BAB 2 TINJAUAN LITERATUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN LITERATUR"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN LITERATUR Pada bagian ini akan dipaparkan tinjauan literatur mengenai lahan, pengaruh universitas terhadap wilayah di sekitarnya, informasi harga lahan, serta teori mengenai sampling dan uji independen antara dua faktor. 2.1 Lahan Pada bagian ini, akan dibahas tinjauan literatur mengenai lahan, yang dimulai dari pengertian lahan, nilai dan harga lahan, dan peningkatan harga lahan Pengertian Lahan Tanah atau lahan adalah permukaan bumi, tempat bagi manusia dan makhluk hidup lainnya untuk hidup dan melakukan aktivitasnya. Lahan memiliki berbagai karakteristik unik yang membedakannya dari barang lainnya, yaitu (Drabkin, 1977): - Lahan tidak akan mengalami depresiasi (undepreciable) dan tidak terpengaruh oleh waktu, tidak seperti barang-barang lainnya yang mengalami depresiasi atau penurunan nilai seiring berjalannya waktu. - Lahan tidak dapat dipindahkan atau tidak bersifat transportable. - Lahan bersifat terbatas dalam kuantitas dan jumlahnya tidak dapat bertambah (kecuali dalam kondisi khusus, seperti misalnya reklamasi). Namun, keterbatasan jumlah lahan tersebut dapat digantikan oleh bertambahnya intensitas guna lahan. - Lahan dapat digunakan tidak hanya untuk tujuan produksi, tetapi juga dapat digunakan untuk kepentingan investasi jangka panjang. 23

2 Nilai Lahan dan Harga Lahan Lahan memiliki komponen berupa nilai dan harga. Kedua komponen tersebut memiliki pengertian yang berbeda secara mendasar. Nilai lahan (land value) dapat diartikan sebagai suatu pengukuran atas lahan yang didasarkan pada kemampuan produktivitas secara langsung, seperti kemampuan memberikan suatu hasil pertanian atau pertambangan, maupun secara tidak langsung seperti kemanfaatan sehubungan dengan penggunaan lahan, seperti memberikan keuntungan bagi peletakan kegiatan fungsional karena letak atau lokasi tanah tersebut yang strategis. Nilai lahan merupakan komponen yang cenderung lebih sulit terukur dibandingkan harga lahan. Hal ini dikarenakan nilai lahan dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu (Ratcliff, 1949): 1. Aksesibilitas Tingkat aksesibilitas mempengaruhi nilai lahan karena menentukan secara langsung biaya transportasi yang digunakan. 2. Karakteristik lingkungan 3. Lokasi Lokasi ini merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap nilai lahan, terutama untuk lahan komersial. Untuk konteks lahan komersial, semakin lokasinya bersifat terpusat dan semakin luas wilayah layanannya, maka nilai lahannya juga akan semakin tinggi. 4. Kemungkinan untuk dibangun/constructbility 5. Intensitas kegiatan dan jenis guna lahan Jenis guna lahan juga akan mempengaruhi nilai lahan. Misalnya, lahan pertanian cenderung memiliki nilai lahan yang lebih rendah dibandingkan dengan lahan permukiman atau perkotaan. Perubahan guna lahan juga dapat meningkatkan nilai lahan apabila perubahan yang terjadi berupa perubahan dari guna lahan pertanian ke guna lahan perkotaan. 6. Infrastruktur serta pelayanan publik dan privat Ketersediaan infrastruktur akan menjadi salah satu daya tarik suatu lokasi, sehingga ketersediaan infrastruktur ini akan mempengaruhi nilai lahan.

3 25 Karena guna lahan merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap nilai lahan, maka istilah nilai lahan atau land value digunakan sebagai suatu istilah yang merujuk pada guna lahan, yang antara lain meliputi guna lahan permukiman/residential, komersial, industri, dan rekreasi (Drabkin, 1977). Sementara harga lahan atau land price dapat diartikan sebagai penilaian atas lahan yang diukur berdasarkan harga nominal dalam satuan uang untuk satuan luas persil. Harga lahan ini merupakan cerminan dari nilai lahan dalam satuan uang (Drabkin, 1977). Namun, perlu diingat bahwa harga lahan tidaklah menggambarkan nilai lahan yang sebenarnya secara akurat, karena faktor-faktor yang mempengaruhi nilai lahan lebih kompleks dan cenderung tak terukur dibandingkan harga lahan. Akibat kompleksnya faktor-faktor tersebut, dua lahan yang memiliki nilai lahan yang sama dapat memiliki harga lahan yang berbeda. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa pasar lahan memiliki karakteristik yang berbeda dari pasar barang lainnya. Dalam pasar barang yang bersifat sempurna, harga terbentuk dari keseimbangan antara penawaran dan permintaan. Sementara dalam pasar lahan, harga terbentuk dalam kondisi yang tidak seimbang/disequilibrium, karena penawaran dan permintaan dalam pasar lahan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berbeda dari pasar barang lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan dalam pasar lahan tersebut antara lain adalah kebijakan pajak, tingkat suku bunga, serta guna lahan yang diharapkan/expected land-use. Permintaan yang tinggi akan lahan akan menyebabkan naiknya harga lahan, tetapi harga lahan yang tinggi tidak selalu menyebabkan naiknya sisi sediaan/supply dari lahan tersebut, karena pemilik lahan seringkali mengharapkan harga yang lebih tinggi di masa yang akan datang sehingga ia memutuskan untuk menunda menjual lahannya (Drabkin, 1977). Menurut Drabkin (1977), ada dua faktor utama yang mempengaruhi harga lahan secara umum, yaitu: 1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan lahan sebagai faktor produksi dalam proses pengembangan kawasan terbangun/building process yang mencakup pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, dan peningkatan kebutuhan perumahan akibat adanya aktivitas tertentu.

4 26 2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan lahan sebagai suatu bentuk investasi, yang mencakup tingkat inflasi, kebijakan pajak atas tanah, dan lain-lain. Sementara menurut Goldberg, Michael dan Chinloy (1984), karakteristik lahan yang dapat mempengaruhi harga lahan dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: a. Karakteristik Fisik. Karakteristik fisik ini menyangkut kemiringan tanah, ketinggian, bentuk, jenis tanah, dan luas dari area tertentu. Empat karakteristik lahan yang paling umum adalah sebagai berikut ruang (space), kestabilan tanah (indestructibility), sifatnya yang tidak dapat dipindahkan (immobility), serta keunikan (uniqueness) yang dimilikinya dari segi kemiringan, ketinggian, bentuk, luas, iklim, dan karakteriktik lain masing-masing tempat. b. Karakteristik Lokasional. Lokasi suatu lahan berhubungan dengan penggunaan ekonomi dan sosial tertentu yang dapat dilakukan di lahan tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi harga lahan yang termasuk ke dalam karakteristik lokasional ini adalah kedekatan ke pusat primer/pusat utama kegiatan kota, tingkat aksesibilitas, jenis pemanfaatan lahan, letak lahan, serta kedekatan ke fasilitas. c. Karakteristik Legal. Karakteristik legal yang mempengaruhi harga lahan antara lain adalah peruntukan lahan, status lahan, serta tingkat inflasi Peningkatan Harga Lahan Kecenderungan peningkatan harga lahan merupakan suatu fenomena yang umum terjadi di hampir seluruh negara di dunia. Namun, peningkatan harga lahan tersebut akan berbeda-beda di setiap negara atau wilayah. Secara umum, ada tiga faktor utama yang menyebabkan terjadinya peningkatan harga lahan, yaitu (Drabkin, 1977): 1. Tingkat inflasi

