BAB 7 ANALISIS ANDONGAN JARINGAN DISTRIBUSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 7 ANALISIS ANDONGAN JARINGAN DISTRIBUSI"

Transkripsi

1 BAB 7 ANALISIS ANDONGAN JARINGAN DISTRIBUSI A. Pengertian Andongan Jaringan Andongan (sag) merupakan jarak lenturan dari suatu bentangan kawat penghantar antara dua tiang penyangga jaringan atau lebih, yang diperhitungkan berdasarkan garis lurus (horizontal) kedua tiang tersebut. Besarnya lenturan kawat penghantar tersebut tergantung pada berat dan panjang kawat penghantar atau panjang gawang (span). Berat kawat akan menimbulkan tegangan terik pada kawat penghantar, yang akan mempengaruhi besarnya andongan tersebut. Gambar 69. Bentuk andongan jaringan distribusi B. Metode Pengukuran & Pengecekan Andongan Jaringan Pengecekan andongan dari suatu jaringan merupakan pekerjaan akhir setelah pemasangan kawat penghantar dan peralatannya. Pengecekan andongan kawat penghantar ini dilakukan agar kekuatan lentur kawat penghantar pada tiang penyangga jaringan sesuai dengan standar yang diperkenankan. Ada beberapa metode atau cara untuk mengukur dan mengecek lebar andongan (sag) dari suatu jaringan, yaitu : 1. Metode Penglihatan (Sigth). Metode pengelihatan ini dapat dilakakan dengan jalan menaiki tiang akhir (deadend pole) untuk wilayah jaringan lurus (tangent). Dari tiang akhir kita dapat melihat bentangan jaringan, dengan berpedoman pada ujung atas tiang satu dengan yang lain sebagai garis pelurus. Bila 91

2 bentangan jaringan panjangnya lebih 500 m, kita dapat melakukannya dengan menggunakan teropong.. Metode Papan Bidik Metode ini menggunkan papan bidik berbentuk T dan papan target bidikan. Papan bidik berbentuk T disangkutkan pada ujung tiang sesuai dengan ukuran andongan yang telah ditetapkan sesuai standar. Sedangkan papan target disangkutkan pada ujung tiang berikutnya, sesuai dengan ukuran andongan yang telah ditetapkan sesuai standar. Selanjutnya petugas memanjat tiang pertama yang terdapat papan bidik bentuk T untuk membidik atau mengincar papan target yang ada pada tiang kedua. Apabila kawat penghantar melebihi target yang dibidik berarti kawat penghantar masih kendor dan perlu ditarik lagi sehingga tepat pada sasaran (bidikan). Begitu sebaliknya jika kawat penghantar kurang dari taget bidikan, berarti tarikan kawat penghantar terlalu kencang dan perlu dikendorkan sehingga tepat pada sasaran (bidikan). Gambar 70 Cara mengecekkan andongan dengan metode papan bidik Gambar 71 Bentuk papan bidik berbentuk T Gambar 7 Bentuk papan target bidikan 9

3 3. Metode Dynamometer Metode ini menggunakan alat dynamometer dan tabel andongan Martin. Gambar 73 Pengecekan andongan dengan metode dynamometer Gambar 74 Alat ukur dynamometer Gambar 75 Pemasangan dynamometer pada tiang penyangga Gambar 76 Posisi dynamometer dari depan 93

4 Gambar 77 Posisi dynamometer dari belakang 4. Metode Panjang Gawang (Span) Metode ini menggunakan panjang gawang (span) sebagai ukuran andongan. Sebagai standar ditetapkan andongan maksimum untuk gawang selebar 40 meter lebih kurang besarnya andongan 30 cm. Pertambahan besar andongan untuk gawang yang lebih panjang dapat ditentukan dengan menggunakan persamaa sebagai berikut. L S = 0,3 (1) 40 Dimana : S = andongan (sag) jaringan, dalam satuan meter L = panjang gawang (span) kedua tiang, dalam satuan meter Berdasarkan rumus diatas maka besarnya andongan untuk setiap lebar gawang, dapat dilihat pada tabel 10 berikut ini. 5. Metode Gelombang Balik atau Metode Pulsa Metode ini dikaukan dengan jalan menepuk kawat penghantar dengan tangan, sehingga akan timbul gelombang dan merambat sepanjang bentangan kawat jaringan. Gerakan gelombang ini akan berlanjut sampai gelombang teredam sendiri. Waktu yang dibutuhkan bagi gelombang yang merambat ke tiang lainnya dan kembali lagi merupakan suatu fungsi lenturan kawat penghantar pada bentangannya. Waktu yang dibutuhkan untuk mengukur gelombang balik ini biasanya 3 atau 4 gelombang balik, yang diukur menggunakan stop-watch. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, pengukuran hendaknya diulang sebanyak 3 kali pengecekan sehingga didapatkan hasil yang sama. Untuk meredam gelombang balik pada saat akan melakukan pengecekan berikutnya, kawat penghantar jaringan ditahan dengan tangan sehingga gelombang balik itu hilang (diam). Formula yang digunakan untuk menghitung andongan dengan metode gelombang balik (return wave method), yaitu : 94

5 S = 30,66 (T / N) () (Sumber PLN Exp. X) Dimana : S = sag (andongan) dalam cm. T = waktu yang dibutuhkan untuk 3 atau 4 gelombang balik (detik). N = jumlah gelombang balik (biasanya ditetapkan untuk 3 atau 4 gelombang balik). Formula lain yang tidak beda hasilnya dapat dilihat pada rumus berikut ini. S = 306,7 (T / N) dalam mm (3) (Sumber : Pabla, h.193) S = 0,3065 T dalam meter (4) (Sumber : Hutauruk, h.161) C. Andongan dan Panjang Gawang Pada tanah datar dan pada daerah yang berpenduduk padat, panjang span (jarak antar tiang) dan tinggi tiang jaringan distribusi ditetapkan sebagai berikut. Tabel 10. Ukuran Tinggi Tiang dan Panjang Gawang Tinggi Tiang Jaringan Panjang gawang 11 meter meter 1 meter meter 13 meter meter Sumber : PLN Exploitasi X Semarang Jawa Tengah. Tabel 11. Ukuran Tinggi Menara dan Panjang Gawang Saluran Tegangan (kv) Tinggi Tiang (m) Panjang Gawang (m) SUTR 1 kv 9 1 m m SUTM 6 30 kv 10 0 m m Sumber : AVE D.10 95

6 D. Perhitungan Andongan Simetris Bentuk andongan simetris dapat dilihat pada gamber 74 di bawah ini. Gambar 78 Andongan pada daerah mendatar X X W Gambar 79 Bentuk andongan simetris 1. Besarnya andongan pada tiang simetris : S = W C 8.T (L) o (5) Dimana : S = besarnya andongan (sag), dalam satuan meter W c = berat beban kawat penghantar (weight of conductor), dalam satuan kg (kilogram) L = panjang gawang (span), dalam satuan meter T o = tegangan tarik maksimum kawat penghantar yang diperkenan kan (allowable maximum tension), dalam satuan kg (kilogram) 96

7 . Tegangan tarik maksimum kawat penghantar σ B T o = fs (6) σ B = τb. Ac (7) T o = f s = τ τ B B.A f S.A T O C C Dimana : T o = tegangan tarik maksimum (allawable maximum tension), dalam satuan kg. σ B = kekuatan tarik maksimum (ultimate tensile strength) kawat penghantar, dalam satuan kg/m. τ B = tegangan patah (breaking stress) kawat penghantar, dalam satuan kg/m. A c = luas penampang (cross-sectional area of conductor) kawat penghantar, dalam satuan meter (m ). f s = faktor keselamatan/keamanan (factor of safety). 3. Beban Pada Kawat Penghantar a. Berat kawat penghantar W c = B c.a c (10) (8) (9) W c = ρ. A c (11) d c = 4.A c π (1) Dimana : W c = berat kawat penghantar (kg) B c = kerapatan bahan kawat penghantar (kg/m ). 97

8 A c = luas penampang kawat penghantar (m ) ρ = berat jenis bahan kawat penghantar (specific grafity of material), d c = diameter kawat penghantar (m) b. Tekanan angin pada kawat penghantar W w = P w. A w (13) W w = P w. A c (14) π.d C A c = 4 Luas penampang total (luas kawat dan luas lapisan es) (15) A ci = 4 π ( dc + r ) (16) Beban tekanan angin total (kawat penghantar tertutup oleh salju di permukaannya ) π W w = P w ( dc + r ) 4 (17) Dimana : W w = besarnya beban tekanan angin, (kg) P w = besarnya tekanan angin (kg/m ) A w = luas daerah perencanaan lokasi jaringan A c = luas penampang kawat penghantar (m ) A ci = luas penampang total (kawat dan lapisan salju), (m ) r = ketebalan lapisan salju pada kawat penghantar (m) c. Beban salju pada kawat penghantar W i = B i. A i (18) π A ci = ( dc + r ) 4 A i = π.r ( d c + r ) π.d C A c = 4 98

