HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan spektrofotometer UV-visible pada panjang gelombang 280 nm. Setiap tahapan produksi bakteriosin diukur konsentrasi proteinnya. Konsentrasi protein dalam supernatan bebas sel, presipitat bakteriosin dan bakteriosin kasar dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Konsentrasi Protein Bakteriosin Tahapan Konsentrasi (mg/ml) Supernatan Bebas Sel 74,0 ± 18,38 Presipitat Bakteriosin (sebelum dialisis) 120,5 ± 7,78 Bakteriosin Kasar (setelah dialisis) 151,0 ± 2,83 Supernatan bebas sel merupakan hasil dari sentrifugasi dan sudah dinetralkan menjadi ph 6. Presepitat bakteriosin merupakan hasil dari tahap purifikasi menggunakan pengendapan bakteriosin. Presipitat bakteriosin berbentuk cairan pekat kental berwarna coklat gelap. Tujuan dari purifikasi untuk mengendapkan protein bakteriosin. Presipitat bakteriosin kemudian dialisis untuk menghilangkan garam ammonium sulfat dengan menggunakan membran dialisis dalam buffer pottasium phospat. Ammonium sulfat yang terkandung di dalam presipitat akan diikat oleh buffer dengan cara didialisis sehingga hasilnya disebut bakteriosin kasar. Bakteriosin kasar berbentuk cairan pekat yang berwarna gelap. Tabel 4 menunjukkan bahwa konsentrasi yang dihasilkan oleh Lactobacillus plantarum 2C12 menunjukkan nilai konsentrasi yang semakin meningkat dari tahap supernatan bebas sel, presipitat bakteriosin hingga tahap bakteriosin kasar. Protein mengabsorbsi sinar ultraviolet maksimum pada panjang gelombang 280 nm (Sudarmadji et al., 1989). Penggunaan protein berdasarkan absorbsi sinar UV adalah mudah, cepat, dan tidak merusak bahan. Bertambahnya jumlah konsentrasi protein menunjukkan proses purifiksi bertingkat dimulai dengan penambahan ammonium sulfat 20%, 40%, 60%, dan 80% tersebut dapat meningkatkan konsentrasi protein. 23

2 Konsentrasi protein yang meningkat karena bakteriosin mengalami proses pemurnian saat proses dialisis dan purifikasi sehingga protein menjadi pekat. Kualitas Mikrobiologis Daging Segar sebagai Bahan Pembuat Sosis Daging Sapi Daging segar yang digunakan haruslah melewati uji kualitas mikrobiologis terlebih dahulu. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memastikan keamanan dari daging segar tersebut. Uji mikrobiologi yang dilakukan untuk mengetahui jumlah awal total mikroba (TPC), Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella spp. Uji kualitas mikrobiologis diperlukan untuk mengetahui apakah daging segar yang digunakan untuk pengolahan dan pengawetan aman untuk dikonsumsi. Bila jumlah bakteri yang terdapat di dalam daging segar melebihi batas aman, maka bila tetap dikonsumsi akan menimbulkan penyakit. Total awal mikroba, Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella spp. dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kualitas Mikrobiologis Daging Segar Peubah Nilai Batas Maksimum (*) Total mikroba 2,19x10 4 cfu/g 1x10 4 cfu/g Staphylococcus aureus 4,71x10 2 cfu/g 1x10 1 cfu/g Escherichia coli 0,00 5x10 1 cfu/g Salmonella spp. 0,00 (**) Negatif Keterangan: (*) Sumber SNI No (**) Analisis secara kuantitatif Tabel 5 menunjukkan bahwa Staphylococcus aureus telah melebihi batas cemaran maksimum menurut SNI No yaitu 1x10 1 cfu/g. Populasi yang besar dari Staphylococcus aureus berarti bahwa adanya kontaminasi dari pekerja yang kurang memperhatikan sanitasi dalam proses pengerjaan. S.aureus terdapat juga di dalam kerongkongan dan hidung, sehingga dengan mudahnya akan berpindah ke tangan dan rambut (Gamman dan Sherington, 1992). Menurut Le Loir et al. (2003), lebih dari 30% populasi manusia adalah pembawa Staphylococcus aureus. Kontaminasi dari peralatan terjadi akibat alat-alat yang digunakan dalam penyembelihan yang tidak steril. Segala sesuatu yang kontak secara langsung atau tidak langsung dengan daging dapat menyebabkan kontaminasi. Besarnya 24

