HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Yandi Hardja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan menggunakan blender kering, selanjutnya pati disaring menggunakan ayakan 100 mesh. Pengayakan ini menghasilkan pati yang halus seperti terlihat pada Gambar 19. Gambar 19. Pati ubi jalar yang telah diayak Tahapan selanjutnya yang dilakukan setelah pembuatan pati adalah penentuan konsentrasi pati dan CMC yang memberikan viskositas tidak terlalu kental juga tidak terlalu encer. Terdapat empat kombinasi konsentrasi pati dan CMC yang dicobakan, yaitu (1) pati ubi jalar 1% b/v; CMC 0.5% b/v, (2) pati ubi jalar 1% b/v; CMC 1% b/v, (3) pati ubi jalar 2% b/v; CMC 0.5% b/v, dan (4) pati ubi jalar 2% b/v; CMC 1% b/v. Volume yang dimaksud yakni volume larutan pati setelah ditambahkan dengan CMC. Berdasarkan pengamatan subjektif secara visual terhadap viskositas yang dihasilkan keempat kombinasi konsentrasi pati dan CMC, diperoleh kombinasi konsentrasi pati dan CMC yang menghasilkan edible coating tidak terlalu encer dan juga tidak terlalu kental, yakni kombinasi konsentrasi pati dan CMC yang pertama dengan konsentrasi pati 1% b/v dan CMC 0.5% b/v.
2 1. Rendemen Rendemen yang dihasilkan dari proses pembuatan pati sebesar 16.1%. Jika dibandingkan kadar pati rata-rata yang terdapat pada ubi jalar, yakni 22.4% (Kantor Menteri Negara Urusan Pangan dan Hortikultura dan IPB, 1999), maka efisiensi pembuatan pati ubi jalar adalah 71.9%. Efisiensi tidak mencapai 100% kemungkinan disebabkan pemerasan yang kurang sempurna sehingga masih banyak pati yang tertinggal pada ampas. 2. Derajat Putih Derajat putih rata-rata yang dimiliki pati ubi jalar adalah 86.4%. Hasil ini lebih rendah jika dibandingkan standar derajat putih tapioka mutu I dan II berdasarkan SNI , yakni 94.5% dan 92.0%. Perbedaan derajat putih ini terutama dipengaruhi oleh faktor genetik. Faktor genetik mempengaruhi pati dalam dua hal, yaitu secara tidak langsung dan secara langsung. Secara tidak langsung mempengaruhi melalui kandungan berbagai komponen lain yang terdapat pada bahan yang mengandung pati dan secara langsung mempengaruhi melalui tingkat keputihan pati. Bahan hasil tanaman yang mengandung pati biasanya juga mengandung komponen lain seperti pigmen dan berbagai mineral (Ega, 2002). 3. Densitas Kamba Densitas kamba merupakan salah satu sifat fisik bahan yang dinyatakan dengan perbandingan antara berat bahan dengan volume bahan itu sendiri dalam satuan gram/mililiter. Nilai densitas kamba yang diperoleh pada penelitian ini adalah 0.5 ± 0.09 g/ml. Nilai standar deviasi yang kecil menunjukkan bahwa densitas kamba yang dihasilkan pada penelitian ini mendekati nilai densitas kamba yang sebenarnya. Dibanding densitas kamba pati jagung yang berkisar antara g/ml (Ikhlas, 1992), nilai densitas kamba pati ubi jalar yang diperoleh dalam penelitian ini lebih kecil. Hal ini menunjukkan 34
3 bahwa untuk satuan berat yang sama, pati ubi jalar akan menempati ruang yang lebih besar dibanding pati jagung. B. Penelitian Utama 1. Laju Respirasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur simpan produk apel potong segar untuk suhu ruang hanya 40 jam atau ± 2 hari karena lewat jam tersebut produk sudah mengalami kerusakan, yakni ditumbuhi kapang dan berlendir. Lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 20. Gambar 20. Produk yang telah mengalami kerusakan pada penyimpanan suhu ruang (kiri) dan 5 C (kanan) Gambar yang dilingkari menunjukkan kapang yang tumbuh pada apel potong segar. Sementara itu, untuk suhu penyimpanan 5 C produk dapat bertahan hingga jam ke-168 atau ± 4 hari. Informasi mengenai lama penyimpanan ini perlu untuk menentukan berapa lama analisis-analisis berikutnya, seperti analisis susut bobot dan warna. Umur simpan yang relatif singkat disebabkan kerusakan oleh mikroorganisme. Hal ini ditandai dengan munculnya lendir serta tumbuhnya kapang pada produk serta bau alkohol yang sangat menyengat. Dibandingkan buah utuh, buah potong segar (fresh-cut fruit) lebih rentan terhadap kerusakan akibat mikroorganisme. Hal tersebut terjadi akibat jaringan dan sel yang rusak pada buah potong segar (fresh-cut fruit) akibat pemotongan mampu menyediakan nutrisi yang dibutuhkan bagi tumbuhnya mikroorganisme (Toivonen dan DeEll-Jennifer, 2002). Kandungan air dan gula yang tinggi pada buah apel menciptakan kondisi 35
