e Q,P = % Q TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "e Q,P = % Q TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Outpayments dan Hubungannya dengan Elastisitas Permintaan (Harga) dan Elastisitas Pendapatan Outpayments merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk pada nilai impor. Besaran outpayments ditentukan oleh perkalian antara harga barang (P) yang diimpor dengan kuantitas permintaannya (Q). Jadi, pada hakekatnya, outpayments sama dengan total revenue (TR) atau penerimaan total eksportir. Dengan asumsi bahwa kurva permintaan mempunyai slope bernilai negatif (< 0), kenaikan harga (P) akan mengakibatkan penurunan permintaan (Q) dan sebaliknya, penurunan harga (P) akan mengakibatkan peningkatan permintaan (Q). Namun, dampak dari perubahan harga (P) tersebut terhadap total pengeluaran konsumen (TE) ditentukan oleh sifat dari elastisitas permintaan terhadap harga (Nicholson, 1989). Elastisitas harga mengukur tingkat kepekaan permintaan suatu komoditas (Q) akibat perubahan harganya (P). Elastisitas harga dinyatakan dalam persamaan: e Q,P = % Q % P = Q/Q P/P = Q P P Q... (1) Oleh karena permintaan berhubungan negatif terhadap harga, maka nilai elastisitas pun dalam bentuk negatif. Permintaan suatu barang dikatakan elastis apabila persentase perubahan permintaan lebih besar daripada persentase perubahan harganya, atau e Q,P -1. Pada barang yang elastis, kenaikan harga sebesar satu persen akan menurunkan permintaannya lebih dari satu persen. Sebaliknya, jika permintaan terhadap komoditas tidak begitu responsif (inelastis) terhadap perubahan harga, maka angka elastisitasnya akan lebih besar daripada 1. Namun, apabila persentase perubahan harga suatu barang sama dengan persentase perubahan permintaan yang diakibatkannya (e Q,P -1, maka permintaan barang tersebut dikatakan unit elastic (Nicholson, 1989). Berdasarkan teori bila permintaannya bersifat inelastis (e Q,P > -1), peningkatan harga (P) akan justru mengakibatkan peningkatan total penerimaan

2 9 eksportir. Sebaliknya, bila permintaannya bersifat elastis (e Q,P < -1), maka peningkatan harga (P) akan mengakibatkan penurunan total penerimaan (TR) eksportir (Nicholson, 1989). Dengan kata lain, outpayments buah-buahan Indonesia akan meningkat sejalan dengan kenaikan harganya bila permintaan impornya bersifat inelastis. Sebaliknya, kenaikan harga akan mengakibatkan outpayments buah-buahan Indonesia akan turun bila permintaan impornya bersifat elastis. Perubahan pendapatan konsumen (I) adalah faktor lain yang dapat memengaruhi total penerimaan eksportir (TR). Seperti halnya dengan pengaruh perubahan harga, pengaruh perubahan pendapatan terhadap total penerimaan eksportir juga dapat diketahui dari besarnya nilai elastisitas pendapatan. Elastisitas pendapatan mengukur seberapa besar persentase perubahan permintaan akibat perubahan pendapatan sebesar satu persen. Elastisitas pendapatan dirumuskan sebagai berikut: e Q,I = % Q = Q/Q = Q % I I/I I I Q... (2) Berdasarkan teori, barang normal mempunyai elastisitas pendapatan bernilai positif (e Q,I >0). Artinya, ketika pendapatan konsumen meningkat, maka permintaan konsumen tersebut terhadap suatu komoditas akan meningkat pula. Khusus untuk barang dengan elastisitas pendapatan lebih besar dari 1, dapat dikatakan bahwa barang tersebut termasuk barang mewah (Nicholson, 1989). Persentase peningkatan permintaan barang mewah akan jauh melebihi persentase peningkatan pendapatannya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa untuk barang normal dan barang mewah, maka peningkatan pendapatan konsumen akan mengakibatkan peningkatan penerimaan eksportir untuk barang tersebut. Sementara itu, jika elastisitas pendapatan negatif, maka barang tergolong inferior. Peningkatan pendapatan justru akan menurunkan permintaan terhadap komoditas tersebut (Nicholson, 1989). Dengan demikian, dalam kasus barang inferior, kenaikan pendapatan konsumen justru akan menurunkan penerimaan eksportir terhadap barang tersebut.

3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Outpayments Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi outpayments, di antaranya sebagai berikut: Tarif Impor Pada kenyataannya harga impor yang diterima masyarakat tidak sertamerta merupakan harga keseimbangan yang terjadi di pasar internasional. Negara terkadang membebankan tarif bagi beberapa komoditas tertentu. Tarif merupakan salah satu instrumen yang seringkali digunakan pemerintah dalam mengatur perdagangan lintas negara. Tarif impor adalah pajak yang dibebankan terhadap komoditas yang diimpor dari negara lain. Terdapat beberapa jenis tarif berdasarkan perhitungannya, yaitu tarif ad valorem, spesifik, dan gabungan. Tarif ad valorem dihitung berdasarkan persentase tertentu terhadap nilai impor. Sedangkan tarif spesifik ditentukan sebagai beban tetap per unit produk impor. Adapun tarif campuran merupakan gabungan dari kedua tarif yang dijelaskan sebelumnya (Salvatore, 1997). Umumnya, tarif yang dibebankan pada produk pertanian impor berupa tarif ad valorem. Pada era perdagangan bebas sekarang ini, sebagian negara masih memproteksi komoditas pertaniannya, seperti buah-buahan. Tujuan pemberlakuan kebijakan tersebut ialah guna melindungi sektor pertanian domestik. Harga komoditas impor yang relatif lebih murah dibandingkan komoditas serupa di dalam negeri menyebabkan masyarakat secara rasional akan memilih mengonsumsi produk impor ketimbang domestik. Dampaknya, sektor domestik akan mengalami keterpurukan dan neraca pembayaran negara pun akan mengalami defisit. Ketika pemerintah membebankan tarif impor terhadap komoditas buahbuahan yang masuk ke Indonesia, maka tindakan tersebut tidak akan berdampak signifikan pada harga impor buah-buahan dunia. Sebab, Indonesia merupakan small country dalam perdagangan internasional buah-buahan. Seperti yang terlihat pada Tabel 2.1, share impor buah-buahan Indonesia terhadap total impor dunia amat kecil, bahkan tidak mencapai satu persen. Oleh karena itu, pengaruh penetapan tarif impor yang dilakukan Indonesia hanya akan meningkatkan harga buah-buahan impor di Indonesia.

