujian kelima jenis kayu di laut baru berjalan 4 bulan, ternyata kelima jenis kayu tahan terhadap organisme perusak di laut atau termasuk kelas awet II. Intensitas serangan dari kelima jenis kayu dapat dilihat pada Tabel 16. Jenis organisme penggerek yang menyerang yaitu Martesia striata Linne. dari famili Pholadidae dan Teredo sp. dari famili Teredinidae. Pada waktu yang bersamaan telah dicoba pula pada jenis-jenis kayu tersebut yang telah diperlakukan dengan pengawetan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua kayu yang diawetkan dengan tembaga-khrom-boron (CCB) 3% melalui proses vakum tekan (sel penuh). Vakum awal yang diberikan 50 cm Hg selama 15 menit, tekanan 10 atm selama 120 menit dan vakum akhir 15 menit. Hasil pengamatan selama 6 bulan direndam di laut, ternyata tidak mendapat serangan dari penggerek 51

25 kayu. Hal tersebut menunjukkan bahwa hasil pengawetan dengan bahan pengawet CCB dapat menahan serangan penggerek kayu di laut. H. Sifat Keterawetan Bahan pengawet yang dipakai yaitu CCB dengan metode vakum tekan. Hasil rata-rata retensi, penembusan dan kelas keterawetan kelima jenis kayu yang diuji tercantum pada Tabel 20. Tabel 20 Kelas keterawetan bahan pengawet CCB terhadap lima jenis kayu Jenis kayu Kadar Air (%) Rata-rata Retensi (kg/m²) Penembusan (%) Kelas Keteawetan Bung bulang 16,39 7,94 77,91 II (Sedang) Hamirung 19,76 14, I (Mudah) Jaha 20,80 12, I (Mudah) Kiacret 25, I (Mudah) Pasang 16,05 4, II (Sedang) Rata-rata retensi, penembusan dan serta kelas keterawetan kelima jenis kayu tercantum pada Tabel 17. Retensi yang dicapai pada kayu ki bungbulang, hamirung, jaha, ki acret dan pasang masing-masing 7,94 kg/m 3, 14,93 kg/m 3, 12,73 kg/m3, 19,05 kg/m 3 dan 65,99 kg/m 3, sedangkan penetrasi bahan pengawet pada bungbulang dan pasang yaitu 77,91 dan 65,99, keduanya termasuk kelas keterawetan II. Penetrasi pada hamirung, jaha dan ki acret masing-masing 14,93 kg/m 3, 12,73 kg/m 3 dan 19,05 kg/m 3. Retensi dan penetrasi pada hamirung, jaha dan ki acret sudah memenuhi standar SNI pengawetan untuk digunakan di luar atap dan dapat diawetkan bersama-sama. Untuk bungbulang dan pasang belum memenuhi standar, oleh karena itu masih perlu penambahan waktu vakum sehingga retensi dan penetrasinya dapat bertambah. 52

26 I. Sifat Pengeringan Hasil percobaan pengeringan suhu tinggi kelima jenis kayu, tampak dalam Tabel 21. Tabel 21. Sifat pengeringan suhu tinggi 5 jenis kayu Jenis kayu Kadar air awal (%) Klasifikasi cacat pengeringan Retak/pecah awal Perubahan bentuk Pecah dalam Sifat pengeringan Bungbulang (70) Agak baik- sedang Hamirung (104) Agak baik agak buruk Jaha (71) Baik- agak baik Kiacret (133) Buruk-sangat buruk Pasang (50) Buruk-sangat buruk Data di atas merupakan rata-rata pengamatan dari 6 contoh uji; klasifikasi sifat pengeringan berdasarkan cacat terparah Keterangan : 1= sangat baik; 2 = baik; 3 = agak baik; 4 = sedang; 5 = agak buruk; 6 = buruk; 7= sangat buruk Kayu bungbulang termasuk kayu keras dan berwarna kuning cerah. Perubahan bentuknya berupa memangkuk pada arah lebar kayu (cup) dan sedikit menggelinjang (twist). Kadar air kayu bervariasi, sehingga sifat pengeringannyapun bervariasi mengikuti kadar air awal. Makin basah kayu makin besar tingkat kerusakan kayu. Kayu hamirung termasuk kayu ringan. Perubahan bentuknya berupa memangkuk pada arah lebar kayu (cup) dan sedikit menggelinjang (twist). Kadar air kayu bervariasi, sehingga sifat pengeringannyapun bervariasi mengikuti kadar air awal. Makin basah kayu makin besar perubahan bentuknya pada arah lebar kayu. Kayu jaha termasuk kayu ringan. Sewaktu dikeringkan, keluar cairan berwarna cokelatdi ujung dan permukaan kayu sehingga permukaan kayu tampak kotor. Perubahan bentuknya berupa memangkuk pada arah lebar 53

27 kayu (cup). Dari kelima jenis kayu yang diteliti, kayu jaha memiliki sifat pengeringan yang terbaik (klasifikasi agak baik sampai baik). Kayu kiacret termasuk kayu ringan. Perubahan bentuknya berupa memangkuk pada arah lebar kayu (cup) yang sangat parah. Kadar air kayu bervariasi, sehingga sifat pengeringannyapun bervariasi mengikuti kadar air awal. Makin basah kayu makin besar tingkat kerusakan kayu. Kayu kipasang sangat keras dan liat. Kayu tersebut termasuk sulit dikeringkan. Pada percobaan pengeringan dengan suhu tinggi, kayu kipasang mengalami pecah permukaan, pecah dalam, dan perubahan bentuk yang sangat parah. Dari kelima jenis kayu yang diteliti, kayu kiacret dan kipasang memiliki sifat pengeringan terburuk, terutama kayu kipasang sangat sulit dikeringkan. J. Sifat Pengkaratan Pengkaratan logam ditunjukkan oleh adanya pengurangan berat sekrup pada kayu. Hasil pengamatan sifat korosif sekrup pada contoh uji kayu asal Jawa tahun 2013 selama 12 bulan pemasangan dapat dilihat pada Tabel 22. Lima jenis kayu tersebut memiliki sifat karat terhadap sekrup logam. Intensitas pengkaratan besi yang ditandai oleh variasi pengurangan berat sekrup tersebut. Intensitas pengkaratan besi tertinggi yang ditunjukkan oleh pengurangan berat sekrup pada kayu ki pasang (Prunus javanica) kemudian diikuti ki bugang (Ficus ampelas). Intensitas pengkaratan besi umumnya rendah (kurang dari 1%). Pelunturan karat terjadi hanya pada kayu ki bugang dan kilampir termasuk kriteria sangat sedikit (+), pada kayu sempur lilin, cangcaratan dan ki pasang tidak ditemukan pelunturan karat dipermukaan contoh uji kayu. Ke lima jenis kayu ini tidak ditemukan pengkaratan dipermukaan pentolan sekrup. 54

