6.1 Analisa Porositas Fasies Distributary Channel
|
|
- Teguh Kurniawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB VI KARAKTERISTIK RESERVOIR Bab VI. Karakteristik Reservoir 6.1 Analisa Porositas Fasies Distributary Channel Dari hasil analisa LEMIGAS (lihat Tabel 6.1 dan 6.2) diketahui bahwa porositas yang ada cenderung berkurang seiring dengan peningkatan kedalaman dari endapan yang ada, pada satu intibor yang sama, yaitu intibor ibnu-3 terlihat bahwa distributary channel yang berada pada kedalaman m hingga kedalaman 2148 m memilki porositas 29.49%, sedangkan distributary channel yang berada pada kedalaman m sampai kedalaman 2160 m cenderung memilki nilai porositas yang lebih rendah yaitu sebesar 28.60%, perbedaan kedalaman yang ada ialah sekitar 3.5 meter (dihitung dari bottom distributary channel atas dengan top distributary channel di bawahnya). Gbr 6.1. Peningkatan Kedalaman dapat Mengurangi Nilai Porositas Yang Ada Contoh Distributary channel Pada Intibor Nu-4 (B) Dan Intibor Nu-3 (A) Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon
2 Bab VI. Karakteristik Reservoir Sedangkan pada intibor ibnu-4 terlihat bahwa fasies distributary channel yang berada pada kedalaman 2244 m hingga kedalaman 2252 m memilki nilai porositas sebesar 23.89%, sedangkan porositas untuk fasies distributary channel dibawahnya (kedalaman 2256 m hingga kedalaman 2260 m) diketahui sebesar 19.02%, perbedaan kedalaman yang ada ialah sebesar 4 meter (dihitung dari bottom distributary channel atas dengan top distributary channel di bawahnya). Sedangkan perbedaan kedalaman antara distributary channel pada intibor ibnu-3 dan distributary channel pada intibor ibnu-4 ialah 84 meter (dihitung dari bottom distributary channel pada kedalaman m 2160 m hingga top distributary channel pada kedalaman 2244 m 2252 m), sehingga semakin menguatkan dugaan bahwa terjadi proses penurunan nilai porositas sejalan dengan peningkatan kedalaman dari endapan sedimen yang ada. Penyebab dari adanya peristiwa pengurangan nilai porositas sejalan dengan bertambahnya kedalaman fasies sedimen yang terjadi, kemungkinan besar akibat dari proses kompaksi yang terjadi, dimana proses kompaksi tersebut disebabkan oleh adanya pembebanan lapisan reservoir dengan sedimen diatasnya (overburden pressure) dimana semakin dalam lapisan sedimen tersebut berada maka akan semakin tebal lapisan sedimen diatasnya yang akan menekan, akibat dari tekanan yang semakin besar tersebut ialah berkurangnya jarak antar butir yang ada akibat dari respon butiran terhadap peningkatan tekanan di sekitarnya, seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa, perubahan kemas butir yang ada dari kemas yang relatif longgar (loose) dengan bentuk cubic packing ke arah kemas butir yang relatif rapat (tight) dengan bentuk rhombohedral packing akan menyebabkan pengurangan porositas yang cukup drastis. Selain itu akibat dari adanya proses burial loading yang sangat tinggi maka butiran yang ada dapat saling bertemu dan bertumbukan, dikenal dengan istilah grain-to-grain contact pada kondisi penekanan yang sangat ekstrim maka dalam pengamatan mikroskopis akan ditemui adanya suture contact antar butiran yang ada, akibat dari melarutnya sebagian butiran (mineral kwarsa) akibat tekanan Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon
3 Bab VI. Karakteristik Reservoir yang tinggi, proses ini dikenal sebagai overgrowth. Bila telah terjadi kontak antar butiran maka dapat dipastikan porositas yang ada dalam batuan akan berkurang, bahkan pada kasus suture contact porositas yang ada kemungkinan telah berkurang sangat drastis. Efek dari peningkatan kompaksitas akibat peningkatan kedalaman terhadap pengurangan nilai porositas dapat dibuktikan dengan melihat data intibor yang ada, dimana fasies distributary channel pada intibor ibnu-3 dengan interval kedalaman m 2148 m memiliki kompaksitas yang paling rendah (terlihat dari bentuk bagian tepinya yang membulat akibat proses erosi) namun memilki nilai porositas yang paling tinggi dibandingkan semua distributary channel yang terdapat di intibor ibnu-3 dan ibnu-4, sedangkan distributary channel pada intibor ibnu-4 dengan interval kedalaman yang memilki kompaksitas paling tinggi namun nilai porositas paling rendah. Kompasitas Rendah. Pemilahan Butir Baik, Kedalaman M,Porositas Tinggi (30.38%) Kompasitas Tinggi. Pemilahan Butir Sedang, Kedalaman , Porositas Sedang (22.30%) Foto 6.1 Perbandingan Distributary channel Pada Kedalaman 2160 m (intibor Nu-3) Dengan Distributary channel Pada Kedalaman 2246 m (intibor Nu-4) Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon
4
5
