BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang telah ditetapkannya sendiri. Chaplin (2006) Life Satisfaction adalah satu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang telah ditetapkannya sendiri. Chaplin (2006) Life Satisfaction adalah satu"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1 Life Satisfaction (Kepuasan Hidup) Pengertian Diener (1984) mendifinisikan Life Satisfaction sebagai penilaian menyeluruh terhadap kualitas kehidupan seseorang berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkannya sendiri. Chaplin (2006) Life Satisfaction adalah satu keadaan kesenangan dan kesejahteraan yang disebabkan karena seorang individu telah mencapai satu tujuan atau sasaran. Michalos (2009) menegaskan bahwa kepuasan hidup adalah melibatkan berbagai konstruk yang memerlukan seseorang itu menilai berbagai aspek kehidupannya, seperti kesehatan, keuangan, kerja, serta hubungan interpersonalnya. Diener (1999) Kepuasan hidup adalah sikap individu, penilaian masyarakat terhadap totalitas kehidupan individu, seperti kehidupan keluarga dan pengalaman pendidikan. Lebih lanjut, Diener dan Biswas-Diener (2008) mengatakan bahwa life satisfaction merupakan penilaian secara kognitif mengenai seberapa baik dan memuaskan hal-hal yang sudah dilakukan individu dalam kehidupannya secara menyeluruh dan atas area-area utama dalam hidup yang mereka anggap penting (domain satisfaction) seperti hubungan interpersonal, kesehatan, pekerjaan, pendapatan, spiritualitas dan aktivitas di waktu luang. Selain itu dinyatakan bahwa untuk memiliki kepuasan yang tinggi dalam kehidupan, individu harus memotivasi diri, melanjutkan hidup, menahan diri dari berfikiran negatif yang 11

2 dapat mengganggu diri sendiri, dan tidak pernah merasa putus asa (Palmer, Donaldson dan Stough, 2002). Jadi, berdasarkan uraian teori diatas dapat disimpulkan bahwa Life Satisfaction adalah penilaian secara kognitif mengenai seberapa baik dan memuaskan hal-hal yang sudah dilakukan oleh seorang individu dalam kehidupannya, baik secara menyeluruh dan atas area-area utama yang mereka anggap penting dalam hidupnya (domain satisfaction) berdasarkan suatu standar atau patokan yang dibuat oleh individu itu sendiri Aspek Life Satisfaction Diener dan Biswas-Diener (2008) mengatakan bahwa dalam komponen life satisfaction ini terdapat : 1) Keinginan untuk mengubah kehidupan. 2) Kepuasaan terhadap hidup saat ini. 3) Kepuasan hidup di masa lalu. 4) Kepuasan terhadap kehidupan di masa depan. 5) Penilaian orang lain terhadap kehidupan seseorang Karakteristik Individu yang Memiliki Life Satisfaction Tinggi Diener (2008) mengatakan bahwa karakteristik individu yang memiliki life satisfaction yang tinggi antara lain memiliki keluarga dan teman dekat yang supportif, memiliki pasangan yang romantis, memiliki aktivitas pekerjaan dan aktivitas pensiun yang berharga, menikmati waktu santai mereka dan mempunyai 12

3 kesehatan yang baik. Individu dengan life satisfaction tinggi dikatakan juga tidak memiliki masalah dengan kecanduan alkohol, obat-obatan atau judi. Diener (2008) juga mengatakan bahwa individu yang memiliki life satisfaction yang tinggi adalah individu yang memiliki tujuan penting dalam hidupnya dan berhasil untuk mencapai tujuan tersebut. Jadi, individu yang life satisfaction nya tinggi merasa bahwa hidup mereka bermakna dan mempunyai tujuan dan nilai yang penting bagi mereka. Sementara itu, Wilson (2015) mengatakan bahwa individu yang bahagia adalah individu yang berusia muda, sehat, berpendidikan yang baik, berpenghasilan baik, beragama, menikah, mempunyai semangat kerja tanpa memandang jenis kelamin dan tingkat kecerdasan individu Faktor-faktor yang Mempengaruhi Life Satisfaction Menurut Hurlock (1980), beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan hidup pada seorang individu antara lain : a. Kesehatan. Kesehatan yang baik memungkinkan individu pada usia berapa pun dapat melakukan aktivitas. Sedangkan kesehatan yang buruk atau ketidak mampuan fisik dapat menjadi pehalang untuk mencapai kepuasan bagi keinginan dan kebutuhan individu. b. Jenis pekerjaan. Menurut Hurlock (1980) semakin rutin sifat pekerjaan dan semakin sedikit kesempatan untuk otonomi dalam pekerjaan, semakin kurang memuaskan. Hal ini dapat dilihat pada tugas sehati-hari yang diberikan kepada anak-anak dan juga pekerjaan orang dewasa. 13

4 c. Status kerja. Baik di bidang pendidikan maupun pekerjaan, semakin berhasil seseorang melaksanakan tugas semakin hal itu dihubungkan dengan prestise maka semakin besar kepuasan yang ditimbulkan. d. Kondisi kehidupan. Jika pola kehidupan memungkinkan seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain, baik didalam keluarga maupun dengan temanteman dan tetangga di dalam masyarakat, maka kondisi demikian akan memperbesar kepuasan hidup. e. Keseimbangan antara Harapan dan Pencapaian. Jika harapan-harapan itu realistis, individu tersebut akan puas dan bahagia apabila tujuannya tercapai Work-Life Balance(WLB) Pengertian Menurut Fisher (2009) WLB adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang individu dalam membagi waktu, baik di tempat kerja ataupun aktivitas lain diluar dunia kerja yang di dalamnya terdapat individu behavior yang akan menjadi sumber konflik pribadi dan menjadi sumber energi bagi diri sendiri. Schermerhorn (2005) mengatakan WLB didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk memenuhi pekerjaan mereka, memenuhi komitmen keluarga, serta tanggung jawab kerja dan kegiatan lainnya seperti kegiatan sosial. Frame dan Hartog (2013) mendefinisikan WLB adalah karyawan dapat dengan bebas menggunakan jam kerja yang fleksibel untuk menyeimbangkan pekerjaan atau karyanya dengan komitmen lain seperti keluarga, hobi, seni, studi dan tidak hanya fokus terhadap pekerjaannya. Moore (2007) mendefinisikan WLB sebagai situasi dimana pekerja merasa mampu menyeimbangkan pekerjaan dan 14

