BAB II LANDASAN TEORI. Employee engagement merupakan rasa keterikatan secara emosional

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. Employee engagement merupakan rasa keterikatan secara emosional"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Employee Engagement Definisi Employee Engagement Employee engagement merupakan rasa keterikatan secara emosional dengan pekerjaan dan organisasi, termotivasi dan mampu memberikan kemampuan terbaik mereka untuk membantu sukses dari serangkaian manfaat nyata bagi organisasi dan individu, (McLeod, 2009). David Guest, percaya hal ini sangat membantu untuk melihat employee engagement sebagai cara kerja yang dirancang untuk memastikan bahwa karyawan berkomitmen untuk tujuan dan nilai-nilai organisasi mereka, termotivasi untuk memberikan kontribusi bagi keberhasilan organisasi, dan pada saat yang sama agar mampu meningkatkan rasa kesejahteraan diri. Organisasi yang engaged memiliki kekuatan dan nilai otentik, dengan bukti yang jelas dari kepercayaan dan keadilan yang didasarkan pada saling menghormati, di mana keduanya memiliki janji dan komitmen antara employer dan employee yang dipahami dan terpenuhi, (McLeod, 2009). Engagement didefinisikan sebagai sikap yang positif, penuh makna, dan motivasi, yang dikarakteristikkan dengan vigor, dedication, dan absorption (Schaufeli, 2002 dalam Breso, Schaufeli, & Salanova, 2010). Vigor dikarakteristikkan dengan tingkat energi yang tinggi, resiliensi, keinginan untuk berusaha, dan tidak menyerah dalam menghadapi tantangan. Dedication ditandai 11

2 12 dengan merasa bernilai, antusias, inspirasi, berharga dan menantang. Absorption ditandai dengan konsentrasi penuh terhadap suatu tugas, (Schaufeli & Bakker, 2003). IES mendefinisikan employee engagement sebagai attitute positif yang dimiliki oleh karyawan terhadap organisasi dan nilai-nilainya. Seorang karyawan yang terlibat menyadari konteks bisnis, dan bekerja dengan koleganya untuk meningkatkan kinerja dalam pekerjaan untuk kepentingan organisasi. Organisasi juga harus bekerja untuk mengembangkan dan memelihara engagement, yang membutuhkan hubungan dua arah yaitu antara employer dan employee, (Robinson, Perryman, dan Hayday, 2004). Dari berbagai definisi yang dikemukakan oleh beberapa tokoh di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa employee engagement adalah sebagai sikap yang positif yang dimiliki karyawan dengan penuh makna, dan energi motivasi yang tinggi, resiliensi dan keinginan untuk berusaha, dan tidak menyerah dalam menghadapi tantangan dengan konsentrasi penuh terhadap suatu tugas yang disesuaikan dengan nilai dan tujuan organisasi Dimensi Employee engagement Dimensi atau aspek-aspek dari employee engagement terdiri dari tiga (Schaufeli et al, 2003), yaitu: a. Aspek Vigor Vigor merupakan aspek yang ditandai dengan tingginya tingkat kekuatan dan resiliensi mental dalam bekerja, keinginan untuk berusaha

3 13 dengan sungguh-sungguh di dalam pekerjaan, gigih dalam menghadapi kesulitan (Schaufeli & Bakker, 2003). b. Aspek Dedication Aspek dedication ditandai oleh suatu perasaan yang penuh makna, antusias, inspirasi, kebanggaan dan menantang dalam pekerjaan. Orang-orang yang memiliki skor dedication yang tinggi secara kuat menidentifikasi pekerjaan mereka karena menjadikannya pengalaman berharga, menginspirasi dan menantang. Disamping itu, mereka biasanya merasa antusias dan bangga terhadap pekerjaan mereka. Sedangkan skor rendah pada dedication berarti tidak mengidentifikasi diri dengan pekerjaan karena mereka tidak memiliki pengalaman bermakna, menginspirasi atau menantang, terlebih lagi mereka merasa tidak antusias dan bangga terhadap pekerjaan mereka (Schaufeli dan Bakker, 2003). c. Aspek Absorption Aspek absorption ditandai dengan adanya konsentrasi dan minat yang mendalam, tenggelam dalam pekerjaan, waktu terasa berlalu begitu cepat dan individu sulit melepaskan diri dari pekerjaan sehingga dan melupakan segala sesuatu disekitarnya, (Schaufeli & Bakker, 2003). Orang-orang yang memiliki skor tinggi pada absorption biasanya merasa senang perhatiannya tersita oleh pekerjaan, merasa tenggelam dalam pekerjaan dan memiliki kesulitan untuk memisahkan diri dari pekerjaan. Akibatnya, apapun disekelilingnya terlupa dan waktu terasa berlalu cepat. Sebaliknya orang dengan skor absorption yang rendah tidak merasa

4 14 tertarik dan tidak tenggelam dalam pekerjaan, tidak memiliki kesulitan untuk berpisah dari pekerjaan dan mereka tidak lupa segala sesuatu disekeliling mereka, termasuk waktu (Schaufeli & Bakker, 2003) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Employee engagement Employee engagement adalah tanggung jawab seluruh tenaga kerja. Faktor-faktor yang membuat karyawan merasa engagement (BlessingWhite, 2011), adalah sebagai berikut: 1. Individuals (I): Ownership, Clarity, and Action. Individu perlu mengetahui apa yang mereka inginkan, apa kebutuhan organisasi, dan kemudian mengambil tindakan untuk mencapai kedua hal tersebut. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Maslach, Schaufelli, dan Leiter, 2001 dalam (Kulaar, et al 2008),, bahwa employee engagement dikarakteristikkan dengan kekuatan, dedikasi dan kesenangan dalam bekerja. Engagement dasarnya persamaan individual. Hal ini mencerminkan hubungan yang unik pada setiap orang dengan pekerjaan. Apakah satu karyawan menemukan hak yang menantang atau bermakna mungkin disisi lain ada yang merasa terbebani dengan pekerjaan. Para pemimpin dan manajer tidak dapat dan tidak harus memikul seluruh beban melibatkan tenaga kerja mereka. Individu harus memiliki engagement, datang bekerja dengan motivator yang unik, minat, dan bakat. Mereka tidak bisa mengharapkan organisasi untuk memberikan set yang tepat dari tugas atau kondisi agar sesuai pribadi mereka definisi pekerjaan yang berarti atau memuaskan. Mereka bertanggung jawab untuk kesuksesan pribadi dan profesional mereka. Jelas pada nilai-nilai inti dan tujuan organisasi,

