ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI OUTPAYMENTS BUAH-BUAHAN INDONESIA DAN IMPLIKASI KEBIJAKANNYA OLEH FIONA REBECCA HUTAGAOL H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI OUTPAYMENTS BUAH-BUAHAN INDONESIA DAN IMPLIKASI KEBIJAKANNYA OLEH FIONA REBECCA HUTAGAOL H"

Transkripsi

1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI OUTPAYMENTS BUAH-BUAHAN INDONESIA DAN IMPLIKASI KEBIJAKANNYA OLEH FIONA REBECCA HUTAGAOL H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 RINGKASAN FIONA REBECCA HUTAGAOL. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Outpayments Buah-buahan Indonesia dan Implikasi Kebijakannya (dibimbing oleh SRI HARTOYO). Produksi buah-buahan sangat melimpah dan beraneka ragam di Indonesia. Pada tahun 2010, produksi buah-buahan Indonesia sebesar 15 juta ton pada tahun 2010 (BPS, 2010). Bagi Indonesia, ekspor buah-buahan merupakan suatu hal yang penting, bukan hanya dari segi pemasukan devisa, tetapi juga untuk menciptakan lapangan kerja dan pendapatan bagi masyarakat yang sekarang ini sedang dilanda masalah pengangguran dan kemiskinan. Namun, Indonesia belum mampu memanfaatkan potensinya tersebut. Nilai impor (outpayments) buah-buahan Indonesia justru terus meningkat dengan laju yang lebih cepat dibanding pertumbuhan ekspor. Sebagai akibatnya, dalam kurun waktu 2001 hingga 2010, neraca perdagangan Indonesia untuk buah-buahan selalu bernilai negatif. Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa, bukannya menjadi pengekspor besar buah-buahan, dalam kenyataannya Indonesia telah menjadi negara pengimpor besar. Selain merupakan suatu hal yang paradoks mengingat potensinya yang besar dalam produksi buah-buahan, impor buah-buahan tersebut telah semakin membebani perekonomian nasional sehingga perlu segera dikendalikan. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini ialah menganalisis faktorfaktor yang memengaruhi outpayments buah-buahan Indonesia dan merumuskan kebijakan untuk mengendalikan tingginya outpayments buah-buahan oleh masyarakat Indonesia. Penelitian ini menganalisis outpayments buah-buahan Indonesia dengan empat mitra dagang utamanya, yaitu Amerika Serikat, Australia, China, dan Thailand. Keempat negara tersebut merupakan eksportir buah-buahan terbesar ke Indonesia. Periode analisis selama lima belas tahun, terhitung dari tahun 1996 hingga tahun Berdasarkan hasil estimasi outpayments buah-buahan dengan metode data panel Fixed Effect Model, terdapat tiga faktor yang secara signifikan berpengaruh positif terhadap outpayments, yaitu tarif impor, pendapatan riil per kapita Indonesia, dan dummy krisis. Tarif impor maupun dummy krisis berpengaruh negatif terhadap outpayments, sedangkan pendapatan riil per kapita berpengaruh positif terhadap outpayments. Sementara itu, perubahan (depresiasi atau apresiasi) nilai rupiah terhadap US$ tidak berpengaruh nyata terhadap outpayments. Tidak satupun dari ketiga variabel independen (tarif, kurs, dan pendapatan) yang dapat dimanipulasi oleh pemerintah untuk mengendalikan outpayments buah-buahan impor. Kebijakan tarif impor tidak mungkin diterapkan kembali di era liberalisasi perdagangan saat ini. Di sisi lain, kenaikan pendapatan riil per kapita yang terus-menerus lebih dari satu dekade terakhir ini justru memberikan kontribusi yang sangat signifikan dalam mendorong peningkatan outpayments buah-buahan. Kebijakan untuk menghambat laju pertumbuhan pendapatan per

3 kapita bukanlah tindakan yang rasional, karena tidak sesuai dengan tujuan pembangunan nasional untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, kebijakan seperti ini tidak mungkin ditempuh oleh pemerintah untuk mengendalikan outpayments buah-buahan impor. Dengan demikian, pemerintah perlu melakukan dua strategi dalam rangka mengendalikan beban peningkatan outpayments buah-buahan terhadap perekonomian nasional,. Pertama, menekan laju peningkatan outpayments buahbuahan. Pemerintah perlu mendorong perubahan persepsi konsumen Indonesia mengenai konsumsi buah-buah impor, di mana selama ini mereka menganggap konsumsinya sebagai kemewahan, yang terlihat dari elastisitas pendapatan terhadap kuantitas permintaannya lebih dari satu. Untuk itu pemerintah perlu menggalakkan kampanye cinta konsumsi buah-buahan produksi dalam negeri. Agar konsumen mau mensubstitusi konsumsi buah-buahan impor dengan konsumsi buah-buahan produksi dalam negeri, maka kualitas buah-buahan produksi nasional harus diperbaiki. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengembangkan dan menerapkan sistem standardisasi dan grading kualitas pada buah-buahan produksi dalam negeri. Kedua, pemerintah perlu mendorong ekspor buah-buah eksotik produksi dalam negeri. Tujuan ini dapat dicapai dengan penerapan sistem standardisasi dan grading serta kebijakan distribusi langsung buah-buahan dari pasar induk ke negara tujuan ekspor guna menekan biaya transportasi ekspor.

4 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI OUTPAYMENTS BUAH-BUAHAN INDONESIA DAN IMPLIKASI KEBIJAKANNYA OLEH FIONA REBECCA HUTAGAOL H Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

5 Judul Skripsi Nama NIM : Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Outpayments Buah-buahan Indonesia dan Implikasi Kebijakannya : Fiona Rebecca Hutagaol : H Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec NIP Tanggal Kelulusan:

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, Mei 2012 Fiona Rebecca Hutagaol H

7 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Fiona Rebecca Hutagaol dilahirkan di Brisbane pada tanggal 31 Mei 1990 dan merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Dr. Ir. Manuntun Parulian Hutagaol, MS dan Dra. Anne J.M. Sirait. Penulis memulai pendidikan sekolah dasar pada tahun 1996 dan lulus pada tahun Kemudian, penulis melanjutkan pendidikan ke tingkat menengah pertama dan lulus pada tahun Setelah itu, penulis meneruskan pendidikannya ke tingkat menengah atas, dari tahun 2005 hingga Seluruh jenjang studi tersebut ditempuh di Kesatuan Bogor. Pada tahun 2008 penulis berhasil diterima di jurusan Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun 2009 penulis yang tergabung dalam Komisi Pelayanan Khusus Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB pernah menjadi pengajar responsi Pengantar Matematika dan Kalkulus yang diadakan PMK IPB bagi mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Kemudian, sejak tahun 2010 penulis menjalani profesi sebagai Asisten Praktikum Ekonomi Umum. Selama kuliah di IPB, penulis juga mengikuti beberapa kepanitiaan dan lomba. Adapun prestasi yang pernah diraih di antaranya adalah Juara Pertama Essay Terbaik pada Masa Perkenalan Fakultas (2009), peserta Trust Day of Danone Trust 8 (2011), kandidat dalam seleksi mahasiswa berprestasi di tingkat departemen (2011), dan juara ketiga pada lomba proposal skripsi di tingkat departemen (2012).

8 i KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas hikmat, berkat, dan penyertaan-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Outpayments Buah-buahan Indonesia dan Implikasi Kebijakannya. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini kepada: 1. Kedua orang tua, yaitu Dr. Ir. Manuntun Parulian Hutagaol, MS dan Dra. Anne J.M. Sirait atas bimbingan, dukungan, dan doa yang senantiasa diberikan kepada penulis. Tak lupa juga, terima kasih untuk adik saya, Karl Joshua Hutagaol, atas semangat yang diberikan. 2. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan masukan bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc selaku dosen penguji utama dan Widyastutik, SE, M.Si selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan saran dan masukan yang sangat bermanfaat guna penyempurnaan skripsi ini. 4. Dr. Lukytawati Anggraeni, SP, M.Si, Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc, dan Dr. Ir. Wiwiek Rindayanti, M.Si selaku juri pada lomba penulisan proposal Departemen Ilmu Ekonomi yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam penyusunan proposal skripsi ini. 5. Bapak Kasan Muhri selaku Kepala Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan yang telah bersedia membantu penulis dalam pemerolehan data impor buah-buahan. 6. Dian V. Panjaitan, SE, M.Si yang telah mengajarkan pengolahan data panel dengan Eviews Teman satu bimbingan penulis, yaitu Etika Layung Prastiwi atas dukungan dan kerjasamanya. 8. Sahabat-sahabat penulis di Ilmu Ekonomi Angkatan 45, yaitu Shanty Nathalia, Illinia Ayudhia Riyadi, Lusiana Manik, Henny Priscilia, dan Hairul atas semangat, dukungan, dan kebersamaannya. 9. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Bogor, Mei 2012 Fiona Rebecca Hutagaol H