4 yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelapisan apel potong segar dengan edible coating tidak mampu menahan laju pertumbuhan mikroorganisme karena larutan edible coating yang digunakan tidak ditambahkan senyawa antimikroba seperti asam sorbat, kalium sorbat, atau asam propionat. Selain disebabkan karakteristik buah potong segar (fresh-cut fruit) yang rentan dan larutan edible coating yang tidak dapat lagi berfungsi sebagai penahan laju pertumbuhan mikroorganisme, kerusakan akibat mikroorganisme pada apel potong segar juga dapat disebabkan pengolahan yang kurang higienis. Misalnya di dalam penelitian ini tidak dilakukan pencucian buah apel dengan air berklorinasi, baik sebelum maupun sesudah pemotongan. Pencucian hanya dilakukan saat sebelum pemotongan menggunakan air biasa. Pencucian menggunakan air berklorinasi saat sebelum pemotongan dapat menurunkan jumlah mikroba awal sehingga nantinya kandungan mikroba pada produk juga berkurang. Selain itu, peneliti juga tidak menggunakan masker pada saat pengolahan. Kerusakan akibat mikroorganisme juga diakibatkan kondensasi yang terjadi saat produk dikeluarkan dari ruang penyimpanan dingin untuk diukur laju respirasinya. Kondensasi ini akan merangsang terjadinya pembusukan (Perera, 2007). Bau alkohol yang menyengat yang merupakan hasil dari fermentasi anaerobik juga tercium pada produk apel potong segar saat akhir penyimpanan. Fermentasi anaerobik dilakukan oleh jenis mikroorganisme yang umum terdapat pada produk apel potong segar, yakni khamir dan bakteri asam laktat (BAL). Khamir dan BAL menggunakan gula sederhana yang terdapat pada apel potong segar untuk melakukan fermentasi dan menghasilkan alkohol, asam organik, serta CO 2 (Chen, 2002). Pengukuran laju respirasi dalam toples yang tertutup menyebabkan persediaan oksigen lama kelamaan akan berkurang. Sehingga untuk merombak gula yang terdapat pada apel potong segar dilakukan dengan fermentasi yang merupakan proses respirasi anaerobik. 36
5 Data yang digunakan untuk pengukuran laju respirasi hanya berdasarkan kadar CO 2 yang dihasilkan. Hal ini disebabkan selama respirasi jumlah CO 2 yang keluar relatif cukup banyak sehingga mempermudah pengukuran. Selain itu pembacaan alat sudah dilakukan secara digital sehingga keakuratan data dapat lebih terjamin dibanding pengukuran O 2. Jenis alat yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil penelitian yang terdapat pada Lampiran 4 memperlihatkan bahwa suhu berpengaruh sangat nyata (p<0.01) terhadap nilai laju respirasi apel potong segar. Nilai rata-rata laju respirasi apel potong segar yang disimpan pada suhu ruang lebih besar (54.21 ml/kg jam) dibanding apel potong segar yang disimpan pada suhu 5 C (10.56 ml/kg jam). Nilai laju respirasi yang rendah pada suhu penyimpanan 5 C disebabkan pada suhu rendah umumnya kecepatan reaksi kimia mengalami penurunan. Seperti yang dikemukakan oleh Muchtadi (1992) bahwa untuk tiap kenaikan suhu 10 C, respirasi akan berlangsung dua atau tiga kali lipat lebih besar. Hal yang sama berlaku juga untuk kebalikannya. Untuk setiap penurunan suhu sebesar 10 C, respirasi akan berlangsung dua atau tiga kali lebih lambat. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perbandingan konsentrasi pati ubi jalar dan tapioka yang digunakan sebagai bahan pembuat edible coating tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap nilai laju respirasi. Nilai laju respirasi apel kontrol tidak berbeda nyata dengan apel yang terlapis edible coating. Sehingga dapat disimpulkan bahwa larutan edible coating yang digunakan untuk melapisi apel potong segar tidak efektif dalam menahan laju respirasi. Hal ini kemungkinan disebabkan proporsi gilerol yang terlalu besar sehingga mempengaruhi lapisan edible coating yang terbentuk. Gliserol merupakan pemlastis yang mampu menjadikan matriks lapisan edible coating lebih renggang sehingga meningkatkan permeabilitas. Peningkatan permeabilitas menyebabkan oksigen dan karbondioksida dapat berpindah dengan mudah dari produk ke lingkungan atau sebaliknya sehingga laju respirasi meningkat. 37
