BAB V PEMBAHASAN. Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara
|
|
- Devi Hadiman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB V PEMBAHASAN Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara horizontal dan vertikal akibat intrusi basalt maka perlu dikorelasikan antara hasil analisis kimia, tekstur (ukuran butir) dan hasil pemboran. Dalam penafsiran model penyebaran kandungan SiO 2, Al 2 O 3, Fe 2 O 3, MgO, CaO, dan H 2 O. menggunakan data hasil analisis kimia yang dikorelasikan dengan data log bor yang diperoleh dari laporan PT. Gamma Epsilon 1999, PT. Harmonia Penta Estetika Juni 21, dan PT Multi Panendo tahun 22. Data-data tersebut meliputi : 1. PT. Gamma Epsilon; BH-1, BH-2, BH-3, BH-4, BH-5, BH-6, BH-7, BH- 8, BH-9, BH-1, BH-11, BH-12, BH-13, BH-14, BH-15, BH-16, BH-17, GE-3, GE-4, GE-5 dan GE PT. Harmonia Penta Estetika; DH-1, DH-2a, DH-2b, DH-3, DH-4, DH-5, DH-6, DH7. 3. PT Multi Panendo; MP-1, MP-2, MP-3, MP-4, MP-5, MP-6, MP-7, MP-8, MP-9, MP-1 dan MP-11. Data-data yang diperlukan untuk mengetahui model penyebaran kandungan SiO 2, Al 2 O 3, Fe 2 O 3, MgO, CaO, dan H 2 O akibat intrusi kemudian diolah menggunakan komputer. Data-data yang dimasukkan dalam komputer tersebut adalah : 1. Identitas lubang bor 2. Koordinat dan kedalaman (x,y,z) lubang bor 3. Variabel kualitas batugamping dan basalt yaitu SiO 2, Al 2 O 3, Fe 2 O 3, MgO, CaO, dan H 2 O. 44
2 Sedangkan untuk mengetahui model penyebaran litologi dan stratigrafinya, data yang dimasukkan dalam komputer ini adalah : 1. Identitas lubang bor 2. Koordinat dan kedalaman (x,y,z) lubang bor 3. Variasi litologi berdasarkan kedalaman lubang bor. Dalam pengukuran jumlah ukuran butir mineral dalam batugamping akibat intrusi dilakukan pengukuran pada 3 butir kristal kalsit yang mewakili 3 titik pengamatan untuk tiap sayatan tipis sesuai dengan standar Australia Kandungan butiran kasar pada setiap sayatan tipis batugamping dipersentasekan dalam persen jumlah sebagai berikut : Persentase kandungan butiran kasar = Munculn ya butiran kasar 3 x 1%... (1) Menurut standar Australian Standard As nilai rata-rata ukuran butir (mean) dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : 1 R = R i (2) N i 2 2 S = ( ) Ri NR N 1. (3) Dimana : R Ri N S = ukuran butiran rata-rata (mean) = nilai ukuran butiran pada pengukuran = jumlah pengukuran = standar deviasi 45
3 5.1. Korelasi komposisi kimia terhadap jarak intrusi pada arah horizontal, lokasi X : - 55., Y : - 2,65.. Tabel 5.1. Korelasi komposisi kimia terhadap jarak intrusi, lokasi X : - 55, Y : - 2,65 Kode Conto Nama Batuan Jarak dari Komposisi Kimia ( % ) Intrusi (M) SiO 2 Al 2 O 3 Fe 2 O 3 CaO Mg H 2 O LOI KP-A Basalt KP-I Batugamping KP-2 Batugamping KP-3 Batugamping KP-4 Batugamping KP-5 Batugamping KP-6 Batugamping 3.83, Conto KP-1 (Blok M, X : - 55., Y : - 2,65.) Kandungan SiO 2 pada conto ini adalah 8,82%, padahal untuk bahan baku semen kandungan SiO 2 sekitar,95%, yang memenuhi syarat adalah dalam kisaran,76 4,75%, berarti kandungan SiO 2 batugamping ini melebihi batas toleransi. Hasil analisis kimia kandungan CaO 46,95%, sedangkan untuk memenuhi standar dari semen Padang minimal kandungan CaO 48%. Batugamping conto KP-1 ini tidak dapat digunakan untuk pembuatan semen karena kandungan SiO 2 dan CaO tidak memenuhi syarat standar bahan baku semen PT Semen Padang. Conto KP-2 sampai dengan KP-6 (Blok M, X : - 55., Y : - 2,65.) Kandungan SiO 2 hasil analisis kimia berkisar antara,83 2,53%, sedangkan untuk bahan baku semen kandungan SiO 2 yang diizinkan adalah dalam kisaran,76 4,75%, jadi kandungan SiO 2 pada batugamping di lokasi ini masih memenuhi syarat 46
4 untuk bahan baku semen. Hasil analisis kandungan CaO berkisar antara 53,46 55,32%, berarti melebihi standar minimal kandungan CaO untuk bahan baku semen Padang yaitu CaO 48%. Batugamping ini dapat digunakan untuk bahan baku semen karena kandungan SiO 2 dan CaO memenuhi syarat standar bahan baku semen PT Semen Padang. Pada conto KP-1 sampai KP-3 terjadi peningkatan kandungan SiO 2 dan penurunan kandungan CaO. Batugamping ini telah mengalami metasomatism yang menyebabkan sebagian unsur Ca digantikan oleh unsur Si dan Mg. Hal tersebut terjadi karena penggantian unsur Ca oleh fluida intrusi basalt yang kaya akan mineral-mineral mafik (mengandung Mg) serta larutan sisa magma dari basalt yang mengandung silika (SiO 2 ). Hasil analisis sayatan petrografi memperlihatkan mineral silika (SiO 2 ) dan klorit (mengandung Mg) masuk ke dalam rekahan batugamping dan sebagian menggantikan mineral kalsit Komposisi SiO 2 dan CaO (%) Jarak Terhadap Intrusi (m) SiO2 CaO Gambar 5.1. Grafik hubungan kandungan SiO 2 dan CaO terhadap jarak intrusi 47
