dibicarakan oleh perusahaan-perusahaan pada beberapa tahun terakhir ini, hal ini
|
|
- Shinta Salim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Work engagement karyawan merupakan permasalahan yang sering dibicarakan oleh perusahaan-perusahaan pada beberapa tahun terakhir ini, hal ini dikarenakan work engagement karyawan merupakan suatu hal yang penting untuk memastikan pertumbuhan jangka panjang & peningkatan keuntungan bisnis bagi perusahaan (Catteeuw, Flynn & Vonderhorst, 2007). Karyawan yang engages mampu meningkatkan loyalitas pelanggan, meningkatkan penjualan, meningkatkan keuntungan perusahaan dan cenderung menetap diperusahaan (Roberts & Davenport, 2002). Survei yang dilakukan oleh Gallup Consulting (2013), menjelaskan bahwa karyawan yang engage secara penuh kepada pekerjaannya biasanya hanya berlangsung pada 6 bulan pertama. Ditemukan bahwa sebanyak 40% karyawan menjadi tidak engaged dan 8% benar-benar lepas tangan dengan pekerjaannya setelah 6 bulan periode kerja. Bahkan setelah periode 6 bulan pertama tersebut, level engagament karyawan semakin menurun hingga 10 tahun masa kerja. Dan pada akhirnya engagement mereka menyusut hingga berada di level statis. Lebih lanjut survei yang dilaksanakan beberapa perusahaan konsultan menerangkan bahwa meskipun karyawan yang disengage tetap menunjukkan perilaku peduli terhadap organisasi dan pekerjaan mereka, tetapi mereka merasa kemampuan yang dimiliki tidak cocok dengan tugas-tugas yang diberikan. Terdapat juga karyawan yang bertahan tetapi tidak berkomitmen terhadap pekerjaan dan organisasi, tahapan ekstrim adalah karyawan yang memutuskan untuk keluar dari perusahaan (Chalofsky & Krishna, 2009). 2
2 Preliminary pada perusahaan yang akan menjadi sampel penelitian menemukan bahwa karyawan yang disengage ditunjukkan dengan perilaku kecurangan dalam absensi terutama pada saat weekdays, dan sering adanya keluhan ketika pulang terlambat terutama pada saat pergantian shift. Karyawan cenderung bersedia untuk lembur dikarenakan adanya insentif bukannya karena ada pekerjaan yang harus diselesaikan, kurang antusias terhadap pekerjaan yang dilakukan dan turn over yang cukup tinggi terutama di departmen sales & marketing. Ciri-ciri yang ditunjukkan ini memiliki kesesuaian dengan survei yang dilakukan oleh Gallup consulting (2010) dengan mengaitkan perilaku engagement melalui turn over, produktifitas, profitabilitas, keamanan ditempat kerja, dan ketidak hadiran karyawan. Berdasarkan uraian tersebut work engagement karyawan menunjukkan kondisi-kondisi positif yang dimiliki oleh individu serta berhubungan dengan variabel-variabel penting di perusahaan seperti meningkatnya loyalitas pelanggan, tingkat kehadiran yang rendah, dan meningkatnya keuntungan perusahaan. Melalui work engagement karyawan, diharapkan perusahaan mendapatkan peningkatan keuntungan secara berkelanjutan. Bakker dan Leither (1990) menjelaskan engagement berhubungan dengan pengalaman psikologis terhadap suatu pekerjaan. Konteks pekerjaan tersebut menentukan kehadiran dan ketidakhadiran dirinya dalam melaksanakan tugas. Schaufeli, Salanova, Gonzalez-Roma & Bakker (2001), Schaufeli & Bakker (2004) mendefinisikan work engagement sebagai kondisi yang positif, dan aktivitas mental yang berkaitan dengan pekerjaan yang ditandai oleh semangat 3
3 atau kekuatan mental (vigor), dedikasi (dedication), dan penghayatan (absorption). Engagement mengacu pada kondisi perasaan dan pemikiran yang sungguh-sungguh dan konsisten yang tidak hanya fokus pada objek, peristiwa, individu atau perilaku tertentu saja. Dapat dikatakan work engagement adalah kondisi positif yang dimiliki oleh individu terhadap pekerjaannya, dimana dia merasa bersemangat, tertarik dan mau mengerahkan usaha serta terlibat dalam pekerjaan tersebut. Dalam literatur akademik dikatakan bahwa engagement berhubungan namun berbeda dengan konstruk lain dalam perilaku organisasi, seperti yang disampaikan oleh Schaufeli dan Bakker (2010) bahwa work engagement merupakan hubungan antara karyawan dengan pekerjaan mereka, sedangkan, employee engagement mencakup pada hubungan karyawan dengan organisasinya. Begitu pula pendapat yang dikemukakan oleh Saks (2006), bahwa organizational commitment berfokusnya pada organisasi, sedangkan work engagement berfokus pada individu. Dalam Job satisfaction, pekerjaan merupakan sumber pemenuhan dan kepuasan kebutuhan, atau dapat berarti menjauhkan karyawan dari hal-hal yang mengganggu atau dapat menimbulkan ketidakpuasan. Dalam organization citizenship behavior, melibatkan perilaku informal dan sukarela dalam menolong rekan kerja dan organisasi, sedangkan engagement lebih fokus pada kinerja peran formal. Work engagement juga berbeda dengan job involvement (May, Gilson dan Harter, 2004), job involvement sama dengan aspek involvement pada engagement, namun tidak melibatkan adanya aspek energi dan efektivitas. 4
