DAFTAR PUSTAKA. Analisis Harga Satuan Pekerjaan Kota Bandung. Dinas Tata Kota Propinsi Jawa Barat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAFTAR PUSTAKA. Analisis Harga Satuan Pekerjaan Kota Bandung. Dinas Tata Kota Propinsi Jawa Barat"

Transkripsi

1 DAFTAR PUSTAKA Analisis Harga Satuan Pekerjaan Kota Bandung. Dinas Tata Kota Propinsi Jawa Barat Catatan Kuliah Konstruksi Kayu Dr. Ir Saptahari Soegiri, MP. Catatan Kuliah Manajemen Konstruksi Dr.Ir. Purnomo Soekirno. McCormac, Jack C. Design of Reinforced Concrete Fifth Edition. John Willey and Sons, Inc Allen, Edward. Dasar-Dasar Konstruksi Bangunan: Bahan-Bahan dan Metodenya Edisi Ketiga Jilid 1. Penrbit Erlangga Patokan Harga Satuan Bahan dan Upah Pekerjaan Bidang Pemborongan Propinsi DKI Jakarta. Biro Administrasi Sarana Perkotaan Propinsi DKI Jakarta Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI 1987) Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia. Badan Standar Nadional Departemen Pekerjaan Umum Richard Y. Chang & P. Keith Kelly. Langkah-Langkah Pemecahan Masalah. Pt Pustaka Binaman Pressindo Robert L. Peurifoy & Garold D. Oberlender, Estimating Construction Cost Fifth Edition, McGraw-Hill, Inc, Susanta, Gatut. Panduan Lengkap Membangun Rumah. Penerbit Swadaya Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan dan Gedung. Departemen Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung. Badan Standar Nadional Departemen Pekerjaan Umum Tata Cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Beton Untuk Konstruksi Bangunan Gedung dan Perumahan. Badan Standar Nadional Departemen Pekerjaan Umum Tata Cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Kayu Untuk Konstruksi Bangunan Gedung dan Perumahan. Badan Standar Nadional Departemen Pekerjaan Umum xiv

2 LAMPIRAN xv

3 DESAIN STRUKTUR ATAP KAYU I. PEMODELAN STRUKTUR RANGKA ATAP Dalam Tugas Akhir ini, model struktur rangka atap dibuat dengan menggunakan software SAP (Structure Analysis Programme). Model dasar struktur rangka atap yang direncanakan dapat dilihat pada Gambar 1. Preliminary design dilakukan dengan menggunakan sistem trial & error dalam SAP. Gambar 1 Sketsa Rancangan Atap Pada model dasar struktur kuda-kuda rangka atap kayu batang tarik dibagi menjadi 10 bentang dengan lebar masing-masing bentang 1 m. Jarak antar kuda-kuda yang digunakan adalah 6 m. Di atas kuda-kuda diletakkan gording yang langsung menumpu genteng. Data pemodelan struktur kuda-kuda dapat dilihat sebagai berikut: Mutu kayu : A Kelas : I Kemiringan kuda-kuda, α : 30 0 Panjang kuda-kuda, L 1 : 10 m Jarak antar kuda-kuda, L 2 : 6 m a : 1 m Material yang digunakan dalam perencanaan struktur kuda-kuda atap kayu adalah kayu kelas I, dengan data penampang sebagai beikut : Properties Kayu kelas I: E = kg/cm 2 1

4 σ lt = 150 kg/cm 2 σ tk // = σ tr // = 130 kg/cm 2 σ tk = 40 kg/cm 2 τ // = 20 kg/cm 2 II. PERHITUNGAN PEMBEBANAN Dalam Tugas Akhir ini, digunakan 4 jenis pembebanan sesuai SNI 1987 Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung, yaitu Beban Mati (Dead Load), Beban Hidup (Live Load), Beban Angin (Wind Load), dan Beban Hujan (Rain Load). Dalam perhitungan rangka atap ini, Beban Gempa (Earthquake Load) tidak diperhitungkan Dalam memasukkan beban ke dalam model yang dibuat dalam SAP, beban merata disalurkan ke struktur kuda-kuda melalui gording dan rangka plafon yang diletakkan di joint-joint pada batang tekan maupun batang tarik berdasarkan tributari area, sehingga struktur kuda-kuda dapat diasumsikan menerima beban titik. Cara mengkonversi beban merata menjadi beban titik ini disajikan dalam Gambar 2. Arah pembebanan ke kuda-kuda terdekat a m a m a m Gambar 2 Arah pembebanan ke gording terdekat pada batang Dimisalkan jarak antar portal (span) kuda-kuda adalah a m, maka diambil nilai beban mati yang ditransfer ke portal kanan dan kirinya dengan pembagian 1 : 1 dari tengah bentang. Penjelasannya dapat dilihat dalam gambar berikut : a m a m a m a m a m Gambar 3 Arah pembebanan pada kuda-kuda 2

5 Dengan demikian, beban maksimum dipikul oleh kuda-kuda yang berada di tengah bentang, yang secara total menahan beban sepanjang a m per satuan lebar. 1. Beban Mati (D) Berat Sendiri Struktur Berat sendiri kayu disesuaikan dengan ukuran penampang kayu yang digunakan pada tiap elemen struktur rangka atap. Perhitungan ini menggunakan program SAP dengan cara memasukkan load case DEAD, Self Weight Multiplier = 1. Berat Gording Asumsi dimensi balok yang digunakan untuk gording = 5/12, dipasang setiap jarak 1,5 m. Panjang batang miring = (1/2 x L 1 ) / (cos α) = 5 / cos 30 = 5,77 m Jumlah gording = panjang batang miring / jarak gording = 5,77 / 1,5 = 3,84 4 buah Berat total 4 buah gording = 4 x ρ kayu x V gording = 4 x 1000 x (0,05 x 0,1 x 4) = 80 kg Berat gording dijadikan beban merata = 80 kg / 5,77 m = 13,86 kg/m Penutup Atap (genting) = 50 kg/m 2 Plafond = 11 kg/m 2 ME = 10 kg/m 2 Perhitungan untuk beban mati yang bekerja pada struktur rangka atap dengan menggunakan kayu adalah: Untuk beban gording : (bagian batang yang miring) Beban yang bekerja pada bagian batang tekan bekerja pada gording yang akan disalurkan menuju kuda-kuda berupa beban point. Perhitungan : = 13,86 kg/m x panjang batang miring yang ditopang (berat gording =13,86 kg/m) = 13,86 kg/m x (1 / cos 30) m = 16,0 kg 3

6 Nilai di atas (16,01 kg) adalah untuk gording yang terletak selain di ujung kuda-kuda. Untuk gording yang terletak pada ujung kuda-kuda, nilai beban mati yang diterima adalah : = 16,01 kg / 2 = 8,0 kg. Untuk beban atap : (bagian batang yang miring) = 50 kg/m 2 x panjang gording (beban atap = 50 kg/ m 2.) = 50 kg/m 2 x 6 m = 300 kg/m Beban yang bekerja pada bagian batang tarik akan disalurkan menuju kuda-kuda berupa beban point. Perhitungan : = 300 kg / m x panjang batang miring yang ditopang = 300 kg / m x (1 / cos 30) m = 346,4 kg Nilai di atas (346,4 kg) adalah untuk beban yang terletak selain di ujung kuda-kuda. Untuk beban yang terletak pada ujung kuda-kuda, nilai beban mati yang diterima adalah 346,4 / 2 = 173,2 kg. Untuk beban plafond : (bagian batang yang mendatar) = 11 kg/m 2 x panjang gording (beban plafond = 11 kg/ m 2.) = 11 kg/m 2 x 6 m = 66 kg/m Beban yang bekerja pada bagian batang tarik akan disalurkan menuju kuda-kuda berupa beban point. Perhitungan : = 66 kg / m x panjang batang horizontal yang ditopang = 66 kg / m x 1 m = 66 kg Nilai di atas (66 kg) adalah untuk beban yang terletak selain di ujung kuda-kuda. Untuk beban yang terletak pada ujung kuda-kuda, nilai beban mati yang diterima adalah 66 / 2 = 33 kg. 4

7 Untuk beban ME : (bagian batang yang mendatar) = 10 kg/m 2 x panjang gording (beban ME = 10 kg/ m 2.) = 10 kg/m 2 x 6 m = 60 kg/m Beban yang bekerja pada bagian batang tarik akan disalurkan menuju kuda-kuda berupa beban point. Perhitungan : = 60 kg / m x panjang batang horizontal yang ditopang = 60 kg / m x 1 m = 60 kg Nilai di atas (60 kg) adalah untuk beban yang terletak selain di ujung kuda-kuda. Untuk beban yang terletak pada ujung kuda-kuda, nilai beban mati yang diterima adalah 60 / 2 = 30 kg. Penggambaran beban mati struktur rangka atap dengan menggunakan kayu dapat dilihat pada Gambar 4 Gambar 7. Gambar 4 Beban Gording Gambar 5 Beban Atap 5

8 Gambar 6 Beban ME Gambar 7 Beban Plafond 2. Beban Hidup (L) Beban hujan : Beban hujan yang diperhitungkan dalam struktur rangka atap ini adalah beban hujan sebesar H = ( α) kg/m 2 = (40 (0.8 x 30)) = 16 kg/m 2 Beban hujan tersebut diperhitungkan sebagai beban gravitasi sesuai luasan arah horizontal (bukan pada luasan bidang miring). Beban hujan ini diletakkan sepanjang batang tekan dengan arah searah dengan arah gravitasi. Perhitungan untuk beban angin yang bekerja pada struktur rangka atap dengan menggunakan baja konvensional adalah ( panjang gording = 6m ) : H= 16 x 6 kg/m H= 96 kg / m 6

9 Beban yang bekerja pada bagian batang tekan bekerja pada gording yang akan disalurkan menuju kuda-kuda berupa beban point. Perhitungan : = 96 kg / m x 1 m = 96 kg Nilai di atas (96 kg) adalah untuk beban yang terletak selain di ujung kuda-kuda. Untuk beban yang terletak pada ujung kuda-kuda, nilai beban mati yang diterima adalah 96 / 2 = 48 kg Beban terpusat pekerja dan peralatannya minimum 100 kg. P = 100 kg = 1 KN Penggambaran beban hidup struktur rangka atap dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9. Gambar 8 Beban Hujan Gambar 9 Beban Pekerja 7

10 3. Beban Angin (W) Beban angin yang diperhitungkan dalam struktur rangka atap ini adalah beban angin dengan kecepatan sebesar V = 25 kg/m 2. Beban angin tersebut diperhitungkan sebagai angin hisap dan angin tekan sebesar : 1. Angin tekan = (0,02 α 0,04) V kg/ m 2 2. Angin hisap = -0,4 V kg/ m 2 Beban angin ini diletakkan sepanjang batang tekan dengan arah sumbu koordinat lokal dengan arah sesuai jenisnya. Tekanan tiup merupakan nilai terbesar antara : Rumus perhitungan tekanan tiup 2 V P = 16 ( kg / m 2 ), asumsi V = 25m/dt 2 sehingga 2 25 P = = 39kg / m 16 P min = 25 kg/m 2 Jadi tekanan tiup yang menentukan : P = 39 kg/m 2 2 Kemudian hitung gaya tiup dan isap akibat tekanan angin : Koefisien angin tiup = (0.02 α 0.4 ) = 0,02 x ,4 =0,2 P tiup = 0,2 x 39 kg/m 2 x 6 m = 46,8 kg/m (gaya tiup pada atap) Sebagai beban titik : P tiup = q W x (a/cos α) = 46,8 kg/m x (1/cos30) = 54,04 kg (titik selain di ujung kuda-kuda) P tiup di atas adalah tegak lurus bidang kontak. Jika diuraikan menjadi : P y = 54,04 x cos 30 = 46,8 kg P x = 54,04 x sin 30 = 27,02 kg Koefisien angin hisap = -0.4 x V P hisap = -0.4 x 39 kg/m 2 x 6 m = -93,6 kg/m (gaya hisap pada atap) 8