5 Komposisi Fe2O3 dan MgO (%) Jarak Terhadap Intrusi (m) Fe2O3 MgO Gambar 5.2. Grafik hubungan kandungan Fe 2 O 3 dan MgO terhadap jarak intrusi 5.2. Korelasi komposisi kimia terhadap jarak intrusi pada arah horizontal, lokasi X : - 9., Y : - 2,62. Tabel 5.2. Korelasi kandungan kimia terhadap jarak intrusi, lokasi X : - 9, Y : - 2,62 Kode Conto Nama Batuan Jarak dari Komposisi Kimia ( % ) Intrusi (M) SiO 2 Al 2 O 3 Fe 2 O 3 CaO Mg H 2 O LOI KP-B Basalt KP-7 Batugamping KP-8 Batugamping KP-9 Batugamping KP-1 Batugamping KP-11 Batugamping KP-12 Batugamping
6 Conto KP-7 (Blok M, X : - 9., Y : - 2,62.) : Kandungan SiO 2 pada conto ini adalah 9,11%, padahal untuk bahan baku semen kandungan SiO 2 sekitar,95%, yang memenuhi syarat adalah dalam kisaran,76 4,75%, berarti kandungan SiO 2 batugamping ini melebihi batas toleransi. Hasil analisis kimia kandungan CaO 45,78%, untuk memenuhi standar dari semen Padang minimal kandungan CaO 48%. Batugamping conto KP-7 ini tidak dapat digunakan untuk pembuatan semen karena kandungan SiO 2 dan CaO tidak memenuhi syarat standar bahan baku semen PT Semen Padang. Conto KP-8 sampai dengan KP- 12 (Blok M, X : - 9., Y : - 2,62.) : Kandungan SiO 2 hasil analisis kimia berkisar antara,79 2,64%, sedangkan untuk bahan baku semen kandungan SiO 2 yang diizinkan adalah dalam kisaran,76 4,75%, jadi kandungan SiO 2 pada batugamping di lokasi ini masih memenuhi syarat untuk bahan baku semen. Hasil analisis kimia kandungan CaO berkisar antara 53,34 55,22%, berarti melebihi standar minimal kandungan CaO untuk bahan baku semen Padang yaitu CaO 48%. Batugamping ini dapat digunakan untuk bahan baku semen karena kandungan SiO 2 dan CaO memenuhi syarat standar bahan baku semen PT Semen Padang. Pada conto KP-7 sampai KP-1 terjadi peningkatan kandungan SiO 2 dan penurunan kandungan CaO. Batugamping ini telah mengalami metasomatism yang menyebabkan sebagian unsur Ca digantikan oleh unsur Si dan Mg. Hal tersebut terjadi karena penggantian unsur Ca oleh fluida intrusi basalt yang kaya akan mineral-mineral mafik (mengandung Mg) serta larutan sisa magma dari basalt yang mengandung silika (SiO 2 ). Hasil analisis sayatan petrografi memperlihatkan mineral silika (SiO 2 ) dan klorit (mengandung Mg) masuk ke dalam rekahan batugamping dan sebagian menggantikan mineral kalsit. 49
7 6 55 Komposisi SiO2 dan CaO (%) Jarak Terhadap Intrusi (m) SiO2 CaO Gambar 5.3. Grafik hubungan kandungan SiO 2 dan CaO terhadap jarak intrusi Komposisi Fe2O3 dan MgO (%) Fe2O3 Jarak Terhadap Intrusi (m) MgO Gambar 5.4. Grafik hubungan kandungan Fe 2 O 3 dan MgO terhadap jarak intrusi 5
8 5.3. Komposisi kimia terhadap jarak intrusi pada arah horizontal, lokasi X : 8., Y : -2,35. Tabel 5.3. Korelasi komposisi kimia terhadap jarak intrusi, lokasi X: 8, Y: - 2,35 Kode Conto Nama Batuan Jarak dari Komposisi Kimia ( % ) Intrusi (M) SiO 2 Al 2 O 3 Fe 2 O 3 CaO Mg H 2 O LOI KP-C Basalt KP-13 Batugamping KP-14 Batugamping KP-15 Batugamping KP-16 Batugamping KP-17 Batugamping KP-18 Batugamping Conto KP-13 (Blok J, X : 8., Y : -2,35.) Kandungan SiO 2 pada conto ini adalah 6,94, padahal untuk bahan baku semen kandungan SiO 2 sekitar,95%, yang memenuhi syarat adalah dalam kisaran,76 4,75%, berarti kandungan SiO 2 batugamping ini melebihi batas toleransi. Hasil analisis kimia kandungan CaO 47,39%, untuk memenuhi standar dari semen Padang minimal kandungan CaO 48%. Batugamping conto KP-13 ini tidak dapat digunakan untuk pembuatan semen karena kandungan SiO 2 dan CaO tidak memenuhi syarat standar bahan baku semen PT Semen Padang. Conto KP-14 sampai KP-18 (Blok J, X : 8., Y : -2,35.) Kandungan SiO 2 hasil analisis kimia berkisar antara,72 1,73%, sedangkan untuk bahan baku semen kandungan SiO 2 yang diizinkan adalah dalam kisaran,76 4,75%, jadi kandungan SiO 2 pada batugamping di lokasi ini masih memenuhi syarat 51
9 untuk bahan baku semen. Hasil analisis kimia kandungan CaO berkisar antara 54,9 55,23%, berarti melebihi standar minimal kandungan CaO untuk bahan baku semen Padang yaitu CaO 48%. Batugamping ini dapat digunakan untuk bahan baku semen karena kandungan SiO 2 dan CaO memenuhi syarat standar bahan baku semen PT Semen Padang. Pada conto KP-13 sampai KP-15 terjadi peningkatan kandungan SiO 2 dan penurunan kandungan CaO. Batugamping ini telah mengalami metasomatism yang menyebabkan sebagian unsur Ca digantikan oleh unsur Si dan Mg. Hal tersebut terjadi karena penggantian unsur Ca oleh fluida intrusi basalt yang kaya akan mineral-mineral mafik (mengandung Mg) serta larutan sisa magma dari basalt yang mengandung silika (SiO 2 ). Hasil analisis sayatan petrografi memperlihatkan mineral silika (SiO 2 ) dan klorit (mengandung Mg) masuk ke dalam rekahan batugamping dan sebagian menggantikan mineral kalsit. Dari semua analisis kimia penyusun batuan tersebut dapat diketahui bahwa batugamping conto KP-1, KP-7 dan KP-13 (sejauh 5 meter dari intrusi) tidak dapat digunakan sebagai bahan baku semen karena kandungan CaO dan SiO 2 tidak memenuhi stándar bahan baku semen PT Semen Padang. Batugamping conto KP- 2 sampai KP-4, KP-8 sampai KP-1, serta KP-14 sampai KP-15 yang kandungan silikanya tinggi, maka dalam pencampuran nanti harus lebih sedikit pasir silika sedangkan batugamping conto KP-5 sampai KP-6, KP-11 sampai KP-12, serta KP- 15 sampai KP-18 dalam pencampuran nanti perlu ditambahkan pasir silika karena kandungan SiO 2 kurang walaupun masih dalam kisaran. Kandungan LOI hasil analisis kimia conto KP-2 sampai KP-6, KP-8 sampai KP-12 serta KP-14 sampai KP-18, berada pada kisaran 42,23% - 43,47%. Bahan baku semen standarnya dibutuhkan 42,3 % LOI, tetapi jika masih dalam kisaran 39,65 43,3% masih memenuhi syarat untuk bahan baku semen. LOI ini tidak 52