3 kontaminasi pada daging akan menentukan kualitas dan umur simpan daging (Soeparno, 2005). E. coli dan Salmonella spp. tidak terdapat pada daging segar. Menurut SNI No bahwa daging segar tidak boleh terdapat Salmonella spp. dan jumlah E. coli memiliki batas aman yaitu 5x10 1 cfu/g. Hasil a w yang diperoleh dari daging segar seperti pada Tabel 6 yaitu 0,87. Hasil tersebut didukung dengan nilai a w pertumbuhan minimal untuk E. coli yaitu 0, 95 dan nilai a w pertumbuhan minimal untuk Salmonella spp. yaitu 0,94 (Soeparno, 2005). Total mikroba pada daging segar 2,19x10 4 cfu/g melebihi batas maksimum yaitu 1x10 4 cfu/g. Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dari mikroorganisme di dalam daging termasuk temperatur, kadar air, oksigen, ph, dan kandungan gizi daging. Daging sangat memenuhi persyaratan untuk perkembangan mikroorganisme tersebut, termasuk mikroorganisme perusak atau pembusuk karena kadar air tinggi, kaya akan zat yang mengandung nitrogen dengan kompleksitasnya yang berbeda, mengandung sejumlah karbohidrat yang dapat difermentasikan, kaya akan mineral dan kelengkapan faktor untuk pertumbuhan mikroorganisme, mempunyai nilai ph 5,3-6,5 yang menguntungkan bagi sejumlah mikroorganisme (Soeparno, 2005). Nilai ph dan a w daging dalam dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Analisis Kualitas Fisik pada Daging Segar Peubah Nilai ph daging 5,48 a w daging 0,87 Sumber: Situmorang et al. (2012) Pengukuran ph bertujuan untuk mengetahui derajat keasaman yang disebabkan oleh adanya ion hidrogen. Derajat keasaman atau ph merupakan konsentrasi dari ion hidrogen yang terdisosiasi dalam larutan. Daging segar yang digunakan pada penelitian ini mempunyai ph 5,48. Hasil tersebut sesuai dengan ph daging ultimat menurut Forrest et al. (1975) yaitu 5,4-5,6. Menurut Soeparno (2005), ph ultimat daging merupakan kondisi yang baik untuk tumbuhnya sebagian bakteri. Nilai ph daging ultimat yaitu nilai ph yang dicapai setelah glikogen otot menjadi habis atau setelah setelah enzim-enzim glikolitik menjadi tidak aktif pada ph rendah atau setelah glikogen tidak lagi sensitif pada serangan-serangan enzim 25

4 glikolitik (Lawrie, 1995). Soeparno (2005) menyatakan bahwa bakteri S. aureus dapat tumbuh baik pada ph 4,0-8,0 dan E. coli tidak dapat tumbuh dibawah ph 4,4. Hal ini juga membuktikan bahwa pada daging segar yang digunakan untuk membuat sosis terdapat bakteri S. aureus sedangkan E. coli tidak terdapat dalam daging. Badan Standardisasi Nasional (1995) yang menyatakan bahwa daging segar normal mempunyai nilai ph sekitar 5,3 5,8. Nilai ph yang rendah berperan untuk menghambat pertumbuhan populasi mikroba patogen ini. Nilai ph juga dapat digunakan sebagai indikator pengendalian pertumbuhan mikroba patogen. Pertumbuhan bakteri juga dipengaruhi oleh aktivitas air. Aktivitas air ditentukan pada tekanan uap air pada kondisi kesetimbangan produk pangan dengan tekanan uap air jenuh pada temperatur yang sama. Nilai a w daging segar adalah 0,99 atau lebih tinggi. Aktivitas air (a w ) yaitu air bebas yang digunakan mikroba untuk pertumbuhan. Bakteri membutuhkan a w yang lebih tinggi daripada jamur atau ragi. Jamur membutuhkan a w yang lebih rendah untuk pertumbuhannya. Nilai a w daging segar yaitu 0,87. Nilai a w minimum untuk Staphylococcus yaitu 0,86 sehingga terbukti bahwa di dalam daging segar yang digunakan terdapat bakteri ini. Jumlah total mikroba yang melebihi batas aman diakibatkan sanitasi yang buruk. Kualitas Mikrobiologis Sosis Daging Sapi Salah satu produk pengolahan daging yaitu sosis. Daging segar yang telah diuji, diolah menjadi sosis. Terdapat empat pengujian yang dilakukan untuk dapat melihat kualitas mikrobiologis sosis sapi yaitu nilai total mikroba, jumlah kuantitatif Salmonella spp., Eschericia coli, dan Staphylococcus aureus. Nilai Total Mikroba Sosis Daging Sapi. Total jumlah mikroba perlu diketahui untuk memastikan suatu bahan pangan apakah layak atau tidak untuk dikonsumsi. Hal ini ditentukan oleh tingkat pengendalian higienis yang dilaksanakan selama penanganan. Pengaruh penambahan bahan pengawet yang berbeda pada lama penyimpanan yang berbeda terhadap nilai total mikroba dapat dilihat pada Tabel 7. 26

5 Tabel 7. Nilai Total Mikroba Sosis Daging Sapi dengan Penambahan Bahan Pengawet yang Berbeda pada Lama Penyimpanan yang Berbeda Perlakuan Umur simpan (hari) Rata-rata (log cfu/g) (log cfu/g) (cfu/g) Kontrol 3,18±0,25 2,15±0,36 3,26±0,84 4,75±2,05 3,34±0,87 2,18x10 3 Nitrit 0,3% 3,00±0,26 2,23±0,27 3,60±0,32 3,65±0,17 3,12±0,26 1,32x10 3 Bakteriosin 3,25±0,28 2,24±0,47 2,30±1,21 3,66±0,22 2,86±0,55 7,24x10 2 0,3% Rata-rata 3,14±0,26 a 2,21±0,37 b 3,06±0,79 a 4,03±0,81 c Nilai populasi 1,38x10 3 1,62x10 2 1,14x10 3 1,07x10 4 (cfu/g) Keterangan: superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Populasi total mikroba menandakan jumlah keseluruhan mikroba pada sosis. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa bahan pengawet dan lama penyimpanan terhadap jumlah total bakteri sosis tidak berpengaruh nyata, artinya tidak ada pengaruh dari interaksi antara bahan pengawet dengan umur simpan. Menurut SNI No , batas maksimal total mikroba produk sosis adalah 1x10 5 cfu/g. Berdasarkan Tabel 7, lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap total mikroba yaitu semakin lama penyimpanan, semakin bertambah jumlah total mikroba. Buckle et al. (1987) menyatakan penyimpanan dingin diartikan sebagai penggunaan suhu rendah dalam kisaran 1,0-3,5 C, suhu yang jauh melebihi permulaan pembekuan. Suhu tersebut merupakan suhu untuk pertumbuhan bakteri psikrofilik. Saat penyimpanan sosis, suhu dingin yang digunakan yaitu 4-6 C. Faktor yang paling berpengaruh terhadap masa simpan adalah jumlah mikroba awal (Soeparno, 2005). Jumlah total mikroba pada penyimpanan hari ke-0 (1,38x10 3 cfu/g) hingga hari ke-3 (1,62x10 2 cfu/g) mengalami penurunan akibat suhu dingin sehingga pertumbuhan mikroba dapat dihambat tetapi tidak bisa dihentikan pertumbuhannya sehingga penyimpanan hari ke-6 (1,14x10 3 cfu/g) hingga hari ke-9 (1,07x10 4 cfu/g) jumlah mikroba mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah mikroorganisme juga berhubungan erat dengan kualitas daging segar. Tabel 5 menunjukkan bahwa jumlah total bakteri pada daging segar telah melebihi batas aman, tetapi setelah daging diolah menjadi sosis dengan pemanasan pasteurisasi pada suhu C selama 45 menit, jumlah total bakteri 27