6 Ukuran apel yang kecil menjadikan produk apel potong segar memiliki luas permukaan lebih besar. Permukaan yang luas dapat menyebabkan larutan edible coating tidak cukup untuk melapisi seluruh permukaan apel potong segar sehingga laju respirasi tetap tinggi. Laju respirasi yang tinggi pada apel potong segar disebabkan peningkatan aktivitas sel karena pemotongan buah. Peningkatan aktivitas sel tersebut meliputi : (1) peningkatan degradasi karbohidrat, (2) peningkatan aktivitas glikolisis dan jalur pentosa fosfat, (3) peningkatan aktivitas mitokondria, dan (4) peningkatan aktivitas enzim. Aktivitas sel yang meningkat ini ditujukan untuk menyediakan energi dan prekursor yang dibutuhkan untuk sintesis metabolit sekunder yang penting untuk penyembuhan luka pada sel (Wong et al., 1994). Grafik laju respirasi apel potong segar pada Gambar 21 secara umum memperlihatkan peningkatan laju respirasi hingga jam ke-24 kemudian dilanjutkan dengan penurunan nilai laju respirasi pada jam ke- 32. Grafik laju respirasi yang demikian menunjukkan bahwa pada jam ke- 24 apel potong segar mengalami puncak klimakterik respirasi. Laju produksi CO2 (ml/kg jam) Lama penyimpanan (jam) konsentrasi pati ubi jalar:tapioka 4:0 konsentrasi pati ubi jalar:tapioka 3:1 konsentrasi pati ubi jalar:tapioka 2:2 konsentrasi pati ubi jalar:tapioka 1:3 konsentrasi pati ubi jalar:tapioka 0:4 kontrol Gambar 21. Grafik laju produksi CO 2 tiap konsentrasi pati ubi jalartapioka pada suhu 5 C Pola respirasi yang sama juga terjadi pada apel potong segar yang disimpan pada suhu 5 C seperti terlihat pada Gambar 22. Nilai laju respirasi mengalami peningkatan hingga jam ke-24, kemudian turun secara 38
7 drastis pada jam ke-32. Fase klimakterik biasanya diikuti dengan penurunan mutu. Hal ini terjadi disebabkan setelah klimakterik, mitokondria mulai terdegradasi. Degradasi pada mitokondria menyebabkan persediaan energi untuk metabolisme sel-sel menurun. Akibatnya, sel-sel mengalami pelayuan dan akhirnya mati. Hal ini jelas terlihat pada apel potong segar yang disimpan di suhu ruang. Setelah mengalami puncak klimakterik pada jam ke-24, produk sudah tidak dapat dikonsumsi lagi setelah jam ke Laju Produksi CO 2 (ml/kg jam) Lama penyimpanan (jam) konsentrasi pati ubi jalar: tapioka 4:0 konsentrasi pati ubi jalar:tapioka 3:1 konsentrasi pati ubi jalar:tapioka 2:2 konsentrasi pati ubi jalar:tapioka 1:3 konsentrasi pati ubi jalar:tapioka 0:4 kontrol Gambar 22. Grafik laju produksi CO 2 tiap konsentrasi pati ubi jalartapioka pada suhu ruang Dengan membandingkan Gambar 21 dan 22 juga dapat diketahui bahwa laju respirasi apel potong segar pada suhu 5 C lebih rendah daripada penyimpanan pada suhu ruang. Nilai laju respirasi suhu 5 C berkisar antara 2.68 ml/kg jam hingga ml/kg jam. Sedangkan laju respirasi suhu ruang berkisar antara ml/kg jam hingga ml/kg jam. 2. Susut Bobot Hasil penelitian seperti terlihat pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa suhu berpengaruh sangat nyata (p<0.01) terhadap susut bobot apel potong segar. Nilai rata-rata susut bobot apel potong segar yang disimpan 39
8 pada suhu ruang (20.92 %) lebih besar dibanding apel potong segar yang disimpan pada suhu 5 C (1.26 %). Susut bobot terjadi terutama disebabkan penguapan air yang terkandung dalam buah. Pemotongan yang dilakukan pada potong segar menyebabkan jaringan dalam buah terpapar dengan lingkungan sehingga berdampak pada peningkatan kecepatan penguapan air (Perera, 2007). Suhu rendah dapat memperlambat susut bobot karena pada suhu rendah kecepatan uap air berkurang. Besarnya susut bobot yang disimpan pada suhu ruang secara tidak langsung juga berkaitan dengan peningkatan laju respirasi akibat suhu tinggi. Laju respirasi yang meningkat menyebabkan suhu internal buah juga meningkat disebabkan panas (energi) yang dihasilkan dari respirasi. Suhu internal buah yang tinggi menyebabkan selisih antara tekanan uap lingkungan dan buah menjadi besar. Semakin besar selisih yang terjadi maka kecepatan laju perpindahan uap air akan semakin tinggi (Ben- Yehoshua, 1987). Sehingga berpengaruh terhadap nilai susut bobot yang besar. Hasil penelitian dalam Lampiran 6 juga menunjukkan bahwa perbandingan konsentrasi pati ubi jalar dan tapioka yang digunakan sebagai bahan pembuatan edible coating tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap nilai susut bobot. Nilai laju respirasi apel potong segar yang tidak terlapis edible coating tidak berbeda nyata dengan nilai susut bobot apel potong segar terlapis edible coating. Hal ini dapat disebabkan karakteristik pati yang digunakan sebagai bahan pembuat edible coating bersifat hidrofilik. Sifat hidrofilik pati menyebabkan pati merupakan penghalang yang buruk terhadap uap air. Air yang terdapat pada lingkungan dapat terserap dan merusak rantai intermolekuler edible coating sehingga meningkatkan permeabilitas secara umum. Agar edible coating yang terbuat dari pati mampu menahan susut bobot sebaiknya ditambahkan lipid yang memiliki daya tahan bagus terhadap uap air karena sifatnya yang hidrofobik. 40
9 Pengecilan ukuran pati menggunakan blender kering juga dapat mempengaruhi. Pati menjadi rusak akibat perlakuan mekanis. Pati ini menjadi lebih banyak mengikat air dibanding pati normal. Lebih lanjut mengakibatkan edible coating yang dihasilkan tidak mampu menahan susut bobot yang terjadi. Hasil uji-t seperti terlihat pada Lampiran 6 dan Gambar 23 serta 24 menunjukkan bahwa lama penyimpanan juga berpengaruh sangat nyata (p<0.01) terhadap nilai susut bobot yang diperoleh. Nilai susut bobot semakin meningkat dengan meningkatnya lama penyimpanan. Gambar 23. Diagram batang pengaruh konsentrasi pati ubi jalar-tapioka terhadap susut bobot selama penyimpanan pada suhu ruang Gambar 24. Diagram batang pengaruh konsentrasi pati ubi jalar-tapioka terhadap susut bobot selama penyimpanan pada suhu 5 C 41
10 Gambar 23 dan 24 juga memperlihatkan pengaruh suhu penyimpanan terhadap susut bobot. Nilai rata-rata susut bobot pada hari pertama (6.56 %) lebih kecil dibanding susut bobot pada hari kedua (15.61 %). 3. Warna Hasil penelitian yang terdapat pada Lampiran 11 menunjukkan bahwa suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap nilai Browning Index (BI) apel potong segar. Nilai BI tetap tinggi meskipun apel potong segar disimpan pada suhu 5 C. Hasil penelitian terhadap nilai L (kecerahan) seperti terlihat pada Lampiran 12 juga menunjukkan bahwa suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap nilai kecerahan (L) apel potong segar. Nilai BI apel potong segar seperti terlihat pada Gambar 25 dan 26 menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata. Nilai rata-rata BI apel potong segar yang disimpan pada suhu ruang adalah tidak berbeda nyata dengan nilai rata-rata BI apel potong segar yang disimpan pada suhu 5 C (31.70). Gambar 25. Diagram batang pengaruh konsentrasi pati ubi jalar-tapioka terhadap nilai BI selama penyimpanan pada suhu ruang 42
11 Gambar 26. Diagram batang pengaruh konsentrasi pati ubi jalar-tapioka terhadap nilai BI selama penyimpanan pada suhu 5 C Nilai kecerahan (L) apel potong segar seperti terlihat pada Gambar 27 dan 28 menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata. Nilai rata-rata BI apel potong segar yang disimpan pada suhu ruang adalah tidak berbeda nyata dengan nilai rata-rata BI apel potong segar yang disimpan pada suhu 5 C (63.17). Gambar 27. Diagram batang pengaruh konsentrasi pati ubi jalar-tapioka terhadap nilai L selama penyimpanan pada suhu ruang 43
12 Gambar 28. Diagram batang pengaruh konsentrasi pati ubi jalar-tapioka terhadap nilai L selama penyimpanan pada 5 C Hasil penelitian seperti terlihat pada Lampiran 11 menunjukkan bahwa perbandingan konsentrasi pati ubi jalar dan tapioka yang digunakan sebagai bahan pembuat edible coating tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap nilai BI. Hasil penelitian terhadap nilai kecerahan (L) apel potong segar seperti terlihat pada Lampiran 12 juga menunjukkan bahwa perbandingan konsentrasi pati ubi jalar dan tapioka yang digunakan sebagai bahan pembuat edible coating tidak berpengaruh nyata (p>0.05). Nilai BI dan L tetap tinggi meskipun produk apel potong segar sudah dilapisi edible coating. Hal tersebut mengindikasikan bahwa lapisan edible coating yang dibuat pada penelitian ini tidak dapat berfungsi sebagai penahan interaksi antara jaringan buah dengan oksigen. Oksigen berperan penting dalam reaksi pencoklatan, yakni sebagai substrat pembantu (co-substrate). Jika interaksi antara oksigen dengan jaringan buah dapat ditekan, maka pencoklatan dapat diminimalisir. Dapat disimpulkan, bahwa tidak ada formulasi konsentrasi untuk bahan edible coating yang terbaik yang dapat dijadikan sebagai penghambat pencoklatan enzimatis yang terjadi. Kondisi pencoklatan yang terjadi selama penyimpanan dapat lebih jelas terlihat pada Lampiran
13 Ketidakmampuan lapisan edible coating untuk menghambat pencoklatan apel potong segar dapat disebabkan lapisan yang terbentuk pada permukaan apel potong segar tidak merata karena ukurannya yang kecil. Ukuran yang kecil menyebabkan permukaan menjadi luas. Kurangnya kandungan pati juga dapat menyebabkan lapisan edible coating yang terbentuk tidak dapat berfungsi sebagai penghambat reaksi pencoklatan yang terjadi. Selain itu, pemakaian gliserol sebagai pemlastis juga menyebabkan peningkatan permeabilitas terhadap oksigen. Permeabilitas yang tinggi terhadap oksigen menyebabkan jaringan buah dapat dengan mudah terpapar oksigen sehingga memicu terjadinya pencoklatan. 4. Organoleptik Hasil uji organoleptik apel potong segar terhadap parameter rasa seperti terlihat pada Lampiran 19 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi pati ubi jalar dan tapioka yang digunakan sebagai bahan pembuat edible coating tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap penilaian panelis. Rasa apel potong segar yang terlapis edible coating tidak berbeda nyata dengan rasa apel potong segar yang tidak terlapis (kontrol). Salah satu syarat edible coating adalah tidak berasa sehingga tidak mengganggu rasa produk terlapis itu sendiri. Berdasarkan hasil uji organoleptik dapat disimpulkan bahwa edible coating yang digunakan untuk melapisi apel potong segar tidak berpengaruh terhadap penilaian panelis sehingga syarat tersebut terpenuhi. Hasil uji organoleptik terhadap parameter warna seperti terdapat pada Lampiran 20 menunjukkan bahwa penambahan edible coating pada apel potong segar dengan berbagai konsentrasi berpengaruh sangat nyata (p<0.01) terhadap tingkat kesukaan panelis. Dibanding kontrol, apel yang terlapis edible coating lebih tidak disukai panelis. Hal ini dapat disebabkan warna apel terlapis lebih coklat dibandingkan kontrol. Seperti sudah diketahui pada pengujian menggunakan Chromameter, edible coating 45
14 tidak dapat berfungsi sebagai penahan jaringan buah dari terpapar dengan oksigen. 46
I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di Indonesia adalah jenis Fragaria vesca L. Buah stroberi adalah salah satu produk hasil
Lebih terperinciVI. HASIL DAN PEMBAHASAN
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan mutu yang diamati selama penyimpanan buah manggis meliputi penampakan sepal, susut bobot, tekstur atau kekerasan dan warna. 1. Penampakan Sepal Visual Sepal atau biasa
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu tomat. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan
Lebih terperinciPENGARUH EDIBLE COATING PATI UBI JALAR PUTIH (Ipomoea batatas L.) TERHADAP PERUBAHAN WARNA APEL POTONG SEGAR (FRESH-CUT APPLE) Oleh: LATIFAH F
PENGARUH EDIBLE COATING PATI UBI JALAR PUTIH (Ipomoea batatas L.) TERHADAP PERUBAHAN WARNA APEL POTONG SEGAR (FRESH-CUT APPLE) Oleh: LATIFAH F24103095 2009 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme menjadi lambat sehingga
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Laju Respirasi dengan Perlakuan Persentase Glukomanan Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah sawo yang terolah minimal, beberapa senyawa penting
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pati bahan edible coating berpengaruh terhadap kualitas stroberi (Fragaria x
57 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Stroberi (Fragaria x ananassa) Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa jenis pati bahan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN MBAHASAN A. SUSUT BOBOT Perubahan susut bobot seledri diukur dengan menimbang bobot seledri setiap hari. Berdasarkan hasil pengukuran selama penyimpanan, ternyata susut bobot seledri mengalami
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Laju Respirasi Respirasi merupakan proses metabolisme oksidatif yang mengakibatkan perubahan-perubahan fisikokimia pada buah yang telah dipanen.
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Suhu pada Respirasi Brokoli Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa brokoli mempunyai respirasi yang tinggi. Namun pada suhu yang rendah, hasil pengamatan menunjukkan
Lebih terperinciHASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap
IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Konsentrasi KMnO 4 Terhadap Susut Berat Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap susut berat cabai merah berbeda nyata
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu.
Suhu o C IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tahap 1. Pengomposan Awal Pengomposan awal bertujuan untuk melayukan tongkol jagung, ampas tebu dan sabut kelapa. Selain itu pengomposan awal bertujuan agar larva kumbang
Lebih terperinciPENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)
PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) Cara-cara penyimpanan meliputi : 1. penyimpanan pada suhu rendah 2. penyimpanan dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung mampu memproduksi pisang sebanyak 319.081 ton pada tahun 2003 dan meningkat hingga
Lebih terperinciIV. Hasil dan Pembahasan
IV. Hasil dan Pembahasan 4.1. Keasaman Total, ph. Ketebalan Koloni Jamur dan Berat Kering Sel pada Beberapa Perlakuan. Pada beberapa perlakuan seri pengenceran kopi yang digunakan, diperoleh data ph dan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. WARNA KULIT BUAH Selama penyimpanan buah pisang cavendish mengalami perubahan warna kulit. Pada awal pengamatan, buah berwarna hijau kekuningan dominan hijau, kemudian berubah
Lebih terperinciPENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI
PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi
Lebih terperincisebesar 15 persen (Badan Pusat Statistik, 2015).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apel adalah salah satu buah yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Apel digemari karena rasanya yang manis dan kandungan gizinya yang tinggi. Buah apel mempunyai
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki
TINJAUAN PUSTAKA Ubi jalar ungu Indonesia sejak tahun 1948 telah menjadi penghasil ubi jalar terbesar ke empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki kandungan nutrisi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Parameter Fisik dan Organoleptik Pada Perlakuan Blansir 1. Susut Bobot Hasil pengukuran menunjukkan bahwa selama penyimpanan 8 hari, bobot rajangan selada mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah merupakan salah satu jenis pangan yang sangat penting peranannya bagi tubuh kita, terlebih karena mengandung beberapa vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh. Buah juga
Lebih terperinciPENGARUH EDIBLE COATING PATI UBI JALAR PUTIH (Ipomoea batatas L.) TERHADAP PERUBAHAN WARNA APEL POTONG SEGAR (FRESH-CUT APPLE) Oleh: LATIFAH F
PENGARUH EDIBLE COATING PATI UBI JALAR PUTIH (Ipomoea batatas L.) TERHADAP PERUBAHAN WARNA APEL POTONG SEGAR (FRESH-CUT APPLE) Oleh: LATIFAH F24103095 2009 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. apabila tidak ditangani secara benar. Kerusakan bahan pangan tersebut
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan pangan pada umumnya mudah mengalami kerusakan apabila tidak ditangani secara benar. Kerusakan bahan pangan tersebut dapat terjadi karena faktor internal dan eksternal.
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Cendawan pada Stek (a), Batang Kecoklatan pada Stek (b) pada Perlakuan Silica gel
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Stek Pengamatan keadaan umum stek bertujuan untuk mengetahui sifat fisik, kualitas dan daya tumbuh stek selama penyimpanan. Keadaan umum stek yang diamati meliputi warna,
Lebih terperinci1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat
1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian
Lebih terperinciHASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis
IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti makanan pokok karena mengandung karbohidrat sebesar 27,9 g yang dapat menghasilkan kalori sebesar
Lebih terperinciTabel 1. Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna Hijau kekuningan (+) Hijau kekuningan (++)
V. HASIL PENGAMATAN Tabel 1. Pola Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna (++) Aroma Khas jeruk Khas jeruk Khas jeruk - - (++) Tekstur (++) Berat (gram) 490 460 451 465,1 450
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu jenis buah yang akhir-akhir ini populer adalah buah naga. Selain
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu jenis buah yang akhir-akhir ini populer adalah buah naga. Selain karena bentuknya yang eksotik, buah naga juga memiliki rasa yang manis dan beragam manfaat untuk
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,
Lebih terperinciPrinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri
Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengolahan minimal (minimal processing) pada buah dan sayur
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengolahan minimal (minimal processing) pada buah dan sayur atau dikenal pula dengan istilah potong segar (fresh-cut) merupakan pengolahan sayuran yang melibatkan pencucian,
Lebih terperinciHASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut
IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian pada semua parameter menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut ini merupakan rata-rata
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap
Lebih terperinciKERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI
KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI 1 Sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk olahan Pengolahan : Menambah ragam pangan Perpanjang masa simpan bahan pangan Bahan Pangan 2 Komponen Utama Penyusun Bahan Pangan
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan
Lebih terperinciBAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN
BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Produksi Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang kedelai (Glycine max) yang diolah melalui proses fermentasi oleh kapang. Secara umum,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik
Lebih terperinciPENGARUH PENGGUNAAN EDIBLE COATING TERHADAP SUSUT BOBOT, ph, DAN KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK BUAH POTONG PADA PENYAJIAN HIDANGAN DESSERT ABSTRAK
PENGARUH PENGGUNAAN EDIBLE COATING TERHADAP SUSUT BOBOT, ph, DAN KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK BUAH POTONG PADA PENYAJIAN HIDANGAN DESSERT Alsuhendra 1, Ridawati 1, dan Agus Iman Santoso 2 1 Staf Pengajar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ketersediaan air, oksigen, dan suhu. Keadaan aerobik pada buah dengan kadar
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Buah merupakan salah satu produk pangan yang sangat mudah mengalami kerusakan. Buah mengandung banyak nutrisi, air, dan serat, serta kaya akan karbohidrat sehingga
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack
Lebih terperinciOPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN
OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN Oleh : Ermi Sukasih, Sulusi Prabawati, dan Tatang Hidayat RESUME Santan adalah emulsi minyak dalam
Lebih terperinciBeberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman,
Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, bulky/voluminous/menghabiskan banyak tempat, sangat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik oleh industri atau rumah tangga, sedangkan kapasitas produksi tepung terigu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki konsumsi yang besar terhadap produk tepung terigu baik oleh industri atau rumah tangga, sedangkan kapasitas produksi tepung terigu nasional masih belum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom
Lebih terperinciLAMPIRAN. Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.
LAMPIRAN Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) 47 Lampiran. Oven Lampiran 4. Autoklaf 48 Lampiran 5. Tanur Lampiran
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal
HASIL DAN PEMBAHASAN Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal cold chaín Perubahan laju produksi CO 2 pada wortel terolah minimal baik pada wortel utuh (W1) maupun irisan wortel (W2) pada penelitian pendahuluan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanas merupakan buah tropis yang banyak dibudidayakan di berbagai daerah di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (2013) dalam Lathiifah dkk. (2014), produksi nanas
Lebih terperinciBakteri memerlukan Aw relatif tinggi untuk pertumbuhan > 0,90
Firman Jaya Bakteri memerlukan Aw relatif tinggi untuk pertumbuhan > 0,90 Khamir memerlukan Aw minimal lebih rendah daripada bakteri ±0,88 KECUALI yang bersifat osmofilik Kapang memerlukan Aw minimal
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin
Lebih terperinciNova Nurfauziawati Kelompok 11A VI. PEMBAHASAN
VI. PEMBAHASAN merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi senyawa anorganik. sebagai proses oksidasi bahan organik yang terjadi didalam sel dan berlangsung secara aerobik maupun
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.
I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur relatif pendek, mudah diproduksi pada berbagai lahan dengan produktifitas antara 20-40 ton/ha
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAB PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.
BAB IV HASIL DAB PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) 4.1.1 Susut Bobot Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa persentase
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan kalori sebesar 123 kalori per 100 g bahan (Rukmana, 1997). Berdasarkan kandungan tersebut, ubi
Lebih terperinciTATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium Rekayasa
III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium Rekayasa Fakultas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. negara dengan ciri khas masing-masing. Makanan fermentasi tersebut diolah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Makanan hasil fermentasi sudah dikenal sejak lama dan terdapat di berbagai negara dengan ciri khas masing-masing. Makanan fermentasi tersebut diolah berdasarkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Buah (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura. Buah mudah sekali mengalami kerusakan yang disebabkan oleh faktor keadaan fisik buah yang
Lebih terperinciBab IV Data dan Hasil Pembahasan
Bab IV Data dan Hasil Pembahasan IV.1. Seeding dan Aklimatisasi Pada tahap awal penelitian, dilakukan seeding mikroorganisme mix culture dengan tujuan untuk memperbanyak jumlahnya dan mengadaptasikan mikroorganisme
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tahu merupakan sumber protein nabati yang banyak dikonsumsi masyarakat dan hampir setiap hari dijumpai dalam makanan sehari hari. Di Cina, tahu sudah menjadi daging
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura yang banyak diminati konsumen. Salah satu contoh kultivar jambu yang memiliki
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang dikonsumsi pada bagian umbi di kalangan masyarakat dikenal sebagai sayuran umbi. Kentang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3).
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu
III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bioaktivator Menurut Wahyono (2010), bioaktivator adalah bahan aktif biologi yang digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator bukanlah pupuk, melainkan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Fermentasi Silase Beberapa Jenis Rumput
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Kualitas Fermentasi Silase Beberapa Karakter fisik merupakan karakter yang dapat diamati secara langsung, karakter fisik yang diamati pada penelitian ini
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Ransum Komplit Karakteristik fisik silase diamati setelah silase dibuka. Parameter yang dilihat pada pengamatan ini, antara lain: warna, aroma silase, tekstur
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DOSIS DAN KEMASAN BAHAN PENYERAP Penentuan dosis dilakukan untuk memperoleh dosis zeolit yang paling optimal sebagai bahan penyerap etilen dalam penyimpanan buah salak pondoh
Lebih terperinci9/6/2016. Hasil Pertanian. Kapang; Aspergillus sp di Jagung. Bakteri; Bentuk khas, Dapat membentuk spora
KULIAH KE 8: PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PASCA PANEN & NILAI TAMBAH TIK: Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat menjelaskan berbagai teknologi pasca panen untuk memberi nilai tambah. Agricultural
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Menurut Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo PP 85/1999, limbah didefinisikan sebagai buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Salah satu limbah yang banyak
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. PREPARASI SUBSTRAT DAN ISOLAT UNTUK PRODUKSI ENZIM PEKTINASE Tahap pengumpulan, pengeringan, penggilingan, dan homogenisasi kulit jeruk Siam, kulit jeruk Medan, kulit durian,
Lebih terperinciAntiremed Kelas 12 Biologi
Antiremed Kelas 12 Biologi UTS BIOLOGI latihan 1 Doc Name : AR12BIO01UTS Version : 2014-10 halaman 1 01. Perhatikan grafik hasil percobaan pertumbuhan kecambah di tempat gelap, teduh, dan terang berikut:
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Penyakit Pascapanen Salak Pondoh Berdasarkan pengamatan identifikasi dapat diketahui bahwa salak pondoh yang diserang oleh kapang secara cepat menjadi busuk
Lebih terperinci5.1 Total Bakteri Probiotik
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu
Lebih terperinciPEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY
PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY Ella Salamah 1), Anna C Erungan 1) dan Yuni Retnowati 2) Abstrak merupakan salah satu hasil perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan menjadi
Lebih terperinciLampiran 1. Analisis Sifat-sifat Fisik dan Mekanik Edible film. Analisis terhadap sifat-sifat fisik, mekanik dan biologis edible filmini meliputi:
55 Lampiran 1. Analisis Sifat-sifat Fisik dan Mekanik Edible film Analisis terhadap sifat-sifat fisik, mekanik dan biologis edible filmini meliputi: a. Pengukuran Ketebalan Film (McHugh dan Krochta, 1994).
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. ulangan. Faktor pertama adalah jenis pati bahan edible coating (P) yang
48 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor perlakuan dan 3 kali ulangan. Faktor
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas
Lebih terperinciSINTESA DAN UJI BIODEGRADASI POLIMER ALAMI
SINTESA DAN UJI BIODEGRADASI POLIMER ALAMI Suryani Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh Medan Buketrata - Lhokseumawe Email : suryani_amroel@yahoo.com Abstrak Pati (khususnya
Lebih terperinci