5 27 Dalam kondisi inflasi yang berat, kenaikan harga akan membuat orang membeli lahan sebagai antisipasi terhadap kenaikan harga lahan di masa mendatang. Hal ini dikarenakan lahan adalah suatu komoditi yang tidak akan mengalami depresiasi atau penurunan nilai. Dalam hal ini, lahan berperan sebagai salah satu bentuk investasi. 2 Tingkat pertumbuhan penduduk Tingkat pertumbuhan penduduk merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kenaikan harga lahan, walaupun tingkat pertumbuhan ini bukanlah merupakan faktor penyebab langsung/explanatory variable. Artinya, pertumbuhan yang lebih tinggi di suatu daerah tidak selalu diikuti oleh kenaikan harga lahan yang lebih tinggi pula dibandingkan dengan daerah lain yang memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih rendah. Tingkat pertumbuhan penduduk ini mempengaruhi harga lahan secara tidak langsung melalui kenaikan permintaan atau kebutuhan atas lahan. 3 Perubahan guna lahan Perubahan guna lahan dapat meningkatkan nilai lahan apabila perubahan yang terjadi berupa perubahan dari guna lahan pertanian ke guna lahan perkotaan. Dari penelitian yang dilakukan di berbagai negara di dunia, ternyata peningkatan harga lahan yang paling tinggi diakibatkan oleh adanya perubahan guna lahan, terutama dari guna lahan pertanian ke guna lahan perkotaan/nonpertanian seperti misalnya guna lahan permukiman atau komersial. Perubahan guna lahan ini dapat menyebabkan peningkatan harga lahan hingga mencapai puluhan kali lipat dari harga awalnya. Perubahan guna lahan dari pertanian ke guna lahan perkotaan umumnya terjadi di daerah pinggiran kota. Adanya perkembangan atau suatu aktivitas baru yang terjadi di pinggiran kota, seperti misalnya proses pengkotaan atau ditetapkannya wilayah pinggiran kota tersebut menjadi suatu kawasan tertentu, mengakibatkan munculnya kebutuhan lahan untuk kawasan terbangun. Kebutuhan ini mengakibatkan harga lahan di wilayah pinggiran kota tersebut menjadi naik, sehingga para pemilik lahan pertanian di wilayah pinggiran tersebut kemudian cenderung menjual lahannya. Perubahan guna lahan dari pertanian ke guna lahan

6 28 perkotaan serta terjadinya pembangunan lebih lanjut di wilayah pinggiran kota mengakibatkan harga lahan di wilayah tersebut menjadi meningkat drastis. Di banyak negara di dunia, harga lahan di wilayah pinggiran kota justru mengalami peningkatan yang jauh lebih tinggi dibandingkan harga lahan di wilayah perkotaannya (Drabkin, 1977). 2.2 Pengaruh Universitas Terhadap Wilayah di Sekitarnya Diskusi mengenai peran universitas kini tidak hanya terbatas pada rencana kurikulum dan area kampus yang terpisah dari komunitas sekitarnya saja. Berbagai diskusi dan penelitian di berbagai negara, terutama dalam dua dekade terakhir ini, semakin menunjukkan bahwa universitas memiliki peran yang besar terhadap komunitas di sekitarnya (Kumar, 2006). Menurut Davis (1999), ada 3 komponen dampak dari penetapan suatu kawasan menjadi kawasan fungsional seperti kawasan pendidikan tinggi, yaitu: a. Dampak langsung/direct impact Tingginya interaksi yang dilakukan sivitas akademika, yang mencakup mahasiswa, dosen serta karyawan, menyebabkan tingginya kebutuhan akan pelayanan dan aktivitas pendukung sehingga menciptakan lapangan kerja dan kegiatan-kegiatan pembangunan baru. Penciptaan lapangan kerja dan kegiatan pembangunan tersebut berdampak pada meningkatnya sumber pendapatan masyarakat lokal yang ada di sekitar kawasan pendidikan tinggi. b. Dampak tidak langsung/indirect impact Peningkatan jumlah sivitas akademika yang terlibat dalam kegiatan pendidikan tinggi akan menyebabkan peningkatan dalam jumlah fasilitas pendukung pula. Fasilitas pendukung ini antara lain meliputi pemondokan, tempat makan, pertokoan yang menyediakan barang-barang khususnya yang berkaitan dengan pendidikan, rental komputer (termasuk internet), jasa telekomunikasi, dan lain-lain. Meningkatnya fasilitas pendukung ini akan membawa dampak pada meningkatnya harga lahan di daerah tersebut, karena adanya demand yang terus meningkat sementara supply lahan bersifat tetap. c. Induced impact

7 29 Salah satu contoh induced impact dari kegiatan pendidikan tinggi adalah dampak yang ditimbulkan dari adanya konsumsi barang maupun jasa yang disediakan oleh masyarakat lokal. Universitas dapat dipandang sebagai mesin untuk pertumbuhan ekonomi dan pengembangan komunitas di sekitarnya (Calder, 2001). Hal ini dikarenakan oleh adanya interaksi yang terjadi antara sivitas akademika dengan masyarakat sekitar. Interaksi ini terutama terjadi karena adanya kebutuhan sivitas akademika terutama akan tempat tinggal dan fasilitas pendukung untuk menunjang aktivitasnya sehari-hari. Interaksi ini terutama terjadi di daerah sekitar kawasan pendidikan tinggi. Hal ini dijelaskan oleh Zipf (dalam Hartshorn, 1992:83) melalui teori principle of least effort. Dalam teori tersebut, Zipf menjelaskan bahwa seseorang memiliki kecenderungan untuk meminimumkan jarak yang harus ditempuhnya serta memilih lokasi terdekat untuk mendapatkan barang dan jasa. Lynch (1982) dan Dober (1968) dalam Mardianta (2001) menambahkan bahwa interaksi yang kuat dan dominan antara kampus dengan kawasan sekitarnya akan menuntut jarak pencapaian yang lebih pendek. Dengan demikian, kegiatan penunjang pendidikan tinggi juga akan mengikutinya yaitu terjadi di di sekitar kawasan pendidikan tinggi tersebut. Kebutuhan akan tempat tinggal merupakan kebutuhan yang paling primer dari mahasiswa sebagai akibat dari tidak disediakannya fasilitas tersebut oleh pihak universitas. Sebagian kebutuhan akan tempat tinggal tersebut dipenuhi secara formal oleh pengembang real-estate. Di luar negeri, universitas bahkan terlibat langsung dalam proses pengembangan real-estate, mulai dari proses pengaturan hingga penjualan. Namun, pengalaman universitas di beberapa negara, seperti misalnya University of Chicago, menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan tempat tinggal yang dilakukan secara formal lewat pengembangan realestate telah mengakibatkan harga lahan di sekitar universitas menjadi sangat mahal dan justru mengakibatkan gentrifikasi dari penduduk asli yang tinggal di sana (Calder, 2001).