4 Pada penelitian ini, peneliti memilih work engagement karena menjadi hal yang menarik ketika banyak penelitian menempatkan karyawan yang memiliki work engagement mampu meningkatkan pertumbuhan keuntungan pada bisnis perusahaan, seperti meningkatnya loyalitas pelanggan, berkurangnya turnover, dan karyawan yang engange berperilaku dan memiliki kondisi emosi yang positif. Tiga dimensi dalam work engagement (Schaufeli, Salanova, González- Romá & Bakker, 2002; Schaufeli & Bakker, 2004) yaitu: 1) vigor didefinisikan sebagai level energi yang tinggi, ketahanan mental dalam bekerja, kemauan untuk sungguh-sungguh berusaha dalam bekerja, dan tetap gigih meski menemui kesulitan, 2) dedication didefinisikan sebagai keterlibatan secara kuat di dalam satu pekerjaan ditandai oleh suatu perasaan yang penuh makna, antusias, inspiratif, bangga terhadap tantangan dalam pekerjaan itu, 3) absorption didefinisikan dengan berkonsentrasi secara penuh dan minat yang mendalam terhadap pekerjaan, sehingga merasa waktu berlalu dengan cepat dan sulit untuk melepaskan diri dari pekerjaan. Penelitian yang dilakukan oleh Saks (2006); Rich, Lepine & Crawford (2010) tentang anteseden dan konsekuensi dari engagement menunjukkan bahwa perceived organizational support merupakan salah satu prediktor yang signfikan terhadap munculnya engagement karyawan. Hakanen, Bakker & Demerouti (2005); Halbesleben, Schaufeli, & Salanova (2007) mengungkapkan bahwa job resources seperti dukungan sosial dari rekan kerja dan supervisor, feedback terhadap kinerja, keterampilan, autonomy, dan kesempatan untuk belajar memiliki hubungan positif dengan work engagement. Resources tersebut merupakan suatu 5
5 hal yang penting untuk mendapatkan pengalaman kerja yang positif. Day level personal resources seperti self efficacy, optimism, dan self esteem merupakan prediktor work engagement dan mendukung karyawan untuk engage dengan pekerjaannya (Sonnentag, 2003). Work engagement juga berhubungan positif dengan resources lainnya, yang juga biasa disebut dengan motivator atau energizer, yaitu dukungan organisasi, dukungan atasan, pengakuan dan hadiah, keadilan prosedural (Saks, 2006), karakteristik pekerjaan (Schaufeli & Bakker. 2003), serta praktik pengembangan karir (Satya, 2011), produktivitas, keamanan, kepuasan kerja, komitmen terhadap organisasi dan organizational citizenship behavior (Harter, Schmidt & Hayes, 2002; Saks, 2006), serta berkorelasi negatif dengan tingkat ketidakhadiran karyawan (Jones, Ni & Wilson, 2009). Engagement terjadi ketika karyawan mengetahui apa yang diharapkan, apakah mendapatkan sumber daya untuk menyelesaikan pekerjaan, apakah memiliki kesempatan untuk berpartisipasi terhadap pengembangan serta mendapatkan umpan balik, dan merasa bahwa kontribusi yang diberikan terhadap organisasi dapat diterima atau diapresiasi (Batista-Taran, Shuck, Gutierrez, & Baralt, 2009; Shirey, 2006). Macey & Scheneider (2008) menyatakan bahwa interaksi bawahan dengan atasannya dari segi respek, afeksi, kontribusi dan loyalitas, membuat bawahan merasa lebih engage, karena merasa didukung oleh atasannya, dan karyawan merasa bahwa atasannya percaya pada kemampuannya. Interaksi antara atasan dan bawahan ini disebut dengan leader-member exchange. Leader-member exchange berawal dari teori vertical dyad linkage (VDL), yang diperkenalkan sejak tahun 1970an. Vertical dyad merupakan hubungan yang 6
6 terjadi antara dua orang yang berbeda pada tingkat atau level yang berbeda dalam suatu organisasi, yaitu atasan dan bawahannya. (Cashman, Dansereau, Graen, & Haga, 1976; Graen & Cashman, 1975). Leader-member exchange (LMX) merupakan teori yang berfokus pada hubungan antara atasan dan bawahan, yang bermula dari teori pertukaran sosial (social exchange) (Erdogen & Enders, 2007). Teori Leader-member exchange berpendapat bahwa atasan atau supervisor mengembangkan hubungan yang berbeda dengan masing-masing bawahan melalui serangkaian pertukaran relasi kerja (work related exchange) (Graen & Cashman, 1975; Graen & Scandura, 1987). Tingkat kedekatan dari hubungan antara pemimpin dan bawahan ini yang menunjukkan adanya indikasi dari leadermember exchange (LMX) pada suatu organisasi (Truckenbrodt, 2000). LMX merupakan sebuah konsep yang mampu menjelaskan bagaimana hubungan antara atasan dan bawahan berpengaruh terhadap kinerja karyawan (Cogliser et al., 2009). Dengan demikian leader-member exchange merupakan kualitas hubungan karyawan atau interaksinya dengan atasan langsungnya di perusahaan. Teori ini mengungkapkan terdapat perbedaan sikap yang diterima bawahan dari pemimpinnya, berdasarkan perbedaan tersebut, teori LMX terbagi kedalam dua kategori berikut yaitu in-group dan out-group. Kategori in-group, bawahan lebih percaya mendapatkan perhatian dalam porsi yang lebih besar (dari yang seharusnya) dari pemimpin, dan mendapatkan hak-hak khusus. Pada kategori ini, pemimpin cenderung untuk mempercayakan penyelesaian tugas kepada bawahan, pemimpin juga lebih sering berinteraksi dengan bawahan. Kategori yang kedua yaitu out-group, menerangkan bahwa bawahan yang termasuk kedalam kategori 7
