BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
|
|
- Hadian Kurniawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Studi Terdahulu Suatu penelitian memerlukan adanya pengacuan terhadap penelitian-penelitian yang sejenis. Hal ini dilakukan agar menjadi pertimbangan peneliti untuk melakukan penelitian dan untuk mengetahui keaslian dari penelitian yeng telah peneliti buat. Sebelumnya telah ada penelitian sejenis tentang analisis wacana. Peneliti akan mengambil beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti lain. Penelitian pertama adalah skripsi milik Istofa (FKIP, UMS, 2011) yang berjudul Analisis Wacana Aspek Gramatikal dan Leksikal pada Cerpen Lintah dalam Buku Kumpulan Cerpen Mereka Bilang Saya Monyet karya Djenar Maesa Ayu. Hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa kepaduan cerpen Mereka Bilang Saya Monyet terjalin melalui dua penanda kohesi gramatikal yang meliputi pengacuan (reference), penyulihan (substitution), pelesapan (ellipsis), dan perangkaian (conjungtion), sedangkan penanda kohesi leksikal yang dibahas meliputi repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), kolokasi (sanding kata), hiponimi (hubungan atas bawah), antonimi (lawan kata), dan ekuivalensi (kesepadanan). Keberadaan penanda kohesi gramatikal dan leksikal akan membentuk suatu kesatuan yang padu dalam wacana tersebut. Penelitian kedua adalah skripsi milik Ristyaningtyas Maharani (FSSR, UNS, 2005) yang berjudul Penanda Kohesi Gramatikal dan Leksikal dalam Wacana 8
2 9 Santapan pada Surat Kabar Wawasan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepaduan wacana Santapan terjalin melalui dua penanda kohesi yaitu, penanda kohesi gramatikal meliputi pengacuan (reference), penyulihan (substitution), pelesapan (ellipsis), dan perangkaian (conjungtion), sedangkan penanda kohesi leksikal yang dibahas meliputi repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), kolokasi (sanding kata), hiponimi (hubungan atas bawah), antonimi (lawan kata), dan ekuivalensi (kesepadanan). Selain itu, juga disimpulkan bahwa wacana yang kohesif dan koheren merupakan wacana yang paling banyak digunakan dalam wacana Santapan, jika dibandingkan dengan wacana yang kohesif tetapi tidak koheren. Selanjutnya, penelitian ketiga skripsi milik Tiara Perdana Putri (FSSR, UNS, 2011) yang berjudul Penanda Kohesi pada Wacana Rubrik Suara Mahasiswa dalam Harian Joglo Semar. Hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa kepaduan wacana rubrik Suara Mahasiswa terjalin melalui dua penanda kohesi yaitu, penanda kohesi gramatikal meliputi pengacuan (reference), penyulihan (substitution), pelesapan (ellipsis), dan perangkaian (conjungtion), sedangkan penanda kohesi leksikal yang dibahas meliputi repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), kolokasi (sanding kata), hiponimi (hubungan atas bawah), antonimi (lawan kata), dan ekuivalensi (kesepadanan). Selain itu juga disimpulkan bahwa dalam penelitian tersebut terdapat empat jenis penanda kohesi gramatikal dan tujuh kohesi leksikal. Dalam penelitian tersebut lebih banyak terdapat penanda kohesi referensi persona dikarenakan data penelitian tersebut adalah surat pembaca. Perbedaan ketiga penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah adanya penelitian mengenai konteks situasi dan sosio-kultural. Selain menganalisis aspek
3 10 gramatikal dan aspek leksikal, penelitian ini juga menganalisis konteks situasi dan sosio-kultural yang melatarbelakangi pembuatan cerpen tersebut. B. Landasan Teori 1. Pengertian Wacana Istilah wacana diperkenalkan dan digunakan oleh para linguis di Indonesia dan negeri-negeri berbahasa Melayu lainnya sebagai terjemahan istilah bahasa Inggris discourse. Maka discourse analysis pun diterjemahkan menjadi analisis wacana (Dédé Oetomo, 1993:4). Pemakaian istilah wacana itu banyak dipakai dalam disiplin ilmu lain. Jika istilah wacana dipakai dalam ilmu bahasa, perlu diperhatikan hal-hal yang berkaitan atau benar-benar bermakna bagi pakar bahasa atau keilmuan kebahasaan. Sebagai contoh adanya istilah wacana politik, sebatas wacana, baru wacana dan lain-lain. Wacana dikatakan sebagai rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi, komunikasi dapat menggunakan bahasa lisan dan tulisan. Apa pun bentuknya, wacana mengasumsi adanya penyapa (addressor) dan pesapa (addresse). Dalam wacana lisan, penyapa adalah pembicara, sedangkan pesapa adalah pendengar. Dalam wacana tulis, penyapa adalah penulis, sedangkan pesapa adalah pembaca (Samsuri, 1987/1988:1). Harimurti Kridalaksana (2001:231) dalam Kamus Linguistik mengemukakan bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap; dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana seperti ini direalisasikan
4 11 dalam bentuk karangan yang utuh seperti novel, buku, seri ensiklopedia, dan sebagainya. Di dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia suntingan Hasan Alwi dkk (2003: 41 dan 419) dinyatakan bahwa wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu; atau rentetan kalimat yang berkaitan menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain itu membentuk kesatuan. Sementara itu, Abdul Chaer (2007:267) menyatakan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Selanjutnya J.S. Badudu (2000) menjelaskan sebagaimana dikutip Eriyanto (2001:2) yang memberikan batasan wacana sebagai berikut: (1) wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan, sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu; (2) wacana adalah kesatuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi di atas kalimat atau klausa dengan kohesi dan koherensi tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tertulis. Jadi dapat disimpulkan bahwa wacana adalah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi, komunikasi dapat menggunakan bahasa lisan dan tulisan.
5 12 2. Jenis-jenis Wacana Wacana dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis menurut dasar pengklasifikasiannya. Misalnya berdasarkan bahasanya, media yang dipakai untuk mengungkapkan, jenis pemakaian, bentuk, serta cara dan tujuan pemaparannya (Sumarlam, 2003:15). Berdasarkan media yang digunakannya, Sumarlam (2003:16) membedakan wacana menjadi dua, yaitu wacana tulis dan wacana lisan. Berdasarkan bentuknya, wacana dapat diklasifikasikan menjadi tiga bentuk, wacana prosa, puisi, dan drama (Sumarlam, 2003:17); Berdasarkan cara dan tujuan pemaparannya, pada umumnya wacana diklasifikasikan menjadi lima macam, yakni wacana narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi (Sumarlam, 2003:17-20) Pada dasarnya, wujud dan jenis wacana dapat ditinjau dari sudut realitas, media komunikasi, cara pemaparan, dan jenis pemakaian. Dalam kenyataannya wujud dari bentuk wacana itu dapat dilihat dalam beragam buah karya si pembuat wacana, yaitu; Text (wacana dalam wujud tulisan atau grafis) antara lain dalam wujud berita, features, artikel, opini, cerpen, novel, dan lain sebagainya. Talk (wacana dalam wujud ucapan), antara lain dalam wujud rekaman wawancara, obrolan, pidato, dan lain sebagainya. Act (wacana dalam wujud tindakan) antara lain dalam wujud lakon drama, tarian, film, defile, demonstrasi, dan lain sebagainya. Artifact (wacana dalam wujud jejak) antara lain dalam wujud bangunan, lanskap, fashion, puing, dan lain sebagainya (Yoce Aliah Darma, 2009:4).
