dilihat bahwa getuk tanpa bahan pengawet memiliki nilai lightness(l) yang lebih tinggi dibandingkan dengan getuk dengan penambahan kayu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menghasilkan bau, sebagai zat harus bersifat menguap. Dua zat atau. atau saling menutupi (Setyaningsih, dkk., 2010).

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

Bakteri memerlukan Aw relatif tinggi untuk pertumbuhan > 0,90

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

Proses Pembuatan Madu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk fermentasi. Proses fermentasi mampu meningkatkan nilai gizi

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

BAB I PENDAHULUAN. susunan asam-asam amino yang lengkap (Fitri, 2007). Produksi telur yang tinggi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu sumber protein hewani. Ikan juga merupakan bahan makanan

Oleh : Dr. Ai Nurhayati, M.Si. AIR

Pengeringan Untuk Pengawetan

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik oleh industri atau rumah tangga, sedangkan kapasitas produksi tepung terigu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. PEMBAHASAN Karaktersitik Fisik Sorbet Liqueur Jahe Merah

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, karena jenis tersebut yang paling banyak di tangkap dan di

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis

4. PEMBAHASAN 4.1. Aktivitas Antioksidan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

FERMENTASI ETANOL DARI SAMPAH TPS GEBANG PUTIH SURABAYA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya hidup serta kesadaran

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Cooking loss

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau.

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tropis terutama di Indonesia, tanaman nangka menghasilkan buah yang

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Sifat Fisik dan Kimiawi Susu Kambing Segar

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Perubahan Protein Kasar. Hasil penelitian pengaruh penambahan asam propionat dan formiat dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Pengembangan komoditi perkebunan menempati prioritas yang tinggi dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

HASIL DAN PEMBAHASAN. perendam daging ayam broiler terhadap awal kebusukan disajikan pada Tabel 6.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. jenang terbuat dari tepung ketan, santan, dan gula tetapi kini jenang telah dibuat

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

Transkripsi:

4. PEMBAHASAN Pada Gambar 3 dapat dilihat, bahwa panelis menyukai getuk dengan penambahan konsentrasi bubuk kayu manis sebesar 1%, konsentrasi 1,5% dan 2%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi bubuk kayu manis yang ditambahkan, maka akan semakin sedikit panelis yang menyukai karena rasa menjadi semakin pahit dan getir. Rasa pahit dan getir ini disebabkan adanya kandungan senyawa polifenol dalam minyak atsiri (Dian et al, 2015). Atribut yang digunakan untuk pengujian sensori pada penelitian kali ini adalah rasa. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, senyawa kimia, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain (Winarno, 2002). Adanya senyawa organik alifatik yang memiliki gugus OH seperti alkohol, aldehida, gliserol dan beberapa asam amino akan menyebabkan munculnya rasa manis (Winarno, 1997). Konsentrasi getuk bubuk jahe yang disukai oleh panelis adalah konsentrasi 0,5%. Ini merupakan konsentrasi jahe terkecil dalam penelitian getuk. Hal ini dikarenakan semakin banyak jahe yang ditambahkan maka akan memberikan rasa pedas yang semakin bertambah. Rasa pedas yang dihasilkan disebabkan kandungan gingerol dan shogaol yang terkandung di dalam jahe merah. Jahe merah menempati kadar gingerol dan shogaol kedua diantara ketiga jenis jahe. Usia panen jahe akan menyebabkan peningkatan kadar gingerol pada jahe. Kadar shogaol paling sedikit dapat ditemukan pada jahe segar. Apabila jahe dikeringkan dengan suhu yang terlalu tinggi maka akan terjadi penurunan kadar gingerol (Fatonah, 2011). Pada penelitian ini yang digunakan adalah penambahan bubuk kayu manis dan bubuk jahe merah. Berdasarkan hasil percobaan yang dapat dilihat pada Gambar 4 dan Tabel 4 didapatkan nilai kadar air untuk getuk tanpa bahan pengawet selama 6 hari masa penyimpanan mempunyai kisaran 37,48%-40,12%. Pada getuk putih, kayu manis kadar 33