5 kehidupan pribadi atau komitmen lain. Delecta (2011) mengartikan WLB sebagai kemampuan individu untuk memenuhi pekerjaan dan komitmen berkeluarga mereka, serta tanggung jawab non-pekerjaan lainnya. Menurut Robbins dan Coulter (2012) program WLB meliputi sumber daya pada perawatan orang tua dan anak, perawatan, kesehatan dan kesejahteraan karyawan, dan relokasi dan lain-lain. Dimana banyak perusahaan menawarkan program family-friendly benefits yang dibutuhkan karyawan untuk menyeimbangkan kehidupan dan pekerjaan, yang termasuk flextime, job sharing, telecommunicating dan lain-lain. Berdasarkan pengertian diatas, WLB adalah keseimbangan hidup antara kehidupan kerja dengan kehidupan pribadi. Karir dan ambisi pada seorang individu seharusnya sama seimbang untuk mengurangi ketegangan antara pekerjaaan dan kehidupan karyawan. Dimana perusahaan membantu para karyawan untuk menyeimbangkan kehidupan dan kerja karyawan dengan menciptakan program family friendly benefit yang mendukung kesejahteraan karyawannya sehingga karyawan tidak mengorbankan tanggung jawab mereka Model Teori Work Life Balance Berdasarkan Fisher (2001) terdapat lima model gambaran WLB individu. Lima model gambar tersebut adalah sebagi berikut : a. Model Meluap (The Spillover Model) Model ini menyatakan bahwa pekerjaan dan kehidupan saling bergantung sehingga saling mempengaruhi satu sama lain. b. Model Kompensasi (The Compensation Model) 15

6 Model ini menyatakan bahwa individu yang mulai merasakan frustasi dalam peran disatu domain kehidupannya. c. Model Segmentasi (The Segmentation Model) Model ini menyatakan bahwa pekerjaan dan kehidupan diluar pekerjaan satu sama lain terpisah sehingga area yang satu tidak mempengaruhi area lain. d. Model Konflik (The Conflict Model) Model ini menyatakan bahwa setiap area memiliki banyak tuntutan, sehingga individu harus menentukan prioritas dan membuat pilihan terhadap berbagai tuntutan tersebut. Dalam penentuan prioritas dan pembuatan pilihan tersebut menimbulkan konflik. e. Model Instrumental (The Instrumental Model) Model ini menyatakan bahwa pengaruh area yang satu menekan area yang lain Faktor yang Mempengatuhi Work Life Balance Pendekatan spillover berpendapat bahwa pengalaman di salah satu kejadian dapat mempengaruhi pengalaman pada kerjadian selanjutnya. Perilaku, suasana hati, keterampilan dan nilai-nilai dari suatu peran dapat berpengaruh pada spillover dikejadian berikutnya. Spillover dapat terjadi dalam dua kondisi, yaitu kondisi pertama ketika ada kesamaan antara kerja dan domain lainnya (Edwars dan Rothbard, 2000) misalnya individu yang puas dengan kualitas kerja yang dilakukan pada hari tertentu, hasil ini dalam pengalaman yang memuaskan dirumah. Kondisi kedua adalah spillover terjadi sebagai hasil transferensi, 16

7 misalnya stres ditempat kerja tumpahan ke domain keluarga dan display individual suasana hati mudah tersinggung dalam keluarga. Dengan demikian, spillover bisa positif dan negatif. Temuan mengungkapkan bahwa kedua efek spillover positif dan negatif dari hubungan kehidupan kerja dan kehidupan pribadi. Spillover negatif merangsang stres di kalangan pengusaha dan pada saat spillover positif dapat menyebabkan peningkatan kadar kepuasan hidup mereka. Menurut Schabracq, Coope, dan Winnubst (2003) ada beberapa faktor yang mungkin dapat mempengaruhi work life balance individu, yaitu karakteristik kepribadian, keluarga, pekerjaan, dan sikap. Untuk karakteristik kepribadian berpengaruh terhadap kehidupan kerja dan di luar kerja. Menurut Summer dan Knight (2003) terdapat hubungan antara tipe attachment yang didapatkan individu ketika masih kecil dengan work life balance. Ia mengatakan bahwa individu yang memiliki secure attachment cenderung mengalami positive spillover dibandingkan dengan yang memiliki insecure attachment. Karakteristik keluarga menjadi salah satu aspek penting yang dapat menentukan ada atau tidaknya konflik antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Misalnya konflik peran dan ambiguitas peran dalam keluarga dapat mempengaruhi work family conflict. Karakteristik pekerjaan, beban kerja dan jumlah waktu yang digunakan untuk bekerja dapat memicu adanya konflik, baik konflik dalam pekerjaan maupun konflik dalam kehidupan pribadi. Menurut Valcour (2013) jumlah jam kerja akan mempengaruhi kepuasan seorang individu akan keseimbangan dalam kehidupan pekerjaan dan kehidupan pribadi. Karakteristik sikap yaitu sikap masing-masing individu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi work life balance. Adanya pendapat bahwa 17

8 sentralitas terhadap suatu domain tertentu dalam kehidupan individu, akan meningkatkan jumlah waktu dan usaha yang dihabiskan dalam domain tersebut. Hal ini membuat individu sulit untuk menyediakan waktu untuk domain yang lain (Greenhaus, 2002) Strategi Untuk Menciptakan Work-Life Balance Menurut Preeti Singh dan Parul Khanna (2011) telah merumuskan 10 strategi untuk menumbuhkan Work Life Balance yaitu : a. Jam kerja yang fleksibel, menyediakan penyusunan waktu yang fleksibel dan dapat dikonsultasikan untuk seluruh karyawan. b. Kerja paruh waktu, menyediakan lebih banyak kerja paruh waktu dengan jam atau shift yang lebih sedikit atau penyusunan pembagian kerja untuk seluruh karyawan. c. Jam kerja yang masuk akal, mengurangi lama waktu kerja yang berlebihan. d. Akses untuk penanganan anak, meningkatkan akses untuk penanganan anak dengan fasilitas penanganan anak di kantor bagi yang membutuhkan fasilitas tersebut. e. Penyusunan pekerjaan yang fleksibel, menyediakan fleksibilitas yang lebih baik dalam penyusunan pekerjaan untuk menyesuaikan kondisi personal karyawan, termasuk menyediakan waktu penuh untuk anggota keluarga. f. Cuti harian, mengizinkan karyawan untuk meminta dan mengambil cuti dalam waktu harian. 18

9 g. Mobilitas pekerjaan, menyediakan mobilitas yang lebih baik untuk karyawan dapat berpindah dari rumah sakit, tempat kerja dan layanan kesehatan untuk menemukan penyusunan pekerjaan yang lebih sesuai. h. Keamanan dan kesejahteraan, meningkatkan keamanan, kesejahteraan dan rasa hormat untuk seluruh karyawan di tempat kerja. i. Akses telepon, memastikan seluruh karyawan dapat menerima telepon atau pesan mendesak dari keluarga mereka di tempat kerja, dan mendapat akses telepon untuk tetap dapat menghubungi keluarga mereka selama jam kerja Dimensi Work-Life Balance Empat komponen work-life balance seperti waktu, energi, ketegangan dan perilaku menjadi dasar bagi Fisher (2009) dalam mengembangkan alat ukur worklife balance. Pengembangan alat ukur tersebut mengahsilkan item-item yang digolongkan menjadi empat dimensi, yaitu : a. WIPL (Work Interference With Personal Life) Dimensi ini mengacu pada sejauh mana pekerjaan dapat mengganggu kehidupan pribadi individu. Misalnya, bekerja dapat membuat seseorang sulit mengatur waktu untuk kehidupan pribadinya. b. PLIW (Personal Life Interference With Work) Dimensi ini mengacu pada sejauh mana kehidupan pribadi individu mengganggu kehidupan pekerjaannya. Misalnya, apabila individu memiliki masalah didalam kehidupan pribadinya, hal ini dapat mengganggu kinerja individu pada saat bekerja. c. PLEW (Personal Life Enhancement Of Work) 19