6 13 Selanjutnya, Fatimah Djajasudarma (1994:6) jenis wacana dapat dikaji dari segi eksistensinya (realitasnya), media komunikasi, cara pemaparan, dan jenis pemakaian. Menurut realitasnya, wacana merupakan verbal dan nonverbal sebagai media komunikasi berwujud tuturan lisan dan tulis, sedangkan dari segi pemaparan, kita dapat memperoleh jenis wacana yang disebut naratif, deskriptif, prosedural, ekspositori, an hortatory: dari jenis pemakaian kita akan mendapatkan wujud monolog (satu orang penutur), dialog (dua orang penutur), dan polilog (lebih dari dua orang penutur). 3. Cerpen Dendy Sugono dkk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:263) menjelaskan bahwa cerpen adalah kisahan pendek (kurang dari kata) yang memberikan kesan tunggal yang dominan dan memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi. Nugroho Notosusanto (dalam Henry Guntur Tarigan, 1993:176) mengatakan bahwa cerpen adalah cerita yang panjangnya di sekitar 5000 kata atau kira-kira 17 halaman kuarto dengan jarak yang terpusat dan lengkap pada dirinya sendiri. Kemudian Suminto A. Sayuti (2000:9) mengemukakan pendapatnya mengenai definisi cerpen. Cerpen merupakan karya prosa fiksi yang dapat selesai dibaca dalam sekali duduk dan ceritanya cukup dapat membangkitkan efek tertentu dalam diri pembaca. Dengan kata lain, sebuah kesan tunggal dapat diperoleh dalam sebuah cerpen dalam sekali baca.
7 14 Pendapat lain juga dikemukakan oleh Jacob Sumardjo (2007:202) bahwa cerita pendek adalah fiksi pendek yang selesai dibaca dalam sekali duduk. Cerita pendek hanya memiliki satu arti, satu krisis, dan satu efek untuk pembacanya. Selanjutnya Burhan Nurgiyantoro (2012:10) menjelaskan bahwa cerpen adalah cerita pendek. Akan tetapi, berapa ukuran panjang pendek itu memang tidak ada aturannya, tidak ada satu kesepakatan di antara para pengarang dan para ahli. Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa cerpen adalah suatu cerita yang relatif pendek, singkat, mengandung kesan yang tidak mudah dilupakan dan dapat selesai dibaca dalam waktu yang relatif singkat. 4. Kohesi Pada tataran wacana, kohesi (keterkaitan) adalah kaitan semantis antara satu proposisi atau kalimat dengan proposisi lainnya dalam wacana itu. Kaitan itu pada tataran wacana diperlihatkan oleh alat kohesi, yang dapat berupa unsur gramatikal maupun leksikal. Kohesi dan koherensi adalah dua unsur yang menyebabkan sekelompok kalimat membentuk kesatuan makna. Kohesi merujuk pada keterkaitan antarposisi yang secara eksplisit diungkapkan oleh kalimat-kalimat yang digunakan (Hasan Alwi dkk, 2003:41). Selain itu, Fatimah Djajasudarma (1994:46) juga menjelaskan bahwa kohesi adalah keserasian hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana sehingga terciptalah pengertian yang apik atau koheren. Nunan (1993:21) dalam buku Introducing Discourse Analysis mengemukakan Cohesion is sequences of sentences or utterences which seem to hang together -
8 15 contain what are called text-forming devices. Kohesi adalah urutan kalimat atau ucapan-ucapan yang menyatu yang mengandung alat pembentuk teks. Hubungan kohesif di dalam wacana dapat ditandai secara formal oleh pemarkahpemarkah (alat kohesi). Pemarkah-pemarkah itu menghubungkan apa yang dikatakan dengan apa yang telah dinyatakan sebelumnya di dalam wacana itu (Samsuri, 1987/1998:38). Pemarkah-pemarkah itu berfungsi mengikat dan membentuk keutuhan wacana. Jadi dapat disimpulkan bahwa kohesi adalah unsur-unsur yang membentuk kesatuan makna dalam teks. Maksud alat kohesi di sini adalah berupa unsur gramatikal dan unsur leksikal, yang akan dijelaskan sebagai berikut ini. a. Aspek gramatikal Hubungan gramatikal wacana dapat dipertimbangkan dari analisis wacana secara mikrostruktural (melalui unsur-unsur pendukung wacana) dan secara makrostruktural (melibatkan pelatardepanan (foreground) dan pelatarbelakangan (background)) dari wacana sebagai teks (Fatimah Djadjasudarma, 1994:72). Analisis aspek gramatikal dalam wacana ada empat macam, meliputi: (1) Pengacuan (referensi) adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain (atau satu acuan) yang mendahului atau mengikutinya. Jenis kohesi gramatikal pengacuan ini diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu pengacuan persona, pengacuan demonstratif, dan pengacuan komparatif.
9 16 a. Pengacuan persona Pengacuan persona direalisasikan melalui pronomina persona (kata ganti orang), yang meliputi persona pertama tunggal yaitu, aku, saya, hamba, gua/gue, ana/ane, terikat lekat kiri ku-, dan terikat lekat kanan ku; persona pertama jamak yaitu, kami, kami semua, dan kita. Persona kedua tunggal yaitu, kamu, anda, anta/ente, terikat lekat kiri kau-, dan terikat lekat kanan -mu; persona kedua jamak yaitu, kamu semua, kalian, dan kalian semua. Kemudian yang terakhir adalah persona ketiga tunggal yaitu, ia, dia, beliau, terikat lekat kiri di-, dan lekat kanan nya; persona ketiga jamak yaitu, mereka dan mereka semua (Sumarlam, 2003:25). Contoh pengacuan persona: Namun, sepertinya Bu Taslih tidak mau menerima, ia pergi tanpa pamit. Dalam tuturan ini kata ia mengacu kepada Bu Taslih (kohesi gramatikal pengacuan endofora yang anaforis melalui pronomina persona tunggal bentuk bebas). b. Pengacuan demonstratif Pengacuan demonstratif (kata ganti penunjuk) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pronominal demosntratif waktu (temporal) meliputi, waktu kini yang terdiri dari, kini, sekarang, dan saat ini; waktu lampau terdiri dari, kemarin, dulu, dan yang lalu; waktu yang akan datang terdiri dari, besok, depan, dan yang akan datang; waktu netral terdiri
10 17 dari, pagi, siang, sore, pukul 12. Kemudian pronominal tempat (lokasional) meliputi, tempat dekat dengan penutur terdiri dari, sini dan ini; tempat yang agak dekat dengan penutur terdiri dari, situ dan itu; tempat yang jauh dengan penutur adalah sana; tempat yang menunjuk secara eksplisit terdiri dari, Sala dan Yogya (Sumarlam, 2003:26). Contoh pengacuan demonstratif: Ya di kota Sala sini juga Ayah dan Ibumu mengawali usaha batik, Paman sambil menggandeng saya. Dalam tuturan ini terdapat pronomina demonstratif yang mengacu pada tempat yang dekat dengan pembicara. Dengan kata lain, pembicara (dalam hal ini paman) ketika menuturkan kalimat itu ia sedang berada di tempat yang dekat dengan tempat yang dimaksudkan pada tuturan itu, yaitu berada di kota Sala. c. Pengacuan komparatif Pengacuan komparatif (perbandingan) ialah salah satu jenis kohesi gramatikal yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai kemiripan atau kesamaan dari segi bentuk/wujud, sikap, sifat, watak, perilaku, dan sebagainya. Kata-kata yang biasa digunakan untuk membandingkan misalnya, seperti, bagai, bagaikan, laksana, sama dengan, tidak berbeda dengan, persis seperti, dan persis sama dengan.