34 air selama 6 hari penyimpanan berkisar dari 38,35%-41,40%. Sedangkan pada getuk putih jahe, kadar air selama 6 hari penyimpanan berkisar dari 35,91%-40,89%. Menurut Wasito et al., (2013) menjelaskan bahwa makanan semi basah merupakan makanan yang mempunyai kadar air 10-40%. Getuk termasuk ke dalam makanan semi basah. Kadar air maksimal untuk getuk yaitu 40% (SNI 01-4299-1996). Berdasarkan acuan tersebut, maka getuk yang di hasilkan baik getuk biasa, getuk kayu manis, dan getuk jahe dalam penelitian ini secara keseluruhan sudah sesuai dengan standar yang ada. Selama penyimpanan, getuk kayu manis hari ke-4 merupakan getuk dengan peningkatan kadar air yang paling tinggi. Pada Gambar 4, secara umum kadar air getuk di ketiga perlakuan yaitu biasa, kayu manis dan jahe mengalami peningkatan kecuali pada getuk kayu manis hari kelima dan getuk jahe hari ketiga dan keenam. Suastuti (2009), kelembaban nishi (RH) udara disekitarnya akan mempengaruhi kadar air yang terdapat pada suatu pemukaan bahan pangan. Apabila kadar air suatu bahan tinggi, sedangkan RH disekitarnya rendah maka akan menyebabkan air yang ada di bahan pangan menguap. Penguapan ini akan menyebabkan kadar air yang ada di dalam bahan itu menjadi rendah. Singkong mempunyai kadar air sekitar 60-70% ketika dipanen (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ginting et al (2011), kadar air singkong dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti musim, faktor genotip dan lokasi tumbuh singkong. Singkong yang dipanen ketika musim penghujan akan memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan singkong yang dipanen ketika musim kemarau. Selain musim pemanenan, perbedaan genotip juga mempengaruhi kadar air. Singkong yang digunakan kemungkinan di panen ketika musim penghujan. Hal ini dikarenakan pada bulan Oktober, di Indonesia sedang mengalami musim penghujan. Setiap varietas memiliki kemampuan untuk menyerap air yang berbedabeda. Pada Tabel 4, dapat dilihat kadar air berbeda nyata pada getuk tanpa tambahan pengawet dan getuk jahe.

35 Derajat keasaman (ph) merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme (Meilla dan Husnul, 2015). Pada Gambar 5, dapat kita lihat hasil pengujian ph pada getuk biasa, getuk kayu manis dan getuk jahe. Dari data tersebut dapat kita lihat rerata ph baik pada getuk tanpa penambahan pengawet, getuk kayu manis dan getuk jahe menunjukkan ph di bawah 7 (berkisar dari 6,144-6,536) yang berarti ph bersifat netral, karena mendekati ph 7. Dari Gambar 5, dapat disimpulkan baik pada getuk tanpa penambahan pengawet, getuk jahe dan getuk kayu manis semakin lama penyimpanan maka phnya akan semakin menurun. Penurunan ph ini dikarenakan pengawet alami yang digunakan pada penelitian ini yaitu kayu manis dan jahe memiliki senyawa eugenol dan sinemaldehid. yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba yang menyebabkan fermentasi sehingga akan menurunkan nilai dari ph itu sendiri (Ricky et al, 2013). Minyak atsiri pada jahe memiliki jumlah asam bebas yang sedikit (Ketaren, 1987). Selain itu terjadinya perubahan ph selama proses penyimpanan terjadi karena kondisi yang kurang stabil selama berlangsungnya proses penyimpanan. Hal ini dikarenakan waktu, penyimpanan dan suhu menjadi salah satu faktor penentu penurunan ph. Hal ini akan berdampak terhadap produk yaitu produk dapat mengalami kerusakan (Young et al., 2002). Nilai ph yang lebih rendah menunjukkan konsentrasi H + dalam jumlah yang tinggi. Sedangkan ketika ph menunjukan yang lebih tinggi maka mengindikasikan konsentrasi H + dalam jumlah yang rendah. Kecenderungan untuk melepaskan H + disebabkan tingginya tingkat keasaman dari suatu bahan pangan. Hal ini yang akan menyebabkan ph menjadi turun (Fadimas et al, 2015). Nilai ph pada getuk biasa lebih tinggi dibandingkan dengan getuk kayu manis dan getuk jahe. Jahe mengandung senyawa fenol yang mampu melepaskan proton (H + )

36 di dalam larutan sehingga senyawa fenol merupakan senyawa asam (Andrawulan, 2012). Sedangkan pada kayu manis memiliki kandungan sinemaldehid. Penurunan ph juga disebabkan karena jumlah kayu manis yang ditambahkan hanya sedikit. Karena apabila jumlah kayu manis yang ditambahkan semakin banyak maka akan menyebabkan ph menjadi meningkat. Ketika jumlah kayu manis yang ditambahkan semakin banyak akan menyebabkan perubahan ph menjadi alkali dan warna menjadi merah bata. Pada dasarnya kayu manis tergolong alkali karena mempunyai ph diatas 8 (Andriani, 2014). Jadi penurunan ph yang didapatkan sudah sesuai dengan teori. Hal ini dikarenakan proses penyimpanan, suhu, waktu dan penambahan bahan alami seperti kayu manis, dan jahe. Pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa penambahan bubuk jahe memberikan perbedaannyata pada ph getuk.. Pada Gambar 6, dapat dilihat mengenai tekstur pada getuk. Pengujian tekstur yang dilakukan yaitu uji kekerasan. Kekerasan merupakan daya tahan bahan untuk pecah akibat daya tekan yang diberikan (Apriani,2009). Perbedaan tingkat kekerasan pada getuk putih ini disebabkan waktu penyimpanan dan kadar air (Haryadi,2006). Tekstur bahan pangan dipengaruhi oleh beberapa hal seperti perbandingan jumlah kandungan protein-lemak, jenis protein, suhu pengolahan dan kadar air (Purnomo, 1995). Pada Tabel 9, dapat dilihat bahwa penambahan jahe dan kayu manis memberikan beda nyata terhadap tekstur hari kedua sampai keenam. Dalam penelitian ini yang mempengaruhi adalah kadar air. Apabila air dalam suatu bahan pangan memiliki kecenderungan untuk menguap maka akan menyebabkan teksturnya menjadi keras. Hal ini dikarenakan ketika air menguap akan me ninggalkan ruang kosong pada suatu bahan pangan (Rahmanto, 1994). Hasil yang didapat tidak sesuai antara kadar air dengan tekstur yang dihasilkan. Hal ini kemungkinan disebabkan proses penggilingan getuk yang tidak merata sehingga semua singkong belum halus. Dan ketika pengujian tekstur, singkong yang tidak halus ini ikut terbawa. Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa getuk tanpa bahan pengawet memiliki nilai lightness(l) yang lebih tinggi dibandingkan dengan getuk dengan penambahan kayu

37 manis dan getuk dengan penambahan jahe. Dari tabel tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa getuk tanpa bahan pengawet memiliki kecerahan yang lebih gelap. Warna gelap menunjukkan bahwa terjadi reaksi mailard dimana hasil dari reaksi ini yaitu suatu produk yang mempunyai warna coklat (gelap). Reaksi mailard dapat terjadi pada produk getuk ini karena bahan dasar utama getuk yaitu singkong, dimana bahan ini memiliki kandungan karbohidrat tinggi (Sutrisno,2013). Hal ini ditambahkan dengan penjelasan Winarno (2004) bahwa reaksi mailard merupakan suatu reaksi yang terjadi antara karbohidrat, secara khusus antara gula pereduksi dengan gugus amina primer. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sugiarto et al (2011) bahwa seiring lamanya waktu penyimpanan maka bubuk baik bubuk jahe maupun bubuk kayu manis akan mengalami penurunan kecerahan menjadi lebih gelap. Hal ini dikarenakan terjadi reaksi non-enzimatis ketika kadar air rendah. Sedangkan pada produk getuk, reaksi non-enzimatis ini tidak terjadi karena getuk ini mempunyai kadai air yang tidak rendah (berkisar maksimum 40%). Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Anggraeni et al (2015) bahwa semakin banyak bubuk kayu manis yang ditambahkan akan memberikan warna yang cenderung gelap. Hal ini dikarenakan adanya kandungan sinamaldehid. Pada penelitian ini, bubuk kayu manis yang digunakan hanya konsentrasi 1% sehingga tidak menimbulkan warna yang gelap. Selain itu, bubuk yang digunakan juga masih baru. Untuk nilai (a) terdapat perbedaan yang nyata antara getuk tanpa penambahan pengawet dengan yang menggunakan pengawet, baik dengan kayu manis maupun jahe. Nilai (a) getuk tanpa penambahan pengawet negatif, yang artinya hijau. Sedangkan pada getuk dengan penambahan pengawet baik kayu manis maupun jahe menunjukkan merah. Sedangkan untuk nilai (b) tidak terdapat perbedaan yang nyata di antara ketiga jenis getuk ini. Ketiga jenis getuk ini menunjukkan nilai (b) yang positif yang menandakan berwarna biru. Perbedaan nilai a tersebut kemungkinan terkait dengan kandungan sinemaldehid ya ng terdapat dalam kayu manis yang dapat digunakan sebagai zat pewarna alami, dimana sinemaldehid berwarna kekuningan.

