BAB II KAJIAN TEORETIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORETIK"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. Wacana c. Pengertian Wacana Ekoyanantiasih (2002: 9) berpendapat bahwa wacana merupakan tataran yang paling besar dalam hierarki kebahasaan setelah kalimat. Sebagai tataran terbesar dalam hierarki kebahasaan, wacana bukanlah merupakan susunan kalimat secara acak, melainkan merupakan suatu satuan bahasa baik lisan maupun tulis yang tersusun berkesinambungan dan membentuk suatu kepaduan. Pendapat Tarigan (2009: 26) juga sejalan dengan Ekoyanantiasih, bahwa yang dimaksud dengan wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan atau tertulis. Selain adanya kohesi dan koheresi, Sudaryat (2009: 151) menambahkan satu unsur lagi untuk mendukung keutuhan sebuah wacana, yakni konteks situasi. Menurutnya, wacana merupakan satuan gramatikal yang terbentuk dari dua lapisan, yaitu lapisan bentuk dan lapisan isi. Kepaduan makna atau isi (kohesi) dan kekompakan bentuk (koherensi) merupakan dua unsur yang turut menentukan keutuhan wacana. Jadi, secara singkat wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang dibentuk dari rentetan kalimat yang kontinuitas, kohesif, dan koheren sesuai dengan konteks situasi. 8

2 Selain pendapat di atas, Chaer (2007: 267) menyebutkan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana tersebut berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan), tanpa keraguan apa pun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, wacana dibentuk dari kalimat atau kalimatkalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal dan persyaratan kewacanaan. Persyaratan tersebut dapat dipenuhi jika sebuah wacana sudah terbina yang disebut dengan kekohesian, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana tersebut. Jika wacana sudah kohesif, maka akan terbentuk kekoherensian, yaitu isi wacana yang apik dan benar. Hal tersebut sejalan dengan Kridalaksana (2011: 259) yang mendefinisikan wacana sebagai satuan bahasa terlengkap yang dalam tataran gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Menurutnya, wacana tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dsb.), paragraf, kalimat, atau kata yang membawa amanat yang lengkap. Sehubungan dengan bentuk wacana, Qodratilah, dkk. (2011: 605) juga sependapat dengan Kridalaksana bahwa wacana merupakan satuan bahasa terlengkap yang dapat diwujudkan dalam bentuk karangan yang utuh seperti novel, buku, atau artikel, pada pidato atau khotbah. Hal tersebut diperjelas lagi oleh Sumarlam, dkk. (2003: 15) yang membagi bentuk wacana menjadi lebih terperinci, yaitu wacana dapat dinyatakan secara lisan dan secara tertulis. Bentuk 9

3 wacana lisan seperti pidato, ceramah, khotbah, dialog, dan bentuk wacana tertulis seperti cerpen, novel, buku, surat, dokumen tertulis. Bentuk-bentuk wacana tersebut akan berarti jika dilihat dari struktur lahirnya (segi bentuk) bersifat kohesif serta saling terkait dan dari struktur batinnya (segi makna) bersifat koheren serta terpadu. Djajasudarma (2010: 3) juga sependapat dengan apa yang telah dikemukakan oleh kedua ahli di atas bahwa wacana merupakan satuan bahasa yang terlengkap dan satuan bahasa tertinggi dalam hierarki gramatikal. Wacana ini dapat diwujudkan dalam bentuk karangan yang utuh berupa novel, buku, seri ensiklopedia, dsb., paragraf, kalimat, atau kata yang membawa amanat yang lengkap. Menurutnya, wujud wacana dapat dilihat dari segi tataran bahasa mulai tataran terkecil (kata) yang dapat memuat makna menjadi utuh dengan cara melihat informasi yang terkandung di dalamnya. Pendapat selanjutnya mengenai definisi wacana secara fungsional dalam komunikasi berbahasa. Hal tersebut diawali dengan definisi wacana sebagai satuan bahasa yang paling besar yang digunakan dalam komunikasi. Satuan bahasa di bawahnya secara berturut-turut adalah kalimat, frasa, kata, dan bunyi. Secara berurutan, rangkaian bunyi membentuk kata. Rangkaian kata membentuk frasa dan rangkaian frasa membentuk kalimat. Akhirnya, rangkaian kalimat membentuk wacana, baik berupa lisan atau tulis (Rani, 2006: 3). Pendapat tersebut diperjelas lagi oleh Marwoto (1987: 151) yang lebih berfokus pada fungsi wacana sebagai alat komunikasi. Menurutnya, wacana adalah paparan penyampaian ide atau pikiran secara teratur, baik lisan maupun tertulis. Kegiatan mengarang atau menulis dibutuhkan penguasaan pengetahuan dasar tentang 10

4 menulis dan pengetahuan praktik menulis. Selain harus mengerti beberapa pengetahuan dasar tentang ejaan, penggunaan kosakata, kalimat, serta kaidahkaidah kebahasaan, subyek individu (penulis) juga dituntut menguasai beberapa pengetahuan dasar tentang wacana. Dengan demikian, dapat disimpulkan semua bentuk paparan lisan atau tulisan yang merupakan wadah penyampaian informasi maupun pikiran yang utuh disebut dengan wacana. Secara umum sebuah wacana mengacu kepada sebuah teks utuh, baik dalam situasi lisan maupun tulis. Sebuah wacana dapat diajukan kepada setiap tujuan berbahasa atau kepada setiap jenis bentuk bahasa, misalnya sebuah puisi, percakapan, tragedi, lelucon, diskusi dalam seminar, sejarah yang penting, makalah dalam majalah, wawancara, khotbah, dan wawancara TV. Teori tentang analisis wacana menjelaskan tentang bagaimana kalimat-kalimat dihubungkan dan memberikan satu kerangka acuan yang terpahami tentang berbagai jenis wacana. Selain itu, dapat pula memberikan penjelasan tentang urutan kelogisan, pengelolaan wacana, dan karakteristik stilistik sebuah wacana (Parera, 2004: ). Dari definisi wacana yang telah disebutkan oleh beberapa ahli bahasa dapat disimpulkan bahwa pengertian wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan baik secara lisan maupun tulisan dengan tingkat kohesi dan koherensi yang tinggi. Maksud dari tingkat kohesi dan koherensi yang tinggi adalah wacana tersebut memiliki keutuhan dan kepaduan dari segi bentuk dan segi makna. Wacana dapat diwujudkan dalam bentuk bahasa lisan dan bahasa tulis, seperti pidato, khotbah, ceramah, dialog, novel, cerpen, puisi, buku, karangan 11

5 ilmiah. Sesuai dengan hal tersebut, penelitian ini menggunakan objek kajian yang berbentuk karangan ilmiah berupa skripsi. d. Pengertian Kompetensi Kewacanaan Ragam kompetensi kebahasaan dibagi menjadi dua, yaitu kompetensi kemahiran fungsional dan kompetensi komunikatif. Kompetensi kemahiran fungsional memiliki tiga komponen di dalamnya, yaitu kompetensi partisipasif, kompetensi interaksional, dan kompetensi akademik. Selanjutnya, kompetensi komunikatif memiliki empat komponen di dalamnya, yaitu kompetensi gramatikal, kompetensi sosiolinguistik, kompetensi wacana, dan kompetensi strategik (Tarigan, 2009: 29). Sehubungan dengan penelitian ini, kompetensi kewacanaan termasuk ke dalam kompetensi komunikatif. Kompetensi yang dimaksud dalam hal ini adalah pengetahuan mendasar seseorang tentang sistem bahasa, seperti kaidah-kaidah tata bahasanya, kosakatanya, dan seluruh pernak-pernik bahasa serta bagaimana menggunakan bahasa tersebut secara padu (Brown, 2007: 39). Selain itu, Richards, et al (2010: 103) mendefinisikan kompetensi adalah kemampuan seseorang dalam membuat dan memahami kalimat, termasuk kalimat yang belum pernah mereka dengar sebelumnya, membedakan kalimat yang benar dan kalimat yang tidak benar dalam bahasa tertentu, serta kemampuan untuk memahami kalimat-kalimat ambigu dan menyimpang. Kompetensi sering mengacu pada seorang penutur/pendengar yang baik, yaitu seseorang yang sudah diidealkan tetapi bukan seseorang yang mungkin mempunyai pengetahuan lengkap pada keseluruhan bahasa. 12

6 Setelah mengetahui pengertian dari kompetensi dalam sebuah bahasa, maka dapat diketahui definisi kompetensi komunikatif. Richards, et al (2010: 99) mendefinisikan kompetensi komunikatif sebagai pengetahuan yang tidak hanya mengenai kemungkinan-kemungkinan yang dapat muncul dalam suatu bahasa, tetapi juga mengenai apakah suatu bahasa tersebut dapat diterima, pantas, dan dapat dilakukan dalam suatu ujaran tertentu. Selanjutnya, Tarigan (2009: 31) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kompetensi komunikatif adalah kemampuan untuk menerapkan kaidah-kaidah gramatikal suatu bahasa untuk membentuk kalimat-kalimat yang benar secara gramatikal dan untuk mengetahui apabila, di mana, kepada siapa menggunakan kalimat-kalimat tersebut. Kompetensi kewacanaan merupakan salah satu komponen dari kompetensi komunikatif. Menurut Riyono (2015: 2) kompetensi wacana adalah kemampuan untuk mengkaitkan kalimat-kalimat dalam rentang wacana dan untuk membentuk keseluruhan rangkaian tuturan yang bermakna. Wacana berarti apa saja mulai dari percakapan sederhana hingga teks tulis panjang (artikel, buku, dan sebagianya). Kompetensi wacana merupakan kompetensi yang mencakup pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengkombinasikan atau menggabungkan bentuk-bentuk dan makna-makna untuk mencapai teks-teks lisan dan tertulis yang terpadu atau utuh. Kompetensi ini berkaitan dengan penguasaan menggabungkan bentukbentuk dan makna-makna gramatikal untuk mencapai teks lisan atau tertulis yang terpadu dalam berbagai ragam genre (Tarigan, 2009: 40). Yang dimaksud genre di sini adalah tipe/jenis teks, misalnya: 1) narasi lisan atau tulis; 13