11 18 Contoh pengacuan komparatif: Tidak berbeda dengan ibunya, Nita itu orangnya cantik, ramah, dan lemah lembut. Satuan lingual tidak berbeda dengan pada tuturan di atas pengacuan komparatif yang berfungsi membandingkan antara kecantikan, keramahan, dan kelembutan Nita dengan ciri-ciri atau sifat-sifat yang sama yang dimiliki oleh ibunya. (2) Penyulihan (subtitusi) ialah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penggantian satuan lingual tertentu (yang telah disebut) dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk memperoleh unsur pembeda. Dilihat dari segi satuan lingualnya, subtitusi dapat dibedakan menjadi subtitusi nominal, verbal, frasal, dan klausal. a. Subtitusi nominal Subtitusi nominal adalah penggantian satuan lingual yang berkategori nomina (kata benda) dengan satuan lingual lain yang juga berkategori nomina. Contoh subtitusi nominal: Agus sekarang sudah berhasil mendapat gelar Sarjana Sastra. Title kesarjanaannya itu akan digunakan untuk mengabdi kepada nusa dan bangsa melalui sastranya.
12 19 Pada contoh di atas, satuan lingual nomina gelar yang telah disebut terdahulu digantikan oleh satuan lingual nomina pula yaitu kata title yang disebutkan kemudian. b. Subtitusi Verbal Subtitusi verbal adalah penggantian satuan lingual yang berkategori verba (kata kerja) dengan satuan lainnya yang juga berkategori verba. Contoh subtitusi verbal: Wisnu mempunyai hobi mengarang cerita pendek. Dia berkarya sejak masih di bangku sekolah menengah pertama. Pada contoh di atas tampak adanya penggantian satuan lingual berkategori verba mengarang dengan satuan lingual yang berkategori sama, yaitu berkarya. c. Subtitusi Frasal Subtitusi frasal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa kata atau frasa dengan satuan lingual lainnya yang berupa frasa. Contoh subtitusi frasal: Aku tidak meneruskan pertanyaanku. Ibuku juga tidak berbicara. Dua orang sama-sama diam. Tampak pada contoh di atas kata aku pada kalimat pertama dan ibuku pada kalimat kedua disubtitusikan dengan frasa dua orang pada kalimat ketiga.
13 20 d. Subtitusi Klausal Subtitusi klausal adalah penggantian satuan lingual lainnya tertentu, yang berupa klausa atau kalimat dengan satuan lingual lainnya yang berupa kata atau frasa. Contoh subtitusi klausal: S: Jika perubahan yang dialami oleh Anang tidak bisa diterima dengan baik diterima dengan baik oleh orang-orang di sekitarnya; mungkin hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa orang-orang itu banyak yang tidak sukses seperti Anang. T: Tampaknya memang begitu. Pada percakapan di atas terdapat subtitusi klausal, yaitu tuturan S yang berupa satuan lingual klausa atau kalimat itu disubtitusikan oleh satuan lingual lain pada tuturan T yang berupa kata begitu. Atau sebaliknya, kata begitu pada tuturan T menggantikan klausa atau kalimat pada tuturan S. (3) Pelesapan (elipsis) adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penghilangan atau pelesapan satuan lingual tertentu yang telah disebutkan sebelumnya. Contoh elipsis: a. Budi seketika itu terbangun. Menutupi matanya karena silau, mengusap muka dengan saputangannya, lalu bertanya, Di mana ini?. b. Budi seketika itu terbangun. Ø menutupi matanya karena silau, Ø mengusap muka dengan saputangannya, lalu Ø bertanya, Di mana ini?. c. Budi seketika itu terbangun. Budi menutupi matanya karena silau, Budi mengusap muka dengan saputangannya, lalu Budi bertanya, Di mana ini?.
14 21 Pada analisis tersebut bahwa dengan terjadinya peristiwa pelesapan, seperti pada 1a atau 1b, maka tuturan itu menjadi lebih efektif, efisien, wacananya menjadi padu (kohesif), dan memotivasi pembaca untuk lebih kreatif menemukan unsur-unsur yang dilesapkan, serta praktis dalam berkomunikasi. Fungsi-fungsi semacam itu tentu tidak ditemukan pada tuturan (1c), sekalipun dari segi informasi lebih jelas atau lengkap daripada (1a) dan (1b). (4) konjungsi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana. Contoh konjungsi: Karena pelayannya ramah, cantik, masih gadis lagi, setiap saat warungnya penuh pembeli. Konjungsi karena pada contoh di atas sekalipun berada pada awal kalimat tetap berfungsi untuk menyatakan hubungan sebab-akibat atau hubungan kausal antara klausa penjualnya cantik, ramah, masih gadis sebagai sebab, dengan klausa berikutnya yaitu setiap saat warungnya penuh pembeli sebagai akibat. b. Aspek Leksikal Kepaduan wacana selain didukung oleh aspek gramatikal atau kohesi gramatikal juga didukung oleh aspek leksikal atau kohesi leksikal. Kohesi leksikal ialah hubungan antarunsur dalam wacana secara semantik. Dalam hal ini,
15 22 untuk menghasilkan wacana yang padu pembicara atau penulis dapat menempuhnya dengan cara memilih kata-kata yang sesuai dengan isi kewacanaan yang dimaksud. Hubungan kohesif yang diciptakan atas dasar aspek leksikal, dengan pilihan kata yang serasi, menyatakan hubungan makna atau relasi semantik antara satuan lingual yang satu dengan satuan lingual yang lain dalam wacana. Kohesi leksikal dalam wacana dapat dibedakan menjadi enam macam, yaitu: (1) Repetisi (pengulangan) adalah pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat) yang dianggap penting untuk member tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Berdasarkan tempat satuan lingual yang diulang dalam baris, klausa atau kalimat, repetisi dapat dibedakan menjadi delapan macam, yaitu repetisi epizeuksis, tautotes, anaphora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, apanalepsis, dan anadiplosis. Berikut ini salah satu contoh repetisi: Repetisi epizeuksis ialah pengulangan satuan lingual (kata) yang dipentingkan beberapa kali secara berturut-turut. Contoh repetisi epizeuksis: Sebagai orang beriman, berdoalah selagi ada kesempatan, selagi diberi kesehatan dan selagi diberi umur panjang. Berdoa wajib bagi manusia. Berdoa selagi kita sehat tentu lebih baik daripada berdoa selagi kita butuh. Mari kita berdoa bersama-sama selagi Allah mencintai umat-nya.