38 Semakin banyak kayu manis yang ditambahkan akan memunculkan warna merah pada produk atau cenderung gelap (Anggraeni et al,2015). Hal ini sudah sesuai dengan hasil yang didapatkan pada penelitian ini. Jadi, getuk yang berwarna gelap disebabkan adanya reaksi mailard, karena penambahan pewarna alami seperti jahe dan kayu manis. Selain itu, jumlah zat pewarna yang ditambahkan juga mempengaruhi warna getuk yang dihasilkan. Semakin banyak penambahan zat pewarna, maka warna getuk akan semakin gelap. Pada tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai L, a, dan b selama 6 hari getuk kayu manis menunjukkan hasil yang berbeda dan nilai L dan b yang berbeda nyata pada getuk tanpa penambahan pengawet. Akitvitas air (Aw) merupakan air bebas yang terdapat di dalam suatu bahan pangan yang dapat dibutuhkan mikroorganisme untuk pertumbuhan (Bintoro, 2008). Aktivitas air (Aw) sendiri memiliki hubungan yang erat dengan kadar air pada suatu bahan. Apabila terjadi perubahan Aw maka akan menyebabkan migrasi air antara komponen bahan. Hal ini disebabkan adanya perpindahan air dari daerah yang memiliki Aw tinggi menuju ke daerah yang Awnya rendah (Heny, 2008). Air dalam substrat yang dapat digunakan untuk pertumbuhan mikroba biasanya dinyatakan dengan istilah water activity (Aw), yaitu perbandingan antara tekanan uap air dari larutan (P) dengan tekanan uap air murni pada suhu yang sama (Po) (Adams et al, 2008). Nilai Aw dapat mengontrol laju dan jenis perusakan bahan pangan dan merupakan suatu indeks bagi stabilitas dan kerusakan pangan, sehingga pengukuran Aw penting untuk dilakukan. Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa penambahan kayu manis dan jahe memberikan perbedaan yang nyata terhadap aw. Hal ini dikarenakan pada jahe terdapat zingibain yang merupakan enzim proteolitik (Afrila & Santoso, 2011). Protease ini memiliki kecenderungan untuk menyerap air (Afrila & Jaya, 2012). Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui Aw pada getuk biasa berkisar 0,90-0,94 selama penyimpanan 6

39 hari. Sedangkan untuk getuk kayu manis nilai Aw berkisar antara 0,89-0,92 dan getuk jahe nilai Awnya berkisar antara 0,90-0,95. Nilai Aw baik pada getuk tanpa penambahan pengawet, getuk kayu manis dan getuk jahe mengalami peningkatan dan penurunan selama penyimpanan 6 hari. Namun apabila dibandingkan nilai Aw pada hari pertama dengan hari ke-6, pada ketiga jenis getuk ini mengalami penurunan Aw. Pada penelitian ini baik getuk tanpa penambahan pengawet, getuk kayu manis dan jahe ketiganya memiliki nilai Aw (>0,8) sehingga memiliki kecenderungan untuk kehilangan air apabila penyimpanannya dilakukan di udara terbuka. Namun sebaliknya, apabila bahan pangan memiliki Aw yang lebih kecil dari 0,5 (<0.5), maka bahan pangan tersebut memiliki kecenderungan untuk menyerap air. Selama penyimpanan, apabila suatu bahan pangan yang mudah untuk menyerap air kontak dengan udara luar yang RH berkisar 75% hingga 80%, maka akan menyerap uap air sehingga akan berdampak perubahan terhadap sifat fisiknya (Arizka & Daryatmo, 2015). Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Farida (2005) menjelaskan terjadinya penurunan Aw juga dapat disebabkan terjadi pelepasan air dari ikatan molekul-molekul pati yang secara alami terdapat pada singkong selama proses penyimpanan. Pada penelitian ini juga dilihat bahwa adanya peningkatan Aw ada pada hari ke-5 pada getuk tanpa tambahan bahan pengawet, pada hari ke-3 getuk kayu manis dan hari ke-5 pada getuk jahe. Terjadinya peningkatan dapat disebabkan oleh adanya aktivitas mikroorganisme yang meningkatkan jumlah air bebas dalam getuk. Mikroba dapat meningkatkan nilai Aw dengan cara mengubah substrat atau melepaskan air hasil metabolismenya sehingga akan dihasilkan air bebas (Frazier & Westhoff, 1978). Getuk yang dibuat memiliki umur simpan kurang dari satu hari. Penambahan pengawet tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah densitas bakteri. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 9 sampai dengan 14. Mikroba asidofil merupakan jenis an berkisar antara 8,4-9,5 (Meilla dan Husnul (2015). Dari penjelasan ini, dapat dikatakan