8 30 Pemerintah lokal dari daerah tempat universitas itu berada seringkali memiliki harapan yang berlebih (over-expected) terhadap universitas. Mereka menganggap universitas dapat dijadikan mesin pertumbuhan wilayahnya karena universitas menciptakan berbagai lapangan pekerjaan dan dapat membantu pelaku ekonomi lokal. Namun, seringkali pemerintah lokal tersebut tidak siap menerima keberadaan universitas tersebut dari segi perencanaan (Sherry, 2005). Salim (dalam Sherry, 2005) mencontohkan Jatinangor sebagai kawasan yang tidak siap menerima keberadaan universitas tersebut dari segi perencanaan. Pemindahan empat universitas ke Jatinangor telah menimbulkan tumbuhnya semacam kota baru sebagai akibat dari kegiatan-kegiatan penunjang sivitas akademika yang jumlahnya sangat besar. Sayangnya, perencanaan yang baik yang dilakukan atas universitas tersebut tidak diimbangi oleh perencanaan yang baik atas daerah Jatinangor. Salim (dalam Sherry, 2005) menyebutkan bahwa masalahmasalah yang timbul akibat ketidaksiapan tersebut antara lain adalah kemunduran kualitas lingkungan daerah pertanian akibat pembangunan dan pertambahan jumlah penduduk; kurangnya perencanaan infrastruktur; serta dampak negatif terhadap institusi masyarakat lokal akibat besarnya arus pendatang yang memiliki kebudayaan berbeda dengan masyarakat lokal. 2.3 Informasi Harga Lahan Di negara-negara berkembang, informasi mengenai perkembangan harga lahan yang dipublikasikan masih sangat terbatas. Informasi harga lahan yang ada di negara-negara berkembang tersebut tidak mencakup batasan wilayah yang luas dan tidak memiliki keseragaman dalam periode waktu (Drabkin, 1977). Padahal, menurut Siembieda (1991, dalam Jones, 1994), ada beberapa kegunaan penting dari informasi mengenai harga lahan. Kegunaan tersebut antara lain adalah sebagai masukan utama untuk keperluan perencanaan infrastruktur, manajemen pertumbuhan kota dan wilayah, serta untuk mengidentifikasi kebutuhan jangka panjang akan lahan perkotaan. Dalam mengumpulkan informasi harga lahan, hal-hal penting yang diperhatikan antara lain sebagai berikut (Siembieda, 1991 dalam Jones, 1994):

9 31 1. Jangkauan/coverage Untuk mendapatkan gambaran yang sebenarnya dari pasar lahan, diperlukan penentuan bingkai sample/sample frame yang tepat. Selain itu, perlu juga dilakukan penentuan batas wilayah yang akan diteliti/basic spatial area dan unit dasar dari analisis/basic unit of analysis. Contoh dari basic spatial area adalah batas administrasi yang ditentukan oleh pemerintah. Dalam penelitian ini, basic spatial area yang digunakan adalah Rukun Warga (RW). Sementara unit dasar analisis menggambarkan satuan terkecil yang digunakan dalam mengumpulkan harga lahan. Contoh dari unit dasar analisis adalah blok dan harga per m 2 atau hektar lahan. Dalam penelitian ini, unit dasar analisis yang digunakan adalah harga lahan per m Jangka waktu yang digunakan/time-series Untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai harga lahan, teknik pengumpulan dengan menggunakan sumber informasi harga lahan secara campuran/mixed-sourcing merupakan suatu metode yang sering digunakan (Siembieda, 1991 dalam Jones, 1994). Teknik pengumpulan harga lahan dengan mengkombinasikan informasi dari berbagai sumber ini dapat menjadi suatu teknik yang dapat diterima, karena tidak ada satupun sumber yang dapat menyediakan informasi harga lahan tersebut secara akurat dan mencakup area yang luas sekaligus (Dowall, 1991 dalam Jones, 1994). Sumber utama yang dapat memberikan informasi harga lahan tersebut adalah dokumen-dokumen pemerintah dan wawancara lapangan (Siembieda, 1991 dalam Jones, 1994). Penjelasan mengenai kedua sumber tersebut adalah sebagai berikut: 1. Dokumen Sumber utama yang dapat memberikan informasi akurat mengenai harga lahan adalah berbagai dokumen tertulis, yang meliputi arsip-arsip milik pemerintah, iklan-iklan komersil yang terdapat di koran/surat kabar, serta dokumendokumen penjualan milik sektor swasta. - Arsip Milik Pemerintah

10 32 Contoh kasus yang diambil oleh Siembieda adalah negara Mexico. Di negara tersebut, dokumen pemerintah yang dapat dijadikan sumber untuk mendapatkan informasi mengenai harga lahan antara lain adalah cadastral map (catastro público). Cadastral map (catastro público) adalah dokumen pemerintah yang berisi informasi mengenai pajak properti yang harus dibayarkan berdasarkan pembagian zona dalam kawasan. Untuk konteks Indonesia, dokumen tersebut sejenis dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang dijadikan acuan untuk menetapkan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Kendala utama dalam memakai data ini adalah seringkali nilai yang tertera dalam cadastral map/njop tersebut jauh lebih rendah dari harga lahan yang sebenarnya (undervalued). - Surat Kabar Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mencari informasi mengenai harga lahan dari iklan-iklan komersial di surat kabar. Yang pertama, kita harus mengetahui kondisi dan karakteristik lahan yang dijual. Kedua, kita harus memperhatikan aspek waktu dari penjualan tersebut. Sebagai contoh, pada waktu-waktu tertentu seperti liburan, harga lahan yang ditawarkan akan lebih tinggi dari dibandingkan kondisi biasa. Yang ketiga, kita harus mengingat bahwa harga yang tercantum di dalam iklan tersebut adalah harga penawaran, bukan transaksi. Harga penawaran tersebut adalah harga dasar dari lahan ditambah keuntungan dari penjual, sementara yang harus kita cari adalah harga dasar dari lahan. - Private Appraisers Sektor swasta yang bergerak di bidang properti dapat dijadikan sumber akurat dalam mendapatkan informasi mengenai harga lahan melalui buktibukti transaksi penjualan lahan yang mereka lakukan. Namun, kelemahannya adalah biasanya informasi yang mereka miliki tidak mencakup kurun waktu yang lama. Kelemahan selanjutnya adalah, walaupun informasi yang mereka miliki relatif akurat, akses terhadap informasi tersebut sangat terbatas. 2. Wawancara Lapangan

11 33 Masyarakat setempat dapat dijadikan sumber informasi mengenai harga lahan. Wawancara yang dilakukan dapat berupa wawancara semi-terstruktur (semistructured) dan dilakukan terhadap responden yang berkompeten dalam memberikan informasi mengenai harga lahan. Kelemahan dari sumber informasi ini adalah ketika informasi lahan yang diminta mencakup kurun waktu yang lama, sebagian besar masyarakat biasanya hanya memberikan perkiraan atas harga lahan tersebut, sehingga mengurangi keakuratan data yang didapat. Sumber-sumber informasi berupa dokumen dan wawancara lapangan seperti yang telah diuraikan di atas biasanya digunakan bersama-sama, sehingga dapat dilakukan cross-check atas hasil yang didapat sehingga informasi mengenai harga lahan menjadi lebih akurat. 2.4 Metodologi Pengumpulan Informasi Harga Lahan (Dowall, 1991) Penelitian yang dilakukan di berbagai negara berkembang, antara lain India, Thailand, dan Indonesia, menunjukkan bahwa pemerintah negara-negara berkembang tersebut gagal menyediakan informasi yang akurat mengenai harga lahan. Padahal, informasi mengenai harga lahan tersebut sangatlah dibutuhkan terutama dalam konteks pengambilan keputusan perencanaan, evaluasi kebijakan pemerintah, pengaturan investasi sektor swasta, serta penstrukturan pajak yang dikenakan pada lahan. Cara yang digunakan di dalam mengumpulkan informasi mengenai harga lahan diadaptasi dari metode Land Market Assessment (LMA) yang dikemukakan oleh Dowall (1991). Land Market Assessment (LMA) merupakan suatu metode yang memungkinkan didapatkannya informasi mengenai harga lahan yang akurat dan aktual/up-to-date dan digunakan untuk berbagai kepentingan perencanaan. Berikut ini adalah tahapan dari LMA yang akan diterapkan dalam penelitian ini: 1. Mengumpulkan informasi-informasi mendasar mengenai wilayah studi. Informasi-informasi ini antara lain mencakup kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan, arahan pengembangan, serta informasi harga lahan yang ada di dokumen-dokumen yang dimiliki oleh pemerintah maupun pihak swasta. Data

