dibicarakan oleh perusahaan-perusahaan pada beberapa tahun terakhir ini, hal ini

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "dibicarakan oleh perusahaan-perusahaan pada beberapa tahun terakhir ini, hal ini"

Transkripsi

1 Work engagement karyawan merupakan permasalahan yang sering dibicarakan oleh perusahaan-perusahaan pada beberapa tahun terakhir ini, hal ini dikarenakan work engagement karyawan merupakan suatu hal yang penting untuk memastikan pertumbuhan jangka panjang & peningkatan keuntungan bisnis bagi perusahaan (Catteeuw, Flynn & Vonderhorst, 2007). Karyawan yang engages mampu meningkatkan loyalitas pelanggan, meningkatkan penjualan, meningkatkan keuntungan perusahaan dan cenderung menetap diperusahaan (Roberts & Davenport, 2002). Survei yang dilakukan oleh Gallup Consulting (2013), menjelaskan bahwa karyawan yang engage secara penuh kepada pekerjaannya biasanya hanya berlangsung pada 6 bulan pertama. Ditemukan bahwa sebanyak 40% karyawan menjadi tidak engaged dan 8% benar-benar lepas tangan dengan pekerjaannya setelah 6 bulan periode kerja. Bahkan setelah periode 6 bulan pertama tersebut, level engagament karyawan semakin menurun hingga 10 tahun masa kerja. Dan pada akhirnya engagement mereka menyusut hingga berada di level statis. Lebih lanjut survei yang dilaksanakan beberapa perusahaan konsultan menerangkan bahwa meskipun karyawan yang disengage tetap menunjukkan perilaku peduli terhadap organisasi dan pekerjaan mereka, tetapi mereka merasa kemampuan yang dimiliki tidak cocok dengan tugas-tugas yang diberikan. Terdapat juga karyawan yang bertahan tetapi tidak berkomitmen terhadap pekerjaan dan organisasi, tahapan ekstrim adalah karyawan yang memutuskan untuk keluar dari perusahaan (Chalofsky & Krishna, 2009). 2

2 Preliminary pada perusahaan yang akan menjadi sampel penelitian menemukan bahwa karyawan yang disengage ditunjukkan dengan perilaku kecurangan dalam absensi terutama pada saat weekdays, dan sering adanya keluhan ketika pulang terlambat terutama pada saat pergantian shift. Karyawan cenderung bersedia untuk lembur dikarenakan adanya insentif bukannya karena ada pekerjaan yang harus diselesaikan, kurang antusias terhadap pekerjaan yang dilakukan dan turn over yang cukup tinggi terutama di departmen sales & marketing. Ciri-ciri yang ditunjukkan ini memiliki kesesuaian dengan survei yang dilakukan oleh Gallup consulting (2010) dengan mengaitkan perilaku engagement melalui turn over, produktifitas, profitabilitas, keamanan ditempat kerja, dan ketidak hadiran karyawan. Berdasarkan uraian tersebut work engagement karyawan menunjukkan kondisi-kondisi positif yang dimiliki oleh individu serta berhubungan dengan variabel-variabel penting di perusahaan seperti meningkatnya loyalitas pelanggan, tingkat kehadiran yang rendah, dan meningkatnya keuntungan perusahaan. Melalui work engagement karyawan, diharapkan perusahaan mendapatkan peningkatan keuntungan secara berkelanjutan. Bakker dan Leither (1990) menjelaskan engagement berhubungan dengan pengalaman psikologis terhadap suatu pekerjaan. Konteks pekerjaan tersebut menentukan kehadiran dan ketidakhadiran dirinya dalam melaksanakan tugas. Schaufeli, Salanova, Gonzalez-Roma & Bakker (2001), Schaufeli & Bakker (2004) mendefinisikan work engagement sebagai kondisi yang positif, dan aktivitas mental yang berkaitan dengan pekerjaan yang ditandai oleh semangat 3