16 23 Pada contoh tuturan di atas, kata selagi diulang beberapa kali secara berturut-turut untuk menekankan pentingnya kata tersebut dalam konteks tuturan itu. (2) Sinonimi (padan kata), dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang sama; atau ungkapan yang maknanya kurang lebih sama dengan ungkapan lain. Sinonimi berfungsi menjalin hubungan makna yang sepadan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam wacana. Berdasarkan wujud satuan lingualnya, sinonimi dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu sinomimi antara morfem (bebas) dengn morfem (terikat), kata dengan kata, kata dengan frasa atau sebaliknya, frasa dengan frasa, klausa/kalimat dengan klausa/kalimat. Berikut ini salah satu contoh sinonimi: Aku mohon kau kau mengerti perasaanku. Kalimat di atas merupakan salah satu contoh sinonimi morfem (bebas) aku dengan morfem (terikat) ku. (3) Kolokasi (sanding kata) adalah asosiasi tertentu dalam menggunakan pilihan kata yang cenderung digunakan secara berdampingan. Contoh kolokasi: Waktu aku masih kecil, ayah sering mengajakku ke sawah. Ayah adalah seorang petani yang sukses. Dengan lahan yang luas dan bibit padi yang berkualitas serta didukung sistem pengolahan yang
17 24 sempurna maka panen pun melimpah. Dari hasil panen itu pula keluarga ayahku mampu bertahan hidup secara layak. Pada contoh di atas tampak pemakaian kalimat sawah, petani, lahan, bibit padi, sistem pengolahan, dan hasil panen, yang saling berkolokasi dan mendukung kepaduan wacana tersebut. (4) Hiponimi (hubungan atas bawah) dapat diartikan sebagai satuan bahasa (kata, frasa, kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna satuan lingual yang lain. Contoh hiponimi: Bintang melata termasuk kategori hewan reptil. Reptil yang hidup di darat dan di air ialah katak dan ular. Cicak adalah reptil yang biasa merayap di dinding. Adapun jenis reptil yang hidup di semak-semak dan rumput adalah kadal. Sementara itu, reptil yang dapat berubah warna sesuai dengan lingkungannya yaitu bunglon. Pada contoh di atas yang merupakan hipernim atau superordinatnya adalah binatang melata atau reptil. Sementara itu, binatang-binatang yang merupakan golongan reptil yang sebagai hiponimnya adalah katak, ular, cicak, kadal, dan bunglon. (5) Antonimi (lawan kata) dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang lain; atau satuan lingual yang maknanya berlawanan/beroposisi dengan satuan lingual yang lain. Berdasarkan sifatnya, oposisi makna dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu oposisi mutlak, oposisi kutub,
18 25 oposisi hubungan, oposisi hirarkial, dan oposisi majemuk. Berikut ini salah satu contoh dari antonimi: Hidup dan matinya perusahaan tergantung dari usaha kita. Jangan diam menunggu kehancuran, mari kita mencoba bergerak dengan cara yang lain. Pada contoh di atas terdapat oposisi mutlak antara kata hidup dan mati pada kalimat pertama, dan kata diam dan bergerak pada kalimat kedua. (6) Ekuivalensi (kesepadanan) adalah hubungan kesepadanan antara satuansatuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang lain dalam sebuah paradigma. Dalam hal ini, sejumlah kata hasil afiksasi dari morfem asal yang sama menunjukkan adanya hubungan kesepadanan. Contoh ekuivalensi: Andi memperoleh predikat pelajar teladan. Dia memang tekun sekali dalam belajar. Apa yang telah diajarkan oleh guru pengajar di sekolah diterima dan dipahaminya dengan baik. Andi merasa senang dan tertarik pada semua pelajaran. Dalam contoh di atas yang termasuk hasil proses afiksasi dari morfem asal ajar yang membentuk kata pelajar, belajar, diajarkan, pengajar, dan pelajaran.
19 26 5. Konteks Wacana Menurut Sumarlam (2003:47), konteks wacana ada;ah aspek-aspek internal wacana dan segala sesuatu yang secara eksternal melingkupi sebuah wacana. Berdasarkan pengertian tersebut maka konteks wacana secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu konteks bahasa dan konteks luar bahasa. Konteks bahasa disebut ko-teks, sedangkan konteks luar bahasa (extra linguistic context) disebut dengan konteks situasi dan konteks budaya atau konteks saja (Malinowski dalam Halliday dan Hasan, 1992:8) Konteks wacana terdiri atas berbagai unsur seperti situasi, pembicara, pendengar, waktu tempat, adegan, topik, peristiwa, bentuk, amanat, kode, dan sarana. Tiga unsur yang terakhir yaitu, bentuk amanat, kode, dan sarana perlu mendapat penjelasan. Bentuk amanat dapat berupa surat, esai, iklan, pemberitahuan, pengumuman, dan sebagainya. Kode ialah ragam bahasa yang dipakai, misalnya bahasa Indonesia baku, bahasa Indonesia logat daerah, atau bahasa daerah. Sarana ialah wahana komunikasi yang dapat berwujud pembicaraan bersemuka atau lewat telepon, surat, dan televisi (Hasan Alwi dkk, 2003:421 dan 422). Konteks wacana yang membantu memberikan penafsiran tentang makna ujaran ialah situasi wacana. Situasi mungkin dinyatakan secara eksplisit dalam wacana, tetapi dapat pula disarankan oleh berbagai unsur wacana itu, yang disebut ciri-ciri (wacana) atau koordinat-koordinat (wacana), seperti pembicara, sidang pendengar, waktu, tempat, adegan, topik, bentuk amanat, peristiwa, lorong (= channel), dan
20 27 kode. Sebuah ujaran yang sama dapat mempunyai arti yang berlainan dalam situasi yang berbeda (Samsuri, 1987/1988:4-5). Selanjutnya, Eriyanto (2001:9) menjelaskan bahwa konteks memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi di mana teks tersebut diproduksi, fungsi yang dimaksudkan dan sebagainya. Titik perhatian dari analisis wacana adalah menggambarkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi. Sejak tahun 1964, Hymes telah mengemukakan berbagai jenis konteks yang dapat mempengaruhi makna di dalam suatu interaksi yang terdiri dari penyapa, pesapa, dan pendengar memegang peranan yang sangat penting, termasuk status sosial mereka masing-masing, hubungan mereka secara pribadi maupun dinas (dalam Soeseno Kartomihardjo, 1993:26). Definisi dari konteks menurut ahli bahasa memang berbeda-beda, namun inti dari semuanya sama bahwa konteks adalah segala unsur yang terdapat di luar teks, seperti situasi, pembicara, pendengar, waktu tempat, adegan, topik, peristiwa, bentuk, amanat, kode, dan sarana. 6. Konteks Situasi dan Sosio-kultural Menurut Halliday (dalam Sumarlam, 2003: ) konteks situasi melibatkan sejumlah tataran, yaitu (1) field of discourse, merupakan sesuatu yang sedang terjadi yang melatari dipakainya satu bentuk kebahasaan yang dapat berupa konteks sosial
21 28 dan konteks situasional; (2) tenor of discourse, merujuk pada penutur dan mitra tutur beserta status dan peran mereka yang menentukan bentuk-bentuk kebahasaan yang dipakai; (3) the made of discourse, terkait dengan sarana dan atau media penyampaiannya. Selanjutnya, konteks sosio-kultural dapat berupa konvensi-konvensi sosial budaya yang melatarbelakangi terciptanya sebuah wacana, yaitu dunia di luar bahasa. Konteks sosio-kultural tergambar dalam genre atau jenis teks; narasi, eksposisi, prosedur, laporan, dan sebagainya, dalam pengertian melatarbelakangi proses penciptaannya. C. Kerangka Pikir Kerangka pikir adalah cara kerja yang akan dilakukan oleh peneliti untuk menyelesaikan permasalahan yang akan diteliti. Berikut ini adalah kerangka pikir untuk penelitian Analisis Wacana Cerpen Bocah-bocah Berseragam Biru Laut karya Puthut EA.
