BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 digilib.uns.ac.id BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Wacana Wacana merupakan unsur kebahasaan yang paling kompleks atau lengkap. Satuan pendukung kebahasaannya meliputi fonem, morfem, kata, frase, klausa, kalimat, paragraf, hingga karangan utuh. Pada dasarnya, wacana merupakan unsur bahasa yang bersifat pragmatis. Adapun pemakaian dan pemahaman wacana dalam komunikasi memerlukan alat (piranti) yang cukup banyak. Wacana merupakan rentetan kalimat yang berkaitan dalam menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain untuk membentuk satu kesatuan, dengan kata lain terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat itu (Moeliono,1988: 344). Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tulis (Tarigan, 1987:27). Kohesi merupakan keserasian hubungan unsur-unsur dalam wacana, sedangkan koheren merupakan kepaduan wacana sehingga komunikatif mengandung satu ide (Fatimah 1994:5). Adapun Lubis mendefinisikan wacana/diskursus sebagai 'kumpulan pernyataan-pernyataan yang ditulis atau diucapkan atau dikomunikasikan dengan menggunakan tanda-tanda (2004:149). Wacana terealisasikan dalam bentuk teks, hingga kata teks dipakai sebagai istilah teknis yang mengacu pada rekaman verbal tindak komunikasi (Brown & Yule, 1983:6). Oleh karena itu, suatu bahasa dari sebuah konteks tertentu dapat pula disebut dengan teks. Media penyampaian sebuah informasi tersebut dapat berupa tuturan maupun sebuah tulisan. Jadi, teks adalah satuan bahasa yang memiliki makna yang bersifat fungsional dan kontekstual. Berdasarkan sarananya, wacana dapat dibagi menjadi wacana lisan commit dan tulis. to user Kemudian jika dilihat penyampaian 8

2 digilib.uns.ac.id 9 isinya, wacana dapat dibedakan menjadi wacana narasi, wacana eksposisi, wacana persuasi, dan wacana argumentasi. Wacana narasi bersifat menceritakan sesuatu topik atau hal. Wacana eksposisi bersifat memaparkan topik atau fakta. Wacana persuasi bersifat mengajak, menganjurkan, atau melarang. Adapun wacana argumentasi bersifat memberi argumen atau ulasan terhadap suatu hal. Ciri-ciri wacana eksposisi antara lain, (1) menjelaskan dan menguraikan, artinya tidak memaksa apa yang diuraikan harus diikuti pembaca, (2) Gaya pemaparan bernada informatif, (3) Penutup/akhir paparan bernada menjelaskan kembali apa yang diuraikan, dan (4) fakta yang dikemukakan hanya dijadikan alat untuk membantu perumusan masalah yang dikemukakan (Hasnun, 2006: 185). Berdasarkan berbagai pendapat yang telah dikemukakan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa wacana dapat dipilah-pilah berdasarkan sudut pandang yang akan digunakan. Wacana yang ada pada rubrik Lingkungan dan Kesehatan jika dilihat dari media yang digunakan/sarananya termasuk wacana tulis, dan jika dilihat dari penyampaian isinya termasuk wacana eksposisi. Wacana yang ada pada rubrik Lingkungan dan Kesehatan termasuk wacana tulis karena wacana tersebut disajikan melalui bahasa dalam media tulis, yakni surat kabar. Selain itu, wacana yang ada pada rubrik Lingkungan dan Kesehatan termsuk juga dalam wacana eksposisi karena wacana tersebut disampaikan dalam sebuah tulisan yang memaparkan sebuah topik atau fakta terkini yang sedang hangat dibicarakan masyarakat dan tentunya informasi yang aktual tersebut sangat bermanfaat bagi para pembacanya. 2. Analisis Wacana Linguistik merupakan bagian dari filsafat. Linguistik modern, yang dipelopori oleh Ferdinand de Saussure pada akhir abad ke-19, mengkaji bahasa secara ilmiah. Kajian linguistik modern pada umumnya terbatas pada masalah unsur-unsur bahasa, seperti bunyi, kata, frase, dan kalimat serta unsur makna (semantik). Dalam kajian linguistik banyak terdapat permasalahan yang belum dapat diselesaikan. Oleh karena itu, para ahli mencoba untuk mengembangkan commit to user

3 digilib.uns.ac.id 10 disiplin kajian baru yang disebut analisis wacana. Kajian analisis wacana ini memperjelas dalam mengupas permasalahan bahasa (Pamungkas, 2012: 162). Analisis wacana dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mengkaji organisasi wacana di atas tingkat kalimat atau klausa, dengan kata lain analisis wacana mengkaji satuan-satuan kebahasaan yang lebih besar, seperti percakapan/teks tertulis (Cahyono, 1995: 227). Di sisi lain, analisis wacana ialah suatu usaha untuk mengkaji organisasi bahasa di atas kalimat atau di atas klausa; dan oleh karena itu, analisis wacana merupakan studi yang lebih luas daripada unit-unit linguistik, yakni kajian pertukaran percakapan dan kajian teks-teks yang tertulis (Stubbs dalam Setiawan, 2012a: 1). Jadi bisa disimpulkan bahwa analisis wacana adalah suatu kegiatan yang dilakukan semata-mata untuk mengkaji suatu satuan bahasa yang terlengkap untuk menghasilkan pengertian yang mendalam. Dalam mengkaji wacana, kohesi dan koherensi merupakan hal yang paling penting. Kedua unsur ini digunakan untuk membangun wacana yang baik. Wacana yang baik ditandai dengan adanya hubungan semantis antarunsur bagian dalam wacana yang disebut dengan hubungan koherensi. Hubungan koherensi dapat diciptakan dengan menggunakan hubungan kohesi. 3. Kohesi Kohesi atau kepaduan wacana ialah keserasian hubungan antarunsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana, sehingga terciptalah pengertian yang koheren. Kohesi mengacu pada aspek bentuk atau aspek formal bahasa, dan wacana itu terdiri dari kalimat-kalimat. Tarigan mengatakan bahwa kohesi atau kepaduan wacana merupakan aspek formal bahasa dalam wacana (1987: 96). Dengan kata lain, kepaduan wacana merupakan organisasi sintaktik, wadah kalimat-kalimat disusun secara padu, dan padat untuk menghasilkan tuturan. Unsur-unsur kohesi dibagi menjadi dua bagian, yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal (Halliday & Hassan dalam Mulyana, 2005: 133). Kohesi atau kepaduan wacana banyak melibatkan aspek gramatikal dan aspek leksikal. Adapun penanda commit yang to digunakan user untuk mencapai kepaduan

4 digilib.uns.ac.id 11 sebuah wacana juga meliputi kedua aspek tersebut. Penanda yang digunakan untuk mencapai kekohesifan wacana ialah kohesi gramatikal dan leksikal. Berikut akan dijelaskan secara mendalam mengenai kedua kohesi tersebut. a. Kohesi Gramatikal Bahasa terdiri atas bentuk (form) dan makna (meaning). Hubungan antar bagian wacana dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu hubungan bentuk yang disebut kohesi (cohesion) dan hubungan makna atau hubungan semantik yang disebut koherensi (coherence), (Sumarlam, 2003 : 23). Kohesi sendiri dibagi menjadi dua jenis, yaitu kohesi gramatikal (grammatical cohesion) dan kohesi leksikal (lexical cohesion). Struktur lahir wacana atau segi bentuk disebut aspek gramatikal wacana dan struktur batin wacana atau segi makna disebut aspek leksikal wacana. Kohesi gramatikal merupakan kepaduan bentuk bagian-bagian wacana yang diwujudkan ke dalam sistem gramatikal. Selain itu, kohesi gramatikal menggunakan unsur bahasa dalam mengikat suatu wacana. Dalam kohesi gramatikal, unsur bahasa digunakan untuk mengaitkan sebuah teks sehingga teks tersebut dapat dipahami dengan teks lainnya. Kohesi gramatikal bersifat kohesif apabila terdapat kesesuaian antar bentuk bahasa terhadap konteksnya. Kushartanti menyatakan bahwa kohesi gramatikal merupakan hubungan semantik antarunsur yang dimarkahi alat gramatikal, alat bahasa yang digunakan dalam kaitannya dengan tata bahasa (2009: 96). Kohesi gramatikal menggunakan unsur bahasa sebagai relasi utamanya dalam mengaitkan sebuah teks. Kohesi gramatikal tidak tercipta dengan sendirinya tetapi diciptakan oleh alat bahasa yang digunakan untuk menghasilkan keterkaitan dalam sebuah teks sehingga unsur bahasa dapat dipahami melalui unsur bahasa lainnya. Sedangkan, Rani menyatakan bahwa kohesi gramatikal merupakan piranti atau penanda kohesi yang melibatkan penggunaan unsur-unsur kaidah bahasa. Kohesi gramatikal juga merupakan jalinan ujaran dalam bentuk kalimat untuk membentuk commit to suatu user teks atau konteks dengan cara

5 digilib.uns.ac.id 12 menghubungkan makna yang terkandung di dalam unsur bahasa. Adapun Kohesi gramatikal dipergunakan untuk menghubungkan ide antarkalimat (2004: 97). Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kohesi gramatikal merupakan unsur bahasa yang terbentuk dalam suatu teks atau konteks dan tidak dapat diciptakan dengan sendirinya. Kohesi gramatikal juga merupakan hubungan unsur bahasa yang berkaitan dengan alat bahasa. Kohesi gramatikal dibuat oleh alat bahasa yang menghasilkan keterkaitan dalam sebuah teks, sehingga dapat dipahami melalui unsur teks lainnya. Kohesi gramatikal merupakan kepaduan suatu teks yang saling berkaitan dan dikemukakan oleh unsur gramatikal. Hubungan kohesi gramatikal dalam bentuk kalimat untuk membentuk suatu teks atau konteks, mengkaitkan makna yang terkandung di dalam unsur bahasa. Unsur-unsur kohesi gramatikal tersebut terdiri dari, pengacuan (reference), penyulihan (substitution), pelesapan (ellipsis), dan perangkaian (conjunction) (Sumarlam, 2005 : 23). Berikut akan dijelaskan lebih lanjut mengenai empat unsur gramatikal tersebut. 1) Pengacuan (Referensi) Referensi yang digunakan di dalam bahasa adalah unsur-unsur yang disebut nama diri, pronominal (orangan), dan unsur kosong (sifat) atau hilang (Fatimah, 1994: 41). Unsur pelaku perbuatan dan penderita perbuatan (pengalami), pelengkap perbuatan dan perbuatan yang dilakukan pelaku, serta tempat perbuatan dapat kita temukan, baik pada wacana lisan maupun tulis. Unsur tersebut sering diulang untuk memperjelas makna, dan sebagai acuan (referensi). Pengacuan merupakan bagian gramatikal yang berkaitan dengan penggunaan kata atau kelompok kata untuk menunjuk kata atau kelompok kata atau satuan gramatikal atau lainnya (M. Ramlan, dalam Mulyana 2005:133). Hal ini senada dengan pendapat Sumarlam,dkk (2003: 23) yang menyatakan commit bahwa, to user pengacuan atau referensi merupakan