6 6.2 Analisa Porositas Fasies Distributary Mouthbar Bab VI. Karakteristik Reservoir Seperti yang telah diketahui sebelumnya pada BAB IV bahwa ketebalan dari fasies distributary mouthbar di lapangan IBNU pada interval formasi fresh water sand atas sangatlah bervariasi mulai dari 1 m hingga 3.5 meter, sehingga pada saat melakukan perbandingan porositas pada fasies ini maka tidak semua distributary mouthbar yang ada kita bandingkan tetapi hanya pada fasies distributary mouthbar yang memilki ketebalan > 3 m sehingga hasil analisa porositas yang dilakukan diharapkan lebih dapat memberikan nilai porositas yang tepat. Seperti yang terdapat pada intibor ibnu-3 pada interval 2169 m 2172 m, m 2189 m, 2230 m m dan 2257 m 2260 m, pada intibor ibnu-4 dengan interval 2183 m m dan 2228 m m, serta pada intibor ibnu-2 dengan interval 2084 m m dan 2208 m 2211 m. Dari hasil analisa porositas oleh LEMIGAS pada fasies distributary mouthbar pada intibor ibnu-2, ibnu-3 dan ibnu-4 (lihat Tabel 6.5, 6.6, dan 6.7) terlihat dari hasil analisa bahwa pada ibnu-3 nilai porositas pada fasies distributary mouthbar akan semakin berkurang sejalan dengan peningkatan kedalaman, pada interval kedalaman 2169 m 2172 m kita dapatkan nilai porositas yang ada ialah: 10.85% lalu pada kedalaman m 2189 m porositas yang ada berkurang menjadi: 9.67% kemudian pada kedalaman 2230 m m nilai porositas yang ada semakin berkurang menjadi 8.73% sedangkan pada kedalaman 2257 m 2260 m nilai porositas yang ada ialah 8.27%. Pada intibor ibnu-2 kita juga masih mendapatkan pola yang sama dimana pada interval 2084 m m kita dapatkan nilai porositas yang ada ialah 9.47% dan pada interval 2208 m 2211 m nilai porositas yang ada telah berkurang menjadi 8.43% sehingga dapat dikatakan pada intibor ibnu- 3 dan intibor ibnu-2 faktor pengurangan nilai porositas terhadap tingkat Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon
7 Bab VI. Karakteristik Reservoir kompaksitas batuan masih berlaku sama seperti pada fasies distributary channel di intibor ibnu-3. Pada intibor ibnu-4 terjadi hal yang sebaliknya dimana fasies pada interval 2228 m m memiliki porositas 11.52% dan pada kedalaman yang lebih dangkal yaitu pada interval 2183 m m memilki nilai porositas yang lebih rendah yaitu 9.47% hal menarik yang perlu diperhatikan ialah pada data intibor terlihat bahwa fasies distributary mouthbar yang terdapat pada interval 2228 m m mengandung sedikit bioturbasi, dan fasies distributary mouthbar pada interval 2183 m m mengandung lebih banyak bioturbasi, namun secara kenampakan keduanya memilki ukuran butir dan tingkat kompaksitas yang relatif sama. A B Foto 6.2 Fasies Distributary mouthbar pada intibor Nu-4 Pada Interval m (A) Dan Fasies Distributary mouthbar Pada Interval m (B), Kotak Merah Menunjukan Kelimpahan Bioturbasi Pada Fasies Ini. Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon
8 Bab VI. Karakteristik Reservoir Seperti yang telah diketahui bahwa fasies distributary mouthbar terendapkan pada daerah sekitar pantai hingga laut dangkal yang memiliki kondisi arus relatif tenang, sehingga memungkinkan suatu organisme untuk hidup dan berkembang biak dengan baik di sana, oleh sebab itu maka umumnya fasies distributary mouthbar ini akan banyak mengandung jejak bioturbasi akibat akivitas organisme bentonik di daerah tersebut. Umumnya bioturbasi yang ada ini akan merusak struktur sedimen yang ada sebelumnya. Selanjutnya pada saat arus melemah (seperti pada saat air laut surut) dan pengendapan secara suspensi menjadi lebih dominan sehingga banyak material klastik halus yang terendapkan kemudian akan mengisi lubang-lubang yang ada akibat proses bioturbasi sebelumnya, mengakibatkan nilai porositas yang sebelumnya relatif baik pada fasies tersebut akan berkurang akibat adanya kehadiran material sedimen klastik halus diantara butiran yang lebih kasar. Oleh sebab itu maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pada fasies distributary channel yang mengandung sedikit bioturbasi maka faktor pengurangan nilai porositas akibat kehadiran bioturbasi relatif kurang berpengaruh dan yang lebih memegang peranan dalam mengontrol nilai porositas pada fasies ini kemungkinan hanyalah tingkat kompaksitas dan bentuk kemas butiran yang ada (dengan asumsi memilki keseragaman butiran yang sama), namun pada fasies distributary mouthbar di lapangan IBNU yang umumnya banyak mengandung bioturbasi maka tingkat intensitas bioturbasi yang ada juga memegang peranan penting dalam mengontrol nilai porositas pada fasies ini selain tingkat kompaksitas dan bentuk kemas yang ada. Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon
9
10
11 6.3 Analisa Penyebaran dan Properti Reservoir Bab VI. Karakteristik Reservoir Gbr 6.2. Hasil Interpretasi Penyebaran Dan Korelasi Reservoir Yang Ada Pada Interval parasekuen 1-7 Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon
12 Bab VI. Karakteristik Reservoir Gbr 6.3. Hasil Interpretasi Penyebaran Dan Korelasi Reservoir Yang Ada Pada Interval parasekuen A-E Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon
13 Bab VI. Karakteristik Reservoir Tabel 6.6 Analisa 40 Reservoir Berdasarkan Data Log Pada Interval Parasekuen 1-8 (Kedalaman m) Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon
14 Bab VI. Karakteristik Reservoir Tabel 6.7 Analisa 33 Reservoir Berdasarkan Data Log Pada Interval Parasekuen A-E (Kedalaman m) Dari tabel diatas didapatkan nilai rata-rata porositas dari 8 fasies distributary channel pada interval parasekuen 1-8 ialah 17.76% dan nilai rata-rata porositas dari 16 fasies distributary mouthbar pada interval parasekuen 1-8 ialah 10.5%. sedangkan nilai rata-rata dari 9 fasies Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon
15 Bab VI. Karakteristik Reservoir distributary channel pada interval parasekuen A-E ialah 21.32% dan nilai rata-rata dari 13 fasies distributary mouthbar pada interval parasekuen A-E ialah 9.71% Dari tabel 6.6 dan 6.7 dapat disimpulkan bahwa fasies distributary channel memilki nilai porositas yang lebih baik dibandingkan dengan fasies distributary mouthbar, selain itu nilai porositas fasies distributary channel lebih variatif dibandingkan dengan porositas pada fasies distributary mouthbar dari hasil analisa didapatkan beberapa pola log yang berbeda pada fasies distributary channel tersebut yang terdapat pada interval parasekuen 1-8 dan interval parasekuen A-E dimana adanya perbedaan pola log tersebut mencerminkan adanya perbedaan kondisi dan jenis endapan yang ada. Pada reservoir yang ditafsirkan sebagai fasies distributary channel ternyata berdasarkan pola log yang ada memilki beberapa tipe endapan yang berbeda (Gbr 6.4), pada interval fresh water sand bagian atas ini secara umum kita dapatkan dua tipe endapan utama pada fasies distributary channel yaitu tipe endapan sidebar channel dan creevase splay, dimana endapan side bar channel umumnya memilki pola log gamma ray berupa blocky shape yang menunjukkan bahwa batupasir yang ada relatif bersih artinya sedikit mengandung material lempungan sehingga memiliki porositas yang lebih baik dibandingkan dengan endapan creevase splay yang memilki pola log gamma ray yang gradasional menghalus ke atas yang menunjukan bahwa batupasir yang ada mengandung material lempungan di dalamnya sehingga seperti yang terlihat dari data sebelumnya bahwa nilai porositas dari tipe endapan ini kurang begitu baik. Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon
16
Bab IV. Analisa Fasies Pengendapan. 4.1 Data Sampel Intibor
BAB IV ANALISA FASIES PENGENDAPAN 4.1 Data Sampel Intibor Data utama yang digunakan dalam penfasiran lingkungan pengendapan dan analisa fasies ialah data intibor (Foto 4.1), data intibor merupakan data
Lebih terperinciBab V. Analisa Stratigrafi Sekuen
BAB V Bab V. Analisa Stratigrafi Sekuen ANALISA STRATIGRAFI SEKUEN Korelasi adalah langkah yang sangat penting dalam suatu pekerjaan geologi bawah permukaan sebab semua visualisasi baik dalam bentuk penampang
Lebih terperinciBab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berjalannya waktu jumlah cadangan migas yang ada tentu akan semakin berkurang, oleh sebab itu metoda eksplorasi yang efisien dan efektif perlu dilakukan guna
Lebih terperinciFoto 4.9 Singkapan batupasir sisipan batulempung
sebagai endapan delta mouth bar pada sistem delta. 4.3.3 Lintasan C Delta Front Pada bagian bawah dari kolom stratigrafi lintasan ini, didapatkan litologi batupasir dan batulempung dengan suksesi vertikal
Lebih terperinciSejarah Dan Lokasi Lapangan IBNU-SINA
Bab III. Geologi Daerah Penelitian BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Sejarah Dan Lokasi Lapangan IBNU-SINA Lapangan SINA ditemukan pada tahun 1986 dan IBNU ditemukan pada tahun 1992. Letak lapangan
Lebih terperinciGambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki
Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki Fasies Pengendapan Reservoir Z Berdasarkan komposisi dan susunan litofasies, maka unit reservoir Z merupakan fasies tidal
Lebih terperinciBAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C
BAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C 4.1. Analisis Litofasies dan Fasies Sedimentasi 4.1.1. Analisis Litofasies berdasarkan Data Batuan inti Litofasies adalah suatu tubuh batuan
Lebih terperinciBAB IV UNIT RESERVOIR
BAB IV UNIT RESERVOIR 4.1. Batasan Zona Reservoir Dengan Non-Reservoir Batasan yang dipakai untuk menentukan zona reservoir adalah perpotongan (cross over) antara kurva Log Bulk Density (RHOB) dengan Log
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS SEDIMENTASI
BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis urutan vertikal ini dilakukan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS BIOSTRATIGRAFI DAN STRATIGRAFI SEKUEN
BAB IV ANALISIS BIOSTRATIGRAFI DAN STRATIGRAFI SEKUEN IV.1. Metode Analisis Pada penelitian kali ini data yang digunakan berupa data batuan inti Sumur RST-1887, Sumur RST-3686, dan Sumur RST-3697. Sumur
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS FASIES PENGENDAPAN
BAB IV ANALISIS FASIES PENGENDAPAN IV.1 Litofasies Suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen terlihat padanya karateristik fisik, kimia, biologi tertentu. Analisis rekaman tersebut digunakan untuk
Lebih terperinciBAB III ANALISIS FASIES PENGENDAPAN FORMASI TALANG AKAR
BAB III ANALISIS FASIES PENGENDAPAN FORMASI TALANG AKAR 3.1. Litofasies Menurut Walker (1992), fasies merupakan kenampakan suatu tubuh batuan yang dikarekteristikan oleh kombinasi dari litologi, struktur
Lebih terperinciBAB 4 KARAKTERISTIK RESERVOIR
BAB 4 KARAKTERISTIK RESERVOIR Pada interval Formasi Talangakar Bawah didapat 2 interval reservoir yaitu reservoir 1 dan reservoir 2 yang ditunjukan oleh adanya separasi antara log neutron dan densitas.
Lebih terperinciANALISA STRATIGRAFI SEKUEN DAN STUDI KARAKTERISTIK RESERVOIR PADA LAPANGAN IBNU, CEKUNGAN KUTAI, KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR.
ANALISA STRATIGRAFI SEKUEN DAN STUDI KARAKTERISTIK RESERVOIR PADA LAPANGAN IBNU, CEKUNGAN KUTAI, KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu Program Studi
Lebih terperinciBAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS
BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS 4.1 Pendahuluan Untuk studi sedimentasi pada Formasi Tapak Bagian Atas dilakukan melalui observasi urutan vertikal terhadap singkapan batuan yang
Lebih terperinciBAB III ANALISIS GEOMETRI DAN KUALITAS RESERVOIR
BAB III ANALISIS GEOMETRI DAN KUALITAS RESERVOIR 3.1 Metodologi Penelitian Analisis geometri dan kualitas reservoir dilakukan untuk memberikan informasi geologi yang realistis dari suatu reservoir. Informasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Gambar 1.1
I.1. I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Lapangan Reira telah diproduksi sejak 30 tahun yang lalu. Hingga saat ini telah lebih dari 90 sumur diproduksi di Reira. Pada awal masa eksploitasi, sumursumur
Lebih terperinciBAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG
BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG 4. 1 Latar Belakang Studi Ngrayong merupakan Formasi pada Cekungan Jawa Timur yang masih mengundang perdebatan di kalangan ahli geologi. Perdebatan tersebut menyangkut lingkungan
Lebih terperinciBAB IV PEMODELAN RESERVOAR
BAB IV PEMODELAN RESERVOAR Daerah penelitian, Lapangan Yapin, merupakan lapangan yang sudah dikembangkan. Salah satu masalah yang harus dipecahkan dalam pengembangan lapangan adalah mendefinisikan geometri
Lebih terperinciBAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR
BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR Pemodelan petrofisika reservoir meliputi pemodelan Vshale dan porositas. Pendekatan geostatistik terutama analisis variogram, simulasi sekuensial berbasis grid (Sequential
Lebih terperinciBAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR
BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR 4.1 Pendahuluan Kajian terhadap siklus sedimentasi pada Satuan Batupasir dilakukan dengan analisis urutan secara vertikal terhadap singkapan yang mewakili
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM
BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM Tujuan utama analisis variogram yang merupakan salah satu metode geostatistik dalam penentuan hubungan spasial terutama pada pemodelan karakterisasi
Lebih terperinciIV-15. Bab IV Analisis Asosiasi Fasies
pengaruh laut. Litofasies Sf, di bagian atas asosiasi, mengindikasikan adanya pengaruh arus pasang surut. Suksesi vertikal menghalus ke atas dan perubahan litofasies dari Sp dan Spb menjadi Sf. mengindikasikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Kutai merupakan cekungan Tersier terbesar dan terdalam di Indonesia bagian barat, dengan luas area 60.000 km 2 dan ketebalan penampang mencapai 14 km. Cekungan
Lebih terperinciBAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan
BAB IV KAJIAN SEDIMENTASI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis
Lebih terperinci4.2 Pembuatan Kolom Stratigrafi Pembuatan kolom stratigrafi (Lampiran F) dilakukan berdasarkan atas
BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis perkembangan urutan vertikal lapisan batuan berdasarkan data singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili.