22 29 Cerpen Bocah-bocah Berseragam Biru laut Analisis Wacana Kohesi Konteks Wacana Gramatikal Leksikal Konteks Situasi dan sosio-kultural Kepaduan dan keutuhan wacana Interpretasi Pemahaman pembaca Penjelasan tentang bagan: Diagram kerangka pikir di atas menjelaskan sebagai berikut: Dalam penelitian ini sebagai sumber data adalah cerpen Bocah-bocah Berseragam Biru Laut karya Puthut EA. Peneliti akan meneliti cerpen tersebut menggunakan teori analisis wacana
23 30 Analisis wacana dengan menggunakan kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Analisis kohesi gramatikal meliputi pengacuan (referensi), penyulihan (subtitusi), pelesapan (elipsis), dan konjungsi, sedangkan kohesi leksikalnya meliputi repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), kolokasi (sanding kata), hiponimi (hubungan atas bawah), antonimi (lawan kata), dan ekuivalensi (kesepadanan). Penelitian kohesi gramatikal dan kohesi leksikal dalam sebuah analisis wacana akan membentuk sebuah kepaduan dan keutuhan sebuah wacana. Selain itu, analisis wacana dalam penelitian ini juga mengkaji konteks wacana yang merupakan segala unsur yang terdapat di luar teks, seperti situasi, pembicara, pendengar, waktu tempat, adegan, topik, peristiwa, bentuk, amanat, kode, dan sarana. Dalam penelitian ini konteks wacana yang akan diteliti adalah konteks situasi dan sosio-kultural. Kedua konteks tersebut merupakan keadaan di luar bahasa yang mempengaruhi makna tuturan. Dalam penelitian ini, latar belakang dan keadaan ketika pembuatan cerpen Bocah-bocah Berseragam Biru Laut yang akan diteliti menggunakan konteks situasi dan sosio-kultural. Penelitian konteks dalam sebuah wacana akan menghasilkan sebuah daya interpretasi yang berbeda-beda oleh setiap pembaca. Kedua unsur wacana dalam penelitian ini yaitu aspek gramatikal dan aspek leksikal, serta konteks situasi, masing-masing akan membentuk kepaduan dan keutuhan kalimat, serta memunculkan daya interpertasi pembaca.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi leksikal yang terdapat dalam wacana naratif bahasa Indonesia. Berdasarkan teori Halliday dan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai kohesi pada wacana mungkin sudah sering dilakukan dalam penelitian bahasa. Akan tetapi, penelitian mengenai kohesi gramatikal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara masalah wacana, peneliti menjadi tertarik untuk melakukan penelitian yang bertemakan analisis wacana. Menurut Deese dalam Sumarlam (2003: 6) mengatakan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Berikut adalah kajian yang sejenis dengan penelitian ini : 1) Penelitian karya Elisabeth Dyah Primaningsih yang berjudul Analisis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kalimat satu dengan kalimat lain, membentuk satu kesatuan. dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wacana adalah unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Satuan dibawahnya secara berturut-turut adalah kalimat, frase, kata, dan bunyi. Secara berurutan, rangkaian
Lebih terperinciPROBLEMATIKA MENGANALISIS WACANA SECARA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL MAHASISWA FKIP UNA
Jurnal Bindo Sastra 1 (2) (2017): 95 102 95 PROBLEMATIKA MENGANALISIS WACANA SECARA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL MAHASISWA FKIP UNA Rina Hayati Maulidiah 1, Khairun Nisa 2, Wan Nurul Atikah Nasution 3 Universitas
Lebih terperinciANALISIS PENGGUNAAN PIRANTI KOHESI PADA WACANA NASKAH LAKON SANDOSA SOKRASANA: SANG MANUSIA KARYA YANURA NUGRAHA NASKAH PUBLIKASI
ANALISIS PENGGUNAAN PIRANTI KOHESI PADA WACANA NASKAH LAKON SANDOSA SOKRASANA: SANG MANUSIA KARYA YANURA NUGRAHA NASKAH PUBLIKASI Oleh: YULIA RATNA SARI NIM. A 310 050 070 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Kemampuan berbahasa ini harus dibinakan
Lebih terperinciPENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007
PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tertinggi. Kalimat berperan sebagai unsur pembangun bahasa saja. Satuan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kalimat yang ada pada suatu bahasa bukanlah satuan sintaksis yang tertinggi. Kalimat berperan sebagai unsur pembangun bahasa saja. Satuan yang tertinggi
Lebih terperinciPenanda Kohesi Gramatikal dan Leksikal Skripsi Mahasiswa PBSI UNP Kediri Tahun 2014
Penanda Kohesi Gramatikal dan Leksikal Skripsi Mahasiswa PBSI UNP Kediri Tahun 2014 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagai Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) pada Program Studi Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan. Oleh karena itu, kajian bahasa merupakan suatu kajian yang tidak pernah habis untuk dibicarakan karena dalam kehidupan
Lebih terperinciKOHESI DAN KOHERENSI WACANA PADA CATATAN MOTIVASI MARIO TEGUH DI PROFIL FACEBOOK
KOHESI DAN KOHERENSI WACANA PADA CATATAN MOTIVASI MARIO TEGUH DI PROFIL FACEBOOK SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia Fakultas
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Pada bab ini akan dijabarkan pendapat para ahli sehubungan dengan topik penelitian. Mengenai alat-alat kohesi, penulis menggunakan pendapat M.A.K. Halliday dan Ruqaiya
Lebih terperinciB AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Analisis Wacana Analisis wacana merupakan disiplin ilmu yang mengkaji satuan bahasa di atas tataran kalimat dengan memperhatikan konteks
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. digunakan untuk mengetahui keaslian penelitian yang dilakukan. Tinjauan
6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Sebuah penelitian diperlukan adanya suatu penelitian yang relevan sebagai sebuah acuan agar penelitian ini dapat diketahui keasliannya. Tinjauan pustaka berisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wacana sangat dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan tersebut.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wacana sekarang ini berkembang sangat pesat. Berbagai kajian wacana sangat dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan tersebut. Wacana berkembang di berbagai
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan deskripsi hasil penelitian aspek gramatikal dan aspek leksikal yang terdapat dalam surat kabar harian Solopos tahun 2015 dan 2016 ditemukan
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah
ANALISIS MIKRO DAN MAKROSTRUKTURAL PADA WACANA KETIDAKADILAN ADALAH BEBAN KITA BERSAMA DALAM KOLOM GAGASAN SURAT KABAR SOLOPOS EDISI SELASA, 11 OKTOBER 2011 NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan
Lebih terperinciPRATIWI AMALLIYAH A
KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF PADA WACANA DIALOG JAWA DALAM KOLOM GAYENG KIYI HARIAN SOLOPOS EDISI BULAN JANUARI-APRIL 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesantunankesantunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesantunankesantunan ekspresi bahasa. Dengan kata lain, seseorang tidak dapat dikatakan menulis jika tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam berkomunikasi memerlukan sarana yang sangat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Dalam berkomunikasi memerlukan sarana yang sangat penting untuk menyampaikan informasi
Lebih terperinciPENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI
PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa
Lebih terperinciASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NASKAH DRAMA BARABAH KARYA MOTINGGO BUSYE : SEBUAH ANALISIS WACANA SASTRA. Rudi A. Nugroho
ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NASKAH DRAMA BARABAH KARYA MOTINGGO BUSYE : SEBUAH ANALISIS WACANA SASTRA Rudi A. Nugroho I. PENDAHULUAN Perkembangan wacana berkembang sangat pesat. Berbagai kajian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembicaraan tentang kohesi tidak akan terlepas dari masalah wacana karena kohesi memang merupakan bagian dari wacana. Wacana merupakan tataran yang paling besar dalam
Lebih terperinciKOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI
KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Hakikat Wacana a. Pengertian Wacana Djajasudarma (1994:1) menyatakan bahwa wacana memuat rentetan kalimat yang berhubungan, menghubungkan proposisi yang satu
Lebih terperincizs. /or.wisman lladi, M.Hum. ANA,LISIS PENAI{DA KOHESI GRAMATIKAL ARTIKEL POLITIK PADA MEDIA OFII.,INE KOMPASIANA.COM ARTIKEL Asrul Khairillrsibuan
- ARTIKEL I. ANA,LISIS PENAI{DA KOHESI GRAMATIKAL ARTIKEL POLITIK PADA MEDIA OFII.,INE KOMPASIANA.COM Oteh Asrul Khairillrsibuan IYIM 2113210005 Dosen Pembimbing Skripst Prof. Dr. Biner Ambarita, M-Pd.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain. Untuk menjalin hubungan dan kerja sama antar oarang lain, manusia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. maupun tulisan. Bahasa juga memegang peranan penting dalam kehidupan sosial
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki kedudukan sebagai penunjang aktualisasi pesan, ide, gagasan, nilai, dan tingkah laku manusia, baik dituangkan dalam bentuk lisan maupun tulisan. Bahasa
Lebih terperinciANALISIS KOHESI GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NOVEL KIRTI NJUNJUNG DRAJAT KARYA R. Tg. JASAWIDAGDA
ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NOVEL KIRTI NJUNJUNG DRAJAT KARYA R. Tg. JASAWIDAGDA Oleh: Anggit Hajar Maha Putra program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa anggitzhajar@yahoo.com Abstrak:
Lebih terperinciANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF WAKTU DAN TEMPAT PADA TEKS LAGU IHSAN DALAM ALBUM THE WINNER
ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF WAKTU DAN TEMPAT PADA TEKS LAGU IHSAN DALAM ALBUM THE WINNER SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana S-1
Lebih terperinciANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN. NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013
ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013 NASKAH PUBLIKASI LIFATATI ASRINA A 310 090 168 PENDIDIKAN BAHASA
Lebih terperinciPENANDA KOHESI PADA WACANA RUBRIK SUARA MAHASISWA DALAM HARIAN JOGLO SEMAR
digilib.uns.ac.id PENANDA KOHESI PADA WACANA RUBRIK SUARA MAHASISWA DALAM HARIAN JOGLO SEMAR SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia
Lebih terperinciSARANA KOHESI DALAM CERPEN ROBOHNYA SURAU KAMI KARYA A. A. NAVIS. Jurnal Skripsi. Oleh TENRI MAYORE NIM JURUSAN SASTRA INDONESIA
SARANA KOHESI DALAM CERPEN ROBOHNYA SURAU KAMI KARYA A. A. NAVIS Jurnal Skripsi Oleh TENRI MAYORE NIM. 070911001 JURUSAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SAM RATULANGI FAKULTAS ILMU BUDAYA MANADO 2013 0 ABSTRACT
Lebih terperinciAnnisa Rakhmawati, Muhammad Rohmadi, Budhi Setiawan Universitas Sebelas Maret
ANALISIS WACANA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL NASKAH DRAMA MATAHARI DI SEBUAH JALAN KECIL KARYA ARIFIN C. NOOR SERTA RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN AJAR DI SEKOLAH MENENGAH ATAS Annisa Rakhmawati, Muhammad Rohmadi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa menjadi bagian penting bagi manusia secara mayoritas dan menjadi milik masyarakat pemakainya. Salah satu aplikasi bahasa sebagai alat komunikasi adalah penggunaan
Lebih terperinciANALISIS WACANA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL PADA CERPEN LINTAH DALAM BUKU KUMPULAN CERPEN MEREKA BILANG SAYA MONYET KARYA DJENAR MAESA AYU
ANALISIS WACANA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL PADA CERPEN LINTAH DALAM BUKU KUMPULAN CERPEN MEREKA BILANG SAYA MONYET KARYA DJENAR MAESA AYU Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat
Lebih terperinciANALISIS WACANA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL KHOTBAH IDUL ADHA
ANALISIS WACANA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL KHOTBAH IDUL ADHA IBADAH QURBAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI OLEH: NASHRUDDIN BAIDAN DI MASJID AGUNG SURAKARTA 06 NOVEMBER 2011 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: YUNIANTO
Lebih terperinciANALISIS TEKSTUAL POSTER PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PEKAN ILMIAH MAHASISWA NASIONAL TAHUN 2013
ANALISIS TEKSTUAL POSTER PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PEKAN ILMIAH MAHASISWA NASIONAL TAHUN 2013 Retno Wulandari 1), Agus Budi Santoso 2), Dhika Puspitasari 3) 1,2,3) Fakultas
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORETIK
BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. Wacana c. Pengertian Wacana Ekoyanantiasih (2002: 9) berpendapat bahwa wacana merupakan tataran yang paling besar dalam hierarki kebahasaan setelah kalimat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan tersebut dibangun oleh komponen-komponen yang terjalin di dalam suatu organisasi kewacanaan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sepanjang hidupnya, manusia tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi tersebut, manusia memerlukan sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A.
