TINJAUAN PUSTAKA Sagu
|
|
- Ivan Kurniawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 4 TINJAUAN PUSTAKA Sagu Sagu merupakan tanaman rumpun dan berkembang biak dengan membentuk anakan. Sagu termasuk tumbuhan monokotil dalam family Palmae, subfamily Lepidocaryoideae serta genus Metroxylon. Tanaman sagu tumbuh secara alami terutama di daerah dataran atau rawa dengan sumber air yang melimpah. Menurut Oates dan Hicks (2002) tanaman sagu masih dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian m dpl dengan curah hujan mm/tahun. Di Indonesia, masyarakat mengenal dua jenis penghasil tepung sagu yang utama, yaitu dari jenis Metroxylon dan jenis Arenga (sagu aren). Berbeda dengan sagu Metroxylon, sagu aren tumbuh pada lahan yang relatif lebih kering, dan banyak ditemukan di Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Kandungan tepung dari pohon sagu aren juga relatif lebih sedikit. Papua merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan potensi sagu terbesar, bahkan terluas di seluruh dunia. Menurut Ama (2002) luas lahan sagu yang terdapat di Papua adalah hektar atau sekitar 85 persen dari luas hutan sagu nasional. Adapun wilayah sebarannya di Waropen bawah, Monokrawi, Bintuni, Inawatan, dan daerah yang belum terinventarisasi. Papua merupakan daerah sagu yang sangat potensial, karena disamping memiliki banyak jenis sagu, produktivitas beberapa jenis sagu tersebut cukup tinggi. Selain Papua tanaman sagu tersebar di Maluku, Sulawesi, dan Pulau Mentawai terutama berasal dari spesies Metroxylon sagu (McClatchey et al, 2006) serta beberapa daerah di jawa barat seperti Bogor, Sukabumi dan Banten. Miyazaki (2004) dalam Limbongan (2007) mengelompokkan 21 jenis sagu asal Papua, dimana 10 jenis termasuk sagu berduri (Metroxylon rumphii Mart) yaitu : Manno, Mongging, Para Hongleu, Para Hongsay, Para Waliha, Puy, Rondo, Ruruna, Yakhalobe, dan Ebefum. Sisanya termasuk sagu tidak berduri (Metroxylon sagu Rottb) yaitu : Folio, Hobolo, Osokulu Honglue, Osokulu Hongsay, Panne, Yakhe, Yakhu Walo, Yepha Honglue, Yepha Hongsay, Winanbo dan Wani. Berbagai jenis sagu tersebut mempunyai morfologi, produktifitas dan karakteristik tepung berbeda yang dapat digunakan sebagai seleksi dan identifiksi
2 5 sagu yang potensial untuk bahan baku produk pangan. Beberapa jenis pohon sagu di Papua dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Beberapa jenis sagu di Papua, yaitu (a) Sagu para, (b) Sagu berduri, dan (c) Sagu tidak berduri. (Limbongan, 2007) Masyarakat Papua mengkonsumsi sagu dalam bentuk papeda basah, papeda kering, dan bentuk lempengan, serta hampir setiap bagian tanaman sagu dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan (Flach, 1997). Penduduk lokal menggunakan daun sagu sebagai bahan baku atap rumah. Batang sagu dapat dipisahkan menjadi dua bagian yaitu bagian kayu dan empulur. Kayu tanaman sagu bersifat cukup kuat sehingga dapat digunakan untuk bahan bangunan rumah. Selain itu, kayu sagu dapat digunakan sebagai bahan baku kertas. Dalam industri pangan, pati teroksidasi digunakan sebagai pengental, pengemulsi, pengikat, dan pencegah sineresis untuk mempertahankan mutu pangan. Produk utama sagu yaitu ekstrak dari empelur atau batang tanaman. Batang tanaman sagu merupakan tempat penyimpanan pati atau karbohidrat. Kandungan pati dalam empulur batang sagu berbeda-beda, tergantung pada umur dan spesies tanaman sagu, serta lingkungan tempat sagu itu tumbuh. Semakin tua umur tanaman sagu, kandungan pati dalam empulur semakin besar dan pada umur tertentu kandungan pati tersebut akan menurun (Flach, 1983). Biasanya tanaman sagu dipanen setelah berumur 8 10 tahun. Namun, jika tanaman dibudidayakan dengan baik, sagu dapat dipanen pada umur 6 7 tahun (Flach,1980).