6 menurun. Hal ini dikarenakan beberapa mikroorganisme yang mati pada suhu tersebut. Fardiaz (1992), mengatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba, diantaranya ketersediaan nutrisi, ph, aktivitas air, ketersediaan oksigen dan potensi oksidasi reduksi. Sosis aman untuk dikonsumsi hingga penyimpanan hari ke-9 karena masih dalam batas aman konsumsi menurut SNI No Analisis Kuantitatif Escherichia coli pada Sosis Daging Sapi. Pengaruh penambahan bahan pengawet yang berbeda pada lama penyimpanan yang berbeda terhadap populasi E. coli dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Jumlah Populasi E. coli Sosis Daging Sapi dengan Penambahan Bahan Pengawet yang Berbeda pada Lama Penyimpanan yang Berbeda. Perlakuan Umur simpan (hari) (log cfu/g) Kontrol 0,00±0,00 0,00±0,00 0,00±0,00 0,00±0,00 Nitrit 0,3% 0,00±0,00 0,00±0,00 0,00±0,00 0,00±0,00 Bakteriosin 0,3% 0,00±0,00 0,00±0,00 0,00±0,00 0,00±0,00 Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa tidak ditemukannya E. coli pada produk sosis. Hal ini menandakan bahwa dalam proses pembuatan atau produksi sosis dilakukan secara bersih dan higienis. Batas aman total E. coli dalam produk sosis adalah 1x10 3 cfu/g menurut SNI No Fardiaz (1989) menyatakan bahwa konsentrasi zat pengawet merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan antimikroba. Tabel 5 pada daging segar menyatakan bahwa tidak ditemukannya bakteri ini, sehingga berpengaruh saat daging telah diolah menjadi sosis. Dua tipe dari enterotoksin yaitu enteroksin tahan panas yang masih aktif setelah dipanaskan pada suhu 100 C selama 15 menit dan enterotoksin yang tidak tahan panas yang dapat dimusnahkan setelah dipanaskan pada suhu 60 C selama 30 menit (Fardiaz, 1989). Analisis Kuantitatif Salmonella spp. pada Sosis Daging Sapi. Salmonella spp. merupakan bakteri enteropatogenik yang umumnya terdapat dalam jumlah kecil di 28

7 dalam makanan, meskipun demikian jumlah tersebut sudah cukup menimbulkan gejala penyakit. Salmonella. merupakan bakteri Gram negatif yang dapat menyebabkan gastroenteritis, demam enterik, dan diare (Mckane dan Kandel,1985). Hasil yang didapatkan untuk pengujian Salmonella spp. secara kuantitatif dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Jumlah Populasi Salmonella Sosis Daging Sapi dengan Penambahan Bahan Pengawet yang Berbeda pada Lama Penyimpanan yang Berbeda. Perlakuan Umur simpan (hari) (log cfu/g) Kontrol 0,00±0,00 0,00±0,00 0,00±0,00 0,00±0,00 Nitrit 0,3% 0,00±0,00 0,00±0,00 0,00±0,00 0,00±0,00 Bakteriosin 0,3% 0,00±0,00 0,00±0,00 0,00±0,00 0,00±0,00 Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa uji Salmonella menunjukan bahwa bakteri tersebut tidak ditemukan pada produk sosis daging sapi di semua perlakuan pada umur simpan yang berbeda. Hal ini membuktikan bahwa sejak awal tidak ada kontaminasi Salmonella spp. dan tidak adanya kontaminasi selama penyimpanan berlangsung. Populasi Salmonella spp. yang diperbolehkan menurut SNI No yaitu negatif. Bakteri Salmonella spp. ini termasuk termasuk bakteri enteropatogenik oleh karena itu pada produk pangan harus negatif dari cemaran bakteri Salmonella spp. Pada Tabel 5, tidak ditemukan bakteri Salmonella pada daging segar. Jumlah bakteri pada segar berpengaruh pada bakteri di dalam sosis. Analisis Kuantitatif Staphylococcus aureus pada Sosis Daging Sapi. Staphylococcus aureus adalah bakteri Gram positif yang bersifat anaerobik. Staphylococcus aureus berbentuk tunggal atau berpasangan, berkelompok seperti buah anggur. Bakteri ini termasuk dalam bakteri patogen dan dapat menyebabkan keracunan pangan sehingga perlu diketahui keberadaannya dalam produk pangan. Bakteri ini merupakan indikator sanitasi tangan pekerja, sehingga penting untuk mengetahui keamanan mikrobiologis dari suatu produk. Hasil analisis Staphylococcus aureus pada sosis yang diberi perlakuan dalam dilihat pada Tabel