7 2) esei argumentatif; 3) laporan ilmiah; 4) surat bisnis; 5) seperangkat instruksi yang masing-masing mewakili setiap genre. Kesatuan atau kepaduan suatu teks diperoleh atau dicapai melalui kohesi (segi bentuk) dan koherensi (segi makna). Kohesi berfokus pada bagaimana ucapan-ucapan dihubungkan secara struktural dan memberi kemudahan dalam proses interpretasi atau penafsiran suatu teks. Sebagai contoh, penggunaan saranasarana kohesi seperti pronomina, sinonim, elipsis, konjungsi, dan struktur-struktur paralel yang bertindak menghubungkan ucapan-ucapan individual dan untuk menyatakan bagaimana cara sekelompok ucapan dapat dipahami atau dimengerti (secara logis atau secara kronologis) sebagai suatu teks. Selanjutnya, sarana kohesi yang mendukung aspek-aspek koherensi yang beraneka ragam juga dapat memberi sumbangan pada kualitas dan kesatuan suatu teks. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kompetensi wacana merupakan jenis-jenis teks lisan dan tulis namun yang dipilih berdasarkan analisis kebutuhan dan minat komunikasi para pembelajar, yang mencakup (Tarigan, 2004: 43-44): 1. Kohesi dalam jenis-jenis teks yang beraneka ragam, antara lain: a. sarana-sarana kohesi leksikal dalam konteks, misal ulangan butir-butir leksikal, pemakaian sinonim-sinonim (yang berlaku bagi kegiatan menyimak, berbicara, membaca, menulis); sarana-sarana kohesi gramatikal dalam konteks, misal koreferemsi nomina dengan pronomina, elipsis, konektor-konenktor 14

8 logis, struktur-struktur paralel (yang berlaku bagi kegiatan menyimak, berbicara, membaca, menulis). 2. Koherensi dalam jenis-jenis teks yang beraneka ragam, diantaranya: a. pola-pola wacana lisan, misalnya gerak-maju mekna-makna yang normal, terutama sekali makna-makna kalamiah dan fungsi komunikatif dan konversasi kasual (yang berlaku pada kegiatan menyimak, berbicara, membaca); b. pola-pola wacana tulis, gerak maju, makna-makna normal dalam surat bisnis, sebagai contohnya (yang berlaku dalam kegiatan membaca dan menulis saja). Sehubungan dengan hal tersebut, Pangaribuan (2008: 55) berpendapat bahwa kompetensi kewacanaan dapat dirumuskan sebagai kemampuan menginterpretasi maupun mengungkapkan seperangkat tuturan lisan atau tulisan secara kohesif dan koheren. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa kompetensi kewacanaan dibentuk oleh kemampuan penutur menguasai aspek-aspek kohesi dan koherensi kewacanaan. Pendapat tersebut diperkuat oleh Badru (2003: 24) bahwa yang dimaksud dengan kemampuan berwacana adalah kemampuan menerapkan kaidah-kaidah kewacanaan dalam tulisan. Seseorang dikatakan mempunyai kemampuan berwacana tinggi jika dia mampu menerapkan keseluruhan kaidah yang berlaku dalam sebuah wacana. Kaidah kewacanaan tersebut, antara lain terbentuknya kesatuan dan kepaduan. Kesatuan dan kepaduan sebuah wacana dapat dilihat dari jalinan kalimat dalam paragraf yang dibuatnya. Menurutnya, ada dua aspek yang perlu diperhatikan dalam penulisan paragraf, yaitu masalah alur pikir dan masalah kepaduan paragraf, baik kepaduan di bidang bentuk maupun kepaduan di bidang makna. Proses membangun paragraf-paragraf 15

9 tersebut atau dalam hal ini adalah wacana dapat diartikan sebagai sebuah tahapan dari pembentukan kalimat pertama yang menyebabkan timbulnya kalimat kedua, kalimat kedua menjadi acuan kalimat ketiga, kalimat ketiga mengacu kembali ke kalimat pertama, dan seterusnya. Rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain tersebut membentuk kesatuan yang kemudian disebut sebagai wacana (Ekoyanantiasih, 2002: 10). Berdasarkan pemaparan pendapat para ahli bahasa, simpulan yang dapat ditarik mengenai pengertian kompetensi kewacanaan adalah kemampuan seseorang dalam berbahasa tulis maupun lisan yang kohesif dan koheren. Kompetensi kewacanaan seseorang dihasilkan oleh aspek-aspek kohesi dan koherensi yang telah dikuasainya. Dengan demikian, makin baik penguasaan kebahasaannya, tentu makin baik kompetensi kewacanaannya. 7. Kohesi c. Pengertian Kohesi Penentu utama sekumpulan kalimat untuk dapat dikatakan sebagai wacana bergantung pada hubungan kohesif yang terdapat di dalam kumpulan kalimat tersebut dan di antara kalimat yang satu dengan yang lain. Kohesi adalah keterkaitan antarunsur dalam teks yang ditandai oleh penggunaan unsur bahasa. Keterikatan tersebut digunakan untuk menghubungkan informasi antarkalimat dalam wacana yang dapat dilakukan dengan cara menggunakan kata-kata pengikat ide. Hubungan kohesif dalam wacana dapat dibangun apabila unsur-unsur dalam wacana saling berkaitan (Brown & Yule, 1987: 191). Berkaitan tersebut diartikan 16

10 sebagai keserasian, maksudnya adalah keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana. Keserasian hubungan tersebut dapat dilihat dari berbagai alat atau peranti wacana, baik yang berupa aspek gramatikal maupun yang berupa aspek semantik, atau gabungan antara kedua aspek ini (Chaer, 2007: 267). Jadi, dapat dikatakan bahwa kohesi merupakan keserasian hubungan antara unsur yang satu dan unsur yang lain dalam wacana sehingga terciptalah pengertian yang apik atau koheren (Djajasudarma, 2010: 44). Sehubungan dengan alat atau peranti wacana, Halliday & Hasan (1994: 65) mengartikan kohesi sebagai perangkat sumber-sumber kebahasaan yang dimiliki setiap bahasa sebagai bagian dari metafungsi tekstual untuk mengaitkan satu bagian teks dengan bagian lainnya. Sumber-sumber yang dimaksud adalah referensi, substitusi, elipsis, konjungsi, dan kohesi leksikal. Pendapat tersebut diperkuat oleh Ramlan (1993: 11) bahwa untuk membentuk paragraf yang baik, selain harus mengandung kepaduan makna, paragraf tersebut harus mengandung kepaduan bentuk. Bidang bentuk dalam paragraf dapat dilihat dari pemakaian tanda-tanda atau unsur-unsur kebahasaan yang menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat yang lain dalam satuan paragraf. Jadi, terdapat kepaduan lain yang disebut dengan kohesi, yakni kepaduan di bidang bentuk Pendapat lain mengenai kohesi diungkapkan oleh Richards, et al (2010: 94) yang menjelaskan bahwa kohesi merupakan hubungan gramatikal atau leksikal antara unsur-unsur yang berbeda dalam sebuah teks. Hal ini juga mencakup tentang hubungan antara kalimat yang berbeda atau bagian-bagian yang berbeda dalam sebuah kalimat. Unsur-unsur tersebut maksudnya adala proposisi 17

11 yang dinyatakan dalam sebuah wacana. Hubungan antara proposisi yang dinyatakan secara eksplisit oleh unsur-unsur gramatikal dan semantik dalam kalimat-kalimat yang membentuk wacana disebut dengan kohesi. Kohesi dapat pula dilihat berdasarkan hubungan unsur-unsur kalimat. Unsur-unsur tersebut dihubungkan melalui penggunaan sebuah konjungtor yang mengungkapkan pertentangan, pengutamaan, perkecualian, konsesi, tujuan. Selanjutnya, kohesi dapat pula ditandai oleh pengulangan kata atau frasa, baik secara utuh maupun sebagian. Selain itu, kohesi sering pula diciptakan dengan memakai kata yang maknanya berbeda dengan makna kata yang diacunya, tetapi kata yang digantikan dan kata pengganti menunjuk ke referen yang sama. Pada umumnya wacana menunjukkan bentuk lahir yang kohesif dengan ditandai pemakaian sarana kohesi. Dengan demikian, kohesi dalam wacana tidak hanya menyatakan pertalian bentuk lahir saja, melainkan menyiratkan koherensi, yakni hubungan semantis yang mendasari wacana tersebut (Alwi, dkk., 2003: 427). Sehubungan dengan hubungan antara proposisi dalam wacana, Suladi (2000: 13) berpendapat bahwa dalam suatu wacana, kohesi merupakan keterkaitan semantis antara proposisi yang satu dan proposisi yang lainnya dalam wacana tersebut. Kohesi dapat diartikan sebagai keserasian hubungan antara unsur yang satu dan unsur yang lain dalam wacana sehingga tercipta pengertian yang apik atau koheren. Jadi, suatu wacana dikatakan kohesif apabila hubungan antara unsur yang satu dan unsur lainnya dalam wacana tersebut serasi sehingga tercipta suatu pengertian yang apik atau koheren. Kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk yang secara struktural membentuk sintaktikal. Konsep kohesi 18

12 pada dasarnya mengacu kepada hubungan bentuk, maksudnya unsur-unsur wacana (kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan secara padu dan utuh. Dengan kata lain, kohesi termasuk dalam aspek internal struktur wacana (Mulyana, 2005: 26). Selanjutnya, kohesi dapat disebut sebagai unsur yang menentukan keutuhan sebuah wacana. Hal ini dijelaskan oleh Tarigan (2009: 92) dalam pendapatnya bahwa kohesi (kepaduan) merupakan salah satu unsur yang turut menentukan keutuhan wacana. Kata kohesi mengandung pengertian kepaduan dan keutuhan. Jika dikaitkan dengan aspek bentuk dan makna, dapat dikatakan bahwa kohesi mengacu kepada aspek bentuk. Selanjutnya, dapat dikatakan pula bahwa kohesi mengacu kepada aspek formal bahasa (language). Aspek tersebut berkaitan erat dengan kohesi ini untuk melukiskan bagaimana caranya proposisi saling berhubungan satu sama lain untuk membentuk suatu teks. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kohesi merupakan hubungan semantik antara kalimat yang satu dengan yang lain dengan ditandai oleh adanya bentuk penanda ikatan formal. Kohesi juga berfungsi untuk membentuk ketekstualan suatu teks, yakni menjalin hubungan makna dan mengatur keurutan informasi (Pangaribuan, 2008: 58) Berdasarkan definisi kohesi yang dikemukakan oleh para ahli bahasa, maka dapat disimpulkan pengertian kohesi dalam penelitian ini adalah keserasian atau keterkaitan hubungan antara unsur-unsur pembangun wacana yang menghubungkan bentuk bahasa dan konteksnya. Kohesi lebih mengarah kepada kepaduan bentuk. Hal ini dapat dilihat melalui alat atau peranti kohesi yang 19