9 ii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penulisan Lingkup Penelitian... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA Outpayments dan Hubungannya dengan Elastisitas Permintaan (Harga) dan Elastisitas Pendapatan Faktor-faktor yang Memengaruhi Outpayments Tarif Impor Nilai Tukar Pendapatan Riil per Kapita Penelitian Terdahulu Kebijakan Impor Buah Indonesia Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian III. METODE PENELITIAN Jenis Data dan Sumber Data Metode Analisis Analisis Deskriptif Analisis Data Panel Spesifikasi Model Definisi Operasional Panel Data... 28

10 iii Pemilihan Model Terbaik Evaluasi Model dan Uji Asumsi IV. PERKEMBANGAN IMPOR BUAH-BUAHAN DI INDONESIA Tren Perdagangan Indonesia pada Komoditas Buah-buahan Tren Impor Buah-buahan oleh Indonesia Berdasarkan Asal Negara Outpayments Buah-buahan Asal Amerika Serikat Outpayments Buah-buahan Asal Australia Outpayments Buah-buahan Asal China Outpayments Buah-buahan Asal Thailand Ringkasan V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Estimasi dan Evaluasi Model Permintaan Buah-buahan Impor Hasil Estimasi dan Evaluasi Model Outpayments Buah-buahan Interpretasi Model dan Perilaku Outpayments Buah-buahan Implikasi Kebijakan VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 63

11 iv DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1.1. Volume, Nilai, dan Harga Ekspor-Impor Komoditas Buah-buahan Periode Nilai Impor Buah-buahan untuk Indonesia Berdasarkan Asal Negara Share Outpayments Buah-buahan Indonesia terhadap Dunia Volume Impor Buah-buahan ke Indonesia Berdasarkan Asal Negara Share dan Pertumbuhan (Growth) Outpayments Buah-buahan ke Indonesia berdasarkan asal Negara Nilai dan Share Outpayments Buah-buahan Asal Amerika Serikat Nilai dan Share Outpayments Buah-buahan Asal Australia Nilai dan Share Outpayments Buah-buahan Asal China Nilai dan Share Outpayments Buah-buahan Asal Thailand Hasil Estimasi Model Permintaan Impor Buah-buahan dengan Fixed Effect Model Hasil Estimasi Model Outpayments dengan Fixed Effect Model Nilai Ekspor Buah-buahan Indonesia... 57

12 v DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1.1. Produksi Buah-buahan Indonesia Periode Perkembangan Nilai Impor Indonesia untuk Lima Kelompok Buah-buahan Dampak Pemberlakuan Tarif Impor Tren Pendapatan Riil per Kapita Indonesia Periode Kerangka Pemikiran Penelitian Tren Perdagangan Indonesia untuk Komoditas Buah-buahan Periode

13 vi DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Evaluasi Model Uji Asumsi Uji Chow Model Permintaan Impor Buah-buahan Uji Hausman Model Permintaan Impor Buah-buahan Hasil Estimasi Model Permintaan Impor Buah-buahan Matriks Korelasi antar Variabel dalam Model Permintaan Impor Buah-buahan Uji Normalitas Model Permintaan Impor Buah-buahan Uji Chow Model Outpayments Buah-buahan Hasil Estimasi Model Outpayments Buah-buahan Matriks Korelasi antar Variabel dalam Model Outpayments Buah-buahan Uji Normalitas Model Outpayments Buah-buahan... 74

14 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Buah merupakan salah satu komoditas pangan penting yang perlu dikonsumsi manusia dalam rangka memenuhi pola makan yang seimbang. Keteraturan mengonsumsi buah dapat menjaga dan meningkatkan daya tahan tubuh. Hal ini disebabkan oleh banyaknya vitamin dan zat mineral yang terkandung dalam buah. Baik vitamin maupun mineral berperan dalam proses metabolisme tubuh. Selain kedua zat tersebut, buah juga mengandung serat yang berguna untuk membantu proses pencernaan. Konsumsi buah dan sayur masyarakat yang ideal per harinya ialah 73 kilogram per kapita per tahun. Angka ini merupakan standar konsumsi yang disarankan oleh Food Agricultural Organization (FAO). Namun, tingkat konsumsi buah masyarakat Indonesia masih jauh dari standar tersebut. Mengutip pernyataan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati (2010) yang menjelaskan bahwa tingkat konsumsi sayur dan buah masyarakat masih berkisar 40 kilogram per kapita per tahun 1. Artinya, masih ada defisit yang sangat besar dalam konsumsi buah masyarakat Indonesia. Mengisi defisit ini merupakan peluang pasar bagi produk buah-buahan hasil produksi dalam negeri. Sebagai negara tropis, Indonesia dianugerahi dengan kekayaan sumber daya hayati yang beragam dan melimpah. Letak Indonesia di sekitar garis khatulistiwa menyebabkan Indonesia selalu mendapat sinar matahari sepanjang tahun. Di samping itu pula, curah hujan di Indonesia relatif tinggi. Keadaan iklim yang demikian amat menunjang pertumbuhan tanaman. Berbagai jenis tanaman buah-buahan dan tanaman lainnya dapat tumbuh subur di Indonesia. Oleh karena itu, produksi buah-buahan sangat melimpah dan beraneka ragam. Kondisi tersebut di atas juga tercermin pada tren produksi buah-buahan nasional selama periode yang tercantum pada Gambar Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun ke 20 PT East West Seed Indonesia, di Desa Benteng, Kecamatan Campaka, Kabupaten Purwakarta, tanggal 16 Juni ( diakses pada tanggal 8 Juni 2011)

15 2 Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa pada tahun 2001 produksi buah-buahan Indonesia mencapai 9.5 juta ton. Sejak tahun tersebut produksi buah-buahan nasional cenderung meningkat hingga mencapai puncaknya pada tahun 2009, dengan tingkat produksi sebesar 18 juta ton dan mengalami penurunan pada tahun Pada tahun 2010 produksi buah-buahan nasional adalah sebesar 15 juta ton. Produksi (ton) 20,000,000 18,000,000 16,000,000 14,000,000 12,000,000 10,000,000 8,000,000 6,000,000 4,000,000 2,000, Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2011 (diolah) Gambar 1.1. Produksi Buah-buahan Indonesia Periode Melimpahnya produksi buah-buahan nasional tersebut di atas membuktikan betapa besarnya potensi Indonesia dalam produksi buah-buahan. Potensi besar tersebut terbentuk karena dukungan dari kekayaan sumberdaya alam dan iklim tropis yang kondusif. Dengan potensi seperti ini, maka sangatlah memungkinkan bagi Indonesia untuk menjadi negara yang tidak hanya mampu memenuhi sendiri kebutuhan buah-buahan masyarakatnya (swasembada), tetapi juga menjadi salah satu negara pengekspor besar buah-buahan. Bagi Indonesia, ekspor buah-buahan merupakan suatu hal yang penting, bukan hanya dari segi pemasukan devisa yang dibutuhkan untuk membiayai pembangunan nasional, tetapi juga untuk menciptakan lapangan kerja dan pendapatan bagi masyarakat yang sekarang ini sedang dilanda masalah pengangguran dan kemiskinan. Dengan dukungan sumber daya alam yang besar dan iklim yang kondusif, secara teoritis Indonesia mempunyai potensi yang besar untuk memanfaatkan pasar buah-buahan global untuk kemakmuran masyarakatnya