7 ini mendapatkan waktu yang terbatas dari pemimpin dan hubungan antara atasan dan bawahan didasarkan pada hubungan formal. (Robbins, 2007). LMX dikembangkan oleh Liden & Maslyn (1998) yang terdiri dari empat dimensi yang berbeda, yaitu (a) afeksi, merupakan sikap saling mempengaruhi satu sama lain antara atasan dan bawahan berdasarkan daya tarik interpersonal dan tidak hanya dari nilai professional pekerja (seperti, persahabatan), b) loyalitas, merupakan ekspresi dan ungkapan untuk mendukung penuh tujuan dan karakter pribadi anggota lainnya dalam hubungan timbal balik pimpinan dan bawahan (dyad LMX) (seperti, kesetiaan); (c) kontribusi, merupakan persepsi tentang kegiatan yang berorientasi pada tugas di tingkat tertentu antara setiap anggota untuk mencapai tujuan bersama (eksplisit atau implisit). Sejauhmana anggota bawahan dari dyad menangani tanggung jawab dan menyelesaikan tugas-tugasnya secara bertanggung jawab atau sesuai kontrak kerja, serta sejauhmana atasan memberikan sumber daya dan peluang untuk kegiatan tersebut, (d) Respek profesional, adalah persepsi dimana setiap anggota dalam hubungan tersebut telah menciptakan reputasi didalam atau diluar organisasi. Persepsi ini dapat didasarkan pada data sejarah tentang seseorang, seperti pengalaman pribadi dengan seseorang, komentar yang dibuat menggenai seseorang yang diperoleh secara pribadi dari dalam maupun dari luar organisasi, serta penghargaan atau pengakuan professional yang diperoleh seseorang. Kualitas dari LMX sangat berhubungan dengan beberapa out put penting seperti meningkatnya kinerja atasan dan bawahan, kinerja kelompok, juga akan meningkatkan performa organisasi (Masterson, Lewis, Goldman & Taylor, 2000; 8
8 Erdogan & Enders, 2007), berhubungan dengan variabel job performance, organization cirizenship behavior, kepuasan kerja, komitmen organisasi, perilaku menyimpang, dan terbuka terhadap perubahan organisasi (Hofmann, Morgeson, & Gerras, 2003; van Dam, Oreg, & Schyns, 2008). LMX mempengaruhi kinerja bawahan melalui pengembangan hubungan ikatan sosial yang lebih kuat (Wang, et al., 2005). Pimpinan yang mendukung kegiatan bawahan, aktif memberikan coaching dan mentoring merupakan strategi penting dalam hubungan atasanbawahan yang bertujuan untuk menarik dan mempertahankan karyawan terbaiknya. Membantu karyawan bekerja dalam potensi mereka, dan membangun budaya learning organization (Joo, 2008). Schuetzendorf (dalam Septarini dan Yuwono, 2002) menyatakan bahwa di Indonesia anggota kelompok memiliki kecenderungan untuk saling mendukung (gotong royong), anggota kelompok menerima perlindungan dari anggota lainnya untuk menciptakan keharmonisan, yang dalam istilah Hofstede (1984), Hui & Trandis (1986) disebut dengan kolektivisme. Kolektifisme adalah sejauhmana individu melandaskan atau mendasarkan identitas dirinya pada keanggotaan kelompok (Hofstede, 1984). Kolektivisme didefinisikan sebagai sistem nilai yang dianut dimana individu memiliki perhatian terhadap kegiatan individu yang lainnya, saling berbagi keuntungan material maupun non-material, memiliki kecenderungan dan kesediaan untuk menerima pendapat atau pandangan orang lain, memiliki perhatian kepada yang lainnya, serta cenderung berpartisipasi dan memberikan kontribusi terhadap kehidupan orang lain (Hui & Trandis, 1986; 225). Didalam bekerja secara tim, kolektivisme 9
9 meraih tujuan yang mengarah pada kepentingan bersama, menyukai penyelesaian pekerjaan secara bersama, membangun kepercayaan melalui proses afeksi, tanggung jawab terhadap pekerjaan lebih melihat ke sisi kelompok, dan dalam menerima penghargaan melihatnya dari sisi persamaan. Berbeda dengan individualisme, yang dalam meraih tujuan cenderung mandiri, lebih menyukai bekerja secara individu, membangun kepercayaan karena adanya proses kognitif, tanggung jawab pekerjaan lebih melihat ke sisi individual, dan dalam menerima penghargaan melihatnya dari sisi kewajaran atau keadilan (Adler, 2009; McAtaver & Nikolovska, 2010). Elemen paling mendasar pada kolektifisme adalah ikatan bersama dalam kelompok dan satu sama lain yang memiliki kewajiban yang sama (Oyserman et al., 2002). Dengan demikian kolektivisme menekankan pada diri yang interdependen terhadap orang lain, mendahulukan kepentingan kelompok daripada kepentingan diri dan hubungan antar pribadi yang bersifat emosional. Berbicara mengenai kolektivisme tidak lepas dari konteks individualisme, dalam masyarakat kolektif, tidak semua anggotanya kolektifistik, walaupun demikian, mayoritas anggota masyarakatnya adalah kolektifistik (Triandis, 1996; 2004). Individualisme dan kolektivisme kemudian diperluas menjadi sebuah konstruk yang bersifat multi dimensi dengan menambahkan aspek horizontalvertikal. Dengan demikian, terdapat empat kombinasi: (1) kolektivisme-vertikal (KV), merupakan pola-pola relasi sosial yang lebih menempatkan interdependensi diri dengan orang lain dalam suatu jenjang yang hirarkis, tidak setara dan berorientasi pada tugas dan tanggung jawab. Pola ini lebih berorientasi pada tugas dari figur otoritas, tradisionalis dan menekankan pada kohesivitas kelompok. (2) 10
10 individulisme-vertikal (IV), merupakan pola-pola relasi sosial yang lebih menempatkan independensi diri terhadap orang lain dalam suatu jenjang hirarkis. Pola ini dicirikan oleh adanya situasi kompetitif dan berorientasi pada prestasi. (3) kolektivisme-horizontal (KH), merupakan pola-pola relasi sosial yang lebih menempatkan interdepedensi diri dengan orang lain dalam suatu jenjang yang setara, pola ini berorientasi pada kerjasama. (4) individualisme-horizontal (IH), merupakan pola-pola relasi sosial yang lebih menempatkan independensi diri terhadap orang lain dalam suatu jenjang yang setara. Pola ini berorientasi pada keunikan individu. Secara statistik terdapat perbedaan yang signifikan pada sikap individualistik dan kolektivistik di Brazil, Rusia, India dan china. India memiliki sikap yang lebih individualis dibandingkan Brazil, Rusia dan China. China memiliki sikap kolektivistik yang lebih tinggi dibandingkan dengan Brazil, Rusia dan India. Brazil memiliki sikap individualistik yang lebih tinggi dibandingkaan China (Yu-TeTu, 2011). Hofstede (1984) menempatkan Indonesia sebagai bangsa dengan nilai kolektivisme yang tergolong tinggi bila dibandingkan dengan India, Jepang, Malaysia, Philiphina dan negara-negara Arab. Pada kolektivisme, hubungan interpersonal merupakan salah satu kunci mekanisme yang membuat individu atau karyawan melekat pada organisasi (Wasti, 2003). Kolektivisme menunjukkan sikap dan perilaku yang didasarkan pada adanya kepercayaan bahwa kemampuan bertahan hidup pada unit terkecil berada pada kemampuan kolektivisme bukan pada individualisme (Hui & Triandis, 1986; & Hui, 1998). Kolektivisme memiliki peran dilingkungan kerja, 11