5 15 tidak akan menemukannya dalam pekerjaan mereka saat ini atau berpotensi di lain. Jika karyawan tidak tahu apa yang penting bagi mereka. Individu juga harus mengambil tindakan, karyawan tidak bisa menunggu ketukan di bahu untuk perintah langkah karir atau proyek baru yang menarik. Mereka perlu mengambil inisiatif untuk membangun keahlian mereka, mengartikulasikan kepentingan mereka, memuaskan nilai-nilai inti mereka, dan mengidentifikasi cara untuk menerapkan bakat mereka untuk mencapai tujuan organisasi. Individu perlu untuk memulai percakapan tentang membentuk kembali pekerjaan mereka, menjelaskan prioritas kerja mereka, atau mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan dari manajer mereka, (BlessingWhite, 2011). 2. Managers (M): Coaching, Relationships, and Dialogue. Manajer harus memahami bakat masing-masing individu, kepentingan, dan kebutuhan dan kemudian mencocokkan mereka dengan tujuan organisasi, sementara pada saat yang sama menciptakan hubungan interpersonal yaitu hubungan saling percaya. Manajer yang engaged juga mempengaruhi level engagement karyawan (Vazirani, 2007). Hubungan interpersonal yang saling mendukung dan membantu antar karyawan akan meningkatkan level engagement dari karyawan (Vazirani, 2007). Manajer harus mengendalikan engagement mereka sendiri. Dimana manajer harus memfasilitasi engagement sebagai persamaan yang unik bagi pekerja melalui pelatihan. Yang mempengaruhi atas kepuasan kerja di seluruh dunia adalah kesempatan untuk menggunakan bakat dan pengembangan karir, umpan balik kinerja yang spesifik dan kejelasan apa dan mengapa yang diperlukan oleh organisasi. Manajer harus menjaga dialog dengan

6 16 memberikan umpan balik, tentu saja koreksi, dan kesempatan pengembangan untuk memastikan kinerja tinggi. Selain itu manajer juga harus membangun hubungan, semakin banyak karyawan merasa mereka mengetahui manajer mereka, mungkin mereka akan semakin engaged. Menajer harus menghargai dinamika tim, tingkat engagement pada salah satu anggota tim memiliki dampak sisa tim yang baik atau buruk. Manajer tidak dapat menutup mata terhadap isu-isu engagement individu tanpa risiko efek domino yang negatif. Mereka perlu untuk menangani dengan cepat dengan potensi masalah dan juga memanfaatkan antusiasme dan etos kerja anggota tim dengan membangun engagement tim secara keseluruhan, (BlessingWhite, 2011). 3.Executives (E): Trust, Communication, and Culture Eksekutif harus menunjukkan konsistensi dalam kata-kata dan tindakan, banyak berkomunikasi (dan dengan banyak kedalaman), dan menyelaraskan semua pelaksanaan organisasi dan perilaku seluruh organisasi untuk mendorong hasil dan engagement. Sebuah strategi juga dikomunikasikan dengan jelas membangun kepercayaan tenaga kerja dalam kompetensi bisnis eksekutif yang memperkuat kepercayaan. Eksekutif harus mendorong hasil dan engagement dalam setiap kegiatan organisasi (misalnya, penghargaan dan pengakuan, kesepakatan penjual, kebijakan pribadi) atau hambatan lain (misalnya, manajer tingkat menengah yang buruk) yang melemahkan kinerja tinggi dan tempat kerja yang berkembang. Eksekutif harus mengatur arah yang jelas. Kepentingan karyawan untuk engaged harus selaras dengan tujuan organisasi. Hal itu tidak bisa terjadi jika arah organisasi dan definisi keberhasilan tidak didefinisikan dengan

7 17 baik dan jelas. Strategi juga dikomunikasikan untuk membangun kepercayaan tenaga kerja dalam kompetensi bisnis eksekutif yang memperkuat kepercayaan. Membangun budaya yang engagement merupakan dasar. Kata-kata dan tindakan kolektif dari semua pemimpin membentuk budaya organisasi. Budaya yang engagement bukan hanya hangat dan ramah. Inspirasi komitmen dan kepercayaan pada employee engagement tidak hanya memahami apa yang perlu dilakukan, tetapi juga cukup peduli untuk menerapkan upaya bijaksana, (BlessingWhite, 2011). Dari berbagai faktor yang mempengaruhi employee engagement di atas, sebagian besar menempatkan pada lingkungan kerja yang mendukung kinerja tinggi di organisasi sebagai pembentuk engagement pada karyawan Budaya Organisasi Definisi Budaya Organisasi Pada dasarnya semua organisasi memiliki budaya organisasi yang khas. Selain itu, budaya dapat bekerja dengan baik untuk daya saing perusahaan. Budaya organisasi adalah pola dasar asumsi bersama, nilai-nilai, dan keyakinan yang dianggap sebagai cara yang benar memikirkan dan bertindak atas peluang masalah yang dihadapi organisasi. Budaya organisasi mendefinisikan apa yang penting dan tidak penting dalam perusahaan. Budaya organisasi dapat dipandang sebagai DNA organisasi, tak terlihat dengan kasat mata, namun menjadi template yang kuat yang membentuk apa yang terjadi di tempat kerja, (McShane, Steven, dan Glinow, 2000).

8 18 Budaya organisasi sebagai sistem makna bersama yang dibentuk oleh warganya serta sebagai pembeda dengan organisasi lain ( Robbins, 2007). Budaya organisasi adalah hal-hal umum yang dilaksanakan dalam kerangka pikiran anggota organisasi. Kerangka kerja mengandung asumsi-asumsi dasar dan nilainilai, (Smith, 2004). Asumsi-asumsi dasar dan nilai-nilai yang diajarkan kepada anggota baru sebagai cara untuk melihat, berpikir, merasa, berperilaku, dan mengharapkan orang lain untuk berperilaku dalam organisasi. Schein (2010) mengatakan bahwa budaya organisasi dikembangkan dari waktu ke waktu, sebagai orang dalam organisasi berhasil belajar adaptasi mengatasi masalah eksternal dan integrasi internal. Hal ini menjadi bahasa yang umum dan latar belakang umum bagi organisasi. Budaya muncul dari apa yang telah berhasil bagi organisasi, (Smith, 2004). Model Denison tentang kebudayaan dan efektivitas menyajikan keterkaitan budaya organisasi, pelaksanaan manajemen, kinerja dan efektivitas. Pelaksanaan manajemen dengan asumsi dan keyakinan ketika mempelajari budaya dan efektivitas organisasi, (Denison, Haaland, dan Goelzer, 2002) Budaya organisasi berjalan lebih dari kata-kata yang digunakan dalam menyatakan misinya. Budaya adalah pemahaman yang tersirat, batasan-batasan, bahasa umum, dan harapan bersama dari waktu ke waktu oleh anggota organisasi, (Smith, 2004). Nilai-nilai dan keyakinan dari suatu organisasi menimbulkan serangkaian pelaksanaan manajemen, yang merupakan kegiatan dalam organisasi yang biasanya berakar pada nilai-nilai organisasi. Kegiatan ini diperkuat dari nilai-nilai dominan dan kepercayaan organisasi. Model budaya Denison