10 Dimensi ini mengacu pada sejauh mana kehidupan pribadi seseorang dapat meningkatkan performa individu dalam dunia kerja. Misalnya, apabila individu merasa senang dikarenakan kehidupan pribadinya menyenangkan maka hal ini dapat membuat suasana hati individu pada saat bekerja menjadi menyenangkan. d. WEPL (Work Enhancement Of Personal Life) Dimensi ini mengacu pada sejauh mana pekerjaan dapat meningkatkan kualitas kehidupan pribadi individu. Misalnya, keterampilan yang diperoleh individu pada saat bekerja, memungkinkan individu untuk memanfaatkan keterampilan tersebut dalam kehidupan sehari-hari Work Egangement (Keterlibatan Kerja) Pengertian Pengertian yang dikemukakan oleh Wellins & Concelma (2004) mengenai work engagement adalah kekuatan yang dapat memotivasi pegawai untuk dapat meningkatkan kinerja pada level yang lebih tinggi, energi ini berupa komitmen. Keterlibatan kerja merupakan pengalaman kerja yang positif dan mempengaruhi dalam kehidupan organisasi yang menghasilkan berbagai manfaat bagi organisasi (Park and Gursoy, 2012). Karyawan terlibat kerja ketika mereka mengakui pengalaman kerja mereka sebagai suatu energi dan bersedia untuk berinvestasi, bahkan mereka berupaya dalam menghadapi kesulitan (vigor), ketika mereka melihatnya menjadi bermakna, inspiratif, tantangan untuk melakukan pencarian (dedication), minat yang mendalam terhadap pekerjaan sehingga sulit untuk melepaskan diri (Macey dan Schneider, 2008). Work Engagement didefinisikan 20

11 sebagai ukuran dari energi dan semangat karyawan yang memiliki keinginan untuk berorganisasi. Hal ini menekankan dengan jelas bahwa berkurangnya kinerja individu merupakan berkurangnya keterlibatan kerja yang di lakukan karyawan (Crawford, 2006). Robbins dan Judge (2007) mendefinisakan work engagement sebagai keterlibatan individu dengan kepuasan, antusias untuk pekerjaan yang mereka lakukan. Mereka menyarakan bahwa keterlibatan mungkin konsep yang dibagi oleh kepuasan kerja, komitmen organisasi, keterlibatan kerja dan motivasi untuk melakukan pekerjaan. Bates (2004) mengatakan bahwa keterlibatan kerja di fokuskan pada karyawan dan perannya ditempat kerja. Pada dasarnya keterlibatan didefiniskan sebagai bawaan manusia keinginan untuk menyumbangkan sesuatu yang berharga di tempat kerja. Schaufeli, Salanova, Gonzalez-Roma, dan Bakker (2003) menyediakan pendekatan ketiga bagi engagement dengan memberikan perspektif yang berbeda mengenai teori kontinum engagement-burnout. Mereka mendefinisikan work engagement sebagai keadaan positif, pemenuhan, pandangan terhadap kondisi kerja yang dikarakteristikkan dengan adanya vigor, dedication dan absorption. Vigor mengacu pada tingkat energi dan resiliensi mental yang tinggi ketika sedang bekerja, kemauan berusaha sunguh-sunguh dalam pekerjaan dan gigih dalam menghadapi kesulitan. Dedication mengacu pada perasaan yang penuh makna, antusias, inspirasi, kebanggan dan tantangan. Absorption dikarakteristikkan dengan konsentrasi penuh, minat yang mendalam terhadap pekerjaan dimana waktu terasa berlalu begitu cepat dan sulit melepaskan diri dari pekerjaan. 21

12 Berdasarkan uraian di atas, maka defenisi work engagement dalam penelitian ini adalah keadaan motivasional yang positif dan pemenuhan diri yang dikarakteristikkan dengan adanya vigor (kekuatan), dedication (dedikasi), dan absorption (absorpsi) Aspek-Aspek Work Engagement Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma, dan Bakker (2003) mendefinisikan work engagement sebagai keadaan motivasional positif, pemenuhan, pandangan terhadap kondisi kerja yang dikarakteristikkan dengan adanya vigor, dedication dan absorption. Berdasarkan definisi ini, Schaufeli dan Bakker (2003) mengkonseptualisasikan aspek-aspek dari engagement, sebagai berikut : a. Vigor (kekuatan) Vigor mengacu pada level energi yang tinggi dan resiliensi, kemauan untuk berusaha, tidak mudah lelah dan gigih dalam menghadapi kesulitan. Biasanya orang-orang yang memiliki skor vigor yang tinggi memiliki energi, gelora semangat, dan stamina yang tinggi ketika bekerja, sementara yang memiliki skor yang rendah pada vigor memiliki energi, semangat dan stamina yang rendah selama bekerja. b. Dedication (dedikasi) Dedication mengacu pada perasaan penuh makna, antusias dan bangga dalam pekerjaan, dan merasa terinspirasi dan tertantang olehnya. Orang-orang yang memiliki skor dedication yang tinggi secara kuat mengidentifikasi pekerjaan mereka karena menjadikannya pengalaman berharga, menginspirasi dan menantang. Disamping itu, mereka biasanya merasa antusias dan bangga terhadap pekerjaan mereka. Sedangkan skor rendah pada dedication berarti tidak mengidentifikasi diri 22