16 3 dengan mengekspor sebanyak-banyak buah-buahan. Namun, kelihatannya, Indonesia belum mampu memanfaatkan potensinya tersebut. Hal ini jelas terlihat dari data ekspor-impor buah-buahan Indonesia sebagaimana tercantum pada Tabel 1.1. Berdasarkan Tabel 1.1 tampak bahwa dalam periode nilai ekspor (inpayments) buah-buahan menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2008 merupakan puncak ekspor buah Indonesia. Akan tetapi, pada tahun berikutnya nilai ekspor buah-buahan Indonesia tiba-tiba menurun tiga belas persen dibanding tahun Sementara itu, nilai impor (outpayments) buah-buahan Indonesia justru terus meningkat dengan laju yang lebih cepat dibanding pertumbuhan ekspor. Dalam kurun waktu 2001 hingga 2010, neraca perdagangan Indonesia untuk buahbuahan selalu bernilai negatif. Bila pada tahun 2001 nilai impor buah-buahan Indonesia baru mencapai 142 juta US$, maka tahun 2010 nilainya telah menjadi juta US$. Sebagai akibatnya, dalam periode tersebut, defisit perdagangan buah-buahan Indonesia terus meningkat, dari 37.2 juta US$ menjadi juta US$. Peningkatan defisit neraca perdagangan terjadi pada tahun Pada tahun 2005, defisit hanya sebesar 11.3 juta US$, namun tahun berikutnya nilai defisit meningkat hingga 102 juta US$. Tabel 1.1. Volume, Nilai, dan Harga Ekspor-Impor Komoditas Buah-buahan Periode Volume (kg) Nilai (US$) Harga (US$) Tahun Trade Ekspor Impor Ekspor Impor Balance Ekspor Impor ,294, ,225, ,865, ,042,449 (37,177,290) ,358, ,019, ,332, ,671,690 (82,338,717) ,512, ,303, ,302, ,033,155 (46,730,672) ,637, ,778, ,970, ,363,160 (63,392,953) ,371, ,371, ,132, ,484,837 (11,352,622) ,640, ,398, ,808, ,843,604 (102,034,820) ,018, ,669, ,861, ,436,524 (155,574,788) ,805, ,422, ,103, ,972,763 (149,869,145) ,628, ,143, ,192, ,817,760 (345,624,979) ,705, ,287, ,906, ,386,591 (357,480,545) Sumber: Pusat Data dan Informasi Kementerian Perdagangan (Pusdatin Kemendag), 2012 (diolah)

17 4 Dengan pendekatan pembagian nilai terhadap volume, maka diperoleh harga untuk ekspor maupun impor buah-buahan. Dilihat dari sisi harga, harga impor jauh lebih mahal dibandingkan harga ekspor buah-buahan Indonesia, kecuali tahun Keadaan ini menunjukkan bahwa outpayments Indonesia yang demikian tinggi tidak hanya disebabkan karena peningkatan permintaan impor buah-buahan oleh masyarakat, tetapi juga oleh harganya yang relatif mahal. Meski permintaan ekspor buah-buahan Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, namun karena harganya yang relatif murah maka devisa yang diperoleh dari ekspor tidak mampu menutupi pengeluaran impor buah-buahan. Buah-buahan impor yang masuk ke Indonesia berasal dari empat mitra dagang utama, yaitu Amerika Serikat, Australia, China, dan Thailand. Negara China merupakan pemasok terbesar buah-buahan segar ke Indonesia (Tabel 1.2). Pada tahun 2010, China memberikan kontribusi sebesar 64 persen dalam impor buah-buahan Indonesia. Sedangkan Thailand yang menjadi mitra dagang kedua terbesar hanya memasok sekitar dua belas persen dari kebutuhan impor buahbuahan Indonesia (Pusdatin Kemendag, 2012). Tabel 1.2. Nilai Impor Buah-buahan untuk Indonesia Berdasarkan Asal Negara Outpayments (US$) Tahun Amerika Serikat Australia China Thailand ,686,190 11,813,686 52,744,319 12,570, ,617,189 17,527,957 86,741,450 27,640, ,153,261 14,266,629 77,712,937 24,511, ,658,289 16,792,075 85,162,384 35,550, ,336,391 13,089,772 98,952,732 33,670, ,519,339 18,437, ,417,314 52,743, ,782,275 18,033, ,373,214 88,946, ,188,314 20,685, ,006,497 81,535, ,609,875 25,303, ,996, ,288, ,012,135 19,466, ,592,747 99,071,559 Sumber: Pusdatin Kemendag, 2012(diolah) Berdasarkan Gambar 1.2 dapat diketahui bahwa impor buah-buahan Indonesia didominasi oleh apel, pear, dan quinces. Kelompok buah tersebut memang tidak termasuk buah-buahan tropis. Iklim Indonesia tidak cocok untuk

18 5 menanam komoditas tersebut sehingga produksi domestik relatif sedikit. Wajar jika nilai impornya paling tinggi dibanding impor jenis buah-buahan yang lain. 300,000,000 Nilai Impor (US$) 250,000, ,000, ,000, ,000,000 50,000, Tahun Dates, figs, pineapple, avocado, guava, fresh or dried Citrus fruit, fresh or dried Grapes, fresh or dried Apples, pears and quinces, fresh Fruits nes, fresh Sumber: UN Comtrade, 2012 (diolah) Gambar 1.2. Perkembangan Nilai Impor Indonesia untuk Lima Kelompok Buah-buahan Periode Namun, berdasarkan Gambar 1.2 juga diketahui nilai impor kedua terbesar berasal dari kelompok buah citrus. Kelompok ini mencakup buah-buahan sperti jeruk yang sebenarnya merupakan komoditas unggulan nasional yang melimpah produksinya di dalam negeri. Terdapat banyak sentra produksi jeruk lokal dengan berbagai varietas yang berbeda. Hal ini menyiratkan pesimisme terhadap kemampuan Indonesia merebut pangsa pasar buah-buahan di negara lain. Sebab, mempertahankan pasar dalam negerinya dari serangan buah impor sekalipun Indonesia tidak mempunyai kemampuan Perumusan Masalah Fakta-fakta riil dalam latar belakang masalah menunjukkan bahwa Indonesia bukannya menjadi pengekspor besar buah-buahan. Kenyataannya Indonesia telah menjadi negara pengimpor besar. Selain merupakan suatu hal yang paradoks mengingat potensinya yang besar dalam produksi buah-buahan, impor buah-buahan tersebut telah semakin membebani perekonomian nasional sehingga perlu segera dikendalikan. Sebab, impor buah-buahan tidak hanya

19 6 menguras devisa yang dibutuhkan untuk mendanai pembangunan nasional, tetapi juga mengambil kesempatan kerja dan pendapatan yang semestinya tersedia bagi produsen buah lokal dan para pekerjanya. Padahal, sekarang ini Indonesia sedang berjuang mengatasi kemiskinan yang populasinya lebih dari 31 juta orang (BPS, 2010). Oleh karena itu, dalam konteks perdagangan internasional buah-buahan, tantangan yang paling mendesak bagi Indonesia sekarang ini adalah bagaimana mengendalikan laju impor buah-buahan yang semakin membebani perekonomian nasional. Pengendaliannya dapat dilakukan hanya bila diketahui dan dipahami faktor-faktor apa yang menggerakkan outpayments buah-buahan oleh masyarakat Indonesia. Negara-negara di dunia termasuk Indonesia menjalin kerjasama perdagangan antar negara pada era perdagangan bebas saat ini. Tujuan dari kerjasama tersebut ialah untuk meminimalkan bahkan mengeliminasi hambatan perdagangan. Salah satu bentuk hambatan perdagangan yang dimaksud adalah tarif bea masuk. Sebelum adanya hasil Putaran Uruguay pada tahun 1994, sektor pertanian negara berkembang umumnya diproteksi dengan tarif yang begitu tinggi. Namun, setelah ditandatanganinya Agreement on Agriculture (AoA) yang merupakan salah satu persetujuan hasil Putaran Uruguay, maka negara-negara anggota WTO menyepakati penurunan tarif komoditas pertanian. Di samping itu, kesepakatan yang dihasilkan oleh Putaran Uruguay ialah paket tarifikasi, yaitu penggantian kebijakan-kebijakan non-tarif produk pertanian menjadi kebijakan tarif yang memberikan tingkat proteksi yang sama (Deplu, 2004). Penurunan tarif bertujuan untuk meningkatkan akses pasar antar negara anggota WTO. Tarif berdampak pada harga impor yang diterima masyarakat. Oleh karena itu, outpayments akan tergantung pada seberapa besar pengaruh tarif yang dibebankan pada komoditas impor. Selama periode , pemerintah Indonesia melakukan berbagai perubahan dalam penetapan tarif impor buah-buahan. Pada masa , tarif impor buah-buahan relatif tinggi, yaitu sekitar persen. Namun, setelah periode tersebut, tarif pun diturunkan ke lima persen untuk negara-negara yang termasuk kategori MFN. Sementara itu, pada tahun 2005 tarif impor buah-buahan

20 7 asal China maupun negara ASEAN bahkan telah menjadi nol persen sebagai bentuk komitmen kesepakatan perdagangan bebas regional, CAFTA. Keadaan ini akan semakin meningkatkan laju permintaan masyararakat Indonesia terhadap buah-buahan impor. Dengan demikian, pertanyaan relevan yang perlu dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana dampak pengenaan tarif impor terhadap outpayments buah-buahan Indonesia? Selain tarif impor, faktor apa saja yang juga memengaruhi outpayments? Kemudian, kebijakan apa yang perlu diambil pemerintah guna mengendalikan laju peningkatan outpayments buah-buahan oleh masyarakat Indonesia? 1.3. Tujuan Penulisan Pada hakikatnya penelitian ini dimaksudkan untuk memberi jawaban atas ketiga permasalahan tersebut di atas. Oleh karena itu, sebagaimana tersirat dari rumusan masalah penelitian di atas, maka penelitian ini mempunyai tiga tujuan yang saling terkait, yaitu 1. Menganalisis dampak pengenaan tarif impor terhadap outpayments buahbuahan Indonesia. 2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi outpayments buah-buahan Indonesia selain tarif impor 3. Merumuskan kebijakan untuk mengendalikan tingginya outpayments buah-buahan oleh masyarakat Indonesia Lingkup Penelitian Penelitian ini menganalisis outpayments buah-buahan Indonesia dengan empat mitra dagang utamanya, yaitu Amerika Serikat, Australia, China, dan Thailand. Keempat negara tersebut merupakan eksportir buah-buahan terbesar ke Indonesia. Periode analisis selama lima belas tahun, terhitung dari tahun 1996 hingga tahun 2010.