9 W i = B i { π. r ( d c + r ) } (19) Dimana : W i = berat beban salju pada kawat penghantar, dalam satuan kg. B i = nilai kerapatan bahan lapisan salju per meter panjang, dalam satuan kg/m. A i = luas penampang lapisan salju di permukaan kawat penghantar, dalam satuan m. A ci = luas penampang total (kawat penghantar dan lapisan salju), dalam satuan m. A c = luas penampng kawat penghantar tanpa dilu-muri salju, dalam satuan m. d c = diameter kawat penghantar (m) r = ketebalan lapisan salju (m) d. Beban maksimum kawat penghantar Jika hanya ada tekanan angin yang menimpa kawat penghantar, maka beban maksimum dicari dengan rumus sebagai berikut. Wr = ( W ) + (W (0) C W ) Saat terjadi tekanan angin dan beban salju yang menyelimuti kawat penghantar, maka beban maksimum dicari dengan rumus sebagai berikut. W = + (1) r (Wc + W i ) (Ww ) Rumus diatas berdasarkan penjumlahan vektor dari masingmasing beban yang menimpa kawat penghantar jaringan. Untuk lebih jelasnya lihat gambar 80 di bawah ini. θ Gambar 80. Penjumlahan beban kawat penghantar secara vektor 99

10 Dimana : W r = beban total (resultante loading), dalam satuan kg W c = berat kawat penghantar (weight of conductor), dalam satuan kg. W i = berat beban salju (weight of ice coating), dalam satuan kg. W w = beban tekanan angin (wind pressure), dalam satuan kg. E. Perhitungan Andongan Tak Simetris Andongan tak simetris ini terjadi karena posisi tiang penyangga jaringan distribusi terletak tidak di daerah mandatar, dalam arti jaringan distribusi melintasi beberapa wilayah, seperti melintasi daerah rawa, melintasi perbukitan, melintasi sungai, dan melintasi lembah yang bersungai. Jika melihat kondisi wilayah yang dilintasi oleh jaringan distribusi tersebut, ada delapan bentuk andongan jaringan distribusi, yaitu : 1. Andongan Horizontal a. Andongan Horizontal Mendatar b. Andongan Horizontal Melintasi Sungai Dengan Beda Tinggi c. Andongan Horizontal Melintasi Perbukitan d. Andongan Horizontal Melintasi Lembah Bersungai. Andongan Vertikal a. Andongan Vertikal Mendatar b. Andongan Vertikal Melintasi Sungai Dengan Beda Tinggi c. Andongan Vertikal Melintasi Perbukitan d. Andongan Vertikal Melintasi Lembah Bersungai. Lebih jelasnya bentuk andongan tak simetris ini dapat kita kupas pembahasannya satu persatu berikut ini. 1. Andongan Horizontal Mendatar Bentuk andongan horizontal mendatar ini dapat dilihat pada gambar 81 di bawah ini. a. Besarnya andongan Dari gambar 81 di bawah ini, ada 4 andongan yang harus dihitung, yaitu andongan horizontal terendah (S 1 ), andongan horizontal tertinggi (S ), andongan dipertengahan kawat penghantar (S mid ), dan andongan simetris (S simetris ). Andongan horizontal terendah (S 1 ) terletak pada sisi AO dengan jarak x 1, dihitung dengan menggunakan rumus : 100

11 W(x ) 1 S 1 = ().To Gambar 81. Bentuk andongan horizontal mendatar Sedangkan andongan horizontal tertinggi (S ) yang terletak pada sisi BO dengan jarak x, besarnya andongan dihitung dengan mengunakan rumus : W(x ) S = (3).To Pada andongan dipertengan kawat penghantar (S mid ) yang terletak pada sisi PO dengan jarak x, besarnya andongan diperhitungkan dengan menggunakan rumus : W(x) S mid = (4).To Andongan simetris (S simetris ) merupakan jarak lenturan yang terjadi pada puncak kedua tiang penyangga dengan jarak AB, yang dihitung dengan menggunakan rumus : W(AB) S simetris = (5) 8.To Dimana : S = besarnya andongan (sag), dalam satuan meter W c = berat beban kawat penghantar (weight of conductor), dalam satuan kg (kilogram) L = panjang gawang (span), dalam satuan meter 101

12 T o AB x 1 x x = tegangan tarik maksimum kawat penghantar yang diperkenankan (allowable maximum tension), dalam satuan kg (kilogram) = jarak antara sisi AB, dalam satuan meter = jarak antara sisi AO diperhitungkan secara mendatar dari tiang pertama ke titik O, dalam satuan meter = jarak antara sisi OB yang diperhitungkan secara mendatar dari tiang kedua (t ) ke titik O, dalam satuan meter. = jarak antgara sisi OP yang diperhitungkan secara mendatar dari titik O ke titi P (titik pertengahan kawat penghantar), dalam satuan meter. b. Besarnya nilai h, x 1, x, x, dan AB h = t t 1 = S S 1 (6) x + x 1 = L (7) atau x = L x 1 (8) L x = x1 (9) AB + = L h (30) c. Besarnya nilai x 1 dan x. Dari persamaan (3) dan () diperoleh persamaan : W(L x1) W.(x1) S S 1 =.To.To atau W(L x1) W(x1) h = (31).To Dimana diketahui S S 1 = h (3).T o.h = W.L + W (x 1 ).W.L.x 1 W (x 1 ).T o.h = W.L.W.L.x 1 atau.w.l.x 1 = W.L.T o.h W.L.TO.h W.L.TO.h x1 = =.W.L.W.L.W.L Dengan demikian besarnya x 1 adalah : L T x 1 = o.h (33) W. L Dengan cara yang sama kita cari nilai x. 10

13 x 1 = L x W(x1) S 1 =.T S S 1 = h = W(x O W(x ).T W(L x ) =.T O O W(L x ).T O ) (WL + W(x ).T O W (x ) WL W(x ) + h =.TO.T o.h =.W.L.x W.L. WLx WLx.W.L.x =.T o.h W.L..TO.h + W.L x =.W.L.TO.h W.L x = +.W.L.W.L L T x = + o.h (34) W. L d. Besarnya nilai h 1 dan h. Untuk menentukan jarak antara kawat andongan bagian bawah dengan permukaan tanah (h 1 ) dapat digunakan rumus (35), sedang untuk menentukan jarak antara kawat bagian tengah dengan permukaan sungai (h ) dapat digunakan rumus (36) di bawah ini. h 1 = t 1 S 1 (35) h = h 1 + S mid (36). Andongan Horizontal Melintasi Sungai Dengan Ketinggian Berbeda Bentuk andongan horizontal melintasi sungai dengan ketinggian berbeda dapat di lihat pada gambar 8 di bawah ini. a. Besarnya andongan Untuk menentukan besarnya andongan horizontal terendah (S 1 ), andongan horizontal tertinggi (S ), andongan horizontal dipertengahan kawat penghantar (S mid ), dan andongan horizontal simetris (S simetris ) dari bentuk andongan horizontal diatas dapat digunakan rumus (), (3), (4), dan (5). b. Besarnya nilai x 1, x, x, dan h 103

14 Untuk menentukan panjang x 1, x, x, AB dapat digunakan rumus (33), (34), (9), dan (30). Sedangkan nilai h, mengingat terjadi perbedaan tinggi antara kedua tiang maka tinggi h dihitung menggunakan rumus sbb. : h + t 1 = t + EC (37) L h S S 1 t 1 D A X 1 O S simetris P h 1 X h F G S mid E C t Gambar 8. Andongan Horizontal Melintasi Sungai Dengan Ketinggian Berbeda X Dimana : EC = L tan ϕ (38) c. Besarnya nilai x 1 dan x. Untuk menentukan nilai x 1 dan x dapat digunakan persamaan (33) dan (34) diatas. d. Besarnya nilai h 1 dan h. Untuk menentukan jarak antara kawat andongan bagian bawah dengan permukaan tanah (h 1 ) dapat digunakan rumus (35), sedang untuk menentukan jarak antara kawat bagian tengah dengan permukaan sungai (h ) dapat digunakan rumus (36). 3. Andongan Horizontal Melintasi Perbukitan Bentuk andongan horizontal melintasi perbulitan dengan ketinggian berbeda dapat di lihat pada gambar 78 di bawah ini. a. Besarnya andongan Untuk menentukan besarnya andongan horizontal terendah (S 1 ), andongan horizontal tertinggi (S ), andongan horizontal dipertengahan kawat penghantar (S mid ), dan andongan horizontal 104