Lebih terperinciBab III Analisis Stratigrafi Sikuen
Bab III Analisis Stratigrafi Sikuen Reservoir batupasir Duri B2 merupakan bagian dari Formasi Duri dalam Kelompok Sihapas yang diperkirakan diendapkan pada Miosen Awal. Di bagian utara lapangan RantauBais,
Lebih terperinciBAB III KARAKTERISASI RESERVOIR
BAB III KARAKTERISASI RESERVOIR Karakterisasi reservoir merupakan suatu proses untuk mengetahui sifat suatu batuan. Untuk mendapatkan karakteristik suatu reservoir secara lebih baik maka diperlukan beberapa
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. 5.1 Peta Kontur Isopach
BAB V PEMBAHASAN Pada praktikum Sedimentologi dan Stratigrafi kali ini, acaranya mengenai peta litofasies. Peta litofasies disini berfungsi untuk mengetahui kondisi geologi suatu daerah berdasarkan data
Lebih terperinciIII.1 Morfologi Daerah Penelitian
TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur
Lebih terperinciBAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Stratigrafi Daerah Penelitian Stratigrafi daerah penelitian terdiri dari beberapa formasi yang telah dijelaskan sebelumnya pada stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah.
Lebih terperinciBAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN
BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN 4.1 Litofasies Menurut Walker dan James pada 1992, litofasies adalah suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen yang menunjukkan karakteristik fisika, kimia, dan
Lebih terperinciBAB V ANALISIS STRATIGRAFI SEKUEN, DISTRIBUSI DAN KUALITAS RESERVOIR
BAB V ANALISIS STRATIGRAFI SEKUEN, DISTRIBUSI DAN KUALITAS RESERVOIR V.1 Analisis Sekuen dari Korelasi Sumur Analisis stratigrafi sekuen pada penelitian ini dilakukan dengan analisis data sumur yang dilanjutkan
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN PUSTAKA
BAB III TINJAUAN PUSTAKA III.1 Stratigrafi dan Fasies Lapangan Bekasap Secara garis besar karakter fasies pengendapan di Formasi Bekasap, Bangko dan Menggala memperlihatkan lingkungan shallow water of
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lapangan gas Tangguh merupakan salah satu lapangan penghasil gas yang berada di Teluk Bintuni, bagian barat Provinsi Papua. Lapangan Tangguh ditemukan pada tahun 1990-an
Lebih terperinciHALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI S K R I P S I... I HALAMAN PENGESAHAN... II KATA PENGANTAR...... III HALAMAN PERSEMBAHAN... V SARI......... VI DAFTAR ISI... VII DAFTAR GAMBAR.... IX BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang.........