13 dengan pekerjaan karena mereka tidak memiliki pengalaman bermakna, menginspirasi atau menantang, terlebih lagi mereka merasa tidak antusias dan bangga terhadap pekerjaan mereka. c. Absorption (absorpsi) Absorption mengacu pada berkonsentrasi secara penuh dan mendalam, tenggelam dalam pekerjaan dimana waktu berlalu terasa cepat dan kesulitan memisahkan diri dari pekerjaan, sehingga melupakan segala sesuatu disekitarnya. Orang-orang yang memiliki skor tinggi pada absorption biasanya merasa senang perhatiannya tersita oleh pekerjaan, merasa tenggelam dalam pekerjaan dan memiliki kesulitan untuk memisahkan diri dari pekerjaan. Akibatnya, apapun disekelilingnya terlupakan dan waktu terasa berlalu cepat. Sebaliknya orang dengan skor absorption yang rendah tidak merasa tertarik dan tidak tenggelam dalam pekerjaan, tidak memiliki kesulitan untuk berpisah dari pekerjaan dan mereka tidak lupa segala sesuatu disekeliling mereka, termasuk waktu Konsep-Konsep yang Berkaitan dengan Work Engagement Dalam literatur akademik, terdapat beberapa konsep yang dihubungkan dengan engagement, tetapi konsep-konsep tersebut tidak sama dengan engagement (Saks, 2006), diantaranya : a. Flow Flow merupakan sensasi menyeluruh yang dirasakan seseorang ketika mereka bertindak dengan penuh keterlibatan. Ketika seseorang berada dalam keadaan flow dibutuhkan sedikit kontrol kesadaran untuk tindakan mereka. Individu membatasi perhatian mereka kepada stimulus khusus. Mereka kehilangan kesadaran mengenai diri mereka sendiri karena sudah terlarut dengan 23

14 aktivitas itu sendiri. Individu yang mengalami flow tidak membutuhkan reward eksternal atau tujuan untuk memotivasi mereka selama aktivitas tersebut menghadirkan tantangan-tantangan yang konstan. Jika konsep flow semata dinilai sebagai keterlibatan kognitif dengan suatu aktivitas dan menghadirkan pengalaman puncak yang unik dari keterlarutan kognitif menyeluruh, engagement lebih digambarkan sebagai keadaan afektif-kognitif yang menetap dan tidak fokus pada objek, kejadian, individu atau perilaku tertentu (Schaufeli, 2002). b. Workaholism Pekerja yang engaged bekerja keras karena pekerjaannya menantang dan menyenangkan, bukan karena mereka didorong oleh desakan kuat dari dalam diri yang tidak dapat dilawan (Schaufeli & Bakker, 2010). c. Organizational Commitment Work engagement juga sering didefinisikan sebagai komitmen emosional dan intelektual terhadap organisasi. Komitmen organisasi merupakan sikap seseorang dan kedekatan terhadap organisasi mereka, sedangkan work engagement bukanlah sikap, melainkan derajat dimana individu berminat dan terserap dalam kinerja peran mereka. Disamping itu, komitmen fokus pada organisasi, sedangkan work engagement fokus pada tugas-tugas. d. Organizational Citizen Behavior Saks (2006) menyatakan bahwa OCB melibatkan kesadaran dan perilaku informal yang dapat menolong rekan kerja dan organisasi, sedangkan fokus 24

15 engagement adalah kinerja peran formal seseorang dibandingkan peran ekstra dan perilaku sadar. Selain itu, OCB fokus pada karakteristik dan perilaku individu, dibandingkan organisasi. e. Job Involvement Work engagement juga berbeda pula dengan job involvement, dimana job involvement merupakan hasil dari penilaian kognitif mengenai kebutuhan pemuasan kemampuan dari pekerjaan dan mengikat gambaran diri seseorang, sedangkan work engagement melibatkan penggunaan secara aktif emosi dan perilaku disamping kognisi (Saks, 2006) Hubungan antara Work-Life Balance dengan Life Satisfaction Work Life Balance merupakan kepuasan dan fungsi yang baik ditempat kerja dan dirumah dengan konflik peran yang rendah. Dengan adanya WLB maka akan timbul kepuasan hidup, atau dapat dikatakan bahwa dengan adanya WLB dapat membantu menghasilkan kepuasan hidup. Jika WLB dalam suatu organisasi tinggi, maka kepuasan hidup karyawan akan mengingkat. Gorsy dan Panwar (2016) menyatakan adanya hubungan yang positif antara WLB dengan kepuasan hidup pada pengajar perguruan tinggi di sktor publik (r = 0,34 ; p 0,01). Sifat kepribadian juga berhubungan positif dengan WLB yaitu kesadaran (r = -0,44 ; p 0,01) ekstroversi (r = 0,39 ; p 0,01) kesesuaian (r = 0,36 ; p 0,05) dan keterbukaan (r = 0,32 ; p 0,05). Dan sifat kepribadian neurotik berhubungan negatif dengan WLB (r = -0,11 ; p 0,01). 25

16 Devi dan Rani (2012) menyatakan adanya hubungan yang positif antara WLB dan life satisfaction (r =.317 ; p 0,01). Individu yang mampu menyeimbangkan antara kehidupan kerja dan non kerja mengalami tingkat kepuasan hidup yang tinggi. Dengan kata lain, individu tersebut dapat menafsirkan bahwa kehidupan yang simbang secara signifikan memberikan kontribusi pada kepuasan hidup dan kepuasan keluarga. Haar (2014) menyatakan bahwa individu yang hidup dalam budaya egaliter memiliki nilai kepuasan hidup yang tinggi dikarenakan hasil perbedaan WLB lintas budaya yang bervariasi. Mendukung hipotesis H 1 dan H 2 penelitian, WLB secara signifikan berpengaruh terhadap life satisfaction (koefisien jalur = 0,52, p 0,01) Hubungan antara Work Engagement dengan Life Satisfaction Penelitian yang dilakukan oleh Hakanen (2012) adalah penelitian jangka panjang, penelitian pertama dilakukan pada tahun 2003, yang ke dua pada tahun 2006 dan yang ke tiga pada tahun T1 adalah hasil dari penelitian pada tahun 2003, T2 adalah hasil dari penelitian pada tahun 2006 dan T3 adalah hasil penelitian pada tahun Dan hasil menunjukkan bahwa T1 sampai T2 memiliki pengaruh work engamement terhadap life satisfaction sebesar (st.β =.09,.001), dari T2 sampai T3 (st.β = 0,07,.01). Selain itu, work engagement dapat menyebabkan individu memiliki gejala depresi, berdasarkan hasil dari T1 sampai T2 dan dari T2 ke T3 (pada waktu yang bersamaan, st.β = -.06,.01). Model terbaik dalam M work 57% (T2) dan 59% (T3) Varians burnout, dan 61% (T2) dan 59% (T3) dari Varians work engagement. Selain itu, 54% varians Gejala depresi 26

17 dan 48% varians kepuasan hidup. Hasil menunjukkan bahwa hipotesis di dukung dengan adanya hubungan positif dan negatif pada work engagement terhadap life satisfaction. Mache (2014) menunjukkan bahwa sumber daya pekerjaan memiliki dampak yang lebih besar dari pada tuntutan kerja pada seorang ahli bedah terhadap kepuasan hidupnya. Korelasi yang signifikan antara keterlibatan kerja dokter bedah dengan kepuasan kerja dan kualitas hidup. Self-efficacy ditemukan untuk memprediksi keterlibatan kerja (β 1/4, 17, p <,01) yang berarti positif begitu pula dengan optimisme (β ¼.12; p <.01). Brombacher (2014) mengatakan bahwa keseimbangan kehidupan kerja meningkatkan kepuasan hidup seseorang dan ada hubungan antara kepuasan hidup dan keterlibatan kerja yang menunjukkan bahwa spillover dapat terjadi antara domain kerja dan domain kehidupan umum. Kesimpulan lain, kepuasan dan keterlibatan kerja seseorang terkait dengan kepuasan dan keterlibatan kerja pasangannya. 27