15 simetris (S simetris ) dari bentuk andongan horizontal diatas dapat digunakan rumus (), (3), (4), dan (5). Gambar 83. Andongan Horizontal Melintasi Perbukitan Dengan Ketinggian Berbeda b. Besarnya nilai x 1, x, x, dan h Untuk menentukan panjang x 1, x, x, AB dapat digunakan rumus (33), (34), (9), dan (30). Sedangkan nilai h, mengingat terjadi perbedaan tinggi antara kedua tiang maka tinggi h dihitung menggunakan rumus (6) dan (31). Perhitungan kemiringan kedua tiang dapat dihitung : EC y sin ϕ = = (39) DE r DC x cos ϕ = = DE r EC y tan ϕ = = DC x (40) (41) c. Besarnya nilai h 1 dan h. Untuk menentukan jarak antara kawat andongan bagian bawah dengan permukaan tanah (h 1 ) dan untuk menentukan jarak antara kawat bagian tengah dengan permukaan sungai (h ) dapat digunakan rumus sebagai berikut : h 1 = t 1 S 1 FG (4) h = t 1 S 1 HI + S mid (43) FG = x 1 tan ϕ (44) 105

16 HI = (x 1 + x) tan ϕ (45) 4. Andongan Horizontal Melintasi Lembah Bersungai Bentuk andongan horizontal melintasi lembah bersungai dengan ketinggian berbeda dapat di lihat pada gambar 81 di bawah ini. Gambar 84. Kondisi andongan diatas lembah bersungai Gambar 85. Andongan Horizontal Melintasi Lembah Bersungai Dengan Ketinggian Berbeda a. Besarnya andongan Untuk menentukan besarnya andongan horizontal terendah (S 1 ), andongan horizontal tertinggi (S ), andongan horizontal dipertengahan kawat penghantar (S mid ), dan andongan horizontal simetris (S simetris ) dari bentuk andongan horizontal diatas dapat digunakan rumus (), (3), (4), dan (5). 106

17 b. Besarnya nilai x 1, x, x, dan h Untuk menentukan panjang x 1, x, x, AB dapat digunakan rumus (33), (34), (9), dan (30). Sedangkan nilai h, mengingat terjadi perbedaan tinggi antara kedua tiang maka tinggi h dihitung menggunakan rumus (6) dan (31). c. Besarnya nilai h 1 dan h. Untuk menentukan jarak antara kawat andongan bagian bawah dengan permukaan tanah (h 1 ) dapat digunakan rumus (53), sedang untuk menentukan jarak antara kawat bagian tengah dengan permukaan sungai (h ) dapat digunakan rumus (54). Dari gambar 6 diperoleh persamaan : h 1 = t 1 S 1 + GH (46) h = t 1 S 1 + FL + S mid (47) Dimana GH = x tanϕ (48) FL = DI = IK tan ϕ (49) 5. Andongan Vertikal Mendatar Bentuk andongan vertikal mendatar ini dapat dilihat pada gambar 8 di bawah ini. Gambar 87. Bentuk andongan vertikal mendatar a. Besarnya andongan Dari gambar 8 di atas, ada 4 andongan yang harus dihitung, yaitu andongan vertikal terendah (S 1 ), andongan vertikal tertinggi 107

18 (S ), andongan dipertengahan kawat penghantar (S mid ), dan andongan simetris (S simetris ). Andongan vertikal terendah (S 1 ) terletak pada sisi AO dengan jarak x 1, dihitung dengan menggunakan rumus : W(x1) S 1 = (50).To Sedangkan andongan vertikal tertinggi (S ) yang terletak pada sisi BO dengan jarak x, besarnya andongan dihitung dengan mengunakan rumus : W(x ) S = (51).To Pada andongan dipertengan kawat penghantar (S mid ) yang terletak pada sisi PO dengan jarak x, besarnya andongan diperhitungkan dengan menggunakan rumus : W(x) S mid = (5).To Andongan simetris (S simetris ) merupakan jarak lenturan yang terjadi pada puncak kedua tiang penyangga dengan jarak AB, yang dihitung dengan menggunakan rumus : W(AB) S simetris = (53) 8.To Dimana : S = besarnya andongan (sag), dalam satuan meter W c = berat beban kawat penghantar (weight of conductor), dalam satuan kg (kilogram) L = panjang gawang (span), dalam satuan meter T o = tegangan tarik maksimum kawat penghantar yang diperkenankan (allowable maximum tension), dalam satuan kg (kilogram) AB = jarak antara sisi AB, dalam satuan meter x 1 = jarak antara sisi AO diperhitungkan secara mendatar dari tiang pertama ke titik O, dalam satuan meter x = jarak antara sisi OB yang diperhitungkan secara mendatar dari tiang kedua (t ) ke titik O, dalam satuan meter. x = jarak antara sisi OP yang diperhitungkan secara mendatar dari titik O ke titi P (titik pertengahan kawat penghantar), dalam satuan meter. 108

19 b. Besarnya nilai h, x 1, x, x, dan AB h = t t 1 = S S 1 (54) L = x x 1 (55) Atau x = L + x 1 (56) L x = + x1 (57) AB + = L h (58) c. Besarnya nilai x 1 dan x. Dari persamaan (57) dan (58) diperoleh persamaan : W(x ) W(x1) S S 1 =.To.TO Diketahui dari persamaan (60) bahwa x = L + x 1. sehingga : W(L + x1) W(x1) S S 1 = (59).To.To Diketahui dari persamaan (7) bahwa : S S 1 = h Apabila kita subtitusikan ke persamaan (66) akan menjadi : W(L + x1) W(x1) h = (60).To.T o.h = WL + W(x 1 ) +.W.L.x 1 W(x 1 )..T o.h = W.L +.W.L.x 1..W.L.x 1 = W.L.T o.h..to.h W.L x1 =.W.L.TO.h W.L x1 =.W.L.W.L TO.h L x1 = (61) W.L Dengan cara yang sama kita cari harga x dimana diketahui besarnya x 1 adalah : x = L + x 1 109

20 W(x ) S S 1 =.T O W(x L).T W(x ) W(x L) h =.TO.T o.h = W (x ) W(x ) + W.L.W.L.x..T o.h = W.L.W.L.x. O.W.L.x = W.L.T o.h W.L.TO.h x =.W.L W.L.TO.h x =.W.L.W.L L TO.h x = (6) W.L d. Besarnya nilai h 1 dan h. Untuk menentukan jarak antara kawat andongan bagian bawah dengan permukaan tanah (h 1 ) dapat digunakan rumus (70), sedang untuk menentukan jarak antara kawat bagian tengah dengan permukaan sungai (h ) dapat digunakan rumus (71). Dari gambar 7 diperoleh persamaan : h 1 = t 1 S 1 (63) h = h 1 + S mid (64) 6. Andongan Vertikal Melintasi Sungai Dengan Ketinggian Berbeda Bentuk andongan vertikal melintasi sungai dengan ketinggian berbeda dapat di lihat pada gambar 83 di bawah ini. a. Besarnya andongan Untuk menentukan besarnya andongan vertikal terendah (S 1 ), andongan vertikal tertinggi (S ), andongan vertikal dipertengahan kawat penghantar (S mid ), dan andongan vertikal simetris (S simetris ) dari bentuk andongan vertikal diatas dapat digunakan rumus (57), (58), (59), dan (60). 110

21 Gambar 88. Andongan Vertikal Melintasi Sungai Dengan Ketinggian Berbeda b. Besarnya nilai x 1, x, x, dan h Untuk menentukan panjang x 1, x, x, AB dapat digunakan Rumus (68), (63), (64), dan (65). Sedangkan nilai h, mengingat terjadi perbedaan tinggi antara kedua tiang maka tinggi h dihitung menggunakan rumus sbb. : h + t 1 = t + EC (65) Dimana : EC = L tan ϕ (66) c. Besarnya nilai h 1 dan h. Untuk menentukan jarak antara kawat andongan bagian bawah dengan permukaan tanah (h 1 ) dapat digunakan rumus (70), sedang untuk menentukan jarak antara kawat bagian tengah dengan permukaan sungai (h ) dapat digunakan rumus (71). 7. Andongan Vertikal Melintasi Perbukitan Bentuk andongan vertikal melintasi perbulitan dengan ketinggian berbeda dapat di lihat pada gambar 84 di bawah ini. a. Besarnya andongan Untuk menentukan besarnya andongan vertikal terendah (S 1 ), andongan vertikal tertinggi (S ), andongan vertikal dipertengahan kawat penghantar (S mid ), dan andongan vertikal simetris (S simetris ) dari bentuk andongan vertikal diatas dapat digunakan rumus (57), (58), (59), dan (60). 111