9 19 berpendapat bahwa ada empat dimensi budaya organisasi, yaitu: involvement, (keterlibatan), consistency (konsistensi), adaptability (adaptabilitas) dan mission (misi), (Denison, Haaland, dan Goelzer, 2002). Literatur efektivitas organisasi menekankan pentingnya budaya dalam memotivasi dan memaksimalkan nilai, aset intelektual, yang merupakan sumber daya manusia. (Baker, 2011). Dari berbagai definisi yang dikemukakan oleh beberapa tokoh di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa budaya organisasi adalah suatu sistem yang kolektif, keyakinan, asumsi-asumsi dasar, nilai-nilai, bahasa, batasaan-batasan, norma, ideologi, mitos dan ritual yang diajarkan kepada anggota organisasi sebagai cara untuk melihat, berpikir, merasa, berperilaku, dan mengharapkan orang lain untuk berperilaku dalam organisasi Dimensi Budaya Organisasi Denison berpendapat bahwa ada empat dimensi budaya organisasi, yaitu: involvement (keterlibatan), consistency (konsistensi), adaptability (adaptabilitas) dan mission (misi), (Denison, Haaland, dan Goelzer, 2002). 1. Involvement (Keterlibatan) Involvement adalah dimensi budaya organisasi yang menujukkan tingkat partisipasi karyawan (anggota organsasi) dalam pengambilan keputusan. Organisasi yang efektif memberdayakan masyarakat, membangun organisasi mereka di sekitar tim, dan mengembangkan kemampuan manusia di semua tingkatan (Denison, Haaland, dan Goelzer, 2002). Eksekutif, manajer, dan karyawan berkomitmen untuk pekerjaan mereka dan merasa bahwa mereka memiliki sebagian dari organisasi. Orang-orang di semua tingkatan merasa bahwa

10 20 mereka memiliki setidaknya beberapa masukan ke dalam keputusan yang akan mempengaruhi pekerjaan mereka dan bahwa pekerjaan mereka terhubung langsung ke tujuan dari organisasi (Katzenberg, 1993; Spreitzer, 1995, dalam Fey dan Denison, 2000). 2. Consistency (Konsistensi) Consistency menunjukkan tingkat kesepakatan anggota organisasi terhadap asumsi dasar dan nilai-nilai organisasi (Denison, Haaland, dan Goelzer, 2002). Organisasi juga cenderung efektif karena mereka memiliki budaya "kuat" yang sangat konsisten, terkoordinasi, dan terintegrasi dengan baik (Davenport, 1993; saffold, 1988, dalam Fey dan Denison, 2000). Perilaku berakar pada seperangkat nilai-nilai inti, pemimpin dan pengikut terampil mencapai kesepakatan bahkan ketika ada beragam sudut pandang (Block, 1991, dalam Fey dan Denison, 2000). Jenis konsistensi adalah sumber yang kuat stabilitas dan integrasi internal yang dihasilkan dari pola pikir umum dan tingkat tinggi kesesuaian (Senge, 1990, dalam Fey dan Denison, 2000). 3. Adaptability (Adaptabilitas) Adaptability adalah kemampuan organisasi dalam merespon perubahanperubahan lingkungan eksternal dengan melakukan perubahan internal organisasi (Denison, Haaland, dan Goelzer, 2002). Ironisnya, organisasi yang terintegrasi dengan baik yang paling sering sulit untuk berubah (Kanter, 1983, dalam Fey dan Denison, 2000). Integrasi internal dan adaptasi eksternal sering dapat bertentangan. Adaptasi organisasi didorong oleh pelanggan mereka, mengambil

11 21 risiko dan belajar dari kesalahan mereka, dan memiliki kemampuan dan pengalaman dalam menciptakan perubahan (Nadler, 1998; Senge, 1990, dalam Fey dan Denison, 2000). Mereka terus berubah sistem sehingga mereka memperbaiki kemampuan kolektif organisasi untuk memberikan nilai bagi para pelanggan mereka (Stalk, 1988, dalam Fey dan Denison, 2000). 4. Mission (Misi) Mission adalah dimensi inti yang menunjukkan tujuan inti organisasi yang menjadikan anggota organisasi yakin dan teguh terhadap apa yang dianggap penting oleh organisasi (Denison, Haaland, dan Goelzer, 2002). Organisasi yang sukses memiliki tujuan yang jelas dan arah yang mendefinisikan tujuan organisasi dan tujuan strategis dan mengungkapkan visi tentang bagaimana organisasi akan terlihat di masa depan (Mintzberg, 1987; 1994; Ohmae, 1982; Hamel & Prahalad, 1994, dalam Fey dan Denison, 2000). Ketika perubahan misi yang mendasari organisasi, perubahan juga terjadi pada aspek lain dari budaya organisasi. Involvement dan adaptability secara bersama-sama mempengaruhi efektifitas organisasi terutama dalam hal tingkat pertumbuhan organisasi. Consistency dan mission mempengaruhi tingkat profitability organisasi. Involvement mempengaruhi efektifitas organisasi melalui mekanisme informal dan struktur formal organisasi. Consistency mempengaruhi efektivitas melalui integrasi normatif yang direfleksikan dalam kecocokan antara ideolodi dengan praktik sehari-hari dan tingkat predictability sistem organisasi. Terakhir, mission mempengaruhi efektivitas organisasi melalui pemaknaan yang dilakukan oleh

12 22 anggota organisasi terhadap eksistensi organisasi dan arah kebijakan pada organisasi, (Denison, Haaland, dan Goelzer, 2002). Dari keempat dimensi budaya organisasi yang telah dikemukakan diatas, Denison membuat skala efektifitas budaya organisasi dimana penelitian yang telah dilakukan Denison dan rekan-rekannya, (Denison, 1984, 1990, 1996; Denison & Mishra 1995, 1998; Denison & Neale, 1996; Denison, Cho, & Young, 2000; Fey & Denison, 2002 ; Denison, Haaland, & Neale, 2002) mengembangkan model eksplisit budaya organisasi dan efektivitas dan metode pengukuran yang divalidasi. Dimana hasil penelitian yang dilakukan Denison dari kedua studi, yang pertama menyatakan bahwa terdapat korelasi sederhana 12 indexs budaya organisasi dan peringkat subjektif dari efektivitas secara keseluruhan, hasil yang kedua adalah serangkaian one-way ANOVA untuk memahami perbedaan yang signifikan dalam skor dari masing-masing negara dan wilayah dengan menggunakan data dari 764 organisasi. Penelitian yang dilakukan Fey (2000) dengan mengembangkan literatur tentang budaya organisasi dan efektivitas Denison dengan meneliti perusahaan milik asing yang beroperasi di Rusia. Dengan model budaya organisasi dan efektifitas Denison, penelitian menyajikan dua studi. Penelitian pertama adalah survei dari 179 perusahaan yang dirancang untuk menguji penerapan model dalam konteks Rusia. Studi kedua menyajikan empat kasus penelitian yang dirancang untuk hasil empiris dalam konteks Rusia dan mengidentifikasi dimana daerah strategis yang mungkin perlu diperpanjang atau ditafsirkan kembali. Hasil kedua studi tersebut ditafsirkan berhubungan dengan literatur tentang praktek