3 6 Pati sagu diperoleh dari empulur batang (Metroxylon spp) sagu dengan cara ekstraksi. Sifat dan kualitas pati sagu dipengaruhi oleh faktor genetik serta proses ekstraksinya, seperti peralatan dan air yang digunakan, cara penyimpanan potongan batang sagu, dan penyaringan (Flach, 1997). Adapun tahapan ekstraksi pati sagu yaitu: penebangan batang sagu, pembelahan batang sagu menjadi dua bagian, pemisahan empulur sagu dari bagian batang sagu yang keras dengan penohokan, penghancuran empulur sagu dengan pemarutan atau penggilingan bersama air, pemisahan pati sagu dan komponen lain dari bubur pati sagu dengan cara pengendapan, pemisahan endapan pati dan bagian lain yang larut air, pengeringan endapan (pati sagu) dengan menggunakan sinar matahari (Flach, 1997). Salah satu contoh proses ekstraksi pati sagu di Daerah Sukabumi skala industri kecil dapat dilihat pada Gambar 2. a b c d e f g Gambar 2 Proses ekstraksi pati sagu di Daerah Sukabumi dalam skala industri kecil (a) Pemotongan batang sagu (b) Pembelahan batang sagu (c) Pemarutan batang sagu (d) Pencucian parutan batang sagu (e) Perendaman pati sagu (f) Penyaringan pati sagu (g) Penjemuran pati sagu menggunakan sinar matahari
4 7 Menurut Flach (1983) pati sagu yang diperoleh dari proses ekstraksi empulur batang sagu mengandung % pati, 50-66% air dan % bahan lain atau ampas. Rendemen pati sagu yang dihasilkan empulur batang sagu berkisar antara 15-30%. Jika dihitung dari berat kering, empulur batang sagu mengandung 54-60% pati dan 40-46% ampas. Sedangkan, jumlah pati yang dihasilkan dari tiap pohon adalah berkisar antara kg. Tanaman sagu yang tumbuh dalam kondisi paling baik dapat menghasilkan ton pati sagu kering per hektar (Flach, 1997). Sagu sebagai bahan pokok memiliki beberapa keunggulan dibandingkan bahan pangan lainnya, yaitu dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama, dapat dipanen dan diolah tanpa mengenal musim serta kecilnya resiko terkena penyakit tanaman (Djoefrie, 1999). Seperti bahan pangan lainnya, pati sagu juga mempunyai kandungan kimia yang tidak jauh berbeda yaitu terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan lain-lain. Pati sagu mengandung % serat pangan dan karbohidrat %. Jumlah karbohidrat sagu relatif lebih tinggi dibandingkan beras (80.40%), jagung (71.70%), ubi kayu (23.70%) dan kentang (23.70%). Kandungan lemaknya juga lebih rendah (0.20 gram) dibandingkan dengan beras (0.80 gram). Kandungan nilai gizi sagu dibandingkan pangan lainnya menurut Direktorat gizi departemen kesehatan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kandungan nilai gizi sagu dibandingkan pangan lainnya Komposisi Sagu Beras Jagung Ubi kayu Kentang Kandungan Per 100 gram bahan yang dapat dimakan Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat(%) Kalsium (mg) Besi (mg) Teomin (mg) Riboflavin Niasin (mg) Vitamin (mg) Sumber : *) Direktorat Gizi Departemen Kesehatan (1995) **) Papilaya (2009)
5 8 Pati sagu umumnya berwarna putih, namun ada pula yang secara genetik berwarna kemerahan seperti Yepha, Fikhela, dan Ruruna karena mengandung senyawa fenol. Menurut Purwani et al (2006), derajat putih sagu bervariasi dan dapat berubah menjadi kecoklatan atau kemerahan selama penyimpanan. Perubahan warna tersebut disebabkan adanya aktivitas enzim Latent polyphenol Oxidase (LPPO). Enzim ini mengkatalis reaksi oksidasi senyawa polifenol menjadi kuinon yang selanjutnya membentuk polimer dan menghasilkan warna coklat (Onsa et al. 2002). Karakteristik Kimia Pati Sagu Menurut Winarno (1980) pati terdiri atas dua fraksi yang dapat dipisahkan oleh air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Seperti halnya pati dari sumber lainnya, molekul pati sagu juga disusun oleh amilosa dan amilopektin. Baik amilosa maupun amilopektin disusun oleh monomer α-d-glukosa yang berikatan satu sama lain melalui ikatan glikosidik. Perbedaan antara amilosa dan amilopektin terletak pada pembentukan percabangan pada struktur linearnya, ukuran derajat polimerisasi, ukuran molekul dan pengaturan posisi pada granula pati. Amilosa dan amilopektin berperan dalam menentukan karakteristik fisik, kimia dan fungsional pati. Amilosa berkontribusi terhadap karakteristik gel karena kehadiran amilosa berpengaruh terhadap pembentukan gel (Parker, 2003). Amilosa merupakan polimer lurus dari D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan α-1,4-glikosidik dengan struktur cincin piranosa. Berat molekul amilosa berkisar antara Da dengan derajat polimerisasi yang mencapai kisaran (Colonna dan Buleon, 1992). Banyaknya gugus hidroksil yang terdapat dalam senyawa polimer glukosa tersebut menyebabkan amilosa bersifat hidrofilik. Struktur molekul amilosa dapat dilihat pada Gambar 3.
6 9 Gambar 3 Struktur molekul amilosa (Chaplin, 2006) Sementara itu, amilopektin merupakan molekul polisakarida dengan rantai cabang. Ikatan pada rantai utama adalah ikatan α-1,4-glikosidik, sedangkan ikatan pada titik cabang adalah ikatan α-1,6-glikosidik (Young, 1984). Amilopektin mempunyai ukuran molekul yang sangat besar dengan berat molekul yang mencapai (Colonna dan Buleon, 1992) dan derajat polimerisasi 3 x x 10 6 (Zobel, 1988). Struktur molekul amilopektin ditunjukkan pada Gambar 4. Gambar 4 Struktur molekul amilopektin (Chaplin,2006)