22 Gambar 89. Andongan Vertikal Melintasi Perbukitan Dengan Ketinggian Berbeda b. Besarnya nilai x 1, x, x, dan h Untuk menentukan panjang x 1,x, x, AB dapat digunakan rumus (68), (63), (64), dan (65). Sedangkan nilai h, mengingat terjadi perbedaan tinggi antara kedua tiang maka tinggi h dihitung menggunakan rumus (7) dan (73). Perhitungan kemiringan kedua tiang dapat dihitung : EC y sin ϕ = = DE r DC x cos ϕ = = DE r EC y tan ϕ = = DC x c. Besarnya nilai h 1 dan h. Untuk menentukan jarak antara kawat andongan bagian bawah dengan permukaan tanah (h 1 ) dan untuk menentukan jarak antara kawat bagian tengah dengan permukaan sungai (h ) dapat digunakan rumus sebagai berikut : h 1 = t 1 S 1 FG (67) h = t 1 S 1 HI + S mid (68) FG = x 1 tan ϕ (69) HI = (x 1 + x) tan ϕ (70) 11

23 8. Andongan Vertikal Melintasi Lembah Bersungai Bentuk andongan vertikal melintasi lembah bersungai dengan ketinggian berbeda dapat di lihat pada gambar 90 di bawah ini. a. Besarnya andongan Untuk menentukan besarnya andongan vertikal terendah (S 1 ), andongan vertikal tertinggi (S ), andongan vertikal dipertengahan kawat penghantar (S mid ), dan andongan vertikal simetris (S simetris ) dari bentuk andongan vertikal diatas dapat digunakan rumus (57), (58), (59), dan (60). Gambar 90. Andongan Vertikal Melintasi Lembah Bersungai Dengan Ketinggian Berbeda b. Besarnya nilai x 1, x, x, dan h Untuk menentukan panjang x 1,x, x, AB dapat digunakan rumus (68), (64), (64), dan (65). Sedangkan nilai h, mengingat terjadi perbedaan tinggi antara kedua tiang maka tinggi h dihitung menggunakan rumus (7) dan (73). c. Besarnya nilai h 1 dan h. Untuk menentukan jarak antara kawat andongan bagian bawah dengan permukaan tanah (h 1 ) dan untuk menentukan jarak antara kawat bagian tengah dengan permukaan sungai (h ) dapat digunakan rumus sebagai berikut : h 1 = t 1 S 1 + GH (71) h = t 1 S 1 + FL + S mid (7) Dimana GH = x tanϕ (73) FL = DI = IK tan ϕ (74) 113

24 114

ANALISA PENGARUH EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP ANDONGAN DAN TEGANGAN TARIK PADA SALURAN TRANSMISI 150 KV

ANALISA PENGARUH EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP ANDONGAN DAN TEGANGAN TARIK PADA SALURAN TRANSMISI 150 KV ANALISA PENGARUH EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP ANDONGAN DAN TEGANGAN TARIK PADA SALURAN TRANSMISI 150 KV Hari Anna Lastya Pendidikan Teknik Elektro Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry halastya@gmail.com

Lebih terperinci

Muhammad Ihsan #1, Ira Devi Sara *2, Rakhmad Syafutra Lubis #3

Muhammad Ihsan #1, Ira Devi Sara *2, Rakhmad Syafutra Lubis #3 Pengaruh Suhu dan Angin Terhadap Andongan dan Kekuatan Tarik Konduktor Jenis ACCC Lisbon Muhammad Ihsan #1, Ira Devi Sara *2, Rakhmad Syafutra Lubis #3 # Jurusan Teknik Elektro dan Komputer, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

SOAL A: PERENCANAAN PANGKAL JEMBATAN DENGAN PONDASI TIANG. 6.5 m

SOAL A: PERENCANAAN PANGKAL JEMBATAN DENGAN PONDASI TIANG. 6.5 m SOAL A: PERENCANAAN PANGKAL JEMBATAN DENGAN PONDASI TIANG 0. 0.4 ± 0.0 0. 0.8 30 KN I 3. m.0 0.3 30 KN.0.7 m m 9 m II II 0.7 m. m Panjang abutment tegak lurus bidang gambar = 0. m. Tiang pancang dari beton

Lebih terperinci

FISIKA. Sesi GELOMBANG BERJALAN DAN STASIONER A. GELOMBANG BERJALAN

FISIKA. Sesi GELOMBANG BERJALAN DAN STASIONER A. GELOMBANG BERJALAN FISIKA KELAS XII IPA - KURIKULUM KTSP 0 Sesi GELOMBANG BERJALAN DAN STASIONER A. GELOMBANG BERJALAN Gelombang adalah getaran yang merambat. Adapun gelombang berjalan merupakan suatu gelombang di mana setiap

Lebih terperinci

BAB USAHA DAN ENERGI I. SOAL PILIHAN GANDA

BAB USAHA DAN ENERGI I. SOAL PILIHAN GANDA 1 BAB USAHA DAN ENERGI I. SOAL PILIHAN GANDA 01. Usaha yang dilakukan oleh suatu gaya terhadap benda sama dengan nol apabila arah gaya dengan perpindahan benda membentuk sudut sebesar. A. 0 B. 5 C. 60

Lebih terperinci

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS)

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS) A. IDEALISASI STRUKTUR RAGKA ATAP (TRUSS) Perencanaan kuda kuda dalam bangunan sederhana dengan panjang bentang 0 m. jarak antara kuda kuda adalah 3 m dan m, jarak mendatar antara kedua gording adalah

Lebih terperinci

SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK DAMAN SUSWANTO SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK UNTUK MAHASISWA TEKNIK ELEKTRO Edisi Pertama, 2009 JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI PADANG i ii Kata Pengantar Puji syukur penulis

Lebih terperinci

Perancangan Belt Conveyor Pengangkut Bubuk Detergent Dengan Kapasitas 25 Ton/Jam BAB III PERHITUNGAN BAGIAN-BAGIAN UTAMA CONVEYOR

Perancangan Belt Conveyor Pengangkut Bubuk Detergent Dengan Kapasitas 25 Ton/Jam BAB III PERHITUNGAN BAGIAN-BAGIAN UTAMA CONVEYOR BAB III PERHITUNGAN BAGIAN-BAGIAN UTAMA CONVEYOR 3.1 Data Perancangan Spesifikasi perencanaan belt conveyor. Kapasitas belt conveyor yang diinginkan = 25 ton / jam Lebar Belt = 800 mm Area cross-section

Lebih terperinci

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS)

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS) A. IDEALISASI STRUKTUR RAGKA ATAP (TRUSS) Perencanaan kuda kuda dalam bangunan sederhana dengan panjang bentang 0 m. jarak antara kuda kuda adalah 3 m dan m, jarak mendatar antara kedua gording adalah

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perencanaan Proses perencanaan mesin pembuat es krim dari awal sampai akhir ditunjukan seperti Gambar 3.1. Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa Perhitungan

Lebih terperinci

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI II LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI II LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI II LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT 1. VEKTOR Jika diketahui vektor A = 4i 8j 10k dan B = 4i 3j + 2bk. Jika kedua vektor tersebut saling tegak lurus, maka tentukan

Lebih terperinci

Macam-macam Tegangan dan Lambangnya

Macam-macam Tegangan dan Lambangnya Macam-macam Tegangan dan ambangnya Tegangan Normal engetahuan dan pengertian tentang bahan dan perilakunya jika mendapat gaya atau beban sangat dibutuhkan di bidang teknik bangunan. Jika suatu batang prismatik,

Lebih terperinci

1. Jarak dua rapatan yang berdekatan pada gelombang longitudinal sebesar 40m. Jika periodenya 2 sekon, tentukan cepat rambat gelombang itu.