10 mempengaruhi dalam tahap akhir pembentukan semen karena komponen tersebut akan hilang (menguap) setelah dibakar Komposisi SiO 2 dan CaO (%) SiO2 Jarak Terhadap Intrusi (m) CaO Gambar 5.5. Grafik hubungan kandungan SiO 2 dan CaO terhadap jarak intrusi Komposisi Fe2O3 dan MgO (%) Fe2O3 Jarak Terhadap Intrusi (m) MgO Gambar 5.6. Grafik hubungan kandungan Fe 2 O 3 dan MgO terhadap jarak intrusi 53
11 5.4. Korelasi komposisi kimia terhadap intrusi basalt pada arah vertikal, BH - 5 ( Blok I - 6, X: , Y : -2,29.781) NO Tabel 5.4. Komposisi kimia batuan dari inti bor, BH - 5 (Blok I - 6, X : , Y : -2,29.781) KEDALAMAN KOMPOSISI KIMIA (%) BATUAN (Meter) SiO 2 AL 2 O 3 Fe 2 O 3 CaO MgO H 2 O Batugamping Batugamping Batugamping Batugamping Batugamping Basalt Basalt Basalt Basalt Batugamping Batugamping Basalt Batugamping Batugamping Batugamping Batugamping Kedalaman (m) SiO2 Komposisi SiO 2, Fe 2O 3 dan CaO %) Fe2O3 CaO Gambar 5.7. Grafik hubungan kandungan SiO 2, Fe 2 O 3 dan CaO terhadap kedalaman intrusi 54
12 Kedalaman (m) Komposisi Al 2O 3 dan MgO (%) Al2O3 MgO Gambar 5.8. Grafik hubungan kandungan Al 2 O 3 dan MgO terhadap kedalaman intrusi Pada conto batugamping BH - 5 ( Blok I-6, X: , Y : -2,29.781) kedalaman meter telah terjadi peningkatan kandungan SiO 2 dan penurunan kandungan CaO bergradasi mendekati intrusi basalt. Batugamping ini telah mengalami metasomatism yang menyebabkan sebagian unsur Ca digantikan oleh unsur Si dan Mg. Hal tersebut terjadi karena sebagian magma pada saat intrusi masuk ke dalam retakan pada batugamping dan menggantikan sebagian unsur Ca oleh Mg yang berasal dari fluida intrusi basalt yang kaya akan mineral-mineral mafik (mengandung Mg) serta larutan sisa magma dari basalt yang mengandung silika (SiO 2 ). 55
13 5.5. Komposisi kimia terhadap intrusi basalt pada arah vertikal, BH - 1 ( Blok H - 5, X : -,374, Y : -2, ) NO Tabel 5.5. Komposisi kimia batuan dari inti bor, BH - 1 ( Blok H - 5, X : -,374, Y : -2, ) KEDALAMAN KOMPOSISI KIMIA (%) BATUAN (Meter) SiO 2 AL 2 O 3 Fe 2 O 3 CaO MgO H 2 O Batugamping Batugamping Batugamping Batugamping Batugamping Basalt Basalt Basalt Basalt Basalt Batugamping Basalt Batugamping Batugamping Batugamping Batugamping Kedalaman (m) Komposisi SiO 2, Fe 2O 3 dan CaO (%) SiO2 Fe2O3 CaO Gambar 5.9. Grafik hubungan kandungan SiO 2, Fe 2 O 3 dan CaO terhadap kedalaman intrusi 56
14 kedalaman (m) Komposisi Al 2O 3dan MgO (%) Al2O3 MgO Gambar 5.1. Grafik hubungan kandungan Al 2 O 3 dan MgO terhadap kedalaman intrusi Pada conto batugamping BH - 1 ( Blok H-5, X : -,374, Y : -2,153.77) kedalaman meter dan meter telah terjadi peningkatan kandungan SiO 2 dan penurunan kandungan CaO bergradasi mendekati intrusi basalt. Batugamping ini telah mengalami metasomatism yang menyebabkan sebagian unsur Ca digantikan oleh unsur Si dan Mg. Hal tersebut terjadi karena sebagian magma pada saat intrusi masuk ke dalam retakan pada batugamping dan menggantikan sebagian unsur Ca oleh fluida intrusi basalt yang kaya akan mineral-mineral mafik (mengandung Mg) serta larutan sisa magma dari basalt yang mengandung silika (SiO 2 ). 57
15 5.6. Komposisi kimia terhadap intrusi basalt pada arah vertikal, BH - 13 ( Blok F - 5, X : -.275, Y : -1,978.5) NO Tabel 5.6. Komposisi kimia batuan dari inti bor, BH - 13 ( Blok F-5, X : -.275, Y : -1,978.5 ) KEDALAMAN KOMPOSISI KIMIA (%) BATUAN (Meter) SiO 2 AL 2 O 3 Fe 2 O 3 CaO MgO H 2 O Batugamping Batugamping Batugamping Batugamping Batugamping Batugamping Batugamping Basalt Basalt Basalt Basalt Basalt Basalt Kedalaman (m) Komposisi SiO 2, Fe 2O 3 dan CaO (%) SiO2 Fe2O3 CaO Gambar 5.11 Grafik hubungan kandungan SiO 2, Fe 2 O 3 dan CaO terhadap kedalaman Intrusi 58
16 Kedalaman (m) Komposisi Al 2O 3 dan MgO (%) Al2O3 MgO Gambar Grafik hubungan kandungan Al 2 O 3 dan MgO terhadap kedalaman intrusi Pada conto batugamping BH - 13 ( Blok F-5, X : -.275, Y : -1,978.5) kedalaman meter telah terjadi peningkatan kandungan SiO 2 dan pengurangan kandungan CaO bergradasi mendekati intrusi basalt. Batugamping ini telah mengalami metasomatism yang menyebabkan sebagian unsur Ca digantikan oleh unsur Si dan Mg. Hal tersebut terjadi karena sebagian magma pada saat intrusi masuk ke dalam retakan pada batugamping dan menggantikan sebagian unsur Ca oleh fluida intrusi basalt yang kaya akan mineral-mineral mafik (mengandung Mg) serta larutan sisa magma dari basalt yang mengandung silika (SiO 2 ). 59