7 10 Proporsi amilosa dan amilopektin dari berbagai sumber pati berbeda-beda demikian juga dengan bentuk dan ukuran granula yang disusunnya. Umumnya, pati memiliki proporsi amilopektin yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan amilosa. Kandungan amilosa pada kebanyakan sumber pati biasanya berkisar antara 20-30% dan amilopektin 70-80% (Chaplin, 2006). Adanya perbedaan karakteristik granula pati akan sangat berpengaruh pada sifat fisik, sifat kimia dan sifat fungsional pati. Viskositas, ketahanan terhadap pengadukan, gelatinisasi, pembentukan tekstur, kelarutan pengental, kestabilan gel, cold swelling dan retrogradasi dipengaruhi oleh rasio amilosa dan amilopektin serta ukuran granula pati. Menurut Flach (1983) pati sagu mengandung 27% amilosa dan 73% amilopektin. Perbandingan amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi pati. Semakin besar kandungan amilopektin maka pati akan lebih basah, lengket dan cenderung sedikit menyerap air. Sebaliknya, jika kandungan amilosa tinggi, pati bersifat kering, kurang lengket dan mudah menyerap air (higroskopis). Molekul amilosa dan amilopektin menyusun granula pati dengan pola tertentu (Jane, 2006). Struktur amilosa yang lurus cenderung berada pada bagian amorphous dari granula pati. Sementara itu, amilopektin yang dapat membentuk struktur double heliks bertanggung jawab terhadap bagian kristalin granula pati. Rantai-rantai samping amilosa dan amilopektin yang berdampingan dapat saling berinteraksi sehingga memberikan integritas pada granula pati yang disusunnya (Jane, 2006). Karakteristik Fisik Pati Sagu 1 Gelatinisasi Pati Gelatinisasi pati merupakan suatu fenomena ketika pati dipanaskan bersama air, sehingga menyebabkan pati mengalami peningkatan kelarutan yang diikuti dengan peningkatan viskositas yang kemudian akan membentuk pasta. Pada saat mengalami gelatinisasi, setiap jenis pati akan memperlihatkan karakteristik gelatinisasi yang berbeda tergantung pada jenis pati. Karakteristik ini dapat
8 11 digunakan sebagai salah satu penentu sifat fungsional pati dalam aplikasinya sebagai bahan baku atau bahan tambahan produk pangan. Pada mulanya pengembangan granula pati bersifat bolak balik (reversible) jika tidak melewati suhu gelatinisasi. Akan tetapi, jika pemanasan telah mencapai suhu tertentu pengembangan granula pati menjadi irreversible dan terjadi perubahan struktur granula. Proses ini disebut gelatinisasi dan suhu terjadinya gelatinisasi disebut suhu gelatinisasi. Suhu gelatinisasi pati sagu secara umum berkisar antara o C (Swinkels 1985 dalam Emanuel 2005). Setiap pati memiliki suhu gelatinisasi yang berbeda-beda. Ini bisa dikarenakan populasi granula yang bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan energi yang diperlukannya untuk mengembang. Selain itu, suhu gelatinisasi juga dipengaruhi oleh pemasakan, pengadukan, dan konsentrasi pati. Pati yang memiliki kandungan amilosa yang tinggi sangat sukar menggelatinisasi karena molekul amilosa cenderung berada dalam posisi sejajar, sehingga gugus-gugus hidroksilnya dapat berikatan dengan bebas dan pati akan membentuk kristal agregat yang kuat (Anonim 1983; Fardiaz dan Afdi 1989; Ahmad 2009). Sebaliknya, pati yang memiliki komponen amilopektin tinggi sangat sukar untuk berikatan sesamanya karena rantainya bercabang, sehingga pati yang amilopektinnya tinggi sangat mudah mengalami gelatinisasi tetapi viskositasnya tidak stabil. Kandungan amilosa dan amilopektin dari setiap jenis pati dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Kandungan amilosa dan amilopektin berbagai jenis pati Sumber pati Amilosa (%) Amilopektin (%) Sagu Jagung Beras Kentang Gandum Ubikayu Sumber : Herliana dalam Noerdin (2008) Selama gelatinisasi terjadi perubahan antara lain pengembangan butir-butir pati, perubahan kekeruhan dan kenaikan viskositas. Pengembangan butir-butir pati terjadi bersamaan dengan perubahan kekeruhan. Pemanasan dapat meningkatkan
9 12 energi kinetis molekul air. Jika energi kinetis molekul air telah cukup besar, energi kinetis tersebut dapat mengalahkan daya tarik antara molekul-molekul pati dalam granula, sehingga air akan masuk ke dalam butir-butir pati, akibatnya pati akan mengembang (Winarno, 1980). Pati alami bersifat tidak larut dalam air dingin, akan tetapi mengalami pengembangan volume jika suspensi air-pati tersebut dipanaskan (Winarno, 1980). Apabila pemanasan dilanjutkan dalam jangka waktu tertentu kemudian dilakukan pendinginan maka perubahan viskositas pati akan membentuk karakteristik yang berbeda-beda tergantung kepada jenis pati. Berdasarkan karakteristik yang terbentuk, tipe gelatinisasi pati dapat digolongkan menjadi 4 tipe, yaitu A, B, C, dan D (Schoch dan Maywad 1968 dikutip oleh Collado et al, 2001). Tipe A memiliki ciri kemampuan pengembangan yang tinggi dengan ditunjuknya viskositas puncak tinggi, namun akan mengalami penurunan viskositas yang tajam selama pemanasan. Tipe B memiliki kemampuan pengembangan sedang yang ditunjukkan dengan lebih rendahnya viskositas puncak dan viskositas mengalami penurunan yang tidak terlalu tajam selama pemanasan. Tipe C memiliki kemampuan pengembangan terbatas yang ditunjukkan dengan tidak adanya viskositas puncak dan viskositas tidak mengalami penurunan bahkan dapat meningkat selama pemanasan. Tipe D cenderung tidak memiliki kemampuan untuk mengembang sehingga tidak dapat membentuk pasta apabila dipanaskan. Karakteristik gelatinisasi dapat diamati dengan menggunakan rapid visco analyzer (RVA) (Collado dan Corke, 1999; Collado et al., 2001) dan brabender amilografi. Informasi yang dapat diperoleh dari instrumen tersebut antara lain suhu awal gelatinisasi (kurva mulai naik), suhu puncak gelatinisasi (kurva mencapai puncak), stabilitas pasta pati terhadap pemanasan (yaitu ketika pemansan ditahan pada suhu 92 o C), dan setback (peningkatan viskositas kembali karena adanya pembentukan gel pada suhu rendah). 2 Ukuran dan Bentuk Granula Pati Menurut Belitz dan Grosch (1999) pengaturan dan susunan molekul amilosa dan amilopektin dalam granula pati bersifat khas untuk setiap sumber pati