Lebih terperinciBAB III GEOMETRI DAN KARAKTERISASI UNIT RESERVOIR
BAB III GEOMETRI DAN KARAKTERISASI UNIT RESERVOIR III.1. Analisis Biostratigrafi Pada penelitian ini, analisis biostratigrafi dilakukan oleh PT Geoservices berdasarkan data yang diambil dari sumur PL-01
Lebih terperinciPorositas Efektif
Gambar 4.2.3. Histogram frekuensi porositas total seluruh sumur. 4.2.3. Porositas Efektif Porositas efektif adalah porositas total yang tidak terisi oleh shale. Porositas efektif ditentukan berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. usia produksi hidrokarbon dari lapangan-lapangannya. Untuk itulah, sebagai tinjauan
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Asri yang berada di lepas pantai Sumatera Tenggara, telah berproduksi dari 30 tahun hingga saat ini menjadi area penelitian yang menarik untuk dipelajari
Lebih terperinciCiri Litologi
Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi
Lebih terperinciBab III Pengolahan dan Analisis Data
Bab III Pengolahan dan Analisis Data Dalam bab pengolahan dan analisis data akan diuraikan berbagai hal yang dilakukan peneliti untuk mencapai tujuan penelitian yang ditetapkan. Data yang diolah dan dianalisis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lapangan XVII adalah lapangan penghasil migas yang terletak di Blok
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lapangan XVII adalah lapangan penghasil migas yang terletak di Blok Sanga-sanga, Cekungan Kutai, Kalimantan Timur. Cekungan Kutai merupakan cekungan penghasil
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian
1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN Data seismik dan log sumur merupakan bagian dari data yang diambil di bawah permukaan dan tentunya membawa informasi cukup banyak mengenai kondisi geologi
Lebih terperinciFoto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono
Batulempung, hadir sebagai sisipan dalam batupasir, berwarna abu-abu, bersifat non karbonatan dan secara gradasi batulempung ini berubah menjadi batuserpih karbonan-coally shale. Batubara, berwarna hitam,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cekungan Sumatra Tengah merupakan cekungan penghasil minyak bumi yang pontensial di Indonesia. Cekungan ini telah dikelola oleh PT Chevron Pacific Indonesia selama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi sifat-sifat litologi dan fisika dari batuan reservoar, sehingga dapat dikarakterisasi dan kemudian
Lebih terperinciBAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR
BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR Pemodelan reservoir berguna untuk memberikan informasi geologi dalam kaitannya dengan data-data produksi. Studi geologi yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui geometri
Lebih terperinciGambar 3.21 Peta Lintasan Penampang
Gambar 3.21 Peta Lintasan Penampang Korelasi tahap awal dilakukan pada setiap sumur di daerah penelitian yang meliputi interval Formasi Daram-Waripi Bawah. Korelasi pada tahap ini sangat penting untuk
Lebih terperinciBAB V ANALISIS SEKATAN SESAR
BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR Dalam pembahasan kali ini, penulis mencoba menganalisis suatu prospek terdapatnya hidrokarbon ditinjau dari kondisi struktur di sekitar daerah tersebut. Struktur yang menjadi
Lebih terperinciTekstur dan Struktur Pada Batuan Sedimen
Tekstur dan Struktur Pada Batuan Sedimen Tekstur Batuan Sedimen a. Ukuran butir Dalam pemerian ukuran butir digunakan pedoman ukuran dari Skala Wentworth yaitu b. Sortasi atau Derajat Pemilahan Derajat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Deep water channel merupakan salah satu fasies di lingkungan laut dalam dengan karakteristik dari endapannya yang cenderung didominasi oleh sedimen berukuran kasar
Lebih terperinci(Gambar III.6). Peta tuning ini secara kualitatif digunakan sebagai data pendukung untuk membantu interpretasi sebaran fasies secara lateral.
Selanjutnya hasil animasi terhadap peta tuning dengan penganturan frekuensi. Dalam hal ini, animasi dilakukan pada rentang frekuensi 0 60 hertz, karena diatas rentang tersebut peta tuning akan menunjukkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik mengenai geologi terutama mengenai sifat/karakteristik suatu reservoir sangat penting dalam tahapan eksploitasi suatu
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS FASIES ENDAPAN TURBIDIT
BAB IV ANALISIS FASIES ENDAPAN TURBIDIT 4.1 Fasies Turbidit adalah suatu sedimen yang diendapkan oleh mekanisme arus turbid (turbidity current), sedangkan arus turbid itu sendiri adalah suatu arus yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah OCO terdapat pada Sub-Cekungan Jatibarang yang merupakan bagian dari Cekungan Jawa Barat Utara yang sudah terbukti menghasilkan hidrokarbon di Indonesia. Formasi
Lebih terperinciBAB III PEMODELAN RESERVOIR
BAB III PEMODELAN RESERVOIR Penelitian yang dilakukan pada Lapangan Rindang dilakukan dalam rangka mendefinisikan reservoir Batupasir A baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Beberapa hal yang dilakukan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Cekungan Asri adalah salah satu cekungan sedimen penghasil hidrokarbon di
I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Asri adalah salah satu cekungan sedimen penghasil hidrokarbon di utara lepas pantai Sumatra Tenggara, Indonesia bagian barat. Kegiatan eksplorasi pada Cekungan
Lebih terperinciMetamorfisme dan Lingkungan Pengendapan
3.2.3.3. Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan Secara umum, satuan ini telah mengalami metamorfisme derajat sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi batuan yang relatif jauh lebih keras
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. BAB I - Pendahuluan
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Lapangan Terbang ditemukan pertama kali di tahun 1971 dan mulai berproduksi di tahun 1976. Sebagian besar produksi lapangan ini menghasilkan minyak jenis
Lebih terperinciBAB V INTERPRETASI DATA. batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada
BAB V INTERPRETASI DATA V.1. Penentuan Litologi Langkah awal yang dilakukan pada penelitian ini adalah menentukan litologi batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada dibawah
Lebih terperinciBAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian
Lebih terperinciBab I Pendahuluan 1.1 Subjek dan Objek Penelitian 1.2 Latar Belakang Permasalahan 1.3 Masalah Penelitian
Bab I Pendahuluan 1.1 Subjek dan Objek Penelitian Subjek dari penelitian ini berupa studi stratigrafi sekuen dalam formasi Pulau Balang di lapangan Wailawi, Cekungan Kutai Bagian Selatan Kalimantan Timur.