11 memiliki hubungan yang positif dengan kepuasan kerja, kebahagiaan serta keharmonisan di lingkungan kerja, kualitas pelayanan, serta dipengaruhi oleh kepribadian dan kolektifitas mempengaruhi peran pemimpin, serta memiliki peran dalam memelihara hubungan karyawan (Erdogan & Liden, 2006). Kolektivisme diduga mampu mempengaruhi hubungan antara LMX dan work engagement melalui keharmonisan, kepedulian, partisipasi, dan bekerja secara berkelompok baik antara rekan kerja maupun antara atasan dan bawahan, sehingga mendorong karyawan untuk engage terhadap pekerjaan dan organisasi. Karyawan dengan LMX yang tinggi akan lebih engage dengan aktivitas di organisasi (e.g., Driver, 2002; Maurer et al., 2002; Paparoidamis, 2005), dan memiliki dorongan yang lebih untuk sukses melalui engaging di aktivitas learning organization dibandingkan karyawan dengan LMX yang rendah. Pemimpin memiliki peran didalam mendorong karyawan untuk engage yaitu dengan mendukung rasa saling percaya, saling menghormati, dan hubungan timbal balik dengan bawahan (Bezuijen, van Dam, van den Berg & Thierry, 2010). Karyawan akan membalas kualitas perlakuan atasan mereka tersebut dengan engage dan menampilkan perilaku yang positif. Hal tersebut diwujudkan dalam work engagement yang tinggi (Fangyi Liao-Holbrook, 2012). Karyawan yang memiliki work engagement yang tinggi, memiliki pengalaman positif terhadap pekerjaannya, dimana dia merasa bersemangat, tertarik dan mau mengerahkan usaha serta terlibat dalam pekerjaan tersebut. Teori work engagement menggarisbawahi pada peranan kualitas pemimpin dan mencoba untuk menjelaskan bagaimana pemimpin mendorong kinerja karyawan 12
12 dengan meningkatkan tingkat emosional dan komitmen karyawan (Bakker 2010: 12). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada prediktor yang spesifik yang mempengaruhi tingkat engagement karyawan secara ekslusif. Meskipun begitu kualitas pemimpin memberikan pengaruh yang besar (Gallup, 2008). Kualitas kepemimpinan, budaya organisasi, karakteristik pekerjaan sehari-hari, karakteristik senior eksekutif didalam kelompok, kesempatan untuk belajar dan berkembang, keuntungan yang didapatkan, dan strategi kompensasi mempengaruhi engagement karyawan di dalam organisasi. (PCI, 2008 & Marketing Leadership Council (MLC), 2006). Terdapat 5 aspek utama yang mendorong dan memberikan kontribusi terhadap karyawan untuk engage, diantaranya hubungan atasan dan bawahan, komunikasi dan harapan yang jelas, kesempatan berkembang baik secara pribadi maupun professional, kesempatan untuk didengarkan dan memberikan kontribusi terhadap organisasi, dan memiliki sumber daya yang dibutuhkan secara efektif (ASTD, 2008; Macy & Schneider, 2008; Maylett & Riboldi, 2008; MLC, 2006; Morrison, 2008; PCI, 2008; Robinson, et al, 2004; Towers-Perrin, 2008). Dari lima aspek tersebut yang paling mempengaruhi adalah peran dari pemimpin (Lockwood, 2007; Towers-Perrin, 2008; Wellins & Concelman, 2005). Piersol (2007) berpendapat bahwa Employee engagement itu bukan suatu konstruk unilateral yang dikhususkan pada karyawan, tetapi merupakan hubungan simbiosis dengan perusahaan secara keseluruhan, dan manajemen memegang tanggung jawab yang utama. Pemimpin bertindak sebagai sandaran di dalam organisasi dan dengan jelas memiliki peran yang banyak dalam mendukung 13
13 engagement karyawan (Erdogan & Enders, 2007; Robinson et al., 2004). Dalam hal ini kolektivisme akan berusaha untuk menciptakan dan memelihara keharmonisan, kepedulian, partisipasi, dan bekerja secara berkelompok baik antara rekan kerja maupun antara atasan dan bawahan, sehingga mendorong karyawan untuk engage terhadap pekerjaan dan organisasi (Erdogan & Liden, 2006). Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk: (1) menguji bagaimana peran leader member exchange (LMX) terhadap work engagement karyawan, serta (2) Bagaimana efek collectivism dalam mempengaruhi peran leader member exchange (LMX) terhadap work engagement karyawan. Collectivsm Leader-member Exchange (LMX) Work Engagement Karyawan Gambar 1. Model konseptual hipotesis penelitian. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini antara lain : H 1 : Terdapat peran leader-member exchange (LMX) terhadap work engagement karyawan, semakin tinggi kualitas leader-member exchange (LMX), maka semakin tinggi work engagement karyawan. H 2 : Collectivism memperkuat kualitas peran leader-member exchange (LMX) terhadap work engagement karyawan. 14
PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak
PENDAHULUAN Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak dilakukan di bidang human resource development (HRD) (Chalofsky
Lebih terperinciuntuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat.