28 Tabel 22. Rata-rata pengurangan berat sekrup pada kayu asal Jawa tahun 2013 selama 12 bulan pemasangan (Hasil tahun lalu) No. Jenis kayu Pelunturan karat di permukaan kayu Karat pada kepala sekrup Kehilangan berat sekrup (%) 1 Bungbulang + - 0,93 2 Hamirung - - 0,89 3 Jaha - - 0,53 4 Kiacret - - 1,01 5 Pasang + - 0,55 Keterangan:+=sangat sedikit, ++=sedikit, +++=sedang, ++++=banyak, -=tidak ada Hasil pengamatan sifat korosif kayu asal Jawa tahun 2014 terhadap sekrup dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Rata-rata pengurangan berat sekrup pada kayu asal Jawa tahun 2014 selama 12 minggu pemasangan No Jenis kayu Pertumbuh-an mikroorganisme Pelunturan karat di permukaan kayu Karat pada kepala sekrup Kehilangan berat sekrup (%) 1 Bungbulang , Hamirung , Jaha , Kiacret , Pasang ,0002 Keterangan: +=sangat sedikit, ++=sedikit, +++=sedang, ++++=banyak, - = tidak ada Pada masa inkubasi 12 minggu sejak pemasangan sekrup, didapatkan pertumbuhan jamur kapang (mold) di permukaan jenis kayu bungbulang, jaha dan pasang. Ini menunjukan bahwa di dalam botol jam tersebut lembab, sehingga contoh uji menjadi lembab dan jamur kapang (mold) dapat tumbuh. Pada masa inkubasi 12 minggu sejak pemasangan 55

29 sekrup, kelunturan warna sekrup logam di permukaan kayu tidak ditemukan pada ke lima jenis kayu tersebut. Demikian pula proses pengkaratan yang ditandai dengan perubahan warna pada kepala (pentolan) sekrup dari putih menjadi coklat kotor atau warna lainnya belum terlihat. Intensitas pengkaratan besi belum terjadi, yang ditandai oleh pengurangan berat sekrup tersebut nol (belum ada). K. Sifat Venir dan Kayu Lapis Kelas awet dan kelas kuat menurut Oey 1990, jenis kayu yang diteliti ditampilkan pada Tabel 24, data dolok yang dikupas pada Tabel 25, tebal venir pada Tabel 26, sifat fisis venir pada Tabel 27, pengurangan tebal dalam pembuatan kayu lapis pada Tabel 28, dan keteguhan rekat kayu lapis pada Tabel 29. Tabel 24. Berat jenis, kelas awet dan kelas kuat (Oey, 1990) Kelas Jenis kayu Berat Jenis Awet Kuat Bungbulang 0,58 II-IV II Hamirung 0,38 IV IV Jaha 0,47 III III Kiacret 0,39 V IV Pasang 0.85 III II Berdasarkan Tabel 24 dapat dikemukakan bahwa berat jenis kayu yang diteliti berkisar antara 0,30 sampai dengan 0,68 dengan rata-rata 0,54. Data pengupasan dolok yang dipakai dalam penelitian ini ukurannya relatif kecil, yaitu dengan diameter rata-rata 39,2 cm (37-42 cm) sehingga rendemennya pun relatif rendah yaitu rata-rata 64% (60-66%). Diameter kayu sisa kupasan rata-rata cm, karena cakar yang dipakai dalam pengupasan ini 10 cm. Limbah berupa sisa kupasan ini rata-rata 11,9% (9,45-14,5%). Karena diameter kayu sisa kupasan ini tidak bervariasi banyak, maka persentase limbah berupa sisa kupasan ini meningkat dengan meningkatnya diameter kayu. Diameterr sisa kupasan kayu ki 56

30 langir mencapai 16 cm karena adanya cacat di bagian dalam dolok yaitu lubang, lapuk dan pecah. Tabel 25. Data dolok yang dikupas Jenis Kayu Diamet er (cm) Panjang (cm) Pengura ngan diameter (cm/m) Perbandi ngan diameter d - min. d-max. Rend emen Venir (%) Kayu sisa kupasan limbah vinir (%) Diame ter (cm) % Volum e dari dolok Pengu pasan awal (%) Lainnya (%) Bungbulang ,83 0, , ,1 Hamirung ,84 0, ,45 9,55 10,33 Jaha ,82 0, ,65 9,9 10,03 Kiacret , ,30 10,1 10,07 Pasang ,83 0, , ,05 Tabel 26. Tebal venir Jenis kayu Tebal kupasan (mm) Sudut kupas Tebal rerata (mm) Simpangan tebal pengupasan (mm) Tebal venir Simpangan baku Koefisien keragaman (%) Mutu venir Bungbulang 1,5 91 o 30 1,51 0,65 0,009 1,85 B Hamirung 1,5 91 o 1, ,09 1,85 B Jaha 1,5 92 o 1, ,09 1,85 B Kiacret 1,5 90 o 1,52 1,30 0,012 3,5 B Pasang 1,5 91 o 1,51 0,7 0,010 1,92 B 57

31 Tabel 27. Sifat fisis venir Jenis kayu Basah (%) Kadar air Kering udara (%) Berat jenis venir Penyusu tan (%) Pengemba ngan (%) Perband tinggi tumpukan dengan jumlah tebal venir Bungbulang 62 12,3 0,40 5,4 2,3 2,5 Hamirung 59 11,9 0,58 5,0 2,1 2,3 Jaha 61 12,2 0,47 5,3 2,2 2,1 Kiacret 55 11,4 0, 63 4,6 1,7 1,7 Pasang 53 11,8 0,65 4,5 1,4 2,3 Tabel 28. Pengurangan tebal dalam pembuatan kayu lapis Jenis kayu Pengurangan tebal (mm) Berat jenis venir Tripleks a Kayu b Selisih a-b Bungbulang 0,50 0,46 0,51 0,47 0,04 Hamirung 0,47 0,58 0,61 0,59 0,02 Jaha 0,49 0,47 0,51 0,48 0,03 Ki acret 0,40 0,63 0,66 0,65 0,01 Pasang 0,30 0,65 0,70 0,63 0,07 Tabel 29. Keteguhan rekat kayu lapis Jenis kayu Indonesia (SNI) Jepang (JAS) Jerman (DIN 68705) Teguh rekat (kg/cm 2 ) Kerusakan kayu (%) Teguh rekat (kg/cm 2 ) Kerusakan kayu (%) Teguh rekat (kg/cm 2 ) Kerusakan kayu (%) X S X Rata Minim Rata Minim Rata Minim -rata um X S X -rata um X S X -rata um Bungbulang 8,7 0,55 55,3 26 8,5 0,50 49,1 24,3 12,7 0,49 47,2 25,0 Hamirung 10,6 0,58 56, ,4 0,55 52,2 26,5 13,0 0,53 50,0 27,7 Jaha 9,5 0,57 56,2 27 9,3 0,52 50,3 25,7 12,9 0,50 49,3 26,9 Kiacret 11,8 0,61 60, ,5 0,57 55,0 30,0 13,7 0,54 52,0 29,9 Pasang 11,3 0,57 60, ,8 0,54 60,0 27,2 13,3 0,53 58,