11 Sebagai beban titik : P hisap = q W x (a/cos α) = -93,6 kg/m (1/cos30) = -108,08kg (titik selain di ujung kuda-kuda) P hisap di atas adalah tegak lurus bidang kontak. Jika diuraikan menjadi : P y = 108,08 x cos 30 = -93,6 kg P x = 108,08 x sin 30 = -54,04 kg Tanda positif beban angin menunjukkan tekanan tiup, sedangkan tanda negatif menunjukkan tekanan isap. Penggambaran beban angin struktur rangka atap dapat dilihat pada Gambar 10 dan Gambar 11. Gambar 10 Arah Angin 1 Gambar 11 Arah Angin 2 Tabel 1. Resume Perhitungan Beban Tiap Joint Berdasarkan Tributari 9

12 Jenis Pembebanan Tepi (KN) Tengah (KN) Beban Mati B. Gording 0,08 0,16 B. Penutup Atap 1,73 3,46 B. ME 0,33 0,66 B. Plafond 0,30 0,60 Beban Hidup B. Pekerja 1,0 1,00 B. Hujan 0,48 0,96 Beban Angin B. Tiup 0,27 0,54 B. Hisap 0,54 1,08 III. KOMBINASI PEMBEBANAN Sebelum menganalisis suatu struktur, perlu digunakan nilai kombinasi pembebanan menurut SNI. Adapun beberapa kombinasi pembebanan yang disyaratkan oleh SNI : 1. 1,4 D 2. 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (L a atau H) 3. 1,2 D + 1,6 (L a atau H) ± (γ L.L atau 0,8 W) 4. 1,2 D ± 1,3 W + γ L.L + 0,5 (L a atau H) 5. 1,2 D ± 1,0 E + γ L.L 6. 0,9 D ± (1,3 W atau 1,0 E) Keterangan : D adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap L adalah beban hidup yang ditumbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain L a adalah beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja, peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak H adalah beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan oleh genangan air W adalah beban angin E adalah beban gempa, yang ditentukan menurut SNI , atau penggantinya 10

13 Dalam pengerjaan tugas akhir ini, seperti yang sudah dijelaskan di atas, beban yang bekerja pada struktur rangka atap ini adalah beban mati D, beban hidup La, beban angin W, dan beban hujan H. Sedangkan nilai beban beban gempa E tidak diperhitungkan. Design elemen struktur kayu pada rangka atap ini mengacu pada Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI) 1961 yang sesuai dengan peraturan Allowable Stress Design (ASD). Oleh karena itu, agar tidak terjadi safety factor yang berlebihan, konstanta-konstanta pada kombinasi SNI di atas diganti dengan konstanta sebesar 1, sehingga pada tugas besar ini, analisis dilakukan dengan mengambil nilai maksimum dari kombinasi beban-beban berikut : 1. D 2. D + (La atau H) 3. D + (La atau H) ± W 4. D ± W IV. PERHITUNGAN GAYA DALAM Analisis struktur untuk mendapatkan gaya-gaya dalam rangka batang didapatkan dengan menggunakan software SAP

14 Gambar 12 Flowchart Desain Penampang Atap Gaya-gaya dalam aksial yang dipakai untuk analisis desain penampang adalah yang nilainya maksimum. Pada material kayu, nilai negatif berarti balok mengalami gaya tekan, sebaliknya nilai positif menyatakan gaya tarik. 12

15 Tabel 2. Gaya Aksial yang Terjadi Pada Batang 13

16 V. DESAIN PENAMPANG Setelah dilakukan analisis struktur, didesign penampang setiap profil secara manual menggunakan acuan PKKI. Design penampang ini dilakukan dengan melalui proses coba-coba penampang yang memenuhi syarat minimum dan paling efisien dan murah. Penulis melakukan design dengan membuat program design penampang kayu untuk rangka atap pada software Microsoft Excel, karena dalam program SAP, design untuk penampang kayu belum dapat dilakukan. Berikut ini disajikan perhitungan untuk setiap jenis elemen batang dengan mengambil nilai gaya dalam maksimum dalam seluruh jenis batang tersebut. A. Desain Penampang Atas (A) Gaya dalam maksimum (P) = -92,20 KN(tekan) Panjang Batang (L) = 1,157 m Penampang yang digunakan = 8 cm x 16 cm 16 cm 8 cm 1 3 I b. h y Untuk penampang kotak, i = = 12 y = 0, 0231m A b. h Ly 1,157m i. λ = = = 50, 10 ( 0 λ 100 Tetmajer) i 0,0231m y ii. ω = = = 1, 50 2λ ( 2 *50,10) iii. ω * P A 1,50 *9220kg 8cm *16cm σijin (tekan sejajar serat) 130 kg/cm2 14

17 108,16kg / cm kg/cm2 (ok!) Digunakan penampang 8/16 untuk batang tekan B. Desain Penampang Bawah (B) Gaya dalam maksimum (P) = 85,94 KN (tarik) Panjang Batang (L) = 1,00 m Penampang yang digunakan = 8 cm x 12 cm 12 cm 8 cm Karena penampang bawah adalah batang tarik, maka cek desain terhadap tegangan tarik sejajar serat penampang: P A σijin (tarik sejajar serat) 8594kg 8cm *12cm 130 kg/cm2 89,53 cm 2 kg / 130 kg/cm2 (ok!) Digunakan profil 8/12 untuk batang tarik C. Desain Penampang Vertikal (C) Batang Vertikal C1 C4 dan C6 C9 Gaya dalam maksimum (P) = 17,59 KN (tarik) Panjang Batang (L) = 0,577 m s/d 2,309 m Penampang yang digunakan = 4 cm x 8 cm 8cm 4 cm 15

18 Karena penampang bawah adalah batang tarik, maka cek desain terhadap tegangan tarik sejajar serat penampang: P A σijin (tarik sejajar serat) 1759kg 4cm *8cm 130 kg/cm2 89,53 cm 2 kg / 130 kg/cm2 (ok!) Digunakan profil 4/8 untuk batang vertikal Batang Vertikal C4 Gaya dalam maksimum (P) = 41,84 KN (tarik) Panjang Batang (L) = 2,89 m Penampang yang digunakan = 6 cm x 10 cm 10 cm 6 cm Karena penampang bawah adalah batang tarik, maka cek desain terhadap tegangan tarik sejajar serat penampang: P A σijin (tarik sejajar serat) 4184kg 6cm*10cm 130 kg/cm2 55,00 cm 2 kg / 130 kg/cm2 (ok!) Digunakan profil 8/12 untuk batang vertikal C4 16

19 D. Desain Penampang Diagonal (D) Batang Diagonal D1 D2 dan D7 D8 Gaya dalam maksimum (P) = -12,86 KN (tekan) Panjang Batang (L) = 1,53 m Penampang yang digunakan = 6cm x 12 cm 12 cm 1 3 I b. h y Untuk penampang kotak, i = = 12 y = 0, 0173 m A b. h 6 cm Ly 1,53m i. λ = = = 88, 19 ( 0 λ 100 Tetmajer) i 0,0173m y ii. ω = = = 2, 43 2λ ( 2 *88,19) iii. ω * P A 2,43*1286kg 8cm *16cm σijin (tekan sejajar serat) 130 kg/cm2 43,86kg / cm kg/cm2 (ok!) Digunakan penampang 6/12 untuk batang tekan Batang Diagonal D5 Gaya dalam maksimum (P) = -19,59KN (tekan) Panjang Batang (L) = 2,52m Penampang yang digunakan = 8 cm x 12 cm 12 cm 1 3 I b. h y Untuk penampang kotak, i = = 12 y = 0, 0173 m A b. h 8 cm 17

20 Ly 2,52m i. λ = = = 108, 97 ( λ 100 Euler) i 0,0173m y ,5 3,5 ii. ω = (2,5 + 0,01λ ) = (2,5 + 0,01*108,97) = 3, λ 18,97 iii. ω * P A 3,65*1959kg 6cm *12cm σijin (tekan sejajar serat) 130 kg/cm2 84,41kg / cm kg/cm2 (ok!) Digunakan profil 6/12 untuk batang diagonal D2 dan D5 Tabel 3 Tabel perhitungan dimensi batang tekan kelompok elemen Nomor Elemen Gaya Aksial (KN) Gaya Aksial Maksimum (kg) b (m) h (m) L (m) i y λ Klasifikasi Daerah ω σ (kg/cm 2 ) σijin (kg/cm 2 ) A1-92,20 A2-82,98 A3-73,93 A4-64,42 A A5-53,82 A6-62, ,10 0,08 0,16 1,16 0, ,10 Tetmayer 1,50 108,16 <130 (ok) A7-72,55 A8-81,42 A9-87,91 A10-87,29 D1-9,52 D2-12, ,30 0,06 0,12 1,53 0, ,19 Tetmayer 2,43 43,36 <130 (ok) D3-17,14 D D4-22,18 D5-21, ,80 0,08 0,12 2,52 0, ,97 Euler 3,65 84,41 <130 (ok) D6-16,46 D7-11,78 D8-6, ,80 0,06 0,12 1,53 0, ,19 Tetmayer 2,43 39,70 <130 (ok) 18

21 Tabel 4 Tabel perhitungan dimensi batang tarik kelompok elemen B C Nomor Elemen Gaya Aksial (KN) B1 85,95 B2 85,95 B3 77,53 B4 68,52 B5 59,06 B6 57,53 B7 65,98 B8 73,59 B9 79,04 B10 79,04 Gaya Aksial Maksimum (kg) b (m) h (m) L (m) σ (kg/cm 2 ) 8594,80 0,08 0,12 1,00 89,53 C1 2,26 0,577 C2 7, ,90 0,04 0,08 1,155 C3 12,13 1,732 C4 17,60 2,309 55,00 C5 41, ,40 0,06 0,1 2,887 69,74 C6 17,04 2,309 C7 11, ,50 0,04 0,08 1,732 C8 5,93 1,155 C9 2,26 0,577 53,23 σijin (kg/cm 2 ) <130 (ok) <130 (ok) <130 (ok) <130 (ok) Tabel 5 Dimensi Penampang kelompok elemen Nomor Elemen b (cm) h (cm) kelompok elemen Nomor Elemen b (cm) h (cm) A D A1 B1 A2 B2 A3 B3 A4 B4 A B B A6 B6 A7 B7 A8 B8 A9 B9 A10 B10 D C1 D2 C2 4 8 D3 C3 D4 C D5 C C D6 C6 D C7 4 8 D8 C8 C9 19

22 VI. PERENCANAAN PEMBEBANAN STRUKTUR DARI DESAIN ATAP Dari permodelan atap dapat diperoleh gaya-gaya pada tumpuan kuda-kuda yang akan menjadi input dalam pemberian beban atap pada rangka struktur bangunan. Gaya yang diambil adalah gaya yang paling menentukan, yaitu gaya terbesar pada tumpuan. Diperoleh gaya-gaya pada tumpuan sebagai berikut: Tabel 3. Reaksi Perletakan Joint Joint Pembebanan Normal (H) Aksial (V) KN KN 1 DEAD -5,897E-13 26,387 1 b.mati -9,236E-13 41,48 1 b.hidup -3,799E-13 17,16 1 b.angin+ -6,885-0,514 1 b.angin- 6,885-3,461 1 COMB1:D+d -1,513E-12 67,867 1 COMB2:D+d+L -1,893E-12 85,027 1 COMB3:D+d+L+W -6,885 84,513 1 COMB4:D+d+L-W 6,885 81, DEAD 0 26, b.mati 0 41,48 11 b.hidup 0 17,16 11 b.angin+ 0-3, b.angin- 0-0, COMB1:D+d 0 67, COMB2:D+d+L 0 85, COMB3:D+d+L+W 0 81, COMB4:D+d+L-W 0 84,513 Gambar 13 Reaksi Perletakan akibat Kombinasi D+d+L+W 20