13 23 manajemen Rusia, (Fey, 2000). Skala budaya organisasi dan efektivitas Denison telah diterapkan dan dikembangkan kepada beberapa penelitian yang meneliti secara global di beberapa negara Fungsi Budaya Organisasi Robbins dan Judge (2007) menyimpulkan empat fungsi budaya organisasi yang menonjol dan penting untuk diaktualisasikan yaitu sebagai berikut: a. Budaya mempunyai suatu peran pembeda. Hal itu berarti bahwa budaya yang dimiliki oleh suatu organisasi menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi lainnya. b. Budaya organisasi membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi. c. Budaya organisasi dapat mempermudah terbentuknya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual. d. Budaya organisasi dapat meningkatkan kemantapan sistem sosial Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Employee Engagement Budaya perusahaan yang kuat menunjukkan bahwa karyawan memegang keyakinan dan nilai-nilai etika yang sama. Ketika keyakinan dan nilai-nilai etika selaras dengan tujuan organisasi, mereka bisa efektif dalam membangun tim karena adanya hubungan dan kepercayaan membantu mereka menghindari konflik

14 24 dan fokus pada penyelesaian tugas (Davoren, 2009). Karyawan yang memaknai serta berkontribusi terhadap pekerjaannya dan mengerjakan pekerjaan dengan mencurahkan segenap energi fisik, kognitif, dan emosinya disebut sebagai karyawan yang engaged (Kahn, 1990 dalam Kulaar, Gatenby, Rees, Soane, & Truss, 2008). Perilaku engagement yang paling terlihat jelas adalah usaha dari orang tersebut. Orang yang engaged terlihat bekerja keras, berusaha, dan terlibat penuh pada pekerjaan. Mereka fokus pada apa yang mereka kerjakan dengan mengerahkan segenap energinya, (Schaufeli & Baker, 2004 dalam Albrecht, 2010). Budaya organisasi dapat memiliki berbagai dampak terhadap kinerja karyawan dan tingkat motivasi. Sering kali, para karyawan bekerja lebih keras untuk mencapai tujuan organisasi jika mereka menganggap dirinya sebagai bagian dari budaya perusahaan. Budaya perusahaan yang kuat mempermudah komunikasi, peran dan tanggung jawab untuk semua individu. Karyawan mengetahui apa yang diharapkan dari mereka, bagaimana manajemen menilai kinerja mereka dan apa bentuk penghargaan yang tersedia. (Davoren, 2009). Setiap karyawan memerlukan nilai yang jelas dari organisasi seperti didengarnya pendapat mereka terutama oleh pemimpin (Vazirani, 2007; MacLeod & Clarke, 2009). Akan tetapi, engagement bukanlah sekedar bekerja keras. Individu akan menempatkan diri mereka, diri mereka yang sebenarnya pada pekerjaan. Mereka sangat peduli dengan apa yang mereka kerjakan, dan komitmen untuk melakukan yang terbaik. Ketika seseorang merasakan engagement, maka ia bekerja dengan mengekspresikan diri secara fisik, kognitif

15 25 dan emosional selama kerja. Aspek fisik meliputi energi fisik yang dikeluarkan karyawan dalam melakukan pekerjaan mereka,aspek kognitif meliputi beliefkaryawan terhadap organisasi, dan aspek emosi fokus pada perasaan karyawan mengenai tiga faktor ini, (Kahn, 1990 dalam Kulaar, et al 2008). Menyediakan pemimpin dan manajer merupakan tools yang diperlukan untuk memastikan bahwa karakteristik organisasi (budaya) berfungsi untuk menginspirasi karyawan untuk mencapai bagian positif yang tinggi terhadap pekerjaan mereka dan organisasi, yang kita kenal sebagai engagement. Memahami employee engagement yang paling tepat ketika dipahami dalam konteks kekuatan dan kelemahan organisasi. Jika kita melihat employee engagement saja, tanpa mempertimbangkan budaya dimana karyawan bekerja, hal tersebut berpotensi meninggalkan terhadap kekuatan strategis dan kelemahan dalam organisasi yang berdampak pada kinerja karyawan dan pada akhirnya pada kinerja organisasi (Denison, dalam Davidson, 2003). Employeee engagement dapat diukur sejauh mana karyawan merasa berpatisipan secara aktif dalam pekerjaannya atau sampai sejauh mana karyawan mencari beberapa ekspresi diri dan aktualisasi dalam pekerjaannya (Perrot, 2002). Salah satu dimensi budaya menurut Denison, yaitu Involvement adalah dimensi budaya organisasi yang menujukkan tingkat partisipasi karyawan (anggota organsasi) dalam pengambilan keputusan (Denison, Haaland, dan Goelzer, 2002).Asumsi-asumsi dasar dan nilai-nilai yang diajarkan kepada anggota baru sebagai cara untuk melihat, berpikir, merasa, berperilaku, dan mengharapkan orang lain untuk berperilaku dalam organisasi (Smith, 2004). Teori strong culture menyatakan bahwa budaya organisasi yang kuat akan

16 26 meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan dalam jangka panjang. Dengan teori ini diyakini bahwa kekuatan budaya organisasi berhubungan dengan kinerja perusahaan, (Boejoeng, 1995). Budaya organisasi adalah seperangkat kebiasaan dan pola cara khas melakukan sesuatu. Organisasi yang engaged memiliki kekuatan dan nilai otentik, dengan bukti yang jelas dari kepercayaan dan keadilan didasarkan pada saling menghormati, di mana dua janji dan komitmen antara employer dan employee yang dipahami dan terpenuhi, (McLeod, 2009). Membangun budaya perusahaan yang khas merupakan salah satu strategi menciptakan employee engagement yang perlu untuk diperhatikan oleh para manajer, perusahaan harus mempromosikan budaya kerja yang kuat di mana tujuan dan nilai-nilai manajer sejajar di semua bagian pekerjaan. Perusahaan yang membangun budaya saling menghormati dengan menjaga kisah sukses hidup tidak hanya akan menjaga karyawan mereka yang engaged, tetapi juga mereka karyawan yang baru masuk dapat menularkan budaya semangat kerja, (Markos & Sridevi, 2010). Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa budaya organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap employee engagement, oleh karena itu peneliti tertarik untuk memahami lebih lanjut secara empiris mengenai pengaruh budaya organisasi terhadap employee engagement pada karyawan PT. INALUM Kuala Tanjung.

17 Hipotesis Berdasarkan uraian teoritis di atas maka peneliti mengajukan hipotesis penelitian yaitu ada pengaruh positif budaya organisasi terhadap employee engagement. Semakin kuat budaya organisasi terinternalisasi dalam diri para karyawan maka akan semakin tinggi tingkat employee engagement dan sebaliknya, semakin lemah budaya organisasi terinternalisasi dalam diri karyawan maka akan semakin rendah tingkat employee engagement.

BAB II LANDASAN TEORITIS. tersebut ketika bekerja sendiri atau dengan karyawan lain (Jones, 2010).

BAB II LANDASAN TEORITIS. tersebut ketika bekerja sendiri atau dengan karyawan lain (Jones, 2010). BAB II LANDASAN TEORITIS A. Happiness at Work 1. Definisi Happiness at Work Happiness at work dapat diidentifikasikan sebagai suatu pola pikir yang memungkinkan karyawan untuk memaksimalkan performa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi memaksa setiap organisasi berupaya menciptakan keunggulankeunggulan

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi memaksa setiap organisasi berupaya menciptakan keunggulankeunggulan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan yang semakin tajam timbul dari perkembangan teknologi dan globalisasi memaksa setiap organisasi berupaya menciptakan keunggulankeunggulan kompetitif

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010).