3 atau kekuatan mental (vigor), dedikasi (dedication), dan penghayatan (absorption). Engagement mengacu pada kondisi perasaan dan pemikiran yang sungguh-sungguh dan konsisten yang tidak hanya fokus pada objek, peristiwa, individu atau perilaku tertentu saja. Dapat dikatakan work engagement adalah kondisi positif yang dimiliki oleh individu terhadap pekerjaannya, dimana dia merasa bersemangat, tertarik dan mau mengerahkan usaha serta terlibat dalam pekerjaan tersebut. Dalam literatur akademik dikatakan bahwa engagement berhubungan namun berbeda dengan konstruk lain dalam perilaku organisasi, seperti yang disampaikan oleh Schaufeli dan Bakker (2010) bahwa work engagement merupakan hubungan antara karyawan dengan pekerjaan mereka, sedangkan, employee engagement mencakup pada hubungan karyawan dengan organisasinya. Begitu pula pendapat yang dikemukakan oleh Saks (2006), bahwa organizational commitment berfokusnya pada organisasi, sedangkan work engagement berfokus pada individu. Dalam Job satisfaction, pekerjaan merupakan sumber pemenuhan dan kepuasan kebutuhan, atau dapat berarti menjauhkan karyawan dari hal-hal yang mengganggu atau dapat menimbulkan ketidakpuasan. Dalam organization citizenship behavior, melibatkan perilaku informal dan sukarela dalam menolong rekan kerja dan organisasi, sedangkan engagement lebih fokus pada kinerja peran formal. Work engagement juga berbeda dengan job involvement (May, Gilson dan Harter, 2004), job involvement sama dengan aspek involvement pada engagement, namun tidak melibatkan adanya aspek energi dan efektivitas. 4

4 Pada penelitian ini, peneliti memilih work engagement karena menjadi hal yang menarik ketika banyak penelitian menempatkan karyawan yang memiliki work engagement mampu meningkatkan pertumbuhan keuntungan pada bisnis perusahaan, seperti meningkatnya loyalitas pelanggan, berkurangnya turnover, dan karyawan yang engange berperilaku dan memiliki kondisi emosi yang positif. Tiga dimensi dalam work engagement (Schaufeli, Salanova, González- Romá & Bakker, 2002; Schaufeli & Bakker, 2004) yaitu: 1) vigor didefinisikan sebagai level energi yang tinggi, ketahanan mental dalam bekerja, kemauan untuk sungguh-sungguh berusaha dalam bekerja, dan tetap gigih meski menemui kesulitan, 2) dedication didefinisikan sebagai keterlibatan secara kuat di dalam satu pekerjaan ditandai oleh suatu perasaan yang penuh makna, antusias, inspiratif, bangga terhadap tantangan dalam pekerjaan itu, 3) absorption didefinisikan dengan berkonsentrasi secara penuh dan minat yang mendalam terhadap pekerjaan, sehingga merasa waktu berlalu dengan cepat dan sulit untuk melepaskan diri dari pekerjaan. Penelitian yang dilakukan oleh Saks (2006); Rich, Lepine & Crawford (2010) tentang anteseden dan konsekuensi dari engagement menunjukkan bahwa perceived organizational support merupakan salah satu prediktor yang signfikan terhadap munculnya engagement karyawan. Hakanen, Bakker & Demerouti (2005); Halbesleben, Schaufeli, & Salanova (2007) mengungkapkan bahwa job resources seperti dukungan sosial dari rekan kerja dan supervisor, feedback terhadap kinerja, keterampilan, autonomy, dan kesempatan untuk belajar memiliki hubungan positif dengan work engagement. Resources tersebut merupakan suatu 5