1. Jarak dua rapatan yang berdekatan pada gelombang longitudinal sebesar 40m. Jika periodenya 2 sekon, tentukan cepat rambat gelombang itu. 1. Jarak dua rapatan yang berdekatan pada gelombang longitudinal sebesar 40m. Jika periodenya 2 sekon, tentukan cepat rambat gelombang itu. 2. Sebuah gelombang transversal frekuensinya 400 Hz. Berapa jumlah

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANTAI KENDARAAN, SANDARAN DAN TROTOAR

PERENCANAAN LANTAI KENDARAAN, SANDARAN DAN TROTOAR PERENCANAAN LANTAI KENDARAAN, SANDARAN DAN TROTOAR 1. Perhitungan Lantai Kendaraan Direncanakan : Lebar lantai 7 m Tebal lapisan aspal 10 cm Tebal plat beton 20 cm > 16,8 cm (AASTHO LRFD) Jarak gelagar

Lebih terperinci

Bab 1 Besaran Fisika dan Satuannya

Bab 1 Besaran Fisika dan Satuannya Bab 1 Besaran Fisika dan Satuannya Ayo Uji Pemahaman Anda 1. (13,35 ± 0,05) cm. (a) (1,670 ± 0,005) cm (b) (6,30 ± 0,005) cm 3. (a) 6,5 + 43 0,01 = (6,930 ± 0,005) mm (b) 4,0 + 11 0,01 = (4,110 ± 0,005)

Lebih terperinci

TES STANDARISASI MUTU KELAS XI

TES STANDARISASI MUTU KELAS XI TES STANDARISASI MUTU KELAS XI. Sebuah partikel bergerak lurus dari keadaan diam dengan persamaan x = t t + ; x dalam meter dan t dalam sekon. Kecepatan partikel pada t = 5 sekon adalah ms -. A. 6 B. 55

Lebih terperinci

Ditanya : v =? Jawab : v =

Ditanya : v =? Jawab : v = 1. Telinga manusia mampu menanggapi gelombang longitudinal pada jangkaun frekuensi ± 20 Hz-20.000 Hz. Hitunglah panjang gelombang di udara dengan perambatan v = 344 m/s! Diket : v = 344 m/s f 1 = 20 Hz

Lebih terperinci

λ = = 1.grafik simpangan waktu dan grafik simpangan-posisi ditunjukan pada gambar dibawah ini.

λ = = 1.grafik simpangan waktu dan grafik simpangan-posisi ditunjukan pada gambar dibawah ini. simpangan simpangan.graik simpangan waktu dan graik simpangan-posisi ditunjukan pada gambar dibawah ini. - - Waktu mikro sekon 0 0 30 0 posisi 0 0 30 0 tentukan: rekuensi getaran, b. panjang gelombang

Lebih terperinci

BAB VIII PERENCANAAN PONDASI SUMURAN

BAB VIII PERENCANAAN PONDASI SUMURAN BAB VIII PERENCANAAN PONDASI SUMURAN 8.1 IDENTIFIKASI PROGRAM Program/software ini menggunakan satuan kn-meter dalam melakukan perencanaan pondasi sumuran. Pendekatan yang digunakan dalam menghitung daya

Lebih terperinci

BAB IV PROSES PERANCANGAN

BAB IV PROSES PERANCANGAN BAB IV PROSES PERANCANGAN 4.1 Rancangan Teoritis Rancangan teoritis yang ideal perlu ditetapkan sebagai acuan perancangan dan pemilihan bahan. Dengan mempertimbangkan kondisi pembebanan dan spesifikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai motor penggerak utama Forklift ini digunakan mesin diesel 115

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai motor penggerak utama Forklift ini digunakan mesin diesel 115 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prinsip Kerja Sistem Hidroulik Pada Forklift Sebagai motor penggerak utama Forklift ini digunakan mesin diesel 115 PS, dengan putaran mesin 1500 rpm dan putaran dari mesin

Lebih terperinci

Soal Pembahasan Dinamika Gerak Fisika Kelas XI SMA Rumus Rumus Minimal

Soal Pembahasan Dinamika Gerak Fisika Kelas XI SMA Rumus Rumus Minimal Soal Dinamika Gerak Fisika Kelas XI SMA Rumus Rumus Minimal Hukum Newton I Σ F = 0 benda diam atau benda bergerak dengan kecepatan konstan / tetap atau percepatan gerak benda nol atau benda bergerak lurus

Lebih terperinci

LAMPIRAN I (Preliminary Gording)

LAMPIRAN I (Preliminary Gording) LAMPIRAN I (Preliminary Gording) L.1. Pendimensian gording Berat sendiri gording dapat dihitung dengan menggunakan atau dengan memisalkan berat sendiri gording (q), Pembebanan yang dipikul oleh gording

Lebih terperinci

BAB III ANALISA PERHITUNGAN

BAB III ANALISA PERHITUNGAN BAB III ANALISA PERHITUNGAN 3.1 Data Informasi Awal Perancangan Gambar 3.1 Belt Conveyor Barge Loading Capasitas 1000 Ton/Jam Fakultas Teknoligi Industri Page 60 Data-data umum dalam perencanaan sebuah

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan Konsep perencanaan komponen yang diperhitungkan sebagai berikut: a. Motor b. Reducer c. Daya d. Puli e. Sabuk V 2.2 Motor Motor adalah komponen dalam sebuah kontruksi

Lebih terperinci

Waktu yang dibutuhkan oleh gelombang adalah 4 sekon.

Waktu yang dibutuhkan oleh gelombang adalah 4 sekon. Usikan yang terjadi ketika sebuah batu dijatuhkan dk permukaan air di sebuah kolam akan merambat menjauhi titik jatuh batu dan akhirnya mencapai tepi kolam. Gelombang atau usikan air ini memang bergerak

Lebih terperinci

Pembahasan soal latihan dari buku fisika 3A Bab 1 untuk SMA, karangan Mikrajuddin Abdullah. 1. perhatikan gambar gelombang pada disamping.

Pembahasan soal latihan dari buku fisika 3A Bab 1 untuk SMA, karangan Mikrajuddin Abdullah. 1. perhatikan gambar gelombang pada disamping. Pembahasan soal latihan dari buku fisika 3A Bab 1 untuk SMA, karangan Mikrajuddin Abdullah Bagian A 1. perhatikan gambar gelombang pada disamping. a. Berapakah panjang gelombang? b. Berapakah amplitudo

Lebih terperinci

No Kode :../Profesional/ / /2018

No Kode :../Profesional/ / /2018 No Kode :../Profesional/ / /2018 MODUL 4 KEGIATAN BELAJAR 1 MEMASANG SALURAN UDARA TEGANGAN RENDAH Penulis: 1. Drs. Hambali, M.Kes 2.Rahmat Hidayat, M.PdT PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN KUAT LENTUR NORMAL DENGAN DUA TITIK PEMBEBANAN BAB I DESKRIPSI

METODE PENGUJIAN KUAT LENTUR NORMAL DENGAN DUA TITIK PEMBEBANAN BAB I DESKRIPSI METODE PENGUJIAN KUAT LENTUR NORMAL DENGAN DUA TITIK PEMBEBANAN BAB I DESKRIPSI 1.1 Maksud dan Tujuan 1.1.1 Maksud Metode Pengujian Kuat Lentur Beton Normal Dengan Dua titik Pembebanan dimaksudkan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. PS, dengan putaran mesin 1500 rpm dan putaran dari mesin inilah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. PS, dengan putaran mesin 1500 rpm dan putaran dari mesin inilah yang 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prinsip Kerja Sistem Hidroulik Pada Forklift Sebagai motor penggerak utama Forklift ini digunakan mesin diesel 115 PS, dengan putaran mesin 1500 rpm dan putaran dari mesin

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN vii DAFTAR ISI vi Halaman Judul i Pengesahan ii PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI iii DEDIKASI iv KATA PENGANTAR v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR xiii DAFTAR LAMPIRAN xiv DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

Lebih terperinci

= tegangan horisontal akibat tanah dibelakang dinding = tegangan horisontal akibat tanah timbunan = tegangan horisontal akibat beban hidup = tegangan

= tegangan horisontal akibat tanah dibelakang dinding = tegangan horisontal akibat tanah timbunan = tegangan horisontal akibat beban hidup = tegangan DAFTAR NOTASI Sci = pemampatan konsolidasi pada lapisan tanah ke-i yang ditinjau Hi = tebal lapisan tanah ke-i e 0 = angka pori awal dari lapisan tanah ke-i Cc = indeks kompresi dari lapisan ke-i Cs =

Lebih terperinci

BAB GEJALA GELOMBANG

BAB GEJALA GELOMBANG BAB GEJALA GELOMBANG 1 BAB GEJALA GELOMBANG Contoh 1.1 Pengertian besaran-besaran pada gelombang transversal 1. Pengertian panjang gelombang Gelombang air laut mendekati mercusuar dengan cepat rambat

Lebih terperinci

BAB 1 PERHITUNGAN PANJANG BATANG

BAB 1 PERHITUNGAN PANJANG BATANG BAB 1 PERHITUNGAN PANJANG BATANG A4 A5 A3 A6 T4 A1 T1 A2 D1 T2 D2 T3 D3 D4 T5 D5 T6 A7 D6 T7 A8 A 45 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B 30 1.1 Perhitungan Secara Matematis Panjang Batang Bawah B 1 B 2 B 3 B 4 B

Lebih terperinci

Contoh Soal dan Pembahasan Dinamika Rotasi, Materi Fisika kelas 2 SMA. Pembahasan. a) percepatan gerak turunnya benda m.