12 34 mengenai harga lahan ini dapat diperoleh dari berbagai sumber, antara lain data harga lahan yang terdapat di Kantor Pajak Bumi dan Bangunan, maupun data harga lahan yang ada di Kantor Pertanahan. 2. Pendefinisian wilayah. Pendefinisian ini bertujuan untuk menentukan wilayah mana yang akan identifikasi harga lahannya, dengan mencakup batas-batas wilayah yang digunakan (apakah batas administrasi atau bukan) dan karakteristik wilayah tersebut. Penentuan kurun waktu dalam mencari informasi mengenai harga lahan juga perlu dilakukan. Kurun waktu ini akan berbeda-beda bergantung kepada keperluan penelitian. 3. Pembagian wilayah menjadi zona-zona geografis. Ketika wilayah studi beserta dengan batas-batasnya telah ditetapkan, hal berikutnya yang harus dilakukan adalah membagi wilayah tersebut menjadi zona-zona dengan berdasarkan kepada kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan adalah kesamaan atau kehomogenan dalam hal-hal seperti guna lahan, kondisi sosial-ekonomi, tingkat pendapatan, dan lain-lain. Semakin homogen wilayah yang tercakup dalam suatu zona, informasi harga lahan yang didapatkan akan semakin akurat pula. 4. Identifikasi guna lahan, ketersediaan infrastruktur, dan data kependudukan. Data mengenai guna lahan, ketersediaan infrastruktur, dan kependudukan harus dapat diidentifikasi untuk setiap zona. Data-data tersebut antara lain mencakup jumlah kawasan terbangun beserta guna lahannya serta data mengenai kepadatan penduduk. Dengan demikian, data-data tersebut akan memberikan informasi yang lengkap mengenai perubahan guna lahan dan kepadatan penduduk yang terjadi dalam kurun waktu tertentu. Adapun sumber-sumber data yang dapat digunakan adalah hasil survei guna lahan atau citra satelit. 5. Wawancara lapangan untuk mendapatkan informasi harga lahan. Menurut Dowall (1991), sumber utama yang dapat memberikan informasi akurat mengenai harga lahan adalah broker-broker perumahan atau real-estate. Ada dua jenis broker, yang pertama adalah broker formal yaitu organisasi-

13 35 organisasi resmi yang bergerak di bidang properti atau perumahan. Yang kedua adalah broker informal yang tidak terdaftar. Informasi mengenai keberadaan mereka didapat dengan cara menanyakan kepala desa atau kepala lurah yang bersangkutan. Langkah pertama yang dilakukan dalam wawancara lapangan adalah mendesain kuesioner yang berisi pertanyaan mengenai harga lahan. Wawancara yang kemudian dilakukan biasanya bersifat semi-terstruktur. Satuan atau unit analisis yang digunakan adalah harga lahan per meter persegi (m 2 ). Jumlah broker yang dimintai informasi untuk setiap zona adalah tiga orang dan kemudian diambil median atau nilai tengahnya, agar hasil didapatkan dapat representatif. Kemudian, data yang telah didapat ditabulasi sehingga perubahan-perubahan atas harga lahan di wilayah studi dapat diketahui. 2.5 Sampling dan Uji Independen Antara Dua Faktor Pada bagian ini, akan dibahas mengenai teknik pengambilan sampel/sampling serta uji independen yang akan digunakan di dalam analisis studi ini Sampling Beberapa alasan diperlukannya sampling adalah sebagai berikut (Sudjana, 2002): 1. Ukuran populasi yang terlalu besar sehingga tidak memungkinkan untuk mengambil informasi dari seluruh objek dalam populasi. 2. Keterbatasan biaya dan waktu dari peneliti atau intitusi yang bersangkutan. 3. Masalah ketelitian. Populasi yang terlalu besar akan menuntut ketelitian mengumpulkan informasi yang sangat tinggi. Namun, dengan dilakukannya sampling, jumlah objek yang akan dikumpulkan informasinya menjadi lebih sedikit, sehingga kesalahan yang dihasilkan akan lebih sedikit pula.

14 36 Secara umum, teknik sampling dapat dibagi menjadi dua, yaitu (Nachmias, 1981): 1. Probability Sampling Probability sampling merupakan teknik pengambilan sampel dengan memberikan peluang sama bagi setiap unit dalam populasi untuk terpilih menjadi sampel. Syarat utama dari probability sampling adalah adanya daftar informasi dari unit dalam populasi. Jenis-jenis dari probability sampling ini adalah simple random sampling, systematic sampling, cluster sampling, dan stratified sampling. 2. Non-probability Sampling Non-probability sampling merupakan alternatif teknik pengambilan sampel yang dapat dipilih apabila kondisi yang ada tidak memungkinkan untuk dilakukannya probability sampling. Dalam non-probability sampling, peluang yang dimiliki oleh setiap unit dalam populasi untuk terpilih menjadi sampel tidaklah sama. Beberapa alasan untuk menggunakan non-probability sampling adalah sebagai berikut (Nachmias, 1981 dan Babie, 1983): - Bergantung pada tujuan studi/penelitian, - Adanya keterbatasan dana, tenaga, dan waktu dari peneliti, - Kondisi yang ada tidak memungkinkan untuk melakukan penyampelan terhadap seluruh populasi. Beberapa teknik dari non-probability sampling adalah quota sampling dan purposive/judgemental sampling. Quota Sampling. Untuk melakukan quota sampling, mula-mula perlu dibuat suatu tabel atau matriks (quota frame) yang menjelaskan karakteristik dari populasi yang akan diamati. Misalnya, matriks tersebut menjelaskan proporsi antara laki-laki dan perempuan, atau berdasarkan tingkat umur tertentu dari populasi yang akan diamati. Kemudian, peneliti memilih responden berdasarkan karakteristik yang telah dipaparkan dalam matriks tersebut. Namun, kelemahan dari quota sampling antara lain adalah harus lengkap dan akuratnya quota frame, padahal pada kenyataannya data tersebut seringkali sulit untuk didapatkan. Kelemahan kedua adalah adanya bias peneliti yang

15 37 tanpa disadari memiliki kecenderungan untuk memilih responden (Babie, 1983). Purposive/Judgemental Sampling. Purposive sampling merupakan suatu teknik pengambilan sampel dimana peneliti memilih responden yang akan dijadikan sampel berdasarkan subjektivitas peneliti. Peneliti harus memiliki informasi yang cukup mengenai populasi yang akan ditelitinya, sehingga peneliti tersebut mampu memilih sampel yang mewakili keadaan populasi yang sebenarnya. Teknik ini merupakan alternatif yang dipilih apabila populasi yang diamati cenderung besar sementara dana, tenaga, dan waktu yang ada bersifat terbatas, sehingga perlu dilakukan pemilihan sampel yang dianggap dapat mewakili populasi. Teknik ini juga digunakan apabila tidak semua unit dalam populasi dapat dijadikan sampel, sehingga perlu dilakukan pemilihan terhadap sampel tersebut. Contoh dari purposive sampling yang sering digunakan adalah pada penghitungan prediksi jumlah suara pada saat pemilihan umum dilakukan (quick count) Uji Independen Antara Dua Faktor Uji independen antara dua faktor merupakan suatu uji yang sering digunakan untuk melihat apakah dua faktor yang diamati memiliki keterkaitan atau tidak (Babie, 1983). Misalnya, apakah kemajuan murid dalam fisika ada hubungannya dengan kemajuan murid dalam matematika. Jika ternyata tidak terdapat keterkaitan antara kedua faktor tersebut, dapat dikatakan bahwa faktorfaktor tersebut bersifat independen atau bebas statistik (Sudjana, 1996). Untuk menguji keterkaitan tersebut, metode yang sering digunakan adalah chi-square (χ 2 ). Chi-square (χ 2 ) merupakan suatu tes signifikansi yang menggunakan hipotesis awal (null hypothesis/ho), yaitu asumsi bahwa tidak ada keterkaitan antara dua faktor yang diuji. Ho : Kedua faktor bebas statistik, atau tidak ada keterkaitan antara dua faktor yang diuji

16 38 H 1 : Kedua faktor tidak bebas statistik, atau ada keterkaitan antara dua faktor yang diuji Misalkan sebuah sampel berukuran n telah diambil, dimana tiap pengamatan tunggal diduga terjadi karena adanya dua macam faktor, yaitu faktor I dan faktor II. Faktor I terbagi atas B taraf atau tingkatan, dan faktor II terbagi atas K taraf. Banyak pengamatan yang terjadi adalah O ij, dengan taraf ke-i faktor I (i = 1, 2,, B) dan taraf ke-j faktor II (j= 1, 2,, K). Hasil dari pengamatan tersebut dapat dicatat dalam daftar kontingensi B x K yang dapat dilihat pada contoh tabel sebagai berikut. TABEL II.1 DAFTAR KONTINGENSI B x K UNTUK HASIL PENGAMATAN TERDIRI ATAS DUA FAKTOR FAKTOR II (K TARAF) 1 2 K Jumlah 1 O 11 O 12 O 1K n 10 FAKTOR I 2 O 21 O 22 O 2K n 20 (B TARAF) B O B1 O B2 O BK n BO Jumlah n 01 n 02 n OK n Sumber: Sudjana, Kemudian, diperlukan frekuensi teoritik atau banyak gejala yang diharapkan terjadi, yang dinyatakan dengan E ij. Rumus dari E ij adalah sebagai berikut. (nio x noj) E ij = n dengan n io = jumlah baris ke-i n oj = jumlah baris ke-j. Dari Tabel II.1, akan didapat: E 11 = (n 10 x n 01 ) / n; E 21 = (n 20 x n 01 ) / n; dan seterusnya.

17 39 Rumus chi-square yang digunakan untuk menguji hipotesis di atas adalah sebagai berikut: χ 2 = B i= j K j= 1 ( O ij E ) dengan taraf nyata = α dan derajat kebebasan = (B-1) (K-1). Apabila χ 2 (1-α) < {( B 1)( K 1) } E ij ij 2, maka H 0 ditolak. Berarti, ada keterkaitan antara dua faktor yang diuji. Selanjutnya, apabila derajat hubungan antara satu faktor dengan faktor lainnya ingin diketahui, koefisien kontingensi (C) perlu dihitung. Rumus dari koefisien kontingensi adalah sebagai berikut. C = 2 2 χ χ + n Agar harga C yang diperoleh dapat dipakai untuk menilai derajat asosiasi antara faktor, harga C ini perlu dibandingkan dengan koefisien kontingensi maksimum yang dapat terjadi. Harga C maksimum tersebut dihitung oleh rumus sebagai berikut. m 1 C maks = m dengan C maks = koefisien kontingensi maksimum m = harga minimum antara B dan K (yaitu minimum di antara banyaknya baris dan kolom) Semakin dekat harga C kepada C maks, semakin besar derajat asosiasi antara faktor, yang berarti semakin tinggi keterkaitan antara satu faktor dengan faktor lainnya. Cara pengujian independen di atas tidak hanya berlaku untuk dua faktor yang berbentuk atribut, melainkan juga untuk data kuantitatif yang telah dibuat menjadi beberapa kelas interval atau kelompok (Sudjana, 2002).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Bagian ini akan menjelaskan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran studi, ruang lingkup, metode studi, manfaat studi, serta sistematika penulisan yang akan digunakan

Lebih terperinci

BAB III DESAIN RISET III.1 Pendekatan Studi

BAB III DESAIN RISET III.1 Pendekatan Studi BAB III DESAIN RISET Dalam bab ini akan dibahas metodologi penelitian yang digunakan, unit analisis yang digunakan, data yang mendukung penelitian, pengumpulan data, lokasi penelitian, pemilihan sampel,

Lebih terperinci

UJI INDEPENDEN ANTARA DUA FAKTOR

UJI INDEPENDEN ANTARA DUA FAKTOR UJI INDEPENDEN ANTARA DUA FAKTOR Banyak data hasil pengamatan yang dapat digolongkan kedalam beberapa factor, karakteristik atau atribut dengan tiap factor atau atribut teridiri dari beberapa klasifikasi,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Metode statistik non parametrik atau sering juga disebut metode bebas sebaran

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Metode statistik non parametrik atau sering juga disebut metode bebas sebaran BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Statistik non Parametrik Metode statistik non parametrik atau sering juga disebut metode bebas sebaran (distribution free) adalah test yang modelnya tidak menetapkan syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan latar belakang mengapa studi ini dilakukan serta rumusan dan pertanyaan penelitian yang penting untuk dijawab. Bab ini juga menguraikan tujuan dan sasaran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. yang mengenai parameter-parameter populasi yang merupakan induk

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. yang mengenai parameter-parameter populasi yang merupakan induk BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 21 Statistik Non Parametrik Tes statistik non parametrik adalah test yang modelnya tidak menetapakan syaratsyaratnya yang mengenai parameter-parameter populasi yang merupakan induk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian lapangan dilaksanakan di Desa Karang Song, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, yaitu tempat yang ditetapkan pemerintah sebagai lahan pemukiman

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP VI.1. Temuan Studi

BAB VI PENUTUP VI.1. Temuan Studi BAB VI PENUTUP Pada bab terakhir ini dipaparkan beberapa hal sebagai bagian penutup, yakni mengenai temuan studi, kesimpulan, rekomendasi, kelemahan studi serta saran studi lanjutan. VI.1. Temuan Studi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan sebesar 1,49 % pada tahun Badan Pusat Statistik (BPS,

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan sebesar 1,49 % pada tahun Badan Pusat Statistik (BPS, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia terus meningkat setiap tahunnya dengan laju pertumbuhan sebesar 1,49 % pada tahun 2000-2010. Badan Pusat Statistik (BPS, 2010) mempublikasikan

Lebih terperinci

KAJIAN PENERAPAN SISTEM DINAMIS DALAM INTERAKSI TRANSPORTASI DAN GUNA LAHAN KOMERSIAL DI WILAYAH PUSAT KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

KAJIAN PENERAPAN SISTEM DINAMIS DALAM INTERAKSI TRANSPORTASI DAN GUNA LAHAN KOMERSIAL DI WILAYAH PUSAT KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR KAJIAN PENERAPAN SISTEM DINAMIS DALAM INTERAKSI TRANSPORTASI DAN GUNA LAHAN KOMERSIAL DI WILAYAH PUSAT KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: BAMBANG WIDYATMOKO L2D 098 412 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Suatu aktivitas akan memberikan pengaruh terhadap kawasan di sekitarnya, salah satu hasil dari pengaruh tersebut adalah perubahan pada harga lahan. Aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemicu munculnya permasalahan lingkungan baik biotik, sosial, kultural,

BAB I PENDAHULUAN. pemicu munculnya permasalahan lingkungan baik biotik, sosial, kultural, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan spasial kota yang tidak terkendali diyakini akan menjadi pemicu munculnya permasalahan lingkungan baik biotik, sosial, kultural, ekonomi pada masa yang