32 Limbah berupa venir dibedakan antara yang terjadi pada awal pengupasan yaitu sampai bentuk dolok menjadi silindris dan yang terjadi karena sobek yaitu pada saat pemotongan venir serta yang dihasilkan dari bagian tepi dolok. Limbah awal pengupasan besarnya rata-rata 14,59% (13,30-15,70%) tergantung pada pengurangan diameter, perbandingan diameter dan bentuk doloknya, maka limbah awal pengupasan pada kayu ki langir mencapai 15,70%. Perbandingan diameter menunjukkan silindris atau tidaknya dolok. Makin rendah angka ini makin makin silindris dolok yang dipakai pada penelitian ini. Berdasarkan data dalam Tabel 25 pengaruh perbandingan diameter ternyata tidak begitu jelas, karena sebagian besar mempunyai perbandingan diameter di atas 0,90. L. Sifat Kimia dan Nilai Kalor Hasil analisis komponen kimia disajikan pada Tabel 30. Tabel 30. Hasil analisis komponen kimia lima jenis kayu Jenis kayu Lignin (%) Pentosan Selulosa (%) (%) Air dingin Kelarutan ekstraktif (%) Air Alkohol panas bensin NaOH 1% Air (%) Abu (%) Silika (%) Bungbulang 30,27 16,06 57,12 10,12 11,00 7,85 11,39 7,75 2,18 0,452 Hamirung 34,38 18,07 51,10 3,78 5,07 3,61 10,67 8,36 1,04 0,173 Jaha 33,18 14,55 61,35 5, ,25 15,52 7,98 1,14 0,181 Kiacret 31,73 15,47 54,27 4,34 6,58 2,13 6,73 9,21 1,79 0,105 Pasang 35,14 16,46 60,19 2,35 7,32 3,55 15,90 8,19 0,73 0, Selulosa Kadar selulosa berkisar antara 51,10%-60,19% (Tabel 30). Kadar selulosa terendah terdapat pada kayu hamirung dan kadar yang tertinggi terdapat pada kayu pasang. Kadar selulosa yang rendah memberi gambaran bahwa bubur kayu yang dihasilkan akan rendah. Apabila dilihat dari kadar selulosa saja, maka semua jenis kayu yang diteliti baik untuk dijadikan sebagai bahan baku pembuatan pulp, karena kadar selulosanya relatif tinggi (ASTM, 2001). 59

33 2. Lignin Kadar lignin berkisar antara 30,27% 35,14% (Tabel 30). Kadar lignin terendah terdapat pada bungbulang dan yang tertinggi terdapat pada pasang. Tingginya kadar lignin akan berpengaruh pada banyaknya pemakaian bahan kimia. Apabila dihubungkan dengan klasifikasi komponen kimia kayu Indonesia untuk kayu daun lebar (ASTM, 2006), maka semua jenis kayu termasuk ke dalam kelas sedang karena kandungan ligninnya ada diantara 18%-33%. Didasarkan atas kandungan lignin yang dikaitkan dengan proses pengolahan pulp, maka kayu dengan kadar lignin lebih dari 30% lebih baik menggunakan proses mekanik dalam pembuatan bubur kayunya, apabila kadar ligninnya kurang dari 30% proses pembuatan bubur kayu sebaiknya menggunakan semi kimia atau kimia (ASTM, 1980). 3. Pentosan Kadar pentosan berkisar antara 14,55% 18,07% (Tabel 30). Kadar pentosan yang terendah terdapat pada jaha dan yang tertinggi terdapat pada hamirung. Kadar pentosan yang rendah sangat diharapkan dalam pembuatan pulp untuk rayon dan turunan selulosa. Kandungan pentosan yang tinggi dapat menyebabkan kerapuhan benang rayon yang dihasilkan. Apabila dihubungkan dengan klasifikasi komponen kimia daun lebar Indonesia (ASTM, 1980), maka semua jenis kayu yang diteliti termasuk ke dalam kelas dengan kandungan pentosan yang rendah karena kadarnya kurang dari 21%, sehingga semua jenis kayu cukup baik untuk dijadikan sebagai bahan baku untuk pembuatan pulp. 4. Ekstraktif Kelarutan dalam air dingin, air panas, dan alkohol benzen masing-masing berkisar antara 2,35% 10,12%; 5,07% 11,09% dan 2,13% 7,85% (Tabel 30). Komponen yang terlarut dalam air dingin adalah tanin, gum, karbohidrat dan pigmen, sedangkan yang terlarut dalam air panas adalah sama dengan yang terlarut dalam air dingin tetapi dengan kadar zat yang terlarut lebih besar. Khusus untuk kelarutan dalam alkohol benzen, apabila dihubungkan dengan klasifikasi komponen kimia daun lebar Indonesia (ASTM, 1980) maka semua jenis kayu termasuk ke dalam kelas sedang. Kelarutan dalam NaOH 1% berkisar antara 6,73% 15,90% (Tabel 60

34 30). Kelarutan dalam NaOH 1 % ini memberikan gambaran adanya kerusakan kayu yang diakibatkan oleh serangan jamur pelapuk kayu atau terdegradasi oleh cahaya, panas dan oksidasi. Semakin tinggi kelarutan dalam NaOH, tingkat kerusakan kayu juga meningkat dan dapat menurunkan rendemen pulp (ASTM, 1980). Kelarutan dalam NaOH 1 % terendah terdapat pada kayu ki acret dan yang tertinggi terdapat pada kayu pasang 5. Abu dan Silika Kadar abu dan silika yang diteliti berkisar antara 0,73%-2,18% dan 0,105%-0,502% (Tabel 30). Kadar abu yang terendah terdapat pada ki pasang, sedangkan kadar abu yang tertinggi terdapat pada sempur lilin, kadar silika terendah terdapat pada ki bugang dan kadar tertinggi pada sempur lilin, bila dihubungkan dengan klasifikasi komponen kimia kayu daun lebar Indonesia, maka jenis kayu yang diteliti termasuk ke dalam kelas dengan kandungan abu sedang, karena kadarnya ada diantara 0,2%-6 %. Komponen yang terdapat dalam abu diantaranya adalah K2O, MgO, CaO dan Na2O. Kadar abu yang tinggi tidak diharapkan dalam pembuatan pulp, karena dapat mempengaruhi kualitas kertas. Sedangkan besarnya kadar silika dalam kayu dapat mempercepat proses penumpulan bilah mata gergaji kayu. Hasil destilasi kering nilai kalor dari lima jenis kayu disajikan pada Tabel 31. Tabel 31 Hasil destilasi kering dan nilai kalor lima jenis kayu Jenis kayu Kadar air (%) Hasil arang (gr) Hasil ter (gr) Berat contoh (gr) Rendemen (%) Ter Arang Cairan destilat BJ (gr/cm 3 ) Bungbulang 31, ,14 4,68 58,34 0,581 Hamirung ,46 5,17 69,80 0,372 Jaha 26, ,60 4,58 60,00 0,470 Kiacret 28, ,53 4,64 76,74 0,203 Pasang 24, ,04 6,68 62,16 0,850 61