8 Tabel 10. Jumlah populasi Staphylococcus aureus Sosis Daging Sapi dengan Penambahan Bahan Pengawet yang Berbeda pada Lama Penyimpanan yang Berbeda Perlakuan Umur simpan (hari) Rata-rata (log cfu/g) (log cfu/g) (cfu/g) Kontrol 2,46±0,14 1,86±0,34 3,43±0,36 3,77±0,13 2,88±0,24 a 7,59x10 2 Nitrit 0,3% 3,09±1,33 1,99±0,26 2,91±0,25 3,36±0,45 2,84±0,57 a 6.91x10 2 Bakteriosin 1,48±1,32 1,03±0,90 1,54±1,42 2,41±0,22 1,62±0,97 b 4,2x10 1 0,3% Rata-rata 2,35±0,93 bc 1,63±0,5 c 2,63±0,67 ab 3,18±0,27 a Nilai populasi (cfu/g) 2,23x10 2 4,26x10 1 4,26x10 2 1,51x10 3 Keterangan: superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata Tabel 10 menunjukkan bahwa interaksi antara bahan pengawet dan umur simpan tidak berpengaruh pada pertumbuhan bakteri S. aureus. Bahan pengawet berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan populasi S. aureus. Penambahan bakteriosin dapat menghambat perkembangan bakteri patogen yang mempunyai kekerabatan dekat dengan bakteri penghasil bakteriosin. Arief et al. (2008) menyatakan bahwa suatu senyawa antimikroba diproduksi oleh bakteri asam laktat Lactobacillus plantarum 2C12 yang diisolasi dari daging sapi lokal. Senyawa antimikroba tersebut dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen Escherichia coli, Salmonella typhimurium dan Staphylococcus aureus. Senyawa antimikroba yang diproduksi oleh L. plantarum 2C12 mengandung bakteriosin. Bakteriosin yang diproduksi oleh bakteri asam laktat (BAL) digunakan sebagai pengawet makanan dan berpotensi sebagai pengganti antibiotik (Reenen et al., 2006). Pada Tabel 10 terlihat bakteriosin dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dibanding dengan kontrol dan nitrit. Berdasarkan penambahan bahan pengawet, terlihat bahwa sosis dengan penambahan bakteriosin yang dapat dikonsumsi yaitu 4,2x10 1 cfu/g sesuai dengan SNI No dibandingkan dengan sosis kontrol dan sosis dengan penambahan nitrit. Dwidjoseputro (1990) membedakan antimikroba berdasarkan efektivitas kerjanya terhadap berbagai mikroorganisme, yaitu antimikroba yang berspektrum luas, yaitu antimikroba yang efektif terhadap berbagai jenis mikroorganisme dan antimikroba 30

9 yang berspektrum sempit, yaitu antimikroba yang efektif terhadap mikroorganisme tertentu. Bakteriosin memiliki spektrum yang sempit, lebih efektif menghambat bakteri yang kekerabatannya dekat yaitu bakteri Gram positif. Staphylococcus aureus lebih sensitif dibanding E. coli terhadap antimikroba, hal ini disebabkan S. aureus merupakan bakteri Gram positif yang komposisi dinding selnya lebih sederhana daripada Gram negatif, sehingga bakteriosin lebih dapat menghambat bakteri Staphylococcus aureus dibandingkan dengan bakteri E. coli. Dinding sel Gram positif mempunyai komposisi lipid rendah dan hanya mempunyai lapisan peptidoglika. Umur simpan juga berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus. Batas maksimum pencemaran menurut SNI No yaitu 1x10 2 cfu/g. Semakin lama penyimpanan menunjukkan pertambahan jumlah Staphylococcus aureus karena bakteri ini mudah sekali untuk tumbuh. Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang dapat tumbuh pada variasi suhu 6-48 C dengan suhu pertumbuhan optimal pada suhu C. Staphylococcus aureus termasuk bakteri yang memiliki kemampuan tumbuh pada berbagai kondisi, sehingga dapat tumbuh di berbagai jenis makanan. Berdasarkan rata-rata lama penyimpanan, sosis aman dikonsumsi hingga penyimpanan hari ke-3 (4,26x10 1 cfu/g) menurut SNI No , selebihnya sosis tidak aman untuk dikonsumsi. Sosis dengan penambahan bakteriosin dapat dikonsumsi hingga penyimpanan hari ke-6 karena masih memenuhi standar keamanan pangan sedangkan sosis kontrol dan sosis dengan penambahan nitrit hanya dapat dikonsumsi hingga hari ke-3. Peningkatan jumlah Staphylococcus aureus berhubungan erat dengan kualitas daging segar. Tabel 5 menunjukkan bahwa jumlah S. aureus pada daging segar telah melebihi batas aman tetapi berkurang saat telah diolah menjadi sosis. Hal ini karena bakteri ini dapat dihambat dengan pemanasan pasteurisasi pada suhu C selama 45 menit. Bakteri ini dapat semakin bertambah akibat suhu penyimpanan pada refrigerator 4-6 C. Penyimpanan dingin tidak dapat menghambat pertumbuhan S. aureus. Nilai a w juga mendukung pertumbuhan bakteri S. aureus. 31