40 mikroorganisme yang tumbuh pada penelitian ini adalah jenis mikroba asidofil yaitu jenis mikroba yang dapat tumbuh dengan baik pada ph 6-8. Menurut Buckle et al. (1987), stabilitas getuk terhadap mikroorganisme dikendalikan oleh sejumlah faktor salah satunya antara lain Aw. Aktivitas air (Aw) juga menunjukkan derajat ketersediaan air untuk dimanfaatkan oleh aktivitas mikroorganisme. Masing - masing mikroorganisme memiliki Aw minimum yang spesifik untuk pertumbuhannya. Pada umumnya, beberapa kapang memerlukan Aw yang lebih kecil dibandingkan dengan bakteri dan khamir (Matz, 1965). Jenis mikroorganisme yang berbeda akan memerlukan Aw yang berbeda pula untuk pertumbuhannya. Pada umumnya bakteri akan tumbuh dan berkembang biak dalam media dengan nilai Aw lebih besar dari 0.91 (>0.91). Sedangkan Aw untuk khamir berkembang biak yaitu antara 0,87-0,91 dan kapang berkisar antara 0,80-0,87 (Winarno, 1997). Pada penelitian ini konsentrasi jahe yang digunakan yaitu 1%. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh Dorothea et al (2015) bahwa pada konsentrasi bubuk jahe sampai dengan 3% masih dapat menghambat pertumbuhan mikrobiologi sehingga dapat digunakan sebagai antimikroba. Jahe merah dapat digunakan sebagai bahan pengawet yang bersifat alami dikarenakan adanya kadungan senyawa zingeron dan gingerol yang terkandung di dalamnya yang akan menekan pertumbuhan bakteri (Dorothea et al,2015). Gingerol adalah senyawa turunan fenol yang berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorbsi dengan melibatkan ikatan hidrogen. Kadar fenol yang rendah akan menyebabkan adanya interaksi dengan protein yang akan menghasilkan bentuk protein fenol yang kompleks. Ikatan antara protein dan fenol adalah ikatan yang lemah dan segera mengalami peruraian. Fenol yang bebas, akan berpenetrasi kedalam sel, menyebabkan presipitasi dan denaturasi protein. Pada kadar tinggi fenol menyebabkan koagulasi protein sehingga membrane sel mengalami lisis (Prasetyo, 2016).

41 Jadi, pada produk getuk masih memungkinkan tumbuhnya khamir, terutama pada getuk kayu manis. Hal ini dikarenakan getuk yang dihasilkan memiliki Aw 0,89-0,92 dan khamir akan tumbuh pada kisaran Aw 0,87-0,91. Sedangkan pada getuk jahe dan getuk biasa kemungkinan yang dapat tumbuh yaitu koli, laktobasili, sel vegetatif Bacillaceae, dan beberapa kapang. Adapun jenis mikroorganisme perusak spesifik pada kisaran Aw 0,87-0,91 adalah kebanyakan khamir, sementara mikroorganisme perusak pada kisaran Aw 0,91-0,95 adalah kebanyakan koli, laktobasili, sel vegetatif Bacillaceae, dan beberapa kapang (Adams et al, 2008).