23 Gambar 14 Reaksi Perletakan akibat Kombinasi D+d+L-W 21

24 DESAIN STRUKTUR ATAP BAJA I. PEMODELAN STRUKTUR RANGKA ATAP Dalam Tugas Akhir ini, model struktur rangka atap dibuat dengan menggunakan software SAP (Structure Analysis Programme). Model dasar struktur rangka atap yang direncanakan dapat dilihat pada Gambar 3.1 dan Gambar 3.2. Preliminary design dilakukan dengan menggunakan sistem trial & error dalam SAP. Gambar 1 Model dasar struktur kuda-kuda rangka atap baja konvensional Pada model dasar struktur kuda-kuda rangka atap baja batang tarik dibagi menjadi 6 bentang dengan lebar masing-masing bentang 1,67 m. Jarak antar kuda-kuda yang digunakan adalah 6 m. Di atas kuda-kuda diletakkan gording yang langsung menumpu genteng yang terbuat dari lembaran metal. Pada struktur kuda-kuda rangka atap baja, profil yang digunakan adalah profil siku dan dobel siku untuk seluruh rangka kuda-kuda. Profil yang digunakan untuk gording adalah profil light lip channel. Pemodelan untuk profil siku dan dobel siku dapat dilihat pada Gambar 3.3 dan Gambar 3.4. Sedangkan pemodelan untuk profil lip channel dapat dilihat pada Gambar 3.5. Struktur kuda-kuda rangka atap tersusun atas batang-batang yang dibatasi oleh setiap titik pertemuan antar batang. Setiap batang dimodelkan sebagai pendel. Hubungan antar batang yang digunakan adalah hubungan joint sendi. 1

25 Gambar 2 Pemodelan untuk profil siku Gambar 3 Pemodelan untuk profil dobel siku 2

26 II. PERHITUNGAN PEMBEBANAN Dalam Tugas Akhir ini, digunakan 4 jenis pembebanan sesuai SNI 1987 Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung, yaitu Beban Mati (Dead Load), Beban Hidup (Live Load), Beban Angin (Wind Load), dan Beban Hujan (Rain Load). Dalam perhitungan rangka atap ini, Beban Gempa (Earthquake Load) tidak diperhitungkan Dalam struktur rangka atap baja, beban merata disalurkan ke struktur kuda-kuda melalui gording dan rangka plafon yang diletakkan di joint-joint pada batang tekan maupun batang tarik, sehingga struktur kuda-kuda dapat diasumsikan menerima beban titik. Cara mengkonversi beban merata menjadi beban titik ini disajikan dalam Gambar Arah pembebanan ke kuda-kuda terdekat a m a m a m Gambar 4 Arah pembebanan ke gording terdekat pada batang 1. Beban Mati Dimisalkan jarak antar portal (span) kuda-kuda adalah a m, maka diambil nilai beban mati yang ditransfer ke portal kanan dan kirinya dengan pembagian 1 : 1 dari tengah bentang. Penjelasannya dapat dilihat dalam gambar berikut : Arah pembebanan ke kuda-kuda terdekat a m a m a m Gambar 5 Arah pembebanan pada kuda-kuda 3

27 Dengan demikian, beban maksimum dipikul oleh kuda-kuda yang berada di tengah bentang, yang secara total menahan beban sepanjang a m per satuan lebar. Beban mati yang diperhitungkan dalam struktur rangka atap ini terdiri dari : Berat Sendiri Struktur Berat sendiri struktur rangka atap dihitung sebagai berat sendiri struktur sebesar volume struktur dikalikan dengan berat jenis struktur tersebut (7800 kg/m 3 ). Perhitungan ini menggunakan program SAP dengan cara memasukkan load case DEAD, Self Weight Multiplier = 1. Berat Gording Berat gording = 4,476 a kg/m yang diletakkan tiap 1,5 m pada bagian atap yang miring (bagian batang tekan) Berat genteng Penutup Atap (genting) = 50 kg/m 2 Beban plafon + M/E Plafon yang digunakan terbuat dari material semen asbes setebal 4 mm. Berat elemen tersebut diperhitungkan sebesar 11 kg/m 2. Beban mechanical dan electrical yang diperhitungkan pada rangka atap ini diambil sebesar 10 kg/m 2. Beban plafon + hanger + M/E = ( ) kg/m 2 = 21 kg/ m 2. (diletakkan sepanjang batang tarik menurut sumbu global (arah gravitasi). Perhitungan untuk beban mati yang bekerja pada struktur rangka atap dengan menggunakan baja adalah: Untuk bagian batang tekan : (bagian batang yang miring) = 50 kg/m 2 x panjang gording (berat genteng = 50 kg/m 2 ) = 50 kg/m 2 x 6 m = 300 kg/m 4

28 Beban yang bekerja pada bagian batang tekan bekerja pada gording yang akan disalurkan menuju kuda-kuda berupa beban point. Perhitungan : = 300 kg/m x panjang batang miring yang ditopang = 300 kg/m x (1,67/cos 30) m = 578,5 kg Perhitungan beban tersebut (578,5 kg) ditambahkan dengan berat dari gording sendiri, sehingga menjadi : = 578,5 kg + 4,76 a kg/m (a = jarak antar kuda-kuda, 6m) = 578,5 + 28,56 = 607,06 kg Nilai di atas (607,06 kg) adalah untuk gording yang terletak selain di ujung kuda-kuda. Untuk gording yang terletak pada ujung kuda-kuda, nilai beban mati yang diterima adalah 578,5 kg / ,56 = 317,8 kg. Untuk bagian batang tarik : (bagian batang yang mendatar) = 21 kg/m 2 x panjang gording (beban plafon + M/E = 21 kg/m 2.) = 21 kg/m 2 x 6 m = 126 kg/m Beban yang bekerja pada bagian batang tarik akan disalurkan menuju kuda-kuda berupa beban point. Perhitungan : = 126 kg/m x panjang batang horizontal yang ditopang = 126 kg/m x 1,67 m = 210,42 kg Nilai di atas (210,42 kg) adalah untuk beban yang terletak selain di ujung kuda-kuda. Untuk beban yang terletak pada ujung kuda-kuda, nilai beban mati yang diterima adalah 210,42 / 2 = 105,21 kg. 5

29 Penggambaran beban mati struktur rangka atap dengan menggunakan baja dapat dilihat pada Gambar Gambar 6 Pemodelan beban mati untuk rangka atap baja 2. Beban Hidup Beban hidup yang diperhitungkan dalam struktur rangka atap ini adalah beban orang selama pengerjaan konstruksi rangka atap (L a ). Untuk beban orang harian (L) tidak diperhitungkan dalam struktur rangka atap. Sedangkan untuk beban hujan (H) diasumsi sudah terwakili oleh beban orang selama pengerjaan konstruksi rangka atap. Beban orang (L a ) ini diasumsi sebesar 100 kg yang diletakkan di ujung bentang elemen batang tekan dengan arah sumbu global (arah gravitasi). Gambar 7 Pemodelan beban hidup untuk rangka atap baja konvensional 6

30 3. Beban Angin Beban angin yang diperhitungkan dalam struktur rangka atap ini adalah beban angin dengan kecepatan sebesar V = 25 kg/m 2. Beban angin tersebut diperhitungkan sebagai angin hisap dan angin tekan sebesar : 1. Angin tekan = (0,02 α 0,04) V kg/ m 2 2. Angin hisap = -0,4 V kg/ m 2 Beban angin ini diletakkan sepanjang batang tekan dengan arah sumbu koordinat lokal dengan arah sesuai jenisnya. Tekanan tiup merupakan nilai terbesar antara : Rumus perhitungan tekanan tiup 2 V P = 16 ( kg / m 2 ), asumsi V = 25m/dt 2 sehingga 2 25 P = = 39kg / m 16 P min = 25 kg/m 2 Jadi tekanan tiup yang menentukan : P = 39 kg/m 2 2 Kemudian hitung gaya tiup dan isap akibat tekanan angin : Koefisien angin tiup = (0.02 α 0.4 ) = 0,02 x ,4 =0,2 P tiup = 0,2 x 39 kg/m 2 x 6 m = 46,8 kg/m (gaya tiup pada atap) Sebagai beban titik : P tiup = q W x (a/cos α) = 46,8 kg/m x (1,67/cos30) = 90,25 kg (titik selain di ujung kuda-kuda) P tiup di atas adalah tegak lurus bidang kontak. Jika diuraikan menjadi : P y = 90,25 x cos 30 = 78,15 kg P x = 90,25 x sin 30 = 45,12 kg 7

31 Koefisien angin hisap = -0.4 x V P hisap = -0.4 x 39 kg/m 2 x 6 m = -93,6 kg/m (gaya hisap pada atap) Sebagai beban titik : P hisap = q W x (a/cos α) = -93,6 kg/m (1,67/cos30) = -180,5 kg (titik selain di ujung kuda-kuda) P hisap di atas adalah tegak lurus bidang kontak. Jika diuraikan menjadi : P y = 180,5 x cos 30 = -156,3 kg P x = 180,5 x sin 30 = -90,25 kg Tanda positif beban angin menunjukkan tekanan tiup, sedangkan tanda negatif menunjukkan tekanan isap. Penggambaran beban angin struktur rangka atap dapat dilihat pada Gambar 3.23 dan Gambar Gambar 8 Pemodelan beban angin 1 untuk rangka atap baja konvensional 8

32 Gambar 9 Pemodelan beban angin 2 untuk rangka atap baja konvensional 4. Beban Hujan Beban hujan yang diperhitungkan dalam struktur rangka atap ini adalah beban hujan sebesar H = ( α) kg/m 2 = (40 (0.8 x 30)) = 16 kg/m 2 Beban hujan tersebut diperhitungkan sebagai beban gravitasi sesuai luasan arah horizontal (bukan pada luasan bidang miring). Beban hujan ini diletakkan sepanjang batang tekan dengan arah searah dengan arah gravitasi. Perhitungan untuk beban angin yang bekerja pada struktur rangka atap dengan menggunakan baja konvensional adalah ( panjang gording = 6m ) : H= 16 x 6 kg/m H= 96 kg / m Beban yang bekerja pada bagian batang tekan bekerja pada gording yang akan disalurkan menuju kuda-kuda berupa beban point. Perhitungan : = 96 kg / m x 1,67 m = 160,32 kg Nilai di atas (160,32 kg) adalah untuk beban yang terletak selain di ujung kuda-kuda. Untuk beban yang terletak pada ujung kuda-kuda, nilai beban mati yang diterima adalah 160,32 / 2 = 80,16 kg 9

33 Penggambaran beban hujan pada struktur rangka atap dengan menggunakan baja konvensional dapat dilihat pada Gambar Gambar 10 Pemodelan beban hujan untuk rangka atap baja konvensional Tabel 1 Beban Aksial yang Terjadi Jenis Pembebanan Tepi (KN) Tengah (KN) Beban Mati B. Gording + Atap 3,17 6,07 B. Plafobd + ME 1,05 2,10 Beban Hidup B. Pekerja 1,0 1,00 B. Hujan 0,80 1,60 Beban Angin B. Tiup 0,45 0,90 B. Hisap 0,90 1,81 III. KOMBINASI PEMBEBANAN Sebelum menganalisis suatu struktur, perlu digunakan nilai kombinasi pembebanan menurut SNI. Adapun beberapa kombinasi pembebanan yang disyaratkan oleh SNI : 1. 1,4 D 2. 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (L a atau H) 3. 1,2 D + 1,6 (L a atau H) ± (γ L.L atau 0,8 W) 4. 1,2 D ± 1,3 W + γ L.L + 0,5 (L a atau H) 5. 1,2 D ± 1,0 E + γ L.L 6. 0,9 D ± (1,3 W atau 1,0 E) 10