18 2. 6 Kerangka Berfikir Gambar 2.1 Kerangka Berpikir IV 1 Work-Life Balance DV IV 2 Life Satisfaction Work Engagement 2. 6 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Work-Life Balance dan Work Engagement terhadap Life Satisfaction pada Karyawan Department Store X adalah : H 1 : Terdapat pengaruh work life balance dan work engagement terhadap life satisfaction pada karyawan Department Store X. 28

BAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job

BAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job 9 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisikan tentang teori-teori yang digunakan untuk mendukung dan menjelaskan variabel dalam penelitian. Pembahasan dalam bab ini dimulai dari pembahasan komitmen organisasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Work Life Balance. (Clark dalam Fapohunda, 2014), work life balance ini, tentang bagaimana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Work Life Balance. (Clark dalam Fapohunda, 2014), work life balance ini, tentang bagaimana BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Work Life Balance 1. Pengertian Work Life Balance Work life balance (Keseimbangan kehidupan kerja) memiliki konten yang baik dalam pekerjaan dan juga di luar pekerjaan dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak

PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak PENDAHULUAN Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak dilakukan di bidang human resource development (HRD) (Chalofsky

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Employee Engagement 2.1.1 Pengertian Employee Engagement Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel mereka, tetapi belum ada definisi jelas mengenai

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA. mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek

BAB II TELAAH PUSTAKA. mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek BAB II TELAAH PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka Pembahasan pada bab ini dimaksudkan untuk memberi penjelasan mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek penelitian termasuk pengaruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakpastian yang tinggi telah menuntut organisasi-organisasi modern untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakpastian yang tinggi telah menuntut organisasi-organisasi modern untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan ekonomi global yang dicirikan dengan perubahan cepat, dinamika tinggi, permintaan tinggi atas inovasi, dan (karenanya) memiliki tingkat ketidakpastian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Work Life Balance (WLB) 1. Pengertian Work Life Balance Work Life Balance didefinisikan sebagai tingkat kepuasan seseorang atas keterlibatan dirinya untuk fit dengan peran ganda

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah BAB II LANDASAN TEORI A. Employee Engagement 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah engagement pertama kali digunakan dalam setting pekerjaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. 1. Pengertian Kinerja. tujuan organisasi (Viswesvaran & Ones, 2000). McCloy et al. (1994)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. 1. Pengertian Kinerja. tujuan organisasi (Viswesvaran & Ones, 2000). McCloy et al. (1994) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kinerja 1. Pengertian Kinerja Kinerja didefinisikan sebagai tindakan yang hasilnya dapat dihitung, selain itu juga dapat didefinisikan sebagai hasil kontribusi karyawan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang yang memiliki semangat kerja, dedikasi, disiplin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satunya adalah cabang Solo Raya dan Madiun Raya. Pada bulan April 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satunya adalah cabang Solo Raya dan Madiun Raya. Pada bulan April 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pergantian manajer wilayah yang terjadi pada BUMN adalah suatu hal yang biasa terjadi, salah satunya pada PT. Kimia Farma, Tbk. Pergantian manajer wilayah tersebut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010).

BAB II LANDASAN TEORI. memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010). BAB II LANDASAN TEORI A. Employee Engagement 1. Pengertian Employee Engagement Kata engage memiliki berbagai makna dan banyak peneliti yang memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010).

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Work-life balance merupakan faktor penting bagi tiap karyawan, agar karyawan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Work-life balance merupakan faktor penting bagi tiap karyawan, agar karyawan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Work-Life Balance 2.1.1 Definisi Work-Life Balance Work-life balance merupakan faktor penting bagi tiap karyawan, agar karyawan memiliki kualitas hidup yang seimbang dalam berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan global yang semakin ketat dewasa ini mengakibatkan perusahaan membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital (sumber daya manusia)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. yang mendefinisikan work engagement adalah tingkat keterikatan fisik,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. yang mendefinisikan work engagement adalah tingkat keterikatan fisik, BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Work Engagement Konsep engagement atau keterikatan dipopulerkan oleh Kahn (1990) yang mendefinisikan work engagement adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting,

BAB I PENDAHULUAN. rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting, 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam membangun negara yang sejahtera dan mampu menyejahterakan rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting, termasuk di negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumber pendapatan seseorang dapat berasal dari berbagai hal. Menurut Kiyosaki (2002) terdapat empat sumber untuk mendapat penghasilan, yaitu sebagai karyawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masykarakat, bangsa dan negara (Undang-undang Sisdiknas RI

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masykarakat, bangsa dan negara (Undang-undang Sisdiknas RI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah upaya sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah. serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah. serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Iklim Organisasi 2.1.1 Pengertian Iklim Organisasi Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan UU No.8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan UU No.8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Pokok Kepegawaian No.43 Tahun 1999 Tentang Perubahan UU No.8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai Negeri Sipil adalah unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Era globalisasi mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Era globalisasi mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Era globalisasi mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, perkembangan tersebut menuntut adanya kemajuan dalam kehidupan manusia. Globalisasi memberikan dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan kehidupan bangsa, hal ini tidak lepas dari peran seorang guru. Guru memiliki peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala kegiatan bisnis dan perekonomian, hal ini menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. segala kegiatan bisnis dan perekonomian, hal ini menyebabkan terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi dunia ditandai dengan semakin pesatnya perkembangan di segala kegiatan bisnis dan perekonomian, hal ini menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Jenjang pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi dan ditunjang perkembangan dunia usaha yang semakin pesat mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu strategi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI BAB 2 TINJAUAN REFERENSI 2.1 Keterikatan Kerja 2.1.1 Keterikatan Kerja Pada dasarnya keterikatan kerja merupakan beberapa istilah dari job engagement, dan employee engagement. Menurut Schaufeli et al.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu metode penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis mengenai

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA JOB CRAFTING DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN GENERASI Y DI KANTOR PUSAT PT. BANK BUKOPIN, TBK JAKARTA

HUBUNGAN ANTARA JOB CRAFTING DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN GENERASI Y DI KANTOR PUSAT PT. BANK BUKOPIN, TBK JAKARTA HUBUNGAN ANTARA JOB CRAFTING DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN GENERASI Y DI KANTOR PUSAT PT. BANK BUKOPIN, TBK JAKARTA Rahmani Azizah 15010113140103 Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kahn (1990) mendefinisikan engagement sebagai hasrat karyawan