10 13 sehingga akan menentukan bentuk dan ukuran granula. Struktur amilosa yang cenderung lurus sebagian besar berada pada bagian amorphous dari granula pati dan sebagian kecil menyusun bagian kristalin pati. Sementara itu, molekul amilopektin berperan sebagai komponen utama penyusun bagian kristalin pati. Granula pati sagu native memiliki bentuk oval dengan ukuran yang cukup besar. Ukuran granula yang besar mengindikasikan tingginya kemampuan menyerap air pada saat mengalami gelatinisasi. Hal ini yang memungkinkan pati alami memiliki viskositas yang tinggi. Bila dibandingkan dengan beberapa jenis pati lainnya, granula pati sagu mempunyai ukuran yang relatif besar yaitu mencapai rata-rata 24.8µm (Yiu et al, 2008) atau 25 µm (Wattanachant et al, 2002). Bentuk granula pati sagu dapat dilihat pada Gambar 5. (a) (b) Gambar 5 Bentuk granula (a) Pati sagu (metroxylon), (b) Pati sagu aren (Haryanto dan Pangloli, 1992) Granula pati mampu merefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga kontras gelap terang yang tampak sebagai warna biru kuning yang disebut dengan sifat birefringence. Sifat ini akan terlihat jika pati diamati di bawah mikroskop polarisasi (Hosseney, 1998). Warna biru kuning pada permukaan granula pati disebabkan adanya perbedaan indeks refraksi dalam granula pati. Indeks refraksi dipengaruhi oleh struktur amilosa dalam granula pati. Bentuk heliks dari amilosa dapat menyerap sebagian cahaya yang melewati granula pati. Jika arah getar dari gelombang cahaya paralel terhadap sumbu heliks amilosa, terjadi penyerapan cahaya secara intensif. Intensitas sifat birefringence pati sangat tergantung dari derajat dan orientasi kristal (French 1984 dalam Saripudin 2006). Pati native dan belum mendapat perlakuan jika diamati di bawah mikroskop akan
11 14 memperlihatkan pola birefringence yang jelas pada daerah gelap terangnya. Sedangkan pada pati yang dipanaskan bersama air, sifat birefringence nya secara bertahap akan hilang tergantung pada suhu dan waktu yang digunakan. Hilangnya sifat birefringence pati disebabkan pecahnya ikatan molekul pati sehingga ikatan hidrogen dapat mengikat lebih banyak molekul air. Penetrasi air menyebabkan peningkatan derajat ketidakteraturan dan molekul pati yang terpisah serta penurunan keberadaan sifat kristal, sehingga jika pemanasan dilanjutkan maka sifat kristal dan sifat birefringence akan hilang. Sifat birefringence pati dapat hilang dengan pemanasan di atas suhu gelatinisasi pati. Granula pati dengan kandungan amilopektin tinggi (waxy starch) memperlihatkan pola birefringence yang sama seperti pati asli tersebut, sedangkan granula pati dengan kadar amilosa tinggi sering tidak memperlihatkan pola birefringence nya (Wirakartakusumah 1981 dalam Mukodiningsih 1991). Karakteristik Gelatinisasi Pati Sagu Native Pati sagu memiliki karakteristik yang berbeda bila dibandingkan dengan pati lain. Namun demikian, pati sagu mempunyai karakteristik yang lebih mendekati karakteristik pati umbi-umbian yaitu memiliki ukuran granula yang besar (Yiu et al, 2008), memiliki indeks pembengkakan (swelling power) dan kelarutan (solubility) yang tinggi (Wattanachant et al.,2002) serta karakteristik gelatinisasi tipe A (mempunyai puncak viskositas tinggi, namun akan menurun dengan tajam pada saat dipanaskan terus menerus pada suhu tinggi (95 o C)). Pati dengan tipe A cenderung tidak tahan terhadap proses pemanasan dan pengadukan sehingga pati sagu native kurang dapat diaplikasikan untuk proses pengolahan yang menggunakan panas dan pengadukan untuk pembentukan teksturnya. Modifikasi yang dilakukan pada pati sagu native diharapkan dapat merubah karakteristiknya sehingga dapat diaplikasikan secara luas pada berbagai produk pangan. Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa tanaman sagu terdiri atas berbagai spesies dan berbagai jenis (varietas) yang menyebabkan adanya perbedaan karakteristik sagu yang dihasilkan. Selain itu, karakteristik pati sagu juga akan dipengaruhi oleh tempat tumbuhnya.