Perubahan zaman yang semakin berkembang menuntut perusahaanperusahaan untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010).
BAB II LANDASAN TEORI A. Employee Engagement 1. Pengertian Employee Engagement Kata engage memiliki berbagai makna dan banyak peneliti yang memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. organisasi yang bernama Gallup pada tahun 1990-an. Menurut survei Global,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asal-usul kemunculan employee engagement dalam dunia bisnis tidak sepenuhnya jelas. Pertama kali yang menggunakan ide tersebut adalah sebuah organisasi yang bernama
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Employee Engagement 2.1.1 Pengertian Employee Engagement Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel mereka, tetapi belum ada definisi jelas mengenai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Keterikatan Kerja Keterikatan kerja menarik bagi para praktisi dan peneliti akademik, karena keterikatan kerja menampilkan aspek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Keterikatan kerja selalu menjadi isu penting di dalam dunia kerja, hal ini sangat berkaitan dengan kualitas Sumber Daya Manusia yang kemudian akan menentukan keberhasilan dan kemajuan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational citizenship behavior (OCB) merupakan perilaku yang ada didalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keuangan, kemampuan marketing, dan sumber daya manusia (SDM).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karyawan sebagai sumber daya manusia merupakan aset paling penting bagi sebuah perusahaan. Ketatnya persaingan global menuntut perusahaan harus mampu bertahan dan tampil
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah
BAB II LANDASAN TEORI A. Employee Engagement 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah engagement pertama kali digunakan dalam setting pekerjaan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi ini mengharuskan setiap
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi ini mengharuskan setiap organisasi berupaya menciptakan keunggulan-keunggulan kompetitif dimana keunggulan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. yang mendefinisikan work engagement adalah tingkat keterikatan fisik,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Work Engagement Konsep engagement atau keterikatan dipopulerkan oleh Kahn (1990) yang mendefinisikan work engagement adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daya manusia (SDM) adalah pelaksanaan job analysis, perencanaan SDM,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu bagian dari manajemen yang berfokus kepada aspek manusia. Fungsi dari manajemen sumber daya manusia (SDM)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan global yang semakin ketat dewasa ini mengakibatkan perusahaan membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital (sumber daya manusia)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang ini tingkat persaingan bisnis semakin tinggi, terutama dalam memasuki era globalisasi. Pesaing yang muncul bukan hanya kalangan dalam negeri namun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kepuasan karyawan salah satu elemen penting untuk membangun kinerja suatu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepuasan karyawan salah satu elemen penting untuk membangun kinerja suatu organisasi (Yodhia Antariksa, 2008). Karyawan yang loyal dan produktif tentu tidak otomatis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. 1. Pengertian Kinerja. tujuan organisasi (Viswesvaran & Ones, 2000). McCloy et al. (1994)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kinerja 1. Pengertian Kinerja Kinerja didefinisikan sebagai tindakan yang hasilnya dapat dihitung, selain itu juga dapat didefinisikan sebagai hasil kontribusi karyawan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masykarakat, bangsa dan negara (Undang-undang Sisdiknas RI
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah upaya sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimainkan oleh orang yaitu karyawan dalam organisasi dapat memberikan sesuatu yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini, aspek manusia dalam organisasi menjadi salah satu aset yang sangat berpengaruh dan berdampak bagi keberhasilan suatu organisasi. Tidak dapat dipungkiri
Lebih terperinciyang memiliki peran penting dalam perusahaan karena mereka akan berhubungan dengan para pelanggan. Dalam masyarakat, karyawan pemasaran sering kali
2 structural equation model (SEM) to examine the relationship and the effects of independent variable to the dependent variable by the presence of mediator variable. The result of this research was that
Lebih terperinciBAB II TELAAH PUSTAKA. mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek
BAB II TELAAH PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka Pembahasan pada bab ini dimaksudkan untuk memberi penjelasan mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek penelitian termasuk pengaruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beban operasional perusahaan sehingga mengakibatkan jumlah jabatan struktural
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini dinamika lingkungan perusahaan menunjukkan persaingan yang ketat. Sehingga banyak perusahaan berusaha menjadikan organisasi mereka menjadi lebih efisien.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN REFERENSI
BAB 2 TINJAUAN REFERENSI 2.1 Keterikatan Kerja 2.1.1 Keterikatan Kerja Pada dasarnya keterikatan kerja merupakan beberapa istilah dari job engagement, dan employee engagement. Menurut Schaufeli et al.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang teori-teori yang akan digunakan dalam penelitian. Selain itu juga akan dibahas tentang definisi, aspek dan karakteristik, faktor-faktor yang mempengaruhi,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Supervisi merupakan salah satu bagian dari faktor hygiene yang
BAB II LANDASAN TEORI II.A. Kepuasan terhadap Supervisi Supervisi merupakan salah satu bagian dari faktor hygiene yang disebutkan Herzberg dalam teorinya. Faktor hygiene merupakan faktor yang tidak dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perubahan UU No.8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Pokok Kepegawaian No.43 Tahun 1999 Tentang Perubahan UU No.8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai Negeri Sipil adalah unsur
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah. serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja
11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Iklim Organisasi 2.1.1 Pengertian Iklim Organisasi Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan kehidupan bangsa, hal ini tidak lepas dari peran seorang guru. Guru memiliki peran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumber pendapatan seseorang dapat berasal dari berbagai hal. Menurut Kiyosaki (2002) terdapat empat sumber untuk mendapat penghasilan, yaitu sebagai karyawan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia telah ditandai pergeseran
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia telah ditandai pergeseran peran dan fungsi sumber daya manusia yang sangat dramatis. Fungsi sumber daya manusia tidak dianggap
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Mathis dan Jackson (2006:3), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah rancangan sistem-sistem formal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap peningkatan pendapatan Indonesia. Kementerian Pertanian menyatakan bahwa pada tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Jenjang pendidikan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan Steers, 1982;
BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi dapat didefenisikan dengan dua cara yang amat berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan
Lebih terperinciSalah satu tantangan terbesar perusahaan dalam persaingan di pasar global. engaged menjadi sangat berharga dalam mendukung kinerja perusahaan karena
1 Salah satu tantangan terbesar perusahaan dalam persaingan di pasar global adalah mempertahankan karyawan yang berkualitas. Karyawan potensial yang engaged menjadi sangat berharga dalam mendukung kinerja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab ini diawali dengan latar belakang peneliti dalam pemilihan topik
BAB I PENDAHULUAN Bab ini diawali dengan latar belakang peneliti dalam pemilihan topik penelitian. Latar belakang masalah berisi pemaparan mengenai isu konseptual employee engagement dan isu kontekstualnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tujuan organisasi dan terdapat orang-orang yang dapat berkomunikasi satu sama
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada zaman globalisasi saat ini, menuntut berbagai pihak untuk selalu berkembang dan berkontribusi banyak dalam perubahan. Organisasi adalah salah satu dari agen perubahan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Employee engagement merupakan rasa keterikatan secara emosional
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Employee Engagement 2.1.1. Definisi Employee Engagement Employee engagement merupakan rasa keterikatan secara emosional dengan pekerjaan dan organisasi, termotivasi dan mampu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan RI mengatakan bahwa untuk mencapai Indonesia Sehat pada tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi berbagai ancaman kesehatan global, kini beberapa negara termasuk Indonesia semakin meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakatnya. Menteri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kinerja karyawan. Bagaimana tidak, karena sesungguhnya seluruh faktor eksternal
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kepemimpinan merupakan tulang punggung pengembangan organisasi, karena tanpa kepemimpinan yang baik akan sulit untuk mencapai tujuan organisasi. Pola kepemimpinan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. segala kegiatan bisnis dan perekonomian, hal ini menyebabkan terjadinya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi dunia ditandai dengan semakin pesatnya perkembangan di segala kegiatan bisnis dan perekonomian, hal ini menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Work Engagement BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Pengertian Work Engagement Menurut Macey & Scheneider (2008), engagement yakni rasa seseorang terhadap tujuan dan energi yang terfokus, memperlihatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Permasalahan. memiliki batasan reaktif yang dapat diidentifikasi serta bekerja bersama-sama untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan Organisasi merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasi secara sadar dan memiliki batasan reaktif yang dapat diidentifikasi serta bekerja bersama-sama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting,
1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam membangun negara yang sejahtera dan mampu menyejahterakan rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting, termasuk di negara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya, setiap organisasi membutuhkan sumber daya manusia dalam mencapai tujuan organisasi. Sumber daya manusia merupakan aset yang penting karena ia memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satunya adalah cabang Solo Raya dan Madiun Raya. Pada bulan April 2016
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pergantian manajer wilayah yang terjadi pada BUMN adalah suatu hal yang biasa terjadi, salah satunya pada PT. Kimia Farma, Tbk. Pergantian manajer wilayah tersebut
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. ketidakpastian yang tinggi telah menuntut organisasi-organisasi modern untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan ekonomi global yang dicirikan dengan perubahan cepat, dinamika tinggi, permintaan tinggi atas inovasi, dan (karenanya) memiliki tingkat ketidakpastian
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013)
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional 2.1.1. Pengertian Komitmen Organisasional Komitmen organisasional adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serta
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lingkungan kerja 2.1.1 Definisi Lingkungan Kerja Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara
BAB II LANDASAN TEORI A. KOMITMEN KARYAWAN TERHADAP ORGANISASI 1. Defenisi Komitmen Karyawan terhadap Organisasi Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara individu karyawan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Keterikatan kerja atau yang sering disebut engagement
BAB II LANDASAN TEORI A. Keterikatan Kerja 1. Definisi Keterikatan Kerja Keterikatan kerja atau yang sering disebut engagement dinyatakan Vazirani (2007) sebagai tingkat komitmen dan keterlibatan yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organizational Citizenship Behavior 2.1.1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational citizenship behavior
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis employee engagement di
BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN A. Simpulan Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis employee engagement di lingkungan PT PGE. Berdasarkan analisis dan pembahasan penelitian yang dilakukan di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Era globalisasi mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, perkembangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Era globalisasi mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, perkembangan tersebut menuntut adanya kemajuan dalam kehidupan manusia. Globalisasi memberikan dampak