5 hal yang penting untuk mendapatkan pengalaman kerja yang positif. Day level personal resources seperti self efficacy, optimism, dan self esteem merupakan prediktor work engagement dan mendukung karyawan untuk engage dengan pekerjaannya (Sonnentag, 2003). Work engagement juga berhubungan positif dengan resources lainnya, yang juga biasa disebut dengan motivator atau energizer, yaitu dukungan organisasi, dukungan atasan, pengakuan dan hadiah, keadilan prosedural (Saks, 2006), karakteristik pekerjaan (Schaufeli & Bakker. 2003), serta praktik pengembangan karir (Satya, 2011), produktivitas, keamanan, kepuasan kerja, komitmen terhadap organisasi dan organizational citizenship behavior (Harter, Schmidt & Hayes, 2002; Saks, 2006), serta berkorelasi negatif dengan tingkat ketidakhadiran karyawan (Jones, Ni & Wilson, 2009). Engagement terjadi ketika karyawan mengetahui apa yang diharapkan, apakah mendapatkan sumber daya untuk menyelesaikan pekerjaan, apakah memiliki kesempatan untuk berpartisipasi terhadap pengembangan serta mendapatkan umpan balik, dan merasa bahwa kontribusi yang diberikan terhadap organisasi dapat diterima atau diapresiasi (Batista-Taran, Shuck, Gutierrez, & Baralt, 2009; Shirey, 2006). Macey & Scheneider (2008) menyatakan bahwa interaksi bawahan dengan atasannya dari segi respek, afeksi, kontribusi dan loyalitas, membuat bawahan merasa lebih engage, karena merasa didukung oleh atasannya, dan karyawan merasa bahwa atasannya percaya pada kemampuannya. Interaksi antara atasan dan bawahan ini disebut dengan leader-member exchange. Leader-member exchange berawal dari teori vertical dyad linkage (VDL), yang diperkenalkan sejak tahun 1970an. Vertical dyad merupakan hubungan yang 6

6 terjadi antara dua orang yang berbeda pada tingkat atau level yang berbeda dalam suatu organisasi, yaitu atasan dan bawahannya. (Cashman, Dansereau, Graen, & Haga, 1976; Graen & Cashman, 1975). Leader-member exchange (LMX) merupakan teori yang berfokus pada hubungan antara atasan dan bawahan, yang bermula dari teori pertukaran sosial (social exchange) (Erdogen & Enders, 2007). Teori Leader-member exchange berpendapat bahwa atasan atau supervisor mengembangkan hubungan yang berbeda dengan masing-masing bawahan melalui serangkaian pertukaran relasi kerja (work related exchange) (Graen & Cashman, 1975; Graen & Scandura, 1987). Tingkat kedekatan dari hubungan antara pemimpin dan bawahan ini yang menunjukkan adanya indikasi dari leadermember exchange (LMX) pada suatu organisasi (Truckenbrodt, 2000). LMX merupakan sebuah konsep yang mampu menjelaskan bagaimana hubungan antara atasan dan bawahan berpengaruh terhadap kinerja karyawan (Cogliser et al., 2009). Dengan demikian leader-member exchange merupakan kualitas hubungan karyawan atau interaksinya dengan atasan langsungnya di perusahaan. Teori ini mengungkapkan terdapat perbedaan sikap yang diterima bawahan dari pemimpinnya, berdasarkan perbedaan tersebut, teori LMX terbagi kedalam dua kategori berikut yaitu in-group dan out-group. Kategori in-group, bawahan lebih percaya mendapatkan perhatian dalam porsi yang lebih besar (dari yang seharusnya) dari pemimpin, dan mendapatkan hak-hak khusus. Pada kategori ini, pemimpin cenderung untuk mempercayakan penyelesaian tugas kepada bawahan, pemimpin juga lebih sering berinteraksi dengan bawahan. Kategori yang kedua yaitu out-group, menerangkan bahwa bawahan yang termasuk kedalam kategori 7