12 15 Modifikasi Pati Metode Heat Moisture Treatment (HMT) Modifikasi pati adalah mengubah sifat asli pati dengan merubah sifat kimia dan/atau fisiknya dengan tujuan untuk menghasilkan sifat yang lebih baik atau memperbaiki sifat sebelumnya sehingga mempunyai karakteristik yang sesuai atau yang dikehendaki. Sifat-sifat yang diubah umumnya adalah karakteristik gelatinisasi, hubungan padatan dan kekentalan, kemampuan membentuk gel, kekuatan menahan air dispersi pati pada suhu rendah, sifat hidrofilik, ketahanan dispersi terhadap penurunan kekentalan oleh asam dan perusakan secara fisik serta memasukkan sifat ionisasi pati asal (Wurzburg 1989 dalam Emanuel 2005). Modifikasi pati dapat dikelompokkan ke dalam beberapa teknik, yaitu secara fisik, kimia, dan konversi. Yang termasuk teknik modifikasi secara fisik yaitu modifikasi pati dengan heat moisture treatment (HMT) dan pregelatinisasi. Modifikasi secara kimia diantaranya adalah teknik eterifikasi, esterifikasi ikatan silang (cross-linking), sedangkan modifikasi konversi diantaranya adalah hidrolisis dengan asam secara parsial, hidrolisis enzimatik secara parsial, alkalinasi, oksidasi, dekstrinikasi (Singh et al 2007; Ahmad, 2009). Metode modifikasi ini dapat dilakukan secara tunggal baik secara kimia maupun konversi dan juga kombinasi antara keduanya. Masing-masing metode modifikasi tersebut akan menghasilkan karakteristik pati termodifikasi yang berbeda-beda dan ditunjukkan untuk proses pengolahan tertentu sesuai dengan kebutuhan proses dan penyimpanan produk. Bila dibandingkan dengan modifikasi kimia, modifikasi pati yang dilakukan secara fisik relatif lebih aman dan lebih ramah lingkungan karena tidak menggunakan berbagai pereaksi kimia. Oleh karena itu, pati yang dihasilkan dari modifikasi fisik dapat digunakan sebagai bahan baku pangan. Penggunaan pati termodifikasi fisik yang cukup luas adalah pada berbagai produk instan seperti nasi instan, bubur instan, puding instan dan lain-lain. Pemilihan metode modifikasi pati didasarkan kepada pemenuhan kriteria proses dan mutu akhir dari produk. Heat moisture treatment (HMT) adalah modifikasi fisik pati yang tidak merusak granula. Purwani et al (2006) menyatakan modifikasi pati dengan metode HMT merupakan modifikasi yang dilakukan secara fisik dengan menggunakan
13 16 kombinasi kadar air dan pemanasan diatas suhu gelatinisasi. Collado et al (2001) menyatakan modifikasi HMT adalah metode modifikasi secara fisik yang dilakukan dengan perlakuan panas dengan suhu diatas suhu gelatinisasi pada kadar air yang terbatas (< 35%). Kadar air yang berbeda mempengaruhi besarnya peningkatan suhu gelatinisasi dan penurunan viskositas pasta pati (Hoover dan Manuel, 1995). Peningkatan suhu gelatinisasi pada pati sagu termodifikasi HMT menandakan perubahan bentuk granula pati (Pukkahuta dan Varavinit, 2007). Menurut Manuel (1996) perubahan-perubahan yang terjadi pada parameter fisik pati disebabkan adanya hubungan antara faktor berikut, yaitu: (i) terjadinya perubahan struktur pada area berkristal (crystalline) dan area tak beraturan (amorphous) pada granula pati, serta (ii) terjadinya modifikasi fisik pada bagian permukaan granula pati selama proses HMT berlangsung. Modifikasi pati dengan teknik HMT dapat merusak bentuk granula pati sehingga terbentuk lubang dipermukaannya. Proses pemanasan pati dan keberadaan air saat HMT berlangsung mengakibatkan area amosphous pati mengembang, kemudian menekan keluar area berkristal sehingga terjadi kerusakan dan pelelehan area berkristal granula pati, serta menghasilkan bentuk pati yang lebih stabil terhadap panas. Adebowale et al., (2005) mengemukakan bahwa modifikasi dengan teknik HMT dapat mengubah karakteristik gelatinisasi pati sorgum merah, yaitu dapat meningkatkan suhu gelatinisasi, meningkatkan viskositas pasta pati, dan meningkatkan kecenderungan pati untuk mengalami retrogradasi (peningkatan setback). Perubahan ini sangat tergantung pada pengaturan kadar air modifikasi HMT. Teknik HMT dapat meningkatkan suhu gelatinisasi, menurunkan breakdown dan meningkatkan kecenderungan retrogradasi pati ubi jalar (Collado et al.,2001; Singh et al., 2005). Selanjutnya Collado et al., (2001) menyatakan bahwa teknik HMT dapat menurunkan swelling power dan menurunkan kelarutan pati ubi jalar. Perubahan yang terjadi pada ubi jalar termodifikasi HMT dipengaruhi oleh ph, waktu dan proporsi amilosa. Pati dengan kandungan amilosa yang lebih tinggi membutuhkan waktu optimum yang lebih singkat (8 jam) dari pada pati dengan
14 17 kandungan amilosa yang lebih rendah (16 jam). Sementara itu, ph optimum untuk modifikasi pati ubi jalar dicapai pada ph Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Purwani et al., (2006), teknik HMT dapat menggeser tipe kurva profil gelatinisasi pati sagu tipe A menjadi tipe B. Pada pergeseran pola gelatinisasi ini terjadi perubahan beberapa profil gelatinisasi diantaranya penurunan suhu puncak gelatinisasi, penurunan viskositas breakdown dan peningkatan viskositas setback. Besarnya perubahan beberapa parameter gelatinisasi tersebut tergantung pada jenis (asal daerah) sagu. Berdasarkan beberapa studi yang dilakukan, teknik HMT diketahui dapat mengubah karakteristik fisik dan kimia berbagai jenis pati. Perubahan karakteristik ini akan sangat tergantung pada karakteristik pati native (persentase amilosa dan karakteristik gelatinisasi pati) dan kondisi perlakuan HMT yang digunakan (waktu, suhu, pengadukan, kadar air dan ph).
KARAKTERISTIK FISIK PATI SAGU (Metroxylon sp) YANG DIMODIFIKASI DENGAN TEKNIK HEAT MOISTURE TREATMENT (HMT) DIAN WULANSARI
KARAKTERISTIK FISIK PATI SAGU (Metroxylon sp) YANG DIMODIFIKASI DENGAN TEKNIK HEAT MOISTURE TREATMENT (HMT) DIAN WULANSARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS
Lebih terperinciPENDAHULUAN. penduduk sehingga terjadi masalah hal ketersediaan pangan. Ketergantungan pada
PENDAHULUAN Latar Belakang Produksi pangan di negara-negara sedang berkembang terus meningkat. Namun demikian peningkatan ini tidak seimbang dengan pertambahan jumlah penduduk sehingga terjadi masalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.