6 digilib.uns.ac.id 13 salah satu jenis gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain (atau suatu acuan) yang mendahului atau mengikutinya. Kartomihardjo (dalam Bambang Kaswati Purwo, 1993: 34) menyatakan bahwa pengacuan/referensi dalam analisis mengacu pada benda, binatang, atau orang yang dimaksud oleh pembicara. Dari berbagai pengertian mengenai pengacuan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengacuan/referensi merupakan satuan lingual yang mengacu pada sesuatu yang lain untuk diinterpretasi untuk memperjelas makna dari hal yang disampaikan secara lisan maupun tulis. Sumarlam mengatakan bahwa, berdasarkan tempatnya pengacuan dibedakan menjadi dua jenis, pengacuan endofora apabila acuannya (satuan lingual yang diacu) berada atau terdapat di dalam teks wacana itu, dan pengacuan eksofora apabila acuannya berada atau terdapat di luar teks wacana (2003: 23). Pembahasan endofora antara lain masalah pemarkah anafora (mengacu pada konstituen di sebelah kirinya) dan katafora (mengacu pada konstituen di sebelah kanannya) (Purwo dalam Nadar, 2009: 59). Secara ringkas, Setiawan menjelaskan bahwa anafora (= merujuk kepada yang sudah disebut) dan katafora (= merujuk kepada yang akan disebut) (2012b: 20). Pengacuan anafora adalah salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang mendahuluinya, atau mengacu anteseden di sebelah kiri, atau mengacu pada unsur yang telah disebut terdahulu. Senada dengan hal itu, Hasanuddin WS juga menjelaskan bahwa anafora adalah hal atau fungsi yang menunjuk kembali kepada sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya dalam kalimat atau wacana (2009: 70). Adapun pengacuan katafora merupakan kebalikan dari pengertian anafora, yakni mengacu pada satuan lingual lain yang mengikutinya, atau mengacu anteseden di sebelah kanan, atau mengacu pada unsur yang baru disebutkan kemudian. Berikut gambaran mengenai pengacuan yang dibedakan berdasarkan tempatnya. commit to user

7 digilib.uns.ac.id 14 Pengacuan (Referensi) Pengacuan Eksofora Pengacuan Endofora Pengacuan Anafora Pengacuan Katafora Gambar 2.1 Pengacuan (Referensi) Dari paparan di atas telah dijelaskan bahwa pengacuan merupakan salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain. Satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain itu dapat berupa persona (kata ganti orang), demonstrati (kata ganti penunjuk), dan komparatif (satuan lingual yang berfungsi membandingkan antar unsur yang satu dengan unsur lainnya). Dengan demikian, Sumarlam mengklasifikasi pengacuan menjadi tiga macam, yaitu pengacuan persona, pengacuan demonstratif, dan pengacuan komparatif (2003: 24). a) Pengacuan Persona Pengacuan persona direalisasikan melalui pronominal persona (kata ganti orang), yang meliputi (persona I), (persona II), dan (persona III), baik tunggal maupun jamak. hanya pengacuan kata ganti orang ketiga yang dapat menjadi pemarkah anafora dan katafora (Purwo dalam Nadar, 2009: 59). Klasifikasi pengacuan persona I,II,dan III baik tunggal amupun jamak dapat diilustrasikan sebagai berikut. commit to user

8 digilib.uns.ac.id 15 Tabel 2.1 Pengacuan Persona Pengacuan Persona I II III Tunggal Jamak Tunggal Jamak Tunggal Jamak - aku, saya - terikat lekat kiri : ku- - lekat kanan : -ku - kami - kami semua - kita - kamu, anda - terikat lekat kiri : mu - lekat kanan : -mu - kamu semua - kalian - kalian semua - ia, dia, beliau - terikat lekat kiri : di- - lekat kanan : -nya - mereka - mereka semua b) Pengacuan Demonstratif Pengacuan demonstratif (kata ganti penunjuk) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pronominal demonstratif waktu (temporal) dan pronominal demonstratif tempat (lokasional). Pengacuan demonstratif waktu dibedakan menjadi tiga, sedangkan demonstrative tempat dikelompokkan menjadi empat bagian. Klasifikasi pronominal demonstratif waktu dan tempat dapat diilustrasikan sebagai berikut. Tabel 2.2 Pengacuan Demonstratif Waktu - kini : kini, sekarang, saat ini - lampau : kemarin, dulu, yang akan datang - netral : pagi, siang, sore, malam, petang, pukul 12 Demonstratif Tempat - dekat dengan penutur : sini, ini - agak dekat dengan penutur : situ, itu - jauh dengan penutur : sana - menunjuk secara eksplisit : Yogya, Solo Berikut ini adalah contoh kohesi gramatikal yang didukung oleh pengacuan demonstratif waktu dan pengacuan demonstratif commit to user tempat.

9 digilib.uns.ac.id 16 (1) Pada tanggal 14 Februari 2014 kurang lebih hampir seminggu yang lalu berita hebat meletusnya gunung kelud beserta dampak dari letusan tersebut mampu menghebohkan masyarakat. (2) Reno kemana, Sri? tanya Rian kepada Sri. Dia pergi beli durian di belakang kampus sana. Jawab Sri sambil melanjutkan membaca majalah yang sedari tadi ada dihadapannya. Pada tuturan (1) terdapat pronominal demonstratif seminggu yang lalu yang mengacu pada waktu lampau, 14 Februari 2014 yang juga termasuk jenis pengacuan endofora yang anaforis karena mengacu pada anteseden yang berada di sebelah kirinya. Sementara itu, kata sana pada tuturan nomor (2) Dia pergi beli durian di belakang kampus sana. mengacu pada tempat (belakang kampus) yang jauh dari si pembicara (Sri). c) Pengacuan Komparatif Pengacuan komparatif (perbandingan) merupakan salah satu jenis kohesi gramatikal yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai kemiripan atau kesamaan dari segi bentuk/wujud, sikap, sifat, watak, perilaku, dan sebagainya. Kata-kata yang biasa digunakan untuk membandingkan, misalnya seperti, bagai, daripada, sedangkan, bagaikan, laksana, sama dengan, sama seperti, dibanding, dibandingkan, tidak berbeda dengan, persis seperti, dan persis sama dengan, dan lain sebagainya. Berikut merupakan contoh penggunaan pengacuan komparatif tidak berbeda dengan dan sama seperti. (1) Ali tidak berbeda dengan Ayahnya semasa muda yang tampan, baik hati, dan gemar sekali bermain alat musik setiap pulang sekolah. commit to user

10 digilib.uns.ac.id 17 (2) Setiap hari Anton hanya melamun dan menangis, persis seperti orang yang baru saja kehilangan seluruh hartanya dan keluarganya. Satuan lingual tidak berbeda dengan pada tuturan (1) merupakan pengacuan komparatif yang berfungsi membandingkan antara ketampanan, baik hati, dan gemar bermain alat musik Ayah semasa muda dengan ciri-ciri yang sama dimiliki oleh Ali anaknya. Sementara itu, satuan lingual persis seperti pada tuturan (2) mengacu pada perbandingan atau persamaan antara sikap atau perilaku Anton yang melamun dan menangis dengan perilaku orang yang baru saja kehilangan seluruh harta dan keluarganya. 2) Penyulihan (Substitusi) Penyulihan/substitusi merupakan proses dan hasil penggantian unsur bahwa oleh unsur lain dalam satuan yang lebih besar (Harimurti Kridalaksana dalam Mulyana, 2005: 134). Adapun substitusi merupakan penggantian suatu ekspresi di dalam teks dengan ekspresi lain, termasuk pronominal. Pernyataan ini diperkuat dengan pendapat Sumarlam yang menyatakan bahwa, penyulihan atau substitusi ialah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penggantian satuan lingual tertentu (yang telah disebutkan) dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk memperoleh unsur pembeda (2003: 28). Jadi dapat disimpulkan bahwa penyulihan merupakan hasil penggantian unsure/satuan lingual dengan unsure/satuan lingual lainnya yang sudah disebutkan. Dilihat dari segi satuan lingualnya, substitusi dapat dibedakan menjadi empat, yakni substitusi nominal, verbal, frasal, dan klausal. a) Substitusi Nominal Substitusi nominal adalah penggantian satuan lingual yang berkategori nomina (kata benda) dengan satuan lingual lain yang juga berkategori nomina. Penggunaan substitusi untuk menggantikan unsur tertentu dengan unusr lainnya dapat dicontohkan dalam kalimat berikut. commit to user

11 digilib.uns.ac.id 18 Bian sudah berhasil mendapat gelar Sarjana Pendidikan. Titel kesarjanaanya itu akan digunakan untuk mencerdaskan anak bangsa dengan menjadi guru yang teladan. b) Substitusi Verbal Substitusi verbal adalah penggantian satuan lingual yang berkategori verba (kata kerja) dengan satuan lingual lainnya yang juga berkategori verba, misalnya kata berusaha digantikan dengan kata berikhtiar, dan sebagainya. Perhatikan contoh berikut. Terkadang kita sudah berusaha sekuat tenaga untuk meraih cita-cita, namun sebagian dari kita lupa bahwa tanpa berikhtiar dengan sungguh-sungguh, belum tentu kita dapat meraihnya dengan mudah. c) Substitusi Frasal Substitusi frasal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa kata atau frasa dengan satuan lingual lainnya yang berupa frasa. Perhatikan contoh substitusi frasal berikut. Aku tidak berani melihat korban kecelakaan yang tergeletak penuh dengan darah. Sahabatku juga takut melihat darah bercucuran. Kami berdua orang yang sama-sama takut akan darah. d) Substitusi Klausal Substitusi klausal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa klausa atau kalimat dengan satuan lainnya yang berupa kata atau frasa. Perhatikan contoh tuturan berikut ini. A : Jika segala perubahan baik akan sikap Beni saat ini tidak dapat diterima langsung oleh masyarakat sekitar, mungkin hal tersebut disebabkan karena Beni pernah masuk ke dalam penjara dengan kesalahan yang sama. B : Aku rasa memang begitu. commit to user

12 digilib.uns.ac.id 19 3) Pelesapan (Elipsis) Pelesapan merupakan penggantian unsur kosong (zero), yaitu suatu unsur yang sebenarnya ada tetapi sengaja dihilangkan atau disembunyikan (Harimurti Kridalaksana dalam Mulyana, 2005:134). Sumarlam (2003: 30) menyatakan bahwa pelesapan atau ellipsis adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penghilangan atau pelesapan satuan lingual tertentu yang telah disebutkan sebelumnya. Unsur atau satuan lingual yang dilesapkan dalam sebuah wacana, berupa kata, frasa, klausa, atau kalimat. Adapun fungsi pelesapan dalam wacana, antara lain: a) Menghasilkan kalimat yang efektif (untuk efektivitas kalimat) b) Efisiensi, yaitu untuk mencapai nilai ekonomis dalam pemakaian bahasa c) Mencapai aspek kepaduan wacana d) Bagi pembaca/pendengar berfungsi untuk mengaktifkan pikirannya terhadap hal-hal yang tidak diungkapkan dalam satuan bahasa, dan e) Untuk kepraktisan berbahasa terutama dalam berkomunikasi secara lisan. Dalam analisis wacana, unsur (konstituen) yang dilesapkan tersebut biasa ditandai dengan konstituen nol atau zero. Konstituen zero sering digantikan dengan lambang ϕ. Untuk lebih jelasnya, mari kita simak penggalan wacana berikut. (1) Aku dan dia kuliah di kota yang sama. Berangkat dan pulang kuliah bersama. Sering kali makan siang hingga makan malam di tempat yang romantis. Sudah tiga tahun bersama, banyak orang mengatakan serasi. (2) Deva : Aku ingin makan ayam bakar, kentang goreng, dan es jeruk di Waroeng Nongkrong Babeh. Deka : Saya juga ingin. Pada tuturan (1) terjadi pelesapan satuan lingual berupa frasa aku dan dia, yang juga commit berfungsi to user sebagai subjek atau pelaku tindakan

13 digilib.uns.ac.id 20 pada tuturan tersebut. Pelesapan itu terjadi tiga kali, pada awal klausa kedua, awal klausa ketiga, dan akhir klausa keempat. Perhatikan tuturan (1) apabila unsur-unsur tersebut telah dilesapkan/direpresentasikan kembali (1a) dan apabila unsur-unsur tersebut tidak dilesapkan pada (1b) sebagai berikut. (1) a. Aku dan dia kuliah di kota yang sama. ϕ Berangkat dan pulang kuliah bersama. ϕ Sering kali makan siang hingga makan malam di tempat yang romantis. Sudah tiga tahun bersama, banyak orang mengatakan ϕ serasi. b. Aku dan dia kuliah di kota yang sama. Aku dan dia berangkat dan pulang kuliah bersama. Aku dan dia sering kali makan siang hingga makan malam di tempat yang romantis. Sudah tiga tahun bersama, banyak orang mengatakan Aku dan dia serasi. Pada tuturan (2) juga terjadi pelesapan satuan lingual berupa klausa yang terdiri atas predikat (makan), objek (ayam bakar, kentang goreng, dan es jeruk), dan keterangan tempat (Waroeng Nongkrong Babeh). Dalam hal ini, demi keevektifan kalimat, kepraktisan, dan efisiensi bahasa serta mengaktifkan pemikiran mitra bicara terhadap halhal yang tidak secara langsung diungkapkan kembali dalam tuturannya, dalam hal ini diperlukan pelesapan (tuturan Deka). Apabila tuturan (2) direpresentasikan kembali menjadi tuturan (2a), dan apabila klausa tersebut tidak dilesapkan pada (2b) maka akan menghasilkan tuturan yang tidak efektif dan tidak efisien karena mengulang kembali informasi yang telah disebutkan sebelumnya secara utuh. Perhatikan tuturan berikut. (2) a. Deva : Aku ingin makan ayam bakar, kentang goreng, dan es jeruk di Waroeng Nongkrong Babeh. Deka : Saya juga ingin ϕ. b. Deva : Aku ingin makan ayam bakar, kentang goreng, dan commit es jeruk to user di Waroeng Nongkrong Babeh.

14 digilib.uns.ac.id 21 Deka : Saya juga ingin makan ayam bakar, kentang goreng, dan es jeruk di Waroeng Nongkrong Babeh. 4) Perangkaian (Konjungsi) Parera mengatakan bahwa, markah perangkai ini merangkai satu kalimat dengan kalimat lain sehingga timbul koherensi dan kemasukakalan (2004: 227). Konjungsi inilah yang lebih banyak mendapatkan perhatian dalam analisis wacana daripada markah kohesi gramatikal yang lain. Selain itu, perangkaian/konjungsi merupakan bentuk/satuan kebahasaan yang berfungsi sebagai penyambung, perangkai atau penghubung antara kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, dan seterusnya (Harimurti Kridalaksana dan Henry Guntur Tarigan dalam Mulyana (2005: 134)). Sumarlam,dkk (2003: 32), konjungsi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara menghubungakan unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana. Unsur yang dirangkaikan dapat berupa satuan lingual yang dilesapkan berupa kata, frasa, klausa, kalimat, dan dapat juga berupa unsur yang lebih besar dari itu, misalnya alinea dengan pemarkah lanjutan. Ramlan (1993) dalam Kusumaningsih (2013: 116) menyatakan bahwa macam-macam penanda kohesi perangkaian, antara lain. dan, lalu, kemudian, tetapi, akan tetapi, namun, padahal, sebaliknya, bahkan, malah, apalagi, sesudah itu, setelah itu, sebelum itu, sementara itu, ketika itu, waktu itu, karena itu, oleh sebab itu, selain itu, selain daripada itu, disamping itu, kecuali itu, dengan itu, walaupun begitu / demikian, karenanya, akibatnya, sesudahnya, sebelumnya, dalam pada itu, dalam kaitan itu, akhirnya, misalnya, antara lain, contohnya, jadi. Selain macam-macam penanda kohesi gramatikal yang sudah disebutkan di atas, macam-macam penanda kohesi perangkaian konjungsi dibagi menjadi commit lima to kelompok. user Adapun bila dilihat dari

15 digilib.uns.ac.id 22 sintaktiknya, perangkaian konjungsi tersebut antara lain konjungsi koordinatif, subordinatif, korelatif, antarkalimat, dan antarparagraf Moeliono (1988: 236). Berikut akan dijelaskan kelima jenis konjungsi. a) Konjungsi Koordinatif Konjungsi koordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua unsur atau lebih dan kedua unsur tersebut memiliki status sintaktis yang sama. Anggota dari kelompok tersebut, yakni dan (menandai hubungan penambahan), atau (menandai hubungan pemilihan), tetapi (menandai hubungan perlawanan). Jadi konjungsi koordinatif memiliki hubungan yang terdapat dalam status sintakis yang sama. b) Konjungsi Subordinatif Konjungsi subordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua kalausa atau lebih dan kedua klausa tersebut memiliki status sintaktis yang sama. Salah satu dari klausa tersebut merupakan anak kalimat dari kalimat induknya. Berikut kelompokkelompok konjungsi subordinatif. (1) waktu : sesudah, setelah, sebelum, sehabis, sejak, selesai, ketika, tatkala, sewaktu, sementara, sambil, seraya, selagi, selama, sehingga, dan sampai; (2) syarat : jika, kalau, jikalau, asal (kan), bila, manakala (3) pengandaian : andaikan, seandainya, andaikan, umpamanya, sekiranya; (4) tujuan : agar, supaya, agar supaya, biar; (5) konsesif : biarpun, meski (pun), sekalipun, walau (pun), sungguhpun, kendati (pun); (6) pemiripan : seakan-akan, seolah-olah, sebagaimana, seperti, dan sebagai; (7) penyebaban : sebab, karena, oleh karena; (8) pengakibatan : commit se(hingga), to user sampai(-sampai), maka(nya);

16 digilib.uns.ac.id 23 (9) penjelasan : bahwa; dan (10) cara : dengan. c) Konjungsi Korelatif Konjungsi korelatif adalah konjugsi yang menghubungkan dua kata, rasa, atau klausa; dan kedua unsur itu memiliki status sintaktis yang sama. Konjungsi korelatif terdiri dari dua bagian yang dipisahkan oleh salah satu kata, frasa, atau klausa yang dihubungkan. Berikut adalah contohnya. (1) baik maupun..., (maupun). (2) tidak hanya, tetapi (..) juga. (3) demikian (rupa) sehingga. (4) apa(kah) atau. (5) entah entah. (6) jangankan,... pun. d) Konjungsi Antarkalimat Berbeda dengan konjungsi-konjungsi sebelumnya, konjungsi antarkalimat menghubungkan satu kalimat dengan kalimat yang lain. Oleh karena itu, konjungsi semacam itu selalu memulai suatu kalimat yang baru dan tentu saja huruf pertamanya ditulis dengan menggunakan huruf kapital. Berikut adalah contoh-contoh fungsi antarkalimat. (1) biarpun demikian/begitu, sekalipun demikian/begitu, sungguhpun demikian/begitu, walaupun, demikian/begitu; (2) meskipun demikian/begitu, kemudian, sesudah itu, setelah itu, selanjutnya; (3) tambahan pula, lagi pula, selain itu; (4) sebaliknya; (5) sesungguhnya, bahwasanya; (6) (akan) tetapi, namun; (7) kecuali itu; (8) dengan demikian; commit to user

17 digilib.uns.ac.id 24 (9) olah karena itu, oleh sebab itu; dan (10) sebelum itu. e) Konjungsi Antarparagraf Jika konjungsi antarkalimat menghubungkan dua kalimat dan memulai suatu kalimat baru, konjungsi antarparagraf pada umumnya memulai suatu paragraf. Hubungannya dengan paragraf sebelumnya berdasarkan makna yang terkandung pada paragraf sebelumnya itu. Konjungsi pada kelompok (1) berikut ini masih sering kali dipakai, sedangkan yang ada pada kelompok (2) umumnya hanya terdapat pada naskah sastra. (1) adapun, akan hal, mengenai, dalam pada itu; dan (2) alkisah, arkian, sebermula, syahdan. b. Kohesi Leksikal Kushartanti (2005: 96) mengatakan bahwa kohesi leksikal adalah hubungan semantik antarunsur pembentuk wacana dengan memanfaatkan unsur leksikal atau kata. Adapun Mulyana berpendapat bahwa, kohesi leksikal merupakan hubungan leksikal antara bagian-bagian wacana untuk mendapatkan keserasian struktur secara kohesif (2005: 134). Jadi dapat disimpulkan bahwa kohesi leksikal adalah hubungan semantik antar unsur pembentuk wacana yang memiliki keserasian struktur secara kohesif. Kohesi leksikal dibagi menjadi enam bagian, yakni repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), antonimi (lawan kata), dan hiponimi (hubungan atas-bawah). Adapun dari keenam bagian tersebut, hanya empat bagian yang ditemukan datanya untuk dianalisis. Berikut keempat bagian dalam mencapai kepaduan wacana secara utuh melalui kohesi leksikal akan diuraikan lebih lanjut. 1) Repetisi (Pengulangan) Repetisi merupakan pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai (Sumarlam. 2003: 35). Razak menyatakan, kekuatan sebuah commit kalimat to user dapat pula dibangkitkan dengan

18 digilib.uns.ac.id 25 mengulang sebuah kata yang dianggap penting dalam bagian kalimat (1990: 95). Gaya bahasa menyebut cara ini dengan istilah repetisi, misalnya perhatikan contoh berikut: a) Rajin membaca, rajin memerhatikan, rajin belajar, rajin membantu orang tua, rajin menabung, kelak bias menjamin kemenangan atas kesuksesan dikemudian hari. Lingkungan adalah sumber hidup kita, sumber yang member kita makan, sumber yang melindungi kita dari kemelaratan, sumber yang menyelamatkan kita dari serangan cuaca, pendeknya sumber yang menjamin masa depan turunanturunan kita. b) Dia yang terlanjur kesal karena tidak diberi uang saku lebih oleh ibunya berangkat begitu saja ke sekolah tanpa membawa payung, padahal dia tahu bahwa cuaca sedang tidak bersahabat dan dia benar-benar tidak peduli bila nantinya dia jatuh sakit. Gaya repetisi tentu sering kali kita temui dalam sebuah karangan yang sengaja ditulis untuk memberikan informasi. Tidak semua pengulangan yang ada dapat dikatakan sebagai repetisi yang efektif. Apabila sebuah kata diulang berkali-kali sedangkan kata tersebut tidak akan mengubah makna bila tidak diulang, hal yang disampaikan dapat pula menghasilkan kalimat yang lemah dan cenderung tidak menarik karena pengulangan yang tidak berarti. Contohnya: Bertamu ke rumah orang jangan terlalu lama kalau sekiranya sekadar bertamu saja, paling lama kita bertamu kira-kira setengah jam saja. Contoh pengulangan di atas sebaiknya dihindarkan karena tidak ada sesuatu hal yang penting yang perlu ditonjolkan dan dengan berkalikali mengulang kata bertamu menyebabkan kalimat itu terasa hambar commit to user

19 digilib.uns.ac.id 26 dan tidak efektif. Adapun kalimat di atas bila diperbaiki akan menjadi, seperti: Bertamu ke rumah orang jangan terlalu lama kalau sekiranya tidak perlu betul, paling lama kira-kira setengah jam saja. Kalimat di atas terlihat lebih mudah dipahami dan lebih menarik. Oleh karena itu, dalam sebuah kalimat sebaiknya jangan sampai kita menggunakan kata yang diulang bila tidak perlu dilakukan, kecuali memang kita sengaja menggunakan pengulangan kata untuk keperluan repetisi yang memang harus ditekankan untuk menarik perhatian pembaca. Berdasarkan tempat satuan lingual yang diulang dalam baris, klausa atau kalimat, repetisi dapat dibedakan menjadi delapan macam, yaitu repetisi epizeuksis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanalepsis, dan anadiplosis (Keraf (1994) dalam Sumarlam (2003: 35). Berikut penjelasan mengenai delapan jenis repetisi yang akan diuraikan di bawah ini. a) Repetisi Epizeuksis Repetisi epizeuksis ialah pengulangan satuan lingual (kata) yang dipentingkan beberapa kali secara berturut-turut. Adapun contoh penggunaan pengulangan satuan lingual selagi sebanyak tiga kali secara berturut-turut terdapat padapada kalimat di bawah ini. Satuan lingual (kata) selagi diulang secara berturut-turut karena untuk menekankan pentingnya kata tersebut. (1) Sebagai orang beriman berdoalah selagi ada kesempatan, selagi diberi kesehatan, selagi diperi kebahagaan, dan selagi diberi umur yang panjang. b) Repetisi Tautotes Repetisi tautotes merupakan pengulangan satuan lingual (sebuah kata) beberapa kali dalam sebuah kontruksi. Berikut contoh pengulangan satuan lingual kata menyayangi yang diulang sebanyak tiga kali dalam sebuah kontruksi. commit to user

20 digilib.uns.ac.id 27 (2) Aku dan dia jarang bertemu, tetapi aku sangat menyayangi dia, dia pun sangat menyayangi aku. Aku dan dia saling menyayangi. c) Repetisi Anafora Repetisi anafora ialah perulangan satuan lingual berupa kata atau frasa pada tiap baris atau kalimat berikut. Pengulangan pada tiap baris biasanya terjadi pada puisi. Adapun pengulangan pada tiap kalimat atau klausa biasanya terdapat pada prosa. Berikut contoh penggunaan repetisi anafora pada puisi dan prosa. (3) Bukan nafsu, Bukan wajahmu, Bukan kakimu, Bukan tubuhmu, Aku mencintaimu karena hatimu, (4) DIM merupakan tanggapan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika, terkait RUU penyiaran yang dirancang DPR. DIM pemerintah nomor 707 berbunyi, Siaran iklan dilarang memuat materi minuman keras atau sejenisnya, narkotika, dan psikotropika. DIM itu menghilangkan frasa zat adiktif yang tercantum pada RUU yang diajukan DPR. (24/01/14 : alinea 6, kalimat 1, 2, dan 3). Pada contoh (1) terdapat penggalan puisi di atas terjadi repetisi anafora berupa pengulangan kata bukan pada baris pertama sampai baris keempat. Repetisi semacam itu dimanfaatkan oleh penulis puisi untuk menyampaikan bahwa aku (tokoh pertama pada puisi itu mencintai seseorang benar-benar karena hatinya). Adapun pada contoh (2) terdapat pengulangan kata DIM di awal kalimat dan kalimat-kalimat berikutnya sebanyak tiga kali. d) Repetisi Epistrofa Repetisi epistrofa ialah pengulangan satuan lingual kata atau frasa pada akhir baris (dalam puisi) atau akhir kalimat (dalam prosa) secara berturut-turut. Berikut contoh penggunaan repetisi epistrofa pada puisi dan prosa. (5) Bumi yang kaudiami, laut yang kaulayari, adalah puisi. Udara yang kau kauhirupi, air yang kauteguki, adalah puisi. Kebun yang kautanami, commit to bukit user yang kaugunduli, adalah puisi.

21 digilib.uns.ac.id 28 Gubuk yang kauratapi, gedung yang kautinggali, adalah puisi. (Gorys Keraf, 1994:128) (6) Menurut data dari dinas kesehatan, sampah yang terangkut hingga Sabtu (25/1) berjumlah 383,18 ton. Jumlah sampah itu lebih banyak dari produksi sampah hari sebelumnya yang mencapai 341,52 ton. Dalam seminggu terakhir, sampah terbanyak yang bisa terangkut adalah pada hari Kamis, yaitu sebanyak 411,62 ton. (26/01/14 : alinea 10, kalimat 1, 2, dan 3). Tampak pada contoh (5) terdapat bait puisi di mana satuan lingual frasa adalah puisi pada akhir baris diulang secara berturutturut sebanyak empat kali. Adapun pada contoh (6) terdapat satuan lingual kata ton yang diulang pada akhir kalimat secara berturut-turut sebanyak tiga kali. e) Repetisi Simploke Repetisi simploke ialah pengulangan satuan lingual pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat berturut-turut. Berikut contoh penggunaan repetisi simploke pada puisi. (7) Kamu bilang aku yang pertama. Bohong. Kamu bilang aku satu dihatimu. Bohong. Kamu bilang tidak akan menduakan aku. Bohong. Kamu bilang tidak akan meninggalkan aku. Bohong. Pada pernyataan di atas terdapat pengulangan satuan lingual kamu bilang aku pada baris pertama dan kedua, dan satuan lingual kamu bilang tidak akan pada baris ketiga dan keempat, masingmasing terdapat pada awal baris. Sementara itu, satuan lingual yang berupa kata bohong diulang empat kali pada tiap akhir baris. f) Repetisi Mesodiplosis Repetisi mesodiplosis ialah pengulangan satuan lingual di tengah-tengah baris atau kalimat secara berturut-turut. Berikut contoh penggunaan repetisi mesodiplosispada puisi. (8) Masih kecil jangan berbohong kepada orang tua Beranjak remaja jangan membolos sekolah Sudah dewasa jangan bertingkah seperti anak kecil Menjadi orang tua jangan menganggap dirinya selalu benar. commit to user

22 digilib.uns.ac.id 29 Pada tiap baris di atas terdapat satuan lingual kata jangan yang terletak di tengah-tengah baris secara berturut-turut. Pengulangan seperti itu dimaksudkan untuk menekankan makna satuan lingual yang diulang, yaitu larangan. g) Repetisi Epanalepsis Repetisi epanalepsis ialah pengulangan satuan lingual kata atau frasa terakhir dari baris atau kalimat itu merupakan pengulangan kata atau frasa pertama. Berikut contoh penggunaan repetisi epanalepsis pada puisi. (9) Memberilah kalian kepada sesama, sebelum mereka datang memberi. Pada tuturan di atas terdapat repetisi epanalepsis, yaitu pengulangan satuan lingual frasa memberi pada akhir baris merupakan pengulangan frasa yang sama pada awal baris pertama. Pengulangan yang terjadi berfungsi untuk menekankan pentingnya makna satuan lingual yang diulang, yaitu memberi. h) Repetisi Anadiplosis Repetisi anadiplosis ialah pengulangan kata atau frasa terakhir dari baris atau kalimat itu menjadi kata atau frasa pertama pada baris atau kalimat berikutnya. Berikut contoh penggunaan repetisi anadiplosis pada puisi. (10) Dalam hidup ada tujuan Tujuan dicapai dengan usaha Usaha baiknya disertai doa Doa merupakan harapan Harapan adalah perjuangan Perjuangan adalah pengorbanan 2) Sinonimi (Padan Kata) Sinonimi merupakan kesamaan arti kata (Lyons (1996: 60) dalam Saddhono (2009: 28)). Sementara itu, Saedd mengungkapkan bahwa sinonim adalah kata yang secara fonologis berbeda namun mempunyai kesamaan atau kemiripan makna (2000: 65). Sinonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang sama; atau commit to user ungkapan yang maknanya kurang lebih sama dengan ungkapan lain

23 digilib.uns.ac.id 30 (Abdul Chaer, 1990:85 dalam Sumarlam, 2003: 39). Sinonimi merupakan salah satu aspek leksikal yang mendukung kepaduan dalam suatu wacana itu sendiri. Dari berbagai pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa dalam sinonim, makna dari kata-kata yang bersinonim hanya mempunyai kesamaan atau kemiripan. Suwandi menyatakan bahwa, relasi atau hubungan dua bentuk bahasa (kata, frasa, dan kalimat) yang bersinonim itu bersifat dua arah (1994: 91). Berdasarkan wujud satuan lingualnya, sinonimi dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu sinonimi antara morfem (bebas) dengan morfem (terikat), kata dengan kata, kata dengan frasa atau sebaliknya, frasa dengan frasa, klausa/kalimat dengan klausa/kalimat. Ilustrasi mengenai sinonimi dan contohnya akan diperjelas dalam pernyataan berikut. a) Sinonimi antara morfem (bebas) dengan morfem (terikat), misal antara kata aku/saya (morfem bebas) dan ku (morfem terikat), dan antara kata dia (morfem bebas) dan nya (morfem terikat). (1) Aku ingin kau selalu bersamaku. (2) Cita-cita dia setinggi langit Cita-citanya setinggi langit. b) Sinonimi kata dengan kata Contoh: (1) untuk, buat, bagi, guna; (2) jelek, buruk; (3) mati, meninggal, wafat, mampus, berpulang; (4) sampai, hingga; (5) melihat, menatap, mengerling, memandang, melirik, meneropong, menerawang, mengintip; (6) akan, hendak, mau; (7) amat, sangat, sungguh, sekali; (8) depan, muka; (9) dia, ia; commit to user

24 digilib.uns.ac.id 31 (10) cepat, segera, lekas; (11) enak, lezat, nyaman, nikmat; dan (12) bayaran, gaji. c) Sinonimi kata dengan frasa atau sebaliknya Contoh: (1) Meninggal : tutup usia (2) Pencuri : tamu yang tidak diundang (3) Suka : riang gembira, gembira ria (4) Musibah : hujan, banjir, kecelakaan d) Sinonimi frasa dengan frasa Contoh: (1) Baju baru : baju yang baru (2) Meninggal dunia : berpulang ke Rahmatullah (3) Orang tua : Bapak Ibu (4) Pandai bergaul : Mampu beradaptasi dengan baik e) Sinonimi klausa/kalimat dengan klausa/kalimat Contoh : Pikirkanlah kembali untuk memecahkan masalah itu. Pemikiran yang matang saat hati dan pikiran mulai tenang merupakan situasi yang sangat menentukan dalam menyelesaikan masalah tersebut. 3) Antonimi (Lawan Kata) Kata antonimi berasal dari bahasa Yunani Kuno onoma yang berarti nama dan anti yang berarti melawan (Chaer dalam Suwandi 2011: 129). Dengan demikian, antonimi berarti nama lain untuk benda yang lain pula. Sependapat dengan Chaer, Sumarlam menyatakan bahwa, antonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal lain; atau satuan lingual yang maknanya berlawanan atau beroposisi dengan satuan lingual lain (2003: 40). Antonimi disebut juga oposisi makna. Hal serupa disampaikan pula oleh Suparno, bahwa dalam antonimi, makna satu dengan commit makna to user yang lain merupakan makna-makna

25 digilib.uns.ac.id 32 yang beroposisi (1994: 243). Jadi dapat disimpulkan bahwa oposisi makna (antonimi) merupakan salah satu aspek leksikal yang dapat mendukung kepaduan makna wacana secara semantik. Oposisi bergradasi disebut antonim, sedangkan oposisi tak bergradasi disebut komplementari (Lyons dan Cruse dalam Rahyono, 2012: 158). Antonimi atau keberlawanan makna telah lama dikenal sebagai salah satu hubungan makna yang paling penting (John Lyons, 1995: 452). Berbeda dengan sinonimi sebelumnya, Rahardi menyatakan bahwa kata-kata berantonim menunjuk pada kata-kata yang memiliki makna yang tidak sama (2009: 65-66). Dengan kata lain, kata-kata yang maknanya bertentangan atau memiliki pertentangan makna disebut dengan antonim. Seed mendefinisikan antonim sebagai kata-kata yang berlawanan makna dan memiliki tiga jenis hubungan antonimik, yaitu (1) antonim sederhana (komplementari), (2) antonim bergradasi, dan (3) relasi berlawanan (2000: 66). Berdasarkan sifatnya, Sumarlam (2003: 40) dan Suwandi (2011: 130) membagi oposisi makna (lawan kata) menjadi lima macam, yaitu a) oposisi mutlak, b) oposisi gradasi (kutub), c) oposisi hubungan (relasional), d) oposisi hierarkial, dan e) oposisi majemuk (resiprokal). a) Oposisi Mutlak/Saling Oposisi mutlak adalah pertentangan makna secara mutlak dan muncul apabila pertentangan antara kata atau bentuk bahasa yang memiliki hubungan antonim tersebut bersifat mutlak. Oposisi mutlak ini ditandai dengan prinsip jika salah satu tidak berlaku, maka yang lain pasti berlaku (Suparno, 1994: 243). Contoh oposisi yang demikian itu adalah oposisi antara hidup dan mati. Dengan prinsip di atas, jika seseorang dikatakan hidup, pasti dia tidak mati. Contoh lainnya, seperti oposisi hitam dan putih. Dengan prinsip tersebut, jika seseorang memiliki kulit berwarna hitam, pasti dia tidak memiliki kulit berwarna putih. Jadi dapat disimpulkan bahwa oposisi mutlak adalah pertentangan makna commit yang to user bersifat mutlak atau utuh.

26 digilib.uns.ac.id 33 b) Oposisi Gradasi (Kutub) Oposisi bergradasi/kutub adalah oposisi makna yang tidak bersifat mutlak, tetapi bersifat gradasi. Suatu antonim dapat disebut sebagai antonim gradasi apabila penegatifan suatu kata tidaklah bersinonim dengan kata lain. Misal, seseorang yang tidak pintar belum tentu orang tersebut bodoh. Secara singkat dapat dinyatakan sebagai berikut. Tidak pintar bodoh Tidak cantik jelek Tidak kurus gendut tinggi >< rendah panjang >< pendek lebar >< sempit besar >< kecil jauh >< dekat c) Oposisi Hubungan (Relasional) Oposisi hubungan (relasional) adalah jenis oposisi makna yang bersifat melengkapi dan memperlihatkan kesimetrian dalam makna anggota pasangannya. Karena oposisi ini bersifat saling melengapi, kata yang satu dimungkinkan ada kehadirannya karena kehadiran kata lain yang menjadi oposisinya; atau kehadirannya yang disebabkan oleh adanya kata yang lain. Dalam hal ini, terdapat dua macam oposisi relasional dan antonim relasional, yaitu berupa kata kerja dan kata benda seperti antara kata-kata: bapak >< ibu guru >< murid dosen >< mahasiswa dokter >< pasien suami >< istri jual >< beli maju >< commit mundur to user

27 digilib.uns.ac.id 34 d) Oposisi Hierarkial Oposisi hierarkial adalah oposisi makna yang menyatakan dengan jenjang atau tingkatan. Suwandi menyatakan bahwa kata-kata yang termasuk oposisi hierarkial adalah nama satuan waktu (berat, panjang, isi), nama satuan hitungan dan penanggalan, nama satuan jenjang kepangkatan, dan sebagainya (2011: 133). Misalnya tampak pada oposisi kata-kata di bawah ini. kilogram >< kuintal >< ton hari >< bulan >< tahun milimeter >< sentimeter >< meter >< kilometer prajurit >< letnan >< mayor >< jendral e) Oposisi Majemuk (Resiprokal) Oposisi majemuk adalah oposisi makna yang terjadi pada beberapa kata yang mengandung pasangan yang berlawanan atau bertentangan dalam makna, namun secara fungsionalnya tetap memiliki hubungan yang sangat erat, yakni kaitannya berupa hubungan timbal balik. Contoh : berdiri >< jongkok >< duduk >< berbaring diam >< berbicara >< bergerak >< bertindak berlari >< berjalan >< melangkah >< berhenti mengajar >< belajar 4) Hiponimi (Hubungan Atas - Bawah) Hiponim merupakan istilah-istilah adaptasi dari istilah bahasa Inggris hyponymy (Suparno & Oka, 1994: 247). Apabila dilihat secara etimologis, istilah itu berasal dari kata Yunani kuno onoma yang berarti nama dan hypo yang berarti di bawah. Dari etimologinya itu, hiponimi dapat diartikan sebagai nama yang berada di bawah nama yang lain. Pemakaian istilah hiponim dalam bahasa Indonesia dapat mengacu pada kata benda dan kata sifat (adjektif). Hiponimi memiliki relasi commit to user

28 digilib.uns.ac.id 35 searah, berbeda dengan sinonim, antonim, dan homonym yang memiliki relasi dua arah (Suwandi, 2011: ). Hubungan dalam semantik antara anggota taksonomi dan nama taksonomi disebut hiponimi. Sumarlam menyatakan bahwa hiponimi dapat diartikan sebagai bahasa (kata, frasa, dan kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna satuan lingual yang lain (2003: 45). Unsur atau satuan lingual yang mencakupi beberapa unsur atau satuan lingual yang berhiponim itu disebut hipernim atau superordinat. Jadi dapat disimpulkan bahwa hiponim adalah hubungan antara makna spesifik dan makna generik atau antara anggota taksonomi dan nama taksonomi. Suparno & Oka menambahkan bahwa dalam hiponimi terdapat dua komponen, yakni kelas atasan dan bawahan (1994: 247). Kelas atasan merupakan anggota yang disebut hipernim, yakni kelas yang maknanya mencakup nama-nama yang berada di bawahnya. Kelas bawahan merupakan kohiponim, yakni kelas yang maknanya berada tercakup dalam kelas di atasnya. Untuk memperjelas batasan hubungan hiponimi, simak gambar berikut. Unggas Hipernim Burung ayam itik angsa Hiponim Hiponimi Kohiponim Gambar 2.2 Hubungan antara hipernim, hiponim, dan kohiponim dalam hiponimi unggas c. Materi Ajar Teks Eksposisi Materi ajar adalah isi yang diberikan kepada siswa pada saat berlangsungnya proses belajar mangajar (Sudjana: 2009). Melalui materi yang disampaikan guru, siswa commit diantarkan to user kepada tujuan pengajaran. Dengan

29 digilib.uns.ac.id 36 perkataan lain tujuan yang akan dicapai siswa dibentuk dan dikemas dalam materi ajar. Bahan ajar pada hakekatnya adalah isi dari mata pelajaran atau bidang studi yang diberikan kepada siswa sesuai dengan kurikulum yang digunakannya. Materi ajar adalah segala bentuk materi yang digunakan untuk membantu guru/instruktor dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Materi yang dimaksud bisa berupa materi tertulis, maupun materi tidak tertulis. Materi ajar merupakan seperangkat materi/substansi pelajaran yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai siswa dalam kegiatan pembelajaran. Dengan materi ajar memungkinkan siswa dapat mempelajari suatu kompetensi atau kompetensi dasar secara runtut dan sistematis, sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan terpadu. Materi ajar merupakan informasi, alat, dan teks yang diperlukan guru untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Dari berberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa materi ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar. Materi ajar paling tidak dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu materi cetak, materi ajar dengar, materi ajar pandang dengar, serta materi ajar interaktif. Materi ajar bertujuan untuk membantu siswa dalam mempelajari sesuatu, menyediakan berbagai jenis pilihan materi ajar, memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran, serta agar kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik. Manfaat materi ajar adalah membantu pelaksanaan belajar mengajar, berikut jenis-jenis materi ajar, antara lain: 1. materi ajar cetak: ialah materi yang dapat ditampilkan dalam berbagai bentuk, diantaranya handout, buku, modul, evaluasi, lembar kegiatan siswa, brusur, leaflet, wallchart, foto/gambar, model/market; 2. materi ajar dengar: di antaranya, kaset, radio; 3. materi ajar pandang dengar: commit diantaranya, to user video, orang/narasumber; dan

30 digilib.uns.ac.id materi ajar interaktif: berupa kombinasi dari dua buah meteri ajar, yaitu, audio dan visual. Contonya dapat berupa, teks, grafik, dan sebagainya. Materi ajar yang akan disampaikan dan dipelajari tentu perlu dikuasai oleh guru dan peserta didik. Adapun dalam mendapatkan materi ajar yang sesuai dengan tuntutan kompetensi diperlukan analisis terhadap kurikulum, analisis sumber belajar, dan penentuan jenis serta judul materi ajar. Berikut akan dijelaskan analisis-analisis tersebut. 1. Analisis kurikulum dilakukan untuk menentukan kompetensi mana yang memerlukan materi ajar dengan cara mempelajari standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator yang menandai bahwa suatu kompetensi dasar telah dicapai, materi pokok, dan pengalaman belajar yang akan dilakukan oleh peserta didik. 2. Analisis sumber belajar yang akan digunakan sebagai materi penyusunan materi ajar. Analisis dilakukan terhadap ketersediaan, kesesuaian, dan kemudahan dalam memanfaatkannya dengan cara menginventarisasi ketersediaan sumber belajar yang dikaitkan dengan kebutuhan. 3. Pemilihan dan penentuan materi ajar dimaksudkan untuk memenuhi salah satu kriteria bahwa materi ajar harus menarik, dapat membantu siswa untuk mancapai kompetensi. Jenis dan bentuk materi ajar ditetapkan atas dasar analisis kurikulum dan analisis sumber materi sebelumnya. Peta kebutuhan materi ajar disusun setelah diketahui berapa banyak materi ajar yang harus disiapkan melalui analisis kebutuhan materi ajar. Di samping itu peta dapat pula digunakan untuk menentukan sifat materi ajar, apakah dependen (tergantung) atau independent (berdiri sendiri). Pada kurikulum 2013, materi pembelajaran bahasa Indonesia menggunakan pendekatan berbasis teks. Hal ini diterapkan untuk membangun sturuktur berpikir siswa secara lebih kompleks. Pembelajaran teks membawa siswa sesuai dengan perkembangan mentalnya sehingga dapat menyelesaikan masalah commit kehidupan to user nyata dengan berpikir kritis.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi leksikal yang terdapat dalam wacana naratif bahasa Indonesia. Berdasarkan teori Halliday dan

Lebih terperinci

B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Analisis Wacana Analisis wacana merupakan disiplin ilmu yang mengkaji satuan bahasa di atas tataran kalimat dengan memperhatikan konteks

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Berikut adalah kajian yang sejenis dengan penelitian ini : 1) Penelitian karya Elisabeth Dyah Primaningsih yang berjudul Analisis

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara masalah wacana, peneliti menjadi tertarik untuk melakukan penelitian yang bertemakan analisis wacana. Menurut Deese dalam Sumarlam (2003: 6) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi,

Lebih terperinci

ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN. NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN. NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013 ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013 NASKAH PUBLIKASI LIFATATI ASRINA A 310 090 168 PENDIDIKAN BAHASA

Lebih terperinci

PROBLEMATIKA MENGANALISIS WACANA SECARA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL MAHASISWA FKIP UNA

PROBLEMATIKA MENGANALISIS WACANA SECARA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL MAHASISWA FKIP UNA Jurnal Bindo Sastra 1 (2) (2017): 95 102 95 PROBLEMATIKA MENGANALISIS WACANA SECARA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL MAHASISWA FKIP UNA Rina Hayati Maulidiah 1, Khairun Nisa 2, Wan Nurul Atikah Nasution 3 Universitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. digunakan untuk mengetahui keaslian penelitian yang dilakukan. Tinjauan

BAB II LANDASAN TEORI. digunakan untuk mengetahui keaslian penelitian yang dilakukan. Tinjauan 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Sebuah penelitian diperlukan adanya suatu penelitian yang relevan sebagai sebuah acuan agar penelitian ini dapat diketahui keasliannya. Tinjauan pustaka berisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalimat satu dengan kalimat lain, membentuk satu kesatuan. dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. kalimat satu dengan kalimat lain, membentuk satu kesatuan. dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wacana adalah unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Satuan dibawahnya secara berturut-turut adalah kalimat, frase, kata, dan bunyi. Secara berurutan, rangkaian

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah ANALISIS MIKRO DAN MAKROSTRUKTURAL PADA WACANA KETIDAKADILAN ADALAH BEBAN KITA BERSAMA DALAM KOLOM GAGASAN SURAT KABAR SOLOPOS EDISI SELASA, 11 OKTOBER 2011 NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat dipisahkan. Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan bahasa sebagai salah satu alat primer dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi. Kalimat berperan sebagai unsur pembangun bahasa saja. Satuan

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi. Kalimat berperan sebagai unsur pembangun bahasa saja. Satuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kalimat yang ada pada suatu bahasa bukanlah satuan sintaksis yang tertinggi. Kalimat berperan sebagai unsur pembangun bahasa saja. Satuan yang tertinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Kemampuan berbahasa ini harus dibinakan

Lebih terperinci

PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007

PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007 PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori 1. Hakikat Analisis Wacana Suatu wacana memiliki keserasian makna yang menjadikan wacana sebagai suatu bentuk karangan atau gagasan yang utuh,

Lebih terperinci

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

PRATIWI AMALLIYAH A

PRATIWI AMALLIYAH A KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF PADA WACANA DIALOG JAWA DALAM KOLOM GAYENG KIYI HARIAN SOLOPOS EDISI BULAN JANUARI-APRIL 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana ialah satuan bahasa yang terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 2006: 49). Menurut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Hakikat Wacana a. Pengertian Wacana Djajasudarma (1994:1) menyatakan bahwa wacana memuat rentetan kalimat yang berhubungan, menghubungkan proposisi yang satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan. Oleh karena itu, kajian bahasa merupakan suatu kajian yang tidak pernah habis untuk dibicarakan karena dalam kehidupan

Lebih terperinci

KOHESI DAN KOHERENSI WACANA PADA CATATAN MOTIVASI MARIO TEGUH DI PROFIL FACEBOOK

KOHESI DAN KOHERENSI WACANA PADA CATATAN MOTIVASI MARIO TEGUH DI PROFIL FACEBOOK KOHESI DAN KOHERENSI WACANA PADA CATATAN MOTIVASI MARIO TEGUH DI PROFIL FACEBOOK SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa menjadi bagian penting bagi manusia secara mayoritas dan menjadi milik masyarakat pemakainya. Salah satu aplikasi bahasa sebagai alat komunikasi adalah penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan tersebut dibangun oleh komponen-komponen yang terjalin di dalam suatu organisasi kewacanaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wacana sangat dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. wacana sangat dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wacana sekarang ini berkembang sangat pesat. Berbagai kajian wacana sangat dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan tersebut. Wacana berkembang di berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi diperlukan sarana berupa bahasa untuk mengungkapkan ide,

Lebih terperinci

KOHESI DAN KOHERENSI WACANA MOTIVASI MARIO TEGUH GOLDEN WAYS TENTANG WANITA PADA STASIUN METRO TV. Abstract

KOHESI DAN KOHERENSI WACANA MOTIVASI MARIO TEGUH GOLDEN WAYS TENTANG WANITA PADA STASIUN METRO TV. Abstract 1 KOHESI DAN KOHERENSI WACANA MOTIVASI MARIO TEGUH GOLDEN WAYS TENTANG WANITA PADA STASIUN METRO TV Ida Ayu Suryantini Putri Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana

Lebih terperinci

Penanda Kohesi Gramatikal dan Leksikal Skripsi Mahasiswa PBSI UNP Kediri Tahun 2014

Penanda Kohesi Gramatikal dan Leksikal Skripsi Mahasiswa PBSI UNP Kediri Tahun 2014 Penanda Kohesi Gramatikal dan Leksikal Skripsi Mahasiswa PBSI UNP Kediri Tahun 2014 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagai Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) pada Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam berkomunikasi memerlukan sarana yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam berkomunikasi memerlukan sarana yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Dalam berkomunikasi memerlukan sarana yang sangat penting untuk menyampaikan informasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Studi Terdahulu Suatu penelitian memerlukan adanya pengacuan terhadap penelitian-penelitian yang sejenis. Hal ini dilakukan agar menjadi pertimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana

BAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan ide,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tarigan (1987 : 27), Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau

BAB I PENDAHULUAN. Tarigan (1987 : 27), Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia perlu berinteraksi antarsesama. Untuk menjalankan komunikasi itu diperlukan bahasa karena bahasa adalah alat komunikasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesantunankesantunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesantunankesantunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesantunankesantunan ekspresi bahasa. Dengan kata lain, seseorang tidak dapat dikatakan menulis jika tidak

Lebih terperinci

KOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK BERITA MAJALAH MANDUTA TAHUN SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

KOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK BERITA MAJALAH MANDUTA TAHUN SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat KOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK BERITA MAJALAH MANDUTA TAHUN 2013-2014 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan ( S.Pd.) Pada Program Studi Bahasa Dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Pada bab ini akan dijabarkan pendapat para ahli sehubungan dengan topik penelitian. Mengenai alat-alat kohesi, penulis menggunakan pendapat M.A.K. Halliday dan Ruqaiya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK

BAB II KAJIAN TEORETIK BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 6. Wacana c. Pengertian Wacana Ekoyanantiasih (2002: 9) berpendapat bahwa wacana merupakan tataran yang paling besar dalam hierarki kebahasaan setelah kalimat.

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada bagian akhir tesis ini, penulis sajikan simpulan sebagai jawaban atas rumusan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada bagian akhir tesis ini, penulis sajikan simpulan sebagai jawaban atas rumusan 269 BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bagian akhir tesis ini, penulis sajikan simpulan sebagai jawaban atas rumusan masalah yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun simpulan yang dapat penulis kemukakan adalah

Lebih terperinci

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF WAKTU DAN TEMPAT PADA TEKS LAGU IHSAN DALAM ALBUM THE WINNER

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF WAKTU DAN TEMPAT PADA TEKS LAGU IHSAN DALAM ALBUM THE WINNER ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF WAKTU DAN TEMPAT PADA TEKS LAGU IHSAN DALAM ALBUM THE WINNER SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana S-1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Setiap komunitas masyarakat selalu menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, baik secara lisan maupun

Lebih terperinci

KEHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS VIII SMPN 6 BOJONEGORO

KEHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS VIII SMPN 6 BOJONEGORO Kohesi dan Koherensi dalam Karangan Narasi Siswa (Zuh Rufiah) 61 KEHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS VIII SMPN 6 BOJONEGORO Zuh Rufiah SMPN 6 Bojonegoro Telp. 089677086474 Pos-el zuhrufiah2r@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembicaraan tentang kohesi tidak akan terlepas dari masalah wacana karena kohesi memang merupakan bagian dari wacana. Wacana merupakan tataran yang paling besar dalam

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI PADA WACANA RUBRIK SUARA MAHASISWA DALAM HARIAN JOGLO SEMAR

PENANDA KOHESI PADA WACANA RUBRIK SUARA MAHASISWA DALAM HARIAN JOGLO SEMAR digilib.uns.ac.id PENANDA KOHESI PADA WACANA RUBRIK SUARA MAHASISWA DALAM HARIAN JOGLO SEMAR SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan deskripsi hasil penelitian aspek gramatikal dan aspek leksikal yang terdapat dalam surat kabar harian Solopos tahun 2015 dan 2016 ditemukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun tulisan. Bahasa juga memegang peranan penting dalam kehidupan sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun tulisan. Bahasa juga memegang peranan penting dalam kehidupan sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki kedudukan sebagai penunjang aktualisasi pesan, ide, gagasan, nilai, dan tingkah laku manusia, baik dituangkan dalam bentuk lisan maupun tulisan. Bahasa

Lebih terperinci

KAJIAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM NOVEL KADURAKAN ING KIDUL DRINGU KARYA SUPARTO BRATA

KAJIAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM NOVEL KADURAKAN ING KIDUL DRINGU KARYA SUPARTO BRATA KAJIAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM NOVEL KADURAKAN ING KIDUL DRINGU KARYA SUPARTO BRATA Oleh: Astuti Kurnia Salmi program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa astuti.kurniasalmi@yahoo.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKSI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKSI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKSI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan deskripsi hasil penelitian kohesi gramatikal dan leksikal yang terdapat dalam surat kabar harian Kompas tahun 2014 ditemukan kohesi gramatikal

Lebih terperinci

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN PERSONA DALAM WACANA DIALOG ACARA BUKAN EMPAT MATA EPISODE 30 OKTOBER 2013

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN PERSONA DALAM WACANA DIALOG ACARA BUKAN EMPAT MATA EPISODE 30 OKTOBER 2013 ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN PERSONA DALAM WACANA DIALOG ACARA BUKAN EMPAT MATA EPISODE 30 OKTOBER 2013 NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai kohesi pada wacana mungkin sudah sering dilakukan dalam penelitian bahasa. Akan tetapi, penelitian mengenai kohesi gramatikal

Lebih terperinci

SARANA KOHESI DALAM CERPEN ROBOHNYA SURAU KAMI KARYA A. A. NAVIS. Jurnal Skripsi. Oleh TENRI MAYORE NIM JURUSAN SASTRA INDONESIA

SARANA KOHESI DALAM CERPEN ROBOHNYA SURAU KAMI KARYA A. A. NAVIS. Jurnal Skripsi. Oleh TENRI MAYORE NIM JURUSAN SASTRA INDONESIA SARANA KOHESI DALAM CERPEN ROBOHNYA SURAU KAMI KARYA A. A. NAVIS Jurnal Skripsi Oleh TENRI MAYORE NIM. 070911001 JURUSAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SAM RATULANGI FAKULTAS ILMU BUDAYA MANADO 2013 0 ABSTRACT

Lebih terperinci

Dari sudut wacana (tempat acuan) nya, referensi dibagi atas:

Dari sudut wacana (tempat acuan) nya, referensi dibagi atas: Dari sudut wacana (tempat acuan) nya, referensi dibagi atas: Referensi Eksoforis (Eksofora) Referensi dengan objek acuan di luar teks. Saya belum sarapan pagi ini. Kata saya merupakan referensi eksoforis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa digunakan untuk berkomunikasi antar individu satu dengan individu lain. Peran bahasa penting dalam kehidupan manusia, selain sebagai pengolah suatu gagasan, bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada di dalam pikiran kepada orang lain yaitu dengan bahasa, baik secara lisan

BAB I PENDAHULUAN. ada di dalam pikiran kepada orang lain yaitu dengan bahasa, baik secara lisan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam mentransformasikan berbagai ide dan gagasan yang ada di dalam pikiran kepada orang lain yaitu dengan bahasa, baik secara lisan atau tulis. Kedua

Lebih terperinci

REFERENSI DALAM WACANA TULIS PADA SURAT KABAR SOLOPOS EDISI JANUARI 2010 NASKAH PUBLIKASI

REFERENSI DALAM WACANA TULIS PADA SURAT KABAR SOLOPOS EDISI JANUARI 2010 NASKAH PUBLIKASI REFERENSI DALAM WACANA TULIS PADA SURAT KABAR SOLOPOS EDISI JANUARI 2010 NASKAH PUBLIKASI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat komunikasi. Manusia dapat menggunakan media yang lain untuk berkomunikasi. Namun, tampaknya bahasa

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI PADA TAJUK RENCANA HARIAN SURAT KABAR KOMPAS EDISI JANUARI 2015

PENANDA KOHESI PADA TAJUK RENCANA HARIAN SURAT KABAR KOMPAS EDISI JANUARI 2015 PENANDA KOHESI PADA TAJUK RENCANA HARIAN SURAT KABAR KOMPAS EDISI JANUARI 2015 Artikel Publikasi Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

zs. /or.wisman lladi, M.Hum. ANA,LISIS PENAI{DA KOHESI GRAMATIKAL ARTIKEL POLITIK PADA MEDIA OFII.,INE KOMPASIANA.COM ARTIKEL Asrul Khairillrsibuan

zs. /or.wisman lladi, M.Hum. ANA,LISIS PENAI{DA KOHESI GRAMATIKAL ARTIKEL POLITIK PADA MEDIA OFII.,INE KOMPASIANA.COM ARTIKEL Asrul Khairillrsibuan - ARTIKEL I. ANA,LISIS PENAI{DA KOHESI GRAMATIKAL ARTIKEL POLITIK PADA MEDIA OFII.,INE KOMPASIANA.COM Oteh Asrul Khairillrsibuan IYIM 2113210005 Dosen Pembimbing Skripst Prof. Dr. Biner Ambarita, M-Pd.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sepanjang hidupnya, manusia tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi tersebut, manusia memerlukan sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa mempunyai fungsi dan peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Bahasa juga dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NOVEL KIRTI NJUNJUNG DRAJAT KARYA R. Tg. JASAWIDAGDA

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NOVEL KIRTI NJUNJUNG DRAJAT KARYA R. Tg. JASAWIDAGDA ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NOVEL KIRTI NJUNJUNG DRAJAT KARYA R. Tg. JASAWIDAGDA Oleh: Anggit Hajar Maha Putra program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa anggitzhajar@yahoo.com Abstrak:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain. Untuk menjalin hubungan dan kerja sama antar oarang lain, manusia

Lebih terperinci

JURNAL KOHESI DAN KOHERENSI WACANA PEMBACA MENULIS DI JAWA POS COHESION AND COHERENCE OF DISCOURSE READERS WRITING IN JAWA POS

JURNAL KOHESI DAN KOHERENSI WACANA PEMBACA MENULIS DI JAWA POS COHESION AND COHERENCE OF DISCOURSE READERS WRITING IN JAWA POS JURNAL KOHESI DAN KOHERENSI WACANA PEMBACA MENULIS DI JAWA POS COHESION AND COHERENCE OF DISCOURSE READERS WRITING IN JAWA POS Oleh: LINDA DWI RAHMAWATI 12.1.01.07.0053 Dibimbing oleh: 1. Dr. Andri Pitoyo,

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X SMK SWASTA DHARMA PATRA PANGKALAN SUSU TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017

ANALISIS KESALAHAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X SMK SWASTA DHARMA PATRA PANGKALAN SUSU TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017 ANALISIS KESALAHAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X SMK SWASTA DHARMA PATRA PANGKALAN SUSU TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017 Oleh Siti Sumarni (Sitisumarni27@gmail.com) Drs. Sanggup

Lebih terperinci

ASPEK LEKSIKAL DAN GRAMATIKAL PADA LIRIK LAGU JIKA KARYA MELLY GOESLOW. Rini Agustina

ASPEK LEKSIKAL DAN GRAMATIKAL PADA LIRIK LAGU JIKA KARYA MELLY GOESLOW. Rini Agustina ASPEK LEKSIKAL DAN GRAMATIKAL PADA LIRIK LAGU JIKA KARYA MELLY GOESLOW Rini Agustina Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP PGRI Pontianak brentex32@yahoo.co.id ABSTRACT This study focuses

Lebih terperinci

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Nama : Khoirudin A. Fauzi NIM : 1402408313 BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Pada bab terdahulu disebutkan bahwa morfologi dan sintaksis adalah bidang tataran linguistik yang secara tradisional disebut

Lebih terperinci

ANALISIS PENANDA HUBUNGAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA CERITA ANAK DI SKRIPSI

ANALISIS PENANDA HUBUNGAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA CERITA ANAK DI  SKRIPSI 0 ANALISIS PENANDA HUBUNGAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA CERITA ANAK DI HTTP://WWW.E-SMARTSCHOOL.COM SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu maupun kelompok. Ramlan (1985: 48) membagi bahasa menjadi dua

BAB I PENDAHULUAN. individu maupun kelompok. Ramlan (1985: 48) membagi bahasa menjadi dua 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini manusia dituntut dapat berkomunikasi dengan baik untuk memenuhi kepentingan mereka, baik secara individu maupun kelompok.

Lebih terperinci

ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK TAJUK RENCANA PADA SURAT KABAR SOLOPOS DAN RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN AJAR PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK TAJUK RENCANA PADA SURAT KABAR SOLOPOS DAN RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN AJAR PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA digilib.uns.ac.id ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK TAJUK RENCANA PADA SURAT KABAR SOLOPOS DAN RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN AJAR PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA Skripsi Oleh Bangkit Sugeng Subagyo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saatnya menyesuaikan diri dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

BAB I PENDAHULUAN. saatnya menyesuaikan diri dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini arus informasi semakin berkembang pesat. Hal ini mengisyaratkan agar pelaksanaan suatu program kerja dalam sebuah institusi sudah saatnya menyesuaikan diri

Lebih terperinci

ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NASKAH DRAMA BARABAH KARYA MOTINGGO BUSYE : SEBUAH ANALISIS WACANA SASTRA. Rudi A. Nugroho

ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NASKAH DRAMA BARABAH KARYA MOTINGGO BUSYE : SEBUAH ANALISIS WACANA SASTRA. Rudi A. Nugroho ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NASKAH DRAMA BARABAH KARYA MOTINGGO BUSYE : SEBUAH ANALISIS WACANA SASTRA Rudi A. Nugroho I. PENDAHULUAN Perkembangan wacana berkembang sangat pesat. Berbagai kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari peristiwa komunikasi untuk mengungkapkan gagasan, ide,

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari peristiwa komunikasi untuk mengungkapkan gagasan, ide, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi untuk mengungkapkan gagasan, ide, maupun isi pikiran kepada

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN PIRANTI KOHESI PADA WACANA NASKAH LAKON SANDOSA SOKRASANA: SANG MANUSIA KARYA YANURA NUGRAHA NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS PENGGUNAAN PIRANTI KOHESI PADA WACANA NASKAH LAKON SANDOSA SOKRASANA: SANG MANUSIA KARYA YANURA NUGRAHA NASKAH PUBLIKASI ANALISIS PENGGUNAAN PIRANTI KOHESI PADA WACANA NASKAH LAKON SANDOSA SOKRASANA: SANG MANUSIA KARYA YANURA NUGRAHA NASKAH PUBLIKASI Oleh: YULIA RATNA SARI NIM. A 310 050 070 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL KHOTBAH IDUL ADHA

ANALISIS WACANA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL KHOTBAH IDUL ADHA ANALISIS WACANA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL KHOTBAH IDUL ADHA IBADAH QURBAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI OLEH: NASHRUDDIN BAIDAN DI MASJID AGUNG SURAKARTA 06 NOVEMBER 2011 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: YUNIANTO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling memahami maksud atau keinginan seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling memahami maksud atau keinginan seseorang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa maupun pembelajaran bahasa merupakan hal yang sangat penting untuk dipelajari. Hal ini dikarenakan bahasa memiliki peranan yang sangat penting dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Tarigan (1985:9) yang. Kegiatan komunikasi yang baik didukung oleh salah satu komponen

I. PENDAHULUAN. orang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Tarigan (1985:9) yang. Kegiatan komunikasi yang baik didukung oleh salah satu komponen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa merupakan suatu alat komunikasi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Melalui bahasa, manusia dapat berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

ANALISIS TEKSTUAL POSTER PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PEKAN ILMIAH MAHASISWA NASIONAL TAHUN 2013

ANALISIS TEKSTUAL POSTER PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PEKAN ILMIAH MAHASISWA NASIONAL TAHUN 2013 ANALISIS TEKSTUAL POSTER PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PEKAN ILMIAH MAHASISWA NASIONAL TAHUN 2013 Retno Wulandari 1), Agus Budi Santoso 2), Dhika Puspitasari 3) 1,2,3) Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS VII SMP N 3 GODEAN SLEMAN YOGYAKARTA

ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS VII SMP N 3 GODEAN SLEMAN YOGYAKARTA ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS VII SMP N 3 GODEAN SLEMAN YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI

PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

ANALISIS DEIKSIS PADA KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X OTOMOTIF SMK MUHAMMADIYAH KARTASURA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

ANALISIS DEIKSIS PADA KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X OTOMOTIF SMK MUHAMMADIYAH KARTASURA TAHUN PELAJARAN 2012/2013 ANALISIS DEIKSIS PADA KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X OTOMOTIF SMK MUHAMMADIYAH KARTASURA TAHUN PELAJARAN 2012/2013 NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif lebih

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif lebih 51 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif lebih berdasarkan pada filsafat fenomenologis yang mengutamakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. kepada soal kalimat dan barulah belakangan ini sebagian ahli bahasa memalingkan

BAB II LANDASAN TEORI. kepada soal kalimat dan barulah belakangan ini sebagian ahli bahasa memalingkan BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Analisis Wacana Analisis wacana adalah ilmu baru yang muncul beberapa puluh tahun belakangan ini. Aliran-aliran linguistik selama ini membatasi penganalisisannya hanya

Lebih terperinci

Annisa Rakhmawati, Muhammad Rohmadi, Budhi Setiawan Universitas Sebelas Maret

Annisa Rakhmawati, Muhammad Rohmadi, Budhi Setiawan Universitas Sebelas Maret ANALISIS WACANA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL NASKAH DRAMA MATAHARI DI SEBUAH JALAN KECIL KARYA ARIFIN C. NOOR SERTA RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN AJAR DI SEKOLAH MENENGAH ATAS Annisa Rakhmawati, Muhammad Rohmadi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang memerlukan bahasa untuk berkomunikasi. Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang memerlukan bahasa untuk berkomunikasi. Komunikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang memerlukan bahasa untuk berkomunikasi. Komunikasi dapat dilakukan melalui media lisan dan media tulis. Dalam hal ini, seseorang dapat memanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa lisan dan bahasa tulisan. Bahasa lisan merupakan ragam bahasa

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa lisan dan bahasa tulisan. Bahasa lisan merupakan ragam bahasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah sarana komunikasi utama manusia dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa, manusia mengungkapkan gagasan, perasaan, pendapat dan informasi. Bahasa pula

Lebih terperinci

KOHESI LEKSIKAL DALAM ARTIKEL OPINI KEDAULATAN RAKYAT

KOHESI LEKSIKAL DALAM ARTIKEL OPINI KEDAULATAN RAKYAT -Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III- KOHESI LEKSIKAL DALAM ARTIKEL OPINI KEDAULATAN RAKYAT A iati Handayu Diyah Fitriyani UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta a iati.hdf@gmail.com Abstrak Penelitian ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam mencari informasi dan berkomunikasi. Klausa ataupun kalimat dalam

I. PENDAHULUAN. dalam mencari informasi dan berkomunikasi. Klausa ataupun kalimat dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesatuan bahasa terlengkap dan tertinggi dalam hierarki gramatikal yaitu wacana, pemahaman mengenai wacana tidak bisa ditinggalkan oleh siapa saja terutama dalam

Lebih terperinci

KOHESI GRAMATIKAL REFERENSI PADA RUBRIK HARIAN KRONIK SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS OKTOBER-NOVEMBER 2012 NASKAH PUBLIKASI

KOHESI GRAMATIKAL REFERENSI PADA RUBRIK HARIAN KRONIK SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS OKTOBER-NOVEMBER 2012 NASKAH PUBLIKASI KOHESI GRAMATIKAL REFERENSI PADA RUBRIK HARIAN KRONIK SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS OKTOBER-NOVEMBER 2012 NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S1 Program Studi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Analisis kalimat dapat dilakukan pada tiga tataran fungsi, yaitu fungsi sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan gramatikal antara

Lebih terperinci

BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA

BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA MODUL BAHASA INDONESIA KELAS XI SEMESTER 2 BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA OLEH NI KADEK SRI WEDARI, S.Pd. A. Pengertian Teks Ulasan Film/Drama Teks ulasan yaitu teks yang berisi ulasan atau penilaian terhadap

Lebih terperinci

PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA

PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA Roely Ardiansyah Fakultas Bahasa dan Sains, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Abstrak Deiksis dalam bahasa Indonesia merupakan cermin dari perilaku seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam berinteraksi, manusia memerlukan bahasa. Bahasa memegang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam berinteraksi, manusia memerlukan bahasa. Bahasa memegang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam berinteraksi, manusia memerlukan bahasa. Bahasa memegang peran penting dalam kehidupan, sebagai alat menyampaikan pikiran, gagasan, konsep ataupun perasaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam kelangsungan hidupnya manusia selalu membutuhkan orang lain untuk hidup bersama. Untuk

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009

PENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009 PENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009 SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-I PEndidikan

Lebih terperinci

KOHESI GRAMATIKAL DALAM KUMPULAN CERPEN SENYUM KARYAMIN KARYA AHMAD TOHARI

KOHESI GRAMATIKAL DALAM KUMPULAN CERPEN SENYUM KARYAMIN KARYA AHMAD TOHARI KOHESI GRAMATIKAL DALAM KUMPULAN CERPEN SENYUM KARYAMIN KARYA AHMAD TOHARI Feni, Sisilya Saman, Laurensius Salem Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan, Pontianak Email: feni0223@yahoo.com

Lebih terperinci

KOHESI GRAMATIKAL DALAM TEKS LAPORAN PENELITIAN DOSEN FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

KOHESI GRAMATIKAL DALAM TEKS LAPORAN PENELITIAN DOSEN FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 29 Nomor 2 tahun 2011 KOHESI GRAMATIKAL DALAM TEKS LAPORAN PENELITIAN DOSEN FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG Rahayu Pristiwati Fakultas Bahasa Abstract.

Lebih terperinci

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wacana merupakan unsur kebahasaan yang relatif paling kompleks dan paling lengkap. Satuan pendukung meliputi fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf,

Lebih terperinci

ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM WACANA BUKU TEKS BAHASA INDONESIA SMA KELAS XI KARANGAN DAWUD, DKK TAHUN 2004 PENERBIT ERLANGGA

ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM WACANA BUKU TEKS BAHASA INDONESIA SMA KELAS XI KARANGAN DAWUD, DKK TAHUN 2004 PENERBIT ERLANGGA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM WACANA BUKU TEKS BAHASA INDONESIA SMA KELAS XI KARANGAN DAWUD, DKK TAHUN 2004 PENERBIT ERLANGGA ARTIKEL PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

PENANDA HUBUNGAN REFERENSI DALAM WACANA BERITA PADA SITUS SKRIPSI

PENANDA HUBUNGAN REFERENSI DALAM WACANA BERITA PADA SITUS  SKRIPSI PENANDA HUBUNGAN REFERENSI DALAM WACANA BERITA PADA SITUS HTTP://WWW.LIPUTAN6.COM SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

PENANDA HUBUNGAN ELIPSIS PADA WACANA KATALOG ORIFLAME EDISI JANUARI 2009

PENANDA HUBUNGAN ELIPSIS PADA WACANA KATALOG ORIFLAME EDISI JANUARI 2009 PENANDA HUBUNGAN ELIPSIS PADA WACANA KATALOG ORIFLAME EDISI JANUARI 2009 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah

Lebih terperinci