7 ini mendapatkan waktu yang terbatas dari pemimpin dan hubungan antara atasan dan bawahan didasarkan pada hubungan formal. (Robbins, 2007). LMX dikembangkan oleh Liden & Maslyn (1998) yang terdiri dari empat dimensi yang berbeda, yaitu (a) afeksi, merupakan sikap saling mempengaruhi satu sama lain antara atasan dan bawahan berdasarkan daya tarik interpersonal dan tidak hanya dari nilai professional pekerja (seperti, persahabatan), b) loyalitas, merupakan ekspresi dan ungkapan untuk mendukung penuh tujuan dan karakter pribadi anggota lainnya dalam hubungan timbal balik pimpinan dan bawahan (dyad LMX) (seperti, kesetiaan); (c) kontribusi, merupakan persepsi tentang kegiatan yang berorientasi pada tugas di tingkat tertentu antara setiap anggota untuk mencapai tujuan bersama (eksplisit atau implisit). Sejauhmana anggota bawahan dari dyad menangani tanggung jawab dan menyelesaikan tugas-tugasnya secara bertanggung jawab atau sesuai kontrak kerja, serta sejauhmana atasan memberikan sumber daya dan peluang untuk kegiatan tersebut, (d) Respek profesional, adalah persepsi dimana setiap anggota dalam hubungan tersebut telah menciptakan reputasi didalam atau diluar organisasi. Persepsi ini dapat didasarkan pada data sejarah tentang seseorang, seperti pengalaman pribadi dengan seseorang, komentar yang dibuat menggenai seseorang yang diperoleh secara pribadi dari dalam maupun dari luar organisasi, serta penghargaan atau pengakuan professional yang diperoleh seseorang. Kualitas dari LMX sangat berhubungan dengan beberapa out put penting seperti meningkatnya kinerja atasan dan bawahan, kinerja kelompok, juga akan meningkatkan performa organisasi (Masterson, Lewis, Goldman & Taylor, 2000; 8

8 Erdogan & Enders, 2007), berhubungan dengan variabel job performance, organization cirizenship behavior, kepuasan kerja, komitmen organisasi, perilaku menyimpang, dan terbuka terhadap perubahan organisasi (Hofmann, Morgeson, & Gerras, 2003; van Dam, Oreg, & Schyns, 2008). LMX mempengaruhi kinerja bawahan melalui pengembangan hubungan ikatan sosial yang lebih kuat (Wang, et al., 2005). Pimpinan yang mendukung kegiatan bawahan, aktif memberikan coaching dan mentoring merupakan strategi penting dalam hubungan atasanbawahan yang bertujuan untuk menarik dan mempertahankan karyawan terbaiknya. Membantu karyawan bekerja dalam potensi mereka, dan membangun budaya learning organization (Joo, 2008). Schuetzendorf (dalam Septarini dan Yuwono, 2002) menyatakan bahwa di Indonesia anggota kelompok memiliki kecenderungan untuk saling mendukung (gotong royong), anggota kelompok menerima perlindungan dari anggota lainnya untuk menciptakan keharmonisan, yang dalam istilah Hofstede (1984), Hui & Trandis (1986) disebut dengan kolektivisme. Kolektifisme adalah sejauhmana individu melandaskan atau mendasarkan identitas dirinya pada keanggotaan kelompok (Hofstede, 1984). Kolektivisme didefinisikan sebagai sistem nilai yang dianut dimana individu memiliki perhatian terhadap kegiatan individu yang lainnya, saling berbagi keuntungan material maupun non-material, memiliki kecenderungan dan kesediaan untuk menerima pendapat atau pandangan orang lain, memiliki perhatian kepada yang lainnya, serta cenderung berpartisipasi dan memberikan kontribusi terhadap kehidupan orang lain (Hui & Trandis, 1986; 225). Didalam bekerja secara tim, kolektivisme 9

