PROBLEMATIKA MENGANALISIS WACANA SECARA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL MAHASISWA FKIP UNA

dokumen-dokumen yang mirip
Penanda Kohesi Gramatikal dan Leksikal Skripsi Mahasiswa PBSI UNP Kediri Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi. Kalimat berperan sebagai unsur pembangun bahasa saja. Satuan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi

Annisa Rakhmawati, Muhammad Rohmadi, Budhi Setiawan Universitas Sebelas Maret

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam berkomunikasi memerlukan sarana yang sangat

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

KOHESI DAN KOHERENSI WACANA PADA CATATAN MOTIVASI MARIO TEGUH DI PROFIL FACEBOOK

ANALISIS WACANA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL KHOTBAH IDUL ADHA

PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007

BAB II LANDASAN TEORI. digunakan untuk mengetahui keaslian penelitian yang dilakukan. Tinjauan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A.

ANALISIS PENGGUNAAN PIRANTI KOHESI PADA WACANA NASKAH LAKON SANDOSA SOKRASANA: SANG MANUSIA KARYA YANURA NUGRAHA NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS TEKSTUAL POSTER PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PEKAN ILMIAH MAHASISWA NASIONAL TAHUN 2013

ASPEK LEKSIKAL DAN GRAMATIKAL PADA LIRIK LAGU JIKA KARYA MELLY GOESLOW. Rini Agustina

ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN. NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013

BAB I PENDAHULUAN. wacana sangat dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. kalimat satu dengan kalimat lain, membentuk satu kesatuan. dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan

ANALISIS KOHESI LEKSIKAL SKRIPSI. Oleh Bambang Supriyadi NIM

PENANDA KOHESI PADA TAJUK RENCANA HARIAN SURAT KABAR KOMPAS EDISI JANUARI 2015

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat

KOHESI DAN KOHERENSI WACANA MOTIVASI MARIO TEGUH GOLDEN WAYS TENTANG WANITA PADA STASIUN METRO TV. Abstract

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NOVEL KIRTI NJUNJUNG DRAJAT KARYA R. Tg. JASAWIDAGDA

Dari sudut wacana (tempat acuan) nya, referensi dibagi atas:

REFERENSI DALAM WACANA TULIS PADA SURAT KABAR SOLOPOS EDISI JANUARI 2010 NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan

ANALISIS PENANDA KOHESI PADA KARANGAN SISWA TINGKAT SEKOLAH MENENGAH PERTAMA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARATA

BENTUK-BENTUK PENGACUAN (REFERENSI) DALAM LAGU SERINGAI PADA ALBUM SERIGALA MILITIA

BAB II LANDASAN TEORI

SARANA KOHESI DALAM CERPEN ROBOHNYA SURAU KAMI KARYA A. A. NAVIS. Jurnal Skripsi. Oleh TENRI MAYORE NIM JURUSAN SASTRA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas

PRATIWI AMALLIYAH A

ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NASKAH DRAMA BARABAH KARYA MOTINGGO BUSYE : SEBUAH ANALISIS WACANA SASTRA. Rudi A. Nugroho

ANALISIS WACANA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL DALAM NOVEL PRAWAN NGISOR KRETEG KARYA SOETARNO

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada bagian akhir tesis ini, penulis sajikan simpulan sebagai jawaban atas rumusan

JURNAL KOHESI DAN KOHERENSI WACANA PEMBACA MENULIS DI JAWA POS COHESION AND COHERENCE OF DISCOURSE READERS WRITING IN JAWA POS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

KOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK BERITA MAJALAH MANDUTA TAHUN SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF WAKTU DAN TEMPAT PADA TEKS LAGU IHSAN DALAM ALBUM THE WINNER

KAJIAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM NOVEL KADURAKAN ING KIDUL DRINGU KARYA SUPARTO BRATA

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

ANALISIS WACANA PADA TAYANGAN INFOTAINMENT SILET DI RAJAWALI CITRA TELEVISI INDONESIA SKRIPSI

KOHESI LEKSIKAL DALAM ARTIKEL OPINI KEDAULATAN RAKYAT

ANALISIS GRAMATIKAL PENGACUAN PERSONA PADA CERPEN SURAT KABAR KOMPAS EDISI JANUARI-FEBRUARI 2016 ARTIKEL E-JOURNAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesantunankesantunan

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun tulisan. Bahasa juga memegang peranan penting dalam kehidupan sosial

PENANDA KOHESI PADA WACANA RUBRIK SUARA MAHASISWA DALAM HARIAN JOGLO SEMAR

SATRIYA ADI ANDRIYANI K

TINJAUAN TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL ANALISIS LIRIK LAGU KALA CINTA MENGGODA KARYA GURUH SOEKARNO PUTRA

BAB I PENDAHULUAN. narasi. Di dalam wacana naratif mengandung suatu gagasan atau informasi dari

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN PERSONA PADA TERJEMAHAN AL-QURAN SURAT AL-KAHFI (SURAT 18)

PEMARKAH KOHESI GRAMATIKAL DALAM WACANA TAJUK RENCANA HARIAN SINGGALANG EDISI APRIL-MEI 2014 ARTIKEL ILMIAH DESI PATRI YENTI NPM

ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM WACANA BUKU TEKS BAHASA INDONESIA SMA KELAS XI KARANGAN DAWUD, DKK TAHUN 2004 PENERBIT ERLANGGA

Analisis Kohesi Gramatikal dan Leksikal pada Teks Eksposisi Siswa Kelas 10 Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. bahasa itu, biasanya akan dijawab, bahasa adalah alat komunikasi. Menurut

ANALISIS WACANA LIRIK LAGU ANAK CIPTAAN IBU SUD

ANALISIS ASPEK LEKSIKAL DAN ASPEK KONTEKS DALAM LAGU OEMAR BAKRI KARYA IWAN FALS

BAB I PENDAHULUAN. Teks khotbah Idul Adha yang disampaikan di masjid Agung Surakarta pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA

CHAPTER 5 SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY. Faculty of Humanities. English Department. Strata 1 Program

KOHESI GRAMATIKAL ANTARKALIMAT DALAM KARANGAN ARGUMENTASI SISWA KELAS X SMA NEGERI 9 PADANG JURNAL ILMIAH DELVIRA SUSANTI NPM.

ANALISIS WACANA LIRIK LAGU BUJANG NADI, LAGU DAERAH MELAYU SAMBAS, KALIMANTAN BARAT

Kemampuan Siswa Kelas XI SMAN 8 Pontianak Menentukan Unsur Kebahasaan Dalam Teks Cerita Ulang Biografi

Mata Kuliah : Kajian wacana Jurusan/Prodi : PBSI/ (Non. Reg.)

zs. /or.wisman lladi, M.Hum. ANA,LISIS PENAI{DA KOHESI GRAMATIKAL ARTIKEL POLITIK PADA MEDIA OFII.,INE KOMPASIANA.COM ARTIKEL Asrul Khairillrsibuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran

KOHESI DALAM NOVEL KELANGAN SATANG KARYA SUPARTO BRATA TESIS

ANALISIS WACANA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL PADA CERPEN LINTAH DALAM BUKU KUMPULAN CERPEN MEREKA BILANG SAYA MONYET KARYA DJENAR MAESA AYU

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN PERSONA DALAM WACANA DIALOG ACARA BUKAN EMPAT MATA EPISODE 30 OKTOBER 2013

KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF PADA KISAH NABI MUHAMMAD SAW DALAM BUKU KISAH-KISAH TELADAN 25 NABI DAN RASUL KARYA MB.

Oleh: SEPTIKA NIKEN ERLINDA A

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari peristiwa komunikasi untuk mengungkapkan gagasan, ide,

KOHESI GRAMATIKAL DAN KOHESI LEKSIKAL DALAM LIRIK GRUP BAND CAPTAIN JACK INTISARI

B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL PADA LIRIK LAGU GROUP BAND WALI DALAM ALNBUM RELIGI INGAT SHALAWAT NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. sangat berpengaruh terhadap makna yang terdapat dalam sebuah wacana. Salah

KOHESI GRAMATIKAL ANTARKALIMAT WACANA BERITA UTAMA MONITOR DEPOK

ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS VII SMP N 3 GODEAN SLEMAN YOGYAKARTA

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI

BAB II KAJIAN TEORETIK

ANALISIS KOHESI LEKSIKAL DAN GRAMATIKAL DALAM BUKU TEKS KURIKULUM 2013 REVISI 2017 KELAS VII

Kohesi Gramatikal Referensi Substitusi Elipsis Konjungsi

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

KOHESI GRAMATIKAL PADA KUMPULAN PUISI GELADI DIRI DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA DI SMP

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang memerlukan bahasa untuk berkomunikasi. Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa lisan dan bahasa tulisan. Bahasa lisan merupakan ragam bahasa

ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR KOMPAS

ANALISIS DEIKSIS PADA KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X OTOMOTIF SMK MUHAMMADIYAH KARTASURA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF DALAM LAPORAN PERJALANAN SISWA KELAS V11 F SMP 1 MUHAMMADIYAH KARTASURA

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling memahami maksud atau keinginan seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Setiap

Transkripsi:

Jurnal Bindo Sastra 1 (2) (2017): 95 102 95 PROBLEMATIKA MENGANALISIS WACANA SECARA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL MAHASISWA FKIP UNA Rina Hayati Maulidiah 1, Khairun Nisa 2, Wan Nurul Atikah Nasution 3 Universitas Asahan 1 rinahayati.maulidiah@yahoo.com, 2 nisakhairun2206@gmail.com, 3 wannurul.atikah@ymail.com Abstrak Penelitian ini mengidentifikasi problematika yang dihadapi mahasiswa dalam menganalisis wacana. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi problematika mahasiswa dalam menganalisis wacana secara tekstual dan kontekstual. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah mahasiswa semester VI-A dan VIB prodi bahasa dan sastra Indonesia Universitas Asahan yang mengikuti mata kuliah analisis wacana sebanyak 50 orang. Pendekatan penelitian yang digunakan berupa penelitian studi kasus. Sumber data dalam penelitian ini berupa hasil tulisan mahasiswa dalam menganalisis wacana secara tekstual dan kontekstual. Teknik pengumpulan data meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan. Model analisis data yang digunakan adalah analisis model interaktif. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa nilai rata-rata kemampuan menganalisis mahasiswa sebanyak 50 orang adalah 82,34, modus diperoleh 80, median diperoleh 82,5, varians diperoleh 10,51, SD diperoleh 3,24, nilai tertinggi diperoleh 88, dan nilai terendah diperoleh 70. Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dan hasil wawancara dengan mahasiswa mengenai problematika yang mereka hadapi selama menganalisis wacana secara tekstual dan kontekstual maka dapat disimpulkan problematika yang dihadapi mahasiswa dalam menganalisis wacana, yaitu: (1) kurangnya penguasaan piranti kohesi dan koherensi mahasiswa, (2) pemahaman mahasiswa tentang menganalisis wacana secara tekstual dan kontekstual masih minim, dan (3) kurangnya buku penunjang yang tepat sebagai acuan mahasiswa dalam menganalisis wacana. Kata kunci: menganalisis wacana, tekstual, kontekstual.. Abstract This study identifies the problems faced by students in analyzing discourse. This study aims to identify the problematic students in analyzing the discourse in textual and contextual. The object of research in this research is the students of semester VI-A and VIB of Indonesian language and literature study of Universitas Asahan which follow the subject of discourse analysis as many as 50 people. The research approach used is case study research. Sources of data in this study in the form of student writing in analyzing the discourse in textual and contextual. Data collection techniques include data collection, data reduction, data presentation, and conclusion drawing. Data analysis model used is interactive model analysis. Based on the result of the research, it is found that the average score of the students' ability to analyze 50 students is 82,34, the mode is 80, the median is 82,5, the variance is 10,51, SD is obtained 3,24, the highest value is 88, and the lowest value obtained 70. Based on the results of data analysis obtained and the results of interviews with students about the problems they face during textual and contextual discourse analysis can be concluded problematic faced by students in analyzing the discourse, namely: (1) lack of mastery of cohesion tools and coherence of students, (2) students' understanding of textual and contextual discourse analysis is still minimal, and (3) lack of appropriate supporting book as reference of student in analyzing discourse. Keywords:: analyzing discourse, textual, contextual. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Palembang p ISSN : 2549-5305 e ISSN: 2579-7379

96 Rina, Khairun & Wan, Problematika Menganalisis Wacana Pendahuluan Pembelajaran pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dalam perkuliahan menyajikan mata kuliah Analisis Wacana pada mahasiswa semester enam. Mata kuliah analisis wacana dengan standar kompetensi yang berbunyi mahasiswa mampu menganalisis berbagai macam wacana dan kompetensi dasar yang berbunyi mahasiswa mampu mengidentifikasi aspek tekstual dan kontekstual dalam wacana. Dalam hal ini tujuannya adalah diharapkan siswa mampu menganalisis teks wacana secara tekstual dan kontekstual. Brown dan Yule (1996: 1) menyebutkan bahwa, Wacana adalah bahasa yang digunakan. Menurut Kinneavy (dalam Supardo 1988: 54), Wacana pada umumnya adalah teks yang lengkap yang disampaikan baik secara lisan maupun tulisan yang tersusun oleh kalimat yang berkaitan, tidak harus selalu menampilkan isi yang koheren secara rasional. Wacana dapat diarahkan ke satu tujuan bahasa atau mengacu sejenis kenyataan. Pendapat lain dari Chaer (2003: 267) mengatakan bahwa Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Menurut Edmonson (dalam Juita 1999: 3), Wacana adalah satu peristiwa yang terstruktur diwujudkan di dalam perilaku linguistik yang lainnya. Sebuah wacana dikatakan baik apabila antarkalimat-kalimatnya mempunyai kesinambungan. Pemahaman mengenai wacana dapat di analisis melalui analisis wacana tekstual dan analisis wacana kontekstual. Teks dipahami sebagai suatu rangkaian pernyataan bahasa secara terstruktur. Menurut Sumarlam, dkk (2010: 22), analisis wacana tekstual adalah analisis wacana yang bertumpu secara internal pada teks yang dikaji. Analisis wacana tekstual memandang bahwa sebuah wacana terdiri atas bentuk dan makna, maka hubungan antar bagian wacana dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu hubungan bentuk (kohesi) dan hubungan makna (koheren). Analisis tekstual dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu aspek gramatikal dan leksikal. A. Aspek Gramatikal Sumarlam, dkk. (2010: 23), menyatakan bahwa aspek gramatikal meliputi: (1) pengacuan (reference), (2) penyulihan (substitution), (3) pelesapan (ellipsis), dan (4) perangkaian (conjunction). 1. Pengacuan (Referensi) Pengacuan atau referensi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain (atau suatu acuan) yang mendahului atau mengikutinya. Ramlan (dalam Mulyana, 2005: 27) menyatakan bahwa referensi (penunjukkan) merupakan bagian kohesi gramatikal yang berkaitan dengan penggunaan kata atau kelompok kata atau satuan gramatikal lainnya. Berdasarkan tempatnya, pengacuan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: (1) pengacuan endofora apabila acuannya (satuan lingual yang diacu) berada atau terdapat di dalam teks wacana itu dan (2) pengacuan eksofora apabila acuannya berada atau terdapat di luar teks wacana. Dalam aspek referensi, menurut Mulyana (2005: 27) terlihat juga adanya bentuk-bentuk pronomina (kata ganti orang, kata ganti tempat, dan kata ganti lainnya). Pengacuan endofora berdasarkan arah pengacuannya dibedakan menjadi dua jenis lagi, yaitu: (1) pengacuan anaforis (anaphoric reference) dan (2) pengacuan kataforis (cataphoric reference). Pengacuan anaforis adalah salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang mendahuluinya, atau mengacu antaseden di sebelah kiri, atau mengacu pada unsur yang telah terdahulu. Sementara itu, pengacuan kataforis merupakan salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang mengikutinya, atau mengacu antaseden di sebelah kanan, atau mengacu pada unsur yang baru disebutkan kemudian. Jenis kohesi gramatikal pengacuan diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu: (1) pengacuan persona, (2) pengacuan demonstratif, dan (3) pengacuan komparatif. a. Pengacuan Persona Pengacuan persona dibagi menjadi tiga, yaitu persona pertama (persona I), kedua (persona II), dan ketiga (persona III), baik tunggal maupun jamak (Sumarlam,dkk., 2010: 24). Pengacuan persona pertama tunggal ditandai dengan kata aku, saya, hamba,

Jurnal Bindo Sastra 1 (2) (2017): 95 102 97 gua/gue, ana ane, ku-, -ku. Adapun pengacuan persona jamak ditandai dengan kata kami, kami semua, kita. Pengacuan persona kedua tunggal ditandai dengan kata kamu, anda, anta atau ente, kau-, -mu. Adapun pengacuan persona jamak ditandai dengan kata kamu semua, kalian, kalian semua. Persona ketiga tunggal ditandai dengan kata ia, dia, beliau, di-, -nya sedangkan jamak ditandai dengan kata mereka, mereka semua. b. Pengacuan Demonstratif Pengacuan demonstratif (kata ganti penunjuk) dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) pronomina demonstratif waktu (temporal) dan (2) pronomina demonstratif tempat (lokasional) (Sumarlam,dkk., 2010: 26). Dalam hal ini demonstratif waktu mengacu pada waktu kini ( seperti kini dan sekarang), lampau (seperti kemarin dan dulu), akan datang (seperti besok yang akan datang), dan waktu netral (seperti pagi dan siang). Pengacuan demonstratif tempat mengacu pada tempat atau lokasi yang dekat dengan pembicara (sini, ini), agak jauh dengan pembicara (situ, itu), jauh dengan pembicara (sana), dan menunujuk tempat secara eksplisit. c. Komparatif (Perbandingan) Pengacuan komparatif (perbandingan) ialah salah satu jenis kohesi gramatikal yeng bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai kemiripan atau kesamaan dari segi bentuk atau wujud, sikap, sifat, watak, perilaku, dan sebagainya. Katakata yang sering digunakan untuk membandingkan misalnya seperti, bagai, bagaikan, laksana, sama dengan, tidak berbeda dengan, persis seperti, dan persis sama dengan. 2. Penyulihan (Substitusi) Penyulihan atau substitusi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penggantian satuan lingual tertentu (yang telah disebut) dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk memperoleh unsur pembeda. Menurut Mulyana (2005: 28) substitusi adalah proses dan hasil penggantian unsur bahasa oleh unsur lain dalam satuan yang lebih besar. Lebih lanjut dijelaskan bahwa substitusi merupakan hubungan gramatikal dan lebih bersifat hubungan kata dan makna. Substitusi dapat dibedakan menjadi empat, yaitu: (1) substitusi nomina adalah penggantian satuan lingual yang berkategori nomina (kata benda) dengan satuan lingual lain yang juga berkategori nomina, (2) substitusi verbal adalah penggantian satuan lingual yang berkategori verba (kata kerja) dengan satuan lingual lainnya yang juga berkategori verba, (3) substitusi frasal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa kata atau frasa dengan satuan lingual yang berupa frasa, dan (4) substitusi klausal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa klausa atau kalimat dengan satuan lingual lainnya yang berupa kata atau frasa. 3. Pelesapan (Elipsis) Pelesapan (elipsis) adalah proses penghilangan kata atau satuan-satuan kebahasaan lain (Mulyana, 2005: 28). Lebih lanjut Sumarlam, dkk. (2010: 30) menjelaskan bahwa pelesapan (elipsis) adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penghilangan atau pelesapan satuan lingual tertentu yang telah disebutkan sebelumnya. Dalam hal ini yang dilesapkan dapat berupa kata, frasa, klausa, kalimat. Fungsi pelesapan dalam wacana antara lain, yaitu: (1) menghasilkan kalimat yang efektif, (2) efisiensi, yaitu untuk mencapai nilai ekonomis, (3) mencapai aspek kepaduan wacana, (4) bagi pembaca atau pendengar berfungsi untuk mengaktifkan pikirannya terhadap hal-hal yang tidak diungkapkan dalam satuan bahasa, dan (5) untuk kepraktisan berbahasa terutama dalam berkomunikasi secara lisan. Gaya penulisan wacana yang menggunakan elipsis biasanya mengandaikan bahwa pembaca atau pendengar sudah mengetahui sesuatu, meskipun sesuatu itu tidak disebutkan secara eksplisit (Mulyana, 2005: 28). 4. Perangkaian (Konjungsi) Konjungsi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana (Sumarlam,dkk., 2010: 32). Unsur yang dirangkaikan dapat berupa satuan lingual kata, frasa, klausa, kalimat, dan dapat juga berupa unsur yang lebih besar dari itu. Konjungsi disebut juga sarana perangkai unsur-unsur kebahasaan (Mulyana, 2005: 29). Terkait dengan hal tersebut makna perangkaian dapat berupa sebab akibat (sebab, karena, maka, makanya), pertentangan (tetapi, namun), kelebihan (malah), perkecualian

98 Rina, Khairun & Wan, Problematika Menganalisis Wacana (kecuali), konsesif (walaupun, meskipun), tujuan (agar, supaya), penambahan (dan, juga, serta), pilihan (atau, apa), harapan (mogamoga, semoga), urutan (lalu, terus, kemudian), perlawanan (sebaliknya), waktu (setelah, sesudah, usai, selesai), syarat (apabila, jika), cara (dengan cara, begitu), makna lainnya dalam hal ini yang ditemukan dalam tuturan. B. Aspek Leksikal Kohesi leksikal atau perpaduan leksikal adalah hubungan leksikal antara bagian-bagian wacana untuk mendapatkan keserasian struktur secara kohesif (Mulyana, 2005: 29). Wijana & Rohmadi (2011: 75) menyatakan bahwa ketaksaan leksikal adalah kegandaan makna yang ditimbulkan karena adanya butir-butir leksikal yang memiliki makna ganda baik karena penerapan pemakaiannya maupun karena hal-hal yang bersifat leksidental. Sumarlam, dkk. (2010: 35) menyatakan bahwa kohesi leksikal dalam wacana dapat dibedakan menjadi enam macam, yaitu: (1) repetisi (pengulangan), (2) sinonimi (padan kata), (3) kolokasi (sanding kata), (4) hiponimi (hubungan atas-bawah), (5) antonimi (lawan kata), dan (6) ekuivalensi (kesepadanan). 1. Repetisi ( Pengulangan) Repetisi adalah pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Menurut Keraf (dalam Sumarlam,dkk., 2003: 35) berdasarkan tempat satuan lingual yang diulang dalam baris, klausa atau kalimat, repetisi dapat dibedakan menjadi delapan macam, yaitu: (1) repetisi epizeuksis ialah pengulangan satuan lingual (kata) yang dipentingkan beberapa kali secara berturutturut, (2) tautotes ialah pengulangan satuan lingual (sebuah kata) beberapa kali dalam sebuah kontruksi, (3) anaphora ialah pengulangan satuan lingual berupa kata atau frasa pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya, (4) epistrofa ialah pengulangan satuan lingual kata atau frasa pada akhir baris (dalam puisi) atau akhir kalimat (dalam prosa) secara berturut-turut, (5) simploke ialah pengulangan satuan lingual pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat berturutturut, (6) mesodiplosis ialah pengulangan satuan lingual di tengah-tengah baris atau kalimat secara berturut-turut, (7) epanalepsis ialah pengulangan satuan lingual, yang kata atau frasa terakhir dari baris atau kalimat itu merupakan pengulangan kata atau frasa pertama, dan (8) anadiplosis ialah pengulangan kata atau frasa terakhir dari baris atau kalimat itu menjadi kata atau frasa pertama pada baris atau kalimat berikutnya. 2. Sinonimi (Padan Kata) Wijana & Rohmadi (2008: 28) menyatakan bahwa sinonimi adalah hubungan atau relasi persamaan makna. Jadi, bentuk kebahasaan yang satu memiliki kesamaan makna dengan bentuk kebahasaan lain. Sinonimi merupakan salah satu aspek leksikal untuk mendukung kepaduan wacana dan berfungsi untuk menjalin makna yang sepadan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam wacana (Sumarlam,dkk., 2010:39). 3. Antonimi ( Lawan Kata) Antonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang lain atau satuan lingual yang maknanya berlawanan beroposisi dengan satuan lingual yang lain (Sumarlam,dkk., 2010:40). Terkait dengan penjelasan tersebut kita dapat menafsirkan kedua kata tersebut sangat jauh berbeda atau bertolak belakang makna yang dimiliki. Antonimi disebut juga dengan oposisi. Berdasarkan sifatnya, oposisi makna dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu: (1) oposisi mutlak adalah pertentangan makna secara mutlak. Mutlak dalam hal ini maksudnya tidak dapat diganggu gugat, (2) oposisi kutub adalah oposisi makna yang tidak bersifat mutlak tetapi bersifat gradasi. Artinya, terdapat tingkatan makna pada kata-kata tersebut, (3) oposisi hubungan adalah oposisi makna yang bersifat saling melengkapi. Saling melengkapi disini dapat dimaksudkan kehadiran kata yang satu disebabkan oleh adanya kata yang lain, (4) oposisi hirarkial adalah oposisi makna yang menyatakan deret jenjang atau tingkatan. Oposisi hierarkial biasanya ditandai dengan kata-kata yang menunjuk nama-nama satuan ukuran (panjang, berat, isi), nama satuan hitungan, penanggalan dan sejenisnya, dan (5) oposisi majemuk adalah oposisi makna yang terjadi pada beberapa kata lebih dari dua. 4. Kolokasi (Sanding Kata)

Jurnal Bindo Sastra 1 (2) (2017): 95 102 99 Kolokasi atau sanding kata adalah asosiasi tertentu dalam menggunakan pilihan kata yang cenderung digunakan secara berdampingan (Sumarlam,dkk., 2010: 44). Kata-kata yang berkolokasi adalah kata-kata yang cenderung dipakai dalam suatu domain atau jaringan tertentu. 5. Hiponimi (Hubungan Atas-Bawah) Hiponimi dapat diartikan sebagai satuan bahasa (kata, frasa, dan kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna satuan lingual yang lain (Sumarlam,dkk., 2010: 45). Unsur atau satuan lingual yang mencakupi beberapa unsur atau satuan lingual yang berhiponim itu disebut hipernim atau superordinat. 6. Ekuivalensi (Kesepadanan) Ekuivalensi adalah hubungan kesepadanan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang lain dalam sebuah paradigma. Menurut Sumarlam (2010: 40), analisis tekstual dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu aspek gramatikal dan aspek leksikal. Segi bentuk atau struktur lahir wacana disebut aspek gramatikal terdiri dari pengacuan (referensi), penyulihan (substitusi), pelesapan (elipsis), sedangkan aspek leksikal yang dianalisis dari segi makna atau struktur batin dapat dibedakan menjadi enam macam yaitu repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), kolokasi (sanding kata), hiponimi (hubungan atas-bawah), antonimi (lawan kata, oposisi kata), dan ekuivalensi (kesepadanan bentuk). Konteks wacana adalah aspek-aspek internal wacana dan segala sesuatu yang secara eksternal melingkupi sebuah wacana (Sumarlam, dkk., 2010:47). Jadi, dalam menganalisis kontekstual mencakup semua aspek dalam dan luar wacana tersebut. Selanjutnya dijelaskan bahwa analisis kontekstual adalah analisis dengan bertumpu pada teks yang dikaji berdasarkan konteks eksternal yang melingkupinya, baik konteks situasi maupun konteks kultural (budaya). Pemahaman konteks situasi dan budaya dalam wacana dapat dilakukan dengan berbagai prinsip penafsiran dan prinsip analogi. Prinsip-prinsip yang dimaksud, yaitu: (1) prinsip penafsiran personal berkaitan dengan siapa sesungguhnya yang menjadi partisipan di salam suatu wacana. Siapa penutur dan mitra tutur sangat menentukan makna dalam suatu tuturan, (2) prinsip penafsiran lokasional berkaitan dengan penafsiran tempat atau lokasi terjadinya suatu (keadaan, peristiwa, dan proses) dalam rangka memahami wacana, (3) prinsip penafsiran temporal berkaitan dengan pemahaman mengenai waktu. Waktu yang dimaksud dalam hal ini berkaitan dengan terjadinya suatu situasi (peristiwa, keadaan, proses), (4) prinsip analogi digunakan sebagai dasar, baik oleh penutur maupun mitra tutur, untuk memahami makna dan mengidentifikasi maksud dari (bagian atau keseluruhan) sebuah wacana, dan (5) inferensi adalah proses yang harus dilakukan oleh komunikan (pembaca atau pendengar atau mitra tutur) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (pembicara atau penulis atau penutur). Dalam hal ini konteks merupakan dasar bagi inferensi. Sejalan dengan Sumarlam, dkk., Mulyana (2005: 10) mengungkapkan bahwa keberadaan konteks dalam suatu struktur wacana menunjukkan bahwa teks tersebut memiliki struktur yang saling berkaitan satu sama lain. Gejala inilah yang menyebabkan suatu wacana menjadi utuh dan lengkap. Konteks, dengan demikian, berfungsi sebagai alat bantu memahami dan menganalisis wacana. Tujuan dari mata kuliah analisis wacana seperti yang telah dijelaskan di atas adalah mahasiswa mampu menganalisis wacana secara tekstual dan kontekstual. Oleh karena itu, hendaknya mahasiswa mampu mengartikan wacana bukan hanya sekedar kumpulan beberapa kalimat. Akan tetapi lebih dari itu, kalimat-kalimat tersebut mempunyai arti yang lebih luas baik secara tekstual dan kontekstual. Namun kenyataannya, setelah peneliti memberi perkuliahan mata kuliah ini di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Asahan, banyak persoalan yang dihadapi mahasiswa ketika menganalisis wacana. mahasiswa tidak mampu menganalisis wacacana secara tekstual dan kontekstual yang menyebabkan rendahnya nilai yang diperoleh mahasiswa. Apabila dicermati salah satu faktor yang diduga sebagai penyebab rendahnya kualitas mahasiswa adalah kurangnya pengetahuan mengenai tekstual dan kontekstual. Rendahnya pengetahuan itu menyebabkan mahasiswa menjadi malas ketika diberikan tugas

100 Rina, Khairun & Wan, Problematika Menganalisis Wacana menganalisis wacana. Seharusnya mahasiswa mampu menganalisis wacana secara tekstual dan kontekstual karena analisis wacana adalah mata kuliah yang wajib dikuasai mahasiswa. Selain kurangnya pengetahuan mahasiswa, banyak permasalahan-permasalahan terjadi yang menyebabkan kurangnya kemampuan mahasiswa dalam menganalisis wacana tersebut. Mengacu perkiraan di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian menganalisis permasalahan-permasalahan yang terjadi pada mahasiwa dalam menganalisis wacana yang menyebabkan rendahnya kemampuan mahasiswa. Tujuan dilaksakanakannya penelitian ini bahwa dengan menemukan masalah-masalah yang dialami mahasiswa, peneliti dapat mencari jawaban atau solusi untuk mengatasi masalahmasalah tersebut. Sehingga, ke depannya pembelajaran Analisis Wacana menjadi lebih baik dan menghasilkan mahasiswa yang memiliki kompetensi dan pengetahuan yang luas dalam menganalisis wacana. Selain itu cakupan analisis wacana sebagai salah suatu disiplin makin lama makin luas sehingga sangat perlu dikembangkan. Metode Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan berupa penelitian studi kasus. Berdasarkan pendapat Mulyana, 2006: 201) diketahui bahwa penelitian ini merupakan penelitian studi kasus karena bertujuan untuk mengidentifikasi problematika mahasiswa dalam menganalisis wacana secara tekstual dan kontekstual. Data yang terkumpul disusun, dianalisis, diinterpretasikan, dan disimpulkan sehingga memberikan gambaran tentang hasil penelitian yang sistematis dan nyata. Tahaptahap yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap penyelesaian. Dalam penelitian ini, data yang diperlukan antara lain: (1) data mengenai kemampuan mahasiswa menganalisis wacana secara tekstual dan kontekstual, (2) data mengenai masalah yang dihadapi mahasiswa selama menganalisis wacana. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil tulisan mahasiswa dalam menganalisis wacana. Berdasarkan data yang diperlukan adapun analisis data kuantitatif dalam penelitian ini yaitu menghitung skor tertinggi dan terendah, mencari nilai mean, varians, standar deviasi (simpangan baku), modus, dan median. Teknik analisis data tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Milles dan Huberman (dalam Sutopo, 2006: 120). Penjelasan dari masing-masing alur kegiatan dalam model analisis interaktif tersebut adalah (1) pengumpulan data (2) reduksi data (3) penyajian data (Display Data), dan (4) penarikan simpulan/verifikasi Hasil dan Pembahasan Data kemampuan menganalisis wacana adalah nilai yang diperoleh mahasiswa setelah menganalisis wacana berita. Data kemampuan menganalisis wacana memiliki skor tertinggi 91 dan skor terendah 75, mean (skor rata-rata) 83,40; varians data ini adalah 7,63; simpangan baku sebesar 2,76; modus (skor yang memiliki frekuensi terbanyak) data ini adalah 83; dan median (skor tengah) data ini adalah 83. Tabel distribusi frekuensi dan histogram frekuensi skor kemampuan menganalisis wacana sebagai berikut: Tabel 1. Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan Menganalisis Wacana Kelas Interval fabsolut Frelatif (%) 75-79 2 4,00 80-84 36 72,00 85-89 11 22,00 90-94 1 2,00 Jumlah 50 100,00

Jurnal Bindo Sastra 1 (2) (2017): 95 102 101 Gambar 1. Histogram Frekuensi Skor Kemampuan Menganalisis Wacana Berdasarkan hasil wawancara dengan 50 mahasiwa. Berikut ditampilkan dua hasil wawancara peneliti (P) dengan mahasiswa (M) mengenai problematika yang mereka hadapi selama menganalisis wacana secara tekstual dan kontekstual. P : Apakah problematika yang Anda hadapi ketika menganalisis wacana? M (1) : Banyak bu. Yang paling mendasar saya kurang memahami bagaimana cara menganalisis wacana yang benar. P : Apakah Anda memahami atau bisa menganalisis wacana secara tekstual dan kontekstual? M (1) : Sejujurnya saya kurang memahaminya bu. Karena banyak sekali aspek dalam menganalisis wacana secara tekstual dan kontekstual. Apalagi penguasaan piranti kohesi dan koherensi saya belum memadai sehingga berpengaruh pada kemampuan menganalisis wacana secara tekstual dan kontekstual saya. P : Apakah Anda memiliki buku penunjang terkait mata kuliah analisis wacana? M (2) : Ada bu. Tetapi buku yang saya miliki sulit untuk dipahami. P : Apa kendala yang Anda hadapi ketika menganalisis wacana? M (2) : Kendala yang saya hadapi saat menganalisis wacana yaitu menemukan aspek-aspek piranti kohesi dan koherensi. P : Apakah Anda memahami atau bisa menganalisis wacana secara tekstual dan kontekstual? M (2) : Saya sedikit memahami dan sedikit bisa dalam menganalisis wacana bu. P : Apakah Anda memiliki buku penunjang terkait mata kuliah analisis wacana? M (2) : Tidak bu. Dosen pengampu mata kuliah analisis wacana sudah memberikan daftar buku-buku yang bisa dipakai terkait materi selama satu semester. Akan tetapi saya tidak menemukan buku yang dimaksud disini. Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dan hasil wawancara dengan mahasiswa mengenai problematika yang mereka hadapi selama menganalisis wacana secara tekstual dan kontekstual maka dapat disimpulkan problematika yang dihadapi mahasiswa dalam menganalisis wacana sebagai berikut: 1. Kurangnya penguasaan piranti kohesi dan koherensi mahasiswa. 2. Pemahaman mahasiswa tentang menganalisis wacana secara tekstual dan kontekstual masih minim. 3. Kurangnya buku penunjanh yang tepat sebagai acuan mahasiswa dalam menganalisis wacana.

102 Rina, Khairun & Wan, Problematika Menganalisis Wacana Simpulan Data kemampuan menganalisis wacana adalah nilai yang diperoleh mahasiswa setelah menganalisis wacana berita. Data kemampuan menganalisis wacana memiliki skor tertinggi 91 dan skor terendah 75, mean (skor rata-rata) 83,40; varians data ini adalah 7,63; simpangan baku sebesar 2,76; modus (skor yang memiliki frekuensi terbanyak) data ini adalah 83; dan median (skor tengah) data ini adalah 83. Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dan hasil wawancara dengan mahasiswa mengenai problematika yang mereka hadapi selama menganalisis wacana secara tekstual dan kontekstual maka dapat disimpulkan problematika yang dihadapi mahasiswa dalam menganalisis wacana, yaitu (1) kurangnya penguasaan piranti kohesi dan koherensi mahasiswa, (2) pemahaman mahasiswa tentang menganalisis wacana secara tekstual dan kontekstual masih minim, dan (3) kurangnya buku penunjanh yang tepat sebagai acuan mahasiswa dalam menganalisis wacana. Mulyana. (2005). Kajian Wacana Teori, Metode & Aplikasi Prinsip-prinsip Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana. Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sumarlam dkk. (2010). Teori dan Praktik Analisis Wacana. Surakarta: Pustaka Cakra Surakarta. Supardo, Susilo. (1988). Bahasa Indonesia Dalam Konteks. Jakarta: P2LPTK. Wijana, I Dewa Putu, dan Muhammad Rohmadi. (2009). Analisis Wacana Pragmatik: Kajian Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka. Daftar Pustaka Brown, Gillian dan George Yule. (1996). Analisis Wacana (diterjemahkan oleh I. Soetiko). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Chaer, Abdul. (2003). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Darma, Yoce Aliah. (2009). Analisis Wacana Kritis. Bandung: Yrama Widya. Juita, Novia. (1999). Wacana Bahasa Indonesia. Padang: DIP Universitas Negeri Padang. H.B. Sutopo. (2006). Metodologi Penelitian Kulitatif. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Moleong, Lexy J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. PT Remaja Rosdakarya. Mulyana, Deddy. (2006). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.