4 11 Kenaikan harga yang diakibatkan oleh pembebanan tarif impor tersebut diharapkan akan mendorong konsumen Indonesia untuk menurunkan permintaan impor buah-buahan. Mengingat outpayments merupakan perkalian antara harga impor dengan kuantitasnya, maka pembebanan tarif impor akan menurunkan outpayments. Pengaruh pemberlakuan tarif impor terhadap outpayments dapat dijelaskan dengan lebih mudah melalui pendekatan grafis (Gambar 2.1). Tabel 2.1. Share Outpayments Buah-buahan Indonesia terhadap Dunia Tahun Outpayments (US$) Indonesia Dunia Share ,042,449 32,865,088, % ,671,690 35,837,533, % ,033,155 42,732,799, % ,363,160 48,428,642, % ,484,837 54,355,331, % ,843,604 59,419,827, % ,436,524 68,311,123, % ,972,763 78,372,858, % ,817,760 73,175,649, % ,386,591 80,055,507, % Sumber: UN Comtrade, 2012 (diolah) Hal pertama yang harus diperhatikan adalah diasumsikan Indonesia sebagai penerima harga (price taker). Asumsi ini didasarkan pada fakta bahwa kontribusi Indonesia di pasar impor buah global relatif kecil. Dengan bertitik-tolak pada asumsi ini, maka kurva supply buah-buahan impor yang dihadapi Indonesia garis horizontal (lihat Gambar 2.1). Misalkan, kondisi keseimbangan pasar internasional terjadi pada titik a yang merupakan perpotongan antara demand (D w ) dan supply (S w ) buah di pasar internasional (Gambar 2.1). Pada titik keseimbangan tersebut harga yang terbentuk di pasar internasional ialah sebesar P w dan kuantitasnya ialah sebesar Q w. Harga tersebut menjadi kurva supply impor yang dihadapi pasar dalam negeri Indonesia, sebelum penerapan tarif impor oleh pemerintah Indonesia. Jadi, kuantitas buah yang diimpor domestik pada harga P w adalah sebesar Q 1, sehingga pengeluaran konsumen domestik ialah sebesar P w Q 1 yang

5 12 ditunjukkan oleh daerah OQ 1 bp w. Pengeluaran konsumen domestik tersebut seluruhnya menjadi penerimaan bagi eksportir (outpayments). Kemudian, misalkan, pemerintah menerapkan kebijakan tarif impor pada buah-buahan sebesar t untuk mengendalikan outpayments buah-buahan. Pembebanan tarif impor terhadap buah ditunjukkan oleh pergeseran ke atas kurva supply di pasar domestik menjadi S w+t yang mengakibatkan terjadinya peningkatan harga impor menjadi P 2. Kenaikan harga impor menyebabkan penurunan jumlah permintaan impor masyarakat menjadi Q 2. Akibatnya, pengeluaran konsumen domestik menjadi sebesar P 2 Q 2 yang ditunjukkan oleh daerah OQ 2 cp 2. Akan tetapi, pengeluaran konsumen tersebut tidak seluruhnya menjadi penerimaan eksportir, sebab harga impor yang dibayarkan konsumen termasuk tarif. Penerimaan dari tarif impor sebesar (P 2 - P w ) Q 2 akan masuk ke dalam kas negara. Dengan demikian, penerimaan yang diterima eksportir hanya sebesar daerah OQ 2 ep w atau dengan kata lain outpayments akan menurun jika buah impor dikenai tarif. P P S W P 2 c S W+t P W a P w = P 1 e b S W O Q w D W Q O Q 2 Q 1 D Ind Q Pasar Internasional Pasar Domestik Gambar 2.1. Dampak Pemberlakuan Tarif Impor Nilai Tukar Mengingat adanya keterbatasan data harga impor, maka nilai tukar dapat digunakan sebagai pendekatan dalam menganalisis faktor yang memengaruhi outpayments. Ketika melakukan perdagangan dengan negara luar, maka dibutuhkan mata uang negara tersebut agar transaksi dapat berjalan lancar.

6 13 Perbandingan antara harga mata uang domestik terhadap harga mata uang luar negeri disebut nilai tukar nominal (kurs nominal). Besarnya nilai tukar berfluktuasi dari waktu ke waktu tergantung kekuatan permintaan dan penawaran mata uang di pasar valuta asing. Dalam kaitannya untuk mengkaji dampak volatilitas nilai tukar terhadap outpayments, maka nilai tukar yang digunakan sebagai proxy ialah nilai tukar riil (kurs riil). Variabel ini mengukur rasio harga produk luar negeri terhadap harga produk serupa di dalam negeri dalam mata uang luar negeri (McTaggart, Findlay, dan Parkin, 1996). Nilai tukar riil dapat dinyatakan dalam persamaan berikut: e P*/P)... (3) dimana: = kurs riil e = kurs nominal P = harga barang domestik P* = harga barang luar negeri Outpayments umumnya dinyatakan dalam mata uang dollar Amerika Serikat yang dijadikan mata uang yang berlaku dalam perdagangan internasional. Apabila kurs rupiah Indonesia dengan dollar Amerika Serikat sebesar Rp 9.000,00 per US$, maka untuk memperoleh US$ 1 diperlukan mata uang domestik sebesar Rp 9.000,00. Jika terjadi depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, diperlukan lebih dari Rp 9.000,00 untuk memperoleh US$1. Hal yang sebaliknya dinamakan apresiasi kurs, yaitu penguatan nilai tukar domestik terhadap mata uang domestik. Pengaruh nilai tukar riil terhadap outpayments tergantung dari elastisitas permintaan komoditas terhadap harganya. Depresiasi rupiah akan menyebabkan harga komoditas domestik lebih murah dibandingkan dengan harga komoditas serupa yang didatangkan dari Amerika Serikat dalam satuan rupiah. Misalkan, awalnya kurs berada pada posisi Rp 9.000,00/US$. Harga komoditas X di Indonesia senilai Rp ,00, sedangkan di Amerika Serikat harganya hanya sebesar US$ 1 atau Rp 9.000,00. Dengan asumsi tidak ada pengaruh biaya transportasi, masyarakat Indonesia lebih memilih mengimpor komoditas X dari Amerika Serikat karena harganya relatif murah.