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job
9 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisikan tentang teori-teori yang digunakan untuk mendukung dan menjelaskan variabel dalam penelitian. Pembahasan dalam bab ini dimulai dari pembahasan komitmen organisasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. organisasi juga dapat dikatakan sebagai suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi merupakan sistem dan kegiatan manusia yang saling bekerja sama, organisasi juga dapat dikatakan sebagai suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Fokus penelitian pada keluaran organisasi telah banyak dilakukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fokus penelitian pada keluaran organisasi telah banyak dilakukan karena dapat dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan organisasi dan tingkat keberlangsungan organisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi dan ditunjang perkembangan dunia usaha yang semakin pesat mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu strategi
Lebih terperinciMEMBANGUN EMPLOYEE ENGAGEMENT EMPLOYEE ENGAGEMENT. Dian Yanuar Roffanna, S.Psi., M.Psi. Bagian Sumber Daya Manusia
EMPLOYEE ENGAGEMENT Dian Yanuar Roffanna, S.Psi., M.Psi. Bagian Sumber Daya Manusia 1 MENINGKATKAN EMPLOYEE ENGAGEMENT Beberapa pakar organisasi menjelaskan bahwa level keterikatan karyawan (employee engagement)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manajemen sumber daya manusia (Saks, 2006). Para praktisi organisasi dan para
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Employee engagement merupakan konsep yang relatif baru bagi manajemen. Konsep ini menjadi sebuah pembahasan yang menarik bagi perkembangan ilmu manajemen sumber
Lebih terperinciII. LANDASAN TEORI. Menurut Lussier (2005: 486) mengatakan bahwa iklim organisasi adalah persepsi
16 II. LANDASAN TEORI A. Definisi Iklim Organisasi Menurut Lussier (2005: 486) mengatakan bahwa iklim organisasi adalah persepsi pegawai mengenai kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relatif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perilaku keanggotaan organisasi (Organizational Citizenship Behavior-OCB) telah menjadi topik yang mendapat banyak perhatian dari para akademisi maupun para
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA JOB CRAFTING DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN GENERASI Y DI KANTOR PUSAT PT. BANK BUKOPIN, TBK JAKARTA
HUBUNGAN ANTARA JOB CRAFTING DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN GENERASI Y DI KANTOR PUSAT PT. BANK BUKOPIN, TBK JAKARTA Rahmani Azizah 15010113140103 Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro ABSTRAK
Lebih terperinciPSIKOLOGI KEPEMIMPINAN
Modul ke: PSIKOLOGI KEPEMIMPINAN TEORI PEMBUATAN PERAN DYADIC DAN MENJADI PENGIKUT Fakultas PSIKOLOGI Dian Din Astuti Mulia, S.Psi., M.A Program Studi PSIKOLOGI www.mercubuana.ac.id TEORI PEMBUATAN PERAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi. Penelitian mengenai engagement dalam pekerjaan yang berkembang
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Work Engagement A.1. Definisi Work Engagement Istilah engagement dalam konteks peran kerja karyawan mulai dibicarakan sejak lima belas tahun yang lalu dalam berbagai literatur
Lebih terperinciBab I. Pendahuluan. pengelolaan yang baik pula organisasi akan mendapatkan karyawan-karyawan
Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Dalam melakukan kegiatan bisnis, karyawan merupakan suatu aset yang penting bagi organisasi. Pengelolaan sumber daya manusia yang baik akan berujung pada keberhasilan
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh leader-member exchange
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh leader-member exchange terhadap job performance dan turnover intention dengan work engagement sebagai pemediasi, studi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan sasaran melalui sumber daya manusia atau manajemen bakat lainnya. Salah satu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisasi adalah suatu sistem sosial yang dirancang untuk mencapai tujuan dan sasaran melalui sumber daya manusia atau manajemen bakat lainnya. Salah satu faktor yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. globalisasi memaksa setiap organisasi berupaya menciptakan keunggulankeunggulan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan yang semakin tajam timbul dari perkembangan teknologi dan globalisasi memaksa setiap organisasi berupaya menciptakan keunggulankeunggulan kompetitif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia pendidikan saat ini menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia pendidikan saat ini menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan yang selaras dengan tuntutan dunia kerja. Salah satu lembaga pada jalur
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. yang telah ditetapkannya sendiri. Chaplin (2006) Life Satisfaction adalah satu
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1 Life Satisfaction (Kepuasan Hidup) 2. 1. 1 Pengertian Diener (1984) mendifinisikan Life Satisfaction sebagai penilaian menyeluruh terhadap kualitas kehidupan seseorang berdasarkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kriteria yang diciri-cirikan dengan kerja keras, dedikasi dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Keterlibatan Kerja Keterlibatan kerja mengacu kepada pekerjaan yang positif dan memenuhi kriteria yang diciri-cirikan dengan kerja keras, dedikasi dan absorbsi
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar belakang Organisasi menghadapi persaingan yang amat ketat dan kompetitif saat ini. Globalisasi, perkembangan komunikasi dan teknologi informasi yang terjadi cepat selama 20 tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta pertumbuhan ekonomi dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor perbankan memegang peranan penting dalam usaha pengembangan disektor ekonomi, dan juga berperan dalam meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya,
Lebih terperinciPERAN OTONOMI TUGAS, UMPAN BALIK, DAN KUALITAS KEHIDUPAN KERJA TERHADAP WORK ENGAGEMENT. Intisari. Winda Nevia Rosa Bagus Riyono
PERAN OTONOMI TUGAS, UMPAN BALIK, DAN KUALITAS KEHIDUPAN KERJA TERHADAP WORK ENGAGEMENT Intisari Winda Nevia Rosa Bagus Riyono Work engagement telah mendapat banyak perhatian dalam beberapa tahun terakhir
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan bahwa dalam hubungan pertukaran sosial, sifat mendasar yang