2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. Jagung juga mengandung unsur gizi lain yang diperlukan manusia yaitu
Lebih terperinci2. Karakteristik Pasta Selama Pemanasan (Pasting Properties)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PATI SAGU DAN AREN HMT 1. Kadar Air Salah satu parameter yang dijadikan standard syarat mutu dari suatu bahan atau produk pangan adalah kadar air. Kadar air merupakan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA A. SAGU B. AREN
II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAGU Sagu (Metroxylon sp.) diduga berasal dari Maluku dan Papua. Hingga saat ini belum ada data yang mengungkapkan sejak kapan awal mula sagu ini dikenal. Di wilayah Indonesia bagian
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Walur (Amorphophallus campanulatus var sylvestris)
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Walur (Amorphophallus campanulatus var sylvestris) Walur (Amorphopallus campanulatus var sylvestris) merupakan tanaman dari famili Araceae. Tanaman walur mempunyai daun tunggal
Lebih terperinci1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat
1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian
Lebih terperinciPati ubi kayu (tapioka)
Pengaruh Heat Moisture Treatment (HMT) Pada Karakteristik Fisikokimia Tapioka Lima Varietas Ubi Kayu Berasal dari Daerah Lampung Elvira Syamsir, Purwiyatno Hariyadi, Dedi Fardiaz, Nuri Andarwulan, Feri
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia belum
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suhu dan Waktu Proses Modifikasi HMT Terhadap Karakteristik Pati jagung Dalam proses modifikasi pati jagung HMT dilakukan pemilihan suhu dan waktu terbaik selama perlakuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. Komposisi utama pati adalah amilosa dan amilopektin yang mempunyai sifat alami berbeda-beda.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lebih dari 50% penduduk dunia tergantung pada beras sebagai sumber kalori utama. Di Indonesia, konsumsi dari kelompok padi-padian masih dominan baik di kota maupun di
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA. Umbi Iles-iles. Umbi Walur
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umbi Walur (Amorphophallus campanulatus var. sylvetris) Amorphopallus campanulatus merupakan tanaman yang berbatang semu, mempunyai satu daun tunggal yang terpecah-pecah dengan tangkai
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR
II. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam famili Convolvulaceae. Ubi jalar termasuk tanaman tropis, tumbuh baik di daerah yang memenuhi persyaratan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan
Lebih terperinciPOLISAKARIDA. Shinta Rosalia Dewi
POLISAKARIDA Shinta Rosalia Dewi Polisakarida : polimer hasil polimerisasi dari monosakarida yang berikatan glikosidik Ikatan glikosidik rantai lurus dan rantai bercabang Polisakarida terbagi 2 : Homopolisakarida
Lebih terperinciTANAMAN PENGHASIL PATI
TANAMAN PENGHASIL PATI Beras Jagung Sagu Ubi Kayu Ubi Jalar 1. BERAS Beras (oryza sativa) terdiri dari dua jenis, yaitu Japonica yang ditanam di tanah yang mempunyai musim dingin, dan Indica atau Javanica
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat
18 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari sampai Mei 2010 di Laboratorium Pilot Plant Seafast Center IPB, Laboratorium Kimia dan Laboratorium Rekayasa Proses
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Permintaan tapioka di Indonesia cenderung terus meningkat. Peningkatan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Permintaan tapioka di Indonesia cenderung terus meningkat. Peningkatan permintaan tersebut karena terjadi peningkatan jumlah industri makanan dan nonmakanan
Lebih terperinciMODIFIKASI PATI SAGU DENGAN TEKNIK HEAT MOISTURE-TREATMENT (HMT) DAN APLIKASINYA DALAM MEMPERBAIKI KUALITAS BIHUN DIAN HERAWATI
MODIFIKASI PATI SAGU DENGAN TEKNIK HEAT MOISTURE-TREATMENT (HMT) DAN APLIKASINYA DALAM MEMPERBAIKI KUALITAS BIHUN DIAN HERAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI
Lebih terperinci2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat
DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)
I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil yang telah diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan adalah
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang telah diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Hasil pembuatan pati dari beberapa tanaman menghasilkan massa (g) yaitu ubi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Jagung Swasembada jagung memerlukan teknologi pemanfaatan jagung sehingga dapat meningkatkan nilai tambahnya secara optimal. Salah satu cara meningkatkan nilai tambah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti makanan pokok karena mengandung karbohidrat sebesar 27,9 g yang dapat menghasilkan kalori sebesar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati terdiri dari butiran-butiran kecil yang disebut granula (Jane, 1995). Winarno (2002), menyatakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. Sekitar 30 % ubi kayu dihasilkan di Lampung. Produksi tanaman ubi kayu di Lampung terus meningkat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. sebanyak 200 kuintal per hektar luas pertanaman kuintal per hektar luas pertanaman.
26 TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta) Ubi kayu (Manihot esculenta) tumbuh dengan sangat baik di daerah-daerah dengan suhu antara 25 o C-29 o C dengan ketinggian daerah sekitar 1.500 m. dpl.
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pati Walur Alami Sifat bahan pangan dalam bentuk bubuk dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sebagai partikel dan sebagai kesatuan (bulk). Sifat bulk ditentukan oleh
Lebih terperinciLOGO. Karakterisasi Beras Buatan (Artificial Rice) Dari Campuran Tepung Sagu dan Tepung Kacang Hijau. Mitha Fitriyanto
LOGO Karakterisasi Beras Buatan (Artificial Rice) Dari Campuran Tepung Sagu dan Tepung Kacang Hijau Mitha Fitriyanto 1409100010 Pembimbing : Prof.Dr.Surya Rosa Putra, MS Pendahuluan Metodologi Hasil dan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki
TINJAUAN PUSTAKA Ubi jalar ungu Indonesia sejak tahun 1948 telah menjadi penghasil ubi jalar terbesar ke empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki kandungan nutrisi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN PUFFING Menurut Sulaeman (1995), teknik puffing merupakan teknik pengolahan bahan pangan dimana bahan pangan tersebut mengalami pengembangan sebagai akibat pengaruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Beras diperoleh dari butir padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekam), merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sebagian besar butir beras
Lebih terperinciPengolahan Sagu (Metroxylon) sebagai Bahan Baku Pembuatan Es Krim
JURNAL EDUKASI KIMIA e-issn: 2548-7825 p-issn: 2548-4303 Pengolahan Sagu (Metroxylon) sebagai Bahan Baku Pembuatan Es Krim Ainun Mardhiah 1* dan Marlina Fitrika 2 1 Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)
I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan pengembangan produk olahan dengan penyajian yang cepat dan mudah diperoleh, salah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan kalori sebesar 123 kalori per 100 g bahan (Rukmana, 1997). Berdasarkan kandungan tersebut, ubi
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis
Lebih terperinciBAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. A. HASIL PENGAMATAN 1. Identifikasi Pati secara Mikroskopis Waktu Tp. Beras Tp. Terigu Tp. Tapioka Tp.
BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGAMATAN 1. Identifikasi Pati secara Mikroskopis Waktu Tp. Beras Tp. Terigu Tp. Tapioka Tp. Maizena Awal Akhir 2. Gelatinasi Pati Suspesni Sel Panas Sel
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang
I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis
Lebih terperinciLampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu
LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan
Lebih terperinciGambar 1.1. Tanaman Sagu Spesies Mitroxylon Sago
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman sagu (Metroxylon sago) merupakan tanaman yang tersebar di Indonesia, dan termasuk tumbuhan monokotil dari keluarga Palmae, marga Metroxylon, dengan ordo
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki nilai ekonomi dan telah banyak dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PATI NATIVE 1. Karakteristik Fisik Sifat bahan pangan berbentuk bubuk dapat digolongkan dalam dua tingkat yaitu bubuk sebagai partikel dan sebagai kesatuan (bulk).