Lebih terperinci

Kota dianggap sebagai tempat tersedianya berbagai kebutuhan dan lapangan kerja

Kota dianggap sebagai tempat tersedianya berbagai kebutuhan dan lapangan kerja BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Permasalahan Transportasi Perkotaan Kota dianggap sebagai tempat tersedianya berbagai kebutuhan dan lapangan kerja selain itu kota menawarkan begitu banyak kesempatan baik di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan bisnis properti dewasa ini semakin pesat. Pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan bisnis properti dewasa ini semakin pesat. Pengembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan bisnis properti dewasa ini semakin pesat. Pengembangan properti seperti hotel, mall, apartemen, perumahan menjadi pengembangan properti yang paling cepat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk semakin hari semakin meningkat. Semakin meningkatnya jumlah penduduk maka semakin meningkat pula kebutuhan air bersih. Peningkatan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan semakin meningkatnya kebutuhan seperti untuk perumahan, perdagangan,

BAB I PENDAHULUAN. dengan semakin meningkatnya kebutuhan seperti untuk perumahan, perdagangan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah bagi kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting karena sebagian besar kehidupan manusia memerlukan tanah. Kebutuhan manusia akan tanah untuk berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pemasaran perusahaan bersaing semakin ketat terutama

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pemasaran perusahaan bersaing semakin ketat terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kegiatan pemasaran perusahaan bersaing semakin ketat terutama memasuki abad 21 ini, menuntut setiap perusahaan untuk selalu inovatif dalam mengembangkan usahanya.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh penulis mengenai hubungan waktu kerja terhadap hasil kerja ini dilaksanakan di SMK Taruna Mandiri Cimahi, yang beralamatkan

Lebih terperinci

ALUR KERJA DENGAN SAMPLE SAMPEL POPULASI TEMUAN

ALUR KERJA DENGAN SAMPLE SAMPEL POPULASI TEMUAN POPULASI DAN SAMPEL PENGERTIAN Populasi merupakan sekumpulan orang atau objek yang memiliki kesamaan dalam satu atau beberapa hal dan yang membentuk masalah pokok dalam suatu riset khusus. Populasi yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor.

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. IV METODE PENELITIAN 4. 1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Yogyakarta merupakan pusat pemerintahan dan pusat perekonomian utama di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pertumbuhan ekonomi Kota Yogyakarta pertahun untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan kota yang ditunjukkan oleh pertumbuhan penduduk dan aktivitas kota menuntut pula kebutuhan lahan yang semakin besar. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya tingkat

Lebih terperinci

BAB III PENDEKATAN LAPANGAN

BAB III PENDEKATAN LAPANGAN BAB III PENDEKATAN LAPANGAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal, Propinsi Jawa Tengah (Lampiran 1). Lokasi penelitian ditentukan

Lebih terperinci

Populasi, Sampel & Teknik Penarikan Sampel. Tri Nugroho Adi,M.Si Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Jenderal Soedirman

Populasi, Sampel & Teknik Penarikan Sampel. Tri Nugroho Adi,M.Si Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Jenderal Soedirman Populasi, Sampel & Teknik Penarikan Sampel Tri Nugroho Adi,M.Si Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Jenderal Soedirman Salah satu hal yang menakjubkan dalam penelitian ialah kenyataan bahwa kita dapat

Lebih terperinci

: Achmad Aldiansyah Npm : Kelas : 3 EA 32 Pembimbing : Supriyo Hartadi W, SE., MM.

: Achmad Aldiansyah Npm : Kelas : 3 EA 32 Pembimbing : Supriyo Hartadi W, SE., MM. PENGARUH FAKTOR FISIK, EKONOMI, SOSIAL, PEMERINTAH, AKSESIBILITAS, DAN FASILITAS TERHADAP HARGA JUAL TANAH DAN BANGUNAN DI PERUMAHAN MUSTIKA GRANDE SETU, BEKASI Nama : Achmad Aldiansyah Npm : 10213078

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : IRMA NURYANI L2D 001 436 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 4 IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK LAYANAN JASA PERBANKAN DI KOTA BANDUNG

BAB 4 IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK LAYANAN JASA PERBANKAN DI KOTA BANDUNG BAB 4 IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK LAYANAN JASA PERBANKAN DI KOTA BANDUNG Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi diduga akan mengakibatkan perubahan bagi layanan jasa, perubahan layanan ini diduga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dalam upaya menggambarkan bagaimana kegiatan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP VI. 1 Temuan Studi

BAB VI PENUTUP VI. 1 Temuan Studi BAB VI PENUTUP Pada bab ini dijelaskan hasil temuan dari penelitian, kemudian kesimpulan yang diambil berdasarkan kondisi di lapangan dan menurut teori (hasil analisis), serta memberikan rekomendasi dan

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI WILLINGNESS TO PAY BERDASARKAN CONTINGENT VALUATION METHOD TERHADAP RENCANA PENINGKATAN KUALITAS

ESTIMASI NILAI WILLINGNESS TO PAY BERDASARKAN CONTINGENT VALUATION METHOD TERHADAP RENCANA PENINGKATAN KUALITAS ESTIMASI NILAI WILLINGNESS TO PAY BERDASARKAN CONTINGENT VALUATION METHOD TERHADAP RENCANA PENINGKATAN KUALITAS dan KUANTITAS PELAYANAN GUNA MENINGKATKAN JUMLAH PENUMPANG KA KOMUTER SURABAYA SIDOARJO Julistyana

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JENIS PENGGUNAAN LAHAN PESISIR SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: ARI KRISTIANTI L2D

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JENIS PENGGUNAAN LAHAN PESISIR SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: ARI KRISTIANTI L2D FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JENIS PENGGUNAAN LAHAN PESISIR SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: ARI KRISTIANTI L2D 098 410 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1. Tinggi : memiliki kartu ASKES, berobat di puskesmas atau mempuyai dokter pribadi. 2. Rendah : tidak memiliki ASKES, berobat di dukun. 14. Tingkat Kepemilikan aset adalah jumlah barang berharga yang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO PENGARUH PEMBANGUNAN HOTEL IMPERIUM ASTON TERHADAP PERUBAHAN HARGA LAHAN DI PUSAT KOTA PURWOKERTO

UNIVERSITAS DIPONEGORO PENGARUH PEMBANGUNAN HOTEL IMPERIUM ASTON TERHADAP PERUBAHAN HARGA LAHAN DI PUSAT KOTA PURWOKERTO UNIVERSITAS DIPONEGORO PENGARUH PEMBANGUNAN HOTEL IMPERIUM ASTON TERHADAP PERUBAHAN HARGA LAHAN DI PUSAT KOTA PURWOKERTO TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Oleh:

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang

METODE PENELITIAN. menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Menurut Sugiyono (2005:129) pengumpulan data dilakukan dengan berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Proses pembangunan di Indonesia terus bergulir dan ekspansi pemanfaatan ruang terus berlanjut. Sejalan dengan ini maka pengembangan lahan terus terjadi dan akan berhadapan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini memakai metode survei, yaitu dengan cara menyebarkan pertanyaan tertulis

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP 5.1 Temuan Studi

BAB 5 PENUTUP 5.1 Temuan Studi BAB 5 PENUTUP Pada bagian ini, akan dibahas temuan studi yang didapat, kesimpulan, kelemahan studi, rekomendasi yang dapat diberikan untuk perencanaan di masa yang akan datang, serta masukan untuk studi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Perencanaan Kota Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai beserta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Ciri pokok dari sebuah

Lebih terperinci

Tahap Pemilihan Sampel

Tahap Pemilihan Sampel SAMPLING Tahap Pemilihan Sampel 1. Penentuan Populasi : menentukan apa yang menjadi elemen populasi (individu, organisasi, produk) 2. Penentuan Unit Pemilihan Sampel : menentukan kelompok-kelompok elemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kondisi perekonomian seperti saat ini, kenyataannya bahwa banyak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kondisi perekonomian seperti saat ini, kenyataannya bahwa banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kondisi perekonomian seperti saat ini, kenyataannya bahwa banyak perusahaan-perusahaan menghadapi persaingan semakin ketat dalam menjual produk atau jasa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELETIAN

BAB III METODE PENELETIAN BAB III METODE PENELETIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di SMK Negeri 12 Bandung, Jl. Pajajaran No. 24 Bandung. 1. Populasi Penelitian Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Menurut

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini akan membahas mengenai temuan studi, kesimpulan dan rekomendasi yang merupakan sintesa dari hasil kajian indikator ekonomi dalam transportasi berkelanjutan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya tingkat urbanisasi sangat berperan besar dalam meningkatnya jumlah penduduk di kota-kota besar. DKI Jakarta, sebagai provinsi dengan kepadatan penduduk tertinggi

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Menurut Sumaatmadja yang dikutip dari The Liang Gie ( ) suatu

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Menurut Sumaatmadja yang dikutip dari The Liang Gie ( ) suatu 31 BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Metode Penelitian Menurut Sumaatmadja yang dikutip dari The Liang Gie (100-101) suatu konsepsi ke arah penerbitan bidang filsafat secara luas mengemukakan pengertian metodologi

Lebih terperinci

Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati Teknik sampling adalah suatu cara untuk menentukan sampel yang jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya, dengan memperhatikan

Lebih terperinci

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: DIAN HERYANI L2D 002 393 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kecamatan Bogor Tengah merupakan kecamatan yang posisinya berada di

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kecamatan Bogor Tengah merupakan kecamatan yang posisinya berada di BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kecamatan Bogor Tengah merupakan kecamatan yang posisinya berada di pusat Kota Bogor dan sekaligus menjadi pusat pemerintahan Kota Bogor. Selain pusat pemerintahan, wilayah

Lebih terperinci

BAB VI RINGKASAN TEMUAN, KONTRIBUSI TEORITIK, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN PENELITIAN LANJUTAN

BAB VI RINGKASAN TEMUAN, KONTRIBUSI TEORITIK, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN PENELITIAN LANJUTAN BAB VI RINGKASAN TEMUAN, KONTRIBUSI TEORITIK, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN PENELITIAN LANJUTAN Bab ini berisi ringkasan hasil temuan penelitian, kontribusi penelitiam terhadap perkembangan teori, implikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Suatu pendekatan metode penelitian digunakan untuk memecahkan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Suatu pendekatan metode penelitian digunakan untuk memecahkan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Suatu pendekatan metode penelitian digunakan untuk memecahkan masalah dalam proses penyelidikan. Metode merupakan cara seseorang dalam melakukan sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang memiliki berbagai kebutuhan baik itu berupa barang maupun jasa. Berdasarkan intensitasnya, kebutuhan utama manusia adalah kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor property dan real estate merupakan sektor bisnis yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. sektor property dan real estate merupakan sektor bisnis yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena yang berkembang pada saat ini menggambarkan bahwa sektor property dan real estate merupakan sektor bisnis yang cukup berkembang. Hal tersebut terbukti

Lebih terperinci

EVALUASI KETERSEDIAAN RUMAH SUSUN SEWA TERHADAP PERTUMBUHAN PERMUKIMAN KUMUH KELURAHAN WAMEO KECAMATAN BATUPUARO

EVALUASI KETERSEDIAAN RUMAH SUSUN SEWA TERHADAP PERTUMBUHAN PERMUKIMAN KUMUH KELURAHAN WAMEO KECAMATAN BATUPUARO PLANO MADANI VOLUME 5 NOMOR 2, OKTOBER 2016, 202-212 2016 P ISSN 2301-878X - E ISSN 2541-2973 EVALUASI KETERSEDIAAN RUMAH SUSUN SEWA TERHADAP PERTUMBUHAN PERMUKIMAN KUMUH KELURAHAN WAMEO KECAMATAN BATUPUARO

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan pembangunan sebagai wujud dari pertumbuhan dan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan pembangunan sebagai wujud dari pertumbuhan dan 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan pembangunan sebagai wujud dari pertumbuhan dan perkembangan suatu daerah selalu berimplikasi pada meningkatnya kebutuhan akan lahan. Kebutuhan akan lahan

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK HOUSING CAREER GOLONGAN MASYARAKAT BERPENDAPATAN MENENGAH-RENDAH DI KOTA SEMARANG

STUDI KARAKTERISTIK HOUSING CAREER GOLONGAN MASYARAKAT BERPENDAPATAN MENENGAH-RENDAH DI KOTA SEMARANG STUDI KARAKTERISTIK HOUSING CAREER GOLONGAN MASYARAKAT BERPENDAPATAN MENENGAH-RENDAH DI KOTA SEMARANG (Studi Kasus: Perumnas Banyumanik dan Perumahan Bukit Kencana Jaya) TUGAS AKHIR Oleh: ARIEF WIBOWO

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Perkembangan Pemukiman dan Bangkitan Perjalanan Pada awalnya manusia hidup secara nomad, berpindah-pindah dari suatu tempat ketempat lain untuk bertahan hidup dan mencari makanan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pergerakan dan perjalanan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia melakukannya.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman PRAKATA... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii

DAFTAR ISI. Halaman PRAKATA... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii DAFTAR ISI PRAKATA... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 8 1.3 Tujuan, Manfaat dan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FAKTOR FAKTOR PENYEBAB PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PERMUKIMAN MENJADI KOMERSIAL DI KAWASAL KEMANG JAKARTA SELATAN TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI FAKTOR FAKTOR PENYEBAB PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PERMUKIMAN MENJADI KOMERSIAL DI KAWASAL KEMANG JAKARTA SELATAN TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI FAKTOR FAKTOR PENYEBAB PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PERMUKIMAN MENJADI KOMERSIAL DI KAWASAL KEMANG JAKARTA SELATAN TUGAS AKHIR Oleh : ASTRIANA HARJANTI L2D 097 432 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode Penelitian merupakan suatu cara dalam melaksanakan suatu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode Penelitian merupakan suatu cara dalam melaksanakan suatu BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode penelitian Metode Penelitian merupakan suatu cara dalam melaksanakan suatu penelitian yang diperlukan untuk mencapai tujuan penelitian dan menjawab masalah yang

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian ini, akan dibahas temuan dan kesimpulan studi yang didapat berdasarkan hasil analisis yang telah dibahas pada bab sebelumnya. Temuan studi ini merupakan dasar

Lebih terperinci

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: DINA WAHYU OCTAVIANI L2D 002 396 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Tahapan penelitian dimulai karena ada suatu permasalahan pada ruas dan simpang jalan Pamulang II di kota Tangerang Selatan. Berikut diagram alur pikir

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini meliputi teknik penjelasan tentang jenis penelitian; jenis data, lokasi dan waktu penelitian; kerangka sampling, pemilihan responden dan informan; teknik pengumpulan

Lebih terperinci

Metoda Penelitian TEKNIK SAMPLING

Metoda Penelitian TEKNIK SAMPLING Metoda Penelitian TEKNIK SAMPLING Jika Cukup Sesendok Tak Perlu Semangkok Dasar pemikiran Data yang dipergunakan dalam suatu penelitian belum tentu merupakan keseluruhan dari suatu populasi karena beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan desa diarahkan untuk mendorong tumbuhnya prakarsa dan swadaya dari masyarakat perdesaaan agar mampu lebih berperan secara aktif dalam pembangunan desa.