Lebih terperinciKecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur
Umur Analisis mikropaleontologi dilakukan pada contoh batuan pada lokasi NA805 dan NA 803. Hasil analisis mikroplaeontologi tersebut menunjukkan bahwa pada contoh batuan tersebut tidak ditemukan adanya
Lebih terperinciANALISIS FASIES PENGENDAPAN DAN GEOMETRI RESERVOIR X, Y, DAN Z PADA ANGGOTA GITA FORMASI TALANG AKAR, LAPANGAN LOGAN, CEKUNGAN SUNDA
ANALISIS FASIES PENGENDAPAN DAN GEOMETRI RESERVOIR X, Y, DAN Z PADA ANGGOTA GITA FORMASI TALANG AKAR, LAPANGAN LOGAN, CEKUNGAN SUNDA TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menempuh kelulusan
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang
Lebih terperinciANALISIS TAFONOMI MOLUSKA PADA FORMASI DAMAR DI KALI SIWUNGU TEMBALANG SEMARANG
ANALISIS TAFONOMI MOLUSKA PADA FORMASI DAMAR DI KALI SIWUNGU TEMBALANG SEMARANG ABSTRAK Anis Kurniasih, ST., MT. 1, Ikhwannur Adha, ST. 2 1 Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batuan karbonat menyusun 20-25% batuan sedimen dalam sejarah geologi. Batuan karbonat hadir pada Prakambrium sampai Kuarter. Suksesi batuan karbonat pada Prakambrium
Lebih terperinciBab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang
Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Pemahaman yang baik terhadap geologi bawah permukaan dari suatu lapangan minyak menjadi suatu hal yang penting dalam perencanaan strategi pengembangan lapangan tersebut.
Lebih terperinciAplikasi Metode Dekomposisi Spektral Dalam Interpretasi Paleogeografi Daerah Penelitian
Bab IV Aplikasi Metode Dekomposisi Spektral Dalam Interpretasi Paleogeografi Daerah Penelitian Aplikasi Metode Dekomposisi Spektral dalam interpretasi paleogeografi di daerah penelitian dilakukan setelah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai
BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan penting dan bernilai sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai 60.000 km 2 dan
Lebih terperinciArus Traksi dan Arus Turbidit
Arus Traksi dan Arus Turbidit Transportasi dan Deposisi Sedimen Media transportasi dari sedimen pada umumnya dapat dibagi menjadi berikut ini : Air - Gelombang - Pasang Surut - Arus Laut Udara Es Gravitasi
Lebih terperinciBAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN
BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN Fasies adalah suatu tubuh batuan yang dicirikan oleh kombinasi ciri litologi, ciri fisik dan biologi yang membedakannya dengan tubuh batuan yang berdekatan (Walker,
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA
BAB IV ANALISIS DATA Proses ini merupakan tahap pasca pengolahan contoh yang dibawa dari lapangan. Dari beberapa contoh yang dianggap mewakili, selanjutnya dilakukan analisis mikropaleontologi, analisis
Lebih terperinciANALISIS STATIK DAN DINAMIK KARAKTERISASI RESERVOIR BATUPASIR SERPIHAN FORMASI BEKASAP UNTUK PENGEMBANGAN LAPANGAN MINYAK PUNGUT
ANALISIS STATIK DAN DINAMIK KARAKTERISASI RESERVOIR BATUPASIR SERPIHAN FORMASI BEKASAP UNTUK PENGEMBANGAN LAPANGAN MINYAK PUNGUT TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Lebih terperinciUmur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi
3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan
Lebih terperinci3.1. Penentuan Batas Atas dan Bawah Formasi Parigi
Selain dari data-data di atas, data lain yang dijadikan rujukan dalam penelitian ini adalah review biostratigrafi sumur Asri-2 (PT. Core Laboratories), review laporan evaluasi batuan induk (PT. Robertson
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lapangan X merupakan salah satu lapangan eksplorasi PT Saka Energy
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lapangan X merupakan salah satu lapangan eksplorasi PT Saka Energy Indonesia yang secara umum terletak di wilayah South Mahakam, sebelah tenggara dan selatan dari Kota
Lebih terperinciBAB III Perolehan dan Analisis Data
BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III PEROLEHAN DAN ANALISIS DATA Lokasi penelitian, pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000, terletak di Formasi Rajamandala. Penelitian lapangan berupa
Lebih terperinciGeologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /
Pada sayatan tipis (Lampiran C) memiliki ciri-ciri kristalin, terdiri dari dolomit 75% berukuran 0,2-1,4 mm, menyudut-menyudut tanggung. Matriks lumpur karbonat 10%, semen kalsit 14% Porositas 1% interkristalin.