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori 1. Hakikat Analisis Wacana Suatu wacana memiliki keserasian makna yang menjadikan wacana sebagai suatu bentuk karangan atau gagasan yang utuh,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa digunakan untuk berkomunikasi antar individu satu dengan individu lain. Peran bahasa penting dalam kehidupan manusia, selain sebagai pengolah suatu gagasan, bahasa
Lebih terperinciPENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana
Lebih terperinciASPEK LEKSIKAL DAN GRAMATIKAL PADA LIRIK LAGU JIKA KARYA MELLY GOESLOW. Rini Agustina
ASPEK LEKSIKAL DAN GRAMATIKAL PADA LIRIK LAGU JIKA KARYA MELLY GOESLOW Rini Agustina Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP PGRI Pontianak brentex32@yahoo.co.id ABSTRACT This study focuses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk saling memahami maksud atau keinginan seseorang.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa maupun pembelajaran bahasa merupakan hal yang sangat penting untuk dipelajari. Hal ini dikarenakan bahasa memiliki peranan yang sangat penting dan
Lebih terperinciANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI
ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh
Lebih terperinciPENANDA KOHESI PADA TAJUK RENCANA HARIAN SURAT KABAR KOMPAS EDISI JANUARI 2015
PENANDA KOHESI PADA TAJUK RENCANA HARIAN SURAT KABAR KOMPAS EDISI JANUARI 2015 Artikel Publikasi Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana ialah satuan bahasa yang terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 2006: 49). Menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ada di dalam pikiran kepada orang lain yaitu dengan bahasa, baik secara lisan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam mentransformasikan berbagai ide dan gagasan yang ada di dalam pikiran kepada orang lain yaitu dengan bahasa, baik secara lisan atau tulis. Kedua
Lebih terperinciANALISIS WACANA PADA TAYANGAN INFOTAINMENT SILET DI RAJAWALI CITRA TELEVISI INDONESIA SKRIPSI
ANALISIS WACANA PADA TAYANGAN INFOTAINMENT SILET DI RAJAWALI CITRA TELEVISI INDONESIA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia
Lebih terperinciKOHESI LEKSIKAL DALAM ARTIKEL OPINI KEDAULATAN RAKYAT
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III- KOHESI LEKSIKAL DALAM ARTIKEL OPINI KEDAULATAN RAKYAT A iati Handayu Diyah Fitriyani UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta a iati.hdf@gmail.com Abstrak Penelitian ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa mempunyai fungsi dan peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Bahasa juga dapat diartikan sebagai
Lebih terperinciJURNAL KOHESI DAN KOHERENSI WACANA PEMBACA MENULIS DI JAWA POS COHESION AND COHERENCE OF DISCOURSE READERS WRITING IN JAWA POS
JURNAL KOHESI DAN KOHERENSI WACANA PEMBACA MENULIS DI JAWA POS COHESION AND COHERENCE OF DISCOURSE READERS WRITING IN JAWA POS Oleh: LINDA DWI RAHMAWATI 12.1.01.07.0053 Dibimbing oleh: 1. Dr. Andri Pitoyo,
Lebih terperinciASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL PADA LIRIK LAGU GROUP BAND WALI DALAM ALNBUM RELIGI INGAT SHALAWAT NASKAH PUBLIKASI
ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL PADA LIRIK LAGU GROUP BAND WALI DALAM ALNBUM RELIGI INGAT SHALAWAT NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa
Lebih terperinciKOHESI DAN KOHERENSI WACANA MOTIVASI MARIO TEGUH GOLDEN WAYS TENTANG WANITA PADA STASIUN METRO TV. Abstract
1 KOHESI DAN KOHERENSI WACANA MOTIVASI MARIO TEGUH GOLDEN WAYS TENTANG WANITA PADA STASIUN METRO TV Ida Ayu Suryantini Putri Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana
Lebih terperinciPENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009
PENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009 SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-I PEndidikan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat dipisahkan. Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan bahasa sebagai salah satu alat primer dalam
Lebih terperinciANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN PERSONA PADA TERJEMAHAN AL-QURAN SURAT AL-KAHFI (SURAT 18)
ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN PERSONA PADA TERJEMAHAN AL-QURAN SURAT AL-KAHFI (SURAT 18) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra
Lebih terperinciKOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK BERITA MAJALAH MANDUTA TAHUN SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
KOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK BERITA MAJALAH MANDUTA TAHUN 2013-2014 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan ( S.Pd.) Pada Program Studi Bahasa Dan Sastra Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Linguistik memiliki tataran tertinggi yang lebih luas cakupannya dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan 1.1.1 Latar Belakang Linguistik memiliki tataran tertinggi yang lebih luas cakupannya dari kalimat yang disebut wacana. Wacana merupakan satuan bahasa
Lebih terperinciANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN PERSONA DALAM WACANA DIALOG ACARA BUKAN EMPAT MATA EPISODE 30 OKTOBER 2013
ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN PERSONA DALAM WACANA DIALOG ACARA BUKAN EMPAT MATA EPISODE 30 OKTOBER 2013 NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan
Lebih terperinciPENANDA HUBUNGAN REFERENSI DALAM WACANA BERITA PADA SITUS SKRIPSI
PENANDA HUBUNGAN REFERENSI DALAM WACANA BERITA PADA SITUS HTTP://WWW.LIPUTAN6.COM SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,
Lebih terperinciREFERENSI DALAM WACANA TULIS PADA SURAT KABAR SOLOPOS EDISI JANUARI 2010 NASKAH PUBLIKASI
REFERENSI DALAM WACANA TULIS PADA SURAT KABAR SOLOPOS EDISI JANUARI 2010 NASKAH PUBLIKASI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. novel, buku, surat, dan dokumen tertulis, yang dilihat dari struktur lahirnya (dari
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam linguistik, satuan bahasa yang terlengkap dan utuh disebut dengan wacana. Wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa lisan dan bahasa tulisan. Bahasa lisan merupakan ragam bahasa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah sarana komunikasi utama manusia dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa, manusia mengungkapkan gagasan, perasaan, pendapat dan informasi. Bahasa pula
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saatnya menyesuaikan diri dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini arus informasi semakin berkembang pesat. Hal ini mengisyaratkan agar pelaksanaan suatu program kerja dalam sebuah institusi sudah saatnya menyesuaikan diri
Lebih terperinciPENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA
PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA Roely Ardiansyah Fakultas Bahasa dan Sains, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Abstrak Deiksis dalam bahasa Indonesia merupakan cermin dari perilaku seseorang
Lebih terperinciPENANDA HUBUNGAN ELIPSIS PADA WACANA KATALOG ORIFLAME EDISI JANUARI 2009
PENANDA HUBUNGAN ELIPSIS PADA WACANA KATALOG ORIFLAME EDISI JANUARI 2009 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah
Lebih terperinciANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK TAJUK RENCANA PADA SURAT KABAR SOLOPOS DAN RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN AJAR PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA
digilib.uns.ac.id ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK TAJUK RENCANA PADA SURAT KABAR SOLOPOS DAN RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN AJAR PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA Skripsi Oleh Bangkit Sugeng Subagyo