10 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Mikrobiologis Sosis Daging Sapi Faktor yang mepengaruhi pertumbuhan bakteri pada daging dibagi menjadi dua kelompok yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam yaitu nilai nutrisi daging, kadar air, ph, dan potensi oksidasi-reduksi. Faktor luar yaitu temperatur, kelembaban relatif, ada tidaknya oksigen dan kondisi daging. Nilai ph dan Aktivitas Air. Nilai ph berpengaruh pada pertumbuhan mikroba. Pada dasarnya, setiap mikroba memiliki kisaran nilai ph yang berbeda. Bakteri Gram negatif lebih sensitif di kisaran ph rendah daripada Gram positif. Nilai ph sosis dengan penambahan bahan pengawet yang berbeda dan pada lama penyimpanan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Rataan Nilai ph dan a w Sosis Daging Sapi Selama Masa Simpan Bahan Pengawet ph a w Kontrol 5,74±0,20 0,87±0,04 Nitrit 0,3% 5,82±0,14 0,91±0,02 Bakteriosin 0,3% 5,69±0,18 0,86±0,04 Sumber: Situmorang et al., 2012 Nilai ph optimum pertumbuhan bakteri adalah 6,5-7,5. Sosis dengan penambahan bakteriosin memiliki derajat keasaman yang lebih rendah, sehingga terbukti bahwa rataan jumlah total mikroba pada Tabel 7 memiliki jumlah paling sedikit dibanding dengan sosis kontrol dan sosis dengan penambahan nitrit. Penurunan ph merupakan salah satu prinsip pengawetan pangan untuk mencegah pertumbuhan mikroba. Kebanyakan mikroba tumbuh baik pada ph netral, dan ph 6,0 8,0 merupakan kondisi optimum untuk pertumbuhan bakteri, sedangkan kapang dan kamir dapat tumbuh pada ph yang lebih rendah dengan kisaran ph 3,0 6,0 (Buckle et al., 1987). Nilai ph sosis daging sapi mengalami peningkatan dari nilai ph daging segar seperti pada Tabel 6. Hal ini disebabkan daging segar yang telah diolah bersama dengan bumbu-bumbu dan diberi penambahan bahan pengawet dapat menaikkan ph sosis daging sapi. Nilai ph yang paling meningkat yaitu pada sosis dengan penambahan nitrit dan nilai ph yang paling rendah yaitu sosis dengan penambahan bakteriosin. 32

11 Semua makhluk hidup termasuk mikroba membutuhkan air. Jumlah mikroba yang terdapat di dalam daging sangat menentukan tingkat pertumbuhan mikroba. Kebutuhan mikroorganisme akan air, disebut aktivitas air. Nilai a w juga berpengaruh terhadap pertumbuhan total mikroba. Nilai a w pada makanan dapat berubah sesuai dengan waktu dan tidak lepas dari pengaruh temperatur, tekanan udara dan komposisi makanan itu sendiri. Nilai a w sangat dipengaruhi oleh kelembaban ruangan, pangan yang disimpan di dalam ruangan yang lembab (RH tinggi) akan mudah menyerap air sehingga nilai aktivitas air (a w ) meningkat. Semakin lama penyimpanan, semakin tinggi nilai a w sosis. Penambahan bahan pengawet juga berpengaruh pada nilai a w pada sosis. Nilai a w pada sosis dengan penambahan bakteriosin lebih rendah dibandingkan dengan sosis kontrol dan sosis dengan penambahan nitrit. Nilai a w sosis berkisar 0,86 hingga 0,92. Nilai ini sesuai dengan nilai a w minimum untuk pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus yaitu 0,86 (Soeparno, 2005). Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa populasi Staphylococcus aures lebih sedikit dibanding dengan sosis kontrol dan sosis dengan penambahan nitrit. 33

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim. HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Penelitian Persiapan penelitian meliputi pembiakan kultur pada media susu skim. Pembiakan kultur starter pada susu skim dilakukan untuk meningkatkan populasi kultur yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh pada penelitian ini diawali dengan pemeriksaan karakteristik morfologi dan kemurnian isolat bakteri yang digunakan. Isolat bakteri yang digunakan adalah BAL indigenous

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kemurnian Bakteri L. plantarum dan Patogen

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kemurnian Bakteri L. plantarum dan Patogen HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kemurnian Bakteri L. plantarum dan Patogen Penelitian diawali dengan tahap persiapan dan pemurnian kembali dari keempat kultur bakteri asam laktat (BAL) yaitu Lactobacillus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Sapi Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi manusia. Selain mutu proteinnya tinggi, daging juga mengandung asam amino essensial yang lengkap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009) TINJAUAN PUSTAKA Lactobacillus plantarum Bakteri L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, Ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Ekstrak Bakteriosin Kasar

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Ekstrak Bakteriosin Kasar HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Ekstrak Bakteriosin Kasar Bakteriosin merupakan senyawa peptida antimikroba yang dapat dimanfaatkan sebagai pengawet alami. Bakteriosin dapat diproduksi oleh Lactobacillus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Data yang diperoleh dari Dinas Kelautan, Perikanan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Gorontalo memiliki 10 Tempat Pemotongan Hewan yang lokasinya

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Daging broiler

PENDAHULUAN. amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Daging broiler PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging broiler merupakan komoditas yang banyak diperdagangkan dan sangat diminati oleh konsumen karena merupakan sumber protein hewani yang memiliki kandungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup manusia yang harus dicapai, untuk itu diperlukan upaya-upaya dalam mengatasi masalah kesehatan

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan pangan mentah merupakan komoditas yang mudah rusak sejak dipanen. Bahan pangan mentah, baik tanaman maupun hewan akan mengalami kerusakan melalui serangkaian reaksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Karakteristik morfologi L. plantarum yang telah didapat adalah positif, berbentuk batang tunggal dan koloni berantai pendek. Karakteristik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6)