7 14 Kemudian, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat melemah menjadi Rp ,00/US$. Harga komoditas X di masing-masing negara tetap dalam satuan mata uang yang berlaku di negara tersebut. Akibatnya, harga X di Amerika Serikat yang seharga US$ 1 akan menjadi relatif lebih mahal dibandingkan harga X di domestik. Harga impor X akan menjadi Rp ,00. Depresiasi menyebabkan penurunan permintaan impor X oleh masyarakat Indonesia. Dampak depresiasi nilai tukar terhadap outpayments memiliki dua kemungkinan. Jika komoditas yang dikonsumsi merupakan barang yang elastis terhadap harga, maka depresiasi nilai rupiah terhadap dollar Amerika Serikat akan menurunkan outpayments. Hal ini disebabkan persentase peningkatan harga impor jauh lebih kecil dibandingkan persentase penurunan jumlah permintaan komoditas tersebut. Beda halnya apabila produk impor tersebut merupakan barang yang bersifat inelastis terhadap harga. Depresiasi nilai tukar menyebabkan penurunan kuantitas permintaan relatif kecil dibandingkan persentase peningkatan harga impornya. Akibatnya, outpayments barang inelastis akan meningkat jika terjadi depresiasi nilai tukar Pendapatan Riil per Kapita Jumlah permintaan impor masyarakat juga ditentukan oleh besarnya pendapatan yang dimilikinya (McTaggart, Findlay, dan Parkin, 1996). Pada penelitian ini, proxy pendapatan yang digunakan adalah pendapatan riil per kapita per tahun. Ketika pendapatan riil per kapita nasional meningkat, maka jumlah uang yang siap dibelanjakan masyarakat pun meningkat. Dengan asumsi buahbuahan impor sebagai barang normal, peningkatan pendapatan menyebabkan masyarakat dapat meningkatkan konsumsinya. Peningkatan konsumsi masyarakat secara keseluruhan menyebabkan peningkatan permintaan terhadap suatu komoditas secara agregat. Gejala meningkatnya impor Indonesia ditandai oleh adanya tren peningkatan pertumbuhan ekonomi sejak tahun 2000 rata-rata lima persen (BPS, 2012). Pertumbuhan ekonomi yang positif meningkatkan pendapatan per kapita Indonesia. Gambar 2.2 menunjukkan adanya tren positif pada pendapatan riil per

8 15 kapita dengan tahun dasar Pada saat terjadi krisis moneter tahun 1997, pendapatan riil per kapita sempat anjlok hingga persen. Pada masa tersebut, pendapatan riil per kapita Indonesia hanya sekitar 6.32 juta rupiah per tahun atau setara dengan ribu rupiah. Perekonomian kembali memulih pada tahun Keadaan ini terlihat dari adanya peningkatan pendapatan per kapita riil Indonesia secara terus-menerus sejak tahun Pada tahun 2000, pendapatan riil per kapita Indonesia sebesar 6.51 juta rupiah per tahun. Pendapatan riil per kapita Indonesia terus meningkat dan pertumbuhan nilai tertinggi terjadi pada tahun 2007 dengan angka pertumbuhan sebesar 5.18 persen. Pada tahun 2007, pendapatan riil per kapita Indonesia per tahun telah mencapai 8.45 juta rupiah per tahun. Bahkan pada tahun 2010, nilai pendapatan riil per kapita Indonesia per tahun hampir mendekati sepuluh juta rupiah. Pendapatan per Kapita (Rp/tahun) Tahun Sumber: World Bank, 2012 (diolah) Gambar 2.2. Tren Pendapatan Riil per Kapita Indonesia Periode (Tahun Dasar = 2000) Sejalan dengan kenaikan pendapatan riil per kapita tersebut, menurut laporan World Bank (2010), pada tahun 2010 jumlah kelas menengah di Indonesia telah mencapai 56.5 persen dari total penduduk Indonesia atau sekitar 134 juta jiwa. Padahal, pada tahun 2003 kelas menengah hanya mencakup 37.7 persen penduduk. World Bank mendefinisikan kelas menengah sebagai kelompok masyarakat yang berpenghasilan sebesar US$ 2 hingga US$ 20 per hari.

9 16 Pertumbuhan kelas menengah di Indonesia menjadikan Indonesia sebagai pasar potensial buah-buahan impor yang eksotis. Bagi konsumen kelas tersebut, harga produk bukan lagi pertimbangan utama dalam menentukan pilihan konsumsi. Masyarakat kelas menengah tersebut lebih mengutamakan kualitas dan prestise yang umumnya melekat pada produk-produk impor. Hal ini akan berdampak pada peningkatan outpayments impor buah-buahan Indonesia Penelitian Terdahulu Penelitian terkait impor telah dilakukan sebelumnya oleh Santos-Paulino dan Thirlwall (2004). Kedua penulis menggunakan analisis data panel dinamis dalam mengestimasi efek liberalisasi perdagangan terhadap ekspor, impor, neraca perdagangan, dan neraca pembayaran di negara-negara berkembang. Data panel yang digunakan melibatkan 22 negara dengan periode analisis dari tahun 1972 hingga Dampak liberalisasi diukur melalui dua indikator, yaitu variabel tingkat bea masuk dan variabel dummy untuk tahun berjalannya liberalisasi perdagangan. Hasil penelitian Santos-Paulino dan Thirlwall untuk analisis impor menunjukkan bahwa bea masuk secara signifikan pada taraf nyata lima persen berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan impor. Selain itu, liberalisasi perdagangan berdampak positif terhadap pertumbuhan impor. Variabel dummy tersebut signifikan pada taraf nyata satu persen dan nilai koefisiennya lebih besar dibandingkan variabel tingkat bea masuk. Selain itu dari hasil penelitian didapatkan pula bahwa efek perubahan bea masuk dan liberalisasi perdagangan terhadap pertumbuhan impor lebih besar pada negara dengan tingkat proteksi yang tinggi, seperti Indonesia. Kesimpulan dari penelitian Santos-Paulino dan Thirlwall ialah liberalisasi perdagangan meningkatkan laju pertumbuhan impor lebih cepat dibandingkan pertumbuhan ekspornya sehingga memperburuk neraca pembayaran dan perdagangan. Penggunaan istilah outpayments sebagai nilai impor diperkenalkan oleh Bahmani-Oskooee, et al (2005). Pada penelitian tersebut dianalisis sensitivitas inpayments dan outpayments Inggris terhadap nilai poundsterling. Bahmani- Oskooee, et al memilih membangun model yang menghubungkan langsung nilai