21 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Outpayments dan Hubungannya dengan Elastisitas Permintaan (Harga) dan Elastisitas Pendapatan Outpayments merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk pada nilai impor. Besaran outpayments ditentukan oleh perkalian antara harga barang (P) yang diimpor dengan kuantitas permintaannya (Q). Jadi, pada hakekatnya, outpayments sama dengan total revenue (TR) atau penerimaan total eksportir. Dengan asumsi bahwa kurva permintaan mempunyai slope bernilai negatif (< 0), kenaikan harga (P) akan mengakibatkan penurunan permintaan (Q) dan sebaliknya, penurunan harga (P) akan mengakibatkan peningkatan permintaan (Q). Namun, dampak dari perubahan harga (P) tersebut terhadap total pengeluaran konsumen (TE) ditentukan oleh sifat dari elastisitas permintaan terhadap harga (Nicholson, 1989). Elastisitas harga mengukur tingkat kepekaan permintaan suatu komoditas (Q) akibat perubahan harganya (P). Elastisitas harga dinyatakan dalam persamaan: e Q,P = % Q % P = Q/Q P/P = Q P P Q... (1) Oleh karena permintaan berhubungan negatif terhadap harga, maka nilai elastisitas pun dalam bentuk negatif. Permintaan suatu barang dikatakan elastis apabila persentase perubahan permintaan lebih besar daripada persentase perubahan harganya, atau e Q,P -1. Pada barang yang elastis, kenaikan harga sebesar satu persen akan menurunkan permintaannya lebih dari satu persen. Sebaliknya, jika permintaan terhadap komoditas tidak begitu responsif (inelastis) terhadap perubahan harga, maka angka elastisitasnya akan lebih besar daripada 1. Namun, apabila persentase perubahan harga suatu barang sama dengan persentase perubahan permintaan yang diakibatkannya (e Q,P -1, maka permintaan barang tersebut dikatakan unit elastic (Nicholson, 1989). Berdasarkan teori bila permintaannya bersifat inelastis (e Q,P > -1), peningkatan harga (P) akan justru mengakibatkan peningkatan total penerimaan

22 9 eksportir. Sebaliknya, bila permintaannya bersifat elastis (e Q,P < -1), maka peningkatan harga (P) akan mengakibatkan penurunan total penerimaan (TR) eksportir (Nicholson, 1989). Dengan kata lain, outpayments buah-buahan Indonesia akan meningkat sejalan dengan kenaikan harganya bila permintaan impornya bersifat inelastis. Sebaliknya, kenaikan harga akan mengakibatkan outpayments buah-buahan Indonesia akan turun bila permintaan impornya bersifat elastis. Perubahan pendapatan konsumen (I) adalah faktor lain yang dapat memengaruhi total penerimaan eksportir (TR). Seperti halnya dengan pengaruh perubahan harga, pengaruh perubahan pendapatan terhadap total penerimaan eksportir juga dapat diketahui dari besarnya nilai elastisitas pendapatan. Elastisitas pendapatan mengukur seberapa besar persentase perubahan permintaan akibat perubahan pendapatan sebesar satu persen. Elastisitas pendapatan dirumuskan sebagai berikut: e Q,I = % Q = Q/Q = Q % I I/I I I Q... (2) Berdasarkan teori, barang normal mempunyai elastisitas pendapatan bernilai positif (e Q,I >0). Artinya, ketika pendapatan konsumen meningkat, maka permintaan konsumen tersebut terhadap suatu komoditas akan meningkat pula. Khusus untuk barang dengan elastisitas pendapatan lebih besar dari 1, dapat dikatakan bahwa barang tersebut termasuk barang mewah (Nicholson, 1989). Persentase peningkatan permintaan barang mewah akan jauh melebihi persentase peningkatan pendapatannya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa untuk barang normal dan barang mewah, maka peningkatan pendapatan konsumen akan mengakibatkan peningkatan penerimaan eksportir untuk barang tersebut. Sementara itu, jika elastisitas pendapatan negatif, maka barang tergolong inferior. Peningkatan pendapatan justru akan menurunkan permintaan terhadap komoditas tersebut (Nicholson, 1989). Dengan demikian, dalam kasus barang inferior, kenaikan pendapatan konsumen justru akan menurunkan penerimaan eksportir terhadap barang tersebut.

23 Faktor-faktor yang Memengaruhi Outpayments Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi outpayments, di antaranya sebagai berikut: Tarif Impor Pada kenyataannya harga impor yang diterima masyarakat tidak sertamerta merupakan harga keseimbangan yang terjadi di pasar internasional. Negara terkadang membebankan tarif bagi beberapa komoditas tertentu. Tarif merupakan salah satu instrumen yang seringkali digunakan pemerintah dalam mengatur perdagangan lintas negara. Tarif impor adalah pajak yang dibebankan terhadap komoditas yang diimpor dari negara lain. Terdapat beberapa jenis tarif berdasarkan perhitungannya, yaitu tarif ad valorem, spesifik, dan gabungan. Tarif ad valorem dihitung berdasarkan persentase tertentu terhadap nilai impor. Sedangkan tarif spesifik ditentukan sebagai beban tetap per unit produk impor. Adapun tarif campuran merupakan gabungan dari kedua tarif yang dijelaskan sebelumnya (Salvatore, 1997). Umumnya, tarif yang dibebankan pada produk pertanian impor berupa tarif ad valorem. Pada era perdagangan bebas sekarang ini, sebagian negara masih memproteksi komoditas pertaniannya, seperti buah-buahan. Tujuan pemberlakuan kebijakan tersebut ialah guna melindungi sektor pertanian domestik. Harga komoditas impor yang relatif lebih murah dibandingkan komoditas serupa di dalam negeri menyebabkan masyarakat secara rasional akan memilih mengonsumsi produk impor ketimbang domestik. Dampaknya, sektor domestik akan mengalami keterpurukan dan neraca pembayaran negara pun akan mengalami defisit. Ketika pemerintah membebankan tarif impor terhadap komoditas buahbuahan yang masuk ke Indonesia, maka tindakan tersebut tidak akan berdampak signifikan pada harga impor buah-buahan dunia. Sebab, Indonesia merupakan small country dalam perdagangan internasional buah-buahan. Seperti yang terlihat pada Tabel 2.1, share impor buah-buahan Indonesia terhadap total impor dunia amat kecil, bahkan tidak mencapai satu persen. Oleh karena itu, pengaruh penetapan tarif impor yang dilakukan Indonesia hanya akan meningkatkan harga buah-buahan impor di Indonesia.