13 digunakan dalam membangun wacana tersebut sehingga tercipta sebuah wacana yang apik dan kohesif. d. Macam Peranti Kohesi 3) Peranti Kohesi Leksikal Peranti kohesi leksikal dapat dibagi menjadi enam, yaitu repetisi, sinonimi, kolokasi, hiponimi, antonimi, dan ekuivalensi. Keenam peranti kohesi tersebut digunakan untuk mencapai kepaduan wacana melalui aspek leksikal (Sumarlam, dkk., 2003: 34). Berikut ini adalah penjelasan dari keenam peranti kohesi leksikal tersebut. a) Repetisi (Pengulangan) Repetisi adalah pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Berdasarkan hal tersebut, repetisi dapat dibedakan menjadi repetisi epizeuksis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanalepsis, dan anadiplosis. Berikut ini adalah penjelasan dan contoh penggunaan kedelapan jenis repetisi tersebut. 1) Repetisi Epizeuksis Repetisi epizeuksis ialah pengulangan satuan lingual (kata) yang dipentingkan beberapa kali secara berturut-turut. Misalnya pada tuturan berikut. (1) Sebagai orang beriman, berdoalah selagi ada kesempatan, selagi diberi kesehatan, dan selagi diberi umur panjang. Berdoa wajib bagi manusia. Berdoa selagi kita sehat tentu lebih baik daripada berdoa selagi kita butuh. Mari kita berdoa bersama-sama selagi Allah mencinta umat- Nya. 20

14 Pada tuturan di atas, kata selagi diulang beberapa kali secara berturut-turut untuk menekankan pentingnya kata tersebut dalam konteks tuturan itu. 2) Repetisi Tautotes Repetisi Tautotes ialah pengulangan satuan lingual (sebuah kata) beberapa kali dalam sebuah konstruksi. Agar lebih jelas perhatikan contoh berikut ini. konstruksi. (2) Aku dan dia terpaksa harus tinggal berjauhan, tetapi aku sangat mempercayai dia, dia pun sangat mempercayai aku. Aku dan dia saling mempercayai. Dalam hal ini, kata mempercayai diulang tiga kali dalam sebuah 3) Repetisi Anafora Repetisi anafora ialah pengulangan satuan lingual berupa kata atau frasa pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya. Pengulangan pada tiap baris biasanya terjadi dalam puisi, sedangkan pengulangan pada tiap kalimat terdapat dalam prosa. Contohnya adalah sebagai berikut. (3) Bukan nafsu, Bukan wajahmu, Bukan kakimu, Bukan tubuhmu, Aku mencintaimu karena hatimu. Pada penggalan puisi di atas terjadi repetisi anafora berupa pengulangan kata bukan pada baris pertama sampai dengan keempat. 21

15 4) Repetisi Epistrofa Repetisi Epistrofa ialah pengulangan satuan lingual kata/frasa pada akhir baris (dalam puisi) atau akhir kalimat (dalam prosa) secara berturut-turut. Misalnya adalah sebagai berikut. (4) Bumi yang kudiami, laut yang kulayari, adalah puisi. Udara yang kauhirupi, air yang kauteguki, adalah puisi. Kebun yang kautanami, bukit yang kaugunduli, adalah puisi. Gubug yang kauratapi, gubug yang kautinggali, adalah puisi. Pada bait puisi di atas satuan lingual adalah puisi diulang empat kali pada tiap baris secara berurutan. 5) Repetisi Simploke Repetisi simploke ialah pengulangan satuan lingual pada awal dan akhir beberapa baris/kalimat berturut-turut, seperti pada contoh berikut ini. (5) Kamu bilang hidup ini brengsek. Biarin. Kamu bilang hidup ini nggak punya arti. Biarin. Kamu bilang nggak punya kepribadian. Biarin. Kamu bilang nggak punya pengertian. Biarin. Pada bait puisi di atas terdapat pengulangan satuan lingual kamu bilang hidup ini pada baris pertama dan kedua, dan satuan lingual kamu bilang nggak punya pada baris ketiga dan keempat, masing-masing terdapat pada awal baris. Sementara itu satuan lingual yang berupa kata biarin diulang empat kali pada tiap akhir baris pertama sampai dengan keempat. 6) Repetisi Mesodiplosis Repetisi Mesodiplosis ialah pengulangan satuan lingual di tengah-tengah baris atau kalimat secara berturut-turut. Contohnya sebagai berikut. 22

16 (6) Pegawai kecil jangan mencuri kertas karbon. Babu-babu jangan mencuri tulang-tulang ayam goreng. Para pembesar jangan mencuri bensin. Para gadis jangan mencuri perawannya sendiri. Pada tiap baris puisi di atas terdapat pengulangan satuan lingual jangan mencuri yang terletak di tengah-tengah baris secara berturut-turut. 7) Repetisi Epanalepsis Repetisi Epanalepsis ialah pengulangan satuan lingual, yang kata/frasa terakhir dari baris/kalimat itu merupakan pengulangan kata/frasa pertama. Berikut ini adalah contoh penggunaan repetisi tersebut. (7) Minta maaflah kepadanya sebelum dia datang minta maaf. Kamu mengalah bukan berarti dia mengalahkan kamu. Berbuat baiklah kepada sesama selagi bisa berbuat baik. Pada tuturan di atas terdapat repetisi epanalepsis, yaitu frasa minta maaf pada akhir baris merupakan pengulangan frasa yang sama pada awal baris pertama. Kata kamu pada akhir baris merupakan pengulangan kata yang sama pada awal baris kedua. Selanjutnya, frasa berbuat baik pada akhir baris merupakan pengulangan frasa yang sama pada awal baris ketiga. 8) Repetisi Anadiplosis Repetisi anadiplosis ialah pengulangan kata/frasa terakhir dari baris/kalimat itu menjadi kata/frasa pertama pada baris/kalimat berikutnya. Berikut ini adalah contoh repetisi berikut. (8) dalam hidup ada tujuan tujuan dicapai dengan usaha usaha disertai doa doa berarti harapan 23

17 harapan adalah perjuangan perjuangan adalah pengorbanan Tampak pada puisi di atas, kata tujuan pada akhir baris pertama menjadi kata pertama pada baris kedua, kata usaha pada akhir kedua menjadi kata pertama pada baris ketiga, kata doa pada akhir baris ketiga menjadi kata pertama pada baris keempat, kata harapan pada akhir baris keempat menjadi kata pertama pada baris kelima, dan kata perjuangan pada akhir baris kelima menjadi kata pertama pada baris terakhir dari puisi tersebut. b) Sinonimi (Padan Kata) Sinonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang sama; atau ungkapan yang maknanya kurang lebih sama dengan ungkapan lain. Sinonimi merupakan salah satu aspek leksikal untuk mendukung kepaduan wacana. Sinonimi berfungsi menjalin hubungan makna yang sepadan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam wacana. Berdasarkan wujud satuan lingualnya, sinonimi dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu sinonimi antara morfem (bebas) dengan morfem (terikat), kata dengan kata, kata dengan frasa atau sebaliknya, frasa dengan frasa, klausa/kalimat dengan klausa/kalimat. Berikut ini adalah penjelasan dari kelima macam sinonimi tersebut. 1) Sinonimi Morfem (Bebas) dengan Morfem (Terikat) Berikut ini adalah penggunaan morfem (bebas) aku, kamu, dia yang masing-masing bersinonim dengan morfem (terikat) -ku, -mu, -nya. 24

18 (9) Aku mohon kau mengerti perasaanku. Kamu boleh bermain sesuka hatimu. Dia terus berusaha mencari jatidirinya. 2) Sinonim Kata dengan Kata (10) Meskipun capeg, saya sudah terima bayaran. Setahun menerima gaji 80%. SK pagnegku keluar. Gajiku naik. Tampak pada tuturan di atas, kepaduan wacana tersebut antara lain didukung oleh aspek leksikal yang berupa sinonimi antara kata bayaran pada kalimat pertama dengan kata gaji pada kalimat kedua dan ketiga. Kedua kata tersebut maknanya sepadan. 3) Sinonim Kata dengan Frasa atau Sebaliknya (11) Kota itu semalam dilanda hujan dan badai. Akibat adanya musibah itu banyak gedung yang runtuh, rumah-rumah penduduk roboh, dan pohon-pohon pun tumbang disapu badai. Kepaduan wacana tersebut didukung oleh aspek leksikal yang berupa sinonimi antara frasa hujan dan badai pada kalimat pertama dengan kata musibah pada kalimat berikutnya. 4) Sinonimi Frasa dengan Frasa (12) Tina adalah sosok wanita yang pandai bergaul. Betapa tidak. Baru dua hari pindah ke sini, dia sudah bisa beradaptasi dengan baik. Wacana di atas kepaduannya didukung oleh aspek leksikal sinonimi antara frasa pandai bergaul pada kalimat pertama dengan frasa beradaptasi dengan baik pada kalimat ketiga. Kedua ungkapan itu mempunyai makna yang sepadan. 25

19 5) Sinonimi klausa/kalimat dengan klausa/kalimat (13) Gunakan landasan teori yang tepat untuk memecahkan masalah tersebut. Pendekatan yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan itu pun juga harus akurat. Klausa memecahkan masalah tersebut pada kalimat pertama bersinonim dengan klausa menyelesaikan persoalan itu pada kalimat kedua. Kedua klausa yang bermakna sepadan itu mendukung kepaduan wacana yang baik secara leksikal maupun semantis. c) Antonimi (Lawan Kata) Antonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang lain; atau satuan lingual yang maknanya berlawanan/beroposisi dengan satuan lingual yang lain. Antonimi juga disebut dengan oposisi makna. Berdasarkan sifatnya, oposisi makna dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu oposisi mutlak, oposisi kutub, oposisi hubungan, oposisi hirarkial, oposisi majemuk. Oposisi makna atau antonimi juga merupakan salah satu aspek leksikal yang mampu mendukung kepaduan wacana secara semantis. Berikut ini adalah penjelasan dari kelima macam tersebut. 1) Oposisi Mutlak Oposisi mutlak adalah pertentangan makna secara mutlak, misalnya oposisi antara kata hidup dengan kata mati, kata bergerak dengan diam. Misalnya pada wacana berikut ini. (14) Hidup dan matinya perusahaan tergantung dari usaha kita. Jangan hanya diam menunggu kehancuran, mari kita mencoba bergerak dengan cara yang lain. 26