17 5.7. Pengukuran Persen ukuran butir mineral terhadap jarak intrusi, (Blok M, X : - 55., Y : - 2,65.) Tabel 5.7. Pengukuran persen ukuran butir mineral terhadap jarak intrusi, Blok M, X : - 55., Y : - 2,65. LOKASI JARAK DARI PERSEN BUTIRAN CONTO INTRUSI (M) KASAR HALUS LP LP LP LP LP LP Jumlah Butiran (%) Butiran Kasar Jarak Terhadap Intrusi (m) Butiran Halus Gambar Grafik Hubungan Persen Butiran Terhadap Jarak Intrusi 6
18 Pada conto batugamping Blok M, X : - 55., Y : - 2,65. telah terjadi peningkatan jumlah ukuran butir kasar karena pengaruh intrusi. Hal ini terjadi karena batugamping yang dekat intrusi mengalami penambahan suhu sehingga terjadi rekristalisasi kalsit membentuk kristal yang lebih besar. Bentuk kristal yang mengalami rekristalisasi akibat intrusi akan nampak jelas dan saling interlocking (sedikit pori), batugamping semakin kompak. Pada beberapa conto butiran kristal kalsit berbentuk equidimensional sebagai penciri telah mengalami rekristalisasi. Batugamping yang terpengaruh oleh proses intrusi ini telah mengalami metamorfose kontak. Batugamping yang mengalami perubahan tekstur akibat intrusi ini (meta sedimen) diperkirakan sampai sejauh 25 meter dari tubuh intrusi Pengukuran Persen ukuran butir mineral terhadap jarak intrusi, (Blok M, X : - 9., Y : - 2,62.) Tabel 5.8. Pengukuran persen ukuran butir mineral terhadap jarak intrusi, Blok M, X : - 9., Y : - 2,62. LOKASI JARAK DARI PERSEN BUTIRAN CONTO INTRUSI (M) KASAR HALUS LP LP LP LP LP LP
19 Jumlah Butiran (%) Jarak Terhadap Intrusi (m) Butiran Kasar Butiran Halus Gambar Grafik hubungan persen butiran terhadap jarak intrusi Pada conto batugamping Blok M, X : - 9., Y : - 2,62. telah terjadi peningkatan jumlah ukuran butir kasar karena pengaruh intrusi. Hal ini terjadi karena batugamping yang dekat intrusi mengalami penambahan suhu sehingga terjadi rekristalisasi kalsit membentuk kristal yang lebih besar. Bentuk kristal yang mengalami rekristalisasi akibat intrusi akan nampak jelas dan saling interlocking (sedikit pori), batugamping semakin kompak. Pada beberapa conto butiran kristal kalsit berbentuk equidimensional sebagai penciri telah mengalami rekristalisasi. Batugamping yang terpengaruh oleh proses intrusi ini telah mengalami metamorfose kontak. Batugamping yang mengalami perubahan tekstur akibat intrusi ini (meta sedimen) diperkirakan sampai sejauh 25 meter dari tubuh intrusi. 62
20 5.9. Pengukuran Persen ukuran butir mineral terhadap jarak intrusi, (Blok J, X : 8., Y : -2,35.) Tabel 5.9. Pengukuran persen ukuran butir mineral terhadap jarak intrusi, Blok J, X : 8., Y : -2,35. LOKASI JARAK DARI PERSEN BUTIRAN CONTO INTRUSI (M) KASAR HALUS LP LP LP LP LP LP Jumlah Butiran (%) Jarak Terhadap Intrusi (m) Butiran Kasar Butiran Halus Gambar Grafik hubungan persen butiran terhadap jarak intrusi 63
21 Pada conto batugamping Blok J, X : 8., Y : -2,35. telah terjadi peningkatan jumlah ukuran butir kasar karena pengaruh intrusi. Hal ini terjadi karena batugamping yang dekat intrusi mengalami penambahan suhu sehingga terjadi rekristalisasi membentuk kristal yang lebih besar. Bentuk kristal yang mengalami rekristalisasi akibat intrusi akan nampak jelas dan saling interlocking (sedikit pori), batugamping semakin kompak. Pada beberapa conto berbentuk equidimensional sebagai penciri telah mengalami perubahan bentuk kesegala arah dan merata. Batugamping yang terpengaruh oleh proses intrusi ini telah mengalami metamorfose kontak. Batugamping yang mengalami perubahan tekstur akibat intrusi ini (batugamping meta) diperkirakan sampai sejauh 25 meter dari tubuh intrusi. 64
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data Sekunder Data sekunder yang diperoleh dari PT Semen Padang Untuk menunjang dan melengkapi penelitian ini antara lain berupa : 1. Peta topografi skala 1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Batugamping Bukit Karang Putih merupakan bahan baku semen PT Semen
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Batugamping Bukit Karang Putih merupakan bahan baku semen PT Semen Padang. Kandungan SiO 2 yang tinggi ditemukan pada batugamping yang berdekatan dengan
Lebih terperinciPENGARUH INTRUSI BASALT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA DAN KUALITAS BATUGAMPING BUKIT KARANG PUTIH PT SEMEN PADANG
PENGARUH INTRUSI BASALT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA DAN KUALITAS BATUGAMPING BUKIT KARANG PUTIH PT SEMEN PADANG TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi
Lebih terperinciGambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).
Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Barat. 18 3. Breksi Tuf Breksi tuf secara megaskopis (Foto 2.9a dan Foto 2.9b) berwarna abu-abu
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Bemmelen, R.W., van, 1949, The Geology of Indonesia, Vol. I-A, Gov. Printed
DAFTAR PUSTAKA Bemmelen, R.W., van, 949, The Geology of Indonesia, Vol. I-A, Gov. Printed Office, The Hague, 7 p. Duda, W. H, 976, Cement Data Book, ed- Mc. Donald dan Evans, London, 60 hal. Dunham, R.J.,
Lebih terperinciBAB IV ALTERASI HIDROTERMAL
BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL 4.1. Tinjauan umum Ubahan Hidrothermal merupakan proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa merupakan daerah penghasil sumber daya tambang dengan
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah. Pulau Jawa merupakan daerah penghasil sumber daya tambang dengan potensi yang besar dan telah matang dieksplorasi di Indonesia. Pulau Jawa dibagi menjadi
Lebih terperinciBab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal
Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal III.1 Dasar Teori Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi akibat interaksi antara fluida panas dengan batuan samping yang dilaluinya, sehingga membentuk
Lebih terperinci(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada.
` BAB IV ALTERASI HIDROTHERMAL 4.1 Pendahuluan Mineral alterasi hidrotermal terbentuk oleh adanya interaksi antara fluida panas dan batuan pada suatu sistem hidrotermal. Oleh karena itu, mineral alterasi
Lebih terperinciMINERAL OPTIK DAN PETROGRAFI IGNEOUS PETROGRAFI
MINERAL OPTIK DAN PETROGRAFI IGNEOUS PETROGRAFI Disusun oleh: REHAN 101101012 ILARIO MUDA 101101001 ISIDORO J.I.S.SINAI 101101041 DEDY INDRA DARMAWAN 101101056 M. RASYID 101101000 BATUAN BEKU Batuan beku
Lebih terperinciTINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN
BAB III TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN 3.1 Tambang Zeolit di Desa Cikancra Tasikmalaya Indonesia berada dalam wilayah rangkaian gunung api mulai dari Sumatera, Jawa, Nusatenggara, Maluku sampai Sulawesi.
Lebih terperinciBAB VI NIKEL LATERIT DI DAERAH PENELITIAN
BAB VI NIKEL LATERIT DI DAERAH PENELITIAN 6.1. Kondisi dan Penyebaran Singkapan. Geomorfologi daerah penelitian berupa perbukitan dan dataran. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap sebaran singkapan
Lebih terperinciBAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN
BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN 5.1 Tinjauan Umum Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi sebagai akibat dari adanya interaksi antara batuan dengan fluida hidrotermal. Proses yang
Lebih terperinciMetamorfisme dan Lingkungan Pengendapan
3.2.3.3. Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan Secara umum, satuan ini telah mengalami metamorfisme derajat sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi batuan yang relatif jauh lebih keras
Lebih terperinciPENGARUH PENAMBAHAN FLY ASH TERHADAP KUAT TEKAN MORTAR SEMEN TIPE PORTLAND COMPOSITE CEMENT (PCC) DENGAN PERENDAMAN DALAM LARUTAN ASAM.
PENGARUH PENAMBAHAN FLY ASH TERHADAP KUAT TEKAN MORTAR SEMEN TIPE PORTLAND COMPOSITE CEMENT (PCC) DENGAN PERENDAMAN DALAM LARUTAN ASAM Skripsi Oleh Yani Maretisa No. Bp 0810411017 JURUSAN KIMIA FAKULTAS
Lebih terperinciOKSIDA GRANIT DIORIT GABRO PERIDOTIT SiO2 72,08 51,86 48,36
PENGERTIAN BATUAN BEKU Batuan beku atau sering disebut igneous rocks adalah batuan yang terbentuk dari satu atau beberapa mineral dan terbentuk akibat pembekuan dari magma. Berdasarkan teksturnya batuan
Lebih terperinciBAB IV UBAHAN HIDROTERMAL
BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL 4.1 Pengertian Ubahan Hidrotermal Ubahan hidrotermal adalah proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia, dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan
Lebih terperinciBAB II STUDI PUSTAKA
BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Beton Konvensional Beton adalah sebuah bahan bangunan komposit yang terbuat dari kombinasi agregat dan pengikat (semen). Beton mempunyai karakteristik tegangan hancur tekan yang
Lebih terperinciBAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN
BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN III.1 Teori Dasar III.1.1 Sistem Panasbumi Sistem geotermal merupakan sistem perpindahan panas dari sumber panas ke permukaan melalui proses konveksi air meteorik
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbawa selama proses pengendapan. Pasir kuarsa yang juga dikenal dengan nama
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Siregar (2014) menyebutkan pasir kuarsa adalah bahan galian yang terdiri dari atas kristal-kristal silika (SiO 2 ) dan mengandung senyawa pengotor yang terbawa selama proses pengendapan.
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
A. Beton BAB III LANDASAN TEORI Beton berdasarkan SNI-03-2847-2007 didefinisikan sebagai campuran antara semen, agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau tanpa bahan campuran tambahan membentuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen Portland. dan air dengan perbandingan 1 semen : 7 pasir.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batako 2.1.1 Pengertian Batako Batako merupakan bahan bangunan yang berupa bata cetak alternatif pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen Portland
Lebih terperinciACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN
ACARA IX MINERALOGI OPTIK I. Pendahuluan Ilmu geologi adalah studi tentang bumi dan terbuat dari apa itu bumi, termasuk sejarah pembentukannya. Sejarah ini dicatat dalam batuan dan menjelaskan bagaimana
Lebih terperincibatuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada.
DESKRIPSI BATUAN Deskripsi batuan yang lengkap biasanya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Deskripsi material batuan (atau batuan secara utuh); 2. Deskripsi diskontinuitas; dan 3. Deskripsi massa batuan.