24 11 Kenaikan harga yang diakibatkan oleh pembebanan tarif impor tersebut diharapkan akan mendorong konsumen Indonesia untuk menurunkan permintaan impor buah-buahan. Mengingat outpayments merupakan perkalian antara harga impor dengan kuantitasnya, maka pembebanan tarif impor akan menurunkan outpayments. Pengaruh pemberlakuan tarif impor terhadap outpayments dapat dijelaskan dengan lebih mudah melalui pendekatan grafis (Gambar 2.1). Tabel 2.1. Share Outpayments Buah-buahan Indonesia terhadap Dunia Tahun Outpayments (US$) Indonesia Dunia Share ,042,449 32,865,088, % ,671,690 35,837,533, % ,033,155 42,732,799, % ,363,160 48,428,642, % ,484,837 54,355,331, % ,843,604 59,419,827, % ,436,524 68,311,123, % ,972,763 78,372,858, % ,817,760 73,175,649, % ,386,591 80,055,507, % Sumber: UN Comtrade, 2012 (diolah) Hal pertama yang harus diperhatikan adalah diasumsikan Indonesia sebagai penerima harga (price taker). Asumsi ini didasarkan pada fakta bahwa kontribusi Indonesia di pasar impor buah global relatif kecil. Dengan bertitik-tolak pada asumsi ini, maka kurva supply buah-buahan impor yang dihadapi Indonesia garis horizontal (lihat Gambar 2.1). Misalkan, kondisi keseimbangan pasar internasional terjadi pada titik a yang merupakan perpotongan antara demand (D w ) dan supply (S w ) buah di pasar internasional (Gambar 2.1). Pada titik keseimbangan tersebut harga yang terbentuk di pasar internasional ialah sebesar P w dan kuantitasnya ialah sebesar Q w. Harga tersebut menjadi kurva supply impor yang dihadapi pasar dalam negeri Indonesia, sebelum penerapan tarif impor oleh pemerintah Indonesia. Jadi, kuantitas buah yang diimpor domestik pada harga P w adalah sebesar Q 1, sehingga pengeluaran konsumen domestik ialah sebesar P w Q 1 yang

25 12 ditunjukkan oleh daerah OQ 1 bp w. Pengeluaran konsumen domestik tersebut seluruhnya menjadi penerimaan bagi eksportir (outpayments). Kemudian, misalkan, pemerintah menerapkan kebijakan tarif impor pada buah-buahan sebesar t untuk mengendalikan outpayments buah-buahan. Pembebanan tarif impor terhadap buah ditunjukkan oleh pergeseran ke atas kurva supply di pasar domestik menjadi S w+t yang mengakibatkan terjadinya peningkatan harga impor menjadi P 2. Kenaikan harga impor menyebabkan penurunan jumlah permintaan impor masyarakat menjadi Q 2. Akibatnya, pengeluaran konsumen domestik menjadi sebesar P 2 Q 2 yang ditunjukkan oleh daerah OQ 2 cp 2. Akan tetapi, pengeluaran konsumen tersebut tidak seluruhnya menjadi penerimaan eksportir, sebab harga impor yang dibayarkan konsumen termasuk tarif. Penerimaan dari tarif impor sebesar (P 2 - P w ) Q 2 akan masuk ke dalam kas negara. Dengan demikian, penerimaan yang diterima eksportir hanya sebesar daerah OQ 2 ep w atau dengan kata lain outpayments akan menurun jika buah impor dikenai tarif. P P S W P 2 c S W+t P W a P w = P 1 e b S W O Q w D W Q O Q 2 Q 1 D Ind Q Pasar Internasional Pasar Domestik Gambar 2.1. Dampak Pemberlakuan Tarif Impor Nilai Tukar Mengingat adanya keterbatasan data harga impor, maka nilai tukar dapat digunakan sebagai pendekatan dalam menganalisis faktor yang memengaruhi outpayments. Ketika melakukan perdagangan dengan negara luar, maka dibutuhkan mata uang negara tersebut agar transaksi dapat berjalan lancar.

26 13 Perbandingan antara harga mata uang domestik terhadap harga mata uang luar negeri disebut nilai tukar nominal (kurs nominal). Besarnya nilai tukar berfluktuasi dari waktu ke waktu tergantung kekuatan permintaan dan penawaran mata uang di pasar valuta asing. Dalam kaitannya untuk mengkaji dampak volatilitas nilai tukar terhadap outpayments, maka nilai tukar yang digunakan sebagai proxy ialah nilai tukar riil (kurs riil). Variabel ini mengukur rasio harga produk luar negeri terhadap harga produk serupa di dalam negeri dalam mata uang luar negeri (McTaggart, Findlay, dan Parkin, 1996). Nilai tukar riil dapat dinyatakan dalam persamaan berikut: e P*/P)... (3) dimana: = kurs riil e = kurs nominal P = harga barang domestik P* = harga barang luar negeri Outpayments umumnya dinyatakan dalam mata uang dollar Amerika Serikat yang dijadikan mata uang yang berlaku dalam perdagangan internasional. Apabila kurs rupiah Indonesia dengan dollar Amerika Serikat sebesar Rp 9.000,00 per US$, maka untuk memperoleh US$ 1 diperlukan mata uang domestik sebesar Rp 9.000,00. Jika terjadi depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, diperlukan lebih dari Rp 9.000,00 untuk memperoleh US$1. Hal yang sebaliknya dinamakan apresiasi kurs, yaitu penguatan nilai tukar domestik terhadap mata uang domestik. Pengaruh nilai tukar riil terhadap outpayments tergantung dari elastisitas permintaan komoditas terhadap harganya. Depresiasi rupiah akan menyebabkan harga komoditas domestik lebih murah dibandingkan dengan harga komoditas serupa yang didatangkan dari Amerika Serikat dalam satuan rupiah. Misalkan, awalnya kurs berada pada posisi Rp 9.000,00/US$. Harga komoditas X di Indonesia senilai Rp ,00, sedangkan di Amerika Serikat harganya hanya sebesar US$ 1 atau Rp 9.000,00. Dengan asumsi tidak ada pengaruh biaya transportasi, masyarakat Indonesia lebih memilih mengimpor komoditas X dari Amerika Serikat karena harganya relatif murah.

27 14 Kemudian, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat melemah menjadi Rp ,00/US$. Harga komoditas X di masing-masing negara tetap dalam satuan mata uang yang berlaku di negara tersebut. Akibatnya, harga X di Amerika Serikat yang seharga US$ 1 akan menjadi relatif lebih mahal dibandingkan harga X di domestik. Harga impor X akan menjadi Rp ,00. Depresiasi menyebabkan penurunan permintaan impor X oleh masyarakat Indonesia. Dampak depresiasi nilai tukar terhadap outpayments memiliki dua kemungkinan. Jika komoditas yang dikonsumsi merupakan barang yang elastis terhadap harga, maka depresiasi nilai rupiah terhadap dollar Amerika Serikat akan menurunkan outpayments. Hal ini disebabkan persentase peningkatan harga impor jauh lebih kecil dibandingkan persentase penurunan jumlah permintaan komoditas tersebut. Beda halnya apabila produk impor tersebut merupakan barang yang bersifat inelastis terhadap harga. Depresiasi nilai tukar menyebabkan penurunan kuantitas permintaan relatif kecil dibandingkan persentase peningkatan harga impornya. Akibatnya, outpayments barang inelastis akan meningkat jika terjadi depresiasi nilai tukar Pendapatan Riil per Kapita Jumlah permintaan impor masyarakat juga ditentukan oleh besarnya pendapatan yang dimilikinya (McTaggart, Findlay, dan Parkin, 1996). Pada penelitian ini, proxy pendapatan yang digunakan adalah pendapatan riil per kapita per tahun. Ketika pendapatan riil per kapita nasional meningkat, maka jumlah uang yang siap dibelanjakan masyarakat pun meningkat. Dengan asumsi buahbuahan impor sebagai barang normal, peningkatan pendapatan menyebabkan masyarakat dapat meningkatkan konsumsinya. Peningkatan konsumsi masyarakat secara keseluruhan menyebabkan peningkatan permintaan terhadap suatu komoditas secara agregat. Gejala meningkatnya impor Indonesia ditandai oleh adanya tren peningkatan pertumbuhan ekonomi sejak tahun 2000 rata-rata lima persen (BPS, 2012). Pertumbuhan ekonomi yang positif meningkatkan pendapatan per kapita Indonesia. Gambar 2.2 menunjukkan adanya tren positif pada pendapatan riil per

28 15 kapita dengan tahun dasar Pada saat terjadi krisis moneter tahun 1997, pendapatan riil per kapita sempat anjlok hingga persen. Pada masa tersebut, pendapatan riil per kapita Indonesia hanya sekitar 6.32 juta rupiah per tahun atau setara dengan ribu rupiah. Perekonomian kembali memulih pada tahun Keadaan ini terlihat dari adanya peningkatan pendapatan per kapita riil Indonesia secara terus-menerus sejak tahun Pada tahun 2000, pendapatan riil per kapita Indonesia sebesar 6.51 juta rupiah per tahun. Pendapatan riil per kapita Indonesia terus meningkat dan pertumbuhan nilai tertinggi terjadi pada tahun 2007 dengan angka pertumbuhan sebesar 5.18 persen. Pada tahun 2007, pendapatan riil per kapita Indonesia per tahun telah mencapai 8.45 juta rupiah per tahun. Bahkan pada tahun 2010, nilai pendapatan riil per kapita Indonesia per tahun hampir mendekati sepuluh juta rupiah. Pendapatan per Kapita (Rp/tahun) Tahun Sumber: World Bank, 2012 (diolah) Gambar 2.2. Tren Pendapatan Riil per Kapita Indonesia Periode (Tahun Dasar = 2000) Sejalan dengan kenaikan pendapatan riil per kapita tersebut, menurut laporan World Bank (2010), pada tahun 2010 jumlah kelas menengah di Indonesia telah mencapai 56.5 persen dari total penduduk Indonesia atau sekitar 134 juta jiwa. Padahal, pada tahun 2003 kelas menengah hanya mencakup 37.7 persen penduduk. World Bank mendefinisikan kelas menengah sebagai kelompok masyarakat yang berpenghasilan sebesar US$ 2 hingga US$ 20 per hari.