20 2) Oposisi Kutub Oposisi kutub adalah oposisi makna yang tidak bersifat mutlak, tapi bersifat gradasi. Artinya, terdapat tingkatan makna pada kata-kata tersebut. Misalnya oposisi makna antara kata-kata: kaya >< miskin besar >< kecil panjang >< pendek lebar >< sempit senang >< susah Berikut ini adalah wacana yang mengandung oposisi kutub. (15) Memasuki era globalisasi sekarang ini, meningkatkan kualitas sumber daya manusia sangatlah penting. Semua warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran, baik itu orang kaya maupun orang miskin. Semua mempunyai hak yang sama untuk mengenyam pendidikan. Pada wacana di atas terdapat oposisi kutub antara kata kaya dengan kata miskin pada kalimat kedua. Kedua kata tersebut dikatakan berproposisi kurub sebab terdapat gradasi di antara oposisi keduanya, yaitu adanya realitas sangat kaya, kaya, agak kaya, agak miskin, miskin, dan sangat miskin bagi kehidupan orang di dunia ini. 3) Oposisi Hubungan Oposisi hubungan adalah oposisi makna yang bersifat saling melengkapi. Karena oposisi ini bersifat saling melengkapi, maka kata yang satu dimungkinkan ada kehadirannya karena kehadiran kata yang lain yang menjadi oposisinya; atau kehadiran kata yang satu disebabkan oleh adanya kata yang lain, seperti oposisi antara kata-kata: 27

21 bapak >< ibu guru >< murid dosen >< mahasiswa dokter >< pasien senang >< susah Berikut ini adalah wacana yang mengandung oposisi hubungan. (16) Ibu Rini adalah seorang guru yang cantik dan cerdas. Selain itu, beliau juga pandai dalam menyampaikan materi pelajaran di kelas, sehingga semua murid senang kepadanya. Wacana di atas terdapat oposisi hubungan antara kata guru pada kalimat pertama dengan murid pada kalimat kedua. Guru sebagai realitas dimungkinkan ada karena kehadirannya dilengkapi oleh murid dan sebaliknya. 4) Oposisi Hirarkial Oposisi hirarkial adalah oposisi makna yang menyatakan deret jenjang atau tingkatan. Satuan lingual yang beroposisi hirarkial pada umumnya kata-kata yang menunjuk pada mana-mana satuan ukuran (panjang, berat, isi), nama satuan hitungan, penanggalan, dan sejenisnya. Misalnya pada oposisi kata-kata berikut ini. berikut. milimeter >< sentimeter >< meter >< kilometer kilogram >< kuintal >< ton detik >< menit >< jam >< hari >< minggu >< bulan >< tahun SD >< SLTP >< SMU >< PT Pemakaian kata-kata tersebut antara lain dapat diamati pada tuturan (17) Sudah berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan Shinta menunggu kabar dari kekasihnya yang sedang bertugas di negeri orang. Setelah bertahun-tahun tak ada kabar darinya, maka Shinta pun memutuskan untuk menikah dengan kenalan barunya. 28

22 Pada wacana di atas dapat ditemukan oposisi hirarkial yang menyatakan realitas tingkatan waktu, yaitu antara satuan waktu berminggu-minggu yang dioposisikan dengan berbulan-bulan dan dioposisikan pula dengan bertahuntahun. 5) Oposisi Majemuk Oposisi majemuk adalah oposisi makna yang terjadi pada beberapa kata (lebih dari dua). Perbedaan antara oposisi majemuk dengan oposisi kutub terletak pada ada tidaknya gradasi yang dibuktikan dengan dimungkinkannya bersanding dengan kata agak, lebih, dan sangat pada oposisi kutub, dan tidak pada oposisi majemuk. Adapun perbedaannya dengan oposisi hirarkial, pada oposisi hirarkial terdapat makna yang menyatakan jenjang atau tingkatan yang secara realitas tingkatan yang lebih tinggi atau lebih besar selalu mengasumsikan adanya tingkatan yang lebih rendah atau lebih kecil. Akan tetapi, pada oposisi majemuk tidak demikian adanya. Contoh kata-kata yang beroposisi majemuk antara lain: berdiri >< jongkok >< duduk >< berbaring diam >< berbicara >< bergerak >< bertindak berlari >< berjalan >< melangkah >< berhenti Berikut ini adalah contoh oposisi majemuk dalam sebuah wacana. (18) Adi berlari karena takut dimarahi ibunya. Setelah agak jauh dari ibunya, ia berjalan menuju rumah temannya. Sampai di rumah itu lalu ia melangkahkan kakiknya masuk ke dalam rumah. Mendadak ia berhenti dan terkejut karena ternyata yang tampak di depan mata Adi adalah ibunya sendiri. 29

23 d) Kolokasi (Sanding Kata) Kolokasi atau sanding kata adalah asosiasi tertentu dalam menggunakan pilihan kata yang cenderung digunakan secara berdampingan. Kata-kata yang berkolokasi adalah kata-kata yang cenderung dipakai dalam suatu dominan atau jaringan tertentu, misalnya dalam jaringan pendidikan akan digunakan kata-kata yang berkaitan dengan masalah pendidikan dan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Kata-kata seperti guru, murid, buku, sekolah, pelajaran, dan alat tulis, misalnya, merupakan contoh kata-kata yang cenderung dipakai secara berdampingan dalam domain sekolah atau jaringan pendidikan. pertanian. Berikut ini adalah wacana yang mengandung oposisi kolokasi jaringan (19) Waktu aku masih kecil, ayah sering mengajakku ke sawah. Ayah adalah seorang petani yang sukses. Dengan lahan yang luas dan bibit padi yang berkualitas serta didukung sistem pengolahan yang sempurna maka panen pun melimpah. Dari hasil panen itu pula keluarga ayahku mempu bertahan hidup secara layak. e) Hiponimi (Hubungan Atas-Bawah) Hiponimi dapat diartikan sebagai satuan bahasa (kata, frasa, kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna satuan lingual yang lain. Unsur atau satuan lingual yang mencakupi beberapa unsur atau satuan lingual yang berhiponim itu disebut hipernim atau hiperordinat. Berikut ini adalah contoh penggunaan hiponimi dalam sebuah wacana. (20) Binatang melata termasuk kategori hewan reptil. Reptil yang hidup di darat dan di air ialah katak dan ular. Cicak adalah reptil yang biasa merayap di dinding. Adapun jenis reptil yang hidup di semaksemak dan rumput adalah kadal. Sementara itu, reptil yang dapat berubah warna sesuai dengan lingkungannya yaitu bunglon. 30

24 Pada contoh di atas yang merupakan hipernim atau superordinatnya adalah binatang melata atau yang disebut reptil. Sementara itu, binatang-binatang yang merupakan golongan reptil sebagai hiponimnya adalah katak, ular, cicak, kadal, dan bunglon. Fungsi hiponimi adalah untuk mengikat hubungan antara unsur yang mencakupi dan unsur yang dicakupi. f) Ekuivalensi (Kesepadanan) Ekuivalensi adalah hubungan kesepadanan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang lain dalam sebuah paradigma. Dalam hal ini, sejumlah kata hasil proses afiksasi dari morfem asal yang sama menunjukkan adanya hubungan kesepadanan, misalnya hubungan makna antara kata membeli, dibeli, membelikan, dibelikan, dan pembeli, semuanya dibentuk dari bentuk asal yang sama, yakni beli. Berikut ini adalah contoh wacana yang mengandung ekuivalensi. (21) Andi memperoleh predikat pelajar teladan. Dia memang tekun sekali alam belajar. Apa yang telah diajarkan oleh guru pengajar di sekolah diterima dan dipahaminya dengan baik. Andi merasa senang dan tertarik pada semua pelajaran. Selanjutnya, peranti kohesi leksikal berupa kata atau frasa bebas yang mampu mempertahankan hubungan kohesif dengan kalimat mendahului atau yang mengikuti. Menurut Rani (2006: 129) peranti kohesi leksikal terdiri atas dua macam, yaitu reiterasi dan kolokasi. Reiterasi meliputi repetisi dan ulangan hiponim. Berikut ini adalah penjelasan dari peranti kohesi leksikal tersebut. 31

25 a) Repetisi (Pengulangan) Repetisi atau ulangan merupakan salah satu cara untuk mempertahankan hubungan kohesif antar kalimat. Hubungan ini dibentuk dengan mengulang sebagian kalimat. Dengan mengulang, berarti terkait antara topik kalimat yang satu dengan kalimat sebelumnya yang diulang. Jenis repetisi dalam hal ini dibagi menjadi tiga macam. Berikut ini adalah penjelasannya. 1) Ulangan Penuh Ulangan penuh berarti mengulang satu fungsi dalam kalimat secara penuh, tanpa pengurangan dan perubahan bentuk. Pengulangan tersebut dapat berfungsi untuk memberi tekanan pada bagian yang diulang. Contohnya adalah sebagai berikut. (22) Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita tahu. Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam kesemestaan yang seakan tidak terbatas ini. 2) Ulangan dengan Bentuk Lain Ulangan dengan bentuk lain terjadi apabila sebuah kata diulang dengan konstruksi atau bentuk kata lain yang masih mempunyai bentuk dasar yang sama. Contohnya adalah sebagai berikut. (23) Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai dengan kedua-duanya. Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita tahu. 3) Ulangan dengan Penggantian Ulangan dengan penggantian sama dengan penggunaan kata ganti (substitusi). Untuk menghubungkan kalimat dapat dilakukan dengan mengulang 32

26 bagian kalimat seperti yang sudah dicontohkan pada kalimat-kalimat di atas. Selain itu, pengulangan dapat dilakukan dengan mengganti bentuk lain seperti dengan kata ganti. Contohnya adalah sebagai berikut. (24) Lulusan IPA merasa lebih tinggi dari lulusan IPS. Atau, lebih sedih lagi, seorang ilmuwan memandang rendah kepada pengetahuan lain. Mereka meremehkan moral, agama, dan nilai estetika. b) Ulangan dengan Hiponim Dalam kehidupan sehari-hari, telah dikenal kata superordinat yang mempunyai beberapa subordinat. Pengulangan yang terjadi pada kata subordinat disebut ulangan dengan hiponim. Contohnya adalah berikut ini. c) Kolokasi (25) Sering kita melihat seorang ilmuwan yang picik. Ahli fisika nuklir memandang rendah kepada ahli ilmu sosial. Lulusan IPA merasa lebih tinggi daripada lulusan IPS. Suatu hal yang selalu berdekatan atau berdampingan dengan yang lain biasanya diasosiasikan sebagai satu kesatuan. Seperti ikan dan air sering diasosiasikan membentuk suatu kesatuan. Contohnya adalah sebagai berikut. (26) Sifat terbuka atau demokratis dari Pancasila sebagai ideologi pertama-tama dapat kita lihat dari proses kelahirannya. Sebagaimana diketahui rumusan Pancasila dan UUD 1945 sebagai ideologi dan konstitusi bersama lahir melalui proses musyawarah mufakat yang bersuasana terbuka dan demokratis. Bagi bangsa Indonesia, Pancasila dan UUD 1945 merupakan dua hal yang selalu ada berdampingan. Pembahasan Pancasila tentu tidak dapat dipisahkan dengan pembahasa UUD Kedua hal tersebut merupakan kolokasi. Pada contoh wacana di atas, pengulangan diikuti dengan penyajian kata yang menunjukkan kolokasi. Jadi, kata UUD 1945 pada wacana di atas tidak 33