Lebih terperinciDiagram Sifat-sifat Pati
Diagram Sifat-sifat Pati X-ray Crystallography Mempelajari sifat kristalin pati X-ray pattern, obtained when a crystal is irradiated with X-rays. This pattern is distinctive to the crystal structure 3
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beberapa asupan kedalam tubuh. Beberapa asupan yang dibutuhkan oleh tubuh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya dalam melakukan aktivitas sehari-hari manusia memerlukan beberapa asupan kedalam tubuh. Beberapa asupan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia antara lain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kolagen alami hewan yang terdapat pada kulit, tulang, tulang rawan, dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gelatin merupakan salah satu jenis protein yang diekstraksi dari jaringan kolagen alami hewan yang terdapat pada kulit, tulang, tulang rawan, dan jaringan ikat. Sumber
Lebih terperinciPENGARUH HEAT MOISTURE TREATED (HMT) TERHADAP PROFIL GELATINISASI TEPUNG JAGUNG
PENGARUH HEAT MOISTURE TREATED (HMT) TERHADAP PROFIL GELATINISASI TEPUNG JAGUNG HEAT MOISTURE TREATED (HMT) INFLUENCE ON CORN FLOUR GELATINIZATION PROFILES Oke Anandika Lestari 1), Feri Kusnandar 2) dan
Lebih terperinciGambar 1. Beberapa varietas talas Bogor
II. TINJAUAN PUSTAKA A. TALAS Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott) termasuk famili dari Araceae yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis, subtropis, dan sedang. Beberapa kultivarnya dapat beradaptasi
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI)
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI) Di Susun Oleh : Nama praktikan : Ainutajriani Nim : 14 3145 453 048 Kelas Kelompok : 1B : IV Dosen Pembimbing : Sulfiani, S.Si PROGRAM STUDI DIII ANALIS
Lebih terperinciDeskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI
1 Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan suatu proses pembuatan mi jagung kering.
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT
III. METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT 3.1.1 Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung sukun, dan air distilata. Tepung sukun yang digunakan diperoleh dari Badan Litbang Kehutanan,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging
TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang
Lebih terperinciTekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.
Force (Gf) V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.2 Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat penting pada produk cookies. Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Tekstur
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. buah-buahan. Berbagai macam jenis buah tumbuh di Indonesia dan ada beberapa
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman buah-buahan. Berbagai macam jenis buah tumbuh di Indonesia dan ada beberapa yang masih belum dikenal
Lebih terperinciKARBOHIDRAT. Karbohidrat berasal dari kata karbon (C) dan hidrat atau air (H 2 O). Rumus umum karborhidrat dikenal : (CH 2 O)n
KARBOHIDRAT Dr. Ai Nurhayati, M.Si. Februari 2010 Karbohidrat berasal dari kata karbon (C) dan hidrat atau air (H 2 O). Rumus umum karborhidrat dikenal : (CH 2 O)n Karbohidrat meliputi sebagian zat-zat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pati adalah bahan baku yang sangat penting untuk industri makanan. Sebagai pengembangan produk makanan yang baru, pati memiliki sifat khusus yang fungsional. Fungsi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tengah dan Jawa Timur dinamakan gedang. Anon (2005) menyatakan bahwa pisang
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisang Kepok Pisang adalah tanaman buah yang berasal dari kawasan Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Sumber utama karbohidrat, diantaranya adalah serealia (contoh gandum, jagung,
18 PENDAHULUAN Latar Belakang Karbohidrat merupakan senyawa organik yang jumlahnya paling banyak dan bervariasi dibandingkan dengan senyawa organik lainnya yang terdapat di alam. Sumber utama karbohidrat,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. tropis lainnya. Alocasia adalah kerabat dekat dengan keluarga caladium dan
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sente (Alocasia macrorrhiza (L.) Schoot) Alocasia macrorrhiza merupakan jenis tanaman berbunga yang berasal dari hutan hujan Malaysia dan Queesland yang telah banyak dibudidayakan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI TAPIOKA 1. Sifat Kimia dan Fungsional Tepung Tapioka a. Kadar Air Kadar air merupakan parameter yang sangat penting dalam penyimpanan tepung. Kadar air sampel
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur relatif pendek, mudah diproduksi pada berbagai lahan dengan produktifitas antara 20-40 ton/ha
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kentang tumbuk (mashed potato) adalah kentang yang dihaluskan dan diolah lebih lanjut untuk dihidangkan sebagai makanan pendamping. Di Italia mashed potato disajikan
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA. yang sangat baik. Kandungan betakarotennya lebih tinggi dibandingkan ubi jalar
6 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ubi Jalar Ungu Ubi jalar ungu merupakan salah satu jenis ubi jalar yang memiliki warna ungu pekat. Ubi jalar ungu menjadi sumber vitamin C dan betakaroten (provitamin A) yang
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan tepung beras ketan hitam secara langsung pada flake dapat menimbulkan rasa berpati (starchy). Hal tersebut menyebabkan perlunya perlakuan pendahuluan, yaitu pregelatinisasi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fungsional Tepung Jagung Swelling Volume
40 HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fungsional Tepung Jagung Swelling Volume Swelling volume dan kelarutan memberikan petunjuk adanya ikatan nonkovalen antara molekul pati dan seberapa besar kekuatan ikatan
Lebih terperinciPRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA
PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA Agus Budiyanto, Abdullah bin Arif dan Nur Richana Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian n Disampaikan Pada Seminar Ilmiah dan Lokakarya Nasional 2016
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN
II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS Beras merupakan bahan pangan pokok masyarakat Indonesia sejak dahulu. Sebagian besar butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Pati beras terdiri dari dua fraksi
Lebih terperinciI. PERANAN AIR DI DALAM BAHAN PANGAN. terjadi jika suatu bahan pangan mengalami pengurangan atau penambahan kadar air. Perubahan
I. PERANAN AIR DI DALAM BAHAN PANGAN A. PENDAHULUAN Air merupakan komponen yang penting dalam pangan. Banyak perubahan kimia yang terjadi jika suatu bahan pangan mengalami pengurangan atau penambahan kadar
Lebih terperinciPENGARUH KONSENTRASI SENYAWA PHOSPAT DAN PERBANDINGAN AIR PEREBUSAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG INSTAN HANJELI (Coix lacryma-jobi L.).