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Ikan Ompok hypophthalmus dikenal dengan nama daerah selais, selais danau dan lais, sedangkan di Kalimantan disebut lais

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan selama 4 bulan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Laboratorium Terpadu Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani, salah satu bahan pangan asal ternak yang dapat digunakan adalah susu. Susu merupakan bahan makanan yang istimewa bagi manusia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah memiliki kemampuan untuk memfermentasi gula menjadi asam laktat. Berdasarkan tipe fermentasi, bakteri asam laktat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini berlangsung selama tujuh bulan, yakni mulai dari bulan Februari sampai dengan bulan Agustus 2011. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Ilmu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Salami Daging Kelinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Salami Daging Kelinci IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Salami Daging Kelinci Hasil penelitian penggunaan starter yogurt terhadap total bakteri Salami daging kelinci disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie basah merupakan produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie (Badan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia telah banyak mengenal produk pangan fermentasi antara lain yang berasal dari susu seperti yogurt, keju, es krim dan dadih (produk olahan susu fermentasi

Lebih terperinci

BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN. 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan

BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN. 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan Jumlah dan jenis populasi mikroorganisme yang terdapat pada berbagai produk perikanan sangat spesifik. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Rawon merupakan salah satu makanan khas Jawa Timur yang mudah

BABI PENDAHULUAN. Rawon merupakan salah satu makanan khas Jawa Timur yang mudah BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Be1akang Rawon merupakan salah satu makanan khas Jawa Timur yang mudah didapatkan di mana saja, mulai dari warung-warung kecil hingga restoran-restoran besar.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. laut maupun ikan air tawar. Menurut Arias dalam Fernandes (2009) ikan

I. PENDAHULUAN. laut maupun ikan air tawar. Menurut Arias dalam Fernandes (2009) ikan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan bahan pangan hewani bernilai ekonomis tinggi dan banyak dikonsumsi masyarakat karena kandungan gizinya yang tinggi, baik ikan air laut maupun ikan air

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu Susu adalah sekresi yang dihasilkan oleh mammae atau ambing hewan mamalia termasuk manusia dan merupakan makanan pertama bagi bayi manusia dan hewan sejak lahir (Lukman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral,

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan pangan yang memiliki kandungan zat gizi yang tinggi. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral, karbohidrat, serta kadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin Isolat bakteri asam laktat (BAL) yang digunakan adalah Lactobacillus fermentum 2B2 yang berasal dari daging sapi. Bakteri L. fermentum 2B2 ini berdasarkan penelitian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN.. HALAMAN PENGESAHAN.. RIWAYAT HIDUP.. i ABSTRAK... ii ABSTRACT.. iii UCAPAN TERIMAKASIH. iv DAFTAR ISI....... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL

Lebih terperinci

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12 MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12 MIKROORGANISME MAKANAN DAN KEMASAN Bahan pangan mempunyai mikroflora spesifik yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 39 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rata-Rata Jumlah Bakteri yang Terdapat pada Feses Sapi Potong Sebelum (inlet) dan Sesudah (outlet) Proses Pembentukan Biogas dalam Reaktor Tipe Fixed-Dome Hasil perhitungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang aman dan beberapa spesies digunakan sebagai terapi dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. yang aman dan beberapa spesies digunakan sebagai terapi dalam proses 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan bakteri asam laktat di dunia pangan dan kesehatan sudah banyak diaplikasikan. Dalam pengolahan pangan, bakteri ini telah lama dikenal dan digunakan, yaitu

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Penapisan antibakteri perlu dilakukan untuk mengetahui potensi senyawa antibakteri dari bakteri asam laktat dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji. Daya hambat suatu senyawa antibakteri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN xxix HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel daging ayam beku yang diambil sebagai bahan penelitian berasal dari daerah DKI Jakarta sebanyak 16 sampel, 11 sampel dari Bekasi, 8 sampel dari Bogor, dan 18 sampel dari

Lebih terperinci

SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP SEL VEGETATIF DAN SPORA

SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP SEL VEGETATIF DAN SPORA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia. Manusia membutuhkan nutrisi yang bersumber dari makanan agar tubuh tetap sehat dan bugar sehingga dapat menjalankan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi Hasil penelitian pengaruh berbagai konsentrasi sari kulit buah naga merah sebagai perendam daging sapi terhadap total bakteri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MIKROBIOLOGIS BAKSO SAPI YANG DIAWETKAN DENGAN ANTIMIKROBA DARI Lactobacillusplantarum 1A5 SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN

KARAKTERISTIK MIKROBIOLOGIS BAKSO SAPI YANG DIAWETKAN DENGAN ANTIMIKROBA DARI Lactobacillusplantarum 1A5 SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN KARAKTERISTIK MIKROBIOLOGIS BAKSO SAPI YANG DIAWETKAN DENGAN ANTIMIKROBA DARI Lactobacillusplantarum 1A5 SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN SKRIPSI PUSPITA CAHYA WULANDARI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN Anna Rakhmawati,M.Si Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id Bahan makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam 4 TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berasal dari susu seperti yogurt, keju, es krim dan dadih (produk olahan susu fermentasi

I. PENDAHULUAN. berasal dari susu seperti yogurt, keju, es krim dan dadih (produk olahan susu fermentasi I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat Indonesia telah banyak mengenal produk pangan fermentasi antara lain yang berasal dari susu seperti yogurt, keju, es krim dan dadih (produk olahan susu fermentasi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam famili Brassicaceae, tumbuh di daerah yang berhawa sejuk, yaitu pada ketinggian 800-2000 m di atas permukaan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis putih merupakan bahan pangan yang banyak ditemukan di Indonesia dan sudah tidak asing bagi masyarakat. Kubis putih dapat hidup pada dataran tinggi salah satunya

