PERAN OTONOMI TUGAS, UMPAN BALIK, DAN KUALITAS KEHIDUPAN KERJA TERHADAP WORK ENGAGEMENT. Intisari. Winda Nevia Rosa Bagus Riyono

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERAN OTONOMI TUGAS, UMPAN BALIK, DAN KUALITAS KEHIDUPAN KERJA TERHADAP WORK ENGAGEMENT. Intisari. Winda Nevia Rosa Bagus Riyono"

Transkripsi

1 PERAN OTONOMI TUGAS, UMPAN BALIK, DAN KUALITAS KEHIDUPAN KERJA TERHADAP WORK ENGAGEMENT Intisari Winda Nevia Rosa Bagus Riyono Work engagement telah mendapat banyak perhatian dalam beberapa tahun terakhir ini sebagai wujud kebutuhan organisasi terhadap desakan globalisasi. Work engagement merupakan wujud dari motivasi intrinsik individu yang dapat dipengaruhi oleh pekerjaan itu sendiri khususnya dan beberapa hal dalam organisasi secara umum. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah otonomi tugas, umpan balik dan kualitas kehidupan kerja berperan terhadap peningkatan work engagement. Penelitian ini melibatkan sejumlah 103 (N = 103) karyawan PT Pertamina Unit Pengolahan V menggunakan skala Work Engagement, Otonomi Tugas, Umpan Balik, dan Kualitas Kehidupan Kerja. Hipotesis dalam penelitian ini adalah otonomi tugas, umpan balik serta kualitas kehidupan kerja berpengaruh pada peningkatan work engagement. Hasil dari penelitian ini mendukung hipotesis bahwa otonomi tugas, umpan balik, dan kualitas kehidupan kerja berperan positif terhadap work engagement karyawan secara signifikan (R 2 = 0.408; F = ; p < 0.05). Hasil analisis menunjukkan bahwa prediktor terbaik untuk memprediksi work engagement adalah umpan balik (SE = 23.3%; p < 0.05) dengan arah positif yang berarti semakin tinggi umpan balik yang dimiliki dalam suatu pekerjaan maka semakin tinggi pula work engagement pada karyawan. Kata kunci: Work engagemenet, otonomi tugas, umpan balik, kualitas kehidupan kerja Dewasa ini, organisasi dihadapkan oleh lingkungan bisnis yang semakin kompetitif dan cepat berubah. Globalisasi dan cepatnya kemajuan dalam teknologi komunikasi dan informasi yang muncul dalam dua puluh tahun terakhir telah menyebabkan peningkatan yang substansial dalam persaingan antar organisasi (O Toole & Lawler, 2006; Sisodia, Wolfe, & Sheth, 2007; Society for Human Resource Management [SHRM], 2006). Perubahan tersebut diikuti dengan permintaan konsumen terhadap kualitas yang lebih baik, reliabilitas, variasi, penyesuaian, kecepatan, dan kenyamanan pada barang dan jasa. Konsumen juga 1

2 2 mendorong organisasi untuk memiliki standar kinerja yang baru. Karyawan diharapkan agar mempertahankan kinerja berkualitas tinggi dengan meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam kondisi yang tidak menentu dan berubah secara terus-menerus. Sehingga mereka mampu menghadapi peningkatan tekanan untuk melakukan pekerjaan yang banyak dan bekerja dalam waktu yang lebih panjang (Cartwright & Holmes, 2006). Kondisi yang sama juga dialami oleh organisasi-organisasi di Indonesia. Khususnya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang minyak dan gas seperti PT Pertamina, yang saat ini sedang menuju sebagai organisasi kelas dunia. Kondisi tersebut menuntut organisasi untuk mampu bersaing secara efektif, yaitu tidak hanya dengan merekrut bakat-bakat terbaik namun juga harus membangkitkan karyawan untuk menggunakan seluruh kemampuan mereka dalam pekerjaan. Oleh karena itu, PT Pertamina mengharapkan karyawan mereka menunjukkan inisiatif, bertanggung jawab terhadap perkembangan keahliannya, serta memiliki kerelaan dan daya tahan bagi pencapaian visi organisasi. Kebutuhan ini merujuk pada karyawan yang merasa bersemangat dan berdedikasi seperti terikat (engaged) dengan pekerjaannya (Leiter & Bakker, 2010). Work engagement muncul karena adanya sikap positif dari karyawan sehingga akan menimbulkan hasil yang positif pula. Engagement juga dapat memediasi hubungan antara konteks organisasi dan persepsi karyawan terhadap perubahan organisasi (Leiter & Maslach, 2004). Oleh karena itu, karyawan yang terikat dengan pekerjaannya diharapkan mampu menghasilkan kinerja yang

3 3 semakin baik dalam organisasi yang terus berubah. Pengaruh positif yang muncul karena adanya work engagement, menjadikan konsep ini masih menjadi topik yang sering diperbincangkan oleh organisasi-organisasi baik berskala kecil maupun besar. Kebutuhan tersebut semakin tinggi seiring tuntutan perubahan organisasi. Hasil riset dari Jurnal Gallup Management (2001 dalam Agustian, 2012) menunjukkan kenyataan yang berbeda dengan kebutuhan organisasi, yaitu hanya 1 dari 4 atau sekitar atau 26% karyawan merasa engaged, mereka mencintai pekerjaan dan bersemangat untuk datang bekerja. Sementara itu, 2 dari 4 atau sekitar 55% karyawan disengaged, mereka hadir tetapi hati dan pikiran kemanamana, sisanya yaitu 1 dari 5 atau sekitar 19% karyawan actively disengaged, atau bahkan menjadi provokator, mereka menyebarkan kegelisahannya, seberapa jauh mereka tidak puas dengan pimpinannya, rekan kerja atau organisasi pada umumnya. Karyawan yang engaged dengan pekerjaan merupakan salah satu wujud kebutuhan PT Pertamina akan sumber daya manusia yang sesuai visi dan misi organisasi. Organisasi juga telah melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan engagement terhadap pekerjaan dan organisasi. Saat ini Pertamina lebih banyak melakukan upaya untuk meningkatkan engagement terhadap organisasi melalui fungsi-fungsi tertentu, contohnya kompetisi pidato dan inovasi. Namun Pertamina menyadari bahwa anggaran untuk kegiatan tersebut masih terbatas. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa upaya untuk meningkatkan engagement khususnya work engagement belum maksimal dan masih butuh pengembangan.