Lebih terperinciBAB V MINERALISASI Mineralisasi di daerah Sontang Tengah
BAB V MINERALISASI 5.1. Mineralisasi di daerah Sontang Tengah Studi mineralisasi pada penelitian ini dibatasi hanya pada mineralisasi Sulfida masif dengan komposisi mineral galena, sfalerit, pirit, Ag
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Batako merupakan salah satu jenis batu yang biasanya digunakan sebagai
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batako merupakan salah satu jenis batu yang biasanya digunakan sebagai dinding dalam sebuah konstruksi. Batako terbuat dari campuran antara semen, pasir dan air yang
Lebih terperinciBAB III Perolehan dan Analisis Data
BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III PEROLEHAN DAN ANALISIS DATA Lokasi penelitian, pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000, terletak di Formasi Rajamandala. Penelitian lapangan berupa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karakteristik dari suatu endapan mineral dipengaruhi oleh kondisi pembentukannya yang berhubungan dengan sumber panas, aktivitas hidrotermal, karakteristik
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Lumpur Sidoarjo
BAB IV PEMBAHASAN Pada bagian ini penulis akan membahas hasil percobaan serta beberapa parameter yang mempengaruhi hasil percobaan. Parameter-parameter yang berpengaruh pada penelitian ini antara lain
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen
BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton merupakan salah satu bahan konstruksi yang telah umum digunakan untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen struktural maupun non-struktural.
Lebih terperinciIV. BATUAN METAMORF Faktor lingkungan yang mempengaruhi
IV. BATUAN METAMRF Faktor lingkungan yang mempengaruhi Batuan metamorf adalah batuan yang telah mengalami perubahan dari bentuk asalnya dari batuan yang sudah ada, baik batuan beku, sedimen maupun sebagian
Lebih terperinciGambar 1. Chert dalam Ukuran Hand Spicemen. Gambar 2. Chert yang terlipat. Gambar 3. Bedded Chert dan Sayatan Radiolarian Chert
Chert Dasar Penamaan (Klasifikasi) Chert Chert adalah penamaan umum yang digunakan untuk batuan siliceous sebagai sebuah kelompok (grup), namun ada yang mengaplikasikannya untuk tipe spesifik dari chert
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian
11 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian direkatkan dengan semen Portland yang direaksikan dengan
Lebih terperinciBAB IV TEORI DASAR DIAGENESIS KARBONAT
BAB IV TEORI DASAR DIAGENESIS KARBONAT 4.1 Tinjauan Umum Diagenesis meliputi perubahan fisik atau kimia suatu sedimen atau batuan sedimen yang terjadi setelah pengendapan (tidak termasuk proses-proses
Lebih terperinciBAB II TATANAN GEOLOGI
BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi dan Morfologi Batu Hijau Pulau Sumbawa bagian baratdaya memiliki tipe endapan porfiri Cu-Au yang terletak di daerah Batu Hijau. Pulau Sumbawa
Lebih terperinciBab IV Sistem Panas Bumi
Bab IV Sistem Panas Bumi IV.1 Dasar Teori Berdasarkan fluida yang mengisi reservoir, sistem panas bumi dibedakan menjadi 2, yaitu sistem panas bumi dominasi air dan sistem panasbumi dominasi uap. 1. Sistem
Lebih terperinciIV. HASILPENELITIAN DAN PEMBAHASAN
IV. HASILPENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV. 1. Tanah Tulakan Dari hasil anilisis kimia yang dilakukan di Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK), didapatkan hasil : Tabel IV.1. Kandungan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM
BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM Tujuan utama analisis variogram yang merupakan salah satu metode geostatistik dalam penentuan hubungan spasial terutama pada pemodelan karakterisasi
Lebih terperinciLAPORAN PENELITIAN PEMANFAATAN LUMPUR SIDOARJO SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN SEMEN PORTLAND
LAPORAN PENELITIAN PEMANFAATAN LUMPUR SIDOARJO SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN SEMEN PORTLAND Oleh : YONI DWI PRASETYO (0631010080) CITRA IKA LESTARI (0631010091) JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
Lebih terperinciMENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO
MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO Oleh : Akhmad Hariyono POLHUT Penyelia Balai Taman Nasional Alas Purwo Kawasan Taman Nasional Alas Purwo sebagian besar bertopogarafi kars dari Semenanjung
Lebih terperinciBAB V PENGOLAHAN DATA
BAB V PENGOLAHAN DATA Data yang didapatkan dari pengamatan detail inti bor meliputi pengamatan megakopis inti bor sepanjang 451 m, pengamatan petrografi (32 buah conto batuan), pengamatan mineragrafi (enam
Lebih terperinciBAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING
BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING 4.1 Diagenesis Batugamping Diagenesis merupakan proses yang terjadi setelah proses sedimentasi pada suatu batuan meliputi proses kimiawi maupun fisika, namun perubahan ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya akar sebagai penopang tumbuhnya tanaman dan penyuplai kebutuhan
Lebih terperinciFoto 32. Singkapan batugamping fasies foraminifera packestone yang berlapis.