27 menimbulkan suatu penyimpangan proposisi karena keduanya menunjukkan kolokasi. Dari penjelasan dan perincian macam-macam peranti kohesi leksikal yang telah disebutkan oleh Rani, dkk. dan Sumarlam, dkk., maka peneliti merumuskan peranti kohesi leksikal yang digunakan dalam penelitian menjadi enam, yaitu (a) repetisi, (b) ulangan dengan hiponim, (c) kolokasi, (d) sinonimi, (e) antonimi, (f) ekuivalensi. 4) Peranti Kohesi Gramatikal Peranti kohesi gramatikal merupakan peranti atau penanda kohesi yang melibatkan penggunaan unsur-unsur kaidah bahasa. Peranti kohesi gramatikal yang digunakan untuk menghubungkan ide antarkalimat cukup terbatas ragamnya. Rani (2006: 97) membagi peranti kohesi gramatikal menjadi tiga macam, yaitu referensi, penggantian (substitusi), peranti konjungsi. Berikut ini adalah peranti kohesi tersebut. a) Referensi Referensi memiliki arti hubungan antara kata dengan benda. Misalnya kata buku mempunyai referensi kepada sekumpulan kertas yang dijilid untuk menulis dan dibaca. Referensi dibagi menjadi dua macam, yaitu eksofora dan endofora. Berikut ini adalah penjelasan dua macam referensi tersebut. 1) Referensi Eksofora Referensi eksofora adalah pengacuan terhadap anteseden (unsur terdahulu yang ditunjuk oleh ungkapan dalam suatu klausa atau kalimat) yang terdapat di luar bahasa (ekstratekstual), seperti manusia, hewan, alam sekitar, atau acuan 34

28 kegiatan. Misalnya, itu matahari. Kata itu pada tuturan tersebut mengacu pada sesuatu di luar teks, yaitu benda yang berpijar yang menerangi alam ini. 2) Referensi Endofora Referensi endofora adalah pengacuan terhadap anteseden (unsur terdahulu yang ditunjuk oleh ungkapan dalam suatu klausa atau kalimat) yang terdapat di dalam bahasa (intratekstual). Pengacu dan yang diacu adalah koreferensial. Apabila yang ditunjuk itu sudah lebih dahulu diucapkan atau ada pada kalimat yang lebih dahulu maka disebut anafora (referensi mundur ke belakang); dan jika yang ditunjuk berada di depan atau pada kalimat sesudahnya maka disebut katafora (referensi ke depan). Baik referensi yang bersifat anafora maupun katafora menggunakan pronomina persona (saya, aku, kami, kita, kamu, engkau, anda, kalian, kamu sekalian, dia, ia, beliau, mereka), pronomina petunjuk (di sini, di situ, di sana, di sana sini, yang ini, yang itu), dan pronomina komparatif (sama, persis, mirip, identik, serupa, segitu, selain, berbeda, yang demikian). Berikut ini adalah contoh tuturan bereferensi anafora. (27) (a) Nauval hari ini tidak masuk sekolah. (b) Ia ikut ibunya pergi ke Surabaya. Kata ia pada kalimat (b) mengacu pada kata Nauval di kalimat (a). Selanjutnya, berikut ini adalah contoh tuturan bereferensi katafora. (28) Seperti kulitnya, mata Zia juga khas; berkelopak tebal, tanpa garis lipatan. Pronomina enkilitik -nya pada klausa pertama kalimat di atas mengacu pada anteseden Zia yang terdapat pada klausa kedua kalimat tersebut. 35

29 b) Penggantian (Substitusi) Substitusi adalah penyulihan suatu unsur wacana dengan unsur lain yang acuannya tetap sama, dalam hubungan antarbentuk kata atau bentuk lain yang lebih besar daripada kata, seperti frasa atau klausa. Secara umum, penggantian itu dapat berupa kata ganti orang, tempat, dan sesuatu hal. Penggunaan peranti kohesi yang berupa kata ganti pada dasarnya sama dengan pengulangan (repetisi) dengan bentuk berbeda. Misalnya sebagai berikut. (29) Dalam aksioma yang ketiga, Buhler berusaha menguraikan struktur modell der Sprache. Ia beranggapan bahwa semua bahasa mempunyai struktur. Pada kalimat di atas, kata Buhler diganti dengan kata ia. Kata ganti ia merupakan kata ganti orang ketiga tunggal. c) Peranti Konjungsi Konjungsi berfungsi untuk merangkaikan atau mengikat beberapa proposisi dalam wacana agar perpindahan ide dalam wacana itu terasa selaras. Sesuai dengan fungsinya, konjungsi dalam bahasa Indonesia dapat digunakan untuk merangkai ide, baik dalam satu kalimat (intrakalimat) maupun antarkalimat. Penggunaan konjungsi sebagai peranti kohesi dalam bahasa Indonesia menunjukkan pola tertentu. Konjungsi digunakan dengan mempertimbangkan logika berpikir. Penggunaan konjungsi yang tidak mempertimbangkan logika akan membuat wacana menjadi tidak apik terutama jika dilihat dari kepaduannya. Peranti kohesi konjungsi dalam bahasa Indonesia dibedakan menjadi 17 macam. Berikut ini adalah penjelasan klasifikasi konjungsi berdasarkan hubungan 36

30 proposisi yang diwujudkan dalam dua kalimat. Pengklasifikasian peranti kohesi tersebut didasarkan jenis hubungan yang diciptakan. 1) Peranti Urutan Waktu Proposisi yang menunjukkan tahapan-tahapan seperti awal, pelaksanaan, dan penyelesaian dapat disusun dengan menggunakan urutan waktu. Urutan waktu dapat dimulai dari proposisi yang menunjukkan thap awal dan dilanjutkan oleh tahap berikutmya. Proposisi yang menunjukkan suatu rangkaian kesejarahan atau urutan waktu dapat menggunakan peranti kohesi yang menunjukkan adanya urutan waktu. Konjungsi yang menunjukkan urutan waktu antara lain sebelum itu, sesudah itu, lalu, kemudian, mula-mula, akhirnya. Selain itu, ada konjungsi yang menunjukkan suatu urutan yang menyatakan kebersamaan (waktu) seperti waktu itu, sejak itu, ketika itu. Berikut ini adalah contoh penggunaan peranti kohesi. (30) Dalam pelaksanaannya, penerapan pendekatan analitis ini diawali dengan kegiatan membaca teks secar keseluruhan. Setelah itu, pembaca menampilkan beberapa pertanyaan cipta sastra yang dibacanya. Penggunaan peranti kohesi urutan waktu mempunyai ciri-ciri seperti berikut. Pertama, proposisi-proposisi dihubungkan suatu rangkaian yang membentuk suatu tahapan waktu. Kedua, dalam urutan waktu yang progresif, proposisi yang ditempatkan dalam urutan pertama atau terdahulu harus proposisi yang mengandung penunjuk waktu lebih awal. 2) Peranti Pilihan Penggunaan bahasa Indonesia secara tertulis terdapat kemungkinan untuk memilih sesuatu seperti peristiwa, barang-barang, keadaan, dan hal-hal dapat 37

31 dijumpai. Untuk menyatakan dua proposisi berurutan yang menunjukkan hubungan pilihan, sering digunakan kata atau seperti pada contoh berikut ini. (31) Seorang yang berfilsafat dapat diumpamakan seorang yang berpijak di bumi sedang tengadah ke bintang-bintang. Dia ingin mengetahui hakikat dirinya dan kesemestaan galaksi. Atau, orang yang berdiri di puncak tertinggi, memandang ke ngarai dan lembah di bawahnya. Seperti tampak pada contoh di atas, penggunaan kata atau sebagai peranti kohesi antarkalimat dapat diterima. Menurut logika, penggunan peranti kohesi itu tidak salah. Proposisi yang mengikuti peranti itu tidak cocok jika disatukan menjadi sebuah kalimat dengan kalimat sebelumnya. Proposisi itu menunjukkan suatu ilustrasi alternatif proposisi sebelumnya. 3) Peranti Alahan Sebuah peristiwa atau hal yang bisa menyebabkan peristiwa peristiwa lain itu ternyata tidak berlaku seperti biasanya. Keadaan tersebut yang disebut hubungn alahan. Selain itu, hubungan alahan juga terjadi apabila ada sesuatu peristiwa atau hal yang tidak biasa menyebabkan peristiwa lain, tetapi muncul dalam hal itu. Contohnya sebagai berikut. (32) Mendung kelabu menyelimuti kota metropolitan itu kemarin. Meskipun begitu, tak setetes air pun yang jatuh. Mendung kelabu berhubungan dengan hujan. Kenyataan sehari-hari menunjukkan bahwa kalau terdapat mendung kelabu maka akan terjadi hujan. Namun, pada contoh kalimat di atas tidak terjadi hujan. Hubungan inilah yang menunjukkan hubungan alahan. Frasa meskipun begitu digunakan untuk menyatakan hubungan alahan itu. Hubungan alahan antara dua proposisi 38

32 dihubungkan dengan frasa-frasa seperti meski(pun) demikian, meski(pun) begitu, kendati(pun) demikian, kendatipun begitu, biarpun demikian, dan biarpun begitu. 4) Peranti Parafrasa Proses komunikasi mempunyai kemungkinan adakalanya pengirim pesan dalam mengungkapkan sesuatu merasa masih ada sesuatu pesan yang tersirat dalam ujarannya. Jika sesuatu yang tersirat itu diduga belum dipahami oleh mitra tuturnya, sering terjadi pengirim pesan ingin memperjelasnya dengan ungkapan lain yang dapat melengkapi dan menyempurnakan ungkapan sebelumnya. Apabila proposisi yang diungkapkan itu tidak berbeda dengan sebelumnya, biasanya digunakan peranti kohesi yang menunjukkan parafrasa tersebut. Peranti parafrasa dalam bahasa Indonesia, yaitu dengan kata lain dan dengan perkataan lain. Berikut ini adalah contoh penggunaan peranti parafrasa. (33) Perlu juga diperhatikan bahwa sejumlah teori dan pendekatan yang ada tersebut, bagi pembaca justru saling melengkapi. Dengan kata lain, apabila tujuan pembaca ingin memahami keseluruhan aspek dalam karya sastra, tidak mungkin mereka hanya memiliki satu pendekatan. Pada contoh di atas, proposisi yang mengikuti peranti dengan kata lain sebenarnya telah dinyatakan dalam kalimat sebelumnya, tetapi tidak dengan ungkapan yang dinyatakan secara tersurat. Dengan peranti kohesi tersebut, hubungan kedua kalimat itu menjadi lebih jelas. 5) Peranti Ketidakserasian Pemakaian bahasa sehari-hari sering ditemukan proposisi yang diurutkan tidak selalu menunjukkan keserasian. Ketidakserasian itu pada umumnya ditandai 39