Contoh Soal dan Pembahasan Dinamika Rotasi, Materi Fisika kelas 2 SMA. Pembahasan. a) percepatan gerak turunnya benda m. Contoh Soal dan Dinamika Rotasi, Materi Fisika kelas 2 SMA. a) percepatan gerak turunnya benda m Tinjau katrol : Penekanan pada kasus dengan penggunaan persamaan Σ τ = Iα dan Σ F = ma, momen inersia (silinder

Lebih terperinci

Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA

Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA Dalam gerak translasi gaya dikaitkan dengan percepatan linier benda, dalam gerak rotasi besaran yang dikaitkan dengan percepatan

Lebih terperinci

SOAL MID SEMESTER GENAP TP. 2011/2012 : Fisika : Rabu/7 Maret 2012 : 90 menit

SOAL MID SEMESTER GENAP TP. 2011/2012 : Fisika : Rabu/7 Maret 2012 : 90 menit Mata Pelajaran Hari / tanggal Waktu SOAL MID SEMESTER GENAP TP. 2011/2012 : Fisika : Rabu/7 Maret 2012 : 90 menit Petunjuk : a. Pilihan jawaban yang paling benar diantaraa huruf A, B, C, D dan E A. Soal

Lebih terperinci

BAB GEJALA GELOMBANG

BAB GEJALA GELOMBANG BAB GEJALA GELOMBANG Contoh. Pengertian besaran-besaran pada gelombang transversal. Pengertian panjang gelombang Gelombang air laut mendekati mercusuar dengan cepat rambat 7 m/s. Jarak antara dua dasar

Lebih terperinci

CAHYA PUTRI KHINANTI Page 3

CAHYA PUTRI KHINANTI Page 3 BAB II PERHITUNGAN KAP A. Perhitungan Gording Gambar 2.1 Rencana Kap 1. Data Perhitungan Bentang kuda kuda = 10 m Jarak antar kuda-kuda = 4 m Kemiringan atap = 20 Berat penutup atap = 10 kg/m² (Seng Gelombang)

Lebih terperinci

BAB 20. KEMAGNETAN Magnet dan Medan Magnet Hubungan Arus Listrik dan Medan Magnet

BAB 20. KEMAGNETAN Magnet dan Medan Magnet Hubungan Arus Listrik dan Medan Magnet DAFTAR ISI DAFTAR ISI...1 BAB 20. KEMAGNETAN...2 20.1 Magnet dan Medan Magnet...2 20.2 Hubungan Arus Listrik dan Medan Magnet...2 20.3 Gaya Magnet...4 20.4 Hukum Ampere...9 20.5 Efek Hall...13 20.6 Quis

Lebih terperinci

BAB III KOLAM PENENANG / HEAD TANK

BAB III KOLAM PENENANG / HEAD TANK BAB III KOLAM PENENANG / HEAD TANK 3.1 KONDISI PERENCANAAN Kolam penenang direncanakn berupa tangki silinder baja, berfungsi untuk menenangkan air dari outlet headrace channel. Volume tampungan direncanakan

Lebih terperinci

Gambar 6.1 Gaya-gaya yang Bekerja pada Tembok Penahan Tanah Pintu Pengambilan

Gambar 6.1 Gaya-gaya yang Bekerja pada Tembok Penahan Tanah Pintu Pengambilan BAB VI ANALISIS STABILITAS BENDUNG 6.1 Uraian Umum Perhitungan Stabilitas pada Perencanaan Modifikasi Bendung Kaligending ini hanya pada bangunan yang mengalami modifikasi atau perbaikan saja, yaitu pada

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1 Perhitungan Ketebalan Minimum ( Minimum Wall Thickess) Dari persamaan 2.13 perhitungan ketebalan minimum dapat dihitung dan persamaan 2.15 dan 2.16 untuk pipa bending

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC

PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC A. DATA VOIDED SLAB PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC Lebar jalan (jalur lalu-lintas) B 1 = 7.00 m Lebar trotoar B 2 = 0.75 m Lebar total

Lebih terperinci

n ,06 mm > 25 mm sehingga tulangan dipasang 1 lapis

n ,06 mm > 25 mm sehingga tulangan dipasang 1 lapis Menghitung As perlu Dari perhitungan didapat nilai ρ = ρ min As = ρ b d perlu As = 0,0033x1700 x1625 perlu Asperlu = 9116, 25mm 2 Menghitung jumlah tulangan yang diperlukan Coba D25 sehingga As perlu 9116,

Lebih terperinci

GETARAN, GELOMBANG DAN BUNYI

GETARAN, GELOMBANG DAN BUNYI GETARAN, GELOMBANG DAN BUNYI Getaran, Gelombang dan Bunyi Getaran 01. EBTANAS-06-24 Pada getaran selaras... A. pada titik terjauh percepatannya maksimum dan kecepatan minimum B. pada titik setimbang kecepatan

Lebih terperinci

BAB VI PENGUKURAN JARAK LANGSUNG

BAB VI PENGUKURAN JARAK LANGSUNG BAB VI PENGUKURAN JARAK LANGSUNG Jarak antara dua buah titik dimuka bumi dalam ukur tanah adalah merupakan jarak terpendek antara kedua titik tersebut tergantung jarak tersebut terletak pada bidang datar,

Lebih terperinci

Latihan Soal Uas Fisika SMK Teknologi

Latihan Soal Uas Fisika SMK Teknologi Latihan Soal Uas Fisika SMK Teknologi Oleh Tenes Widoyo M.Pd. Paket 01 1. Besaran yang dimensinya ML 2 L -2 adalah. A. Tekanan B. Usaha C. Impuls D. Momentum E. Kecepatan 2. Dua buah vektor A dan B besarnya

Lebih terperinci

Mekanika Bahan TEGANGAN DAN REGANGAN

Mekanika Bahan TEGANGAN DAN REGANGAN Mekanika Bahan TEGANGAN DAN REGANGAN Sifat mekanika bahan Hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja Berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan dan kekakuan Tegangan Intensitas

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan 3 BAB DASAR TEORI.1. Dasar Perencanaan.1.1. Jenis Pembebanan Dalam merencanakan struktur suatu bangunan bertingkat, digunakan struktur yang mampu mendukung berat sendiri, gaya angin, beban hidup maupun

Lebih terperinci

BED LOAD. 17-May-14. Transpor Sedimen

BED LOAD. 17-May-14. Transpor Sedimen 1 BED LOAD Transpor Sedimen Transpor Sedimen 2 Persamaan transpor sedimen yang ada di HEC-RAS Ackers and White (total load) Engelund and Hansen Laursen (total load) Meyer-Peter and Müller Beberapa persamaan

Lebih terperinci

Session 1 Konsep Tegangan. Mekanika Teknik III

Session 1 Konsep Tegangan. Mekanika Teknik III Session 1 Konsep Tegangan Mekanika Teknik III Review Statika Struktur didesain untuk menerima beban sebesar 30 kn Struktur tersebut terdiri atas rod dan boom, dihubungkan dengan sendi (tidak ada momen)

Lebih terperinci

BAB III PERENCAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alur Perencanaan Proses perancangan alat pencacah rumput gajah seperti terlihat pada diagram alir berikut ini: Mulai Pengamatan dan Pengumpulan Perencanaan Menggambar

Lebih terperinci

STUDIO PERANCANGAN II PERENCANAAN GELAGAR INDUK

STUDIO PERANCANGAN II PERENCANAAN GELAGAR INDUK PERANCANGAN II PERENCANAAN GELAGAR INDUK DATA PERENCANAAN : Panjang jembatan = 20 m Lebar jembatan = 7,5 m Tebal plat lantai = 20 cm (BMS 1992 K6 57) Tebal lapisan aspal = 5 cm (BMS 1992 K2 13) Berat isi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir (State of The Art Review) Penelitian mengenai kawat tanah pada jaringan distribusi tegangan menengah saat ini telah banyak dilakukan. Beberapa penelitian yang

Lebih terperinci

PRAKTIKUM MEKANIKA TANAH 2006/2007 BAB X KONSOLIDASI 1 REFERENSI

PRAKTIKUM MEKANIKA TANAH 2006/2007 BAB X KONSOLIDASI 1 REFERENSI BAB X KONSOLIDASI 1 REFERENSI Das, Braja M. 1985. Mekanika Tanah jilid 1. Penerbit Erlangga: Jakarta. Bab 7, Kemampumampatan Tanah, Hal. 177. 2 DASAR TEORI Telah kita ketahui bahwa ketika sebuah material

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR MENARA LISTRIK TEGANGAN TINGGI

PERENCANAAN STRUKTUR MENARA LISTRIK TEGANGAN TINGGI PERENCANAAN STRUKTUR MENARA LISTRIK TEGANGAN TINGGI Tedy Ferdian 1, Yosafat Aji Pranata 2, Ronald Simatupang 3 1 Alumnus Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Maranatha 2, 3 Dosen

Lebih terperinci

STATIKA. Dan lain-lain. Ilmu pengetahuan terapan yang berhubungan dengan GAYA dan GERAK

STATIKA. Dan lain-lain. Ilmu pengetahuan terapan yang berhubungan dengan GAYA dan GERAK 3 sks Ilmu pengetahuan terapan yang berhubungan dengan GAYA dan GERAK Statika Ilmu Mekanika berhubungan dengan gaya-gaya yang bekerja pada benda. STATIKA DINAMIKA STRUKTUR Kekuatan Bahan Dan lain-lain

Lebih terperinci

Gejala Gelombang. gejala gelombang. Sumber:

Gejala Gelombang. gejala gelombang. Sumber: Gejala Gelombang B a b B a b 1 gejala gelombang Sumber: www.alam-leoniko.or.id Jika kalian pergi ke pantai maka akan melihat ombak air laut. Ombak itu berupa puncak dan lembah dari getaran air laut yang

Lebih terperinci

Torsi sekeliling A dari kedua sayap adalah sama dengan torsi yang ditimbulkan oleh beban Q y yang melalui shear centre, maka:

Torsi sekeliling A dari kedua sayap adalah sama dengan torsi yang ditimbulkan oleh beban Q y yang melalui shear centre, maka: Torsi sekeliling A dari kedua sayap adalah sama dengan torsi yang ditimbulkan oleh beban Q y yang melalui shear centre, maka: BAB VIII SAMBUNGAN MOMEN DENGAN PAKU KELING/ BAUT Momen luar M diimbangi oleh

Lebih terperinci

HUKUM - HUKUM NEWTON TENTANG GERAK.

HUKUM - HUKUM NEWTON TENTANG GERAK. DINAMIKA GERAK HUKUM - HUKUM NEWTON TENTANG GERAK. GERAK DAN GAYA. Gaya : ialah suatu tarikan atau dorongan yang dapat menimbulkan perubahan gerak. Dengan demikian jika benda ditarik/didorong dan sebagainya

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL. MODUL 5 : Bantalan PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL. MODUL 5 : Bantalan PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 5 : Bantalan OUTPUT : Mahasiswa dapat menjelaskan fungsi bantalan dalam konstruksi jalan rel Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan tipe bantalan serta penggunaan yang tepat sesuai

Lebih terperinci

Jawaban Soal OSK FISIKA 2014

Jawaban Soal OSK FISIKA 2014 Jawaban Soal OSK FISIKA 4. Sebuah benda bergerak sepanjang sumbu x dimana posisinya sebagai fungsi dari waktu dapat dinyatakan dengan kurva seperti terlihat pada gambar samping (x dalam meter dan t dalam

Lebih terperinci

II. KONSEP DESAIN. A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan.

II. KONSEP DESAIN. A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan. II. KONSEP DESAIN A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan. Beban yang bekerja pada struktur bangunan dapat bersifat permanen (tetap)

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Lampung. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada rentang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Lampung. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada rentang III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terpadu Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada rentang waktu pada

Lebih terperinci

5.4.1 Momen akibat pengangkatan satu titik

5.4.1 Momen akibat pengangkatan satu titik 33 5.4 Tiang Pancang 5.4. Momen akibat pengangkatan satu titik M R q a q ( L a ) Mx R x q x Gambar 5.79 Pengangkatan dengan titik qa dmx yarat Maksimum 0 dx R qx 0 R x q ( L M max R al) { ( L a) } L q

Lebih terperinci

BAB DINAMIKA ROTASI DAN KESEIMBANGAN BENDA TEGAR

BAB DINAMIKA ROTASI DAN KESEIMBANGAN BENDA TEGAR BAB DNAMKA OTAS DAN KESEMBANGAN BENDA TEGA. SOA PHAN GANDA. Dengan menetapkan arah keluar bidang kertas, sebagai arah Z positif dengan vektor satuan k, maka torsi total yang bekerja pada batang terhadap

Lebih terperinci

Ciri dari fluida adalah 1. Mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah

Ciri dari fluida adalah 1. Mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah Fluida adalah zat aliar, atau dengan kata lain zat yang dapat mengalir. Ilmu yang mempelajari tentang fluida adalah mekanika fluida. Fluida ada 2 macam : cairan dan gas. Ciri dari fluida adalah 1. Mengalir

Lebih terperinci

Pertemuan XIV IX. Kolom

Pertemuan XIV IX. Kolom ertemuan XIV IX. Kolom 9. Kolom Dengan Beban Aksial Tekan Suatu batang langsing ang dikenai tekanan aksial disebut dengan kolom. Terminologi kolom biasana digunakan untuk menatakan suatu batang vertikal.

Lebih terperinci

Bab 6 DESAIN PENULANGAN

Bab 6 DESAIN PENULANGAN Bab 6 DESAIN PENULANGAN Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pulau Kalukalukuang Provinsi Sulawesi Selatan 6.1 Teori Dasar Perhitungan Kapasitas Lentur

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian Metodologi yang digunakan dalam penelitian Skripsi ini antara lain adalah: 1. Studi literatur, yaitu dengan cara menelaah, menggali, serta mengkaji

Lebih terperinci

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018. Departemen Fisika - Wardaya College

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018. Departemen Fisika - Wardaya College Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018-1. Hambatan listrik adalah salah satu jenis besaran turunan yang memiliki satuan Ohm. Satuan hambatan jika

Lebih terperinci

SOAL DINAMIKA ROTASI

SOAL DINAMIKA ROTASI SOAL DINAMIKA ROTASI A. Pilihan Ganda Pilihlah jawaban yang paling tepat! 1. Sistem yang terdiri atas bola A, B, dan C yang posisinya seperti tampak pada gambar, mengalami gerak rotasi. Massa bola A, B,

Lebih terperinci

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT 2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT Pendahuluan Elemen struktur komposit merupakan struktur yang terdiri dari 2 material atau lebih dengan sifat bahan yang berbeda dan membentuk satu kesatuan sehingga menghasilkan

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI LUAS PIPA PADA ELEMEN BALOK BETON BERTULANG TERHADAP KUAT LENTUR

PENGARUH VARIASI LUAS PIPA PADA ELEMEN BALOK BETON BERTULANG TERHADAP KUAT LENTUR PENGARUH VARIASI LUAS PIPA PADA ELEMEN BALOK BETON BERTULANG TERHADAP KUAT LENTUR Million Tandiono H. Manalip, Steenie E. Wallah Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Email : tan.million8@gmail.com

Lebih terperinci

MIMIN RIHOTIMAWATI TRIGONOMETRI

MIMIN RIHOTIMAWATI TRIGONOMETRI MIMIN RIHOTIMAWATI TRIGONOMETRI Fungsi Trigonometri Sin α = Sisi. didepan. sudut Hipotenusa a c Cos α = Sisi. terdekat. sudut Hipotenusa b c Tan α = Sisi. didepan. sudut Sisi. yang. berdeka tan a b Sinus

Lebih terperinci

Getaran, Gelombang dan Bunyi

Getaran, Gelombang dan Bunyi Getaran, Gelombang dan Bunyi Getaran 01. EBTANAS-06- Pada getaran selaras... A. pada titik terjauh percepatannya maksimum dan kecepatan minimum B. pada titik setimbang kecepatan dan percepatannya maksimum

Lebih terperinci

STUDI PEMBUATAN BEKISTING DITINJAU DARI SEGI KEKUATAN, KEKAKUAN DAN KESTABILAN PADA SUATU PROYEK KONSTRUKSI

STUDI PEMBUATAN BEKISTING DITINJAU DARI SEGI KEKUATAN, KEKAKUAN DAN KESTABILAN PADA SUATU PROYEK KONSTRUKSI STUDI PEMBUATAN BEKISTING DITINJAU DARI SEGI KEKUATAN, KEKAKUAN DAN KESTABILAN PADA SUATU PROYEK KONSTRUKSI DENIE SETIAWAN NRP : 9721019 NIRM : 41077011970255 Pembimbing : Maksum Tanubrata, Ir., MT. FAKULTAS

Lebih terperinci

Perhitungan Struktur Bab IV

Perhitungan Struktur Bab IV Permodelan Struktur Bored pile Perhitungan bore pile dibuat dengan bantuan software SAP2000, dimensi yang diinput sesuai dengan rencana dimensi bore pile yaitu diameter 100 cm dan panjang 20 m. Beban yang

Lebih terperinci

Prosiding SENTIA 2016 Politeknik Negeri Malang Volume 8 ISSN:

Prosiding SENTIA 2016 Politeknik Negeri Malang Volume 8 ISSN: ANALISIS KEKUATAN KOSTUM TIKUS PADA KONSTRUKSI SALURAN KABEL UDARA JARINGAN TEGANGAN MENENGAH SECARA PEMODELAN MENGGUNAKAN CATIA V5 Akhmad Faizin, Dipl.Ing.HTL, M.T. Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan

BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan Dari keseluruhan pembahasan yang telah diuraikan merupakan hasil dari perhitungan perencanaan struktur gedung Fakultas Teknik Informatika ITS Surabaya dengan metode SRPMM.