10 17 ekspor ataupun impor dengan nilai tukar. Sebab analisis ekspor dan impor yang telah banyak dilakukan saat ini menggunakan pendekatan elastistisitas yang memiliki kendala dalam pemerolehan data harga ekspor dan impor yang umumnya terbatas. Estimasi dilakukan menggunakan data perdagangan bilateral untuk menghindari aggregation bias. Terdapat 20 negara mitra dagang Inggris yang dianalisis dengan periode analisis data dari tahun kuartal I-1973 hingga kuartal IV Metode penelitian menggunakan analisis kointegrasi dan errorcorrection model dengan pendekatan Autoregressive Distributed Lag (ARDL). Hasil analisis menunjukkan bahwa inpayments Inggris tidak sensitif terhadap nilai tukar, beda halnya dengan outpayments. Depresiasi poundsterling menurunkan outpayments Inggris dari tiga belas negara mitra dagang utamanya. Keterbatasan dari penelitian ini adalah data perdagangan yang digunakan merupakan data agregat, bukan data yang telah dipilah berdasarkan jenis komoditasnya. Maria Cortes (2007) melakukan penelitian terkait outpayments dengan tujuan untuk mengetahui ada-tidaknya hubungan jangka panjang antara nilai impor bilateral antara Australia dan Kolombia dengan nilai tukar riil, pendapatan, populasi, dan keterbukaan yang diproksi dengan pertumbuhan total impor. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh potensi hubungan perdagangan bilateral antara Kolombia dan Australia yang belum tergarap secara maksimal. Periode analisis data yang dilakukan Cortes (2007) ialah 46 tahun, yaitu dari tahun 1960 hingga Metode analisis yang digunakan adalah kointegrasi dan error correction model. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan keseimbangan jangka panjang antara nilai impor Kolombia dari Australia dengan nilai tukar riil dan pendapatan dan total impor Kolombia. Sedangkan nilai impor Australia dari Kolombia terkointegrasi dengan pendapatan masing-masing negara dan populasi Kolombia. Dengan demikian, kesimpulan penelitian ialah adanya peluang peningkatan perdagangan antara dua negara tersebut. Hingga saat ini, penelitian terkait outpayments masih jarang dilakukan. Kebanyakan penelitian terkait impor masih menggunakan pendekatan elastisitas, seperti penelitian Wijeera, et al (2008). Penelitian tersebut menganalisis elastistisitas permintaan impor bilateral Bangladesh dengan enam negara mitra

11 18 dagang utama dalam kurun waktu Wijeera, et al (2008) menggunakan nilai tukar riil sebagai pendekatan terhadap harga relatif dan pendapatan riil nasional untuk estimasi volume impor Bangladesh. Variabel dummy tarif juga dimasukkan untuk melihat dampak liberalisasi perdagangan terhadap permintaan impor. Analisis elastistas permintaan impor Bangladesh tersebut menggunakan metode kointegrasi Engle-Granger. Hasilnya ialah hanya impor dari negara India dan Amerika Serikat saja yang memiliki elastistas permintaan terhadap harga negatif. Artinya, depresiasi taka menyebabkan penurunan volume impor dari kedua negara tersebut. Adapun variabel pendapatan secara signifikan memengaruhi impor dengan nilai elastisitas positif hanya untuk produk dari Malaysia. Selain itu hasil penelitian juga menujukkan bahwa tarif impor secara signifikan berkorelasi negatif terhadap permintaan impor Bangladesh. Adapun penelitian yang terbaru dipublikasikan mengenai inpayments. Penelitian yang dilakukan oleh Madani dan Mas-Guix (2011) mengkaji efektivitas Motor Industri Development Program (MIDP) terhadap kinerja ekspor sektor otomotif di Afrika Selatan. MIDP dilaksanakan pada tahun 1995 dan merupakan suatu program pemberian insentif pajak bagi sektor otomotif yang berorientasi ekspor dalam rangka meningkatkan daya saingnya dalam perdagangan bebas. Kedua peneliti tersebut menggunakan total nilai ekspor riil otomotif sebagai indikator kinerja ekspor. Analisis dilakukan dengan metode Difference-in- Difference dalam bentuk panel yang dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah untuk analisis komparatif antara subsektor ekspor manufaktur Afrika Selatan. Terakhir, analisis untuk membandingkan perbedaan kinerja ekspor otomotif Afrika Selatan dengan negara eksportir otomotif lainnya pada periode Estimator Difference-in-Difference pada kedua analisis ditunjukkan oleh koefisien dummy untuk sektor otomotif pada tahun setelah 1995, yaitu tahun telah berlangsungnya program. Angka koefisien tersebut menginterpretasikan respons nilai ekspor total manufaktur dan ekspor otomotif terhadap perubahan insentif pajak ekspor. Dari hasil analisis penelitian diperoleh bahwa MIDP secara signifikan berdampak positif terhadap kinerja ekspor otomotif Afrika Selatan.

12 19 Respons terbesar ekspor otomotif akibat adanya insentif pajak baru terlihat pada beberapa tahun setelah implementasi program. Selain itu, penelitian juga menunjukkan bahwa efektivitas insentif pajak berkurang seiring berjalannya waktu karena hanya memengaruhi keputusan bisnis dalam jangka pendek (Madani dan Mas-Guix, 2011) Kebijakan Impor Buah di Indonesia Meningkatnya aliran buah-buahan asal luar negeri ke Indonesia tak lepas dari semakin longgarnya kebijakan impor buah yang ditetapkan pemerintah. Keadaan ini dimulai sejak dikeluarkannya Paket Deregulasi Juni tahun 1991 yang menyebabkan impor buah-buahan menjadi relatif bebas. Dengan adanya paket deregulasi tersebut maka SK Menteri Perdagangan dan Koperasi No. 505/1982 mengenai pembatasan impor komoditas hortikultura dicabut. Importir bebas memasok buah dari luar ke Indonesia, namun impor tersebut dikenakan bea masuk sekitar dua puluh persen. Meskipun demikian, paket deregulasi tersebut secara nyata meningkatkan volume impor buah-buahan Indonesia. Pada tahun 1990, Indonesia hanya mengimpor sekitar juta kilogram buah-buahan. Namun, pada tahun 1992, terjadi kenaikan volume impor hampir 169 persen dibanding dua tahun sebelumnya. Pada kurun waktu , tarif buah-buahan yang ditetapkan pemerintah bagi Most Favoured Nation (MFN) sekitar persen. Akan tetapi, setelah era reformasi pada tahun 1998, kebijakan perdagangan internasional Indonesia mulai dilonggarkan. Pada tahun tersebut, tarif impor buah-buahan dari MFN diturunkan menjadi lima persen untuk semua jenisnya. Pada tanggal 4 November 2002, Indonesia bersama negara ASEAN lainnya menandatangani Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation dengan China. Kerjasama dilakukan untuk menciptakan kawasan perdagangan bebas dan peningkatan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan China. Salah satu upaya awal perwujudan liberalisasi perdagangan tersebut ialah dengan penurunan tarif di seluruh sektor perdagangan secara bertahap mulai 1 Januari Komoditas buah-buahan termasuk ke dalam kategori Early Harvest Program yang mengalami penurunan tarif bertahap hingga menjadi nol persen