33 dengan perbedaan proposisi yang terkandung di dalamnya, bahkan sampai pada pertentangan. Dua proposisi yang tidak serasi biasanya diungkapkan dengan menggunakan peranti tidak serasi. Contohnya adalah sebagai berikut. (34) Pengetahuan filsafati tentang suatu teori adalah pengetahuan tentang pikiran-pikiran dasar yang melandasai teori tersebut dalam bentuk potulat, asumsi atau prinsip yang sering kurang mendapatkan perhatian dalam proses belajar-mengajar. Padahal, untuk melakukan seleksi terhadap teori mana yang akan dipilih sebagai alat analitis, seorang ilmuwan harus mampu mengadakan evaluasi terhadap teoriteori yang ada di mana fokus utama sering diletakkan pada pikiran-pikiran dasar tersebut. Peranti ketidakserasian dalam bahasa Indonesia dapat dinyatakan dengan kata padahal dan frasa dalam kenyataannya. 6) Peranti Keserasian Peranti keserasian digunakan apabila dua buah ide atau proposisi itu menunjukkan hubungan yang selaras atau sama. Hubungan kesamaan pada dasarnya berbeda dengan hubungan penambahan. Hubungan kesamaan tidak menunjukkan adanya penambahan informasi sebelumnya, melainkan menunjukkan adanya perlakuan sama antara proposisi sebelumnya dan proposisi yang mengikuti. Berikut ini adalah contoh penggunaan peranti kohesi keserasian dengan menggunakan frasa demikian juga. (35) Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam kesemestaan yang seakan tidak terbatas ini. Demikian juga, berfilsafat berarti mengoreksi diri, semacam keberanian untuk berterus terang, seberapa jauh sebenarnya yang telah kita jangkau. 40

34 7) Peranti Tambahan (Aditif) Peranti tambahan berguna untuk menghubungkan bagian yang bersifat menambahkan informasi dan pada umumnya digunakan untuk merangkaikan dua proposisi atau lebih. Proposisi yang dirangkaikan pada umumnya bersifat setara bahkan proposisi tersebut daat saling menggantikan dan memberi tambahan keterangan proposisi sebelumnya. Dalam hal ini, penutur menyampaikan informasi secara bertahap. Informasi yang disampaikan dngan menggunakan suatu kalimat perlu ditambah lagi. Informasi tersebut kadang tampak lepas dari isi informasi sebelumnya. Oleh karena itu, agar kalimat itu tampak berkaitan maknawi, perlu digunakan peranti kohesi tambahan. Berikut ini adalah contohnya. (36) Tingkah lakunya menawan. Tutur katanya sopan. Murah senyum, jarang marah, dan tidak pernah berbohong. Juga tidak mau mempercakapkan orang lain. Selain itu, ia suka menolong sesama teman. Pantas, Rida gadis pujaan. Tambahan lagi, wajahnya cantik. Pandai pula, ia berdandan. Mudah diajak bicara. Cepat menyesuaikan diri. Pandai pula membawa diri dan ramah terhadap siapa pun. Ada sejumlah kata yang dapat digunakan untuk mengaitkan informasi yang bersifat tambahan tersebut. Peranti konjungsi tambahan antara lain pula, juga, selanjutnya, dan, di samping itu, tambahan lagi, dan selain itu. 8) Peranti Pertentangan (Kontras) Hubungan pertentangan terjadi apabila ada dua ide/proposisi yang munjukkan kebalikan atau kekontrasan. Untuk menyatakan adanya hubungan pertentangan dapat digunakan peranti kohesi pertentangan. Peranti tersebut antara 41

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Berikut adalah kajian yang sejenis dengan penelitian ini : 1) Penelitian karya Elisabeth Dyah Primaningsih yang berjudul Analisis

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi leksikal yang terdapat dalam wacana naratif bahasa Indonesia. Berdasarkan teori Halliday dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana ialah satuan bahasa yang terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 2006: 49). Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara masalah wacana, peneliti menjadi tertarik untuk melakukan penelitian yang bertemakan analisis wacana. Menurut Deese dalam Sumarlam (2003: 6) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalimat satu dengan kalimat lain, membentuk satu kesatuan. dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. kalimat satu dengan kalimat lain, membentuk satu kesatuan. dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wacana adalah unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Satuan dibawahnya secara berturut-turut adalah kalimat, frase, kata, dan bunyi. Secara berurutan, rangkaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan tersebut dibangun oleh komponen-komponen yang terjalin di dalam suatu organisasi kewacanaan.

Lebih terperinci

B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Analisis Wacana Analisis wacana merupakan disiplin ilmu yang mengkaji satuan bahasa di atas tataran kalimat dengan memperhatikan konteks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Kemampuan berbahasa ini harus dibinakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembicaraan tentang kohesi tidak akan terlepas dari masalah wacana karena kohesi memang merupakan bagian dari wacana. Wacana merupakan tataran yang paling besar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan. Oleh karena itu, kajian bahasa merupakan suatu kajian yang tidak pernah habis untuk dibicarakan karena dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi. Kalimat berperan sebagai unsur pembangun bahasa saja. Satuan

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi. Kalimat berperan sebagai unsur pembangun bahasa saja. Satuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kalimat yang ada pada suatu bahasa bukanlah satuan sintaksis yang tertinggi. Kalimat berperan sebagai unsur pembangun bahasa saja. Satuan yang tertinggi

Lebih terperinci

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF WAKTU DAN TEMPAT PADA TEKS LAGU IHSAN DALAM ALBUM THE WINNER

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF WAKTU DAN TEMPAT PADA TEKS LAGU IHSAN DALAM ALBUM THE WINNER ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF WAKTU DAN TEMPAT PADA TEKS LAGU IHSAN DALAM ALBUM THE WINNER SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana S-1

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. digunakan untuk mengetahui keaslian penelitian yang dilakukan. Tinjauan

BAB II LANDASAN TEORI. digunakan untuk mengetahui keaslian penelitian yang dilakukan. Tinjauan 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Sebuah penelitian diperlukan adanya suatu penelitian yang relevan sebagai sebuah acuan agar penelitian ini dapat diketahui keasliannya. Tinjauan pustaka berisi

Lebih terperinci

PRATIWI AMALLIYAH A

PRATIWI AMALLIYAH A KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF PADA WACANA DIALOG JAWA DALAM KOLOM GAYENG KIYI HARIAN SOLOPOS EDISI BULAN JANUARI-APRIL 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

KOHESI LEKSIKAL DALAM ARTIKEL OPINI KEDAULATAN RAKYAT

KOHESI LEKSIKAL DALAM ARTIKEL OPINI KEDAULATAN RAKYAT -Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III- KOHESI LEKSIKAL DALAM ARTIKEL OPINI KEDAULATAN RAKYAT A iati Handayu Diyah Fitriyani UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta a iati.hdf@gmail.com Abstrak Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling memahami maksud atau keinginan seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling memahami maksud atau keinginan seseorang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa maupun pembelajaran bahasa merupakan hal yang sangat penting untuk dipelajari. Hal ini dikarenakan bahasa memiliki peranan yang sangat penting dan

Lebih terperinci

ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN. NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN. NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013 ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013 NASKAH PUBLIKASI LIFATATI ASRINA A 310 090 168 PENDIDIKAN BAHASA

Lebih terperinci

PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007

PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007 PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan

Lebih terperinci

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyampaikan ide, gagasan dan pesan yang hendak disampaikan oleh penutur

BAB 1 PENDAHULUAN. menyampaikan ide, gagasan dan pesan yang hendak disampaikan oleh penutur 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi. Bahasa sebagai alat untuk menyampaikan ide, gagasan dan pesan yang hendak disampaikan oleh penutur kepada mitra tutur. Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain. Untuk menjalin hubungan dan kerja sama antar oarang lain, manusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Studi Terdahulu Suatu penelitian memerlukan adanya pengacuan terhadap penelitian-penelitian yang sejenis. Hal ini dilakukan agar menjadi pertimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada di dalam pikiran kepada orang lain yaitu dengan bahasa, baik secara lisan

BAB I PENDAHULUAN. ada di dalam pikiran kepada orang lain yaitu dengan bahasa, baik secara lisan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam mentransformasikan berbagai ide dan gagasan yang ada di dalam pikiran kepada orang lain yaitu dengan bahasa, baik secara lisan atau tulis. Kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wacana sangat dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. wacana sangat dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wacana sekarang ini berkembang sangat pesat. Berbagai kajian wacana sangat dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan tersebut. Wacana berkembang di berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun tulisan. Bahasa juga memegang peranan penting dalam kehidupan sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun tulisan. Bahasa juga memegang peranan penting dalam kehidupan sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki kedudukan sebagai penunjang aktualisasi pesan, ide, gagasan, nilai, dan tingkah laku manusia, baik dituangkan dalam bentuk lisan maupun tulisan. Bahasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai kohesi pada wacana mungkin sudah sering dilakukan dalam penelitian bahasa. Akan tetapi, penelitian mengenai kohesi gramatikal

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan deskripsi hasil penelitian aspek gramatikal dan aspek leksikal yang terdapat dalam surat kabar harian Solopos tahun 2015 dan 2016 ditemukan

Lebih terperinci

KEHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS VIII SMPN 6 BOJONEGORO

KEHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS VIII SMPN 6 BOJONEGORO Kohesi dan Koherensi dalam Karangan Narasi Siswa (Zuh Rufiah) 61 KEHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS VIII SMPN 6 BOJONEGORO Zuh Rufiah SMPN 6 Bojonegoro Telp. 089677086474 Pos-el zuhrufiah2r@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa menjadi bagian penting bagi manusia secara mayoritas dan menjadi milik masyarakat pemakainya. Salah satu aplikasi bahasa sebagai alat komunikasi adalah penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam berkomunikasi memerlukan sarana yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam berkomunikasi memerlukan sarana yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Dalam berkomunikasi memerlukan sarana yang sangat penting untuk menyampaikan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Setiap komunitas masyarakat selalu menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, baik secara lisan maupun