35 Rendemen arang berkisar antara 23,46% 36,14%. Rendemen arang terendah terdapat pada kayu hamirung dan yang tertinggi pada kayu bungbulang. Rendemen ter berkisar antara 4,58%-6,68% (Tabel 31). Rendemen ter terendah terdapat pada jaha, sedangkan tertinggi pada pasang.. Komponen utama yang terdapat dalam ter adalah phenol dan turunannya seperti guaiacol; cresol; 2,6-xylenol; 3,5-xylenol; 4-propil syrtingol yang dapat digunakan sebagai insektisida. Rendemen cairan destilat berkisar antara 58,34%-69,80% (Tabel 31). Rendemen cairan destilat terendah terdapat pada bungbulang dan yang tertinggi pada hamirung. Tingginya kandungan cairan destilat ini disebabkan oleh besarnya kandungan hemiselulosa dari kayu tersebut. Komponen kimia yang pertama terurai secara radikal adalah selulosa yaitu pada suhu C menghasilkan produk utama asam asetat. Selain itu besarnya kandungan cairan destilat mungkin disebabkan oleh besarnya kadar air dari kayu tersebut yang selama proses pemanasan akan menguap dan mengembun kembali ke dalam kondensor, sehingga volume cairan destilat yang dihasilkan akan bertambah. Selain itu besarnya kadar cairan destilat ini menggambarkan banyaknya asam asetat dalam kayu tersebut. Komponen utama yang terdapat dalam cairan destilat adalah asam asetat, asam butirat, asam crotonat, etil phenol, acetovanilon, furfural, pentan-5-olide. Berat jenis kayu berkisar antara 1,505 2,478 g/cm 3 (Tabel 31). Berat jenis terendah terdapat pada ki acret dan yang tertinggi pada pasang. Besar kecilnya berat jenis sangat dipengaruhi oleh umur, topografi tempat tumbuh dan komposisi kimia dari kayu tersebut yang kesemuanya akan sangat mempengaruhi kualitas arang semakin tinggi berat jenis kayu, kualitas arang yang dihasilkan akan lebih baik. Kadar air arang berkisar antara 1,43%-3,24% (Tabel 31). Kadar air terendah terdapat pada pasang dan yang tertinggi pada hamirung Besar kecilnya kadar air ini banyak dipengaruhi oleh sifat higroskopis dan porositas dari arang tersebut, juga dipengaruhi oleh lamanya proses pendinginan dalam retor selama 24 jam. Sifat fisika dan kimia arang disajikan pada Tabel 31. Kadar zat terbang arang berkisar antara 17,05%-22,33% (Tabel 31). Kadar zat terbang terendah terdapat pada arang ki acret yang tertinggi pada 62

36 bungbulang. Besarnya kadar zat terbang ini disebabkan oleh banyaknya senyawa seperti CO, H 2, CH 4, CO 2 yang tidak sempat menguap pada waktu proses karbonisasi, sehingga senyawa tersebut menempel pada permukaan arang. Apabila dilihat dari kadar zat terbang yang dihasilkan, maka kelima jenis arang kayu yang diteliti dapat dipakai untuk peleburan biji besi bila kadar zat terbangnya ada diantara 15% 26%. Sifat fisika dan kimia arang lima jenis kayu disajikan pada Tabel 32. Kadar abu arang berkisar antara 1,58%-2,80% (Tabel 31). Kadar abu terendah terdapat pada hamirung yang tertinggi pada 2,80. Apabila dilihat dari kadar abu saja, maka kelima jenis arang kayu yang diteliti memenuhi standar untuk dijadikan arang aktif, karena kadar abunya tidak kurang dari 4%. Besarnya kadar abu sangat dipengaruhi oleh garam-garam karbonat dari kalium, kalsium, magnesium dan kadar silikat dalam kayu. Tabel 32 Sifat fisika dan kimia arang lima jenis kayu Jenis kayu Air Abu Zat terbang *) Kadar (%) Karbon terikat Ter Cairan Nilai kalor kayu (kal/g) Nilai kalor arang (kal/g) Bungbulang 2,46 3,53 19,37 77,11 6,1 39, Hamirung 5,54 2,24 20,00 77,76 6,1 54, Jaha 5,56 1,96 18,19 79,85 7,5 40, Kiacret 5,64 1,40 21,16 77,44 5,8 54, Pasang 5,00 1,25 20,17 78,58 7,1 47, Kadar karbon terikat arang berkisar antara 74,85%-80,64% (Tabel 32). Kadar karbon terendah terdapat pada bungbulang dan yang tertinggi pada arang kayu pasang. Besar kecilnya kadar karbon terikat banyak dipengaruhi oleh kadar abu dan zat terbang serta senyawa hidrokarbon yang masih menempel pada permukaan arang. Apabila dilihat dari kadar karbon yang dihasilkan, maka kelima jenis kayu yang diteliti dapat dibuat sebagai bahan arang aktif, karena kadar karbonnya lebih dari 70% (ASTM, 2006). Kayu bungbulang, hamirung, jaha, ki acret, dan pasang mempunyai nilai kalor arang kal/g, kal/g, kal/g, kal/g dan 63

37 6.668 kal/g. Sedangkan nilai kalor kayu kal/g, kal/g, kal/g, kal/g dan kal/g memenuhi standar SNI untuk arang aktif. M. Sifat dan Pengolahan Pulp untuk Kertas Sifat pengolahan pulp untuk kertas yang diamati dalam penelitian ini meliputi konsumsi alkali dan bilangan kappa sebagaimana disajikan pada Tabel 33 di bawah ini.konsumsi alkali adalah banyaknya pemakaian bahan kimia pemasakan selama proses pemasakan (dengan sulfat atau soda). Konsumsi alkali yang dikehendaki diusahakan serendah mungkin. Kalau konsumsi alkali tinggi perlu dipertimbangkan melakukan daur ulang bahan kimia. Dalam penelitian ini, konsumsi alkali yang tinggi adalah kayu bungbulang dan hamirung, sedangkan konsumsi alkali terendah adalah Jaha. Konsumsi alkali tinggi biasanya disebabkan karena kayu tersebut memiliki berat jenis tinggi, kadar lignin tinggi dan ekstraktif tinggi. Tabel 33. Konsumsi alkali dan bilangan kappa dan rendemen pada 5 jenis kayu No. Kode Contoh 1. Bungbulang 2. Hamirung 3. Jaha 4. Ki acret 5. Pasang Konsumsi Alkali Bilangan Kappa 48,76 14,44 14,44 14,44 48,97 14,44 62,08 14,44 14,44 60,92 12,88 45,32 12,88 12,88 45,74 13,66 34,88 13,66 13,66 33,71 13,66 42,67 13,66 13,66 42,27 Ratarata Ratarata Rendemen (%) 48,87 23,63 61,5 42,38 45,53 24,94 34,30 29,27 42,47 32,25 Proses pembuatan pulp : Proses kimia sulfat Teknik pemasakan : Pemasakan sejenis Alat pemasakan : Rotary Digester Kondisi pemasakan pulp: Alkali aktif : 16% Sulfiditas : 22,5% Suhu maksimum : 170 C Wood to Liquor (W:L) : 1:4 Waktu pemasakan : jam 64

38 Bilangan kappa menunjukkan indikasi sisa lignin dalam pulp. Untuk pembuatan kertas, bilangan kappa yang dikehendaki adalah serendah mungkin, karena terkait dengan kebutuhan bahan pemutih. Bilangan kappa tinggi indikasi kadar lignin dan ekstraktif tinggi. Dalam penelitian ini, rata-rata bilangan kappa kayu kiacret lebih rendah dari bilangan kappa kayu yang lain. Akan tetapi, walaupun nilai bilangan kappa kayu kiacret lebih rendah dari yang lain, nilai bilangan kappa 34,30 masih tergolong tinggi. Dimana bilangan kappa kayu daun yang mudah diputihkan biasanya berkisar (Mimms dalam Tjahjono dan Sudarmin,1993), selain itu rendemen yang dihasilkan juga rendah. Pulp dengan bilangan kappa tinggi berindikasi kondisi proses pulping kurang kuat (konsentrasi kurang tinggi, waktu kurang lama, suhu pemasakan kurang tinggi, atau kombinasi ketiga faktor tersebut kurang keras). Ini mungkin disebabkan kayunya memiliki berat jenis tinggi, berkadar lignin dan ekstraktif tinggi. Pulp dengan bilangan kappa tinggi (>35) lebih sesuai untuk pembuatan kertas tidak diputihkan atau memang dikehendaki kekakuannya tinggi (akibat sisa lignin). Juga pulp dengan bilangan kappa > 35, kalau diputihkan jangan dengan bahan pemutih seperti Cl 2 atau CLO 2 (di mana kestabilan warna putih pulp tinggi untuk kertas2 tujuan tulis menulis/cetak/penggunaan permanen), tetapi lebih baik diputihkan dengan bahan pemutih untuk stabilisasi gugusan warna saja (misal H 2 O 2, Na 2 O 2, Na 2 SO 3, NaBH 4 ) misal untuk kertas koran pamflet, kertas pengumuman yang sifatnya temporer. Konsumsi alkali adalah banyaknya pemakaian bahan kimia pemasakan selama proses pemasakan (dengan sulfat atau soda). Konsumsi alkali yang dikehendaki diusahakan serendah mungkin. Kalau konsumsi alkali tinggi perlu dipertimbangkan melakukan daur ulang bahan kimia. Konsumsi alkali tinggi biasanya disebabkan karena kayu tersebut memiliki berat jenis tinggi, kadar lignin tinggi dan ekstraktif tinggi. Dalam penelitian ini, rata-rata konsumsi alkali sampel kayu jaha memiliki nilai konsumsi alkali yang paling rendah, akan tetapi memiliki nilai rendemen yang rendah juga. 65

39 Rendemen yang dikehendaki adalah yang tertinggi. Kandungan selulosa yang tinggi berpotensi memiliki rendemen yang tinggi (dalam hal kondisi pemasakan yang sama). Dalam penelitian ini, rata-rata rendemen kayu dengan kode sampel kayu hamirung lebih tinggi dari rendemen kayu yang lain. Akan tetapi memiliki rata-rata bilangan kappa yang paling tinggi. Rendemen pulp kimia tersaring (tidak diputihkan) sekitar 40-45%. Kalau rendemen pulp terlalu rendah (<40%) dengan reject rendah pula, indikasi bahwa pengolahan pulp (kondisi pemasakan kayu) terlalu keras, sehingga banyak fraksi karbohidrat (selulosa & hemiselulosa) terdegradasi. Sebaliknya kalau rendemen pulp terlalu rendah (<40%), tetapi rejectnya terlalu tinggi, indikasi pulpnya kurang matang (kondisi pemasakannya kurang keras). Nilai rendemen pulp berpengaruh pada operasi komersial pabrik pulp/kertas, semakin tinggi rendemen tersaring & reject rendah, maka mutu pulp/kertas semakin baik & keuntungan finansial pabrik makin besar Dalam penelitian ini, hampir semua sampel kayu tidak ada yang cukup bagus untuk dijadikan kertas berdasarkan pengujian konsumsi alkali, bilangan kappa dan rendemen. Untuk melihat pulp yang baik untuk dibentuk lembaran harus diuji juga sifat fisik lembarannya, tidak cukup hanya melihat data bilangan kappa, konsumsi alkali dan rendemennya. 66

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil identifikasi herbarium yang dilakukan mempertegas bahwa ketiga jenis kayu yang diteliti adalah benar burmanii Blume, C. parthenoxylon Meissn., dan C. subavenium Miq. 4.1

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bogor, Januari 2015 Kepala Pusat, Dr. Ir. Rufi ie, M.Sc. NIP iii

KATA PENGANTAR. Bogor, Januari 2015 Kepala Pusat, Dr. Ir. Rufi ie, M.Sc. NIP iii KATA PENGANTAR Sintesis Rencana Penelitian Integratif (RPI) 2011-2014 Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan (Pustekolah) merupakan sintesis hasil penelitian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... iii v RPI 19. SIFAT DASAR KAYU DAN BUKAN KAYU 19.1.1.3 Sifat Dasar dan Kegunaan Kayu Jawa... 1 19.1.2.3 Sifat Dasar dan Kegunaan Kayu Kalimantan... 5

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES

II. DESKRIPSI PROSES II. DESKRIPSI PROSES A. Jenis-Jenis Proses Proses pembuatan pulp adalah pemisahan lignin untuk memperoleh serat (selulosa) dari bahan berserat. Oleh karena itu selulosa harus bersih dari lignin supaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763 16 TINJAUAN PUSTAKA A. Kelapa sawit Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) adalah sebagai berikut: Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Sub famili Genus Spesies : Plantae

Lebih terperinci

Kayu lapis untuk kapal dan perahu

Kayu lapis untuk kapal dan perahu Standar Nasional Indonesia Kayu lapis untuk kapal dan perahu ICS 79.060.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah, definisi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber (CLT) 1) Definisi 2) Manfaat dan Keunggulan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber (CLT) 1) Definisi 2) Manfaat dan Keunggulan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber (CLT) 1) Definisi Cross laminated timber (CLT) merupakan salah satu produk kayu rekayasa yang dibentuk dengan cara menyusun sejumlah lapisan kayu yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS (

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS ( 12 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2017 - Juni 2017. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, dan Workshop Fakultas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Tabel 1 Jenis-jenis pohon sebagai bahan penelitian. Asal Tempat Tumbuh. Nama Daerah Setempat

III. METODOLOGI. Tabel 1 Jenis-jenis pohon sebagai bahan penelitian. Asal Tempat Tumbuh. Nama Daerah Setempat III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung dari bulan Pebruari hingga Juni 2009. Identifikasi herbarium dilakukan di Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor, sementara pengamatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian Jenis kayu yang dipakai dalam penelitian ini adalah kayu rambung dengan ukuran sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu

Lebih terperinci

Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu

Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu SNI 01-7207-2006 Standar Nasional Indonesia Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu ICS 79.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tandan Kosong Sawit Jumlah produksi kelapa sawit di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, pada tahun 2010 mencapai 21.958.120 ton dan pada tahun 2011 mencapai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jagung (Zea mays) Menurut Effendi S (1991), jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting selain padi dan gandum. Kedudukan tanaman ini menurut

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN PENDAHULUAN Pasokan kayu sebagai bahan mebel dan bangunan belum mencukupi kebutuhan yang ada Bambu (multiguna, cepat tumbuh, tersebar

Lebih terperinci

INDUSTRI PULP DAN KERTAS. 11/2/2010 Universitas Darma Persada By YC

INDUSTRI PULP DAN KERTAS. 11/2/2010 Universitas Darma Persada By YC INDUSTRI PULP DAN KERTAS 11/2/2010 Universitas Darma Persada By YC 1 A. BAHAN BAKU Selulosa (terdapat dalam tumbuhan berupa serat) Jenis-jenis selulosa : 1. α-selulosa untuk pembuatan kertas 2. β-selulosa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Digester Digester merupakan alat utama pada proses pembuatan pulp. Reaktor ini sebagai tempat atau wadah dalam proses delignifikasi bahan baku industri pulp sehingga didapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Dasar dan Keawetan Alami Kayu Sentang A.1. Anatomi kayu Struktur anatomi kayu mencirikan macam sel penyusun kayu berikut bentuk dan ukurannya. Sebagaimana jenis kayu daun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kehilangan Berat (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keawetan Alami Hasil perhitungan kehilangan berat ke empat jenis kayu yang diteliti disajikan pada Gambar 4. Data hasil pengukuran disajikan pada Lampiran

Lebih terperinci

KAYU LAPIS DAN PAPAN BLOK PENGGUNAAN UMUM

KAYU LAPIS DAN PAPAN BLOK PENGGUNAAN UMUM Page 1 of 13 1. Ruang lingkup Standar Nasional Indonesia SNI 01-5008.2-1999/ Revisi SNI 01-2704-1992 KAYU LAPIS DAN PAPAN BLOK PENGGUNAAN UMUM Standar ini meliputi acuan, definisi, lambang dan singkatan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Ikatan Pembuluh Bambu Foto makroskopis ruas bambu tali disajikan pada Gambar 7 dan bukunya disajikan pada Gambar 8. Foto makroskopis ruas bambu betung disajikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4.1. Sifat Fisis IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan laminasi pada dasarnya dipengaruhi oleh sifat bahan dasar kayu yang digunakan. Sifat fisis yang dibahas dalam penelitian ini diantaranya adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Djapilus dan Suhaendi (1978) dalam Utomo (2008) E. urophylla

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Djapilus dan Suhaendi (1978) dalam Utomo (2008) E. urophylla TINJAUAN PUSTAKA Kayu Eucalyptus urophylla Menurut Djapilus dan Suhaendi (1978) dalam Utomo (2008) E. urophylla termasuk dalam famili Myrtaceae, terdiri atas 500 jenis dan 138 varietas. Pohon ekaliptus

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Hasil analisis karakterisasi arang dan arang aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 7. Contoh Tabel 7. Hasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tampilan Kayu Pemadatan kayu menghasilkan warna yang berbeda dengan warna aslinya, dimana warnanya menjadi sedikit lebih gelap sebagai akibat dari pengaruh suhu pengeringan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jati Tectona grandis Linn. f. atau jati merupakan salah satu tumbuhan yang masuk dalam anggota famili Verbenaceae. Di Indonesia dikenal juga dengan nama deleg, dodolan, jate,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kertas seni merupakan salah satu produk yang semakin diminati baik di dalam pasar dalam negeri maupun luar negeri, umumnya merupakan hasil produk buatan tangan dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan,

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan, [ TINJAUAN PUSTAKA Batang Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tumbuhan tropis yang berasal dari Nigeria (Afrika Barat). Tinggi kelapa sawit dapat mencapai 24 m sedangkan diameternya

Lebih terperinci

Kertas adalah barang ciptaan manusia berwujud lembaranlembaran tipis yang dapat dirobek, digulung, dilipat, direkat, dicoret. Kertas dibuat untuk

Kertas adalah barang ciptaan manusia berwujud lembaranlembaran tipis yang dapat dirobek, digulung, dilipat, direkat, dicoret. Kertas dibuat untuk Kertas adalah barang ciptaan manusia berwujud lembaranlembaran tipis yang dapat dirobek, digulung, dilipat, direkat, dicoret. Kertas dibuat untuk memenuhi kebutuhan hidup yang sangat beragam. Selain untuk

Lebih terperinci

MORFOLOGI DAN POTENSI. Bagian-Bagian Kayu - Kulit kayu - Kambium - Kayu gubal - Kayu teras - Hati - Lingkaran tahun - Jari-jari

MORFOLOGI DAN POTENSI. Bagian-Bagian Kayu - Kulit kayu - Kambium - Kayu gubal - Kayu teras - Hati - Lingkaran tahun - Jari-jari Kayu Definisi Suatu bahan yang diperoleh dari hasil pemungutan pohon-pohon di hutan, yang merupakan bagian dari pohon tersebut setelah diperhitungkan bagian-bagian mana yang lebih banyak dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN 4.1 Nilai ph dan Kadar Ekstraktif Kayu (Kelarutan Air Panas)

IV PEMBAHASAN 4.1 Nilai ph dan Kadar Ekstraktif Kayu (Kelarutan Air Panas) 17 IV PEMBAHASAN 4.1 Nilai ph dan Kadar Ekstraktif Kayu (Kelarutan Air Panas) Nilai ph merupakan ukuran konsentrasi ion-h (atau ion-oh) dalam larutan yang digunakan untuk menentukan sifat keasaman, basa

Lebih terperinci

SIFAT ANATOMI DAN KUALITAS SERAT JENIS KAYU SANGAT KURANG DIKENAL: SUKU CAPPARIDACEAE, CAPRIFOLIACEAE, CHLORANTHACEAE DAN COMPOSITAE

SIFAT ANATOMI DAN KUALITAS SERAT JENIS KAYU SANGAT KURANG DIKENAL: SUKU CAPPARIDACEAE, CAPRIFOLIACEAE, CHLORANTHACEAE DAN COMPOSITAE Penelitian Hasil Hutan Vol. 32 No. 4, Desember 2014: 341-354 ISSN: 0216-4329 Terakreditasi No.: 443/AU2/P2MI-LIPI/08/2012 SIFAT ANATOMI DAN KUALITAS SERAT JENIS KAYU SANGAT KURANG DIKENAL: SUKU CAPPARIDACEAE,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin berkurang pasokan kayunya dari hutan alam, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sifat Fisika dan Mekanika Kayu. Lampiran 2. Pengujian Sifat Keawetan terhadap rayap tanah (Captotermes curvignathus Holmgreen.

Lampiran 1. Sifat Fisika dan Mekanika Kayu. Lampiran 2. Pengujian Sifat Keawetan terhadap rayap tanah (Captotermes curvignathus Holmgreen. LAMPIRAN 123 124 Lampiran 1. Sifat Fisika dan Mekanika Kayu Pengujian sifat fisik mengikuti standar ASTM 2007 D 143-94 (Reapproved 2007) mengenai Standard Test Methods for Small Clear Specimens of Timber

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung. 22 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Sifat Anatomi Bambu 4.1.1 Bentuk Batang Bambu Bambu memiliki bentuk batang yang tidak silindris. Selain itu, bambu juga memiliki buku (node) yang memisahkan antara 2 ruas (internode).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pohon Mindi (M. azedarach L.) merupakan jenis pohon cepat tumbuh.

TINJAUAN PUSTAKA. Pohon Mindi (M. azedarach L.) merupakan jenis pohon cepat tumbuh. TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kayu a. Taksonomi Pohon Mindi (M. azedarach L.) merupakan jenis pohon cepat tumbuh. Pohon Mindi menyukai cahaya, agak tahan kekeringan, agak toleran dan tahan terhadap salinitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (waferboard) yang terbuat dari limbah kayu yang ditemukan oleh ilmuwan Amerika

TINJAUAN PUSTAKA. (waferboard) yang terbuat dari limbah kayu yang ditemukan oleh ilmuwan Amerika TINJAUAN PUSTAKA Oriented Strand Board (OSB) Awalnya produk OSB merupakan pengembangan dari papan wafer (waferboard) yang terbuat dari limbah kayu yang ditemukan oleh ilmuwan Amerika pada tahun 1954. Limbah-limbah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Hasil Pertanian Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Hasil Pertanian Jurusan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Labaratorium Analisis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. : Cinnamomum burmanii. Panjangnya sekitar 9-12 cm dan lebar 3,4-5,4 cm, tergantung jenisnya. Warna

TINJAUAN PUSTAKA. : Cinnamomum burmanii. Panjangnya sekitar 9-12 cm dan lebar 3,4-5,4 cm, tergantung jenisnya. Warna TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kayu Manis berikut : Sistematika kayu manis menurut Rismunandar dan Paimin (2001), sebagai Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Sub kelas Ordo Family Genus Spesies : Plantae : Gymnospermae

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 46 HASIL DAN PEMBAHASAN Komponen Non Struktural Sifat Kimia Bahan Baku Kelarutan dalam air dingin dinyatakan dalam banyaknya komponen yang larut di dalamnya, yang meliputi garam anorganik, gula, gum, pektin,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biomassa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Biomassa meliputi semua bahan yang bersifat organik ( semua makhluk yang hidup atau mengalami pertumbuhan dan juga residunya ) (Elbassan dan Megard, 2004). Biomassa

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Berat Jenis dan Kerapatan Kayu Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara 0.2-1.28 kg/cm 3. Berat jenis kayu merupakan suatu petunjuk dalam menentukan kekuatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Arang Arang adalah residu yang berbentuk padat hasil pada pembakaran kayu pada kondisi terkontrol. Menurut Sudrajat (1983) dalam Sahwalita (2005) proses pengarangan adalah pembakaran

Lebih terperinci

Kayu. Umum. TKS 4406 Material Technology I. (wood or timber)

Kayu. Umum. TKS 4406 Material Technology I. (wood or timber) TKS 4406 Material Technology I Kayu (wood or timber) Dr.Eng. Achfas Zacoeb, ST., MT. Department of Civil Engineering Faculty of Engineering University of Brawijaya Umum Kayu merupakan hasil hutan dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di daerah Sleman, Yogyakarta banyak sekali petani yang menanam tanaman salak (Zalacca edulis, Reinw.) sebagai komoditas utama perkebunannya. Salak adalah tanaman asli

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Mutu Kekakuan Lamina BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan lamina diawali dengan melakukan penentuan mutu pada tiap ketebalan lamina menggunakan uji non destructive test. Data hasil pengujian NDT

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial

PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial Densifikasi parsial, baik kompresi maupun impregnasi, terbukti dapat meningkatkan sifat-sifat kayu Agatis maupun Mangium. Dari hasil

Lebih terperinci

SfFAT PULP SULF BBEBERAPA TAWAF UM BERDASWRKAN A DBMENSI SERAT F Oleh FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SfFAT PULP SULF BBEBERAPA TAWAF UM BERDASWRKAN A DBMENSI SERAT F Oleh FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR SfFAT PULP SULF BBEBERAPA TAWAF UM BERDASWRKAN A DBMENSI SERAT Oleh BUD1 HERMANA F 23. 1736 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR pada kisaran umur kayu 3 sampai 8 tahun adalah 14.262,

Lebih terperinci

BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase

BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase Abstrak Jamur pelapuk putih merupakan mikroorganisme yang mampu mendegradasi lignin pada proses pelapukan kayu. Degradasi lignin melibatkan aktivitas enzim

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Digester Digester merupakan alat utama pada proses pembuatan pulp. Reaktor ini sebagai tempat atau wadah dalam proses delidnifikasi bahan baku industri pulp sehingga

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara. 9 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pra Perlakuan Pemadatan Terhadap Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan April 2017

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kayu yang harus diketahui dalam penggunaan kayu adalah berat jenis atau

TINJAUAN PUSTAKA. kayu yang harus diketahui dalam penggunaan kayu adalah berat jenis atau TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu perlu diperhatikan untuk pengembangan penggunaan kayu secara optimal, baik dari segi kekuatan maupun keindahan. Beberapa sifat fisis kayu yang harus diketahui

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM

V. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM Wang X, Ren H, Zhang B, Fei B, Burgert I. 2011. Cell wall structure and formation of maturing fibres of moso bamboo (Phyllostachys pubescens) increase buckling resistance. J R Soc Interface. V. PEMBAHASAN

Lebih terperinci

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON Air merupakan salah satu bahan pokok dalam proses pembuatan beton, peranan air sebagai bahan untuk membuat beton dapat menentukan mutu campuran beton. 4.1 Persyaratan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODA

III. BAHAN DAN METODA III. BAHAN DAN METODA A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Baku Bahan baku utama yang digunakan adalah kayu daun lebar campllran terdiri dari kurang lebih 15 jenis kayu yang berasal dari areal hutan alam produksi

Lebih terperinci

Oleh: Merryana Kiding Allo

Oleh: Merryana Kiding Allo Corak Indah Kayu Eboni (Diospyros celebica Bakh.) CORAK INDAH KAYU EBONI (Diospyros celebica Bakh.) Oleh: Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan Km.16 Makassar, 90243, telp. (0411)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian Empat Jenis Kayu Rakyat berdasarkan Persentase Kehilangan Bobot Kayu Nilai rata-rata kehilangan bobot (weight loss) pada contoh uji kayu sengon, karet, tusam,

Lebih terperinci

PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL

PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL IV. PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL Pendahuluan Dalam pembuatan papan partikel, secara umum diketahui bahwa terdapat selenderness rasio (perbandingan antara panjang dan tebal partikel) yang optimal untuk

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kekuatan sambungan tarik double shear balok kayu pelat baja menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran tertentu ini dilakukan selama kurang lebih

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. struktural seperti papan pelapis dinding (siding), partisi, plafon (celing) dan lis.

TINJAUAN PUSTAKA. struktural seperti papan pelapis dinding (siding), partisi, plafon (celing) dan lis. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kayu jabon (Anthocephalus cadamba M.) memiliki berat jenis 0,48 dan tergolong kayu kelas kuat IV. Berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki dan informasi penggunaan kayu secara lokal oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kayu Lapis Tsoumis (1991) mengemukakan bahwa, kayu lapis (plywood) adalah sebuah produk panel yang terbuat dengan merekatkan sejumlah lembaran vinir atau merekatkan lembaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan TINJAUAN PUSTAKA A. Papan Partikel A.1. Definisi papan partikel Kayu komposit merupakan kayu yang biasa digunakan dalam penggunaan perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar,

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN Pilihan suatu bahan bangunan tergantung dari sifat-sifat teknis, ekonomis, dan dari keindahan. Perlu suatu bahan diketahui sifat-sifat sepenuhnya. Sifat Utama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber 2.1.1 Definisi Cross Laminated Timber (CLT) pertama dikembangkan di Swiss pada tahun 1970-an. Produk ini merupakan perpanjangan dari teknologi rekayasa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ekaliptus mempunyai sistematika sebagai berikut: Hutan Tanaman Industri setelah pinus. Ekaliptus merupakan tanaman eksotik

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ekaliptus mempunyai sistematika sebagai berikut: Hutan Tanaman Industri setelah pinus. Ekaliptus merupakan tanaman eksotik TINJAUAN PUSTAKA Ekaliptus Tanaman ekaliptus mempunyai sistematika sebagai berikut: Division Sub Divisio Class Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospoermae : Dicotyledone : Myrtiflorae : Myrtaceae

Lebih terperinci

OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT

OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT VI. OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT Pendahuluan Penelitian pada tahapan ini didisain untuk mengevaluasi sifat-sifat papan partikel tanpa perekat yang sebelumnya diberi perlakuan oksidasi.

Lebih terperinci

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI Standar Nasional Indonesia Papan partikel ICS 79.060.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Klasifikasi...

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geometri Strand Hasil pengukuran geometri strand disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan data, nilai rata-rata dimensi strand yang ditentukan dengan menggunakan 1 strand

Lebih terperinci

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij 5 Pengujian Sifat Binderless MDF. Pengujian sifat fisis dan mekanis binderless MDF dilakukan mengikuti standar JIS A 5905 : 2003. Sifat-sifat tersebut meliputi kerapatan, kadar air, pengembangan tebal,

Lebih terperinci

21. Melicope lunu-ankenda (Gaertn.) T.G. Hartley - Rutaceae

21. Melicope lunu-ankenda (Gaertn.) T.G. Hartley - Rutaceae 21. Melicope lunu-ankenda (Gaertn.) T.G. Hartley - Rutaceae Nama Botanis Melicope lunu-ankenda (Gaertn.) T.G. Hartley - Rutaceae Sinonim: Euodia aromatica Blume, Euodia lunuankenda (Gaertn.) Merr., Euodia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Analisis Sifat Fisiko Kimia Tempurung Kelapa Sawit Tempurung kelapa sawit merupakan salah satu limbah biomassa yang berbentuk curah yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai Juli 2011 Januari 2012 dan dilaksanakan di Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Bagian Kimia Hasil Hutan, Bagian Biokomposit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit memiliki umur ekonomis 25 tahun, setelah umur 26 tahun

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit memiliki umur ekonomis 25 tahun, setelah umur 26 tahun TINJAUAN PUSTAKA Kelapa sawit memiliki umur ekonomis 25 tahun, setelah umur 26 tahun sebaiknya diremajakan karena pohon sudah tua dan terlalu tinggi atau lebih dari 13 meter sehingga menyulitkan untuk

Lebih terperinci

11. Ficus vasculosa Wall. ex Miq. - Moraceae

11. Ficus vasculosa Wall. ex Miq. - Moraceae 11. Ficus vasculosa Wall. ex Miq. - Moraceae Nama Botanis Ficus vasculosa Wall. ex Miq.-Moraceae Sinonim: Ficus championi Benth., Ficus renitens Miq., Ficus variabilis Miq. Nama Perdagangan - Nama Daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bata merah merupakan salah satu bahan material sebagai bahan pembuat dinding. Bata merah terbuat dari tanah liat yang dibakar dengan suhu tinggi sampai bewarna kemerah-merahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar masyarakat Jatisrono berwirausaha sebagai pedagang ayam, para pedagang tersebut menjualnya dalam bentuk daging mentah dan ada pula yang matang.

Lebih terperinci

SIFAT DASAR DAN KEGUNAAN KAYU PAPUA. Oleh:

SIFAT DASAR DAN KEGUNAAN KAYU PAPUA. Oleh: SIFAT DASAR DAN KEGUNAAN KAYU PAPUA Oleh: Andianto, M. Muslich, Gustan P., Djarwanto, Sihati S., Nurwati H., Efrida B., M.I.Iskandar, Abdurachman, Dian A.I., Abstrak Informasi sifat dasar diperlukan dalam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu. Suhu o C IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tahap 1. Pengomposan Awal Pengomposan awal bertujuan untuk melayukan tongkol jagung, ampas tebu dan sabut kelapa. Selain itu pengomposan awal bertujuan agar larva kumbang

Lebih terperinci

ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL

ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL Syahrizal & Johny Custer Teknik Perkapalan Politeknik Bengkalis Jl. Bathin Alam, Sei-Alam, Bengkalis-Riau djalls@polbeng.ac.id

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Volume Pohon Secara alami, volume kayu dapat dibedakan menurut berbagai macam klasifikasi sortimen. Beberapa jenis volume kayu yang paling lazim dipakai sebagai dasar penaksiran,

Lebih terperinci

Kayu lapis dan papan blok bermuka kertas indah

Kayu lapis dan papan blok bermuka kertas indah Standar Nasional Indonesia Kayu lapis dan papan blok bermuka kertas indah ICS 79.060.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan partikel yang diuji meliputi kerapatan, kadar air, daya serap air dan pengembangan tebal. Sifat mekanis papan partikel yang diuji meliputi Modulus of Elasticity

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit atau panel

TINJAUAN PUSTAKA. Papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit atau panel TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit atau panel kayu yang terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya, yang diikat menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai karakteristik kertas seni yang terbuat dari limbah bulu ayam dan limbah kulit singkong telah diperoleh data dari hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tongkol jagung sebagai limbah tidak bermanfaat yang merugikan lingkungan jika tidak ditangani dengan benar.

BAB I PENDAHULUAN. tongkol jagung sebagai limbah tidak bermanfaat yang merugikan lingkungan jika tidak ditangani dengan benar. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kulit jagung merupakan bagian tanaman yang melindungi biji jagung, berwarna hijau muda saat masih muda dan mengering pada pohonnya saat sudah tua. Tongkol jagung merupakan

Lebih terperinci

PENGARUH POSISI RADIAL KAYU BAWANG (Dysoxylum sp.), JENIS FILLER DAN DERAJAT KELEMBUTANNYA TERHADAP KETEGUHAN REKAT

PENGARUH POSISI RADIAL KAYU BAWANG (Dysoxylum sp.), JENIS FILLER DAN DERAJAT KELEMBUTANNYA TERHADAP KETEGUHAN REKAT PENGARUH POSISI RADIAL KAYU BAWANG (Dysoxylum sp.), JENIS FILLER DAN DERAJAT KELEMBUTANNYA TERHADAP KETEGUHAN REKAT Mery Loiwatu, S.Hut., MP, Dr. Ir. E. Manuhua,M.Sc dan Ir. J. Titarsole, MP Staf Pengajar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Struktur. Identifikasi Gugus Fungsi pada Serbuk Gergaji Kayu Campuran

HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Struktur. Identifikasi Gugus Fungsi pada Serbuk Gergaji Kayu Campuran HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Struktur Identifikasi Gugus Fungsi pada Serbuk Gergaji Kayu Campuran Analisis dengan spektrofotometri inframerah (IR) bertujuan mengetahui adanya gugus fungsi pada suatu bahan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Karakterisitik makroskopis pada enam potongan kayu yang diteliti

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Karakterisitik makroskopis pada enam potongan kayu yang diteliti 4.1 Sifat Makroskopis BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan makroskopis meliputi warna, corak, tekstur dan arah serat kayu disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1 Karakterisitik makroskopis pada enam potongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kertas memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dalam negeri maupun luar negeri yaitu untuk berkomunikasi dan berkreasi. Industri pulp dan kertas

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton menggunakan kapur alam dan menggunakan pasir laut pada campuran beton

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 4.1 Geometri Strand pada Tabel 1. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran nilai rata-rata geometri strand pada penelitian ini tertera Tabel 1 Nilai rata-rata pengukuran dimensi strand, perhitungan

Lebih terperinci

sampel pati diratakan diatas cawan aluminium. Alat moisture balance ditutup dan

sampel pati diratakan diatas cawan aluminium. Alat moisture balance ditutup dan 59 60 Lampiran 1.Pengukuran Kandungan Kimia Pati Batang Aren (Arenga pinnata Merr.) dan Pati Temulawak (Curcuma xanthorizza L.) a. Penentuan Kadar Air Pati Temulawak dan Pati Batang Aren Menggunakan Moisture

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kayu-kayu dari hutan tanaman baik hutan tanaman industri (HTI) maupun hutan rakyat diperkirakan akan mendominasi pasar kayu pada masa mendatang seiring berkurangnya produktifitas

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia

SNI Standar Nasional Indonesia SNI 0324612002 Standar Nasional Indonesia ICS 91..30 Badan Standarisasi Nasional Prakata Metode oengambilan dan pengujian beton inti ini dimaksudkan sebagai panduan bagi semua pihak yang terlibat dalam

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu :

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu : BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu : 1. Kayu Bangunan Struktural : Kayu Bangunan yang digunakan untuk bagian struktural Bangunan dan

Lebih terperinci