Lebih terperinciAdanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.2.2.3 Umur Berdasarkan data analisis mikrofosil pada sampel yang diambil dari lokasi BG4 (Lampiran B), spesies-spesies yang ditemukan antara lain adalah Globigerinoides
Lebih terperinciDAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN... 1
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii UCAPAN TERIMAKASIH... iv KATA PENGANTAR... vi ABSTRAK... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xvii
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sejarah eksplorasi menunjukan bahwa area North Bali III merupakan bagian selatan dari Blok Kangean yang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sejarah eksplorasi menunjukan bahwa area North Bali III merupakan bagian selatan dari Blok Kangean yang dioperasikan oleh Atlantic Richfield Bali North Inc (ARCO),
Lebih terperinciBAB V SEKUEN STRATIGRAFI
BAB V SEKUEN STRATIGRAFI Sekuen adalah urutan lapisan yang relatif selaras dan berhubungan secara genetik dibatasi oleh ketidakselarasan dan keselarasan yang setara dengannya (Mitchum dkk., 1977 op.cit.
Lebih terperincia) b) Frekuensi Dominan ~22 hz
Pada tahap akhir pembentukan sistem trak post-rift ini diendapkan Formasi Menggala yang merupakan endapan transgresif yang melampar di atas Kelompok Pematang. Formasi Menggala di dominasi oleh endapan
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. V.1 Penentuan Zona Reservoar dan Zona Produksi
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN V.1 Penentuan Zona Reservoar dan Zona Produksi Penentuan zona reservoir dilakukan dengan menggunakan cutoff volume serpih (VSH) dan porositas efektif (PHIE) pada zona target.
Lebih terperinciBAB IV STUDI PASIR NGRAYONG
BAB IV STUDI PASIR NGRAYONG 4.2 Latar belakang Studi Ngrayong telah lama mengundang perdebatan bagi para geolog yang pernah bekerja di Cekungan Jawa Timur. Perbedaan tersebut adalah mengenai lingkungan
Lebih terperinciDAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR GAMBAR... x BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang...
DAFTAR ISI Halaman SARI... i KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Batasan Masalah... 2 1.3 Maksud dan Tujuan...
Lebih terperinciBAB IV TEKTONOSTRATIGRAFI DAN POLA SEDIMENTASI Tektonostratigrafi Formasi Talang Akar (Oligosen-Miosen Awal)
BAB IV TEKTONOSTRATIGRAFI DAN POLA SEDIMENTASI 4.1 Tektonostratigrafi 4.1.1 Tektonostratigrafi Formasi Talang Akar (Oligosen-Miosen Awal) Berdasarkan penampang seismik yang sudah didatarkan pada horizon
Lebih terperinciGeologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan
Gambar 3.8 Korelasi Stratigrafi Satuan Batupasir terhadap Lingkungan Delta 3.2.3 Satuan Batulempung-Batupasir Persebaran (dominasi sungai) Satuan ini menempati 20% dari luas daerah penelitian dan berada
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Lintasan Dan Hasil Penelitian Penelitian yang dilakukan dalam cakupan peta 1212 terdiri dari 44 lintasan yang terbentang sepanjang 2290 km, seperti yang terlihat pada peta
Lebih terperinciBAB II. KAJIAN PUSTAKA
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii HALAMAN IJIN PENGGUNAAN DATA... iv KATA PENGANTAR.... v SARI... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR...
Lebih terperinciKARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO
KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO Sifat Umum Lumpur Sidoarjo merupakan lumpur yang keluar dari perut bumi, berasal dari bagian sedimentasi formasi Kujung, formasi Kalibeng dan formasi Pucangan. Sedimen formasi
Lebih terperinciBAB IV RESERVOIR KUJUNG I
BAB IV RESERVOIR KUJUNG I Studi geologi yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui geometri dan potensi reservoir, meliputi interpretasi lingkungan pengendapan dan perhitungan serta pemodelan tiga dimensi
Lebih terperinciGeologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Perolehan Data dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000 terletak di Formasi Rajamandala (kotak kuning pada Gambar
Lebih terperinciGambar I.1. : Lokasi penelitian terletak di Propinsi Sumatra Selatan atau sekitar 70 km dari Kota Palembang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Subjek dan Lokasi Penelitian Subjek penelitian ini adalah analisis variogram horizontal pada pemodelan distribusi karakterisasi reservoir. Sedangkan objek penelitian meliputi lapisan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cekungan penghasil minyak dan gas bumi terbesar kedua di Indonesia setelah
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Menurut Pertamina BPPKA (1996), Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan penghasil minyak dan gas bumi terbesar kedua di Indonesia setelah Cekungan
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat
Lebih terperinci