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah ANALISIS MIKRO DAN MAKROSTRUKTURAL PADA WACANA KETIDAKADILAN ADALAH BEBAN KITA BERSAMA DALAM KOLOM GAGASAN SURAT KABAR SOLOPOS EDISI SELASA, 11 OKTOBER 2011 NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009

PENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009 PENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009 SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-I PEndidikan

Lebih terperinci

PROBLEMATIKA MENGANALISIS WACANA SECARA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL MAHASISWA FKIP UNA

PROBLEMATIKA MENGANALISIS WACANA SECARA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL MAHASISWA FKIP UNA Jurnal Bindo Sastra 1 (2) (2017): 95 102 95 PROBLEMATIKA MENGANALISIS WACANA SECARA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL MAHASISWA FKIP UNA Rina Hayati Maulidiah 1, Khairun Nisa 2, Wan Nurul Atikah Nasution 3 Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pergeseran makna pada BT, oleh sebab itu seorang penerjemah harus

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pergeseran makna pada BT, oleh sebab itu seorang penerjemah harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerjemahan adalah pengalihan makna dari bahasa sumber (BS) ke bahasa target (BT) dan makna BS harus dapat dipertahankan sehingga tidak terjadi pergeseran makna pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesantunankesantunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesantunankesantunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesantunankesantunan ekspresi bahasa. Dengan kata lain, seseorang tidak dapat dikatakan menulis jika tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saatnya menyesuaikan diri dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

BAB I PENDAHULUAN. saatnya menyesuaikan diri dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini arus informasi semakin berkembang pesat. Hal ini mengisyaratkan agar pelaksanaan suatu program kerja dalam sebuah institusi sudah saatnya menyesuaikan diri

Lebih terperinci

Penanda Kohesi Gramatikal dan Leksikal Skripsi Mahasiswa PBSI UNP Kediri Tahun 2014

Penanda Kohesi Gramatikal dan Leksikal Skripsi Mahasiswa PBSI UNP Kediri Tahun 2014 Penanda Kohesi Gramatikal dan Leksikal Skripsi Mahasiswa PBSI UNP Kediri Tahun 2014 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagai Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) pada Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI

PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana

BAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan ide,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sepanjang hidupnya, manusia tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi tersebut, manusia memerlukan sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa mempunyai fungsi dan peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Bahasa juga dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi diperlukan sarana berupa bahasa untuk mengungkapkan ide,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Pada bab ini akan dijabarkan pendapat para ahli sehubungan dengan topik penelitian. Mengenai alat-alat kohesi, penulis menggunakan pendapat M.A.K. Halliday dan Ruqaiya

Lebih terperinci

SARANA KOHESI DALAM CERPEN ROBOHNYA SURAU KAMI KARYA A. A. NAVIS. Jurnal Skripsi. Oleh TENRI MAYORE NIM JURUSAN SASTRA INDONESIA

SARANA KOHESI DALAM CERPEN ROBOHNYA SURAU KAMI KARYA A. A. NAVIS. Jurnal Skripsi. Oleh TENRI MAYORE NIM JURUSAN SASTRA INDONESIA SARANA KOHESI DALAM CERPEN ROBOHNYA SURAU KAMI KARYA A. A. NAVIS Jurnal Skripsi Oleh TENRI MAYORE NIM. 070911001 JURUSAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SAM RATULANGI FAKULTAS ILMU BUDAYA MANADO 2013 0 ABSTRACT

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN PIRANTI KOHESI PADA WACANA NASKAH LAKON SANDOSA SOKRASANA: SANG MANUSIA KARYA YANURA NUGRAHA NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS PENGGUNAAN PIRANTI KOHESI PADA WACANA NASKAH LAKON SANDOSA SOKRASANA: SANG MANUSIA KARYA YANURA NUGRAHA NASKAH PUBLIKASI ANALISIS PENGGUNAAN PIRANTI KOHESI PADA WACANA NASKAH LAKON SANDOSA SOKRASANA: SANG MANUSIA KARYA YANURA NUGRAHA NASKAH PUBLIKASI Oleh: YULIA RATNA SARI NIM. A 310 050 070 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Hakikat Wacana a. Pengertian Wacana Djajasudarma (1994:1) menyatakan bahwa wacana memuat rentetan kalimat yang berhubungan, menghubungkan proposisi yang satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat dipisahkan. Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan bahasa sebagai salah satu alat primer dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat berpengaruh terhadap makna yang terdapat dalam sebuah wacana. Salah

BAB I PENDAHULUAN. sangat berpengaruh terhadap makna yang terdapat dalam sebuah wacana. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bentuk kepaduan dan keutuhan sebuah wacana adalah pemakian konjungsi dalam sebuah kalimat atau wacana. Penggunaan konjungsi sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

ASPEK LEKSIKAL DAN GRAMATIKAL PADA LIRIK LAGU JIKA KARYA MELLY GOESLOW. Rini Agustina

ASPEK LEKSIKAL DAN GRAMATIKAL PADA LIRIK LAGU JIKA KARYA MELLY GOESLOW. Rini Agustina ASPEK LEKSIKAL DAN GRAMATIKAL PADA LIRIK LAGU JIKA KARYA MELLY GOESLOW Rini Agustina Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP PGRI Pontianak brentex32@yahoo.co.id ABSTRACT This study focuses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa lisan dan bahasa tulisan. Bahasa lisan merupakan ragam bahasa

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa lisan dan bahasa tulisan. Bahasa lisan merupakan ragam bahasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah sarana komunikasi utama manusia dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa, manusia mengungkapkan gagasan, perasaan, pendapat dan informasi. Bahasa pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari peristiwa komunikasi untuk mengungkapkan gagasan, ide,

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari peristiwa komunikasi untuk mengungkapkan gagasan, ide, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi untuk mengungkapkan gagasan, ide, maupun isi pikiran kepada

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X SMK SWASTA DHARMA PATRA PANGKALAN SUSU TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017

ANALISIS KESALAHAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X SMK SWASTA DHARMA PATRA PANGKALAN SUSU TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017 ANALISIS KESALAHAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X SMK SWASTA DHARMA PATRA PANGKALAN SUSU TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017 Oleh Siti Sumarni (Sitisumarni27@gmail.com) Drs. Sanggup

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI

ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

ANALISIS TEKSTUAL POSTER PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PEKAN ILMIAH MAHASISWA NASIONAL TAHUN 2013

ANALISIS TEKSTUAL POSTER PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PEKAN ILMIAH MAHASISWA NASIONAL TAHUN 2013 ANALISIS TEKSTUAL POSTER PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PEKAN ILMIAH MAHASISWA NASIONAL TAHUN 2013 Retno Wulandari 1), Agus Budi Santoso 2), Dhika Puspitasari 3) 1,2,3) Fakultas

Lebih terperinci

KAJIAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM NOVEL KADURAKAN ING KIDUL DRINGU KARYA SUPARTO BRATA

KAJIAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM NOVEL KADURAKAN ING KIDUL DRINGU KARYA SUPARTO BRATA KAJIAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM NOVEL KADURAKAN ING KIDUL DRINGU KARYA SUPARTO BRATA Oleh: Astuti Kurnia Salmi program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa astuti.kurniasalmi@yahoo.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

VARIASI GAYA BAHASA REPETISI PADA WACANA KATA MUTIARA

VARIASI GAYA BAHASA REPETISI PADA WACANA KATA MUTIARA 1 VARIASI GAYA BAHASA REPETISI PADA WACANA KATA MUTIARA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah FIPIT YULAIKA A.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Studi mengenai wacana sangat menarik untuk dilakukan terutama mengenai analisis wacana. Analisis wacana dapat berupa kajian untuk membahas dan menginterpretasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu maupun kelompok. Ramlan (1985: 48) membagi bahasa menjadi dua

BAB I PENDAHULUAN. individu maupun kelompok. Ramlan (1985: 48) membagi bahasa menjadi dua 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini manusia dituntut dapat berkomunikasi dengan baik untuk memenuhi kepentingan mereka, baik secara individu maupun kelompok.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat komunikasi. Manusia dapat menggunakan media yang lain untuk berkomunikasi. Namun, tampaknya bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Peranan bahasa sangat penting dalam kegiatan komunikasi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Peranan bahasa sangat penting dalam kegiatan komunikasi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peranan bahasa sangat penting dalam kegiatan komunikasi di masyarakat. Bahasa adalah alat untuk menyatakan pikiran dan perasaan. Bahasa sebagai lambang mampu

Lebih terperinci

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN PERSONA PADA TERJEMAHAN AL-QURAN SURAT AL-KAHFI (SURAT 18)

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN PERSONA PADA TERJEMAHAN AL-QURAN SURAT AL-KAHFI (SURAT 18) ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN PERSONA PADA TERJEMAHAN AL-QURAN SURAT AL-KAHFI (SURAT 18) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menulis adalah salah satu kemampuan bahasa bukanlah kemampuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Menulis adalah salah satu kemampuan bahasa bukanlah kemampuan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menulis adalah salah satu kemampuan bahasa bukanlah kemampuan yang diwariskan secara turun-temurun. Menyusun suatu gagasan menjadi rangkaian bahasa tulis yang teratur,

Lebih terperinci

ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI WACANA BERITA RUBRIK NASIONAL DI MAJALAH ONLINE DETIK. Skripsi. Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sastra.

ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI WACANA BERITA RUBRIK NASIONAL DI MAJALAH ONLINE DETIK. Skripsi. Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sastra. ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI WACANA BERITA RUBRIK NASIONAL DI MAJALAH ONLINE DETIK Skripsi Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Oleh: Nama : Wisnu Widiatmoko NIM : 2111411003 Program Studi : Sastra Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS ASPEK LEKSIKAL DAN ASPEK KONTEKS DALAM LAGU OEMAR BAKRI KARYA IWAN FALS

ANALISIS ASPEK LEKSIKAL DAN ASPEK KONTEKS DALAM LAGU OEMAR BAKRI KARYA IWAN FALS ANALISIS ASPEK LEKSIKAL DAN ASPEK KONTEKS DALAM LAGU OEMAR BAKRI KARYA IWAN FALS Herlina Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Pontianak Jl. Ampera No. 88 Pontianak Edi.suherman7810@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Bahasa digunakan untuk menyampaikan informasi yang berupa pesan, ide,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Bahasa digunakan untuk menyampaikan informasi yang berupa pesan, ide, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah alat yang digunakan manusia untuk berkomunikasi dalam kehidupan bermasyarakat. Bahasa merupakan rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tarigan (1987 : 27), Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau

BAB I PENDAHULUAN. Tarigan (1987 : 27), Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia perlu berinteraksi antarsesama. Untuk menjalankan komunikasi itu diperlukan bahasa karena bahasa adalah alat komunikasi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan manusia dengan sesama anggota masyarakat lain pemakai bahasa itu. Bahasa berisi gagasan, ide, pikiran, keinginan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam berinteraksi, manusia memerlukan bahasa. Bahasa memegang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam berinteraksi, manusia memerlukan bahasa. Bahasa memegang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam berinteraksi, manusia memerlukan bahasa. Bahasa memegang peran penting dalam kehidupan, sebagai alat menyampaikan pikiran, gagasan, konsep ataupun perasaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam lingkungan. manusia untuk saling menyampaikan pesan dan maksud yang akan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam lingkungan. manusia untuk saling menyampaikan pesan dan maksud yang akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan sarana komunikasi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam lingkungan masyarakat. Adanya suatu bahasa sebagai sarana

Lebih terperinci

PENANDA HUBUNGAN REFERENSI DALAM WACANA BERITA PADA SITUS SKRIPSI

PENANDA HUBUNGAN REFERENSI DALAM WACANA BERITA PADA SITUS  SKRIPSI PENANDA HUBUNGAN REFERENSI DALAM WACANA BERITA PADA SITUS HTTP://WWW.LIPUTAN6.COM SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH KEKOHESIFAN WACANA DALAM BUKU TEKS BAHASA INDONESIA KELAS VII TERBITAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2013

ARTIKEL ILMIAH KEKOHESIFAN WACANA DALAM BUKU TEKS BAHASA INDONESIA KELAS VII TERBITAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2013 ARTIKEL ILMIAH KEKOHESIFAN WACANA DALAM BUKU TEKS BAHASA INDONESIA KELAS VII TERBITAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2013 Oleh: Eka Pertiwi NIM RRA1B110059 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI PADA TAJUK RENCANA HARIAN SURAT KABAR KOMPAS EDISI JANUARI 2015

PENANDA KOHESI PADA TAJUK RENCANA HARIAN SURAT KABAR KOMPAS EDISI JANUARI 2015 PENANDA KOHESI PADA TAJUK RENCANA HARIAN SURAT KABAR KOMPAS EDISI JANUARI 2015 Artikel Publikasi Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

KOHESI DAN KOHERENSI WACANA PADA CATATAN MOTIVASI MARIO TEGUH DI PROFIL FACEBOOK

KOHESI DAN KOHERENSI WACANA PADA CATATAN MOTIVASI MARIO TEGUH DI PROFIL FACEBOOK KOHESI DAN KOHERENSI WACANA PADA CATATAN MOTIVASI MARIO TEGUH DI PROFIL FACEBOOK SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia Fakultas

Lebih terperinci

ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NASKAH DRAMA BARABAH KARYA MOTINGGO BUSYE : SEBUAH ANALISIS WACANA SASTRA. Rudi A. Nugroho

ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NASKAH DRAMA BARABAH KARYA MOTINGGO BUSYE : SEBUAH ANALISIS WACANA SASTRA. Rudi A. Nugroho ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NASKAH DRAMA BARABAH KARYA MOTINGGO BUSYE : SEBUAH ANALISIS WACANA SASTRA Rudi A. Nugroho I. PENDAHULUAN Perkembangan wacana berkembang sangat pesat. Berbagai kajian

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI SUBSTITUSI PADA NOVEL SANG PEMIMPI KARYA ANDREA HIRATA

PENANDA KOHESI SUBSTITUSI PADA NOVEL SANG PEMIMPI KARYA ANDREA HIRATA PENANDA KOHESI SUBSTITUSI PADA NOVEL SANG PEMIMPI KARYA ANDREA HIRATA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Mencapai Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Disusun Oleh :

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada bagian akhir tesis ini, penulis sajikan simpulan sebagai jawaban atas rumusan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada bagian akhir tesis ini, penulis sajikan simpulan sebagai jawaban atas rumusan 269 BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bagian akhir tesis ini, penulis sajikan simpulan sebagai jawaban atas rumusan masalah yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun simpulan yang dapat penulis kemukakan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan ide,

Lebih terperinci

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NOVEL KIRTI NJUNJUNG DRAJAT KARYA R. Tg. JASAWIDAGDA

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NOVEL KIRTI NJUNJUNG DRAJAT KARYA R. Tg. JASAWIDAGDA ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NOVEL KIRTI NJUNJUNG DRAJAT KARYA R. Tg. JASAWIDAGDA Oleh: Anggit Hajar Maha Putra program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa anggitzhajar@yahoo.com Abstrak:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam kehidupan pasti tidak akan terlepas untuk melakukan komunikasi dengan individu lainnya. Dalam berkomunikasi diperlukan adanya sarana

Lebih terperinci

KOHESI GRAMATIKAL ANTARKALIMAT DAN ANTARPARAGRAF DALAM KARANGAN ARGUMENTASI KELAS X SMA NEGERI I SUKODONO KABUPATEN SRAGEN SKRIPSI

KOHESI GRAMATIKAL ANTARKALIMAT DAN ANTARPARAGRAF DALAM KARANGAN ARGUMENTASI KELAS X SMA NEGERI I SUKODONO KABUPATEN SRAGEN SKRIPSI KOHESI GRAMATIKAL ANTARKALIMAT DAN ANTARPARAGRAF DALAM KARANGAN ARGUMENTASI KELAS X SMA NEGERI I SUKODONO KABUPATEN SRAGEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi (Pateda, 1990: 4). Bahasa

I. PENDAHULUAN. Salah satu fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi (Pateda, 1990: 4). Bahasa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi (Pateda, 1990: 4). Bahasa merupakan suatu sistem lambang bunyi, bersifat arbitrer, digunakan oleh suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan berkomunikasi. Dalam kegiatan berkomunikasi, manusia. perasaan, mengungkapakan kejadian yang dialami, bahkan mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan berkomunikasi. Dalam kegiatan berkomunikasi, manusia. perasaan, mengungkapakan kejadian yang dialami, bahkan mengungkapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam bermasyarakat hampir tidak akan terlepas dari kegiatan berkomunikasi. Dalam kegiatan berkomunikasi, manusia membutuhkan sarana yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Drama merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Drama merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra pada dasarnya adalah seni bahasa. Perbedaan seni sastra dengan cabang seni-seni yang lain terletak pada mediumnya yaitu bahasa. Seni lukis menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Tarigan (1985:9) yang. Kegiatan komunikasi yang baik didukung oleh salah satu komponen

I. PENDAHULUAN. orang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Tarigan (1985:9) yang. Kegiatan komunikasi yang baik didukung oleh salah satu komponen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa merupakan suatu alat komunikasi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Melalui bahasa, manusia dapat berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seseorang dapat bertutur dengan bahasa tertentu secara tiba-tiba dalam situasi penuturan baik bersifat formal maupun yang bersifat informal. Mengganti bahasa diartikan

Lebih terperinci

PEMBELAJARANKOSAKATA Oleh: (Khairil Usman, S.Pd., M.Pd.)

PEMBELAJARANKOSAKATA Oleh: (Khairil Usman, S.Pd., M.Pd.) A. Pengertian Kosakata PEMBELAJARANKOSAKATA Oleh: (Khairil Usman, S.Pd., M.Pd.) Guru Bahasa Indonesia SMAN 3 Parepare Kosakata menurut Kridalaksana (1993: 122) sama dengan leksikon. Leksikon adalah (1)

Lebih terperinci

Dari sudut wacana (tempat acuan) nya, referensi dibagi atas:

Dari sudut wacana (tempat acuan) nya, referensi dibagi atas: Dari sudut wacana (tempat acuan) nya, referensi dibagi atas: Referensi Eksoforis (Eksofora) Referensi dengan objek acuan di luar teks. Saya belum sarapan pagi ini. Kata saya merupakan referensi eksoforis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang memerlukan bahasa untuk berkomunikasi. Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang memerlukan bahasa untuk berkomunikasi. Komunikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang memerlukan bahasa untuk berkomunikasi. Komunikasi dapat dilakukan melalui media lisan dan media tulis. Dalam hal ini, seseorang dapat memanfaatkan

Lebih terperinci

ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR KOMPAS

ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR KOMPAS ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR KOMPAS Disusun oleh INDRO FEBIYANTO C0201043 Telah disetujui oleh pembimbing Pembimbing Dra. Hesti Widyastuti, M.Hum. NIP 131 281 866

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting bagi manusia. Segala aktivitas yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupannya tidak akan terlepas dari interaksinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa puisi berasal dari bahasa Yunani poeima membuat atau

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa puisi berasal dari bahasa Yunani poeima membuat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puisi merupakan bentuk karya sastra yang sangat populer di kalangan masyarakat sampai saat ini. Puisi digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena kemajuan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti morfem, kata, kelompok kata, kalusa, kalimat. Satuan-satuan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. seperti morfem, kata, kelompok kata, kalusa, kalimat. Satuan-satuan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi pada dasarnya tidak dapat ditafsirkan secara terpisah, karena dalam bahasa mempunyai satuan-satuan seperti morfem, kata,

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN KOHESI DAN KOHERENSI PARAGRAF PADA KARANGAN SISWA KELAS X SMA NEGERI 3 TEMANGGUNG SKRIPSI

ANALISIS KESALAHAN KOHESI DAN KOHERENSI PARAGRAF PADA KARANGAN SISWA KELAS X SMA NEGERI 3 TEMANGGUNG SKRIPSI ANALISIS KESALAHAN KOHESI DAN KOHERENSI PARAGRAF PADA KARANGAN SISWA KELAS X SMA NEGERI 3 TEMANGGUNG SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta Untuk memenuh Sebagian

Lebih terperinci

ANALISIS PENANDA HUBUNGAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA CERITA ANAK DI SKRIPSI

ANALISIS PENANDA HUBUNGAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA CERITA ANAK DI  SKRIPSI 0 ANALISIS PENANDA HUBUNGAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA CERITA ANAK DI HTTP://WWW.E-SMARTSCHOOL.COM SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa,

Lebih terperinci

BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA

BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA MODUL BAHASA INDONESIA KELAS XI SEMESTER 2 BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA OLEH NI KADEK SRI WEDARI, S.Pd. A. Pengertian Teks Ulasan Film/Drama Teks ulasan yaitu teks yang berisi ulasan atau penilaian terhadap

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA LIRIK LAGU OPICK ALBUM ISTIGFAR (TINJAUAN INTERTEKSTUAL, ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL)

ANALISIS WACANA LIRIK LAGU OPICK ALBUM ISTIGFAR (TINJAUAN INTERTEKSTUAL, ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL) ANALISIS WACANA LIRIK LAGU OPICK ALBUM ISTIGFAR (TINJAUAN INTERTEKSTUAL, ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa Sastra

Lebih terperinci