13 20 pada 1 Januari Kebijakan tersebut diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 355/KMK.01/2004 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Impor Barang dalam Kerangka EHP Bilateral Indonesia China-FTA. Kemudian, pada 30 Januari 2003, Indonesia beserta dengan negara lainnya yang tergabung ASEAN Free Trade Area (AFTA) menandatangani Protocol to Amend The CEPT-AFTA Agreement for The Elimination of Import Duties. Dengan perjanjian ini maka negara-negara ASEAN-6 berkomitmen untuk menghapus tarif barang dari negara sesama anggota. Penurunan tarif dilakukan secara bertahap melalui skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT). Akhirnya pada tahun 2005, tarif impor seluruh jenis buah-buahan dari China dan Thailand telah menjadi nol persen. Pembebasan tarif impor buahbuahan menyebabkan semakin tak terbendungnya arus buah-buahan, khususnya dari China ke Indonesia. China sendiri merupakan negara pengekspor buahbuahan ke Indonesia terbesar sejak tahun 2000 (UN Comtrade, 2011). Indonesia menjadi negara net importir buah-buahan sejak tahun 2000 dengan nilai trade balance saat itu sekitar US$ -13,816,630 (BPS, 2012). Besarnya nilai impor berfluktuasi dari tahun ke tahun dan menunjukkan kecenderungan meningkat. Dalam upaya menekan laju impor, pemerintah telah mengeluarkan serangkaian kebijakan yang sifatnya berupa hambatan non-tarif. Pada tahun 2009, kebijakan impor diperketat dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 27/Permentan/PP.340/5/2009 tentang Pengawasan Keamanan Pangan terhadap Pemasukan dan Pengeluaran Pangan Segar Asal Tumbuhan. Pada peraturan tersebut ditentukan batas maksimum residu pestisida dan logam berat buah-buahan yang layak masuk ke Indonesia. Pengawasan tersebut guna menjamin kesegaran buah-buahan yang diimpor dan kesehatan masyarakat Indonesia. Terdapat empat jenis buah yang diawasi pemasukannya, yaitu apel, anggur, jeruk dan lengkeng. Buah-buahan yang akan masuk ke Indonesia harus dilengkapi sertifikat keamanan yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi resmi negara asal. Akan tetapi, seiring dengan meningkatnya aktivitas perdagangan buahbuahan Indonesia, pemasukan organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) ke Indonesia pun meningkat. OPTK tersebut dibawa oleh media

14 21 hortikultura yang diimpor, baik berupa produk ataupun benih. Guna meminimalisir risiko pemasukan dan penyebaran OPTK eksotik tersebut, Kementerian Pertanian memperketat kembali persyaratan teknis pemasukan produk hortikultura ke Indonesia (Deptan, 2011). Pada 14 Desember 2011, diterbitkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 88/Permentan/PP.340/12/2011 yang akan secara efektif berlaku mulai tanggal 18 Maret Pada peraturan ini, total jenis buah yang diawasi meningkat menjadi 43 jenis. Tidak hanya residu pestisida dan logam berat yang diatur batas maksimum kandungannya dalam buah, tetapi juga mikroorganisme dan bahan kimia berbahaya seperti formalin. Agar pengawasan pemasukan produk hortikultura tersebut dapat berjalan secara efektif, maka Kementerian Pertanian melakukan pembatasan tempat pemasukan buah-buahan dan sayuran segar dengan mengganti Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 37/Kpts/Hk.060/1/2006 dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 89/Permentan/OT.140/2011. Jika pada peraturan sebelumnya terdapat delapan tempat pemasukan buah-buahan dan sayuran segar, maka pada peraturan terbaru hanya terdapat empat tempat saja yang ditunjuk sebagai tempat pemasukan. Keempat tempat tersebut ialah Pelabuhan Laut Tanjung Perak, Surabaya; Pelabuhan Laut Belawan, Medan; Bandar Udara Soekarno-Hatta, Jakarta; dan Pelabuhan Laut Makassar. Pada 6 Maret 2012 Kementerian Pertanian menerbitkan kebijakan baru lagi yang mengizinkan impor produk hortikultura segar melalui pelabuhan bebas, yaitu Pulau Batam, Bintan, dan Karimun. Pembolehan impor tersebut hanya sebatas untuk memenuhi konsumsi masyarakat di sekitar daerah pelabuhan bebas tersebut. Kebijakan baru tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian No.15/Permentan/OT.140/3/2012 dan Peraturan Menteri Pertanian No.16/Permentan/OT. 140/3/2012. Di sisi lain, pemerintah juga menyadari bahwa perlu adanya rancangan peningkatan daya saing buah-buahan lokal untuk menghadapi perdagangan bebas sektor hortikultura. Pada tanggal 14 Oktober 2009 Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor: 118/M-IND/PER/2009 tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Pengolahan Buah diterbitkan. Road map tersebut menggambarkan arah pengembangan industri

15 22 pengolahan buah untuk lima tahun ke depan, yaitu kurun waktu 2010 hingga Inti strategi yang diatur dalam peta panduan tersebut ialah pengembangan produksi buah tropis eksotis dan peningkatan budi daya tanaman buah secara komersial. Meski telah dikeluarkan berbagai peraturan untuk mengurangi laju impor buah-buahan, nyatanya nilai impor terus meningkat dari tahun ke tahun dengan laju yang berfluktuasi. Pada tahun 2006, terjadi peningkatan nilai impor sebesar 51 persen dari tahun sebelumnya yang hanya berkisar 217 juta US$. Sementara itu laju pertumbuhan nilai impor buah-buahan pada tahun 2008 hanya sekitar empat persen. Akan tetapi, pada tahun berikutnya nilai impor melonjak kembali hingga 34 persen, yaitu menjadi juta US$. Laju pertumbuhan nilai impor kemudian menurun di tahun 2010, yaitu sekitar delapan persen dibanding tahun 2009 atau setara dengan juta US$. Hal ini menunjukkan kebijakan impor buah-buahan belum efektif menekan derasnya aliran buah-buahan ke Indonesia Kerangka Pemikiran Perdagangan antar negara (perdagangan internasional) merupakan suatu hal yang lazim dan telah dipraktikkan sejak berabad-abad yang lalu. Berbagai pemikir perdagangan internasional telah memberikan landasan ilmiah untuk memahami mengapa negara-negara melakukan perdagangan. Dari teori-teori yang mereka kemukakan dapat disimpulkan bahwa perdagangan antar negara akan memberikan manfaat bagi kedua negara, dan manfaat tersebutlah yang mendorong negara-negara melakukan perdagangan internasional. Sesungguhnya, pemikiran akan manfaat perdagangan internasional tersebutlah yang menjadi faktor kunci dibalik fenomena globalisasi perekonomian. Dengan membiarkan arus barang dan jasa bergerak secara bebas antar negara-negara maka perdagangan akan memberikan manfaat yang maksimal bagi dunia. Oleh karena itu, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang didirikan pada tahun 1995 mendorong diberlakukannya perdagangan bebas antar negaranegara di dunia. Dengan adanya liberalisasi perdagangan, hambatan perdagangan seperti tarif yang selama ini digunakan sebagai instrumen proteksi sektor domestik

16 23 berusaha dieliminasi. Tarif impor tersebut tidak langsung dihapus, tetapi diturunkan secara bertahap. Dalam jangka panjang harga produk luar yang diterima oleh masyarakat nantinya benar-benar merupakan harga keseimbangan yang terbentuk oleh kekuatan permintaan dan penawaran internasional. Permasalahannya, di era perdagangan bebas ini, nilai impor buah-buahan justru melampaui nilai ekspor buah-buahan Indonesia. Hal ini menyebabkan Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan untuk komoditas buah-buahan. Selanjutnya, defisit neraca pembayaran tersebut akan mengganggu proses pembangunan sosial-ekonomi sebab saat ini pun Indonesia masih berjuang mengatasi kemiskinan. Masalah kemiskinan hanya dapat diatasi, bila perekonomian negara tersebut bertumbuh dengan baik. Defisit neraca pembayaran di atas akan menjadi hambatan bagi negara tersebut untuk memacu pembangunan perekononomiannya guna dapat mengatasi masalah kemiskinan yang sedang dihadapinya. Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi outpayments, yaitu tarif impor, nilai tukar, dan pendapatan. Dampak volatilitas nilai tukar terhadap outpayments akan tergantung dari seberapa responsif permintaan impor masyarakat terhadap harganya. Oleh karena itu, sebelum menganalisis outpayments maka perlu dilakukan analisis permintaan impornya. Analisis permintaan impor dan outpayments buah-buahan dilakukan berdasarkan metode data panel. Berdasarkan hasil analisis, kemudian dibuat suatu rumusan kebijakan untuk mengendalikan laju outpayments buah-buahan Indonesia.

17 24 Globalisasi dan perdagangan bebas Penghapusan hambatan perdagangan Perubahan tarif impor Ekspor Impor Pengaruh nilai tukar (perbedaan harga relatif buahbuahan antar negara) Perubahan pendapatan masyarakat Outpayments > inpayments Analisis Permintaan Impor Analisis Data Panel Analisis Persamaan Outpayments Rumusan kebijakan untuk mengendalikan laju outpayments buah-buahan Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian

18 Hipotesis Penelitian Berdasarkan teori yang dibahas pada Tinjauan Pustaka dapat disimpulkan bahwa ada empat faktor penting yang memengaruhi outpayments buah-buahan impor Indonesia, dan pengaruh dari masing-masing faktor tersebut terhadap outpayments diduga sebagai berikut: 1. Tarif impor berpengaruh negatif terhadap outpayments. 2. Pendapatan riil per kapita berpengaruh positif terhadap outpayments. 3. Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (kurs) berpengaruh positif terhadap outpayments jika permintaan buah-buahan impor bersifat inelastis terhadap harga atau berpengaruh negatif terhadap outpayments jika permintaan buah-buahan impor bersifat elastis terhadap harga. 4. Dummy krisis berpengaruh negatif terhadap outpayments.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI OUTPAYMENTS BUAH-BUAHAN INDONESIA DAN IMPLIKASI KEBIJAKANNYA OLEH FIONA REBECCA HUTAGAOL H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI OUTPAYMENTS BUAH-BUAHAN INDONESIA DAN IMPLIKASI KEBIJAKANNYA OLEH FIONA REBECCA HUTAGAOL H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI OUTPAYMENTS BUAH-BUAHAN INDONESIA DAN IMPLIKASI KEBIJAKANNYA OLEH FIONA REBECCA HUTAGAOL H14080011 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun

I. PENDAHULUAN. 1 Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Buah merupakan salah satu komoditas pangan penting yang perlu dikonsumsi manusia dalam rangka memenuhi pola makan yang seimbang. Keteraturan mengonsumsi buah dapat menjaga

Lebih terperinci

IV. PERKEMBANGAN IMPOR BUAH-BUAHAN DI INDONESIA

IV. PERKEMBANGAN IMPOR BUAH-BUAHAN DI INDONESIA IV. PERKEMBANGAN IMPOR BUAH-BUAHAN DI INDONESIA 4.1. Tren Perdagangan Indonesia pada Komoditas Buah-Buahan Selama periode -2010, Indonesia terus meningkatkan aktivitas perdagangan internasional. Seperti

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara,

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam perjalanan waktu yang penuh dengan persaingan, negara tidaklah dapat memenuhi sendiri seluruh kebutuhan penduduknya tanpa melakukan kerja sama dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan dengan mengurangi atau menghapuskan hambatan perdagangan secara diskriminatif bagi negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat menutup diri terhadap

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat menutup diri terhadap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat menutup diri terhadap hubungan kerjasama antar negara. Hal ini disebabkan oleh sumber daya dan faktor produksi Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian dunia mulai mengalami liberalisasi perdagangan ditandai dengan munculnya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada tahun 1947 yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam Iaju yang semakin pesat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta. Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta. Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil yang tercantum pada Tabel 6.1. Koefisien determinan (R 2 ) sebesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah)

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus terhadap pembangunan nasional. Menurut data Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar Rupiah terus mengalami tekanan depresiasi. Ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia juga telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perekonomian dalam perdagangan internasional tidak lepas dari negara yang menganut sistem perekonomian terbuka. Apalagi adanya keterbukaan dan liberalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat

BAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Globalisasi ekonomi mendorong perekonomian suatu negara ke arah yang lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat aktivitas perdagangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional mempunyai peranan sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekspor merupakan salah satu bagian penting dalam perdagangan internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan sebagai total penjualan barang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap

Lebih terperinci

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM 7.1. Dampak Kenaikan Pendapatan Dampak kenaikan pendapatan dapat dilihat dengan melakukan simulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi berarti peluang pasar internasional bagi produk dalam negeri dan

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi berarti peluang pasar internasional bagi produk dalam negeri dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi membuat keterkaitan ekonomi nasional dengan perekonomian internasional menjadi makin erat. Dalam skala nasional, globalisasi berarti peluang pasar internasional

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, III. KERANGKA TEORI Pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia dapat dilihat dari sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, keterkaitan ketiga pasar tersebut dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dengan kekuatan permintaan dan penawaran (Waluya, 2003)

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dengan kekuatan permintaan dan penawaran (Waluya, 2003) TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka Harga suatu barang ekspor dan impor merupakan variabel penting dalam merncanakan suatu perdagangan internasional. Harga barang ekspor berhadapan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tanaman Apel Apel adalah jenis buah-buahan, atau buah yang dihasilkan dari pohon buah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan

Lebih terperinci

Poppy Ismalina, M.Ec.Dev., Ph.D., Konsultan ILO

Poppy Ismalina, M.Ec.Dev., Ph.D., Konsultan ILO DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN PADA HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA DAN TIGA NEGARA (CHINA, INDIA, DAN AUSTRALIA) TERHADAP KINERJA EKSPOR-IMPOR, OUTPUT NASIONAL DAN KESEMPATAN KERJA DI INDONESIA: ANALISIS

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 4.1.1 Produk Domestik Bruto (PDB) Selama kurun waktu tahun 2001-2010, PDB negara-negara ASEAN+3 terus menunjukkan tren yang meningkat

Lebih terperinci

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut data BPS (2010), jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak ada hambatan. Hal tersebut memberi kemudahan bagi berbagai negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. tidak ada hambatan. Hal tersebut memberi kemudahan bagi berbagai negara untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi membuat perekonomian di berbagai negara menjadi terbuka. Keluar masuknya barang atau jasa lintas negara menjadi semakin mudah dan hampir tidak ada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Nilai Tukar ( Exchange Rate

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Nilai Tukar ( Exchange Rate 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Dalam hubungan dengan penelitian ini, maka beberapa teori yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yangn memengaruhi impor di kawasan ASEAN+6 dan non

Lebih terperinci

Konsep Dasar Elastisitas Elastisitas Permintaan ( Price Elasticity of Demand Permintaan Inelastis Sempurna (E = 0) tidak berpengaruh

Konsep Dasar Elastisitas Elastisitas Permintaan ( Price Elasticity of Demand Permintaan Inelastis Sempurna (E = 0) tidak berpengaruh Konsep Dasar Elastisitas Elastisitas merupakan salah satu konsep penting untuk memahami beragam permasalahan di bidang ekonomi. Konsep elastisitas sering dipakai sebagai dasar analisis ekonomi, seperti

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Tarif Bawang Merah Sejak diberlakukannya perjanjian pertanian WTO, setiap negara yang tergabung sebagai anggota WTO harus semakin membuka pasarnya. Hambatan perdagangan

Lebih terperinci

PERNYATAAN ORISINALITAS...

PERNYATAAN ORISINALITAS... Judul : PENGARUH KURS DOLLAR AMERIKA SERIKAT, LUAS AREA BUDIDAYA, INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR, JUMLAH PRODUKSI TERHADAP EKSPOR UDANG INDONESIA TAHUN 2000-2015 Nama : I Kadek Widnyana Mayogantara NIM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan salah satu tolak ukur untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan salah satu tolak ukur untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan salah satu tolak ukur untuk mengetahui apakah suatu negera tersebut memiliki perekonomian yang baik (perekonomiannya meningkat)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu Terdapat penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan topik dan perbedaan objek dalam penelitian. Ini membantu penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan tersebut sangat terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut setiap manusia tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. global yang perlahan-lahan mengalami kemajuan. Perkembangan ini didorong oleh

BAB I PENDAHULUAN. global yang perlahan-lahan mengalami kemajuan. Perkembangan ini didorong oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak terlepas dari perkembangan ekonomi global yang perlahan-lahan mengalami kemajuan. Perkembangan ini didorong oleh pesatnya pertumbuhan

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Dalam periode September Oktober 2009 terbukti telah terjadi

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Dalam periode September Oktober 2009 terbukti telah terjadi 329 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Dalam periode September 1994 - Oktober 2009 terbukti telah terjadi banjir impor bagi komoditas beras, jagung dan kedele di Indonesia, dengan tingkat tekanan

Lebih terperinci

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA 6.1 Pengujian Asumsi Gravity model aliran perdagangan ekspor komoditas kepiting Indonesia yang disusun dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria pengujian asumsi-asumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang terjadi secara terus menerus dan bersifat dinamis. Sasaran pembangunan yang dilakukan oleh negara sedang

Lebih terperinci

BAB VII Perdagangan Internasional

BAB VII Perdagangan Internasional SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN EKONOMI BAB VII Perdagangan Internasional Dr. KARDOYO, M.Pd. AHMAD NURKHIN, S.Pd. M.Si. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian internasional, diantaranya yaitu impor. Kegiatan impor yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian internasional, diantaranya yaitu impor. Kegiatan impor yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, seperti Indonesia serta dalam era globalisasi sekarang ini, suatu negara tidak terlepas dari kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, seperti Indonesia serta dalam era globalisasi sekarang ini, suatu negara tidak terlepas dari kegiatan

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. akan mengembangkan pasar dan perdagangan, menyebabkan penurunan harga

BAB. I PENDAHULUAN. akan mengembangkan pasar dan perdagangan, menyebabkan penurunan harga BAB. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Integrasi ekonomi, Sesuai dengan tujuan pembentukannya, yaitu untuk menurunkan hambatan perdagangan dan berbagai macam hambatan lainnya diantara satu negara dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksudkan untuk mempercepat pencapaian tingkat kesejahteraan hidup yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. dimaksudkan untuk mempercepat pencapaian tingkat kesejahteraan hidup yang tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan salah satu indikator untuk menilai keberhasilan pembangunan suatu negara dan menjadi sasaran utama pembangunan bagi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kurs (Nilai Tukar) a. Pengertian Kurs Beberapa pengertian kurs di kemukakan beberapa tokoh antara lain, menurut Krugman (1999) kurs atau exchange rate adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan masyarakat demokratis, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan sebuah negara. Hal ini serupa dengan pendapat yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan sebuah negara. Hal ini serupa dengan pendapat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perdagangan Internasional merupakan salah satu kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan sebuah negara. Hal ini serupa dengan pendapat yang disampaikan Salvatore

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Globalisasi dalam bidang ekonomi menyebabkan berkembangnya sistem perekonomian ke arah yang lebih terbuka antar negara. Perekonomian terbuka inilah yang membawa suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12.

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12. 54 V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA 5.1 Perkembangan Produksi Teh Indonesia Perkembangan produksi teh Indonesia selama 1996-2005 cenderung tidak mengalami perubahan yang begitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Uang mempermudah manusia untuk saling memenuhi kebutuhan hidup dengan cara melakukan

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang mengimpor maupun mengekspor akan menimbulkan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang mengimpor maupun mengekspor akan menimbulkan suatu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi dalam bidang ekonomi, menyebabkan berkembangnya sistem perekonomian ke arah yang lebih terbuka antar negara. Perekonomian terbuka membawa suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah-buahan merupakan sumber vitamin A, C, serat, dan mineral yang sangat berguna sebagai zat pengatur tubuh manusia. Vitamin dan mineral yang banyak terkandung dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian global yang terjadi saat ini sebenarnya merupakan perkembangan dari proses perdagangan internasional. Indonesia yang ikut serta dalam Perdagangan internasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Perkembangan Jagung Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dihasilkannya (Hariyani dan Serfianto, 2010 : 1). Menurut Tri Wibowo dan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dihasilkannya (Hariyani dan Serfianto, 2010 : 1). Menurut Tri Wibowo dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi perdagangan saat ini, kemajuan suatu negara tidak dapat dilepaskan dari keberhasilan negara tersebut melakukan ekspor barang dan jasa yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sampai saat ini masih mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap pendapatan nasional, sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk 114 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang

Lebih terperinci

Skripsi ANALISA PENGARUH CAPITAL INFLOW DAN VOLATILITASNYA TERHADAP NILAI TUKAR DI INDONESIA OLEH : MURTINI

Skripsi ANALISA PENGARUH CAPITAL INFLOW DAN VOLATILITASNYA TERHADAP NILAI TUKAR DI INDONESIA OLEH : MURTINI Skripsi ANALISA PENGARUH CAPITAL INFLOW DAN VOLATILITASNYA TERHADAP NILAI TUKAR DI INDONESIA OLEH : MURTINI 0810512077 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS Mahasiswa Strata 1 Jurusan Ilmu Ekonomi Diajukan

Lebih terperinci

SISTEM MONETER INTERNASIONAL. Oleh : Dr. Chairul Anam, SE

SISTEM MONETER INTERNASIONAL. Oleh : Dr. Chairul Anam, SE SISTEM MONETER INTERNASIONAL Oleh : Dr. Chairul Anam, SE PENGERTIAN KURS VALAS VALUTA ASING (FOREX) Valas atau Forex (Foreign Currency) adalah mata uang asing atau alat pembayaran lainnya yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong perekonomian berbagai negara di dunia semakin menyatu. Keterbukaan perdagangan luar negeri dan keterbukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut perdagangan internasional. Hal ini dilakukan guna memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut perdagangan internasional. Hal ini dilakukan guna memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara di dunia ini melakukan perdagangan antar bangsa atau yang disebut perdagangan internasional. Hal ini dilakukan guna memenuhi kebutuhan baik barang maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat diperlukan terutama untuk negara-negara yang memiliki bentuk perekonomian terbuka.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas daerah perairan seluas 5.800.000 km2, dimana angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah perairan tersebut wajar

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 57 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Estimasi Model Dalam analisis data panel perlu dilakukan beberapa pengujian model, sebagai awal pengujian pada ketiga model data panel statis yakni pooled least square (PLS),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan negara karena setiap negara membutuhkan negara lain untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekspor. Ekspor merupakan barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri dan

BAB I PENDAHULUAN. ekspor. Ekspor merupakan barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi ekonomi dan perdagangan internasional merupakan dua arus yang saling mempengaruhi satu sama lainnya. Globalisasi ekonomi dapat membuka kegiatan perdagangan

Lebih terperinci

Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Minyak Bumi Di Indonesia Tahun Nama : Made Ayu Julia Kusuma Dewi NIM :

Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Minyak Bumi Di Indonesia Tahun Nama : Made Ayu Julia Kusuma Dewi NIM : Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Minyak Bumi Di Indonesia Tahun 1996-2015 Nama : Made Ayu Julia Kusuma Dewi NIM : 1306105133 ABSTRAK Kebutuhan sehari-hari masyarakat di era globalisasi

Lebih terperinci

IV. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. KERANGKA PEMIKIRAN 52 IV. KERANGKA PEMIKIRAN 4.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Sesuai dengan tujuan penelitian, kerangka teori yang mendasari penelitian ini disajikan pada Gambar 10. P P w e P d Se t Se P Sd P NPM=D CP O

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang selalu ingin menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui usahausahanya dalam membangun perekonomian.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Analisis pergerakan..., Adella bachtiar, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Analisis pergerakan..., Adella bachtiar, FE UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi mendorong perekonomian suatu negara ke arah yang lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti terjadinya perdagangan internasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Todaro dan Smith (2003:91-92) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Todaro dan Smith (2003:91-92) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara menuju ke arah yang lebih baik. Menurut Kutznets dalam Todaro dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penggerak perekonomian dunia saat ini adalah minyak mentah. Kinerja dari harga minyak mentah dunia menjadi tolok ukur bagi kinerja perekonomian dunia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi sebuah negara, keberhasilan pembangunan ekonominya dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2007) menyatakan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cara yang tepat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. cara yang tepat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian Indonesia diestimasikan akan mengalami tantangan baru di masa yang akan datang. Di tengah liberalisasi ekonomi seperti sekarang suatu negara akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi yang semakin maju ini ada banyak isu-isu yang berkembang. Bukan hanya isu mengenai hard power yang menjadi perhatian dunia, tetapi isu soft

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara memiliki tujuan yang sama, yaitu mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara memiliki tujuan yang sama, yaitu mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara memiliki tujuan yang sama, yaitu mencapai tingkat kesejahteraan yang tinggi bagi negaranya. Dewasa ini, salah satu syarat penting untuk mencapai kesejahteraan

Lebih terperinci