29 16 Pertumbuhan kelas menengah di Indonesia menjadikan Indonesia sebagai pasar potensial buah-buahan impor yang eksotis. Bagi konsumen kelas tersebut, harga produk bukan lagi pertimbangan utama dalam menentukan pilihan konsumsi. Masyarakat kelas menengah tersebut lebih mengutamakan kualitas dan prestise yang umumnya melekat pada produk-produk impor. Hal ini akan berdampak pada peningkatan outpayments impor buah-buahan Indonesia Penelitian Terdahulu Penelitian terkait impor telah dilakukan sebelumnya oleh Santos-Paulino dan Thirlwall (2004). Kedua penulis menggunakan analisis data panel dinamis dalam mengestimasi efek liberalisasi perdagangan terhadap ekspor, impor, neraca perdagangan, dan neraca pembayaran di negara-negara berkembang. Data panel yang digunakan melibatkan 22 negara dengan periode analisis dari tahun 1972 hingga Dampak liberalisasi diukur melalui dua indikator, yaitu variabel tingkat bea masuk dan variabel dummy untuk tahun berjalannya liberalisasi perdagangan. Hasil penelitian Santos-Paulino dan Thirlwall untuk analisis impor menunjukkan bahwa bea masuk secara signifikan pada taraf nyata lima persen berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan impor. Selain itu, liberalisasi perdagangan berdampak positif terhadap pertumbuhan impor. Variabel dummy tersebut signifikan pada taraf nyata satu persen dan nilai koefisiennya lebih besar dibandingkan variabel tingkat bea masuk. Selain itu dari hasil penelitian didapatkan pula bahwa efek perubahan bea masuk dan liberalisasi perdagangan terhadap pertumbuhan impor lebih besar pada negara dengan tingkat proteksi yang tinggi, seperti Indonesia. Kesimpulan dari penelitian Santos-Paulino dan Thirlwall ialah liberalisasi perdagangan meningkatkan laju pertumbuhan impor lebih cepat dibandingkan pertumbuhan ekspornya sehingga memperburuk neraca pembayaran dan perdagangan. Penggunaan istilah outpayments sebagai nilai impor diperkenalkan oleh Bahmani-Oskooee, et al (2005). Pada penelitian tersebut dianalisis sensitivitas inpayments dan outpayments Inggris terhadap nilai poundsterling. Bahmani- Oskooee, et al memilih membangun model yang menghubungkan langsung nilai

30 17 ekspor ataupun impor dengan nilai tukar. Sebab analisis ekspor dan impor yang telah banyak dilakukan saat ini menggunakan pendekatan elastistisitas yang memiliki kendala dalam pemerolehan data harga ekspor dan impor yang umumnya terbatas. Estimasi dilakukan menggunakan data perdagangan bilateral untuk menghindari aggregation bias. Terdapat 20 negara mitra dagang Inggris yang dianalisis dengan periode analisis data dari tahun kuartal I-1973 hingga kuartal IV Metode penelitian menggunakan analisis kointegrasi dan errorcorrection model dengan pendekatan Autoregressive Distributed Lag (ARDL). Hasil analisis menunjukkan bahwa inpayments Inggris tidak sensitif terhadap nilai tukar, beda halnya dengan outpayments. Depresiasi poundsterling menurunkan outpayments Inggris dari tiga belas negara mitra dagang utamanya. Keterbatasan dari penelitian ini adalah data perdagangan yang digunakan merupakan data agregat, bukan data yang telah dipilah berdasarkan jenis komoditasnya. Maria Cortes (2007) melakukan penelitian terkait outpayments dengan tujuan untuk mengetahui ada-tidaknya hubungan jangka panjang antara nilai impor bilateral antara Australia dan Kolombia dengan nilai tukar riil, pendapatan, populasi, dan keterbukaan yang diproksi dengan pertumbuhan total impor. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh potensi hubungan perdagangan bilateral antara Kolombia dan Australia yang belum tergarap secara maksimal. Periode analisis data yang dilakukan Cortes (2007) ialah 46 tahun, yaitu dari tahun 1960 hingga Metode analisis yang digunakan adalah kointegrasi dan error correction model. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan keseimbangan jangka panjang antara nilai impor Kolombia dari Australia dengan nilai tukar riil dan pendapatan dan total impor Kolombia. Sedangkan nilai impor Australia dari Kolombia terkointegrasi dengan pendapatan masing-masing negara dan populasi Kolombia. Dengan demikian, kesimpulan penelitian ialah adanya peluang peningkatan perdagangan antara dua negara tersebut. Hingga saat ini, penelitian terkait outpayments masih jarang dilakukan. Kebanyakan penelitian terkait impor masih menggunakan pendekatan elastisitas, seperti penelitian Wijeera, et al (2008). Penelitian tersebut menganalisis elastistisitas permintaan impor bilateral Bangladesh dengan enam negara mitra

31 18 dagang utama dalam kurun waktu Wijeera, et al (2008) menggunakan nilai tukar riil sebagai pendekatan terhadap harga relatif dan pendapatan riil nasional untuk estimasi volume impor Bangladesh. Variabel dummy tarif juga dimasukkan untuk melihat dampak liberalisasi perdagangan terhadap permintaan impor. Analisis elastistas permintaan impor Bangladesh tersebut menggunakan metode kointegrasi Engle-Granger. Hasilnya ialah hanya impor dari negara India dan Amerika Serikat saja yang memiliki elastistas permintaan terhadap harga negatif. Artinya, depresiasi taka menyebabkan penurunan volume impor dari kedua negara tersebut. Adapun variabel pendapatan secara signifikan memengaruhi impor dengan nilai elastisitas positif hanya untuk produk dari Malaysia. Selain itu hasil penelitian juga menujukkan bahwa tarif impor secara signifikan berkorelasi negatif terhadap permintaan impor Bangladesh. Adapun penelitian yang terbaru dipublikasikan mengenai inpayments. Penelitian yang dilakukan oleh Madani dan Mas-Guix (2011) mengkaji efektivitas Motor Industri Development Program (MIDP) terhadap kinerja ekspor sektor otomotif di Afrika Selatan. MIDP dilaksanakan pada tahun 1995 dan merupakan suatu program pemberian insentif pajak bagi sektor otomotif yang berorientasi ekspor dalam rangka meningkatkan daya saingnya dalam perdagangan bebas. Kedua peneliti tersebut menggunakan total nilai ekspor riil otomotif sebagai indikator kinerja ekspor. Analisis dilakukan dengan metode Difference-in- Difference dalam bentuk panel yang dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah untuk analisis komparatif antara subsektor ekspor manufaktur Afrika Selatan. Terakhir, analisis untuk membandingkan perbedaan kinerja ekspor otomotif Afrika Selatan dengan negara eksportir otomotif lainnya pada periode Estimator Difference-in-Difference pada kedua analisis ditunjukkan oleh koefisien dummy untuk sektor otomotif pada tahun setelah 1995, yaitu tahun telah berlangsungnya program. Angka koefisien tersebut menginterpretasikan respons nilai ekspor total manufaktur dan ekspor otomotif terhadap perubahan insentif pajak ekspor. Dari hasil analisis penelitian diperoleh bahwa MIDP secara signifikan berdampak positif terhadap kinerja ekspor otomotif Afrika Selatan.