9 meraih tujuan yang mengarah pada kepentingan bersama, menyukai penyelesaian pekerjaan secara bersama, membangun kepercayaan melalui proses afeksi, tanggung jawab terhadap pekerjaan lebih melihat ke sisi kelompok, dan dalam menerima penghargaan melihatnya dari sisi persamaan. Berbeda dengan individualisme, yang dalam meraih tujuan cenderung mandiri, lebih menyukai bekerja secara individu, membangun kepercayaan karena adanya proses kognitif, tanggung jawab pekerjaan lebih melihat ke sisi individual, dan dalam menerima penghargaan melihatnya dari sisi kewajaran atau keadilan (Adler, 2009; McAtaver & Nikolovska, 2010). Elemen paling mendasar pada kolektifisme adalah ikatan bersama dalam kelompok dan satu sama lain yang memiliki kewajiban yang sama (Oyserman et al., 2002). Dengan demikian kolektivisme menekankan pada diri yang interdependen terhadap orang lain, mendahulukan kepentingan kelompok daripada kepentingan diri dan hubungan antar pribadi yang bersifat emosional. Berbicara mengenai kolektivisme tidak lepas dari konteks individualisme, dalam masyarakat kolektif, tidak semua anggotanya kolektifistik, walaupun demikian, mayoritas anggota masyarakatnya adalah kolektifistik (Triandis, 1996; 2004). Individualisme dan kolektivisme kemudian diperluas menjadi sebuah konstruk yang bersifat multi dimensi dengan menambahkan aspek horizontalvertikal. Dengan demikian, terdapat empat kombinasi: (1) kolektivisme-vertikal (KV), merupakan pola-pola relasi sosial yang lebih menempatkan interdependensi diri dengan orang lain dalam suatu jenjang yang hirarkis, tidak setara dan berorientasi pada tugas dan tanggung jawab. Pola ini lebih berorientasi pada tugas dari figur otoritas, tradisionalis dan menekankan pada kohesivitas kelompok. (2) 10

10 individulisme-vertikal (IV), merupakan pola-pola relasi sosial yang lebih menempatkan independensi diri terhadap orang lain dalam suatu jenjang hirarkis. Pola ini dicirikan oleh adanya situasi kompetitif dan berorientasi pada prestasi. (3) kolektivisme-horizontal (KH), merupakan pola-pola relasi sosial yang lebih menempatkan interdepedensi diri dengan orang lain dalam suatu jenjang yang setara, pola ini berorientasi pada kerjasama. (4) individualisme-horizontal (IH), merupakan pola-pola relasi sosial yang lebih menempatkan independensi diri terhadap orang lain dalam suatu jenjang yang setara. Pola ini berorientasi pada keunikan individu. Secara statistik terdapat perbedaan yang signifikan pada sikap individualistik dan kolektivistik di Brazil, Rusia, India dan china. India memiliki sikap yang lebih individualis dibandingkan Brazil, Rusia dan China. China memiliki sikap kolektivistik yang lebih tinggi dibandingkan dengan Brazil, Rusia dan India. Brazil memiliki sikap individualistik yang lebih tinggi dibandingkaan China (Yu-TeTu, 2011). Hofstede (1984) menempatkan Indonesia sebagai bangsa dengan nilai kolektivisme yang tergolong tinggi bila dibandingkan dengan India, Jepang, Malaysia, Philiphina dan negara-negara Arab. Pada kolektivisme, hubungan interpersonal merupakan salah satu kunci mekanisme yang membuat individu atau karyawan melekat pada organisasi (Wasti, 2003). Kolektivisme menunjukkan sikap dan perilaku yang didasarkan pada adanya kepercayaan bahwa kemampuan bertahan hidup pada unit terkecil berada pada kemampuan kolektivisme bukan pada individualisme (Hui & Triandis, 1986; & Hui, 1998). Kolektivisme memiliki peran dilingkungan kerja, 11