34 Keterangan : D adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap L adalah beban hidup yang ditumbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain L a adalah beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja, peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak H adalah beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan oleh genangan air W adalah beban angin E adalah beban gempa, yang ditentukan menurut SNI , atau penggantinya Dalam pengerjaan tugas akhir ini, seperti yang sudah dijelaskan di atas, beban yang bekerja pada struktur rangka atap ini adalah beban mati D, beban hidup L a, beban angin W, dan beban hujan H. Sedangkan nilai beban beban gempa E tidak diperhitungkan. IV. PERHITUNGAN GAYA DALAM Setelah ditentukan kombinasi pembebanan yang dipakai, dilakukan analisis struktur menggunakan software Structure Analysis Programme (SAP). Dari hasil analisis yang dilakukan, diperoleh nilai gaya dalam maksimum tiap batang. Tabel 2 Gaya dalam maksimum struktur kuda-kuda baja Gaya-Gaya Dalam Akisial (KN) Kombinasi (KN) Nilai Kombinasi Maksimum dan Minimum (KN) kelom pok elemen Nomor Elemen D d L +W -W D+d D+d+L D+d+L+W D+d+L- W Tekan Minimum Tekan Maksimum Tarik Minimum Tekan Maksimum A B A1-168,29-28,334-20,8 2,109 4, , , , ,229 A2-139,062-24,793-18,2 2,629 3,15-163, , , ,904 A3-107,301-18,89-13,867 3,322 1, , , , ,3 A4-107,301-18,89-13,867 1,757 3, , , ,3-136,736 A5-139,062-24,793-18,2 3,15 2, , , , , A6-168,29 28,334-20,8 4,195 2, , , , ,316 - B1 141,433 24,538 18,013 4,043 9, , , , ,707 - B2 141,433 24,538 18,013 4,043 9, , , , ,707 - B3 116,121 21,471 15,762 3,143 7, , , , , B4 116,121 21,471 15,762 1,373 2, , , ,98 150, B5 141,433 24,538 18,013 3,183 2, , , , , B6 141,433 24,538 18,013 3,183 2, , , , , ,43-13,87 1,76 4,20-9,28-1,37 3,14 188,03 11

35 C D C1 8,275 2, ,379 10,379 10,379 10,379 C2 24,704 5,979 1,3 0,52-1,045 30,683 31,983 32,503 30,938 C3 82,414 16,014 8,667-1,751-1,751 98, , , ,344 C4 24,704 5,979 1,3-1,045 0,52 30,683 31,983 30,938 32,503 4,4E- C5 8,275 2, ,379 10,379 10,379 10,379 - D1-29,751-3,542-2,6 1,039 2,09-33,293-35,893-36,932-33,803 - D2-44,304-7,809-5,732 2,291 4,608-52,113-57,846-60,137-53,238 - D3-42,015-7,809-5,732 4,608 2,291-52,113-57,846-48,66-60,137 - D4-29,751-3,542-2,6 2,09 1,039-33,293-35,893-33,803-36,932-1,75-1,05 0,52 107,10-60,14-1,04 2,09 4,61 V. DESAIN PENAMPANG Gording Desain penampang untuk gording struktur rangka atap baja konvensional dilakukan menggunakan software SAP. Gording yang berjarak 1,5 m ini didesain terhadap seluruh kombinasi beban, dengan mengambil nilai strength ratio yang relatif aman dan memenuhi persyaratan lendutan ijin. Adapun model gording yang digunakan untuk analisis gording sebagai berikut : Gambar 11 Model profil gording pada SAP Digunakan profil light lip channel ,2. Gambar 12 Model pembebanan gording pada SAP 12

36 Dari analisis SAP, didapatkan nilai strength ratio maksimum sebesar 0,860. Hasil ini menunjukkan bahwa gording ini diperkirakan mampu menahan seluruh kombinasi pembebanan yang ada. Check terhadap batas serviceability : δ δ δ ijin ijin ijin = 0,003* L = 0,003* 6000 = 18mm Dari hasil analisis SAP menggunakan model tersebut, didapat lendutan maksimum pada profil light lip channel ,2 adalah 14,088 mm, sehingga δ δ ijin. Jadi, profil light lip channel ,2 dapat digunakan sebagai gording pada struktur rangka atap baja konvensional yang direncanakan Kuda-kuda Untuk struktur kuda-kuda rangka atap baja konvensional, desain penampangnya dilakukan hanya menggunakan SAP. Penulis menganggap bahwa hasil desain baja pada SAP cukup terpercaya karena desain API RP2A LRFD 97 yang digunakan dalam SAP memang diperuntukkan kepada desain baja konvensional. Berikut disajikan hasil desain akhir struktur kuda-kuda baja konvensional yang direncanakan. Gambar 13 Desain akhir struktur kuda-kuda rangka atap baja konvensional 13

37 Tabel 3 Desain akhir struktur kuda-kuda rangka atap baja konvensional kelompok elemen A C Nomor Elemen Dimensi kelompok elemen Nomor Elemen Dimensi A1 2L B1 2L A2 2L B2 2L A3 2L B3 2L B A4 2L B4 2L A5 2L B5 2L A6 2L B6 2L C1 L D1 L C2 L D2 2L D C3 2L D3 2L C4 L D4 L C5 L VI. PERENCANAAN PEMBEBANAN STRUKTUR DARI DESAIN ATAP Dari permodelan atap dapat diperoleh gaya-gaya pada tumpuan kuda-kuda yang akan menjadi input dalam pemberian beban atap pada rangka struktur bangunan. Gaya yang diambil adalah gaya yang paling menentukan, yaitu gaya terbesar pada tumpuan. Diperoleh gaya-gaya pada tumpuan sebagai berikut: Tabel 4 Reaksi Perletakan Joint Joint Pembebanan Aksial (V) Normal (H) KN KN 1 DEAD 1,989E-13 24,193 1 b.mati 8,527E-14 12,547 1 b.hidup 5,684E-14 8,255 1 b.angin+ -3,341 0,068 1 b.angin- 3,341-2,374 1 COMB1:D+d 2,842E-13 36,74 1 COMB2:D+d+L 3,411E-13 44,995 1 COMB3:D+d+L+W -3,341 45,063 1 COMB4:D+d+L-W 3,341 42, DEAD 0 22, b.mati 0 12, b.hidup 0 8, b.angin+ 0-2, b.angin- 0 0, COMB1:D+d 0 34, COMB2:D+d+L 0 43,19 11 COMB3:D+d+L+W 0 40, COMB4:D+d+L-W 0 43,257 14

38 DESAIN STRUKTUR RANGKA BETON I. PEMODELAN STRUKTUR RANGKA BANGUNAN Dalam Tugas Akhir ini, model struktur rangka bangunan dibuat dengan menggunakan software ETABS. Pada tugas besar ini akan didesain suatu bangunan 2 lantai dengan lokasi bangunan di kota Bandung. Data karakteristik geometri bangunan diantaranya : a. Bangunan rumah 2 Lantai, b. Tinggi antar lantai dasar dan tinggi lantai tipikal sebesar 2,5 m, c. Dimensi area pelat = 3 m x 4 m dan 2 m x 3 m, d. Struktur utama bangunan direncanakan dengan sistem portal dengan konstruksi kolom, balok, dan pelat menggunakan struktur beton bertulang dan atap berupa atap kayu, e. Mutu beton (f c) = 24 Mpa untuk struktur utama. Bangunan yang akan didesain pada permodelan struktur memiliki denah dan tampak bangunan sebagai berikut : Gambar 1 Denah Struktur 1

39 Gambar 2 Tampak Bangunan Arah Y Gambar 3 Tampak Bangunan Arah X 2

40 II. PERHITUNGAN PEMBEBANAN Untuk perencanaan pembebanan ini, beberapa peraturan SNI yang kami gunakan sebagai acuan untuk pembangunan yaitu: a. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI ) b. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung (SNI ) c. Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI 1987) Beban yang diperhitungkan dalam desain struktur rangka rumah ini adalah : a. Beban Mati ( Dead Load ), dinyatakan dengan lambang D, b. Beban Hidup ( Live Load ), dinyatakan dengan lambang L, c. Beban Angin ( Wind Load ), dinyatakan dengan lambang W, 1. Beban Mati (D) Beban mati yang diperhitungkan dalam struktur gedung bertingkat ini terdiri dari beban mati struktural (structural dead load) dan beban mati arsitektural (superimpose dead load). a. Beban Mati Struktural Beban mati struktural ini merupakan berat sendiri elemen bangunan yang memiliki fungsi struktural (menahan beban). Beban mati struktural yang diperhitungkan dalam tugas ini adalah beban struktur beton bertulang yang meliputi elemen-elemen yang materialnya terbuat dari perakitan tulangan baja dalam beton massive seperti dinding geser, pelat lantai, dll. Beban dari berat sendiri elemen-elemen tersebut diantaranya sebagai berikut : Baja 7850 kg/m 3 Beton bertulang 2400 kg/m 3 Pasangan Batu Merah 1700 kg/m 2 Beban-beban tersebut harus disesuaikan dengan volume elemen struktur yang akan digunakan (luas penampang profil, tebal pelat, dll). Untuk beban mati pelat lantai yang disalurkan pada balok dapat menggunakan prinsip tributary area. 3

41 b. Superimpose Dead Load Selain daripada beban-beban mati pada elemen struktur di atas, dikenal pula beban mati dari elemen arsitektural (superimpose dead load). Beban-beban tersebut meliputi : Beban material penutup lantai Pada lantai gedung, material penutup lantai yang digunakan adalah spesi (adukan semen) lalu ditutup dengan keramik, dengan tebal total 5 cm. Berat elemen tersebut diperhitungkan 21 kg/m 2 /cm', sehingga untuk tebal total 5 cm, beratnya 105 kg/m 2. Beban Atap Beban atap diperoleh dari hasil desain atap yang telah dihitung. Beban yang dimasukkan dalam beban atap adalah hasil gaya terbesar dari analisis desain atap. Beban plafon Plafon yang digunakan terbuat dari material semen asbes setebal 4 mm. Berat elemen tersebut diperhitungkan sebesar 11 kg/m 2. Beban hanger Hanger pada langit-langit yang digunakan terbuat dari kayu dengan bentang 5 m dan jarak s.k.s. 0,8 m. Berat elemen tersebut diperhitungkan sebesar 7 kg/m 2. Beban M / E Beban mechanical dan electrical yang diperhitungkan pada lantai gedung ini diambil sebesar 25 kg/m 2. Beban dinding Dinding yang digunakan pada gedung ini direncanakan menggunakan pasangan bata merah ½ batu untuk dinding luar dan beberapa dinding dalam. Berat elemen tersebut diperhitungkan 200 kg/m 2 /m'. 2. Beban Hidup (L) Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari 4