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer di Indonesia. Buah naga mengandung antara lain vitamin C, betakaroten, kalsium,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. secara optimal (Direktorat Pengelolaan Hasil Perikanan, 2007 dalam Marada, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. secara optimal (Direktorat Pengelolaan Hasil Perikanan, 2007 dalam Marada, 2012). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai Negara bahari dengan wilayah lautnya mencakup tiga per empat luas Indonesia atau 5,8 juta km 2 dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, sedangkan

Lebih terperinci

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan Teknologi Pangan Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan tujuan industri untuk memenuhi permintaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu jenis ikan budidaya air tawar yang mempunyai prospek cukup baik untuk dikembangkan. Berdasarkan data dari Kementerian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tahu merupakan makanan yang biasa dikonsumsi bukan hanya oleh masyarakat Indonesia tetapi juga masyarakat Asia lainnya. Masyarakat Indonesia sudah sangat lama mengkonsumsi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis zat antibakteri isolat NS(9) dari bekasam ikan nila (Oreochromis niloticus) terdiri dari tiga tahap penelitian. Tahap pertama adalah karakterisasi isolat NS(9) yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB IV RESPONS MIKROBIA TERHADAP SUHU TINGGI

BAB IV RESPONS MIKROBIA TERHADAP SUHU TINGGI BAB IV RESPONS MIKROBIA TERHADAP SUHU TINGGI FAKTOR YANG HARUS DIPERHATIKAN: 1. Mikrobia penyebab kerusakan dan mikrobia patogen yang dimatikan. 2. Panas tidak boleh menurunkan nilai gizi / merusak komponen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikrobiologi Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme. Mikroorganisme itu sangat kecil, biasanya bersel tunggal, secara individual tidak dapat dilihat dengan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA... 70 LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 2.1. komposisi Kimia Daging Tanpa Lemak (%)... 12 Tabel 2.2. Masa Simpan Daging Dalam Freezer... 13 Tabel 2.3. Batas Maksimum Cemaran Mikroba Pada Pangan...

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging,

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Itik merupakan salah satu unggas penting yang diternakkan di Indonesia. Ternak ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dengan produk yang dihasilkannya. Produk yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6. 4.1 Angka Lempeng Total (ALT) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Angka lempeng total mikroba yang diperoleh dari hasil pengujian terhadap permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno-Hatta (BBKPSH) merupakan unit pelaksana teknis (UPT) lingkup Badan Karantina Pertanian yang berkedudukan di Bandara Udara Internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging adalah salah satu hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan manusia. Selain penganekaragaman sumber pangan, daging juga dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang lengkap dan seimbang seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin

Lebih terperinci

BAKTERI PENCEMAR MAKANAN. Modul 3

BAKTERI PENCEMAR MAKANAN. Modul 3 BAKTERI PENCEMAR MAKANAN Modul 3 PENDAHULUAN Di negara maju 60% kasus keracunan makanan akibat Penanganan makanan yg tidak baik Kontaminasi makanan di tempat penjualan Di negara berkembang tidak ada data

Lebih terperinci

Y ij = µ + B i + ε ij

Y ij = µ + B i + ε ij METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2008 sampai bulan September 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi Hasil Ternak Perah dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan nama sapi Grati. Bentuk dan sifat sapi PFH sebagian besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan nama sapi Grati. Bentuk dan sifat sapi PFH sebagian besar 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH) merupakan sapi hasil persilangan antara bangsa-bangsa sapi asli Indonesia (Jawa dan Madura)

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN JASAD RENIK

PERTUMBUHAN JASAD RENIK PERTUMBUHAN JASAD RENIK DEFINISI PERTUMBUHAN Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Pada organisme multiselular, yang disebut pertumbuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Baku Kerang. Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Baku Kerang. Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA Bahan Baku Kerang Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai ciri-ciri: cangkang terdiri dari dua belahan atau katup yang dapat membuka dan menutup dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran gizi, dan perbaikan

I. PENDAHULUAN. ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran gizi, dan perbaikan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan pangan hewani (daging, telur, dan susu) dari waktu ke waktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan pola hidup,

Lebih terperinci

SUTOYO. Penapisan Bakteri Asam Laktat (BAL) Asal Berbagai Sumber Bahan. IDWAN SUDIRMAN sebagai ketua, SRI BUDIARTI POERWANTO dm

SUTOYO. Penapisan Bakteri Asam Laktat (BAL) Asal Berbagai Sumber Bahan. IDWAN SUDIRMAN sebagai ketua, SRI BUDIARTI POERWANTO dm SUTOYO. Penapisan Bakteri Asam Laktat (BAL) Asal Berbagai Sumber Bahan Hewani dan Nabati dalam Menghasilkan Bakteriosin ( Di bawah bimbiigan LISDAR IDWAN SUDIRMAN sebagai ketua, SRI BUDIARTI POERWANTO

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan air panas. Susu kedelai berwarna putih seperti susu sapi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan air panas. Susu kedelai berwarna putih seperti susu sapi dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu kedelai adalah cairan hasil ekstraksi protein biji kedelai dengan menggunakan air panas. Susu kedelai berwarna putih seperti susu sapi dan mengandung tinggi protein

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel susu berasal dari 5 kabupaten yaitu Bogor, Bandung, Cianjur, Sumedang dan Tasikmalaya. Lima sampel kandang diambil dari setiap kabupaten sehingga jumlah keseluruhan sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan bahan makanan yang banyak mengandung protein dan dikonsumsi oleh manusia sejak beberapa abad yang lalu. Ikan banyak dikenal karena termasuk lauk pauk