BAB II LANDASAN TEORI. memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010). BAB II LANDASAN TEORI A. Employee Engagement 1. Pengertian Employee Engagement Kata engage memiliki berbagai makna dan banyak peneliti yang memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010).

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job

BAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job 9 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisikan tentang teori-teori yang digunakan untuk mendukung dan menjelaskan variabel dalam penelitian. Pembahasan dalam bab ini dimulai dari pembahasan komitmen organisasional

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Budaya Organisasi 1. Pengertian Budaya Organisasi Organisasi didefinisikan sebagai suatu kesatuan sosial dari sekelompok individu (orang), yang saling berinteraksi menurut suatu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak

PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak PENDAHULUAN Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak dilakukan di bidang human resource development (HRD) (Chalofsky

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Theory of Reasoned Action (TRA) Theory of Reasoned Action (TRA) yang dikembangkan oleh Azjen dan Fishbein (1975) dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Employee Engagement 2.1.1 Pengertian Employee Engagement Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel mereka, tetapi belum ada definisi jelas mengenai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang teori-teori yang akan digunakan dalam penelitian. Selain itu juga akan dibahas tentang definisi, aspek dan karakteristik, faktor-faktor yang mempengaruhi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang bernama Gallup pada tahun 1990-an. Menurut survei Global,

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang bernama Gallup pada tahun 1990-an. Menurut survei Global, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asal-usul kemunculan employee engagement dalam dunia bisnis tidak sepenuhnya jelas. Pertama kali yang menggunakan ide tersebut adalah sebuah organisasi yang bernama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa studi yang mengkorelasikan antara tingginya job. Perusahaan tidak lagi hanya mencari calon karyawan yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa studi yang mengkorelasikan antara tingginya job. Perusahaan tidak lagi hanya mencari calon karyawan yang memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa studi yang mengkorelasikan antara tingginya job engagement dengan pencapaian target perusahaan hasilnya sangat positif. Perusahaan tidak lagi hanya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI BAB 2 TINJAUAN REFERENSI 2.1 Keterikatan Kerja 2.1.1 Keterikatan Kerja Pada dasarnya keterikatan kerja merupakan beberapa istilah dari job engagement, dan employee engagement. Menurut Schaufeli et al.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi ini mengharuskan setiap

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi ini mengharuskan setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi ini mengharuskan setiap organisasi berupaya menciptakan keunggulan-keunggulan kompetitif dimana keunggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu organisasi yang kompleks dengan aktifitas kegiatannya

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu organisasi yang kompleks dengan aktifitas kegiatannya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan suatu organisasi yang kompleks dengan aktifitas kegiatannya padat karya, padat modal, dan padat teknologi serta membutuhkan pengelolaan secara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah. serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah. serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Iklim Organisasi 2.1.1 Pengertian Iklim Organisasi Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Permasalahan. memiliki batasan reaktif yang dapat diidentifikasi serta bekerja bersama-sama untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Permasalahan. memiliki batasan reaktif yang dapat diidentifikasi serta bekerja bersama-sama untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan Organisasi merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasi secara sadar dan memiliki batasan reaktif yang dapat diidentifikasi serta bekerja bersama-sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia telah ditandai pergeseran

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia telah ditandai pergeseran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia telah ditandai pergeseran peran dan fungsi sumber daya manusia yang sangat dramatis. Fungsi sumber daya manusia tidak dianggap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Stres Kerja

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Stres Kerja BAB II LANDASAN TEORI A. STRES KERJA 1. Definisi Stres Kerja Menurut Lazarus & Folkman (dalam Morgan, 1986) stres merupakan suatu keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satunya adalah cabang Solo Raya dan Madiun Raya. Pada bulan April 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satunya adalah cabang Solo Raya dan Madiun Raya. Pada bulan April 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pergantian manajer wilayah yang terjadi pada BUMN adalah suatu hal yang biasa terjadi, salah satunya pada PT. Kimia Farma, Tbk. Pergantian manajer wilayah tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta pertumbuhan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta pertumbuhan ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor perbankan memegang peranan penting dalam usaha pengembangan disektor ekonomi, dan juga berperan dalam meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya,

Lebih terperinci

yang memiliki peran penting dalam perusahaan karena mereka akan berhubungan dengan para pelanggan. Dalam masyarakat, karyawan pemasaran sering kali

yang memiliki peran penting dalam perusahaan karena mereka akan berhubungan dengan para pelanggan. Dalam masyarakat, karyawan pemasaran sering kali 2 structural equation model (SEM) to examine the relationship and the effects of independent variable to the dependent variable by the presence of mediator variable. The result of this research was that

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Work Engagement BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Pengertian Work Engagement Menurut Macey & Scheneider (2008), engagement yakni rasa seseorang terhadap tujuan dan energi yang terfokus, memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasikan,bekerja secara terus menerus untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah BAB II LANDASAN TEORI A. Employee Engagement 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah engagement pertama kali digunakan dalam setting pekerjaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kankan Sopyan, 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kankan Sopyan, 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan aset terpenting organisasi karena perannya sebagai pelaksana kebijakan dan kegiatan operasional dalam mencapai tujuan organisasi. Berhasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. 1. Pengertian Kinerja. tujuan organisasi (Viswesvaran & Ones, 2000). McCloy et al. (1994)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. 1. Pengertian Kinerja. tujuan organisasi (Viswesvaran & Ones, 2000). McCloy et al. (1994) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kinerja 1. Pengertian Kinerja Kinerja didefinisikan sebagai tindakan yang hasilnya dapat dihitung, selain itu juga dapat didefinisikan sebagai hasil kontribusi karyawan dalam

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis employee engagement di

BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis employee engagement di BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN A. Simpulan Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis employee engagement di lingkungan PT PGE. Berdasarkan analisis dan pembahasan penelitian yang dilakukan di

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Kahn (dalam May dkk, 2004) work engagement dalam. pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota organisasi yang melaksanakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Kahn (dalam May dkk, 2004) work engagement dalam. pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota organisasi yang melaksanakan 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keterikatan Kerja (Work Engagement) 1. Pengertian keterikatan kerja Menurut Kahn (dalam May dkk, 2004) work engagement dalam pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota organisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia saat ini sudah mengarah pada human capital, dimana sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia saat ini sudah mengarah pada human capital, dimana sumber daya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia saat ini sudah mengarah pada human capital, dimana sumber daya manusia tidak lagi dianggap sebagai fungsi penunjang (Supporting),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting,

BAB I PENDAHULUAN. rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting, 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam membangun negara yang sejahtera dan mampu menyejahterakan rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting, termasuk di negara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan komitmen afektif dan budaya organisasi. karena mereka menginginkannya (Meyer dan Allen, 1997)