42 gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut. Beban hidup yang diperhitungkan dalam struktur gedung ini adalah beban hidup selama masa layan (LL). Beban hidup selama pengerjaan konstruksi gedung bertingkat (L a ) tidak diperhitungkan, karena pada penggunaannya, lokasi pembebanannya sama dan diperkirakan beban hidup selama masa layan (LL) lebih besar daripada beban hidup selama pengerjaan konstruksi (L a ). Khusus pada atap, beban hidup dapat termasuk beban yang berasal dari air hujan (H), baik akibat genangan maupun akibat tekanan jatuh (energi kinetik) butiran air. Beban hidup (LL) yang diperhitungkan dalam struktur ini meliputi : Beban pada lantai gedung rumah Beban hidup pada bagian ini diperhitungkan sebesar 200 kg/m 2. Beban pada lantai atap Beban hidup pada bagian ini diperhitungkan sebesar 100 kg/m 2. Beban hujan pada lantai atap Beban air pada atap diperhitungkan dengan rumus (40 0,8 α) kg/m 2 dengan nilai maksimum 20 kg/m 2. α adalah sudut kemiringan atap. Pada gedung ini, lantai atap datar (α = 0), sehingga beban air = 40 0,8.0 = 40 kg/m 2. Diambil beban air pada atap sebesar 20 kg/m 2. Beban hidup pada atap di dapat dari hasil analisis gaya atap yang telah didesain. III. KOMBINASI PEMBEBANAN Berdasar LRFD, dikenal enam Basic Load Combination sebagai berikut Persamaan (1) : U = 1.4 D Persamaan (2) : U = 1.2 D L (A atau R) Keterangan : U = kuat perlu D (dead load) = beban mati L (life load) = beban hidup A (atap) = beban angin R (rain) = beban hujan 5

43 IV. DESAIN STRUKTUR 1. Balok Balok merupakan komponen struktur pemikul momen, di mana balok merupakan elemen struktur melintang yang digunakan untuk mentransfer beban ke kolom. Balok ini direncanakan dengan menggunakan beton bertulang, dengan fc = 24 MPa dan menggunakan balok satu arah. i. Untuk Balok satu arah dengan satu ujung menerus Balok-balok dengan tipe satu ujung menerus dalam struktur gedung yang direncanakan adalah 1. Arah x : Dimensi tinggi (h) = Diambil 400mm L 10 = 4m 10 = 0,4m = 400mm 1 Dimensi lebar ( b ) = h 2 1 = x400mm = 200mm 2 2. Arah y : L 3m Dimensi tinggi (h) = = = 0,3m = 300mm Dimensi lebar ( b ) = h 2 1 = x300mm = 150mm 2 2. Pelat Jika suatu pelat persegi ditopang oleh balok pada keempat sisinya maka pelat direncanakan sebagai pelat dua arah karena lentur terjadi pada kedua arah pelat. Namun, karena pelat dalam desain sisi yang lebih panjang memiliki panjang hampir dua kali lipat daripada sisi pelat yang pendek, untuk kemudahan perencanaan pelat / slab dalam desain struktur ini direncanakan sebagai pelat satu arah, dimana lentur hanya terjadi pada satu arah saja, yaitu pada arah tegak lurus sisi perletakan. 6

44 Tebal pelat rencana berdasarkan tabel tebal pelat minimum bila adalah : l h = h = = 142,8mm l = 4m h = = 107,2mm l = 3m 28 Tebal pelat rencana diambil sebesar 140 mm. 3. Kolom Kolom adalah elemen vertikal yang menerima transfer beban dari pelat, dan meneruskannya ke konstruksi fondasi di bawahnya. Pada perencanaan bangunan perkantoran ini kolom yang digunakan menggunakan balok beton bertulang dengan menggunakan profil segi empat dan memiliki beberapa tipe kolom tipikal berdasarkan tingkat elevasinya. Suatu kolom akan memikul beban gravitasi yaitu diantaranya beban dari berat sendiri pelat, beban dari berat sendiri kolom di atasnya, beban mati yang bekerja pada pelat, dan beban hidup yang bekerja pada pelat. Selain itu beban yang dipikul oleh kolom merupakan beban kumulatif dari beban-beban kolom di atasnya. Dalam tahap preliminary design, dalam penentuan dimensi kolom digunakan estimasi nilai sebagai berikut: Luas Dimensi Kolom Rencana = Pu 0,3 fc' Ket : Pu = Beban aksial yang diterima kolom fc' = Kuat rencana beton Sehingga dari luas dimensi kolom rencana akan didapatkan dimensi dari kolom rencana. Perhitungan untuk beban aksial yang diterima kolom dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu beban joint akibat beban-beban yang bekerja pada pelat dan berat sendiri kolom yang berada di atasnya. Analisis pembebanannya adalah sebagai berikut : 7

45 a. Akibat Beban yang Bekerja Pada Pelat Perencanaan dimensi profil kolom dalam tahap preliminary design (Tahap Perencanaan Awal), perhitungan pembebanan kolom akibat beban-beban yang bekerja pada pelat termasuk berat sendiri pelat, perhitungannya menggunakan konsep Tributary Area. Beban yang bekerja dalam konsep tributary area menggunakan beban mati dan beban hidup yang bekerja pada pelat lantai, di mana beban pada pelat lantai akan ditransfer dengan konsep tributary area ke kolom-kolom yang berada di daerah sekitarnya. Berdasarkan kondisi pembebanan, beban yang diterima oleh pelat terbagi atas dua bagian, yaitu beban dari lantai 1 dan beban atap Beban area yang diterima pelat adalah sebagai berikut : Beban Mati yang bekerja pada pelat yaitu berat sendiri pelat dan beban superimposed dead load (SIDL), yaitu a. Berat sendiri pelat = Tebal pelat rencana x ρ beton = 0,14 m x 2400 kg/m 3 = 336 kg/m 2 a. Beban Lantai Keramik + Spesi = 105 kg/m 2 b. Beban penutup atap ( Plafon ) = 11 kg/m 2 c. Beban hanger = 7 kg/m 2 d. M.E.P = 25 kg/m 2 e. Beban dinding = 50 kg/m 2 Total beban mati pada pelat = 534 kg/m 2 Beban Hidup Beban pada lantai sebesar 250 kg/m 2 Maka total beban area pada pelat Lantai 1 sampai pada lantai 5 yaitu sebagai berikut: Q area pelat lantai 1 = 1,2 DL + 1,6 LL = 1,2 (534 kg/ m 2 ) + 1,6 (250 kg/m 2 ) = 1040,8 kg/ m 2 Sedangkan beban area pelat pada lantai 2 (atap) diantaranya : Beban pada atap didapat hasil analisis desain atap. Beban ini sudah termasuk beban mati atap, beban hidup, beban angin, dan beban hujan. Beban atap dimasukkan sebagai beban terpusat di kolom-kolom ujung tiap 6 m, sesuai dengan perletakan kuda-kuda atap, yaitu sebesar 84 KN. Perhitungan tributary area ini digunakan untuk mendapatkan beban aksial joint yang akan diterima oleh kolom. Di mana rumus perhitungannya adalah sebagai berikut : 8

46 Beban aksial joint kolom = luas tributary area x beban area yang diterima pelat. Berdasarkan denah bangunan pada gambar 3.1, maka perencanaan kolom untuk konsep tributary area terbagi menjadi tiga jenis kolom, yaitu kolom ujung, kolom tepi dan kolom di daerah tengah. Perhitungan dengan tributary area ini khusus untuk beban lantai 1 dimana terdapat pelat. Lalu beban aksial yang diperoleh ditambah dengan beban atap. Pelat lantai pada bangunan ini sebagai area tributary, mempunyai dimensi 3000 mm x 4000 mm dan 2000 mm x 3000 mm. Daerah tributary area setiap kolom dapat dilihat pada gambar di atas pada daerah yang diarsir. Setiap daerah tributary area dibagi menjadi 4 bagian sama besar. Tributary area untuk beban kolom ujung, pada perencanaan bangunan ini terjadi pada kolom 1-A, kolom 5-A, kolom 1-D dan kolom 5-D di setiap lantai. Berikut ini merupakan tributary area untuk kolom yang berada di ujung Gambar 4 Tributary Area Beban Pelat Untuk Kolom Ujung Luas tributary area = B x H = 2 m x 1,5 m = 3 m 2 Beban Area Pelat : Q area pelat ujung = 1040,8 kg/ m 2 Maka beban aksial joint kolom ujung sebagai berikut Beban aksial joint kolom = 1040,8 kg/ m 2 x 3 m 2 = 3122,4 kg Tributary area untuk beban kolom tepi, pada perencanaan bangunan ini terjadi pada kolom 2-A, 3-A, 4-A, B-1, B-5, C-1, C-5, 2-D, 3-D dan 4-D di setiap lantai. Berikut ini merupakan tributary area untuk kolom yang berada di tepi : 9

47 Gambar 5 Tributary Area Beban Pelat Untuk Kolom Tepi-1 Luas tributary area =(B 1 x H 1 )+(B 2 x H 2 ) = ( (2 x 1,5) + (1 x 1,5) ) m 2 = 4,5 m 2 Beban Area Pelat : Q area pelat tepi 1 = 1040,8 kg/ m 2 Maka beban aksial joint kolom tepi 2 sebagai berikut Beban aksial joint kolom = 1040,8 kg/ m 2 x 4,5 m 2 = 4683,6 kg Gambar 6 Tributary Area Beban Pelat Untuk Kolom Tepi-2 Luas tributary area =2 x B x H= 2 x 1,5 m x 2 m = 6 m 2 Beban Area Pelat : Q area pelat tepi 2 = 1040,8 kg/ m 2 Maka beban aksial joint kolom tepi lantai 1 sebagai berikut Beban aksial joint kolom = 1040,8 kg/ m 2 x 6 m 2 = 6244,8 kg Tributary area untuk beban kolom tengah, pada perencanaan bangunan ini terjadi pada kolom 2-C, 3-C, 4-C, 2-B, 3-B dan 4-B di setiap lantai. Berikut ini merupakan tributary area untuk kolom yang berada di tengah : 10

48 Gambar 7Tributary Area Beban Pelat Untuk Kolom Tengah Luas tributary area = 2x ((1,5 x 2) + (1,5 x 1)) = 9 m 2 Beban Area Pelat : Q area pelat ujung = 1040,8 kg/ m 2 Maka beban aksial joint kolom 1 sebagai berikut Beban aksial joint kolom = 1040,8 kg/ m 2 x 9 m 2 = 9367,2 kg b. Akibat Berat Sendiri Kolom Diatasnya Beban aksial yang diterima kolom akan menerima pengaruh beban dari berat sendiri kolom diatasnya. Sehingga Beban aksial kolom akan mengalami kumulatif beban dari dimensi kolom diatasnya. Perhitungan berat sendiri kolom adalah luas dari dimensi ukuran kolom dikalikan berat jenis beton sebesar 2400 kg/m 2. Karena dimensi kolom belum diketahui maka perencanaan dimensi kolom hanya memperhitungkan beban area pelat. Namun dalam mempertimbangkan nilai dimensi akan dilakukan suatu faktor pengali tambahan sebagai faktor tambahan akan beban dari berat sendiri kolom Analisis perhitungan untuk menentukan dimensi kolom sebagai berikut : Gaya aksial tipikal untuk setiap jenis kolom Gaya aksial ini merupakan akabat gaya dari pelat-pelat dalam satu lantai ( belum kumulatif). Gaya aksial ini diakibatkan oleh beban pelat dan berat sendiri kolom. Analisis perhitungan dapat dilihat pada subbab a dan b di atas. Tabel perhitungan untuk setiap jenis kolom dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut : 11

49 A B Kolom Jenis Kolom Tabel 2 Perhitungan Gaya Aksial Joint Kolom (N) Lantai 1 Atap Kolom Jenis Kolom Lantai 1 Atap 1 Ujung Tepi Tepi Tengah Tepi Tengah Tepi Tengah Tepi C 5 Tengah Tepi Tengah Tepi Tengah Tepi Tengah Ujung Tepi Tepi Ujung Tengah Tepi Tengah Tepi Tengah Tepi Tengah D 5 Tepi Tengah Tepi Tengah Tepi Tengah Tepi Tepi Ujung Gaya aksial kumulatif yang diterima kolom Beban total yang diterima oleh kolom merupakan beban kumulatif dari beban-beban yang di atasnya. Beban aksial inilah yang dipergunakan dalam menentukan dimensi kolom rencana. Di mana dapat dilihat bawah beban aksial joint yang diterima kolom makin ke bawah, beban aksilah yang di terima kolom akan semakin besar nilainya. Berikut ini merupakan tabel beban kumulatif yang diterima kolom, untuk setiap jenis kolom pada setiap lantai. A B Kolom Tabel 3 Perhitungan Beban Kumulatif Kolom Jenis Pu kumulatif (N) Jenis Pu kumulatif (N) Kolom Kolom Lantai 1 Atap Kolom Lantai 1 Atap 1 Ujung Tepi Tepi Tengah Tepi Tengah Tepi Tengah Tepi C 5 Tengah Tepi Tengah Tepi Tengah Tepi Tengah Ujung Tepi Tepi Ujung Tengah Tepi Tengah Tepi Tengah Tepi Tengah D 5 Tepi Tengah Tepi Tengah Tepi Tengah Tepi Tepi Ujung