Lebih terperinci

PENENTUAN WAKTU TINGGAL OPTIMUM PASTEURISASI SUSU DENGAN PLATE HEAT EXCHANGER

PENENTUAN WAKTU TINGGAL OPTIMUM PASTEURISASI SUSU DENGAN PLATE HEAT EXCHANGER PENENTUAN WAKTU TINGGAL OPTIMUM PASTEURISASI SUSU DENGAN PLATE HEAT EXCHANGER Ninik Lintang Edi Wahyuni Teknik Kimia - Politeknik Negeri Bandung Jl Gegerkalong Hilir Ciwaruga, Bandung 40012 Telp/fax :

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolat Actinomycetes Amilolitik Terpilih 1. Isolat Actinomycetes Terpilih Peremajaan isolat actinomycetes dilakukan dengan tujuan sebagai pemeliharaan isolat actinomycetes agar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirup 2.1.1 Defenisi Sirup Sirup adalah larutan pekat dari gula yang ditambah obat dan merupakan larutan jernih berasa manis. Dapat ditambah gliserol, sorbitol atau polialkohol

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternakan karena keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternakan karena keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh PENDAHULUAN Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor terpenting dalam usaha peternakan karena keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan. Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan produk hewani yang umum dikonsumsi oleh manusia mulai dari anak-anak hingga dewasa karena kandungan nutrisinya yang lengkap. Menurut Codex (1999), susu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi diantaranya mengandung mineral, vitamin dan lemak tak jenuh. Protein dibutuhkan tubuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam saluran pencernaan unggas khususnya sekum dan tembolok, terdapat populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri tersebut umumnya bersifat fermentatif.

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan hasil penelitian pengaruh pemberian bakteri asam laktat dalam air minum terhadap konsumsi air minum dan ransum dan rataan pengaruh pemberian bakteri asam laktat dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

TINJAUAN PUSTAKA. Susu TINJAUAN PUSTAKA Susu segar Susu adalah susu murni yang belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh manusia, baik dalam bentuk segar maupun sudah diproses dalam bentuk produk. Susu adalah bahan pangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kandungan gizi tinggi, akan tetapi mudah mengalami kerusakan (perishable food).

PENDAHULUAN. kandungan gizi tinggi, akan tetapi mudah mengalami kerusakan (perishable food). I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging merupakan salah satu produk pangan hasil ternak yang mempunyai kandungan gizi tinggi, akan tetapi mudah mengalami kerusakan (perishable food). Kerusakan pada daging

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar seperti diolah menjadi sosis, nugget, dendeng, kornet dan abon.

PENDAHULUAN. segar seperti diolah menjadi sosis, nugget, dendeng, kornet dan abon. 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya peningkatan konsumsi masyarakat akan daging dan bergesernya pola konsumsi masyarakat dari mengkonsumsi daging segar menjadi daging olahan siap konsumsi menjadi

Lebih terperinci

PENGONTROLAN MIKROBA DALAM MAKANAN MIKROBIOLOGI MAKANAN PROGRAM STUDI MIKROBIOLOGI SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

PENGONTROLAN MIKROBA DALAM MAKANAN MIKROBIOLOGI MAKANAN PROGRAM STUDI MIKROBIOLOGI SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG PENGONTROLAN MIKROBA DALAM MAKANAN MIKROBIOLOGI MAKANAN PROGRAM STUDI MIKROBIOLOGI SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG Pengendalian pertumbuhan mikroba Pengendalian pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II EKOLOGI MIKROBIOLOGI PANGAN

BAB II EKOLOGI MIKROBIOLOGI PANGAN BAB II EKOLOGI MIKROBIOLOGI PANGAN TIGA FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN: Faktor intrinsik Faktor ektrinsik Faktor implisit FAKTOR INTRINSIK: komposisi kimia, sifat fisik, dan struktiir biologi pangan

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Fermentasi Asinan Rebung

3. HASIL PENELITIAN Fermentasi Asinan Rebung 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Fermentasi Asinan Rebung Rebung yang digunakan untuk asinan rebung ialah rebung jenis rebung kuning bambu betung (Dendrocalamus asper) dengan kualitas yang baik (Gambar 5a). Fermentasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin hari kebutuhan daging sapi semakin meningkat, untuk itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin hari kebutuhan daging sapi semakin meningkat, untuk itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin hari kebutuhan daging sapi semakin meningkat, untuk itu Indonesia memutuskan untuk mengimpor sapi dari Australia. Indonesia mengambil keputusan untuk

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih 4. PEMBAHASAN 4.1. Fermentasi Acar Kubis Putih Fermentasi merupakan salah satu metode untuk memperpanjang umur simpan suatu bahan pangan. Ketika fermentasi berlangsung, kandungan gula sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang kedelai (Glycine max) yang diolah melalui proses fermentasi oleh kapang. Secara umum,

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANTIMIKROBIA EKSTRAK RIMPANG LENGKUAS (Alpinia galangal) TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBIA PERUSAK IKAN DENGAN PENGEMULSI TWEEN 80

AKTIVITAS ANTIMIKROBIA EKSTRAK RIMPANG LENGKUAS (Alpinia galangal) TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBIA PERUSAK IKAN DENGAN PENGEMULSI TWEEN 80 AKTIVITAS ANTIMIKROBIA EKSTRAK RIMPANG LENGKUAS (Alpinia galangal) TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBIA PERUSAK IKAN DENGAN PENGEMULSI TWEEN 80 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: ANISAH NURUL KHASANAH J310 090 060

Lebih terperinci