32 19 Respons terbesar ekspor otomotif akibat adanya insentif pajak baru terlihat pada beberapa tahun setelah implementasi program. Selain itu, penelitian juga menunjukkan bahwa efektivitas insentif pajak berkurang seiring berjalannya waktu karena hanya memengaruhi keputusan bisnis dalam jangka pendek (Madani dan Mas-Guix, 2011) Kebijakan Impor Buah di Indonesia Meningkatnya aliran buah-buahan asal luar negeri ke Indonesia tak lepas dari semakin longgarnya kebijakan impor buah yang ditetapkan pemerintah. Keadaan ini dimulai sejak dikeluarkannya Paket Deregulasi Juni tahun 1991 yang menyebabkan impor buah-buahan menjadi relatif bebas. Dengan adanya paket deregulasi tersebut maka SK Menteri Perdagangan dan Koperasi No. 505/1982 mengenai pembatasan impor komoditas hortikultura dicabut. Importir bebas memasok buah dari luar ke Indonesia, namun impor tersebut dikenakan bea masuk sekitar dua puluh persen. Meskipun demikian, paket deregulasi tersebut secara nyata meningkatkan volume impor buah-buahan Indonesia. Pada tahun 1990, Indonesia hanya mengimpor sekitar juta kilogram buah-buahan. Namun, pada tahun 1992, terjadi kenaikan volume impor hampir 169 persen dibanding dua tahun sebelumnya. Pada kurun waktu , tarif buah-buahan yang ditetapkan pemerintah bagi Most Favoured Nation (MFN) sekitar persen. Akan tetapi, setelah era reformasi pada tahun 1998, kebijakan perdagangan internasional Indonesia mulai dilonggarkan. Pada tahun tersebut, tarif impor buah-buahan dari MFN diturunkan menjadi lima persen untuk semua jenisnya. Pada tanggal 4 November 2002, Indonesia bersama negara ASEAN lainnya menandatangani Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation dengan China. Kerjasama dilakukan untuk menciptakan kawasan perdagangan bebas dan peningkatan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan China. Salah satu upaya awal perwujudan liberalisasi perdagangan tersebut ialah dengan penurunan tarif di seluruh sektor perdagangan secara bertahap mulai 1 Januari Komoditas buah-buahan termasuk ke dalam kategori Early Harvest Program yang mengalami penurunan tarif bertahap hingga menjadi nol persen

I. PENDAHULUAN. 1 Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun

I. PENDAHULUAN. 1 Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Buah merupakan salah satu komoditas pangan penting yang perlu dikonsumsi manusia dalam rangka memenuhi pola makan yang seimbang. Keteraturan mengonsumsi buah dapat menjaga

Lebih terperinci

e Q,P = % Q TINJAUAN PUSTAKA

e Q,P = % Q TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Outpayments dan Hubungannya dengan Elastisitas Permintaan (Harga) dan Elastisitas Pendapatan Outpayments merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk pada nilai impor. Besaran

Lebih terperinci

IV. PERKEMBANGAN IMPOR BUAH-BUAHAN DI INDONESIA

IV. PERKEMBANGAN IMPOR BUAH-BUAHAN DI INDONESIA IV. PERKEMBANGAN IMPOR BUAH-BUAHAN DI INDONESIA 4.1. Tren Perdagangan Indonesia pada Komoditas Buah-Buahan Selama periode -2010, Indonesia terus meningkatkan aktivitas perdagangan internasional. Seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH EKSPOR-IMPOR KOMODITAS PANGAN UTAMA DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP NERACA PERDAGANGAN INDONESIA OLEH Y U S U F H

ANALISIS PENGARUH EKSPOR-IMPOR KOMODITAS PANGAN UTAMA DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP NERACA PERDAGANGAN INDONESIA OLEH Y U S U F H ANALISIS PENGARUH EKSPOR-IMPOR KOMODITAS PANGAN UTAMA DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP NERACA PERDAGANGAN INDONESIA OLEH Y U S U F H14103064 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian dunia mulai mengalami liberalisasi perdagangan ditandai dengan munculnya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada tahun 1947 yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang selalu ingin menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui usahausahanya dalam membangun perekonomian.

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H14104036 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

PENINGKATAN EKSPOR CPO DAN KAKAO DI BAWAH PENGARUH LIBERALISASI PERDAGANGAN (SUATU PENDEKATAN MODEL GRAVITASI) OLEH MARIA SITORUS H

PENINGKATAN EKSPOR CPO DAN KAKAO DI BAWAH PENGARUH LIBERALISASI PERDAGANGAN (SUATU PENDEKATAN MODEL GRAVITASI) OLEH MARIA SITORUS H PENINGKATAN EKSPOR CPO DAN KAKAO DI BAWAH PENGARUH LIBERALISASI PERDAGANGAN (SUATU PENDEKATAN MODEL GRAVITASI) OLEH MARIA SITORUS H14050818 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12.

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12. 54 V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA 5.1 Perkembangan Produksi Teh Indonesia Perkembangan produksi teh Indonesia selama 1996-2005 cenderung tidak mengalami perubahan yang begitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM 7.1. Dampak Kenaikan Pendapatan Dampak kenaikan pendapatan dapat dilihat dengan melakukan simulasi

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BATUBARA INDONESIA DI PASAR JEPANG OLEH ROCHMA SUCIATI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BATUBARA INDONESIA DI PASAR JEPANG OLEH ROCHMA SUCIATI H i ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BATUBARA INDONESIA DI PASAR JEPANG OLEH ROCHMA SUCIATI H14053157 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara,

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam perjalanan waktu yang penuh dengan persaingan, negara tidaklah dapat memenuhi sendiri seluruh kebutuhan penduduknya tanpa melakukan kerja sama dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan

Lebih terperinci

PERNYATAAN ORISINALITAS...

PERNYATAAN ORISINALITAS... Judul : PENGARUH KURS DOLLAR AMERIKA SERIKAT, LUAS AREA BUDIDAYA, INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR, JUMLAH PRODUKSI TERHADAP EKSPOR UDANG INDONESIA TAHUN 2000-2015 Nama : I Kadek Widnyana Mayogantara NIM

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BAWANG PUTIH IMPOR DI INDONESIA. Oleh: JUMINI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BAWANG PUTIH IMPOR DI INDONESIA. Oleh: JUMINI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BAWANG PUTIH IMPOR DI INDONESIA Oleh: A 14105565 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan sebuah negara. Hal ini serupa dengan pendapat yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan sebuah negara. Hal ini serupa dengan pendapat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perdagangan Internasional merupakan salah satu kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan sebuah negara. Hal ini serupa dengan pendapat yang disampaikan Salvatore

Lebih terperinci

ANALISIS INFLASI DI INDONESIA DARI SISI PERMINTAAN UANG OLEH NOVA MARDIANTI H

ANALISIS INFLASI DI INDONESIA DARI SISI PERMINTAAN UANG OLEH NOVA MARDIANTI H ANALISIS INFLASI DI INDONESIA DARI SISI PERMINTAAN UANG OLEH NOVA MARDIANTI H14102107 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN NOVA MARDIANTI. Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan negara karena setiap negara membutuhkan negara lain untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey

Lebih terperinci

RINGKASAN PENGARUH DAYA SAING REGIONAL TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI INDONESIA: ANALISIS DATA PANEL

RINGKASAN PENGARUH DAYA SAING REGIONAL TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI INDONESIA: ANALISIS DATA PANEL RINGKASAN PENGARUH DAYA SAING REGIONAL TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI INDONESIA: ANALISIS DATA PANEL Peningkatan kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan utama dari sebuah proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perekonomian dalam perdagangan internasional tidak lepas dari negara yang menganut sistem perekonomian terbuka. Apalagi adanya keterbukaan dan liberalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan tersebut atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional.