besar Lepidocyclina spp., Amphistegina spp., Cycloclypeus spp., sedikit alga, porositas buruk berupa interpartikel, intrapartikel dan moldic, berlapis baik. Pada sayatan tipis (Lampiran A-5: analisis petrografi)
Lebih terperinciBAB III ALTERASI HIDROTERMAL
BAB III ALTERASI HIDROTERMAL 3.1 Tinjauan Umum White (1996) mendefinisikan alterasi hidrotermal adalah perubahan mineralogi dan komposisi yang terjadi pada batuan ketika batuan berinteraksi dengan larutan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Fisika Kimia Abu Terbang Abu terbang adalah bagian dari sisa pembakaran batubara berupa bubuk halus dan ringan yang diambil dari tungku pembakaran yang mempergunakan bahan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Beton Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan semen hidrolik (Portland Cement), agregat kasar, agregat halus, air dan bahan tambah. Nawy (1995), dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beton adalah salah satu bahan yang umum digunakan untuk konstruksi bangunan. Hampir semua bangunan gedung,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beton adalah salah satu bahan yang umum digunakan untuk konstruksi bangunan. Hampir semua bangunan gedung, jembatan, jalan, bendungan menggunakan beton. Pada bangunan
Lebih terperinciIII.1 Morfologi Daerah Penelitian
TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur
Lebih terperinciBAB V KIMIA AIR. 5.1 Tinjauan Umum
BAB V KIMIA AIR 5.1 Tinjauan Umum Analisa kimia air dapat dilakukan untuk mengetahui beberapa parameter baik untuk eksplorasi ataupun pengembangan di lapangan panas bumi. Parameter-parameter tersebut adalah:
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Umum Upaya peningkatan kualitas beton terus dilakukan dari waktu ke waktu, untuk mencapai kekuatan yang paling maksimal. Upaya ini terbukti dari munculnya berbagai penelitian
Lebih terperinciCiri Litologi
Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi
Lebih terperinciGambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki
Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki Fasies Pengendapan Reservoir Z Berdasarkan komposisi dan susunan litofasies, maka unit reservoir Z merupakan fasies tidal
Lebih terperinciJenis pengujian atau sifat-sifat yang diukur
LAMPIRAN SERTIFIKAT AKREDITASI LABORATORIUM NO. LP-328-IDN Nama Laboratorium : Laboratorium Quality Control Departemen Plant 9/10- PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Kimia Semen Portland Tipe I,(II/V),V
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan pengamatan awal pada peta topografi dan pengamatan langsung
Lebih terperinciBAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG
BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG 4. 1 Latar Belakang Studi Ngrayong merupakan Formasi pada Cekungan Jawa Timur yang masih mengundang perdebatan di kalangan ahli geologi. Perdebatan tersebut menyangkut lingkungan
Lebih terperinciAnalisa Kuat Tekan Mortar Geopolimer Berbahan Abu Sekam Padi dan Kapur Padam
The 6 th University Research Colloquium 2017 Analisa Kuat Mortar Geopolimer Berbahan Abu Sekam Padi dan Kapur Padam Eksi Widyananto 1*, Nurmansyah Alami 2, Yulis Setyani 3 1,2,3 Program Studi Teknik Sipil/Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batuan karbonat menyusun 20-25% batuan sedimen dalam sejarah geologi. Batuan karbonat hadir pada Prakambrium sampai Kuarter. Suksesi batuan karbonat pada Prakambrium
Lebih terperincia. Jenis I merupakan semen portland untuk penggunaan umum yang memerlukan persyaratan persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis
BAB III LANDASAN TEORI A. Pozzolan Pozzolan adalah bahan yang mengandung senyawa silika dan alumina, yang tidak mempunyai sifat semen, akan tetapi dalam bentuk halusnya dan dengan adanya air dapat menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah kebutuhan akan bangunan meningkat dari waktu ke waktu.ini mengakibat kebutuhan akan beton meningkat. Beton umumnya tersusun dari empat bahan penyusun utama
Lebih terperinciKata kunci : limbah batu tabas, nilai slump, berat volume, kuat tekan beton, kuat tarik belah beton.
ABSTRAK Batu tabas merupakan batu yang memiliki tekstur kasar. Penggunaan batu tabas biasanya digunakan untuk membuat ornament bangunan tradisional. Penggunaan ini menghasilkan limbah yang belum dimanfaatkan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah Padang dan sekitarnya terdiri dari batuan Pratersier, Tersier dan Kwarter. Batuan
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta,merupakan suatu pencarian data yang mengacu pada
Lebih terperinciEfek Substitusi Semen dengan Limbah Padat Industri Pupuk PT. Petrokimia terhadap Kuat Lentur Genteng Beton di PT.
Efek Substitusi Semen dengan Limbah Padat Industri Pupuk PT. Petrokimia terhadap Kuat Lentur Genteng Beton di PT. Varia Usaha Beton Oleh : Yultino Syaifullah F 3110030087 M. Rohim Lathiif 3110030091 Pembimbing
Lebih terperinciHALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR HALAMAN PERSEMBAHAN SARI
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv SARI... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL & GRAFIK... xii BAB I PENDAHULUAN... 1
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA Analisis Pengawetan Struktur Jaringan dan Derajat Gelifikasi
BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA Dalam menentukan lingkungan pengendapan batubara di Pit J daerah Pinang dilakukan dengan menganalisis komposisi maseral batubara. Sampel batubara
Lebih terperinciBAB V INTERPRETASI DATA. batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada
BAB V INTERPRETASI DATA V.1. Penentuan Litologi Langkah awal yang dilakukan pada penelitian ini adalah menentukan litologi batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada dibawah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lamongan dan di sebelah barat Gunung Argapura. Secara administratif, Ranu Segaran masuk
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Lokasi penelitian adalah Ranu Segaran, terletak di sebelah timur Gunung Lamongan dan di sebelah barat Gunung Argapura. Secara administratif, Ranu Segaran
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Morfologi permukaan bumi merupakan hasil interaksi antara proses eksogen dan proses endogen (Thornbury, 1989). Proses eksogen adalah prosesproses yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sifat Agregat Halus Agregat halus adalah agregat dengan besar butir maksimum 4,76 mm berasal dari alam atau hasil olahan sesuai dengan SNI 03-6820-2002. Riyadi (2013) pada penelitian
Lebih terperinciNama : Peridotit Boy Sule Torry NIM : Plug : 1
DIAGENESA BATUAN SEDIMEN Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil pemadatan endapan yang berupa bahan lepas. Batuan sedimen juga dapat terbentuk oleh penguapan larutan kalsium karbonat,
Lebih terperinciBAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT
BAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT Satuan batugamping Gunung Sekerat tersingkap dengan baik, dengan penyebaran kurang lebih 10% dari luas daerah penelitian, dalam Peta Geologi (Lampiran G-3) satuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggalian dan penambangan menyebabkan berkurangnya sumber daya alam bahan penyusun beton terutama bahan agregat halus dan agregat kasar. Untuk mengantisipasi hal tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Beton merupakan unsur yang sangat penting dan paling dominan sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Beton merupakan unsur yang sangat penting dan paling dominan sebagai material pada struktur bangunan. Pada umumnya beton tersusun dari semen, agregat halus, agregat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton menggunakan kapur alam dan menggunakan pasir laut pada campuran beton
Lebih terperinciBAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN
BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN 4.1 Litofasies Menurut Walker dan James pada 1992, litofasies adalah suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen yang menunjukkan karakteristik fisika, kimia, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan udara terbuka. Salah satu metode pertambangan bawah tanah yang sering
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sistem pertambangan bawah tanah diterapkan untuk memproduksi endapan bijih yang tersimpan di bawah permukaan dan tidak mengalami kontak langsung dengan udara terbuka.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk bisa terus bertahan hidup tentu saja sangat tergantung pada ada atau
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu materi penting yang ada di bumi dan terdapat dalam fasa cair, uap air maupun es. Kebutuhan manusia dan makhluk hidup lainnya untuk bisa terus
Lebih terperinciFoto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)
Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) 3.2.2.1 Penyebaran Satuan batuan ini menempati 2% luas keseluruhan dari daerah
Lebih terperinciPENGGUNAAN PASIR SILIKA DAN PASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT BETON The Use of Sea and Silica Sand for Concrete Aggregate
14 Spektrum Sipil, ISSN 58-4896 Vol. 1, No. 2 : 14-149, September 214 PENGGUNAAN PASIR SILIKA DAN PASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT BETON The Use of Sea and Silica Sand for Concrete Aggregate Joedono, Mudji Wahyudi
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
BAB III LANDASAN TEORI A. Pozzolan Pozzolan adalah bahan yang mengandung senyawa silika dan alumina, yang tidak mempunyai sifat semen, akan tetapi dalam bentuk halusnya dan dengan adanya air dapat menjadi
Lebih terperinciKONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun
KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN Oleh : Tim Penyusun 1. PENDAHULUAN Kegiatan usaha pertambangan harus dilakukan secara optimal, diantaranya termasuk melakukan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton merupakan suatu bahan bangunan yang bahan penyusunnya terdiri dari bahan semen hidrolik (Portland Cement), air, agregar kasar, agregat halus, dan bahan tambah.
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses
Lebih terperinciTEKANAN PADA ERUPSI GUNUNG BERAPI
TEKANAN PADA ERUPSI GUNUNG BERAPI ARINI ROSA SINENSIS SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) NURUL HUDA 2017 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Indonesia dikenal dengan negara yang memiliki
Lebih terperinciPENELITIAN BATUAN ULTRABASA DI KABUPATEN HALMAHERA TIMUR, PROVINSI MALUKU UTARA. Djadja Turdjaja, Martua Raja P, Ganjar Labaik
PENELITIAN BATUAN ULTRABASA DI KABUPATEN HALMAHERA TIMUR, PROVINSI MALUKU UTARA Djadja Turdjaja, Martua Raja P, Ganjar Labaik Kelompok Program Penelitian Mineral S A R I Satuan batuan ultrabasa terdiri
Lebih terperinciDASAR-DASAR ILMU TANAH
DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 PEMBENTUKAN TANAH 2.1 Penggolongan Batuan Menurut Lingkungan Pembentukan : 1. Batuan Beku (Batuan Magmatik)
Lebih terperinciDASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA
DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 2.1 Penggolongan Batuan Menurut Lingkungan Pembentukan : 1. Batuan Beku (Batuan Magmatik) 2. Batuan
Lebih terperinciGeologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /
Pada sayatan tipis (Lampiran C) memiliki ciri-ciri kristalin, terdiri dari dolomit 75% berukuran 0,2-1,4 mm, menyudut-menyudut tanggung. Matriks lumpur karbonat 10%, semen kalsit 14% Porositas 1% interkristalin.
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang
Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Lapangan panas bumi Wayang-Windu terletak di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Secara geografis lapangan ini terletak pada koordinat 107 o 35 00-107 o 40 00 BT dan 7 o
Lebih terperinciPROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN TAHUN 2014 PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI
INVENTARISASI MINERAL BUKAN LOGAM DI KABUPATEN TOJO UNA-UNA DAN KABUPATEN BANGGAI PROVINSI SULAWESI TENGAH Irwan Muksin, Kusdarto, Wawan Setiyawan Kelompok Penyelidikan Mineral Bukan Logam S A R I Mineral
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Erupsi Gunung Kelud di Jawa Timur pada tanggal 14 Pebruari 2014 lalu menyisakan limpahan material ratusan juta meter kubik yang umumnya terdiri dari abu vulkanik dan
Lebih terperincidan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).
dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). Gambar 3.7 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (1962). Gambar 3.8 Model progradasi kipas bawah laut
Lebih terperinciUmur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi
3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Semakin meningkatnya suatu proses produksi dapat berpengaruh juga akan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin meningkatnya suatu proses produksi dapat berpengaruh juga akan meningkatnya jumlah limbah yang dihasilkan, salah satunya yaitu limbah kaca. Penggunaan limbah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Batako merupakan salah satu alternatif bahan dinding yang murah dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batako merupakan salah satu alternatif bahan dinding yang murah dan relatif kuat. Batako terbuat dari campuran pasir, semen dan air yang dipress dengan ukuran standard.
Lebih terperincidiperlukan adanya komposisi pasir dan kerikil yang tepat dengan menggunakan mesin Pengaus Los Angeles, yang mana
BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Komponen utama beton adalah agregat halus (pasir) dan agregat kasar (kerikil). Dalam pembentukan beton diperlukan adanya komposisi pasir dan kerikil yang tepat dan kekuatan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Semua proses kegiatan penelitian mulai dari pengambilan conto batuan, metode penelitian sampai pembuatan laporan disederhanakan dalam bentuk diagram alir (gambar 3.1). 3.1
Lebih terperinciAnalisis Penambahan Additive Batu Gamping Terhadap Kualitas Komposisi Kimia Semen Portland
Analisis Penambahan Limestone Terhadap Kualitas Komposisi Kimia Semen Portland 64 Analisis Penambahan Batu Gamping Terhadap Kualitas Komposisi Kimia Semen Portland Analysis of Addition of Limestone to
Lebih terperinciBAB IV GEOKIMIA AIR PANAS
4.1 Tinjauan Umum. BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS Salah satu jenis manifestasi permukaan dari sistem panas bumi adalah mata air panas. Berdasarkan temperatur air panas di permukaan, mata air panas dapat dibedakan
Lebih terperinci