50 Perhitungan dimensi kolom Penentuan dimensi kolom digunakan estimasi nilai sebagai berikut: : Pu Luas Dimensi Kolom Rencana = 0,3 fc' Ket : Pu = Beban aksial yang diterima kolom fc' = Kuat rencana beton Ukuran dimensi kolom yang direncanakan berdasarkan tipe kolom yang direncanakan dan setiap 2 lantai dimensi kolom akan mengalami perubahan. Dimensi kolom pada kolom ujung pada setiap lantai adalah sebagai berikut : A B C D Kolom Tabel 4 Analisis Kolom Ujung Dimensi Kolom Dimensi Kolom Jenis Pu kumulatif (N) Pu/0,3 fc' (mm2) (mm) (mm) Kolom Lantai 1 Atap Lantai 1 Atap Lantai 1 Atap Lantai 1 Atap 1 Ujung ,8 4695,1 107,9 68, Tepi ,7 573,3 120,2 23, Tepi , ,7 180,7 137, Tepi ,7 573,3 120,2 23, Tepi , ,7 180,7 137, Tepi ,7 573,3 120,2 23, Tepi , ,7 180,7 137, Tepi ,7 573,3 120,2 23, Ujung ,8 4695,1 107,9 68, Tepi ,0 430,0 104,1 20, Tengah ,0 860,0 147,2 29, Tengah ,0 860,0 147,2 29, Tengah ,0 860,0 147,2 29, Tengah ,0 860,0 147,2 29, Tengah ,0 860,0 147,2 29, Tengah ,0 860,0 147,2 29, Tengah ,0 860,0 147,2 29, Tepi ,0 430,0 104,1 20, Tepi ,0 430,0 104,1 20, Tengah ,0 860,0 147,2 29, Tengah ,0 860,0 147,2 29, Tengah ,0 860,0 147,2 29, Tengah ,0 860,0 147,2 29, Tengah ,0 860,0 147,2 29, Tengah ,0 860,0 147,2 29, Tengah ,0 860,0 147,2 29, Tepi ,0 430,0 104,1 20, Ujung ,8 4695,1 107,9 68, Tepi ,7 573,3 120,2 23, Tepi , ,7 180,7 137, Tepi ,7 573,3 120,2 23, Tepi , ,7 180,7 137, Tepi ,7 573,3 120,2 23, Tepi , ,7 180,7 137, Tepi ,7 573,3 120,2 23, Ujung ,8 4695,1 107,9 68,

BAB 4 STUDI KASUS. Sandi Nurjaman ( ) 4-1 Delta R Putra ( )

BAB 4 STUDI KASUS. Sandi Nurjaman ( ) 4-1 Delta R Putra ( ) BAB 4 STUDI KASUS Struktur rangka baja ringan yang akan dianalisis berupa model standard yang biasa digunakan oleh perusahaan konstruksi rangka baja ringan. Model tersebut dianggap memiliki performa yang

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan BAB 2 DASAR TEORI 2.1. Dasar Perencanaan 2.1.1 Jenis Pembebanan Dalam merencanakan struktur suatu bangunan bertingkat, digunakan struktur yang mampu mendukung berat sendiri, gaya angin, beban hidup maupun

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan 3 BAB DASAR TEORI.1. Dasar Perencanaan.1.1. Jenis Pembebanan Dalam merencanakan struktur suatu bangunan bertingkat, digunakan struktur yang mampu mendukung berat sendiri, gaya angin, beban hidup maupun

Lebih terperinci

II. KONSEP DESAIN. A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan.

II. KONSEP DESAIN. A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan. II. KONSEP DESAIN A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan. Beban yang bekerja pada struktur bangunan dapat bersifat permanen (tetap)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN BAB III METODOLOGI PERENCANAAN 3.1 Diagram Alir Mulai Data Eksisting Struktur Atas As Built Drawing Studi Literatur Penentuan Beban Rencana Perencanaan Gording Preliminary Desain & Penentuan Pembebanan

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB III PEMODELAN STRUKTUR BAB III Dalam tugas akhir ini, akan dilakukan analisis statik ekivalen terhadap struktur rangka bresing konsentrik yang berfungsi sebagai sistem penahan gaya lateral. Dimensi struktur adalah simetris segiempat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS A1=1.655 L2=10. Gambar 4.1 Struktur 1/2 rangka atap dengan 3 buah kuda-kuda

BAB IV ANALISIS A1=1.655 L2=10. Gambar 4.1 Struktur 1/2 rangka atap dengan 3 buah kuda-kuda BAB IV ANAISIS 4.. ANAISIS PEMBEBANAN 4.3.4. Beban Mati (D) Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu struktur atap ang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, penelesaian-penelesaian,

Lebih terperinci

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN. dilakukan setelah mendapat data dari perencanaan arsitek. Analisa dan

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN. dilakukan setelah mendapat data dari perencanaan arsitek. Analisa dan BAB III METEDOLOGI PENELITIAN 3.1 Prosedur Penelitian Pada penelitian ini, perencanaan struktur gedung bangunan bertingkat dilakukan setelah mendapat data dari perencanaan arsitek. Analisa dan perhitungan,

Lebih terperinci

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN 4.1 Perencanaan Awal (Preliminary Design) Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi rencana struktur, yaitu pelat, balok dan kolom agar diperoleh

Lebih terperinci

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB III STUDI KASUS

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB III STUDI KASUS BAB III STUDI KASUS Pada bagian ini dilakukan 2 pemodelan yakni : pemodelan struktur dan juga pemodelan beban lateral sebagai beban gempa yang bekerja. Pada dasarnya struktur yang ditinjau adalah struktur

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA STRUKTUR

BAB IV ANALISA STRUKTUR BAB IV ANALISA STRUKTUR 4.1 Data-data Struktur Pada bab ini akan membahas tentang analisa struktur dari struktur bangunan yang direncanakan serta spesifikasi dan material yang digunakan. 1. Bangunan direncanakan

Lebih terperinci

fc ' = 2, MPa 2. Baja Tulangan diameter < 12 mm menggunakan BJTP (polos) fy = 240 MPa diameter > 12 mm menggunakan BJTD (deform) fy = 400 Mpa

fc ' = 2, MPa 2. Baja Tulangan diameter < 12 mm menggunakan BJTP (polos) fy = 240 MPa diameter > 12 mm menggunakan BJTD (deform) fy = 400 Mpa Peraturan dan Standar Perencanaan 1. Peraturan Perencanaan Tahan Gempa untuk Gedung SNI - PPTGIUG 2000 2. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Gedung SKSNI 02-2847-2002 3. Tata Cara Perencanaan Struktur

Lebih terperinci

KONSEP PERENCANAAN STRUKTUR BAJA WEEK 2

KONSEP PERENCANAAN STRUKTUR BAJA WEEK 2 KONSEP PERENCANAAN STRUKTUR BAJA WEEK 2 Perencanaan Material Baja Perlu ditetapkan kriteria untuk menilai tercapai atau tidaknya penyelesaian optimum Biaya minimum Berat minimum Bahan minimum Waktu konstruksi

Lebih terperinci

BAB IV PERMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB IV PERMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR BAB IV PERMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR 4.1 Permodelan Elemen Struktur Di dalam tugas akhir ini permodelan struktur dilakukan dalam 2 model yaitu model untuk pengecekan kondisi eksisting di lapangan dan

Lebih terperinci

BAB I. Perencanaan Atap

BAB I. Perencanaan Atap BAB I Perencanaan Atap 1. Rencana Gording Data perencanaan atap : Penutup atap Kemiringan Rangka Tipe profil gording : Genteng metal : 40 o : Rangka Batang : Kanal C Mutu baja untuk Profil Siku L : BJ

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai 8 BAB III LANDASAN TEORI A. Pembebanan Pada Pelat Lantai Dalam penelitian ini pelat lantai merupakan pelat persegi yang diberi pembebanan secara merata pada seluruh bagian permukaannya. Material yang digunakan

Lebih terperinci

Jl. Banyumas Wonosobo

Jl. Banyumas Wonosobo Perhitungan Struktur Plat dan Pondasi Gorong-Gorong Jl. Banyumas Wonosobo Oleh : Nasyiin Faqih, ST. MT. Engineering CIVIL Design Juli 2016 Juli 2016 Perhitungan Struktur Plat dan Pondasi Gorong-gorong

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA 5 LANTAI DI WILAYAH GEMPA 3

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA 5 LANTAI DI WILAYAH GEMPA 3 PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA 5 LANTAI DI WILAYAH GEMPA 3 Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : FELIX BRAM SAMORA

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. :

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. : PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : KEVIN IMMANUEL

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN STRUKTUR

BAB IV PEMODELAN STRUKTUR BAB IV PEMODELAN STRUKTUR Pada bagian ini akan dilakukan proses pemodelan struktur bangunan balok kolom dan flat slab dengan menggunakan acuan Peraturan SNI 03-2847-2002 dan dengan menggunakan bantuan

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata (S-1) Pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Katolik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Berfikir Sengkang merupakan elemen penting pada kolom untuk menahan beban gempa. Selain menahan gaya geser, sengkang juga berguna untuk menahan tulangan utama dan

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. L.1 Pengumpulan Data Struktur Bangunan 63 L.2 Perhitungan Gaya Dalam Momen Balok 65 L.3 Stressing Anchorage VSL Type EC 71

DAFTAR LAMPIRAN. L.1 Pengumpulan Data Struktur Bangunan 63 L.2 Perhitungan Gaya Dalam Momen Balok 65 L.3 Stressing Anchorage VSL Type EC 71 DAFTAR LAMPIRAN L.1 Pengumpulan Data Struktur Bangunan 63 L.2 Perhitungan Gaya Dalam Momen Balok 65 L.3 Stressing Anchorage VSL Type EC 71 62 LAMPIRAN I PENGUMPULAN DATA STRUKTUR BANGUNAN L1.1 Deskripsi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN BAB III METODOLOGI PERENCANAAN III.. Gambaran umum Metodologi perencanaan desain struktur atas pada proyek gedung perkantoran yang kami lakukan adalah dengan mempelajari data-data yang ada seperti gambar

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Pendahuluan Pada penelitian ini, Analisis kinerja struktur bangunan bertingkat ketidakberaturan diafragma diawali dengan desain model struktur bangunan sederhanan atau

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Studi kasus pada penyusunan Tugas Akhir ini adalah perancangan gedung

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Studi kasus pada penyusunan Tugas Akhir ini adalah perancangan gedung BAB III METODOLOGI PERANCANGAN 3.1 Data Perencanaan Studi kasus pada penyusunan Tugas Akhir ini adalah perancangan gedung bertingkat 5 lantai dengan bentuk piramida terbalik terpancung menggunakan struktur

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA. Oleh : LEONARDO TRI PUTRA SIRAIT NPM.