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. ditarik kesimpulannya. Objek penelitian yang diteliti terdiri dari satu variabel

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. ditarik kesimpulannya. Objek penelitian yang diteliti terdiri dari satu variabel BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Menurut Sugiyono (2012:38) pengertian objek penelitian yaitu Suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai

Lebih terperinci

TEKNIK SAMPLING MODUL: 7

TEKNIK SAMPLING MODUL: 7 TEKNIK SAMPLING MODUL: 7 ISTILAH PENTING DALAM PENELITIAN POPULASI ELEMEN SAMPEL SUBYEK SAMPLING Proses menyeleksi sejumlah elemen dari populasi sehingga dengan mempelajari sampel dan memahami sifat-sifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kota Yogyakarta sebagai ibu kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun perekonomian. Laju

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 50 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metodologi Penelitian Metodologi yang dipilih dalam penelitian ini adalah metodologi penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk menemukan hubungan modal

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Dalam penelitian ini,

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Dalam penelitian ini, BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Harga lahan secara nyata merupakan keseimbangan antara permintaan dan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Harga lahan secara nyata merupakan keseimbangan antara permintaan dan III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Teori Supply Demand Lahan Harga lahan secara nyata merupakan keseimbangan antara permintaan dan penawaran baik melalui lembaga formal maupun non-formal.

Lebih terperinci

Teknik Pengambilan Sampel. Dewi Gayatri

Teknik Pengambilan Sampel. Dewi Gayatri Teknik Pengambilan Sampel Dewi Gayatri 1. Pengambilan secara acak Acak sederhana Acak sistematik Stratifikasi Klaster Bertahap (multistage) SAMPLING 2. Pengambilan sampel tanpa acak Pengambilan sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar, dimana kondisi pusat kota yang demikian padat menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. besar, dimana kondisi pusat kota yang demikian padat menyebabkan terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perkotaan sekarang ini terasa begitu cepat yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang semakin tinggi. Hal ini terutama terjadi di kotakota besar, dimana

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Kawasan ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa

IV. METODE PENELITIAN. Kawasan ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data untuk keperluan penelitian dilakukan di Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Kawasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dipaparkan mengenai latar belakang dari penelitian ini, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup penelitian, metodologi yang digunakan, serta sistematika pembahasan

Lebih terperinci

POLA DAN FAKTOR PENENTU NILAI LAHAN PERKOTAAN DI KOTA SURAKARTA TUGAS AKHIR

POLA DAN FAKTOR PENENTU NILAI LAHAN PERKOTAAN DI KOTA SURAKARTA TUGAS AKHIR POLA DAN FAKTOR PENENTU NILAI LAHAN PERKOTAAN DI KOTA SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh: MENIK WAHYUNINGSIH L2D 001 443 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer merupakan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer merupakan III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber asli (tidak melalui perantara).

Lebih terperinci

Analisa hubungan karakteristik konsumen dengan atribut-atribut jasa internet telkomnet instant yang ditawarkan PT.Telkom di Surakarta

Analisa hubungan karakteristik konsumen dengan atribut-atribut jasa internet telkomnet instant yang ditawarkan PT.Telkom di Surakarta Analisa hubungan karakteristik konsumen dengan atribut-atribut jasa internet telkomnet instant yang ditawarkan PT.Telkom di Surakarta Kiki Adhi Eka Juana NIM.F0299067 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan alam yang ditata sedemikian rupa untuk bermukim dinamakan

I. PENDAHULUAN. Lingkungan alam yang ditata sedemikian rupa untuk bermukim dinamakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan alam yang ditata sedemikian rupa untuk bermukim dinamakan pemukiman. Pada awalnya lingkungan mungkin hanyalah lahan kosong, rawarawa, atau bahkan hutan

Lebih terperinci

BAB III. Metode Penelitian

BAB III. Metode Penelitian BAB III Metode Penelitian A. Obyek/Subyek Penelitian Obyek yang digunakan adalah kartu pra bayar IM3 Indosat. Subyek yang digunakan adalah mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, yang beralamat,

Lebih terperinci

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan suatu ruang terbuka di kawasan perkotaan yang didominasi tutupan lahannya oleh vegetasi serta memiliki fungsi antara lain

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh 25 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Data dikumpulkan untuk meneliti suatu fenomena dalam satu kurun waktu tertentu (Umar 2006).

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Definisi dan Pengukuran Variabel Definisi dan pengukuran variabel penelitian ini disajikan pada Tabel 3.1.

METODE PENELITIAN Definisi dan Pengukuran Variabel Definisi dan pengukuran variabel penelitian ini disajikan pada Tabel 3.1. III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan pada 11 Maret 2015 sampai 11 Mei 2015. Tempat pelaksanaan kegiatan penelitian di Kabupaten Karanganyar. Pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persaingan bisnis karena kebutuhan dan keinginan konsumen yang pada

BAB I PENDAHULUAN. persaingan bisnis karena kebutuhan dan keinginan konsumen yang pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan jaman yang semakin maju dan modern, ketatnya persaingan dalam dunia industri menuntut setiap perusahaan untuk peka dalam mengantisipasi segala kemungkinan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 33 III. METODE PEELITIA A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan uji pengaruh antarvariabel-variabel yang akan diteliti. Uji pengaruh sebagai salah

Lebih terperinci

TEKNIK DAN METODE SURVEI PROPERTI

TEKNIK DAN METODE SURVEI PROPERTI TEKNIK DAN METODE SURVEI PROPERTI DTSS PENILAIAN PROPERTI DASAR, 2016 Survei Apa itu survei (wikipedia.org) Survei adalah pemeriksaan atau penelitian secara komprehensif [1]. Survei yang dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian akan menggambarkan langkah-langkah atau tahapan dari suatu penelitian dalam mencapai tujuan penelitian tersebut. Dimana dalam metode penelitian ini akan dijelaskan

Lebih terperinci

PERUBAHAN FUNGSI PEMANFAATAN RUANG DI KELURAHAN MOGOLAING KOTA KOTAMOBAGU

PERUBAHAN FUNGSI PEMANFAATAN RUANG DI KELURAHAN MOGOLAING KOTA KOTAMOBAGU PERUBAHAN FUNGSI PEMANFAATAN RUANG DI KELURAHAN MOGOLAING KOTA KOTAMOBAGU Feki Pebrianto Umar 1, Rieneke L. E. Sela, ST, MT², & Raymond Ch. Tarore, ST, MT 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR Oleh : MANDA MACHYUS L2D 002 419 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode sangat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode sangat 58 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode dalam suatu penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode sangat diperlukan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PEELITIA 3.1. Tahapan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian yang mengambil lokasi di beberapa perumahan seperti Perumahan Graha Permai dan Ciputat Baru, secara garis besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pedagang kaki lima adalah bagian dari aktivitas ekonomi yang merupakan kegiatan pada sektor informal. Kegiatan ini timbul karena tidak terpenuhinya kebutuhan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Aplikasi teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis semakin meluas sejak dikembangkan di era tahun 1960-an. Sejak itu teknologi penginderaan jauh dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, yaitu sebuah metode penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, yaitu sebuah metode penelitian 76 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. 1 Adapun jenis metode penelitian yang akan digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. dalam pengumpulan data (Arikunto, 1998 : 20). Penggunaan metode yang sesuai

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. dalam pengumpulan data (Arikunto, 1998 : 20). Penggunaan metode yang sesuai BAB III PROSEDUR PENELITIAN. A. Metode Penelitian Metode dalam penelitian ini adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data (Arikunto, 1998 : 20). Penggunaan metode yang sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Objek penelitian merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dipisahkan

BAB III METODE PENELITIAN. Objek penelitian merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dipisahkan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dipisahkan dari suatu penelitian. Objek penelitian merupakan sumber diperolehnya data dari penelitian

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung,

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, 41 BAB III PROSEDUR PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Kecamatan Baleendah dipilih karena merupakan salah satu kecamatan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Cara Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Cara Pengambilan Contoh 21 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian mengenai perilaku penggunaan internet ini menggunakan desain cross sectional study dengan metode survey. Penelitian ini dilakukan di Institut Pertanian

Lebih terperinci