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan peninjauan kembali teori-teori yang berkaitan dengan variabel sehingga dapat membuktikan bahwa teori dan masalah yang terjadi saling berkaitan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini peneliti menguraikan beberapa penjelasan mengenai latar
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini peneliti menguraikan beberapa penjelasan mengenai latar belakang pentingnya penelitian ini dilakukan, rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kankan Sopyan, 2016
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan aset terpenting organisasi karena perannya sebagai pelaksana kebijakan dan kegiatan operasional dalam mencapai tujuan organisasi. Berhasil
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. A. Keterlibatan Kerja. 1. Pengertian Keterlibatan Kerja. Keterlibatan kerja adalah keterlibatan mental dan emosional
15 BAB II KAJIAN TEORI A. Keterlibatan Kerja 1. Pengertian Keterlibatan Kerja Keterlibatan kerja adalah keterlibatan mental dan emosional orang-orang dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. sehingga banyak yang menyebut keterikatan kerja merupakan old wine in
BAB II LANDASAN TEORI A. Keterikatan Kerja 1. Definisi Keterikatan kerja marak dibicarakan di tahun-tahun belakangan ini, namun yang pertama menyebutkan mengenai kosep ini adalah Kahn (1990), sehingga
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Keterikatan Karyawan (employee engagement) 1. Definisi Keterikatan Karyawan (employee engagement)
18 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keterikatan Karyawan (employee engagement) 1. Definisi Keterikatan Karyawan (employee engagement) Penelitian pertama yang mengemukakan konsep employee engagement adalah Kahn
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan produktifitas dan kualitas sumber daya manusia (Cheng,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Human Resource Management (HRM) memainkan peran yang penting untuk meningkatkan produktifitas dan kualitas sumber daya manusia (Cheng, Chang, & Yeh, 2004; Zulkarnain,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Komitmen Organisasi 1.1 Definisi Komitmen Organisasi Kata komitmen berasal dari kata latin yang berarti to connect. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi
Lebih terperinciHUBUNGAN PERSEPSI BUDAYA ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN PT. STUDIO CILAKI EMPAT LIMA
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Ditengah persaingan kompetitif di antara perusahaan yang sering terjadi, persaingan tidak hanya dalam hal merebut pasar maupun keuntungan, tetapi juga mencakup persaingan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI II.A. Komitmen Organisasi II.A.1. Definisi Komitmen Organisasi Streers dan Porter (1991) mengemukakan bahwa komitmen merupakan suatu keadaan individu dimana individu menjadi sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangatlah penting karena manusia merupakan penggerak utama dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi seperti saat ini, perguruan tinggi negeri, swasta asing maupun swasta dalam negeri berkembang pesat di Indonesia. Perguruan tinggi negeri
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia saat ini sudah mengarah pada human capital, dimana sumber daya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia saat ini sudah mengarah pada human capital, dimana sumber daya manusia tidak lagi dianggap sebagai fungsi penunjang (Supporting),
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi saat ini perusahaan dituntut untuk memiliki kinerja yang baik untuk dapat bertahan hidup di tengah-tengah persaingan yang sangat ketat antar organisasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan salah satu aset yang penting dalam suatu organisasi, karena sumber daya manusia dapat dikelola agar dapat memberikan efek positif bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Beberapa studi yang mengkorelasikan antara tingginya job. Perusahaan tidak lagi hanya mencari calon karyawan yang memiliki
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa studi yang mengkorelasikan antara tingginya job engagement dengan pencapaian target perusahaan hasilnya sangat positif. Perusahaan tidak lagi hanya
Lebih terperinci2015 HUBUNGAN FAMILY SUPPORTIVE SUPERVISORY BEHAVIORS DAN TRUST IN SUPERVISOR DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT
BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang alasan yang melatarbelakangi peneliti melakukan penelitian. Bab ini meliputi latar belakang penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian,
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Persepsi Dukungan Organisasi 2.1.1.1 Pengertian Persepsi Dukungan Organisasi Persepsi dukungan organisasi mengacu pada persepsi karyawan mengenai sejauh mana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peralatan, standar profesi dan peningkatan manajemen rumah sakit. Manajemen sumber
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional telah diarahkan untuk tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Konsentrasi dari sumber daya manusia berpusat pada orang-orang yang memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam suatu perusahaan selain sumber daya alam dan sumber daya modal, sumber daya manusia memegang peran vital dalam pencapaian tujuan perusahaan. Konsentrasi dari
Lebih terperinciLAMPIRAN 23 DATA HASIL PELAKSANAAN EES 2016 TRANSMISI JATIMBALI
LAMPIRAN 23 DATA HASIL PELAKSANAAN EES 2016 TRANSMISI JATIMBALI 1. Responden Survei EES 2016 terhadap total 56 Unit Bisnis PLN dengan besar sampel sebesar26.899 responden, diperoleh bahwa responden yang
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan. penggerak yang mendorong perubahan organisasi. dikaji dan diteleti, karena paling sering diamati namun merupakan fenomena
BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Pemimpin sebagai panutan dalam organisasi, sehingga perubahan harus dimulai dari tingkat yang paling atas yaitu pemimpin itu sendiri. Maka dari itu, organisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan, keinginan pelanggan, pesaing, nilai-nilai sosial, serikat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Suatu perusahaan dapat mencapai kesuksesan apabila perusahaan tersebut berhasil mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. Keberhasilan dari perusahaan sangat
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN ANALISIS. Responden penelitian ini adalah seluruh karyawan Starbucks Coffee
60 BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1. Karakteristik Responden Responden penelitian ini adalah seluruh karyawan Starbucks Coffee Semarang. Dari 65 kuesioner yang dikirim pada bulan Januari 2017, semua kuesioner
Lebih terperinci