4 4 Hasil survei terhadap engagement karyawan yang dilakukan oleh PT Pertamina sebanyak 4 kali sejak pertengahan 2012 hingga akhir 2013 khususnya pada Unit Pengolahan menunjukkan bahwa nilai engagement karyawan mengalami penurunan sebesar 4%. Selanjutnya, hasil survei secara keseluruhan menunjukkan bahwa pada karyawan setingkat staff kebawah mempunyai nilai engagement terendah jika dibandingkan kelompok karyawan level lainnya sebesar 74 %. Nilai engagement karyawan selama empat periode cenderung stabil tanpa ada pergerakan yang signifikan. Hal ini berarti bahwa organisasi memerlukan strategi yang tepat untuk meningkatkan engagement karyawan. Studi empiris terhadap job demands-resources dengan work engagement (Xanthopoulou, Bakker, Demerouti, & Schaufeli, 2007; Bakker, Demerouti, & Verbeker, 2004; Bakker, Demerouti, Taris, Schaufeli, Schreurs, 2003), serta hubungan karakteristik pekerjaan dengan work engagement (Saks, 2006) dimana otonomi tugas dan umpan balik sebagai job resources maupun dimensi desain pekerjaan berkorelasi dengan work engagement. Begitu pula halnya dengan kualitas kehidupan kerja memiliki korelasi yang signifikan terhadap munculnya kebanggaan dalam diri karyawan yang menjadi salah satu dimensi dalam work engagement (Normala, 2010; Lau, 2000). Melalui penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa untuk menghasilkan karyawan yang engaged dengan pekerjaannya, perlu adanya usaha untuk meningkatkan motivasi intrinsik para karyawan yang timbul dari rasa tanggung jawab terhadap hasil kerja serta pengetahuan terhadap hasil kerja tersebut. Rasa tanggung jawab terhadap hasil kerja dapat muncul dari adanya otonomi tugas,

5 5 sementara itu pengetahuan terhadap hasil kerja muncul dari adanya umpan balik kinerja (Hackman, 1980). Selain itu, motivasi intrinsik juga dapat difasilitasi oleh upaya sistematik organisasi dalam menunjang kehidupan yang berkualitas. Berdasarkan fakta tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk menguji dan membuktikan apakah otonomi tugas, umpan balik dan kualitas kehidupan kerja berperan terhadap peningkatan work engagement. Penelitian ini juga diharapkan akan memiliki kegunaan sebagai berikut: (1) bagi organisasi mampu memberikan tambahan wawasan mengenai pentingnya peran otonomi, umpan balik, dan kualitas kehidupan kerja sebagai pemenuhan terhadap motivasi intrinsik sehingga karyawan rela bekerja secara gigih, berorientasi pada tujuan, bangga akan pekerjaannya dan larut atau asyik dengan pekerjaannya; (2) bagi dunia akademis dapat memperkaya hasil-hasil penelitian mengenai work engagement dan antesedennya. Engagement dapat dijelaskan melalui Self-Determination Theory (SDT) yang bersumber dari teori motivasi intrinsik oleh Deci dan Ryan (1985; 2000). SDT menggabungkan beberapa faktor-faktor individu dan sosial sehingga membentuk engagement individu dan perkembangan positif. Motivasi intrinsik menyangkut pada actively engagement terhadap tugas-tugas yang menarik dan mampu mendorong individu untuk berkembang. Actively engagement terjadi ketika individu merasa tertarik dengan pekerjaannya dan memiliki kepuasan, sehingga dapat mewujudkan kompetensi, otonomi, dan relasi yang nantinya dapat memprediksi munculnya engagement dan kesejahteraan (Deci & Ryan, 2000).

6 6 Engagement bukan sekedar keadaan yang sesaat dan spesifik seperti emosi, namun mengacu pada keadaaan afeksi-motivasi yang menetap dan tidak fokus terhadap objek, peristiwa atau perilaku tertentu. Macey dan Schneider (2008) menjelaskan engagement sebagai suatu kondisi yang diharapkan, memiliki tujuan organisasi, dan keterlibatan yang berarti, komitmen, semangat, antusiasme, upaya sungguh-sungguh, dan energi sehingga memiliki komponen sikap dan perilaku. Work engagement meliputi dimensi dasar motivasi intrinsik, yang memastikan perilaku dengan keaktifan tinggi berorientasi pada tujuan dan gigih dalam mencapai tujuan bersama (semangat) serta merasa antusias, diidentifikasi dengan adanya rasa bangga terhadap pekerjaan individu (dedikasi), identifikasi dan bertujuan. Oleh karena itu dapat diharapkan dengan tingginya tingkat engagement maka semakin tinggi pula kinerja proaktif sebagai inisiatif pribadi (Salanova & Schaufeli, 2008). Engagement yang muncul dari dalam diri akan membawa karyawan untuk melibatkan kognisi, emosi, perhatian dan keasyikan mental seorang karyawan (Kahn, 1990; Saks, 2006; Shuck & Wollard, 2010) yang diarahkan kepada meningkatnya produktivitas organisasi (Schaufeli & Bakker, 2004). Sementara itu, model engagement lain terdapat dalam literatur mengenai burnout yang mendeskripsikan work engagement sebagai antitesis positif (Maslach, Schaufeli, & Leiter, 2001). Maslach, dkk. berpendapat bahwa work engagement berhubungan dengan beban kerja yang seimbang, kebebasan memilih

7 7 dan mengendalikan, upah dan penghargaan yang pantas, komunitas kerja yang mendukung kewajaran dan keadilan, serta pekerjaan yang berarti dan bernilai. Pada dasarnya, masih terdapat kesamaan dalam definisi yang beragam terhadap konsep engagement di antara akademisi dan praktisi (Mills, Culberstson, & Fullagar, 2012). Namun penelitian ini lebih fokus terhadap engagement yang dikembangkan oleh Schaufeli, Salanova, Gonzalez-Roma dan Bakker (2002), yang lebih dikenal sebagai work engagement. Work engagement merupakan bentuk keadaan pikiran yang positif dan sungguh-sungguh terkait pekerjaan, yang dicirikan oleh semangat, dedikasi dan keasyikan. Semangat ditandai oleh tingginya tingkat energi dan ketahanan mental, kemauan untuk mencurahkan usaha, dan ketekunan bahkan ketika menghadapi kesulitan saat bekerja. Dedikasi mengacu pada kesungguhan untuk melibatkan diri dan merasa bermakna, antusiasme, inspirasi, kebanggaan, dan tantangan dalam pekerjaan. Keasyikan ditandai dengan berkonsentrasi penuh dan secara senang hati menikmati pekerjaan, dimana waktu berlalu dengan cepat dan sulit untuk memisahkan diri dari pekerjaannya (Schaufeli, dkk., 2002). Blessing White (2011) melaporkan bahwa karyawan yang merasa engaged tidak hanya berkomitmen, bergairah ataupun bangga, namun mereka juga memiliki garis pandang terhadap masa depan serta misi dan cita-cita organisasi. Organisasi Caterpillar telah merasakan bukti nyata keuntungan yang diperoleh organisasi dari adanya engagement, mereka telah berhasil menghemat biaya turnover karyawan sebanyak $8,8 juta dari adanya peningkatan proporsi engagement karyawan di salah satu pabrik mereka yang berada di Eropa. Selain

8 8 itu, ada peningkatan hasil produksi sebesar 70% selama kurang dari empat bulan di pabrik Asia Pasifik (Vance, 2006). Ketika engaged, karyawan merasa terdorong untuk berusaha mencapai tujuan yang menantang dan mereka menginginkan kesuksesan. Lebih jauh, work engagement mencerminkan energi karyawan yang mendorong mereka untuk bekerja. Karyawan yang engaged tidak hanya mampu menjadi giat, namun juga melekat secara emosional dengan organisasi, berkomitmen, secara antusias mencurahkan energi untuk benar-benar terlibat dalam bekerja, melebihi perjanjian kontrak kerja demi kesuksesan organisasi mereka (Leiter & Bakker, 2010; Markos & Sridevi, 2010; Mone, Eisinger, Guggenheim, Price & Stine, 2011). Hasil penelitian dan literatur akademik mengatakan bahwa engagement berhubungan, namun juga berbeda dengan konstruk lain dalam perilaku organisasi. Salah satu pendapat dikemukakan oleh Saks (2006), bahwa komitmen organisasi berbeda dengan engagement. Komitmen organisasi mengarah pada sikap dan kedekatan seseorang terhadap organisasi. Engagement bukanlah suatu sikap; engagement adalah suatu tingkatan, dimana individu memiliki perhatian yang lebih dalam dan menikmati kinerja peran-peran mereka di pekerjaan. Engagement juga berbeda dengan keterlibatan kerja. Menurut May, Gilson dan Harter (2004), keterlibatan kerja adalah hasil dari penilaian kognitif tentang kebutuhan untuk memenuhi kepuasan kemampuan dalam bekerja dan berkaitan dengan citra diri orang tersebut. Engagement berkaitan dengan bagaimana individu mempekerjakan diri mereka terhadap kinerja pekerjaan mereka, melibatkan penggunaan perasaan dan perilaku secara aktif dan juga pemikiran.

9 9 Menurut teori motivasional Herzberg, kepuasan kerja ditentukan oleh dua faktor yang berbeda, yaitu faktor motivator (meliputi prestasi, pengakuan, karakteristik pekerjaan, tanggung jawab dan promosi) dan faktor higiene (meliputi kebijakan organisasi, supervisi, gaji, hubungan interpersonal ditempat kerja dan kondisi kerja) (Hackman & Oldham, 1976). Berdasarkan teori ini, dengan meningkatkan faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan akan mendorong karyawan lebih puas dan termotivasi untuk melakukan pekerjaannya (Robbins & Judge, 2009). Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dikatakan hanya pekerjaan yang menantanglah yang memberikan kesempatan untuk berprestasi, penghargaan, tingkat kemajuan dan perkembangan yang akan memotivasi pekerja (Garg & Rastogi, 2006). Sejalan dengan itu, penelitian sebelumnya (Xanthopoulou, dkk., 2007; Saks, 2006; Bakker, dkk., 2004; Bakker, dkk., 2003) menunjukkan bahwa job resources seperti otonomi dan umpan balik kinerja berkorelasi positif dengan work engagement. Otonomi tugas dan umpan balik kinerja merupakan job resource pada tingkat tugas (Bakker, Demerouti, Hakanen, & Xanthopoulou, 2007). Demerouti, Bakker, Nachreiner, dan Schaufeli (2001) memaparkan bahwa job resources berfungsi untuk memenuhi keperluan tugas, dengan demikian dapat mengurangi kerugian fisiologis dan/atau psikologis yang terkait, dan pada saat yang sama mendorong pertumbuhan dan perkembangan individu. Kedua tipe job resources tersebut menjadi bagian penting dalam mayoritas pekerjaan (Bakker & Demerouti, 2007) yang akan diuji dalam penelitian ini. Sementara itu, beberapa

10 10 penelitian menjelaskan bahwa otonomi tugas dan umpan balik sebagai dimensi dalam karakteristik pekerjaan juga menjadi prediktor yang signifikan terhadap munculnya work engagement (Saks, 2006; May, dkk., 2004; & Nusatria, 2011). Hackman dan Oldham (1975) membagi karakteristik jabatan ke dalam lima dimensi yaitu: variasi keterampilan, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi tugas, dan umpan balik. Otonomi tugas ialah sejauh mana pekerjaan tersebut memberikan kesempatan pada karyawan untuk merasakan kebebasan, ketidaktergantungan, dan keleluasaan untuk menentukan dan menjadwalkan prosedur yang digunakan sebagai wujud penyelesaian tugas. Sementara itu, umpan balik yaitu sejauh mana individu menerima informasi yang jelas dan langsung mengenai performanya dalam pemenuhan pekerjaan. Menurut teori Model Karakteristik Pekerjaan (Hackman & Oldham, 1975; 1976; Hackman, 1980), otonomi tugas dan umpan balik dari pekerjaan akan menghasilkan keadaan psikologis tertentu. Otonomi berhubungan dengan pengalaman tanggung jawab terhadap hasil kerja, sementara itu umpan balik dari pekerjaan akan sangat berhubungan dengan pengetahuan mengenai hasil nyata dari kegiatan bekerja (Hackman, 1980). Salah satu bentuk otonomi tugas pada divisi HRD ialah mereka diberikan keleluasaan untuk merancang pelatihan mengenai sumber daya manusia yang dibutuhkan oleh karyawan. Selain otonomi tugas dan umpan balik pekerjaan, kualitas kehidupan kerja juga ikut berpengaruh terhadap tingkat work engagement. Work engagement dapat dipengaruhi oleh bagaimana individu memaknai dirinya tidak hanya terhadap pekerjaan namun juga lingkungan kerjanya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh

11 11 Kanten dan Sadullah (2012) menunjukkan bahwa kualitas kehidupan kerja berpengaruh terhadap work engagement pada karyawan. Sejalan dengan itu, hasil studi pada perawat menyebutkan bahwa organisasi dapat berkontribusi meningkatkan work engagement dengan menciptakan pengalaman kerja yang mendukung, konsisten serta efektifitas manajemen sumber daya manusia (Burke, Koyunco, Tekinkus, Bektas, dan Fiksenbaum, 2012), mengatur tuntutan pekerjaan dan dukungan organisasi (Van der Colff & Rothmann, 2009). Lebih lanjut, Cascio (2006) menyatakan bahwa organisasi perlu untuk menciptakan suasana kerja seperti partisipasi dalam pengambilan keputusan, rasa aman terhadap lingkungan kerja, komunikasi yang baik antar pegawai dan maupun dengan atasan, karir yang berkembang dan memiliki rasa bangga terhadap pekerjaan. Suasana kerja seperti ini selanjutnya dapat menimbulkan kualitas kehidupan kerja yang baik sehingga pada akhirnya akan meningkatkan engagement karyawan terhadap pekerjaan. Selama dekade terakhir, konsep QWL dilihat secara berbeda oleh beberapa ahli yaitu sebagai sebuah variabel, pendekatan, serangkaian metode, perubahan, dan topik yang etis (Nadler & Lawler, 1983). Kualitas kehidupan kerja dilihat sebagai cara berpikir tentang orang-orang, pekerjaan, dan organisasi. elemen khas yang terkandung di dalamnya yaitu (1) kekhawatiran tentang dampak bekerja pada orang sama halnya dengan efektivitas organisasi, dan (2) gagasan berpartisipasi dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan organisasi (Nadler dan Lawler, 1983).

12 12 Konsep kualitas kehidupan kerja menurut Siagian (2008) sebagai upaya sistematis dalam kehidupan organisasi melalui sejauhmana karyawan diberikan kesempatan untuk turut berperan menentukan cara mereka bekerja dan sumbangan yang diberikan kepada organisasi dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasarannya. Sementara itu, Walton (1975, dalam Timossi, Pedroso, Francisco, & Pilatti, 2008) memberikan penjelasan bahwa kualitas kehidupan kerja sebagai cara penting untuk menyelamatkan nilai-nilai manusia dan lingkungan yang telah diabaikan dalam mendukung produktivitas kemajuan teknologi dan pertumbuhan ekonomi. Penjelasan tersebut lebih sesuai dengan konteks penelitian ini. Selanjutnya, Walton membagi dimensi kualitas kehidupan kerja sebagai berikut: (1) kompensasi yang layak dan adil (misalnya, remunerasi yang adil, upah yang seimbang, partisipasi pada hasil, keuntungan ekstra), (2) keamanan dan kesehatan lingkungan (misalnya, perjalanan mingguan, beban kerja, proses teknologi, kesehatan yang baik, kelelahan, peralatan yang mendukung), (3) pengembangan kapasitas manusia (misalnya, otonomi, kepentingan tugas, evaluasi kinerja, tanggung jawab yang diberikan), (4) perkembangan dan keamanan (misalnya, perkembangan profesi, pelatihan, pengunduran diri, dorongan untuk belajar), (5) integrasi sosial (misal, diskriminasi, hubungan interpersonal, perjanjian tim), (6) konstitusional (misalnya, kebijakan karyawan, kebebasan bereksperasi, diskusi dan tata tertib, menghargai privasi), (7) rentang hidup keseluruhan (misalnya, pengaruh terhadap rutinitas keluarga, waktu luang, waktu bekerja dan istirahat), (8) relevansi sosial (misalnya, bangga dengan

13 13 pekerjaan, citra organisasi, kejujuran komunitas, kualitas produk atau layanan, politik sumber daya manusia). Beberapa penelitian melihat kualitas kehidupan kerja sebagai upaya untuk memenuhi kepuasan kerja karyawan. Keterkaitan antara kualitas kehidupan kerja dengan kepuasan kerja dapat terlihat dari adanya penurunan turnover, berkurangnya kemangkiran dan keterlambatan, rendahnya tingkat keluhan, pencurian di tempat kerja, dan meningkatnya kewarganegaraan bersosial (seperti kesediaan menolong karyawan lain dan pelanggaran serta menjadi lebih kooperatif) (Almalki, Fitzgerald, & Clark, 2012; Cohen, Chang, & Ledford, 1997, Yolder, 1995; MacRobert, Schmele, & Honsen, 1993). Tingkat kualitas kehidupan kerja yang tinggi menjadi bagian penting bagi organisasi untuk meningkatkan citranya dalam menarik dan mempertahankan karyawannya (Kanten & Sadullah, 2012; Almalki, dkk., 2012; Jagannathan & Akhila, 2009). Beberapa hasil penelitian menjelaskan efek positif dari adanya kualitas kehidupan kerja adalah engagement, produktifitas perawat, dedikasi, loyalitas, dan (Kanten & Sadullah, 2012; Sirgy, Efraty, Siegel, & Lee, 2001; Nayeri, Salehi, & Noghabi, 2011), tingginya tingkat kepuasan kerja pada beberapa aspek kehidupan kerja, komitmen (Huang, Lawler, & Lei, 2007, Normala, 2010; Wilcock & Wright, 1991; Zin. 2004), kinerja, pertumbuhan dan profitabilitas organisasi (Lau, 2000),. Berdasarkan penjelasan di atas, kebanyakan penelitian fokus terhadap hubungan kualitas kehidupan kerja dengan beberapa variabel seperti kepuasan kerja, komitmen organisasi, kinerja, intensi turnover, hubungan karyawan dan

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. arus globalisasi, tak terkecuali Indonesia. Indonesia merupakan salah satu

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. arus globalisasi, tak terkecuali Indonesia. Indonesia merupakan salah satu 1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pada masa ini tak ada satu pun negara dapat menghindarkan diri dan arus globalisasi, tak terkecuali Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara yang turut serta

Lebih terperinci

Salah satu tantangan terbesar perusahaan dalam persaingan di pasar global. engaged menjadi sangat berharga dalam mendukung kinerja perusahaan karena

Salah satu tantangan terbesar perusahaan dalam persaingan di pasar global. engaged menjadi sangat berharga dalam mendukung kinerja perusahaan karena 1 Salah satu tantangan terbesar perusahaan dalam persaingan di pasar global adalah mempertahankan karyawan yang berkualitas. Karyawan potensial yang engaged menjadi sangat berharga dalam mendukung kinerja

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak

PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak PENDAHULUAN Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak dilakukan di bidang human resource development (HRD) (Chalofsky

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. yang mendefinisikan work engagement adalah tingkat keterikatan fisik,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. yang mendefinisikan work engagement adalah tingkat keterikatan fisik, BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Work Engagement Konsep engagement atau keterikatan dipopulerkan oleh Kahn (1990) yang mendefinisikan work engagement adalah

Lebih terperinci

untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat.

untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat. Perubahan zaman yang semakin berkembang menuntut perusahaanperusahaan untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010).

BAB II LANDASAN TEORI. memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010). BAB II LANDASAN TEORI A. Employee Engagement 1. Pengertian Employee Engagement Kata engage memiliki berbagai makna dan banyak peneliti yang memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap peningkatan pendapatan Indonesia. Kementerian Pertanian menyatakan bahwa pada tahun

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI BAB 2 TINJAUAN REFERENSI 2.1 Keterikatan Kerja 2.1.1 Keterikatan Kerja Pada dasarnya keterikatan kerja merupakan beberapa istilah dari job engagement, dan employee engagement. Menurut Schaufeli et al.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang ini tingkat persaingan bisnis semakin tinggi, terutama dalam memasuki era globalisasi. Pesaing yang muncul bukan hanya kalangan dalam negeri namun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Employee Engagement 2.1.1 Pengertian Employee Engagement Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel mereka, tetapi belum ada definisi jelas mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Keterikatan kerja selalu menjadi isu penting di dalam dunia kerja, hal ini sangat berkaitan dengan kualitas Sumber Daya Manusia yang kemudian akan menentukan keberhasilan dan kemajuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. seseorang. Menurut Wexley dan Yukl (2005: 129) kepuasan kerja adalah cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. seseorang. Menurut Wexley dan Yukl (2005: 129) kepuasan kerja adalah cara BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Kerja 1. Definisi Kepuasan Kerja Menurut Kinicki dan Kreitner (2014 : 169) kepuasan kerja adalah sebuah tanggapan afektif atau emosional terhadap berbagai segi pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan global yang semakin ketat dewasa ini mengakibatkan perusahaan membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital (sumber daya manusia)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan, kemampuan marketing, dan sumber daya manusia (SDM).

BAB I PENDAHULUAN. keuangan, kemampuan marketing, dan sumber daya manusia (SDM). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karyawan sebagai sumber daya manusia merupakan aset paling penting bagi sebuah perusahaan. Ketatnya persaingan global menuntut perusahaan harus mampu bertahan dan tampil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi ini mengharuskan setiap

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi ini mengharuskan setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi ini mengharuskan setiap organisasi berupaya menciptakan keunggulan-keunggulan kompetitif dimana keunggulan

Lebih terperinci

Abstrak. Faivina Rahmawati Fajrin Bagus Riyono

Abstrak. Faivina Rahmawati Fajrin Bagus Riyono Abstrak Faivina Rahmawati Fajrin Bagus Riyono Sumber daya manusia memiliki peran yang sangat penting dalam pencapaian tujuan perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan perlu memperhatikan kualitas kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan multinasional. Beberapa perusahaan telah mendirikan pabrik-pabrik baru di

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan multinasional. Beberapa perusahaan telah mendirikan pabrik-pabrik baru di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang telah menjadikannya lahan baru bagi perusahaan multinasional. Beberapa perusahaan telah mendirikan pabrik-pabrik baru di

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job

BAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job 9 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisikan tentang teori-teori yang digunakan untuk mendukung dan menjelaskan variabel dalam penelitian. Pembahasan dalam bab ini dimulai dari pembahasan komitmen organisasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangatlah penting karena manusia merupakan penggerak utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. sangatlah penting karena manusia merupakan penggerak utama dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi seperti saat ini, perguruan tinggi negeri, swasta asing maupun swasta dalam negeri berkembang pesat di Indonesia. Perguruan tinggi negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala kegiatan bisnis dan perekonomian, hal ini menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. segala kegiatan bisnis dan perekonomian, hal ini menyebabkan terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi dunia ditandai dengan semakin pesatnya perkembangan di segala kegiatan bisnis dan perekonomian, hal ini menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi memaksa setiap organisasi berupaya menciptakan keunggulankeunggulan

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi memaksa setiap organisasi berupaya menciptakan keunggulankeunggulan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan yang semakin tajam timbul dari perkembangan teknologi dan globalisasi memaksa setiap organisasi berupaya menciptakan keunggulankeunggulan kompetitif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkontribusi pada organisasi daripada karyawan yang performanya buruk.

BAB I PENDAHULUAN. berkontribusi pada organisasi daripada karyawan yang performanya buruk. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karyawan adalah aset dari sebuah perusahaan. Produktivitas dan keuntungan dari perusahaan tergantung pada bagaimana performa dari karyawan tersebut. Karyawan yang performa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah. serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah. serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Iklim Organisasi 2.1.1 Pengertian Iklim Organisasi Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen sumber daya manusia (Saks, 2006). Para praktisi organisasi dan para

BAB I PENDAHULUAN. manajemen sumber daya manusia (Saks, 2006). Para praktisi organisasi dan para BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Employee engagement merupakan konsep yang relatif baru bagi manajemen. Konsep ini menjadi sebuah pembahasan yang menarik bagi perkembangan ilmu manajemen sumber

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga banyak yang menyebut keterikatan kerja merupakan old wine in

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga banyak yang menyebut keterikatan kerja merupakan old wine in BAB II LANDASAN TEORI A. Keterikatan Kerja 1. Definisi Keterikatan kerja marak dibicarakan di tahun-tahun belakangan ini, namun yang pertama menyebutkan mengenai kosep ini adalah Kahn (1990), sehingga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah BAB II LANDASAN TEORI A. Employee Engagement 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah engagement pertama kali digunakan dalam setting pekerjaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya, dengan keadaan yang selalu berkembang maka setiap perusahaan baik

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya, dengan keadaan yang selalu berkembang maka setiap perusahaan baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Persaingan di dalam dunia bisnis selalu mengalami perkembangan setiap tahunnya, dengan keadaan yang selalu berkembang maka setiap perusahaan baik perusahaan swasta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang bernama Gallup pada tahun 1990-an. Menurut survei Global,

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang bernama Gallup pada tahun 1990-an. Menurut survei Global, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asal-usul kemunculan employee engagement dalam dunia bisnis tidak sepenuhnya jelas. Pertama kali yang menggunakan ide tersebut adalah sebuah organisasi yang bernama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi dan ditunjang perkembangan dunia usaha yang semakin pesat mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu strategi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA JOB CRAFTING DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN GENERASI Y DI KANTOR PUSAT PT. BANK BUKOPIN, TBK JAKARTA

HUBUNGAN ANTARA JOB CRAFTING DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN GENERASI Y DI KANTOR PUSAT PT. BANK BUKOPIN, TBK JAKARTA HUBUNGAN ANTARA JOB CRAFTING DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN GENERASI Y DI KANTOR PUSAT PT. BANK BUKOPIN, TBK JAKARTA Rahmani Azizah 15010113140103 Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakpastian yang tinggi telah menuntut organisasi-organisasi modern untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakpastian yang tinggi telah menuntut organisasi-organisasi modern untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan ekonomi global yang dicirikan dengan perubahan cepat, dinamika tinggi, permintaan tinggi atas inovasi, dan (karenanya) memiliki tingkat ketidakpastian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan UU No.8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan UU No.8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Pokok Kepegawaian No.43 Tahun 1999 Tentang Perubahan UU No.8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai Negeri Sipil adalah unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kankan Sopyan, 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kankan Sopyan, 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan aset terpenting organisasi karena perannya sebagai pelaksana kebijakan dan kegiatan operasional dalam mencapai tujuan organisasi. Berhasil

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar belakang

1 PENDAHULUAN Latar belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar belakang Organisasi menghadapi persaingan yang amat ketat dan kompetitif saat ini. Globalisasi, perkembangan komunikasi dan teknologi informasi yang terjadi cepat selama 20 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini diawali dengan latar belakang peneliti dalam pemilihan topik

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini diawali dengan latar belakang peneliti dalam pemilihan topik BAB I PENDAHULUAN Bab ini diawali dengan latar belakang peneliti dalam pemilihan topik penelitian. Latar belakang masalah berisi pemaparan mengenai isu konseptual employee engagement dan isu kontekstualnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peralatan, standar profesi dan peningkatan manajemen rumah sakit. Manajemen sumber

BAB I PENDAHULUAN. peralatan, standar profesi dan peningkatan manajemen rumah sakit. Manajemen sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional telah diarahkan untuk tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Work Engagement BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Pengertian Work Engagement Menurut Macey & Scheneider (2008), engagement yakni rasa seseorang terhadap tujuan dan energi yang terfokus, memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB XIII TEKNIK MOTIVASI

BAB XIII TEKNIK MOTIVASI BAB XIII TEKNIK MOTIVASI Tim LPTP FIA - UB 13.1 Pendahuluan Tantangan : 1. Volume kerja yang meningkat 2. Interaksi manusia yang lebih kompleks 3. Tuntutan pengembangan kemampuan sumber daya insani 4.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masykarakat, bangsa dan negara (Undang-undang Sisdiknas RI

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masykarakat, bangsa dan negara (Undang-undang Sisdiknas RI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah upaya sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. 1. Pengertian Kinerja. tujuan organisasi (Viswesvaran & Ones, 2000). McCloy et al. (1994)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. 1. Pengertian Kinerja. tujuan organisasi (Viswesvaran & Ones, 2000). McCloy et al. (1994) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kinerja 1. Pengertian Kinerja Kinerja didefinisikan sebagai tindakan yang hasilnya dapat dihitung, selain itu juga dapat didefinisikan sebagai hasil kontribusi karyawan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Era globalisasi mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Era globalisasi mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Era globalisasi mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, perkembangan tersebut menuntut adanya kemajuan dalam kehidupan manusia. Globalisasi memberikan dampak

Lebih terperinci

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN OUTSOURCING DIVISI KARTU KREDIT PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK.

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN OUTSOURCING DIVISI KARTU KREDIT PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK. STUDI DESKRIPTIF MENGENAI WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN OUTSOURCING DIVISI KARTU KREDIT PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK. NADHIRA DANESSA M. ABSTRAK Bank Rakyat Indonesia (BRI) merupakan perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki berbagai tujuan. Untuk mencapai tujuannya,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki berbagai tujuan. Untuk mencapai tujuannya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap organisasi memiliki berbagai tujuan. Untuk mencapai tujuannya, organisasi biasanya berusaha meningkatkan produktifitas, kemampuan berinovasi, dan kemampuan

Lebih terperinci

yang memiliki peran penting dalam perusahaan karena mereka akan berhubungan dengan para pelanggan. Dalam masyarakat, karyawan pemasaran sering kali

yang memiliki peran penting dalam perusahaan karena mereka akan berhubungan dengan para pelanggan. Dalam masyarakat, karyawan pemasaran sering kali 2 structural equation model (SEM) to examine the relationship and the effects of independent variable to the dependent variable by the presence of mediator variable. The result of this research was that

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Berdasarkan kamus Webster (2007), etos didefinisikan sebagai keyakinan. secara khas dalam perilaku kerja mereka (Sinamo, 2002).

BAB II LANDASAN TEORI. Berdasarkan kamus Webster (2007), etos didefinisikan sebagai keyakinan. secara khas dalam perilaku kerja mereka (Sinamo, 2002). BAB II LANDASAN TEORI A. ETOS KERJA 1. Pengertian Etos Kerja Berdasarkan kamus Webster (2007), etos didefinisikan sebagai keyakinan yang berfungsi sebagai panduan tingkah laku bagi seseorang, sekelompok,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting,

BAB I PENDAHULUAN. rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting, 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam membangun negara yang sejahtera dan mampu menyejahterakan rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting, termasuk di negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang teori-teori yang akan digunakan dalam penelitian. Selain itu juga akan dibahas tentang definisi, aspek dan karakteristik, faktor-faktor yang mempengaruhi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi. Penelitian mengenai engagement dalam pekerjaan yang berkembang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi. Penelitian mengenai engagement dalam pekerjaan yang berkembang 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Work Engagement A.1. Definisi Work Engagement Istilah engagement dalam konteks peran kerja karyawan mulai dibicarakan sejak lima belas tahun yang lalu dalam berbagai literatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beban operasional perusahaan sehingga mengakibatkan jumlah jabatan struktural

BAB I PENDAHULUAN. beban operasional perusahaan sehingga mengakibatkan jumlah jabatan struktural BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini dinamika lingkungan perusahaan menunjukkan persaingan yang ketat. Sehingga banyak perusahaan berusaha menjadikan organisasi mereka menjadi lebih efisien.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Keterikatan kerja atau yang sering disebut engagement

BAB II LANDASAN TEORI. Keterikatan kerja atau yang sering disebut engagement BAB II LANDASAN TEORI A. Keterikatan Kerja 1. Definisi Keterikatan Kerja Keterikatan kerja atau yang sering disebut engagement dinyatakan Vazirani (2007) sebagai tingkat komitmen dan keterlibatan yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Bab ini berisi uraian berbagai teori tentang kepuasan kerja yang menjadi dasar dalam penelitian ini. Pertama-tama akan dibahas tentang kepuasan kerja, kemudian diikuti

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA. mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek

BAB II TELAAH PUSTAKA. mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek BAB II TELAAH PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka Pembahasan pada bab ini dimaksudkan untuk memberi penjelasan mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek penelitian termasuk pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumber pendapatan seseorang dapat berasal dari berbagai hal. Menurut Kiyosaki (2002) terdapat empat sumber untuk mendapat penghasilan, yaitu sebagai karyawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inovatif. Kompetisi yang terjadi menuntut organisasi untuk senantiasa mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inovatif. Kompetisi yang terjadi menuntut organisasi untuk senantiasa mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi menghadapi tantangan berupa perubahan yang terjadi terus-menerus. Perubahan ini memunculkan kompetisi antar organisasi untuk menghasilkan produk yang inovatif.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perusahaan akan berjalan baik dengan adanya sumber daya manusia.

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perusahaan akan berjalan baik dengan adanya sumber daya manusia. BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAH Perusahaan akan berjalan baik dengan adanya sumber daya manusia. Sumber daya manusia diperlukan agar perusahaan dapat memproduksi barang atau jasa. Hambatan perusahaan

Lebih terperinci

MEMBANGUN EMPLOYEE ENGAGEMENT EMPLOYEE ENGAGEMENT. Dian Yanuar Roffanna, S.Psi., M.Psi. Bagian Sumber Daya Manusia

MEMBANGUN EMPLOYEE ENGAGEMENT EMPLOYEE ENGAGEMENT. Dian Yanuar Roffanna, S.Psi., M.Psi. Bagian Sumber Daya Manusia EMPLOYEE ENGAGEMENT Dian Yanuar Roffanna, S.Psi., M.Psi. Bagian Sumber Daya Manusia 1 MENINGKATKAN EMPLOYEE ENGAGEMENT Beberapa pakar organisasi menjelaskan bahwa level keterikatan karyawan (employee engagement)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efektifitas pengelolaan sumber daya manusia. Organisasi yang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. efektifitas pengelolaan sumber daya manusia. Organisasi yang berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi saat ini mengalami kelangkaan sumber daya berkualitas dan persaingan yang terus meningkat. Efektifitas organisasi tidak terlepas dari efektifitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta pertumbuhan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta pertumbuhan ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor perbankan memegang peranan penting dalam usaha pengembangan disektor ekonomi, dan juga berperan dalam meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Komitmen Organisasi 1.1 Definisi Komitmen Organisasi Kata komitmen berasal dari kata latin yang berarti to connect. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Jenjang pendidikan

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1. Pengertian Quality of Work Life Kualitas kehidupan kerja atau yang dikenal dengan istilah Quality of Work life (QWL) didefinisikan oleh Nawawi (2001) sebagai program yang mencakup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organizational Citizenship Behavior 2.1.1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational citizenship behavior

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi menimbulkan persaingan yang ketat diantara perusahaanperusahaan untuk mendapatkan pangsa pasar yang dibidiknya. Dengan adanya globalisasi maka dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan kehidupan bangsa, hal ini tidak lepas dari peran seorang guru. Guru memiliki peran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. perusahaan yang penting seperti pabrik, atau suatu organisasi secara keseluruhan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. perusahaan yang penting seperti pabrik, atau suatu organisasi secara keseluruhan. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Iklim organisasi (Organizational climate) Menurut Davis dan Newstrom (1985) iklim organisasi adalah lingkungan didalam mana para pegawai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut setiap organisasi perusahaan untuk senantiasa meningkatkan kualitas demi meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pencapaian tujuan organisasi.

Lebih terperinci

dengan sumber daya manusianya. Hal tersebut membuat sikap kerja karyawan menjadi hal yang penting untuk diperhatikan oleh organisasi.

dengan sumber daya manusianya. Hal tersebut membuat sikap kerja karyawan menjadi hal yang penting untuk diperhatikan oleh organisasi. 2 Penentu keberhasilan dan pencapaian tujuan organisasi selalu berkaitan dengan sumber daya manusianya. Hal tersebut membuat sikap kerja karyawan menjadi hal yang penting untuk diperhatikan oleh organisasi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan organisasi yang semakin kompleks dan kompetitif menuntut setiap organisasi untuk bersikap lebih responsif agar dapat bertahan dan terus berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satunya adalah cabang Solo Raya dan Madiun Raya. Pada bulan April 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satunya adalah cabang Solo Raya dan Madiun Raya. Pada bulan April 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pergantian manajer wilayah yang terjadi pada BUMN adalah suatu hal yang biasa terjadi, salah satunya pada PT. Kimia Farma, Tbk. Pergantian manajer wilayah tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perusahaan yang siap berkompetisi harus memiliki manajemen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perusahaan yang siap berkompetisi harus memiliki manajemen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan yang siap berkompetisi harus memiliki manajemen yang efektif. Untuk meningkatkan kinerja karyawan dalam manajemen yang efektif memerlukan dukungan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1. Latar Belakang Masalah. informasi ini adalah lahirnya era globalisasi. Munculnya era globalisasi dan

BAB I PENGANTAR. 1. Latar Belakang Masalah. informasi ini adalah lahirnya era globalisasi. Munculnya era globalisasi dan 1 BAB I PENGANTAR 1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, kemajuan demi kemajuan terjadi di setiap sendi-sendi kehidupan. Begitu pula dengan teknologi informasi yang semakin berkembang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Employee engagement merupakan rasa keterikatan secara emosional

BAB II LANDASAN TEORI. Employee engagement merupakan rasa keterikatan secara emosional BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Employee Engagement 2.1.1. Definisi Employee Engagement Employee engagement merupakan rasa keterikatan secara emosional dengan pekerjaan dan organisasi, termotivasi dan mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan rasa harga diri mereka (Schiemann, 2011). Untuk mencapai keunggulan bersaing, organisasi perlu untuk membuat

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan rasa harga diri mereka (Schiemann, 2011). Untuk mencapai keunggulan bersaing, organisasi perlu untuk membuat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Manajemen sumber daya manusia memiliki peranan kunci dalam menentukan keberlangsungan, efektivitas, dan daya saing suatu organisasi. Layaknya hubungan simbiosis nilai

Lebih terperinci

PSIKOLOGI INDUSTRI ORGANISASI

PSIKOLOGI INDUSTRI ORGANISASI MODUL PERKULIAHAN PSIKOLOGI INDUSTRI ORGANISASI & Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 08 MK61010 Abstract Mampu menjelaskan dan mengkomunikasikan hasil dari interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Individu-individu yang bekerja di dalam sebuah organisasi disebut sebagai Sumber Daya Manusia (SDM). Sumber daya manusia memiliki peran yang penting di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 PRODUKTIVITAS KERJA 1.1.1 Pengertian Produktivitas Kerja Produktivitas kerja adalah suatu ukuran dari pada hasil kerja atau kinerja seseorang dengan proses input sebagai masukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan era globalisasi, perubahan dan kemajuan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan era globalisasi, perubahan dan kemajuan di berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan era globalisasi, perubahan dan kemajuan di berbagai bidang pada masa sekarang ini memberikan dampak pada setiap organisasi maupun perusahaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara BAB II LANDASAN TEORI A. KOMITMEN KARYAWAN TERHADAP ORGANISASI 1. Defenisi Komitmen Karyawan terhadap Organisasi Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara individu karyawan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi abad ke-21 ini, ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengalami perkembangan yang pesat. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan yang lebih cepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepuasan kerja guru ditandai dengan munculnya rasa puas dan terselesaikannya tugastugas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepuasan kerja guru ditandai dengan munculnya rasa puas dan terselesaikannya tugastugas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepuasan kerja guru ditandai dengan munculnya rasa puas dan terselesaikannya tugastugas yang menjadi tanggung jawab guru tersebut secara tepat waktu, disamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi juga dapat dikatakan sebagai suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. organisasi juga dapat dikatakan sebagai suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi merupakan sistem dan kegiatan manusia yang saling bekerja sama, organisasi juga dapat dikatakan sebagai suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai-sampai beberapa organisasi sering memakai unsur komitmen sebagai

BAB I PENDAHULUAN. sampai-sampai beberapa organisasi sering memakai unsur komitmen sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia kerja, komitmen seseorang terhadap organisasi/perusahaan seringkali menjadi isu yang sangat penting. Saking pentingnya hal tersebut, sampai-sampai

Lebih terperinci

sumber daya manusianya. Hal ini disebabkan karena dunia kerja memiliki tuntutan

sumber daya manusianya. Hal ini disebabkan karena dunia kerja memiliki tuntutan sumber daya manusianya. Hal ini disebabkan karena dunia kerja memiliki tuntutan yang lebih tinggi terhadap karyawan atau calon karyawan agar dapat terus bersaing di dunia korporasi yang semakin kompetitif.

Lebih terperinci

KETERLIBATAN KARYAWAN TERHADAP KINERJA UNTUK PENINGKATAN PELAYANAN PADA POLITEKNIK LP3I JAKRTA KAMPUS BEKASI

KETERLIBATAN KARYAWAN TERHADAP KINERJA UNTUK PENINGKATAN PELAYANAN PADA POLITEKNIK LP3I JAKRTA KAMPUS BEKASI KETERLIBATAN KARYAWAN TERHADAP KINERJA UNTUK PENINGKATAN PELAYANAN PADA POLITEKNIK LP3I JAKRTA KAMPUS BEKASI Oleh : 1 Darmawan, 2 Rahmi Rosita Administrasi Bisnis, Politeknik LP3I Jakarta Gedung sentra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan jasa. Setiap perusahaan memerlukan karyawan yang tidak hanya cerdas tetapi

BAB I PENDAHULUAN. dan jasa. Setiap perusahaan memerlukan karyawan yang tidak hanya cerdas tetapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerja keras akan mengarahkan pada hasil yang baik, motto itu yang sering dipakai oleh setiap perusahaan yang bergerak di bidang produksi barang dan jasa. Setiap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang disebut Teori Dua Faktor atau Two Factor Theory yang terdiri atas: faktor hygiene, yaitu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang disebut Teori Dua Faktor atau Two Factor Theory yang terdiri atas: faktor hygiene, yaitu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Dua Faktor atau Two Factor Theory Menurut Frederick Herzberg (dalam Ardana, dkk., 2009: 34) mengembangkan suatu teori yang disebut Teori Dua Faktor

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan hasil atau dampak dari kegiatan individu selama periode waktu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan hasil atau dampak dari kegiatan individu selama periode waktu BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kinerja Karyawan 2.1.1 Pengertian Kinerja Karyawan Kinerja merupakan hasil atau dampak dari kegiatan individu selama periode waktu tertentu, dimana dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam penyediaan fasilitas untuk industri minyak yang mencakup jasa penguliran

BAB I PENDAHULUAN. dalam penyediaan fasilitas untuk industri minyak yang mencakup jasa penguliran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah PT. Citra Tubindo Tbk merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam penyediaan fasilitas untuk industri minyak yang mencakup jasa penguliran pipa dan pembuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia pendidikan saat ini menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia pendidikan saat ini menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia pendidikan saat ini menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan yang selaras dengan tuntutan dunia kerja. Salah satu lembaga pada jalur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi yang di tandai dengan terjadinya perubahanperubahan pesat pada kondisi ekonomi keseluruhan dan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lingkungan kerja 2.1.1 Definisi Lingkungan Kerja Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Kahn (dalam May dkk, 2004) work engagement dalam. pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota organisasi yang melaksanakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Kahn (dalam May dkk, 2004) work engagement dalam. pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota organisasi yang melaksanakan 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keterikatan Kerja (Work Engagement) 1. Pengertian keterikatan kerja Menurut Kahn (dalam May dkk, 2004) work engagement dalam pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota organisasi

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. penggerak yang mendorong perubahan organisasi. dikaji dan diteleti, karena paling sering diamati namun merupakan fenomena

BAB I. Pendahuluan. penggerak yang mendorong perubahan organisasi. dikaji dan diteleti, karena paling sering diamati namun merupakan fenomena BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Pemimpin sebagai panutan dalam organisasi, sehingga perubahan harus dimulai dari tingkat yang paling atas yaitu pemimpin itu sendiri. Maka dari itu, organisasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. menggambarkan peristiwa kehidupan dalam suatu cara yang positif (Burke, Joyner, Ceko, &

BAB II LANDASAN TEORI. menggambarkan peristiwa kehidupan dalam suatu cara yang positif (Burke, Joyner, Ceko, & BAB II LANDASAN TEORI A. Optimisme 1. Pengertian Optimisme Optimis adalah istilah yang digunakan untuk mengidentifikasi individu yang menggambarkan peristiwa kehidupan dalam suatu cara yang positif (Burke,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Permasalahan. memiliki batasan reaktif yang dapat diidentifikasi serta bekerja bersama-sama untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Permasalahan. memiliki batasan reaktif yang dapat diidentifikasi serta bekerja bersama-sama untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan Organisasi merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasi secara sadar dan memiliki batasan reaktif yang dapat diidentifikasi serta bekerja bersama-sama

Lebih terperinci

SELF REGULATION, KEPUASAN TERHADAP INFORMASI PEKERJAAN DAN WORK ENGAGEMENT: Studi Kasus pada Dosen FISIP UT

SELF REGULATION, KEPUASAN TERHADAP INFORMASI PEKERJAAN DAN WORK ENGAGEMENT: Studi Kasus pada Dosen FISIP UT SELF REGULATION, KEPUASAN TERHADAP INFORMASI PEKERJAAN DAN WORK ENGAGEMENT: Studi Kasus pada Dosen FISIP UT Lilik Aslichati, Universitas Terbuka (lilika@ut.ac.id) Abstrak Penelitian penelitan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan RI mengatakan bahwa untuk mencapai Indonesia Sehat pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan RI mengatakan bahwa untuk mencapai Indonesia Sehat pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi berbagai ancaman kesehatan global, kini beberapa negara termasuk Indonesia semakin meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakatnya. Menteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia (SDM) adalah pelaksanaan job analysis, perencanaan SDM,

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia (SDM) adalah pelaksanaan job analysis, perencanaan SDM, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu bagian dari manajemen yang berfokus kepada aspek manusia. Fungsi dari manajemen sumber daya manusia (SDM)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dan menggerakkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi

BAB II LANDASAN TEORI. dan menggerakkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi Berprestasi 1. Definisi Motivasi Berprestasi Motivasi berprestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang, yang mendorong seseorang untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia telah ditandai pergeseran

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia telah ditandai pergeseran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia telah ditandai pergeseran peran dan fungsi sumber daya manusia yang sangat dramatis. Fungsi sumber daya manusia tidak dianggap

Lebih terperinci