BAB II LANDASAN TEORI. Kahn (1990) mendefinisikan engagement sebagai hasrat karyawan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Work Engagement 2.1.1 Definisi Work Engagement Kahn (1990) mendefinisikan engagement sebagai hasrat karyawan terhadap peran mereka dalam pekerjaan, dimana mereka akan mengikatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Work Engagement BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Pengertian Work Engagement Menurut Macey & Scheneider (2008), engagement yakni rasa seseorang terhadap tujuan dan energi yang terfokus, memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Keterikatan kerja atau yang sering disebut engagement

BAB II LANDASAN TEORI. Keterikatan kerja atau yang sering disebut engagement BAB II LANDASAN TEORI A. Keterikatan Kerja 1. Definisi Keterikatan Kerja Keterikatan kerja atau yang sering disebut engagement dinyatakan Vazirani (2007) sebagai tingkat komitmen dan keterlibatan yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara BAB II LANDASAN TEORI A. KOMITMEN KARYAWAN TERHADAP ORGANISASI 1. Defenisi Komitmen Karyawan terhadap Organisasi Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara individu karyawan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN, ANALISIS, DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN, ANALISIS, DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN, ANALISIS, DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Responden Pada penelitian ini, responden berjumlah 160. Responden terdiri dari karyawan yang berstatus menikah. Adapun gambaran responden

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Marks and MacDermid (1996) menjelaskan work-life balance sebagai

BAB II LANDASAN TEORI. Marks and MacDermid (1996) menjelaskan work-life balance sebagai BAB II LANDASAN TEORI A. WORK-LIFE BALANCE 1. Definisi Work-Life Balance Marks and MacDermid (1996) menjelaskan work-life balance sebagai kecenderungan individu untuk sungguh-sungguh terikat dalam menampilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang teori-teori yang akan digunakan dalam penelitian. Selain itu juga akan dibahas tentang definisi, aspek dan karakteristik, faktor-faktor yang mempengaruhi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia (SDM) adalah pelaksanaan job analysis, perencanaan SDM,

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia (SDM) adalah pelaksanaan job analysis, perencanaan SDM, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu bagian dari manajemen yang berfokus kepada aspek manusia. Fungsi dari manajemen sumber daya manusia (SDM)

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN FAMILY SUPPORTIVE SUPERVISORY BEHAVIORS DAN TRUST IN SUPERVISOR DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT

2015 HUBUNGAN FAMILY SUPPORTIVE SUPERVISORY BEHAVIORS DAN TRUST IN SUPERVISOR DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang alasan yang melatarbelakangi peneliti melakukan penelitian. Bab ini meliputi latar belakang penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan RI mengatakan bahwa untuk mencapai Indonesia Sehat pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan RI mengatakan bahwa untuk mencapai Indonesia Sehat pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi berbagai ancaman kesehatan global, kini beberapa negara termasuk Indonesia semakin meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakatnya. Menteri

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh konflik pekerjaan..., Sekar Adelina Rara, FPsi UI, 2009

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh konflik pekerjaan..., Sekar Adelina Rara, FPsi UI, 2009 1 1. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Manajer merupakan seseorang yang berusaha menggapai tujuan organisasi atau perusahaan dengan mengatur orang lain agar bersedia melakukan tugas yang diperlukan untuk

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar belakang

1 PENDAHULUAN Latar belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar belakang Organisasi menghadapi persaingan yang amat ketat dan kompetitif saat ini. Globalisasi, perkembangan komunikasi dan teknologi informasi yang terjadi cepat selama 20 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau organisasi. Menurut Robbins (2008) perusahaan atau organisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. atau organisasi. Menurut Robbins (2008) perusahaan atau organisasi ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia kerja merupakan dunia tempat sekumpulan individu melakukan suatu aktivitas kerja, yang mana aktivitas tersebut terdapat di dalam perusahaan atau organisasi.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Kahn (dalam May dkk, 2004) work engagement dalam. pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota organisasi yang melaksanakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Kahn (dalam May dkk, 2004) work engagement dalam. pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota organisasi yang melaksanakan 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keterikatan Kerja (Work Engagement) 1. Pengertian keterikatan kerja Menurut Kahn (dalam May dkk, 2004) work engagement dalam pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota organisasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sampai saat ini belum ada definisi yang konsisten dan universal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sampai saat ini belum ada definisi yang konsisten dan universal BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Work Engagement 1. Definisi Work Engagement Telah banyak studi yang dilakukan mengenai engagement, tetapi sampai saat ini belum ada definisi yang konsisten dan universal mengenai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap hasil penelitian. Kegiatan penelitian harus mengikuti langkah-langkah

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap hasil penelitian. Kegiatan penelitian harus mengikuti langkah-langkah 35 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan faktor penting yang sangat berpengaruh terhadap hasil penelitian. Kegiatan penelitian harus mengikuti langkah-langkah atau prosedur kerja sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hidup di tempat kerja, pekerjaan dan keluarga, pekerjaan dan pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Hidup di tempat kerja, pekerjaan dan keluarga, pekerjaan dan pemenuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan tujuan utama seseorang dalam meraih aktualisasi diri terhadap potensi yang dimiliki. Dalam perjalanan kerja, sebagian besar orang mulai merasakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang bernama Gallup pada tahun 1990-an. Menurut survei Global,

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang bernama Gallup pada tahun 1990-an. Menurut survei Global, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asal-usul kemunculan employee engagement dalam dunia bisnis tidak sepenuhnya jelas. Pertama kali yang menggunakan ide tersebut adalah sebuah organisasi yang bernama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan, kemampuan marketing, dan sumber daya manusia (SDM).

BAB I PENDAHULUAN. keuangan, kemampuan marketing, dan sumber daya manusia (SDM). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karyawan sebagai sumber daya manusia merupakan aset paling penting bagi sebuah perusahaan. Ketatnya persaingan global menuntut perusahaan harus mampu bertahan dan tampil

Lebih terperinci

Hubungan employee engagement dan burnout pada karyawan divisi IT

Hubungan employee engagement dan burnout pada karyawan divisi IT Hubungan employee engagement dan burnout pada karyawan divisi IT Nama : Farid Hikmatullah NPM : 12512773 Jurusan : Psikologi Pembimbing : Dr. Intaglia Harsanti, Msi LATAR BELAKANG MASALAH Karyawan divisi

Lebih terperinci

untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat.

untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat. Perubahan zaman yang semakin berkembang menuntut perusahaanperusahaan untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia pendidikan saat ini menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia pendidikan saat ini menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia pendidikan saat ini menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan yang selaras dengan tuntutan dunia kerja. Salah satu lembaga pada jalur

Lebih terperinci

Salah satu tantangan terbesar perusahaan dalam persaingan di pasar global. engaged menjadi sangat berharga dalam mendukung kinerja perusahaan karena