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA. Oleh : LEONARDO TRI PUTRA SIRAIT NPM. PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN BAB III METODOLOGI PERENCANAAN 3.1. Diagram Alir Perencanaan Struktur Atas Baja PENGUMPULAN DATA AWAL PENENTUAN SPESIFIKASI MATERIAL PERHITUNGAN PEMBEBANAN DESAIN PROFIL RENCANA PERMODELAN STRUKTUR DAN

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR 3.1. Pemodelan Struktur Pada tugas akhir ini, struktur dimodelkan tiga dimensi sebagai portal terbuka dengan penahan gaya lateral (gempa) menggunakan 2 tipe sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Dalam perencanaan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman secara konstruksi berdasarkan

Lebih terperinci

PERHITUNGAN STRUKTUR STRUKTUR BANGUNAN 2 LANTAI

PERHITUNGAN STRUKTUR STRUKTUR BANGUNAN 2 LANTAI PERHITUNGAN STRUKTUR STRUKTUR BANGUNAN 2 LANTAI A. KRITERIA DESIGN 1. PENDAHULUAN 1.1. Gambaran konstruksi Gedung bangunan ruko yang terdiri dari 2 lantai. Bentuk struktur adalah persegi panjang dengan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PORTAL BAJA 4 LANTAI DENGAN METODE PLASTISITAS DAN DIBANDINGKAN DENGAN METODE LRFD

PERENCANAAN PORTAL BAJA 4 LANTAI DENGAN METODE PLASTISITAS DAN DIBANDINGKAN DENGAN METODE LRFD PERENCANAAN PORTAL BAJA 4 LANTAI DENGAN METODE PLASTISITAS DAN DIBANDINGKAN DENGAN METODE LRFD TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan melengkapi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik

Lebih terperinci

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS)

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS) A. IDEALISASI STRUKTUR RAGKA ATAP (TRUSS) Perencanaan kuda kuda dalam bangunan sederhana dengan panjang bentang 0 m. jarak antara kuda kuda adalah 3 m dan m, jarak mendatar antara kedua gording adalah

Lebih terperinci

TAMPAK DEPAN RANGKA ATAP MODEL 3

TAMPAK DEPAN RANGKA ATAP MODEL 3 TUGAS STRUKTUR BAJA 11 Bangunan gedung dengan struktur atap dibuat dengan struktur rangka baja. Bentang struktur bangunan, beban gravitasi, beban angin dan mutu bahan, dijelaskan pada data teknis berikut.

Lebih terperinci

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS)

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS) A. IDEALISASI STRUKTUR RAGKA ATAP (TRUSS) Perencanaan kuda kuda dalam bangunan sederhana dengan panjang bentang 0 m. jarak antara kuda kuda adalah 3 m dan m, jarak mendatar antara kedua gording adalah

Lebih terperinci

1. Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SNI ) 3. Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI-1983)

1. Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SNI ) 3. Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI-1983) 7 1. Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SNI 03-1727-1989) 2. Perencaaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Rumah dan Gedung SNI-03-1726-2002 3. Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI-1983)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi umum Desain struktur merupakan salah satu bagian dari keseluruhan proses perencanaan bangunan. Proses desain merupakan gabungan antara unsur seni dan sains yang membutuhkan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR FLAT PLATE BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG EMPAT LANTAI TAHAN GEMPA

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR FLAT PLATE BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG EMPAT LANTAI TAHAN GEMPA ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR FLAT PLATE BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG EMPAT LANTAI TAHAN GEMPA Helmi Kusuma NRP : 0321021 Pembimbing : Daud Rachmat Wiyono, Ir., M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU Estika 1 dan Bernardinus Herbudiman 2 1 Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Prosedur Penelitian Untuk mengetahui penelitian mengenai pengaruh tingkat redundansi pada sendi plastis perlu dipersiapkan tahapan-tahapan untuk memulai proses perancangan,

Lebih terperinci

PERHITUNGAN PANJANG BATANG

PERHITUNGAN PANJANG BATANG PERHITUNGAN PANJANG BATANG E 3 4 D 1 F 2 14 15 5 20 A 1 7 C H 17 13 8 I J 10 K 16 11 L G 21 12 6 B 200 200 200 200 200 200 1200 13&16 0.605 14&15 2.27 Penutup atap : genteng Kemiringan atap : 50 Bahan

Lebih terperinci

BAB III ESTIMASI DIMENSI ELEMEN STRUKTUR

BAB III ESTIMASI DIMENSI ELEMEN STRUKTUR BAB III ESTIMASI DIMENSI ELEMEN STRUKTUR 3.. Denah Bangunan Dalam tugas akhir ini penulis merancang suatu struktur bangunan dengan denah seperti berikut : Gambar 3.. Denah bangunan 33 34 Dilihat dari bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Konsep Desain Desain struktur harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya Kekuatan (strength), kemampuan layan (serviceability), ekonomis (economy) dan Kemudahan

Lebih terperinci

RANGKUMAN Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung

RANGKUMAN Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung RANGKUMAN Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung - 1983 Kombinasi Pembebanan Pembebanan Tetap Pembebanan Sementara Pembebanan Khusus dengan, M H A G K = Beban Mati, DL (Dead Load) = Beban Hidup, LL

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 SURAT KETERANGAN TUGAS AKHIR

LAMPIRAN 1 SURAT KETERANGAN TUGAS AKHIR LAMPIRAN 1 SURAT KETERANGAN TUGAS AKHIR Sesuai dengan persetujuan dari ketua Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Kristen Maranatha, melalui surat No.1245/TA/FTS/UKM/II/2011 tanggal 7 Februari

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTUR BANGUNAN RUMAH SUSUN DI SURAKARTA

PERANCANGAN STRUKTUR BANGUNAN RUMAH SUSUN DI SURAKARTA PERANCANGAN STRUKTUR BANGUNAN RUMAH SUSUN DI SURAKARTA Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu sarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : Yusup Ruli Setiawan NPM :

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450 PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI 02-1726-2002 DAN FEMA 450 Eben Tulus NRP: 0221087 Pembimbing: Yosafat Aji Pranata, ST., MT JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut : 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembebanan Struktur Perencanaan struktur bangunan gedung harus didasarkan pada kemampuan gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam Peraturan

Lebih terperinci

Meliputi pertimbangan secara detail terhadap alternatif struktur yang

Meliputi pertimbangan secara detail terhadap alternatif struktur yang BAB II TINJAUAN PIISTAKA 2.1 Pendahuluan Pekerjaan struktur secara umum dapat dilaksanakan melalui 3 (tiga) tahap (Senol,Utkii,Charles,John Benson, 1977), yaitu : 2.1.1 Tahap perencanaan (Planningphase)

Lebih terperinci

berupa penuangan ide atau keinginan dari pemilik yang dijadikan suatu pedoman

berupa penuangan ide atau keinginan dari pemilik yang dijadikan suatu pedoman BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Perencanaan merupakan langkah awal dari suatu pembangunan fisik berupa penuangan ide atau keinginan dari pemilik yang dijadikan suatu pedoman oleh perencana agar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN SKRIPSI BAB III METODE PENELITIAN SKRIPSI KAJIAN PERBANDINGAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA DENGAN MENGGUNAKAN BEKISTING BAJA TERHADAP METODE KONVENSIONAL DARI SISI METODE KONSTRUKSI DAN KEKUATAN STRUKTUR IRENE MAULINA

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG STRUKTUR GEDUNG BANK MODERN SOLO

PERANCANGAN ULANG STRUKTUR GEDUNG BANK MODERN SOLO PERANCANGAN ULANG STRUKTUR GEDUNG BANK MODERN SOLO Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : Heroni Wibowo Prasetyo NPM :

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH SMP SMU MARINA SEMARANG

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH SMP SMU MARINA SEMARANG TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH SMP SMU MARINA SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Fakultas Teknik Program Studi Teknik Sipil

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG DEWAN KERAJINAN NASIONAL DAERAH (DEKRANASDA) JL. KOLONEL SUGIONO JEPARA

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG DEWAN KERAJINAN NASIONAL DAERAH (DEKRANASDA) JL. KOLONEL SUGIONO JEPARA TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG DEWAN KERAJINAN NASIONAL DAERAH (DEKRANASDA) JL. KOLONEL SUGIONO JEPARA Merupakan Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Jurusan

Lebih terperinci

3.1. Penyajian Laporan BAB III METODE KAJIAN. Gambar 3.1 Bagan alir metode penelitian

3.1. Penyajian Laporan BAB III METODE KAJIAN. Gambar 3.1 Bagan alir metode penelitian 3.1. Penyajian Laporan BAB III METODE KAJIAN Gambar 3.1 Bagan alir metode penelitian 7 3.2. Data Yang Diperlukan Untuk kelancaran penelitian maka diperlukan beberapa data yang digunakan sebagai sarana

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG PASAR TIGA LANTAI DENGAN SATU BASEMENT DI WILAYAH BOYOLALI (DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL)

PERENCANAAN GEDUNG PASAR TIGA LANTAI DENGAN SATU BASEMENT DI WILAYAH BOYOLALI (DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL) PERENCANAAN GEDUNG PASAR TIGA LANTAI DENGAN SATU BASEMENT DI WILAYAH BOYOLALI (DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL) Tugas Akhir untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S 1 Teknik Sipil diajukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN BAB III METODOLOGI PERANCANGAN 3.1 Bagan Alir Perancangan Mulai Studi Literatur Konstruksi Baja Untuk Struktur Atas bangunan Spesifikasi Bangunan - Pembebanan - Data-data fisik - Data-data struktur Konfigurasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencanaan suatu struktur bangunan gedung bertingkat tinggi sebaiknya mengikuti peraturan-peraturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Struktur bangunan bertingkat tinggi memiliki tantangan tersendiri dalam desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang memiliki faktor resiko

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG RS. GRHA KEDOYA, JAKARTA BARAT. Oleh : MARTINUS SATRIYO HADIWIBOWO NPM. :

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG RS. GRHA KEDOYA, JAKARTA BARAT. Oleh : MARTINUS SATRIYO HADIWIBOWO NPM. : PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG RS. GRHA KEDOYA, JAKARTA BARAT Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : MARTINUS SATRIYO HADIWIBOWO

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG PASCA SARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG. Oleh : BAYU ARDHI PRIHANTORO NPM :

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG PASCA SARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG. Oleh : BAYU ARDHI PRIHANTORO NPM : PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG PASCA SARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : BAYU

Lebih terperinci

BAB IV ESTIMASI DIMENSI KOMPONEN STRUKTUR

BAB IV ESTIMASI DIMENSI KOMPONEN STRUKTUR BAB IV ESTIMASI DIMENSI KOMPONEN STRUKTUR 4.1. Estimasi Dimensi Estimasi dimensi komponen struktur merupakan tahap awal untuk melakukan analisis struktur dan merancang suatu bangunan gedung. Estimasi yang

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PUSAT GROSIR BARANG SENI DI JALAN Dr. CIPTO SEMARANG

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PUSAT GROSIR BARANG SENI DI JALAN Dr. CIPTO SEMARANG TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PUSAT GROSIR BARANG SENI DI JALAN Dr. CIPTO SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM

BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM Tahap awal adalah pemodelan struktur berupa desain awal model, yaitu menentukan denah struktur. Kemudian menentukan dimensi-dimensi elemen struktur yaitu balok, kolom dan dinding

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN START. Pengumpulan data. Analisis beban. Standar rencana tahan gempa SNI SNI

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN START. Pengumpulan data. Analisis beban. Standar rencana tahan gempa SNI SNI 6 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Tahapan Penelitian 1. Langkah-langkah Penelitian Secara Umum Langkah-langkah yang dilaksanakan dalam penelitian analisis komparasi antara SNI 03-176-00 dan SNI 03-176-01

Lebih terperinci

1 HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TRI TUNGGAL SEMARANG

1 HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TRI TUNGGAL SEMARANG TUGAS AKHIR 1 HALAMAN JUDUL PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TRI TUNGGAL Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Fakultas Teknik Program

Lebih terperinci

4.3.5 Perencanaan Sambungan Titik Buhul Rangka Baja Dasar Perencanaan Struktur Beton Bertulang 15

4.3.5 Perencanaan Sambungan Titik Buhul Rangka Baja Dasar Perencanaan Struktur Beton Bertulang 15 3.3 Dasar Perencanaan Struktur Beton Bertulang 15 3.3.1 Peraturan-Peraturan 15 3.3.2 Pembebanan ]6 3.3.3 Analisis Struktur 18 3.3.4 Perencanaan Pelat 18 3.3.5 Perencanaan Struktur Portal Beton Bertulang

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN KUDA KUDA BAJA RINGAN DENGAN BETON BERTULANG MENGGUNAKAN PROGRAM SAP 2000 V.18

ANALISIS PERBANDINGAN KUDA KUDA BAJA RINGAN DENGAN BETON BERTULANG MENGGUNAKAN PROGRAM SAP 2000 V.18 ANALISIS PERBANDINGAN KUDA KUDA BAJA RINGAN DENGAN BETON BERTULANG MENGGUNAKAN PROGRAM SAP 2000 V.18 Ahmad Efendi, Dewi Sulistyorini, Dimas Langga Candra G Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Permasalahan utama yang dihadapi dalam perencanaan gedung bertingkat tinggi

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Permasalahan utama yang dihadapi dalam perencanaan gedung bertingkat tinggi BAB III METODOLOGI PERANCANGAN 3.1. Umum Permasalahan utama yang dihadapi dalam perencanaan gedung bertingkat tinggi adalah masalah kekakuan dari struktur. Pada prinsipnya desain bangunan gedung bertingkat

Lebih terperinci

Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303. Balok Lentur.

Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303. Balok Lentur. Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303 SKS : 3 SKS Balok Lentur Pertemuan 11, 12 TIU : Mahasiswa dapat merencanakan kekuatan elemen struktur baja beserta alat sambungnya TIK : Mahasiswa

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI)

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI) 1 PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI) Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai S-1 Teknik Sipil diajukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan sistem struktur penahan gempa ganda, sistem pemikul momen dan sistem

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan sistem struktur penahan gempa ganda, sistem pemikul momen dan sistem BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur Penelitian Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis sistem struktur penahan gempa yang menggunakan sistem struktur penahan gempa ganda, sistem pemikul momen dan

Lebih terperinci

LAPORAN PERHITUNGAN STRUKTUR

LAPORAN PERHITUNGAN STRUKTUR LAPORAN PERHITUNGAN STRUKTUR Disusun oleh : Irawan Agustiar, ST DAFTAR ISI DATA PEMBEBANAN METODE PERHITUNGAN DAN SPESIFIKASI TEKNIS A. ANALISA STRUKTUR 1. Input : Bangunan 3 lantai 2 Output : Model Struktur

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG KULIAH UMUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR SARJANA STRATA SATU

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG KULIAH UMUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR SARJANA STRATA SATU i PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG KULIAH UMUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR SARJANA STRATA SATU Disusun oleh : RICHARD SUTRISNO Mahasiswa : 11973 / TS NPM : 04 02 11973 PROGRAM STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN DENGAN METODE LOAD RESISTANCE AND FACTOR DESIGN

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN DENGAN METODE LOAD RESISTANCE AND FACTOR DESIGN PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN DENGAN METODE LOAD RESISTANCE AND FACTOR DESIGN Oleh : 1. AGUNG HADI SUPRAPTO 3111 030 114 2.RINTIH PRASTIANING ATAS KASIH 3111

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR RC

TUGAS AKHIR RC TUGAS AKHIR RC09-1380 MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG OFFICE BLOCK PEMERINTAHAN KOTA BATU MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA BETON AMANDA KHOIRUNNISA 3109 100 082 DOSEN PEMBIMBING IR. HEPPY KRISTIJANTO,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembebanan Struktur Dalam perencanaan struktur bangunan harus mengikuti peraturanperaturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman. Pengertian

Lebih terperinci

) DAN ANALISIS PERKUATAN KAYU GLULAM BANGKIRAI DENGAN PELAT BAJA

) DAN ANALISIS PERKUATAN KAYU GLULAM BANGKIRAI DENGAN PELAT BAJA ABSTRAK STUDI ANALISIS KINERJA BANGUNAN 2 LANTAI DAN 4 LANTAI DARI KAYU GLULAM BANGKIRAI TERHADAP BEBAN SEISMIC DENGAN ANALISIS STATIC NON LINEAR (STATIC PUSHOVER ANALYSIS) DAN ANALISIS PERKUATAN KAYU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Komponen Struktur Perencanaan suatu struktur bangunan gedung didasarkan pada kemampuan gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Pengertian

Lebih terperinci

STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7. Oleh : RACHMAWATY ASRI ( )

STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7. Oleh : RACHMAWATY ASRI ( ) TUGAS AKHIR STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7 Oleh : RACHMAWATY ASRI (3109 106 044) Dosen Pembimbing: Budi Suswanto, ST. MT. Ph.D

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Isi Laporan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Isi Laporan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan semakin pesatnya perkembangan dunia teknik sipil di Indonesia saat ini menuntut terciptanya sumber daya manusia yang dapat mendukung dalam bidang tersebut.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur BAB III METODOLOGI PERANCANGAN 3.1 Bagan Alir Perancangan Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur sistematika perancangan struktur Kubah, yaitu dengan cara sebagai berikut: START

Lebih terperinci

PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA (RUSUNAWA) DI JEPARA

PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA (RUSUNAWA) DI JEPARA PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA (RUSUNAWA) DI JEPARA Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : ALFANIDA AYU WIDARTI

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pembebanan Beban yang ditinjau dan dihitung dalam perancangan gedung ini adalah beban hidup, beban mati dan beban gempa. 3.1.1. Kuat Perlu Beban yang digunakan sesuai dalam

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii Persetujuan iii Surat Pernyataan iv Kata Pengantar v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR xiv DAFTAR NOTASI xviii DAFTAR LAMPIRAN xxiii ABSTRAK xxiv ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Atap merupakan salah satu bagian kontruksi yang berfungsi untuk melindungi bagian bawah bangunan dari panas matahari, hujan, angin, maupun sebagai perlindungan lainnya.

Lebih terperinci

2.5.3 Dasar Teori Perhitungan Tulangan Torsi Balok... II Perhitungan Panjang Penyaluran... II Analisis dan Desain Kolom...

2.5.3 Dasar Teori Perhitungan Tulangan Torsi Balok... II Perhitungan Panjang Penyaluran... II Analisis dan Desain Kolom... DAFTAR ISI Lembar Pengesahan Abstrak Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Gambar... vi Daftar Notasi... vii Daftar Lampiran... x Kata Pengantar... xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2

Lebih terperinci

PERHITUNGAN ULANG STRUKTUR GEDUNG ASRAMA KEBIDANAN LEBO WONOAYU DENGAN METODE SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN MENENGAH

PERHITUNGAN ULANG STRUKTUR GEDUNG ASRAMA KEBIDANAN LEBO WONOAYU DENGAN METODE SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN MENENGAH PERHITUNGAN ULANG STRUKTUR GEDUNG ASRAMA KEBIDANAN LEBO WONOAYU DENGAN METODE SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN MENENGAH Untario Mahardhika Yanisfa Septiarsilia Mahasiswa D3 Teknik Sipil FTSP ITS ABSTRAK Penyusunan

Lebih terperinci

Perhitungan Struktur Bab IV

Perhitungan Struktur Bab IV Permodelan Struktur Bored pile Perhitungan bore pile dibuat dengan bantuan software SAP2000, dimensi yang diinput sesuai dengan rencana dimensi bore pile yaitu diameter 100 cm dan panjang 20 m. Beban yang

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. terjadinya distribusi gaya. Biasanya untuk alasan efisiensi waktu dan efektifitas

BAB V PEMBAHASAN. terjadinya distribusi gaya. Biasanya untuk alasan efisiensi waktu dan efektifitas BAB V PEMBAHASAN 5.1 Umum Pada gedung bertingkat perlakuan stmktur akibat beban menyebabkan terjadinya distribusi gaya. Biasanya untuk alasan efisiensi waktu dan efektifitas pekerjaan dilapangan, perencana

Lebih terperinci

BAB IV PERENCANAAN AWAL (PRELIMINARY DESIGN)

BAB IV PERENCANAAN AWAL (PRELIMINARY DESIGN) BB IV PERENCNN WL (PRELIMINRY DESIGN). Prarencana Pelat Beton Perencanaan awal ini dimaksudkan untuk menentukan koefisien ketebalan pelat, α yang diambil pada s bentang -B, mengingat pada daerah sudut

Lebih terperinci

ABSTRAKSI. Basuki Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammdiyah Surakarta Jalan A.Yani Tromol Pos I Pabelan Kartasura Surakarta 57102

ABSTRAKSI. Basuki Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammdiyah Surakarta Jalan A.Yani Tromol Pos I Pabelan Kartasura Surakarta 57102 nalisis Perbandingan Kebutuhan Biaya..(Basuki) NLISIS PERBNDINGN KEBUTUHN BHN (BIY) TULNGN SENGKNG KONVENSIONL DN SENGKNG LTERNTIF PD BLOK BETON BERTULNG BNGUNN GEDUNG 2 LNTI Basuki Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN ANALISIS PROFIL CFS (COLD FORMED STEEL) DALAM PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN Torkista Suadamara NRP : 0521014 Pembimbing : Ir. GINARDY HUSADA, MT FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II A. Konsep Pemilihan Jenis Struktur Pemilihan jenis struktur atas (upper structure) mempunyai hubungan yang erat dengan sistem fungsional gedung. Dalam proses desain struktur perlu dicari kedekatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Pembebanan merupakan faktor penting dalam merancang stuktur bangunan. Oleh karena itu, dalam merancang perlu diperhatikan beban-bean yang bekerja pada struktur agar

Lebih terperinci

APLIKASI KOMPUTER DALAM KONSTRUKSI

APLIKASI KOMPUTER DALAM KONSTRUKSI Tugas 4 APLIKASI KOMPUTER DALAM KONSTRUKSI Analisis Struktur Akibat Beban Gravitasi Dan Beban Gempa Menggunakan SAP2000 Disusun Oleh : MHD. FAISAL 09310019 Dosen Pengasuh : TRIO PAHLAWAN, ST. MT JURUSAN

Lebih terperinci

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN Diajukan oleh : ABDUL MUIS 09.11.1001.7311.046 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERENCANAAN SAMBUNGAN KAYU DENGAN BAUT DAN PAKU BERDASARKAN PKKI 1961 NI-5 DAN SNI 7973:2013

PERBANDINGAN PERENCANAAN SAMBUNGAN KAYU DENGAN BAUT DAN PAKU BERDASARKAN PKKI 1961 NI-5 DAN SNI 7973:2013 PERBANDINGAN PERENCANAAN SAMBUNGAN KAYU DENGAN BAUT DAN PAKU BERDASARKAN 1961 NI- DAN SNI 7973:213 Eman 1, Budisetyono 2 dan Ruslan 3 ABSTRAK : Seiring perkembangan teknologi, manusia mulai beralih menggunakan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

ANALISIS KUDA-KUDA BAJA DENGAN SAP (Structure Analysis Program) 2000 V.11. Ninik Paryati

ANALISIS KUDA-KUDA BAJA DENGAN SAP (Structure Analysis Program) 2000 V.11. Ninik Paryati ANALISIS KUDA-KUDA BAJA DENGAN SAP (Structure Analysis Program) 2000 V.11 Ninik Paryati Teknik Sipil Universitas Islam 45 Bekasi Jl. Cut Meutia No. 83 Bekasi Telp. 021-88344436 Email: nparyati@yahoo.com

Lebih terperinci