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan tersebut atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu negara yang memiliki rasa ketergantungan dari negara lainnya, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dirasa tidaklah mencukupi, apabila hanya mengandalkan sumber

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta. Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta. Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil yang tercantum pada Tabel 6.1. Koefisien determinan (R 2 ) sebesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan Indonesia dalam era perdagangan bebas mempunyai peluang yang cukup besar. Indonesia merupakan negara bahari yang sangat kaya dengan potensi perikananan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat menutup diri terhadap

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat menutup diri terhadap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat menutup diri terhadap hubungan kerjasama antar negara. Hal ini disebabkan oleh sumber daya dan faktor produksi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam Iaju yang semakin pesat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat subur dan memiliki iklim yang baik untuk perkebunan tebu. Kepala Pusat

BAB I PENDAHULUAN. sangat subur dan memiliki iklim yang baik untuk perkebunan tebu. Kepala Pusat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia merupakan negara yang mempunyai kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Hal ini terbukti dengan keadaan tanah Indonesia yang sangat subur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan dengan mengurangi atau menghapuskan hambatan perdagangan secara diskriminatif bagi negara-negara

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Dasar Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional adalah teori yang menganalisis dasardasar terjadinya perdagangan internasional

Lebih terperinci

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA 6.1 Pengujian Asumsi Gravity model aliran perdagangan ekspor komoditas kepiting Indonesia yang disusun dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria pengujian asumsi-asumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu Terdapat penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan topik dan perbedaan objek dalam penelitian. Ini membantu penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan tersebut sangat terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut setiap manusia tidak dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah)

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus terhadap pembangunan nasional. Menurut data Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekspor merupakan salah satu bagian penting dalam perdagangan internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan sebagai total penjualan barang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah-buahan merupakan sumber vitamin A, C, serat, dan mineral yang sangat berguna sebagai zat pengatur tubuh manusia. Vitamin dan mineral yang banyak terkandung dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN

3 KERANGKA PEMIKIRAN 19 3 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Perdagangan Internasional Pola perdagangan antar negara disebabkan oleh perbedaan bawaan faktor (factor endowment), dimana suatu negara akan mengekspor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang dibudidayakan dalam hortikultura meliputi buah-buahan, sayur-sayuran,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis, oleh karena itu Indonesia memiliki keanekaragaman buah-buahan tropis. Banyak buah yang dapat tumbuh di Indonesia namun tidak dapat tumbuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang melimpah dan beraneka ragam (mega biodiversity). Keanekaragaman tersebut tampak pada berbagai jenis komoditas tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,

Lebih terperinci

Latar Belakang Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237,6 juta jiwa atau bertambah 32,5 juta jiwa sejak tahun

Latar Belakang Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237,6 juta jiwa atau bertambah 32,5 juta jiwa sejak tahun Latar Belakang Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237,6 juta jiwa atau bertambah 32,5 juta jiwa sejak tahun 2000. Artinya, setiap tahun selama periode 1990-2000,

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI Oleh ARISA SANTRI H14050903 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK IMPOR GULA TERHADAP HARGA GULA DOMESTIK DAN INDUSTRI GULA INDONESIA. Oleh: AGUS TRI SURYA NAINGGOLAN A

ANALISIS DAMPAK IMPOR GULA TERHADAP HARGA GULA DOMESTIK DAN INDUSTRI GULA INDONESIA. Oleh: AGUS TRI SURYA NAINGGOLAN A ANALISIS DAMPAK IMPOR GULA TERHADAP HARGA GULA DOMESTIK DAN INDUSTRI GULA INDONESIA Oleh: AGUS TRI SURYA NAINGGOLAN A14302003 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Nilai Tukar ( Exchange Rate

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Nilai Tukar ( Exchange Rate 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Dalam hubungan dengan penelitian ini, maka beberapa teori yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yangn memengaruhi impor di kawasan ASEAN+6 dan non

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat diperlukan terutama untuk negara-negara yang memiliki bentuk perekonomian terbuka.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING SERTA DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP INDUSTRI TEMPE DI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING SERTA DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP INDUSTRI TEMPE DI KABUPATEN BOGOR ANALISIS NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING SERTA DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP INDUSTRI TEMPE DI KABUPATEN BOGOR (Kasus : Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup) Oleh: MERIKA SONDANG SINAGA A14304029 PROGRAM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Pertanian merupakan

Lebih terperinci

Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Minyak Bumi Di Indonesia Tahun Nama : Made Ayu Julia Kusuma Dewi NIM :

Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Minyak Bumi Di Indonesia Tahun Nama : Made Ayu Julia Kusuma Dewi NIM : Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Minyak Bumi Di Indonesia Tahun 1996-2015 Nama : Made Ayu Julia Kusuma Dewi NIM : 1306105133 ABSTRAK Kebutuhan sehari-hari masyarakat di era globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cara yang tepat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. cara yang tepat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian Indonesia diestimasikan akan mengalami tantangan baru di masa yang akan datang. Di tengah liberalisasi ekonomi seperti sekarang suatu negara akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Tarif Bawang Merah Sejak diberlakukannya perjanjian pertanian WTO, setiap negara yang tergabung sebagai anggota WTO harus semakin membuka pasarnya. Hambatan perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia, karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sampai saat ini masih mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap pendapatan nasional, sektor

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian internasional, diantaranya yaitu impor. Kegiatan impor yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian internasional, diantaranya yaitu impor. Kegiatan impor yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, seperti Indonesia serta dalam era globalisasi sekarang ini, suatu negara tidak terlepas dari kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH NERACA PERDAGANGAN DAN CAPITAL INFLOW TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA OLEH PRIMA ANDRIANI H

ANALISIS PENGARUH NERACA PERDAGANGAN DAN CAPITAL INFLOW TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA OLEH PRIMA ANDRIANI H ANALISIS PENGARUH NERACA PERDAGANGAN DAN CAPITAL INFLOW TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA OLEH PRIMA ANDRIANI H14104090 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi tidak pernah lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth). Karena pembangunan ekonomi mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan masyarakat demokratis, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas daerah perairan seluas 5.800.000 km2, dimana angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah perairan tersebut wajar

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MAKRO YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PEMERINTAH DARI CUKAI HASIL TEMBAKAU OLEH SRI BAHADURI M E TAMBUNAN H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MAKRO YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PEMERINTAH DARI CUKAI HASIL TEMBAKAU OLEH SRI BAHADURI M E TAMBUNAN H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MAKRO YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PEMERINTAH DARI CUKAI HASIL TEMBAKAU OLEH SRI BAHADURI M E TAMBUNAN H14102011 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H14102092 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dengan kekuatan permintaan dan penawaran (Waluya, 2003)

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dengan kekuatan permintaan dan penawaran (Waluya, 2003) TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka Harga suatu barang ekspor dan impor merupakan variabel penting dalam merncanakan suatu perdagangan internasional. Harga barang ekspor berhadapan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1)

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dua dasawarsa terakhir perkembangan perekonomian dunia telah mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1) mulai bergesernya

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING RUMPUT LAUT INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

ANALISIS DAYA SAING RUMPUT LAUT INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL ANALISIS DAYA SAING RUMPUT LAUT INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL SKRIPSI MARK MAJUS RAJAGUKGUK H34066078 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ANALISIS

Lebih terperinci

Konsep Dasar Elastisitas Elastisitas Permintaan ( Price Elasticity of Demand Permintaan Inelastis Sempurna (E = 0) tidak berpengaruh

Konsep Dasar Elastisitas Elastisitas Permintaan ( Price Elasticity of Demand Permintaan Inelastis Sempurna (E = 0) tidak berpengaruh Konsep Dasar Elastisitas Elastisitas merupakan salah satu konsep penting untuk memahami beragam permasalahan di bidang ekonomi. Konsep elastisitas sering dipakai sebagai dasar analisis ekonomi, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksudkan untuk mempercepat pencapaian tingkat kesejahteraan hidup yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. dimaksudkan untuk mempercepat pencapaian tingkat kesejahteraan hidup yang tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan salah satu indikator untuk menilai keberhasilan pembangunan suatu negara dan menjadi sasaran utama pembangunan bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak ada hambatan. Hal tersebut memberi kemudahan bagi berbagai negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. tidak ada hambatan. Hal tersebut memberi kemudahan bagi berbagai negara untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi membuat perekonomian di berbagai negara menjadi terbuka. Keluar masuknya barang atau jasa lintas negara menjadi semakin mudah dan hampir tidak ada

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCIPTAAN KESEMPATAN KERJA DI PROVINSI SUMATERA UTARA SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH ( )

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCIPTAAN KESEMPATAN KERJA DI PROVINSI SUMATERA UTARA SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCIPTAAN KESEMPATAN KERJA DI PROVINSI SUMATERA UTARA SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH (1994-2007) Disusun Oleh : LISBETH ROTUA SIANTURI H14104020 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, III. KERANGKA TEORI Pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia dapat dilihat dari sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, keterkaitan ketiga pasar tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, seperti Indonesia serta dalam era globalisasi sekarang ini, suatu negara tidak terlepas dari kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

ANALISIS PERGERAKAN NILAI TUKAR RUPIAH DAN EMPAT MATA UANG NEGARA ASEAN OLEH RUSNIAR H14102056

ANALISIS PERGERAKAN NILAI TUKAR RUPIAH DAN EMPAT MATA UANG NEGARA ASEAN OLEH RUSNIAR H14102056 i ANALISIS PERGERAKAN NILAI TUKAR RUPIAH DAN EMPAT MATA UANG NEGARA ASEAN OLEH RUSNIAR H14102056 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ii RINGKASAN RUSNIAR.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar Rupiah terus mengalami tekanan depresiasi. Ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia juga telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci