PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel

BAB II LANDASAN TEORI. memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010).

dengan sumber daya manusianya. Hal tersebut membuat sikap kerja karyawan menjadi hal yang penting untuk diperhatikan oleh organisasi.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi ini mengharuskan setiap

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang bernama Gallup pada tahun 1990-an. Menurut survei Global,

untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat.

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga banyak yang menyebut keterikatan kerja merupakan old wine in

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan produktifitas dan kualitas sumber daya manusia (Cheng,

BAB I PENDAHULUAN. keuangan, kemampuan marketing, dan sumber daya manusia (SDM).

BAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah

1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satunya adalah cabang Solo Raya dan Madiun Raya. Pada bulan April 2016

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Kahn (dalam May dkk, 2004) work engagement dalam. pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota organisasi yang melaksanakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi. Penelitian mengenai engagement dalam pekerjaan yang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. yang mendefinisikan work engagement adalah tingkat keterikatan fisik,

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini diawali dengan latar belakang peneliti dalam pemilihan topik

Employee engagement merupakan topik yang sudah banyak. diperbincangkan dalam perusahaan. Employee engagement menjadi sangat

BAB I PENDAHULUAN. dimainkan oleh orang yaitu karyawan dalam organisasi dapat memberikan sesuatu yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sampai saat ini belum ada definisi yang konsisten dan universal

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia telah ditandai pergeseran

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan UU No.8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai

KETERLIBATAN KARYAWAN TERHADAP KINERJA UNTUK PENINGKATAN PELAYANAN PADA POLITEKNIK LP3I JAKRTA KAMPUS BEKASI

BAB II LANDASAN TEORI. Kahn (1990) mendefinisikan engagement sebagai hasrat karyawan

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI

PERAN OTONOMI TUGAS, UMPAN BALIK, DAN KUALITAS KEHIDUPAN KERJA TERHADAP WORK ENGAGEMENT. Intisari. Winda Nevia Rosa Bagus Riyono

BAB II LANDASAN TEORI. Saat ini, engagement merupakan salah satu topik yang hangat di antara

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakpastian yang tinggi telah menuntut organisasi-organisasi modern untuk

SELF REGULATION, KEPUASAN TERHADAP INFORMASI PEKERJAAN DAN WORK ENGAGEMENT: Studi Kasus pada Dosen FISIP UT

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi memaksa setiap organisasi berupaya menciptakan keunggulankeunggulan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masykarakat, bangsa dan negara (Undang-undang Sisdiknas RI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Hubungan employee engagement dan burnout pada karyawan divisi IT

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan organisasi. Terlebih, kepemimpinan dari seorang pemimpin

sumber daya manusianya. Hal ini disebabkan karena dunia kerja memiliki tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Fokus penelitian pada keluaran organisasi telah banyak dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. 1. Pengertian Kinerja. tujuan organisasi (Viswesvaran & Ones, 2000). McCloy et al. (1994)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah. serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Employee engagement merupakan rasa keterikatan secara emosional

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN OUTSOURCING DIVISI KARTU KREDIT PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK.

BAB I PENDAHULUAN. manajemen sumber daya manusia (Saks, 2006). Para praktisi organisasi dan para

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Keterikatan Karyawan (employee engagement) 1. Definisi Keterikatan Karyawan (employee engagement)

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi yang efektif semakin menyadari bahwa faktor yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. organisasi juga dapat dikatakan sebagai suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. sangatlah penting karena manusia merupakan penggerak utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan

HUBUNGAN ANTARA SELF DETERMINATION DENGAN KETERIKATAN KERJA (WORK ENGAGEMENT) PADA KARYAWAN PT JAPFA COMFEED INDONESIA CABANG SIDOARJO

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepuasan kerja merupakan salah satu masalah yang penting dan paling

Bab I. Pendahuluan. pengelolaan yang baik pula organisasi akan mendapatkan karyawan-karyawan

sikap individu maupun kelompok yang mendukung seluruh aspek kerja termasuk

KEPRIBADIAN PROAKTIF DAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN PT PLN (PERSERO) DISTRIBUSI JAWA TENGAH DAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Permasalahan. memiliki batasan reaktif yang dapat diidentifikasi serta bekerja bersama-sama untuk

Pengaruh Stress Kerja dan Keadilan Organisasi terhadap Employee engagement

HUBUNGAN ANTARA JOB CRAFTING DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN GENERASI Y DI KANTOR PUSAT PT. BANK BUKOPIN, TBK JAKARTA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang telah ditetapkannya sendiri. Chaplin (2006) Life Satisfaction adalah satu

BAB I PENDAHULUAN. dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan

BAB II TELAAH PUSTAKA. mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia (SDM) adalah pelaksanaan job analysis, perencanaan SDM,

ADVERSITY QUOTIENT DAN PSYCHOLOGICAL CAPITAL DALAM MENENTUKAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN

Salah satu tantangan terbesar perusahaan dalam persaingan di pasar global. engaged menjadi sangat berharga dalam mendukung kinerja perusahaan karena

dibicarakan oleh perusahaan-perusahaan pada beberapa tahun terakhir ini, hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susan Setialestari, 2015

Salah satu bagian dari struktur organisasi yang berperan besar dalam. tercapainya tujuan perusahaan yaitu karyawan yang berada dalam organisasi

GAMBARAN WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN DI PT EG (MANUFACTURING INDUSTRY)

HUBUNGAN ANTARA PERCEIVED ORGANIZATIONAL SUPPORT, JOB ENGAGEMENT, DAN TASK PERFORMANCE DENGAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR. Ivan A.

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu

MEMBANGUN EMPLOYEE ENGAGEMENT EMPLOYEE ENGAGEMENT. Dian Yanuar Roffanna, S.Psi., M.Psi. Bagian Sumber Daya Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Komitmen telah menunjukkan pengaruh yang kuat pada keinginan karyawan

BAB I PENDAHULUAN. segala kegiatan bisnis dan perekonomian, hal ini menyebabkan terjadinya

2015 HUBUNGAN FAMILY SUPPORTIVE SUPERVISORY BEHAVIORS DAN TRUST IN SUPERVISOR DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Work Engagement. Work engagement atau worker engagement merupakan sebuah konsep

BAB I PENDAHULUAN. merupakan aspek penting yang menentukan keefektifan suatu organisasi.

Seminar Nasional dan Call for Paper, Universitas Kristen Maranatha, Bandung Juni 2013; ISSN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intention to quit adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia saat ini sudah mengarah pada human capital, dimana sumber daya

PENGARUH EMPLOYEE ENGAGEMENT TERHADAP TURNOVER INTENTION. Hotpascaman Simbolon. Abstrak. Kata kunci : Employee Engagement, Turnover Intention

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap organisasi. Banyak usaha dan daya yang dilakukan untuk mengatasi,

yang memiliki peran penting dalam perusahaan karena mereka akan berhubungan dengan para pelanggan. Dalam masyarakat, karyawan pemasaran sering kali

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAMPIRAN 23 DATA HASIL PELAKSANAAN EES 2016 TRANSMISI JATIMBALI

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Disamping itu pula, pekerjaan semakin sulit untuk didapatkan.

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan rasa harga diri mereka (Schiemann, 2011). Untuk mencapai keunggulan bersaing, organisasi perlu untuk membuat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inovatif. Kompetisi yang terjadi menuntut organisasi untuk senantiasa mengembangkan

Pendahuluan Globalisasi dan tekanan internasional menuntut organisasi agar dapat meningkatkan kinerjanya. Kunci pembeda dari keunggulan kompetitif di

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan persaingan yang ketat diantara perusahaan-perusahaan untuk

HUBUNGAN PERSEPSI BUDAYA ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN PT. STUDIO CILAKI EMPAT LIMA

melainkan perusahaan membutuhkan karyawan yang mau menginvestasikan diri mereka untuk terlibat secara penuh dalam pekerjaan, memiliki komitmen yang

Transkripsi:

PENDAHULUAN Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak dilakukan di bidang human resource development (HRD) (Chalofsky & Krishna, 2009). Meskipun terdapat banyak ketertarikan mengenai engagement, namun terdapat banyak juga kebingungan dalam pembahasan mengenai definisi, operasional dan pengukuran employee engagement (Kular, Ganteby, Rees, Soane, & Truss, 2008). Topik mengenai employee engagement ini diangkat berdasarkan ketertarikan peneliti mengenai pentingnya employee engagement bagi peningkatan performansi organisasi. Engagement merupakan kunci pendorong bisnis untuk kesuksesan organisasi. Tingginya engagement dapat meningkatkan bakat karyawan, kesetiaan pelanggan, dan kinerja perusahaan (Swarnalatha & Prasanna, 2013). Karyawan yang terikat (engage) pada pekerjaannya memiliki energi, komitmen, dan kegigihan untuk mencapai tujuan organisasi yang ditunjukkan dalam inisiatif, kemampuan beradaptasi, usaha, dan kemampuan mengekspresikan diri secara fisik, emosional, dan kognitif melalui peran mereka dalam pekerjaan (Kahn, 1990; May, Gilson, & Harter, 2004; Macey, Schneider, Barbera, & Young, 2009). Engagement juga dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis karyawan (Robertson & Cooper, 2009) dan mengurangi kecenderungan berpindah kerja (Schaufeli & Bakker, 2004). Employee engagement penting dimiliki oleh setiap karyawan, termasuk juga bagi karyawan management trainee. Karyawan management trainee merupakan karyawan yang dipersiapkan menduduki posisi manajemen di perusahaan. Program rekrutmen melalui management trainee merupakan salah 1

2 satu langkah yang dilakukan perusahaan dalam menerapkan Human Capital Management. Program ini bertujuan untuk mendapatkan karyawan dengan kompetensi yang tinggi dan mengetahui kondisi perusahaan. Karyawan dengan engagement yang rendah menunjukkan tidak adanya energi untuk menjalankan peran yang seharusnya. Mereka menjadi tidak terlibat dalam penyelesaian tugas, tidak waspada secara kognitif, dan tidak adanya hubungan secara emosional dengan orang lain karena ingin menutupi pikiran, perasaan, kreativitas, nilai dan kepercayaan, dan hubungan personal dengan orang lain (Kahn, 1990). Shuck dan Reio (2014) mengemukakan rendahnya employee engagement dapat merugikan organisasi karena diprediksikan terjadi penurunan kesejahteraan dan produktivitas karyawan. Program management trainee merupakan program perekrutan karyawan melalui proses pelatihan dan pemagangan. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per.22/Men/IX/2009 menyebutkan pemagangan adalah bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja yang lebih berpengalaman dalam proses produksi barang dan/ atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu. Program perekrutan karyawan dengan management trainee juga dilakukan oleh PT. KIEC, salah satu perusahaan properti di Indonesia. Karyawan management trainee di perusahaan tersebut merupakan karyawan lulusan S1 dan D3 yang diterima dengan proses seleksi yang ketat dari induk perusahaan. Karyawan pada kelompok ini menjalani proses pelatihan dan pemagangan

3 selama satu tahun sebelum diterima sebagai karyawan. Proses seleksi yang ketat menghasilkan karyawan dengan kompetensi yang tinggi. Berdasarkan pengamatan peneliti pada saat melakukan praktek kerja profesi psikologi di PT. KIEC (Friamsari, 2014), diketahui bahwa karyawan management trainee di perusahaan tersebut memiliki keterlibatan diri yang lebih tinggi dibandingkan dengan karyawan non-management trainee. Secara fisik, karyawan management trainee menunjukkan kehadiran personal dengan keikutsertaannya pada berbagai kegiatan perusahaan, seperti kegiatan inovasi, gugus kendali mutu, dan berbagai tim yang dibentuk untuk menunjang proses bisnis perusahaan. Kehadiran personal secara fisik juga ditunjukkan dengan penggunaan jam kerja secara efektif oleh karyawan management trainee dengan datang tepat waktu dan memanfaatkan jam kerja untuk menyelesaikan tugas. Karyawan management trainee di PT. KIEC tidak masuk ke dalam daftar karyawan dengan keterlambatan terbanyak. Karyawan management trainee memiliki kesediaan untuk bekerja lembur apabila dibutuhkan, bahkan bersedia melanjutkan pekerjaan di rumah karena pekerjaan tersebut akan segera digunakan untuk keesokan harinya. Kehadiran personal secara kognitif ditunjukkan dengan perilaku karyawan management trainee yang mampu fokus pada penyelesaian tugas dan tetap dapat menyelesaikan tugasnya. Budaya yang terbangun di perusahaan tersebut cukup kekeluargaan dimana karyawan seringkali melontarkan berbagai obrolan dan candaan. Namun demikian, karyawan management trainee tetap dapat fokus menyelesaikan pekerjaan tanpa terganggu berbagai situasi. Karyawan management trainee juga mampu mencapai hasil yang baik pada penilaian

4 kinerja karyawan yang diadakan dua kali dalam satu tahun. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan bersedia untuk mencurahkan perhatian dan kemampuan kognisinya untuk memenuhi perannya dalam pekerjaan. Kehadiran personal secara emosi ditunjukkan dengan kesediaan karyawan management trainee untuk mengikuti berbagai kegiatan dan tim perusahaan, kesediaan untuk mencurahkan energinya untuk menyelesaikan tugas di luar jam kerja. Keterlibatan karyawan management trainee yang tinggi ini dimungkinkan karena pemberian tugas yang lebih banyak oleh atasan dibandingkan dengan karyawan non management trainee. Oleh karena itu peneliti mengajukan penelitian mengenai employee engagement karyawan management trainee dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana dinamika psikologis employee engagement karyawan management trainee dan faktor-faktor yang mempengaruhi employee engagement karyawan management trainee. Beberapa ahli memberikan penjelasan mengenai definisi employee engagement. Kahn (1990) mendefinisikan engagement sebagai ekspresi dan perilaku seseorang melibatkan diri sepenuhnya ke dalam pekerjaan dan dalam tim, sebagai wujud pemenuhan peran dirinya dalam pekerjaan. Engagement dicirikan adanya kehadiran personal secara fisik, kognitif, dan emosi. Rothbard (2001) mendefinisikan employee engagement sebagai kehadiran psikologis karyawan, namun lebih lanjut menjelaskan engagement yang melibatkan dua komponen yaitu perhatian (attention) dan penghayatan (absorption). Perhatian mengacu pada ketersediaan kognitif dan banyaknya waktu yang digunakan untuk melaksanakan perannya dalam pekerjaan, sedangkan penghayatan berarti perasaan menikmati pekerjaannya, yang ditandai dengan intensitas yang tinggi dalam memusatkan perhatian pada pekerjaan.

5 Employee engagement diartikan sebagai keterlibatan dan kepuasan individu serta antusiasme untuk bekerja (Harter, Schmidt, & Hayes, 2002), serta perilaku positif karyawan terhadap organisasi dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya (Robinson, Perryman, & Hayday, 2004). Schaufeli, Salanova, Gonzalez-Roma, dan Bakker (2002) menjelaskan employee engagement adalah lawan dari burnout; bersifat positif, pemenuhan, berhubungan dengan pikiran yang ditandai dengan semangat (vigor), dedikasi (dedication), dan penghayatan (absorption). Maslach, Schaufeli, dan Leiter (2001) menyebutkan engagement dicirikan sebagai energi, keterlibatan diri (involvement), dan perasaan mampu (efficacy) dalam melakukan suatu pekerjaan. Shuck (2011) menyebutkan terdapat empat pendekatan utama yang mendefinisikan employee engagement pada perspektif akademik. Keempat pendekatan tersebut yaitu need-satisfying approach yang dikemukakan oleh Kahn (1990), burnout-antithesis approach yang dikemukakan oleh Maslach, dkk. (2001), satisfaction-engagement approach yang dikemukakan oleh Harter, dkk. (2002), dan multidimensional approach yang dikemukakan oleh Saks (2006). Pendekatan pertama yaitu pendekatan need-satisfying yang dikemukakan oleh Kahn (1990). Istilah engagement pada pendekatan ini digunakan secara spesifik untuk mendeskripsikan keterlibatan (involvement) karyawan pada berbagai tugas. Kahn (1990) menyebutkan bahwa engagement pada pekerjaan dapat menguatkan motivasi ekstrinsik maupun intrinsik, dan dapat meningkatkan peran diri karyawan pada pekerjaan. Pendekatan ini menyebutkan tiga variabel yang mempengaruhi engagement yaitu meaningfulness, safety, dan availability (Kahn, 1990). Karyawan akan engage dengan pekerjaannya ketika mereka mengalami kebermaknaan psikologis (psychological meaningfulness) pada

6 pekerjaan. Psychological meaningfulness dapat dipandang sebagai perasaan berguna dan berharga atas investasi yang sudah diberikan oleh karyawan terhadap pekerjaan. Keamanan psikologis (psychological safety) didefinisikan sebagai pengalaman yang mampu bertindak dengan cara yang alami, serta dapat menggunakan semua keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki tanpa adanya rasa takut adanya konsekuensi negatif. Psychological availability didefinisikan sebagai perasaan memiliki yang diwujudkan dengan menginvestasi diri sepenuhnya ke dalam peran kinerja (Kahn, 1990). Pendekatan kedua dikemukakan oleh Maslach, dkk. (2001), yang membentuk konsep employee engagement sebagai lawan dari burnout, yang didefinisikan sebagai keadaan afektif yang positif, yang dicirikan dengan tingkat keaktifan dan kebahagiaan yang tinggi. Maslach, dkk. (2001) menyebutkan tiga dimensi burnout sebagai lawan dari engagement, yaitu kelelahan (exhaustion), sinisme (cynicism), dan ketidakefektifan (ineffectiveness). Kelelahan (exhaustion) didefinisikan sebagai kelebihan dan kekurangan sumber daya emosi dan fisik. Sinisme (cynicism) didefinisikan sebagai respon negatif, tidak memiliki perasaan, atau respon terpisah yang berlebihan pada berbagai aspek pekerjaan, yang mengakibatkan karyawan memilih untuk mengabaikan kualitas pekerjaan. Ketidakefektifan (ineffectiveness) dipahami sebagai akibat langsung dari kelelahan dan sinisme, yang didefinisikan sebagai perasaan ketidakmampuan untuk meraih prestasi dan produktivitas pekerjaan. Pendekatan ketiga, yang juga menjadi hasil perkembangan psikologi positif pada awal abad ke-21, Harter, dkk. (2002) menerbitkan konsep engagement sesuai dengan konsep psikologi positif melalui prosedur meta-analisis terhadap data penelitian yang dilakukan oleh Gallup Organization. Penelitian Gallup