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan komitmen afektif dan budaya organisasi. karena mereka menginginkannya (Meyer dan Allen, 1997) BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijabarkan teori-teori yang menjadi kerangka berfikir dalam melaksanakan penelitian ini. Beberapa teori yang dipakai adalah teori yang berkaitan dengan komitmen

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Penelitian ini mengacu pada bagaimana analisis pengaruh budaya organisasi, kompetensi karyawan dan komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan. 2.1.1 Budaya Organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan global yang semakin ketat dewasa ini mengakibatkan perusahaan membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital (sumber daya manusia)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala kegiatan bisnis dan perekonomian, hal ini menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. segala kegiatan bisnis dan perekonomian, hal ini menyebabkan terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi dunia ditandai dengan semakin pesatnya perkembangan di segala kegiatan bisnis dan perekonomian, hal ini menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Mathis dan Jackson (2006:3), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah rancangan sistem-sistem formal

Lebih terperinci

I. PENGANTAR Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar manusia

I. PENGANTAR Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar manusia I. PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar manusia dapat melakukan peran sebagai pelaksana yang handal dalam proses pembangunan. Sumber daya manusia

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA JOB CRAFTING DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN GENERASI Y DI KANTOR PUSAT PT. BANK BUKOPIN, TBK JAKARTA

HUBUNGAN ANTARA JOB CRAFTING DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN GENERASI Y DI KANTOR PUSAT PT. BANK BUKOPIN, TBK JAKARTA HUBUNGAN ANTARA JOB CRAFTING DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN GENERASI Y DI KANTOR PUSAT PT. BANK BUKOPIN, TBK JAKARTA Rahmani Azizah 15010113140103 Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. yang mendefinisikan work engagement adalah tingkat keterikatan fisik,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. yang mendefinisikan work engagement adalah tingkat keterikatan fisik, BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Work Engagement Konsep engagement atau keterikatan dipopulerkan oleh Kahn (1990) yang mendefinisikan work engagement adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan, kemampuan marketing, dan sumber daya manusia (SDM).

BAB I PENDAHULUAN. keuangan, kemampuan marketing, dan sumber daya manusia (SDM). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karyawan sebagai sumber daya manusia merupakan aset paling penting bagi sebuah perusahaan. Ketatnya persaingan global menuntut perusahaan harus mampu bertahan dan tampil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkontribusi pada organisasi daripada karyawan yang performanya buruk.

BAB I PENDAHULUAN. berkontribusi pada organisasi daripada karyawan yang performanya buruk. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karyawan adalah aset dari sebuah perusahaan. Produktivitas dan keuntungan dari perusahaan tergantung pada bagaimana performa dari karyawan tersebut. Karyawan yang performa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini berada pada pasar berkembang Asia. Hal ini dapat dilihat dengan masuknya pasar AFTA (ASEAN Free Trade Area) dan MEA (Masyarakat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori Landasan teori merupakan bagian yang akan membahas tentang uraian pemecahan masalah yang akan ditemukan pemecahannya melalui pembahasanpembahasan secara teoritis.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Komitmen Organisasi 1.1 Definisi Komitmen Organisasi Kata komitmen berasal dari kata latin yang berarti to connect. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakpastian yang tinggi telah menuntut organisasi-organisasi modern untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakpastian yang tinggi telah menuntut organisasi-organisasi modern untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan ekonomi global yang dicirikan dengan perubahan cepat, dinamika tinggi, permintaan tinggi atas inovasi, dan (karenanya) memiliki tingkat ketidakpastian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen sumber daya manusia (Saks, 2006). Para praktisi organisasi dan para

BAB I PENDAHULUAN. manajemen sumber daya manusia (Saks, 2006). Para praktisi organisasi dan para BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Employee engagement merupakan konsep yang relatif baru bagi manajemen. Konsep ini menjadi sebuah pembahasan yang menarik bagi perkembangan ilmu manajemen sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap organisasi. Banyak usaha dan daya yang dilakukan untuk mengatasi,

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap organisasi. Banyak usaha dan daya yang dilakukan untuk mengatasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi memberikan dampak yang besar terhadap perubahan yang sekarang terjadi. Globalisasi ditandai dengan cepatnya pergerakan manusia, barang, jasa, dan informasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberdayaan 1. Pengertian Pemberdayaan Berbagai macam definisi pemberdayaan (empowerment) dikemukakan oleh para ahli, sebagaimana yang dikutip oleh Rokhman (2003) berikut ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi dan ditunjang perkembangan dunia usaha yang semakin pesat mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masykarakat, bangsa dan negara (Undang-undang Sisdiknas RI

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masykarakat, bangsa dan negara (Undang-undang Sisdiknas RI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah upaya sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangatlah penting karena manusia merupakan penggerak utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. sangatlah penting karena manusia merupakan penggerak utama dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi seperti saat ini, perguruan tinggi negeri, swasta asing maupun swasta dalam negeri berkembang pesat di Indonesia. Perguruan tinggi negeri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. rumah sakit terdapat banyak institusi yang padat karya dengan berbagai sifat, ciri,

BAB 1 PENDAHULUAN. rumah sakit terdapat banyak institusi yang padat karya dengan berbagai sifat, ciri, BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Rumah sakit adalah suatu organisasi yang unik dan kompleks karena di dalam rumah sakit terdapat banyak institusi yang padat karya dengan berbagai sifat, ciri, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fokus penelitian pada keluaran organisasi telah banyak dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Fokus penelitian pada keluaran organisasi telah banyak dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fokus penelitian pada keluaran organisasi telah banyak dilakukan karena dapat dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan organisasi dan tingkat keberlangsungan organisasi

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB)

BAB II URAIAN TEORITIS. Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB) BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB) pernah dilakukan Marfirani (2008) dengan judul penelitian Hubungan Kepuasan Kerja dengan Organizational

Lebih terperinci

Bussiness Ethic and Good Governence [ The Corporate Culture ] Dr. Ahmad Badawi Saluy, SE.,MM

Bussiness Ethic and Good Governence [ The Corporate Culture ] Dr. Ahmad Badawi Saluy, SE.,MM Bussiness Ethic and Good Governence [ The Corporate Culture ] Dr. Ahmad Badawi Saluy, SE.,MM www.mercubuana.ac.id What is Corporate Culture??? Budaya Perusahaan adalah suatu pola asumsi dasar yang dimiliki

Lebih terperinci

hard system dan hard systems means soft systems. Artinya kompabilitas soft

hard system dan hard systems means soft systems. Artinya kompabilitas soft BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak awal tahun 1980-an budaya organisasi menjadi bahan pembicaraan sehari-hari berbagai kalangan. Terutama para praktisi bisnis, manajer dan akademisi. Diawali

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Definisi Budaya Organisasi Geert Hofstede menyatakan bahwa budaya terdiri dari mental program bersama yang mensyaratkan respon individual pada lingkungannya. Definisi tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi yang efektif semakin menyadari bahwa faktor yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi yang efektif semakin menyadari bahwa faktor yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang. Organisasi tidak terlepas dari sumber daya manusia yang ada di dalamnya. Organisasi yang efektif semakin menyadari bahwa faktor yang sangat berkontribusi terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Kemajuan telah dialami oleh manusia, baik yang bersifat keilmuan