Salah satu tantangan terbesar perusahaan dalam persaingan di pasar global. engaged menjadi sangat berharga dalam mendukung kinerja perusahaan karena 1 Salah satu tantangan terbesar perusahaan dalam persaingan di pasar global adalah mempertahankan karyawan yang berkualitas. Karyawan potensial yang engaged menjadi sangat berharga dalam mendukung kinerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia telah ditandai pergeseran

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia telah ditandai pergeseran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia telah ditandai pergeseran peran dan fungsi sumber daya manusia yang sangat dramatis. Fungsi sumber daya manusia tidak dianggap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Employee engagement merupakan rasa keterikatan secara emosional

BAB II LANDASAN TEORI. Employee engagement merupakan rasa keterikatan secara emosional BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Employee Engagement 2.1.1. Definisi Employee Engagement Employee engagement merupakan rasa keterikatan secara emosional dengan pekerjaan dan organisasi, termotivasi dan mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius

BAB I PENDAHULUAN. menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia (Widyaningrum, 2015). Hasil penelitian oleh Mello (2011: Widyaningrum, 2015)

BAB I PENDAHULUAN. manusia (Widyaningrum, 2015). Hasil penelitian oleh Mello (2011: Widyaningrum, 2015) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pandangan mengenai manusia atau karyawan sebagai aset utama perusahaan atau organisasi menjadi isu utama pada saat ini, khususnya di dalam manajemen sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga banyak yang menyebut keterikatan kerja merupakan old wine in

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga banyak yang menyebut keterikatan kerja merupakan old wine in BAB II LANDASAN TEORI A. Keterikatan Kerja 1. Definisi Keterikatan kerja marak dibicarakan di tahun-tahun belakangan ini, namun yang pertama menyebutkan mengenai kosep ini adalah Kahn (1990), sehingga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.A. Komitmen Organisasi II.A.1. Definisi Komitmen Organisasi Streers dan Porter (1991) mengemukakan bahwa komitmen merupakan suatu keadaan individu dimana individu menjadi sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Work Engagement. Work engagement atau worker engagement merupakan sebuah konsep

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Work Engagement. Work engagement atau worker engagement merupakan sebuah konsep BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Work Engagement 1. Pengertian Work Engagement Work engagement atau worker engagement merupakan sebuah konsep manajemen bisnis yang menyatakan bahwa karyawan yang memiliki engagement

Lebih terperinci

KEPRIBADIAN PROAKTIF DAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN PT PLN (PERSERO) DISTRIBUSI JAWA TENGAH DAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

KEPRIBADIAN PROAKTIF DAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN PT PLN (PERSERO) DISTRIBUSI JAWA TENGAH DAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPRIBADIAN PROAKTIF DAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN PT PLN (PERSERO) DISTRIBUSI JAWA TENGAH DAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Bonyta Ermintika Rizkiani, Dian Ratna Sawitri Fakultas Psikologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti yang tercantum dalam UU NO.36/2009 pengertian kesehatan adalah keadaan sehat,

BAB I PENDAHULUAN. seperti yang tercantum dalam UU NO.36/2009 pengertian kesehatan adalah keadaan sehat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan secara umum adalah sebagai suatu keadaan fisik, mental, dan sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan (WHO, 1984). Begitu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Metode penelitian yang digunakan merupakan penelitian deskriptif yang merupakan suatu bentuk penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organizational Citizenship Behavior 2.1.1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational citizenship behavior

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi ini mengharuskan setiap

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi ini mengharuskan setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi ini mengharuskan setiap organisasi berupaya menciptakan keunggulan-keunggulan kompetitif dimana keunggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti dalam Undang-Undang Dasar Upaya

BAB I PENDAHULUAN. sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti dalam Undang-Undang Dasar Upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sistem Kesehatan Nasional adalah suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan kemampuannya mencapai derajat kesehatan yang optimal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention

BAB II KAJIAN PUSTAKA Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) 1.1.1 Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali dipopulerkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali dipopulerkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali dipopulerkan oleh Organ

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. WORK ENGAGEMENT 1. Definisi Work Engagement Work engagement menjadi istilah yang meluas dan populer (Robinson, 2004). Work engagement memungkinkan individu untuk menanamkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung pula oleh sumber daya manusia yang berkualitas, baik dari segi mental, spritual maupun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Saat ini, engagement merupakan salah satu topik yang hangat di antara

BAB II LANDASAN TEORI. Saat ini, engagement merupakan salah satu topik yang hangat di antara BAB II LANDASAN TEORI A. Work Engagement Saat ini, engagement merupakan salah satu topik yang hangat di antara perusahan konsultan dan media-media bisnis terkenal (Saks, 2006). Work engagement menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bekerja bukanlah suatu hal yang baru di kalangan masyarakat. Berbeda dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bekerja bukanlah suatu hal yang baru di kalangan masyarakat. Berbeda dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melihat perkembangan era modern ini, pemandangan wanita bekerja bukanlah suatu hal yang baru di kalangan masyarakat. Berbeda dari budaya Timur yang pada umumnya peran

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA CAREER CAPITAL DAN WORK-LIFE BALANCE PADA KARYAWAN DI PT. PETROKIMIA GRESIK

HUBUNGAN ANTARA CAREER CAPITAL DAN WORK-LIFE BALANCE PADA KARYAWAN DI PT. PETROKIMIA GRESIK HUBUNGAN ANTARA CAREER CAPITAL DAN WORK-LIFE BALANCE PADA KARYAWAN DI PT. PETROKIMIA GRESIK Ilma Iftahul Ula ilmazone@yahoo.com Ika Rahma Susilawati Selly Dian Widyasari Program Studi Psikologi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memusatkan perhatian pada pengembangan SDM. soft skill yang di dalamnya terdapat unsur behavior dan attitude.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memusatkan perhatian pada pengembangan SDM. soft skill yang di dalamnya terdapat unsur behavior dan attitude. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap organisasi selalu berdiri disertai dengan suatu tujuan atau pencapaian. Guna mencapai tujuan tertentu organisasi membutuhkan beberapa faktor yang akan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Setelah dipaparkan dalam bab satu yang menjelaskan aspek-aspek yang mendasari penelitian, latar belakang masalah yang terjadi, tujuan dalam penelitian ini. Pada bab ini akan dijelaskan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Yang et al (2000) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga (work family