PENGARUH KONSENTRASI SENYAWA PHOSPAT DAN PERBANDINGAN AIR PEREBUSAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG INSTAN HANJELI (Coix lacryma-jobi L.). TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Sidang Tugas Akhir Program
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK MENIR SEGAR Pengujian karakteristik dilakukan untuk mengetahui apakah bahan baku yang nantinya akan digunakan sebagai bahan pengolahan tepung menir pragelatinisasi
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Koro Glinding (Phaseolus lunatus) Koro glinding (Phaseolus lunatus) merupakan tanaman spermatophyta yang disebut tanaman dikotil, karena dapat menghasilkan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lidah buaya (Aloe vera) merupakan salah satu jenis tanaman hias yang memiliki ciriciri daun yang memanjang menyerupai lidah dan memiliki duri dibagian pinggirnya. Lidah
Lebih terperinciPATI ALAMI. Pati adalah salah suatu bahan penyusunan yang paling banyak dan luas terdapat di alam,sebagai karbohidrat cadangan pangan pada tanaman.
PATI ALAMI Pati adalah salah suatu bahan penyusunan yang paling banyak dan luas terdapat di alam,sebagai karbohidrat cadangan pangan pada tanaman. Sebagian besar pati di simpan dalam akar,umbi,akar,biji
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.
I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Pati Singkong
29 HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Pati Singkong Tahap pertama dalam penelitian ini adalah pembuatan pati singkong termodifikasi yaitu pembuatan pati singkong tergelatinisasi dan pembuatan pati singkong
Lebih terperinciHeat Moisture Treated (HMT) Influence on Corn Flour Gelatinization Profiles
PENGARUH HEAT MOISTURE TREATED (HMT) TERHADAP PROFIL GELATINISASI TEPUNG JAGUNG Heat Moisture Treated (HMT) Influence on Corn Flour Gelatinization Profiles Oke Anandika Lestari* 1, Feri Kusnandar 2, Nurheni
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap flavor dan berperan terhadap pembentukan warna.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Redistilat asap cair merupakan suatu campuran larutan dan dispersi koloid dari uap asap dalam air yang diperoleh dari pirolisis kayu (Maga,1987). Redistilat asap
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.
I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan
Lebih terperincimi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mi bukan merupakan makanan asli budaya Indonesia. Meskipun masih banyak jenis bahan makanan lain yang dapat memenuhi karbohidrat bagi tubuh manusia selain beras, tepung
Lebih terperinciKADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA
KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA SKRIPSI Untuk Memenuhui sebagian persyaratan Guna mencapai
Lebih terperinciKARAKTERISTIK MUTU MIE INSTAN DARI TEPUNG KOMPOSIT PATI KENTANG TERMODIFIKASI, TEPUNG MOCAF, DAN TEPUNG TERIGU DENGAN PENAMBAHAN GARAM FOSFAT
KARAKTERISTIK MUTU MIE INSTAN DARI TEPUNG KOMPOSIT PATI KENTANG TERMODIFIKASI, TEPUNG MOCAF, DAN TEPUNG TERIGU DENGAN PENAMBAHAN GARAM FOSFAT (Quality Characteristics of instant Noodles made from Flour
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI TEPUNG BERAS DAN TEPUNG BERAS KETAN 1. Penepungan Tepung Beras dan Tepung Beras Ketan Penelitian ini menggunakan bahan baku beras IR64 dan beras ketan Ciasem yang
Lebih terperinciII KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan problema sampai saat ini. Di musim kemarau hijauan makanan ternak
8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Hijauan Pakan Dalam meningkatkan meningkatkan produksi ternak, ketersediaan hijauan makanan ternak merupakan bagian yang terpenting, karena lebih dari 70% ransum ternak terdiri
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : 1. Latar Belakang, 2. Identifikasi Masalah, 3. Maksud dan Tujuan Penelitian, 4. Manfaat Penelitian, 5. Kerangka Pemikiran, 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Produksi ubi jalar di Indonesia pada tahun 2013 dilaporkan sebesar ton
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah. Produksi ubi jalar di Indonesia pada tahun 2013 dilaporkan sebesar 2.366.410 ton dari luas lahan 166.332 Ha (BPS, 2013). Ubi jalar ungu ( Ipomea batatas)
Lebih terperinciB. TEKSTUR PRODUK FRIED SNACK
II. TINJAUAN PUSTAKA A. KACANG SALUT Kacang salut merupakan makanan ringan berupa kacang tanah yang dibalut dengan adonan tepung kemudian digoreng dengan suhu tertentu sampai kacang tanahnya matang dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang banyak mengandung pati
1 I. PENDAHULUAN Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang banyak mengandung pati (lebih banyak mengandung amilopektin dibanding amilosa). Untuk keperluan yang lebih luas lagi seperti pembuatan biskuit,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cincau hijau Premna oblongifolia disebut juga cincau hijau perdu atau cincau hijau
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cincau Hijau Cincau hijau (Premna oblongifolia) merupakan bahan makanan tradisional yang telah lama dikenal masyarakat dan digunakan sebagai isi minuman segar. Cincau hijau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tumbuhan. Secara alami pati ditemukan dalam bentuk butiran-butiran yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pati merupakan polimer glukosa yang banyak ditemukan dalam jaringan tumbuhan. Secara alami pati ditemukan dalam bentuk butiran-butiran yang disebut granula. Granula
Lebih terperinci