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Kemajuan telah dialami oleh manusia, baik yang bersifat keilmuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini zaman mengalami perubahan dan perkembangan yang sangat pesat. Kemajuan telah dialami oleh manusia, baik yang bersifat keilmuan maupun kebudayaan tersebut

Lebih terperinci

7 Prinsip Manajemen Mutu - ISO (versi lengkap)

7 Prinsip Manajemen Mutu - ISO (versi lengkap) 7 Prinsip Manajemen Mutu - ISO 9001 2015 (versi lengkap) diterjemahkan oleh: Syahu Sugian O Dokumen ini memperkenalkan tujuh Prinsip Manajemen Mutu. ISO 9000, ISO 9001, dan standar manajemen mutu terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan melalui hubungan dengan rekan kerja. Oleh karena itu, hubungan

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan melalui hubungan dengan rekan kerja. Oleh karena itu, hubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hampir semua pekerjaan yang ada di dalam setiap organisasi diselesaikan melalui hubungan dengan rekan kerja. Oleh karena itu, hubungan baik antar rekan kerja harus dibina.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kinerja perusahaan Bank BNI maka dapat disimpulkan : praktek-praktek manajemen yang menguatkan budaya-budaya tersebut.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kinerja perusahaan Bank BNI maka dapat disimpulkan : praktek-praktek manajemen yang menguatkan budaya-budaya tersebut. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari pembahasan dalam Bab IV tentang analisis hubungan budaya dan kinerja perusahaan Bank BNI maka dapat disimpulkan : 1. Model survey budaya organisasi Denison

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. KOMITMEN AFEKTIF 1. Pengertian Komitmen Afektif Sheldon (dalam Meyer & Allen, 1997) mendefinisikan komitmen afektif sebagai suatu attitude atau orientasi terhadap organisasi dimana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Komitmen Organisasi. Salim (dalam Martini dan Rostiana, 2003) bahwa komitmen organisasi di

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Komitmen Organisasi. Salim (dalam Martini dan Rostiana, 2003) bahwa komitmen organisasi di 16 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen bukanlah sesuatu yang bisa hadir begitu saja, karena itu untuk menghasilkan karyawan yang memiliki komitmen yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agar tujuan-tujuan organisasi dapat tercapai, maka para pemimpin senior

BAB I PENDAHULUAN. Agar tujuan-tujuan organisasi dapat tercapai, maka para pemimpin senior BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agar tujuan-tujuan organisasi dapat tercapai, maka para pemimpin senior harus dapat mengelola, mempengaruhi, dan memotivasi karyawan-karyawannya agar mau bersama-sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi yang ada dengan arah strategis organisasi. Arah strategis organisasi

BAB I PENDAHULUAN. kondisi yang ada dengan arah strategis organisasi. Arah strategis organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tugas-tugas dan prioritas Manajemen Sumber Daya Manusia berkembang dari waktu ke waktu. Hal ini terjadi karena diperlukannya penyesuaian kondisi yang ada dengan

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN FAMILY SUPPORTIVE SUPERVISORY BEHAVIORS DAN TRUST IN SUPERVISOR DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT

2015 HUBUNGAN FAMILY SUPPORTIVE SUPERVISORY BEHAVIORS DAN TRUST IN SUPERVISOR DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang alasan yang melatarbelakangi peneliti melakukan penelitian. Bab ini meliputi latar belakang penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian,

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA. mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek

BAB II TELAAH PUSTAKA. mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek BAB II TELAAH PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka Pembahasan pada bab ini dimaksudkan untuk memberi penjelasan mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek penelitian termasuk pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setiap organisasi memerlukan sumber daya untuk mencapai usaha yang telah ditentukan. Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting yang terus menerus

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kahn (1990) mendefinisikan engagement sebagai hasrat karyawan

BAB II LANDASAN TEORI. Kahn (1990) mendefinisikan engagement sebagai hasrat karyawan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Work Engagement 2.1.1 Definisi Work Engagement Kahn (1990) mendefinisikan engagement sebagai hasrat karyawan terhadap peran mereka dalam pekerjaan, dimana mereka akan mengikatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang mahasiswa yang belajar di perguruan tinggi akan mendapatkan bekal berupa teori yang telah diterima selama perkuliahan, yang nantinya setelah lulus dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan kehidupan bangsa, hal ini tidak lepas dari peran seorang guru. Guru memiliki peran

Lebih terperinci

PROFESSIONAL IMAGE. Budaya Kerja Humas yang Efektif. Syerli Haryati, S.S. M.Ikom. Modul ke: Fakultas FIKOM. Program Studi Public Relations

PROFESSIONAL IMAGE. Budaya Kerja Humas yang Efektif. Syerli Haryati, S.S. M.Ikom. Modul ke: Fakultas FIKOM. Program Studi Public Relations Modul ke: PROFESSIONAL IMAGE Budaya Kerja Humas yang Efektif Fakultas FIKOM Syerli Haryati, S.S. M.Ikom Program Studi Public Relations www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Professional Image Modul - 10 Syerli

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu metode penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis mengenai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga banyak yang menyebut keterikatan kerja merupakan old wine in

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga banyak yang menyebut keterikatan kerja merupakan old wine in BAB II LANDASAN TEORI A. Keterikatan Kerja 1. Definisi Keterikatan kerja marak dibicarakan di tahun-tahun belakangan ini, namun yang pertama menyebutkan mengenai kosep ini adalah Kahn (1990), sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Era globalisasi mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Era globalisasi mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Era globalisasi mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, perkembangan tersebut menuntut adanya kemajuan dalam kehidupan manusia. Globalisasi memberikan dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang kekuasaan kehakiman di empat lingkungan peradilan, yaitu Peradilan

BAB I PENDAHULUAN. bidang kekuasaan kehakiman di empat lingkungan peradilan, yaitu Peradilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan satu atap memberikan tanggungjawab dan tantangan bagi Mahkamah Agung (MA), karena selain mempunyai posisi dan peran strategis di bidang kekuasaan kehakiman

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh konflik pekerjaan..., Sekar Adelina Rara, FPsi UI, 2009

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh konflik pekerjaan..., Sekar Adelina Rara, FPsi UI, 2009 1 1. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Manajer merupakan seseorang yang berusaha menggapai tujuan organisasi atau perusahaan dengan mengatur orang lain agar bersedia melakukan tugas yang diperlukan untuk

Lebih terperinci

Prinsip-Prinsip Perilaku Korporasi

Prinsip-Prinsip Perilaku Korporasi Ditetapkan September 2005 Direvisi April 2012 Direvisi Oktober 2017 Prinsip-Prinsip Perilaku Korporasi Epson akan memenuhi tanggung jawab sosialnya dengan melaksanakan prinsip prinsip sebagaimana di bawah

Lebih terperinci

MEMBANGUN EMPLOYEE ENGAGEMENT EMPLOYEE ENGAGEMENT. Dian Yanuar Roffanna, S.Psi., M.Psi. Bagian Sumber Daya Manusia

MEMBANGUN EMPLOYEE ENGAGEMENT EMPLOYEE ENGAGEMENT. Dian Yanuar Roffanna, S.Psi., M.Psi. Bagian Sumber Daya Manusia EMPLOYEE ENGAGEMENT Dian Yanuar Roffanna, S.Psi., M.Psi. Bagian Sumber Daya Manusia 1 MENINGKATKAN EMPLOYEE ENGAGEMENT Beberapa pakar organisasi menjelaskan bahwa level keterikatan karyawan (employee engagement)

Lebih terperinci

Pada era globalisasi saat ini, teknologi kesehatan berkembang semakin pesat

Pada era globalisasi saat ini, teknologi kesehatan berkembang semakin pesat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi saat ini, teknologi kesehatan berkembang semakin pesat beriringan dengan munculnya penyakit-penyakit yang semakin kompleks.hal itu menuntut

Lebih terperinci

untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat.

untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat. Perubahan zaman yang semakin berkembang menuntut perusahaanperusahaan untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki budaya yang merupakan ciri khas organisasi

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki budaya yang merupakan ciri khas organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap organisasi memiliki budaya yang merupakan ciri khas organisasi tersebut. Budaya tersebut dapat tercermin pada perilaku para karyawan, kebijakan-kebijakan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang

BAB II LANDASAN TEORI. dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kinerja Kinerja menurut Soetjipto (1997) merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara BAB II LANDASAN TEORI A. KOMITMEN KARYAWAN TERHADAP ORGANISASI 1. Defenisi Komitmen Karyawan terhadap Organisasi Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara individu karyawan

Lebih terperinci

BERIKUT INI ADALAH HAL-HAL YANG TELAH MENJADI KEBIASAAN DI PERUSAHAAN TEMPAT SAYA BEKERJA Variabel Dimensi Indikator Instrumen Budaya Organisasi (X)

BERIKUT INI ADALAH HAL-HAL YANG TELAH MENJADI KEBIASAAN DI PERUSAHAAN TEMPAT SAYA BEKERJA Variabel Dimensi Indikator Instrumen Budaya Organisasi (X) BERIKUT INI ADALAH HAL-HAL YANG TELAH MENJADI KEBIASAAN DI PERUSAHAAN TEMPAT SAYA BEKERJA Variabel Dimensi Indikator Instrumen Budaya Organisasi (X) Misi (Mission) Keterlibatan (Involvement) Arah Strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi juga dapat dikatakan sebagai suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. organisasi juga dapat dikatakan sebagai suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi merupakan sistem dan kegiatan manusia yang saling bekerja sama, organisasi juga dapat dikatakan sebagai suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1. Pengertian Quality of Work Life Kualitas kehidupan kerja atau yang dikenal dengan istilah Quality of Work life (QWL) didefinisikan oleh Nawawi (2001) sebagai program yang mencakup

Lebih terperinci

PERENCANAAN Tujuan Instruksional Materi Pembahasan

PERENCANAAN Tujuan Instruksional Materi Pembahasan PERENCANAAN Tujuan Instruksional Memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai perencanaan, proses pembuatan rencana dan tingkat rencana organisasi serta hambatan-hambatan dalam perencanaan. Materi Pembahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumber pendapatan seseorang dapat berasal dari berbagai hal. Menurut Kiyosaki (2002) terdapat empat sumber untuk mendapat penghasilan, yaitu sebagai karyawan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 343 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Keberadaan Sekolah Islam Terpadu, sejak awal pendiriannya dimaksudkan untuk menjadi sekolah yang konsisten berpijak kepada nilai dan ajaran Islam dalam seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuannya mewujudkan organisasi yang profesional, efektif, efisien,

BAB I PENDAHULUAN. kemampuannya mewujudkan organisasi yang profesional, efektif, efisien, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahkamah Agung (MA) saat ini tengah menghadapi suatu perubahan lingkungan seperti yang tersurat dalam Cetak Biru Pembaharuan Peradilan tahun 2010-2035. MA sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap peningkatan pendapatan Indonesia. Kementerian Pertanian menyatakan bahwa pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi dewasa ini, sebuah perusahaan bertaraf nasional maupun

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi dewasa ini, sebuah perusahaan bertaraf nasional maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi dewasa ini, sebuah perusahaan bertaraf nasional maupun internasional harus bekerja secara kompetitif dengan meningkatkan efektifitas dan efisiensi

Lebih terperinci

LEMBAR KONFIRMASI KOMPETENSI

LEMBAR KONFIRMASI KOMPETENSI LEMBAR KONFIRMASI KOMPETENSI Jabatan/Eselon : Unit Kerja : NO. KOMPETENSI LEVEL KOMPETENSI STANKOM 1 ANALISIS STRATEGI (AS) Mengidentifikasi,menguraikan, 1. Mempelajari informasi yang didapatkan meghubungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok manusia sangat diperlukan untuk dapat bersosialisasi dan bekerja

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok manusia sangat diperlukan untuk dapat bersosialisasi dan bekerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai makhluk sosial pada dasarnya manusia memiliki sifat bersosialisasi, berkomunikasi, bekerja sama, dan membutuhkan keberadaan manusia yang lainnya.

Lebih terperinci

Hubungan employee engagement dan burnout pada karyawan divisi IT

Hubungan employee engagement dan burnout pada karyawan divisi IT Hubungan employee engagement dan burnout pada karyawan divisi IT Nama : Farid Hikmatullah NPM : 12512773 Jurusan : Psikologi Pembimbing : Dr. Intaglia Harsanti, Msi LATAR BELAKANG MASALAH Karyawan divisi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PENELITIAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PENELITIAN DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PENELITIAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Pengertian Manajemen SDM Mananjemen Sumber Daya Manusia adalah kegiatan manajemen berdasarkan fungsinya untuk memperoleh

Lebih terperinci

C A R E E R H O G A N D E V E L O P TIPS- TIPS PENGEMBANGAN UNTUK MANAJEMEN KARIR. Laporan untuk: Sam Poole ID: HC Tanggal: 23 Februari 2017

C A R E E R H O G A N D E V E L O P TIPS- TIPS PENGEMBANGAN UNTUK MANAJEMEN KARIR. Laporan untuk: Sam Poole ID: HC Tanggal: 23 Februari 2017 S E L E C T D E V E L O P L E A D H O G A N D E V E L O P C A R E E R TIPS- TIPS PENGEMBANGAN UNTUK MANAJEMEN KARIR Laporan untuk: Sam Poole ID: HC560419 Tanggal: 23 Februari 2017 2 0 0 9 H O G A N A S

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Kerja 1. Definisi Kepuasan Kerja Setiap orang yang bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan dari tempatnya bekerja. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka yang terlibat dalam kegiatan operasional perusahaan mulai dari tingkat

BAB I PENDAHULUAN. mereka yang terlibat dalam kegiatan operasional perusahaan mulai dari tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya manusia dalam perusahaan memiliki peranan dan fungsi yang sangat penting bagi tercapainya tujuan perusahaan. Sumber daya manusia dalam hal ini mencakup

Lebih terperinci