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Bahasa memiliki fungsi sebagai alat komunikasi bagi manusia. Dengan bahasa, manusia dapat mengungkapkan gagasan atau ide yang awalnya abstrak menjadi konkret. Selanjutnya,
Lebih terperinciKOHESI GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL FEATURE DALAM PESONA ALAM DAN BUDAYA JOGJA: ANTOLOGI FEATURE BENGKEL SASTRA INDONESIA 2010
digilib.uns.ac.id KOHESI GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL FEATURE DALAM PESONA ALAM DAN BUDAYA JOGJA: ANTOLOGI FEATURE BENGKEL SASTRA INDONESIA 2010 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi
Lebih terperinciANALISIS ASPEK LEKSIKAL DAN ASPEK KONTEKS DALAM LAGU OEMAR BAKRI KARYA IWAN FALS
ANALISIS ASPEK LEKSIKAL DAN ASPEK KONTEKS DALAM LAGU OEMAR BAKRI KARYA IWAN FALS Herlina Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Pontianak Jl. Ampera No. 88 Pontianak Edi.suherman7810@gmail.com
Lebih terperinciARTIKEL ILMIAH KEKOHESIFAN WACANA DALAM BUKU TEKS BAHASA INDONESIA KELAS VII TERBITAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2013
ARTIKEL ILMIAH KEKOHESIFAN WACANA DALAM BUKU TEKS BAHASA INDONESIA KELAS VII TERBITAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2013 Oleh: Eka Pertiwi NIM RRA1B110059 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat disesuaikan, dan diungkapkan kembali kepada orang lain sebagai bahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat terlepas dari bahasa karena bahasa adalah alat yang dipakainya untuk membentuk pikiran, perasaan, keinginan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. narasi. Di dalam wacana naratif mengandung suatu gagasan atau informasi dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wacana naratif merupakan suatu wacana yang disampaikan dalam bentuk narasi. Di dalam wacana naratif mengandung suatu gagasan atau informasi dari pengarang atau
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada bagian akhir tesis ini, penulis sajikan simpulan sebagai jawaban atas rumusan
269 BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bagian akhir tesis ini, penulis sajikan simpulan sebagai jawaban atas rumusan masalah yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun simpulan yang dapat penulis kemukakan adalah
Lebih terperinciANALISIS PENANDA KOHESI PADA KARANGAN SISWA TINGKAT SEKOLAH MENENGAH PERTAMA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARATA
ANALISIS PENANDA KOHESI PADA KARANGAN SISWA TINGKAT SEKOLAH MENENGAH PERTAMA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARATA Jurnal Ilmiah Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Peranan bahasa sangat penting dalam kegiatan komunikasi di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peranan bahasa sangat penting dalam kegiatan komunikasi di masyarakat. Bahasa adalah alat untuk menyatakan pikiran dan perasaan. Bahasa sebagai lambang mampu
Lebih terperinciKOHESI GRAMATIKAL ANTARKALIMAT WACANA BERITA UTAMA MONITOR DEPOK
KOHESI GRAMATIKAL ANTARKALIMAT WACANA BERITA UTAMA MONITOR DEPOK EDISI 22-29 JANUARI 2014 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi diperlukan sarana berupa bahasa untuk mengungkapkan ide,
Lebih terperinciKOHESI GRAMATIKAL DAN KOHESI LEKSIKAL DALAM LIRIK GRUP BAND CAPTAIN JACK INTISARI
KOHESI GRAMATIKAL DAN KOHESI LEKSIKAL DALAM LIRIK GRUP BAND CAPTAIN JACK JURNAL SKRIPSI INTISARI Hidayat, Taufik. 2017. Kohesi Gramatikal dan Kohesi Leksikal dalam Lirik Grup Band Captain Jack. Skripsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi
Lebih terperinciDari sudut wacana (tempat acuan) nya, referensi dibagi atas:
Dari sudut wacana (tempat acuan) nya, referensi dibagi atas: Referensi Eksoforis (Eksofora) Referensi dengan objek acuan di luar teks. Saya belum sarapan pagi ini. Kata saya merupakan referensi eksoforis.
Lebih terperinciKOHESI GRAMATIKAL ANTARKALIMAT DALAM KARANGAN ARGUMENTASI SISWA KELAS X SMA NEGERI 9 PADANG JURNAL ILMIAH DELVIRA SUSANTI NPM.
KOHESI GRAMATIKAL ANTARKALIMAT DALAM KARANGAN ARGUMENTASI SISWA KELAS X SMA NEGERI 9 PADANG JURNAL ILMIAH DELVIRA SUSANTI NPM. 10080207 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEKOLAH TINGGI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit
Lebih terperinciASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR KOMPAS
ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR KOMPAS Disusun oleh INDRO FEBIYANTO C0201043 Telah disetujui oleh pembimbing Pembimbing Dra. Hesti Widyastuti, M.Hum. NIP 131 281 866
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Analisis Wacana a. Hakikat Analisis Wacana Bahasa meliputi tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Masing-masing
Lebih terperinciKOHESI DALAM NOVEL KELANGAN SATANG KARYA SUPARTO BRATA TESIS
KOHESI DALAM NOVEL KELANGAN SATANG KARYA SUPARTO BRATA TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Linguistik Minat Utama Linguistik Deskriptif Oleh Aji Adhitya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tarigan (1987 : 27), Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia perlu berinteraksi antarsesama. Untuk menjalankan komunikasi itu diperlukan bahasa karena bahasa adalah alat komunikasi.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. discourse yang berarti wacana. Wacana adalah rentetan kalimat yang
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Wacana Istilah wacana diperkenalkan oleh para linguis di Indonesia dan negerinegeri berbahasa melayu lainnya sebagai terjemahan dari istilah bahasa Inggris discourse
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat berpengaruh terhadap makna yang terdapat dalam sebuah wacana. Salah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bentuk kepaduan dan keutuhan sebuah wacana adalah pemakian konjungsi dalam sebuah kalimat atau wacana. Penggunaan konjungsi sangat berpengaruh terhadap
Lebih terperinciRELASI TEMPORAL ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT PADA WACANA KUMPULAN CERPEN DARI SITUS SKRIPSI
RELASI TEMPORAL ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT PADA WACANA KUMPULAN CERPEN DARI SITUS WWW.SRITI.COM SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan
Lebih terperinciASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM WACANA BUKU TEKS BAHASA INDONESIA SMA KELAS XI KARANGAN DAWUD, DKK TAHUN 2004 PENERBIT ERLANGGA
ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM WACANA BUKU TEKS BAHASA INDONESIA SMA KELAS XI KARANGAN DAWUD, DKK TAHUN 2004 PENERBIT ERLANGGA ARTIKEL PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat
Lebih terperinciANALISIS WACANA LIRIK LAGU BUJANG NADI, LAGU DAERAH MELAYU SAMBAS, KALIMANTAN BARAT
ANALISIS WACANA LIRIK LAGU BUJANG NADI, LAGU DAERAH MELAYU SAMBAS, KALIMANTAN BARAT Al Ashadi Alimin Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP-PGRI Pontianak Jl Ampera No. 88 Pontianak
Lebih terperinciTINJAUAN TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL ANALISIS LIRIK LAGU KALA CINTA MENGGODA KARYA GURUH SOEKARNO PUTRA
Vol. 3 No. 1 Januari 2015 TINJAUAN TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL ANALISIS LIRIK LAGU KALA CINTA MENGGODA Oleh: Anang Sudigdo 1 Program Doktor Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Sebelas Maret Surakarta
Lebih terperinciWACANA NARATIF SHORT-SHORT STORY BOKKOCHAN KARYA HOSHI SHIN ICHI
WACANA NARATIF SHORT-SHORT STORY BOKKOCHAN KARYA HOSHI SHIN ICHI Setyani Wardhaningtyas Universitas Negeri Semarang ABSTRAK Short-short story merupakan salah satu genre karya sastra yang khas Jepang. Karya
Lebih terperinci