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Yang et al (2000) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga (work family 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Perubahan demografi tenaga kerja terhadap peningkatan jumlah wanita bekerja dan pasangan yang keduanya bekerja, telah mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan salah satu aset yang penting dalam suatu organisasi, karena sumber daya manusia dapat dikelola agar dapat memberikan efek positif bagi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lingkungan kerja 2.1.1 Definisi Lingkungan Kerja Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi. Penelitian mengenai engagement dalam pekerjaan yang berkembang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi. Penelitian mengenai engagement dalam pekerjaan yang berkembang 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Work Engagement A.1. Definisi Work Engagement Istilah engagement dalam konteks peran kerja karyawan mulai dibicarakan sejak lima belas tahun yang lalu dalam berbagai literatur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam sebuah penelitian ilmiah, tinjauan pustaka merupakan bagian yang penting untuk diuraikan sebagai dasar pijakan dalam membangun suatu konstruk teoritis, sebagai acuan dasar

Lebih terperinci

MSDM Materi 11 Tunjangan dan Imbalan Nonfinansial

MSDM Materi 11 Tunjangan dan Imbalan Nonfinansial MSDM Materi 11 Tunjangan dan Imbalan Nonfinansial http://deden08m.com 1 Pengertian Tunjangan Tunjangan (Kompensasi Finansial Tidak Langsung): Meliputi seluruh imbalan finansial yang tidak termasuk dalam

Lebih terperinci

Tunjangan dan Imbalan Nonfinansial

Tunjangan dan Imbalan Nonfinansial MSDM Materi 11 Tunjangan dan Imbalan Nonfinansial http://deden08m.com 1 Pengertian Tunjangan Tunjangan (Kompensasi Finansial Tidak Langsung): Meliputi seluruh imbalan finansial yang tidak termasuk dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Kurniawati, 2013). Begitu pula seperti yang tercantum dalam UU No.20/2003

BAB I PENDAHULUAN. (Kurniawati, 2013). Begitu pula seperti yang tercantum dalam UU No.20/2003 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses kehidupan untuk mengembangkan diri setiap individu agar dapat melangsungkan kehidupannya (Kurniawati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap organisasi. Banyak usaha dan daya yang dilakukan untuk mengatasi,

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap organisasi. Banyak usaha dan daya yang dilakukan untuk mengatasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi memberikan dampak yang besar terhadap perubahan yang sekarang terjadi. Globalisasi ditandai dengan cepatnya pergerakan manusia, barang, jasa, dan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari proses kematangan dan pengalaman dalam hidupnya. Perubahan-perubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari proses kematangan dan pengalaman dalam hidupnya. Perubahan-perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia selalu mengalami serangkaian perubahan yang terjadi akibat dari proses kematangan dan pengalaman dalam hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut dinamakan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah DKI Jakarta sehingga selain sebagai pusat pemerintahan, Jakarta juga merupakan pusat

BAB I PENDAHULUAN. adalah DKI Jakarta sehingga selain sebagai pusat pemerintahan, Jakarta juga merupakan pusat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang ada di dunia. Ibu kota Indonesia adalah DKI Jakarta sehingga selain sebagai pusat pemerintahan, Jakarta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Work-Life Balance. pekerjaan dengan bagian-bagian lain dalam kehidupan (Gambles, 2006). Gambles

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Work-Life Balance. pekerjaan dengan bagian-bagian lain dalam kehidupan (Gambles, 2006). Gambles BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Work-Life Balance 1. Pengertian Work-Life Balance Work-life balance adalah sebuah tantangan untuk mengombinasikan pekerjaan dengan bagian-bagian lain dalam kehidupan (Gambles,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekosistem, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekosistem, salah satunya adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas manusia yang terus meningkat menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekosistem, salah satunya adalah satwa. Tidak jarang manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Permasalahan. memiliki batasan reaktif yang dapat diidentifikasi serta bekerja bersama-sama untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Permasalahan. memiliki batasan reaktif yang dapat diidentifikasi serta bekerja bersama-sama untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan Organisasi merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasi secara sadar dan memiliki batasan reaktif yang dapat diidentifikasi serta bekerja bersama-sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Universitas adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Keterikatan Kerja Keterikatan kerja menarik bagi para praktisi dan peneliti akademik, karena keterikatan kerja menampilkan aspek

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB)

BAB II URAIAN TEORITIS. Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB) BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB) pernah dilakukan Marfirani (2008) dengan judul penelitian Hubungan Kepuasan Kerja dengan Organizational

Lebih terperinci

sumber daya manusianya. Hal ini disebabkan karena dunia kerja memiliki tuntutan

sumber daya manusianya. Hal ini disebabkan karena dunia kerja memiliki tuntutan sumber daya manusianya. Hal ini disebabkan karena dunia kerja memiliki tuntutan yang lebih tinggi terhadap karyawan atau calon karyawan agar dapat terus bersaing di dunia korporasi yang semakin kompetitif.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Studi tentang kesejahteraan psikologis pada karyawan dalam beberapa tahun

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Studi tentang kesejahteraan psikologis pada karyawan dalam beberapa tahun BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Studi tentang kesejahteraan psikologis pada karyawan dalam beberapa tahun terakhir mendapat perhatian yang cukup besar. Menurut Russel (2008) kesejahteraan psikologis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. seseorang. Menurut Wexley dan Yukl (2005: 129) kepuasan kerja adalah cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. seseorang. Menurut Wexley dan Yukl (2005: 129) kepuasan kerja adalah cara BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Kerja 1. Definisi Kepuasan Kerja Menurut Kinicki dan Kreitner (2014 : 169) kepuasan kerja adalah sebuah tanggapan afektif atau emosional terhadap berbagai segi pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, baik pria maupun wanita berusaha untuk mendapatkan pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, baik pria maupun wanita berusaha untuk mendapatkan pekerjaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini, baik pria maupun wanita berusaha untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan bekerja sebaik mungkin demi memenuhi kebutuhan hidup yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori OCB (Organizational Citizenship Behavior) OCB adalah sebuah konsep yang relatif baru dianalisis kinerja, tetapi itu merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Keterikatan kerja selalu menjadi isu penting di dalam dunia kerja, hal ini sangat berkaitan dengan kualitas Sumber Daya Manusia yang kemudian akan menentukan keberhasilan dan kemajuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intention to quit adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intention to quit adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Intention To Quit 2.1.1. Pengertian Intention To Quit Intention to quit adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti dari pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keduanya merupakan peran bagi pria, sementara bagi wanita akan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. keduanya merupakan peran bagi pria, sementara bagi wanita akan menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan pekerjaan dan keluarga menjadi bagian yang akan dilalui oleh setiap individu dalam hidupnya. Memilih keduanya atau menjalani salah satu saja merupakan

Lebih terperinci

yang memiliki peran penting dalam perusahaan karena mereka akan berhubungan dengan para pelanggan. Dalam masyarakat, karyawan pemasaran sering kali

yang memiliki peran penting dalam perusahaan karena mereka akan berhubungan dengan para pelanggan. Dalam masyarakat, karyawan pemasaran sering kali 2 structural equation model (SEM) to examine the relationship and the effects of independent variable to the dependent variable by the presence of mediator variable. The result of this research was that

Lebih terperinci