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PERPAJAKAN PUSAT KOTA SEMARANG

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PERPAJAKAN PUSAT KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PERPAJAKAN PUSAT KOTA SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas

Lebih terperinci

B.1. Menjumlah Beberapa Gaya Sebidang Dengan Cara Grafis

B.1. Menjumlah Beberapa Gaya Sebidang Dengan Cara Grafis BAB II RESULTAN (JUMLAH) DAN URAIAN GAYA A. Pendahuluan Pada bab ini, anda akan mempelajari bagaimana kita bekerja dengan besaran vektor. Kita dapat menjumlah dua vektor atau lebih dengan beberapa cara,

Lebih terperinci

01. Panjang gelombang dari gambar di atas adalah. (A) 0,5 m (B) 1,0 m (C) 2,0 m (D) 4,0 m (E) 6,0 m 02.

01. Panjang gelombang dari gambar di atas adalah. (A) 0,5 m (B) 1,0 m (C) 2,0 m (D) 4,0 m (E) 6,0 m 02. 01. t = 0.4s Panjang gelombang dari gambar di atas adalah. (A) 0,5 m (B) 1,0 m (C) 2,0 m (D) 4,0 m (E) 6,0 m 02. t = 0.4s Amplituda dari gelombang pada gambar di atas adalah. (A) 0,5 m (B) 1,0 m (C) 2,0

Lebih terperinci

HIDROLIKA SALURAN TERTUTUP -PUKULAN AIR (WATER HAMMER)- SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA TEKNIK PENGAIRAN

HIDROLIKA SALURAN TERTUTUP -PUKULAN AIR (WATER HAMMER)- SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA TEKNIK PENGAIRAN HIDROLIKA SALURAN TERTUTUP -PUKULAN AIR (WATER HAMMER)- SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA TEKNIK PENGAIRAN UMUM Pukulan air/ water hammer adalah fenomena hidraulik pada suatu pipa akibat adanya penutupan

Lebih terperinci

Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional Tahun 1986 Matematika

Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional Tahun 1986 Matematika Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional Tahun 986 Matematika EBTANAS-SMP-86-0 Himpunan faktor persekutuan dari dan 0 {,,, 6} {,, 6} {, } {6} EBTANAS-SMP-86-0 Bilangan 0,0000 jika ditulis dalam bentuk baku.0

Lebih terperinci

ANALISIS PERHITUNGAN JARAK ANTAR KAWAT DAN CLEARANCE SALURAN TRANSMISI UDARA

ANALISIS PERHITUNGAN JARAK ANTAR KAWAT DAN CLEARANCE SALURAN TRANSMISI UDARA ANALISIS PERHITUNGAN JARAK ANTAR KAWAT DAN CLEARANCE SALURAN TRANSMISI UDARA Heru Sumarsono (LF 004 485) Ir. Tedjo Sukmadi, M.T. Susatyo Handoko, S.T., M.T. Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

FIsika USAHA DAN ENERGI

FIsika USAHA DAN ENERGI KTSP & K-3 FIsika K e l a s XI USAHA DAN ENERGI Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.. Memahami konsep usaha dan energi.. Menjelaskan hubungan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. rokok dengan alasan kesehatan, tetapi tidak menyurutkan pihak industri maupun

BAB II DASAR TEORI. rokok dengan alasan kesehatan, tetapi tidak menyurutkan pihak industri maupun BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjauan umum Tembakau merupakan salah satu komoditas pertanian yang menjadi bahan dasar rokok. Dimana kita ketahui bahwa rokok telah menjadi kebutuhan sebagian orang. Walaupun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Ikatan Pembuluh Bambu Foto makroskopis ruas bambu tali disajikan pada Gambar 7 dan bukunya disajikan pada Gambar 8. Foto makroskopis ruas bambu betung disajikan

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BANK MANDIRI JL. NGESREP TIMUR V / 98 SEMARANG

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BANK MANDIRI JL. NGESREP TIMUR V / 98 SEMARANG HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BANK MANDIRI JL. NGESREP TIMUR V / 98 SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Fakultas

Lebih terperinci

ANTIREMED KELAS 10 FISIKA

ANTIREMED KELAS 10 FISIKA ANTIREMED KELAS 10 FISIKA Persiapan UTS Doc. Name: AR10FIS0UTS Doc. Version: 014-10 halaman 1 01. Grafik di bawah ini melukiskan hubungan antara gaya F yang bekerja pada kawat dan pertambahan panjang /

Lebih terperinci

METODOLOGI PERANCANGAN. Dari data yang di peroleh di lapangan ( pada brosur ),motor TOYOTA. 1. Daya maksimum (N) : 109 dk

METODOLOGI PERANCANGAN. Dari data yang di peroleh di lapangan ( pada brosur ),motor TOYOTA. 1. Daya maksimum (N) : 109 dk METODOLOGI PERANCANGAN 3.1. Spesifikasi TOYOTA YARIS Dari data yang di peroleh di lapangan ( pada brosur ),motor TOYOTA YARIS memiliki spesifikasi sebagai berikut : 1. Daya maksimum (N) : 109 dk. Putaran

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Analisis Harga Satuan Pekerjaan Kota Bandung. Dinas Tata Kota Propinsi Jawa Barat

DAFTAR PUSTAKA. Analisis Harga Satuan Pekerjaan Kota Bandung. Dinas Tata Kota Propinsi Jawa Barat DAFTAR PUSTAKA Analisis Harga Satuan Pekerjaan Kota Bandung. Dinas Tata Kota Propinsi Jawa Barat. 2004. Catatan Kuliah Konstruksi Kayu Dr. Ir Saptahari Soegiri, MP. Catatan Kuliah Manajemen Konstruksi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS A1=1.655 L2=10. Gambar 4.1 Struktur 1/2 rangka atap dengan 3 buah kuda-kuda

BAB IV ANALISIS A1=1.655 L2=10. Gambar 4.1 Struktur 1/2 rangka atap dengan 3 buah kuda-kuda BAB IV ANAISIS 4.. ANAISIS PEMBEBANAN 4.3.4. Beban Mati (D) Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu struktur atap ang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, penelesaian-penelesaian,

Lebih terperinci

Gelombang FIS 3 A. PENDAHULUAN C. GELOMBANG BERJALAN B. ISTILAH GELOMBANG. θ = 2π ( t T + x λ ) Δφ = x GELOMBANG. materi78.co.nr

Gelombang FIS 3 A. PENDAHULUAN C. GELOMBANG BERJALAN B. ISTILAH GELOMBANG. θ = 2π ( t T + x λ ) Δφ = x GELOMBANG. materi78.co.nr Gelombang A. PENDAHULUAN Gelombang adalah getaran yang merambat. Gelombang merambat getaran tanpa memindahkan partikel. Partikel hanya bergerak di sekitar titik kesetimbangan. Gelombang berdasarkan medium

Lebih terperinci

BAB II PERSAMAAN KUADRAT DAN FUNGSI KUADRAT

BAB II PERSAMAAN KUADRAT DAN FUNGSI KUADRAT BAB II PERSAMAAN KUADRAT DAN FUNGSI KUADRAT 1. Menentukan koefisien persamaan kuadrat 2. Jenis-jenis akar persamaan kuadrat 3. Menyusun persamaan kuadrat yang akarnya diketahui 4. Fungsi kuadrat dan grafiknya

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 PENDAHULUAN 4.1.1 Asumsi dan Batasan Seperti yang telah disebutkan pada bab awal tentang tujuan penelitian ini, maka terdapat beberapa asumsi yang dilakukan dalam

Lebih terperinci

Unit 4 KONSEP DASAR TRIGONOMETRI. R. Edy Ambar Roostanto. Pendahuluan

Unit 4 KONSEP DASAR TRIGONOMETRI. R. Edy Ambar Roostanto. Pendahuluan Unit 4 KONSEP DASAR TRIGONOMETRI Pendahuluan P R. Edy Ambar Roostanto ada unit ini kita akan mempelajari beberapa konsep dasar dalam trigonometri. Namun sebelum membahas konsep tersebut, Anda diajak untuk

Lebih terperinci