7 mendefinisikan employee engagement sebagai keterlibatan dan kepuasan individu sebagai wujud antusiasme terhadap pekerjaan. Hasil menunjukkan bahwa employee engagement memiliki hubungan yang positif terhadap customer satisfaction, turnover, safety, productivity, dan profitability. Pendekatan keempat yaitu pendekatan multidimensional yang dikemukakan oleh Saks (2006). Pendekatan ini mendefinisikan konsep multidimensi employee engagement sebagai konstruk yang berbeda dan unik yang melibatkan komponen kognisi, emosi, dan perilaku terkait dengan peran kinerja seseorang. Hasil penelitian menunjukkan variabel anteseden seperti supportive climate, job characteristics, dan fairness mempengaruhi employee engagement. (Saks, 2006). Kahn (1990) menjelaskan terdapat tiga dimensi employee engagement yaitu dimensi kognitif, dimensi emosional, dan dimensi fisik. Dimensi kognitif terfokus pada kepercayaan karyawan terhadap organisasi, pemimpin, dan kondisi kerja. Dimensi emosional terfokus pada bagaimana perasaan karyawan terhadap situasi kerja dan apakah karyawan memiliki sikap yang positif atau negatif terhadap organisasi dan pemimpinnya. Dimensi fisik terfokus pada energi fisik yang digunakan karyawan untuk menjalankan perannya dalam pekerjaan. Employee engagement memiliki definisi yang mirip dengan konstruk yang lain seperti work engagement, job involvement, job satisfaction, organizational commitment, dan organizational citizenship behavior (OCB). Leiter dan Bakker (2010) mendefinisikan work engagement sebagai antusisme dan tingginya energi seseorang untuk terlibat dalam pekerjaannya. Saks (2006) menyebutkan employee engagement sebagai kehadiran secara psikologis karyawan ketika menduduki dan menjalankan peran dalam organisasi. Definisi tersebut

8 menjelaskan bahwa work engagement terfokus pada keterlibatan karyawan terhadap pekerjaannya, sedangkan employee engagement lebih terfokus pada keterlibatan karyawan dalam pekerjaan dan perannya dalam organisasi. Engagement memiliki konsep yang berbeda dengan job satisfaction. Schaufeli dan Bakker (2010) menyebutkan engagement terfokus pada perasaan yang dimiliki seseorang pada pekerjaan, sedangkan job satisfaction terfokus pada hal-hal yang dapat mempengaruhi pekerjaan dan lebih melibatkan aspek kognisi. Engagement mengandung arti keaktifan yang menunjukkan antusiasme, kewaspadaan, dan kegembiraan, sedangkan job satisfaction mengandung arti kepuasan hati, ketenangan, dan ketentraman. Kahn (1990) mendefinisikan job involvement sebagai pentingnya peran secara psikologis dalam konteks kerja bagi identitas seseorang, atau besarnya efek harga diri pada kinerja seseorang. Saks (2006) menyebutkan job involvement berbeda dengan engagement. Job involvement memiliki perhatian lebih pada bagaimana individu menggunakan dirinya dalam menunjukkan kinerja. Job involvement melibatkan kognisi, sedangkan engagement tidak hanya melibatkan kognisi tetapi juga emosi dan perilaku. Selain itu, Schaufeli dan Bakker (2010) menjelaskan job involvement merupakan lawan dari cynicism, memiliki hubungan dengan konstruk engagement namun tidak sama. Saks (2006) membedakan komitmen organisasi dan organizational citizenship behavior (OCB) dengan engagement. Komitmen organisasi menunjukkan sikap seseorang dan kelekatan dirinya dengan organisasi, sedangkan engagement tidak hanya sebuah sikap melainkan derajat dimana individu memiliki perhatian penuh pada pekerjaan dan masuk ke dalam peran kinerjanya. Di samping itu, OCB melibatkan kesukarelaan dan perilaku informal

9 yang membantu bawahan dan organisasi, sedangkan engagement terfokus pada peran formal kinerja. Berdasarkan uraian di atas, pertanyaan penelitian yang muncul yaitu bagaimana dinamika psikologis employee engagement pada karyawan management trainee di PT. KIEC dan faktor-faktor apa yang dapat mempengaruhi employee engagement karyawan management trainee. Implikasi studi penelitian ini secara teoritis dapat memberi masukan di bidang ilmu psikologi industri dan organisasi mengenai employee engagement karyawan management trainee. Penelitian ini juga dapat memberikan manfaat bagi PT. KIEC maupun bagi perusahaan lain yang memiliki karakteristik yang serupa dengan PT. KIEC, sehingga dapat digunakan sebagai dasar peningkatan employee engagement karyawan management trainee dan upaya mempertahankan karyawan yang berpotensi.