11 memiliki hubungan yang positif dengan kepuasan kerja, kebahagiaan serta keharmonisan di lingkungan kerja, kualitas pelayanan, serta dipengaruhi oleh kepribadian dan kolektifitas mempengaruhi peran pemimpin, serta memiliki peran dalam memelihara hubungan karyawan (Erdogan & Liden, 2006). Kolektivisme diduga mampu mempengaruhi hubungan antara LMX dan work engagement melalui keharmonisan, kepedulian, partisipasi, dan bekerja secara berkelompok baik antara rekan kerja maupun antara atasan dan bawahan, sehingga mendorong karyawan untuk engage terhadap pekerjaan dan organisasi. Karyawan dengan LMX yang tinggi akan lebih engage dengan aktivitas di organisasi (e.g., Driver, 2002; Maurer et al., 2002; Paparoidamis, 2005), dan memiliki dorongan yang lebih untuk sukses melalui engaging di aktivitas learning organization dibandingkan karyawan dengan LMX yang rendah. Pemimpin memiliki peran didalam mendorong karyawan untuk engage yaitu dengan mendukung rasa saling percaya, saling menghormati, dan hubungan timbal balik dengan bawahan (Bezuijen, van Dam, van den Berg & Thierry, 2010). Karyawan akan membalas kualitas perlakuan atasan mereka tersebut dengan engage dan menampilkan perilaku yang positif. Hal tersebut diwujudkan dalam work engagement yang tinggi (Fangyi Liao-Holbrook, 2012). Karyawan yang memiliki work engagement yang tinggi, memiliki pengalaman positif terhadap pekerjaannya, dimana dia merasa bersemangat, tertarik dan mau mengerahkan usaha serta terlibat dalam pekerjaan tersebut. Teori work engagement menggarisbawahi pada peranan kualitas pemimpin dan mencoba untuk menjelaskan bagaimana pemimpin mendorong kinerja karyawan 12

12 dengan meningkatkan tingkat emosional dan komitmen karyawan (Bakker 2010: 12). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada prediktor yang spesifik yang mempengaruhi tingkat engagement karyawan secara ekslusif. Meskipun begitu kualitas pemimpin memberikan pengaruh yang besar (Gallup, 2008). Kualitas kepemimpinan, budaya organisasi, karakteristik pekerjaan sehari-hari, karakteristik senior eksekutif didalam kelompok, kesempatan untuk belajar dan berkembang, keuntungan yang didapatkan, dan strategi kompensasi mempengaruhi engagement karyawan di dalam organisasi. (PCI, 2008 & Marketing Leadership Council (MLC), 2006). Terdapat 5 aspek utama yang mendorong dan memberikan kontribusi terhadap karyawan untuk engage, diantaranya hubungan atasan dan bawahan, komunikasi dan harapan yang jelas, kesempatan berkembang baik secara pribadi maupun professional, kesempatan untuk didengarkan dan memberikan kontribusi terhadap organisasi, dan memiliki sumber daya yang dibutuhkan secara efektif (ASTD, 2008; Macy & Schneider, 2008; Maylett & Riboldi, 2008; MLC, 2006; Morrison, 2008; PCI, 2008; Robinson, et al, 2004; Towers-Perrin, 2008). Dari lima aspek tersebut yang paling mempengaruhi adalah peran dari pemimpin (Lockwood, 2007; Towers-Perrin, 2008; Wellins & Concelman, 2005). Piersol (2007) berpendapat bahwa Employee engagement itu bukan suatu konstruk unilateral yang dikhususkan pada karyawan, tetapi merupakan hubungan simbiosis dengan perusahaan secara keseluruhan, dan manajemen memegang tanggung jawab yang utama. Pemimpin bertindak sebagai sandaran di dalam organisasi dan dengan jelas memiliki peran yang banyak dalam mendukung 13

13 engagement karyawan (Erdogan & Enders, 2007; Robinson et al., 2004). Dalam hal ini kolektivisme akan berusaha untuk menciptakan dan memelihara keharmonisan, kepedulian, partisipasi, dan bekerja secara berkelompok baik antara rekan kerja maupun antara atasan dan bawahan, sehingga mendorong karyawan untuk engage terhadap pekerjaan dan organisasi (Erdogan & Liden, 2006). Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk: (1) menguji bagaimana peran leader member exchange (LMX) terhadap work engagement karyawan, serta (2) Bagaimana efek collectivism dalam mempengaruhi peran leader member exchange (LMX) terhadap work engagement karyawan. Collectivsm Leader-member Exchange (LMX) Work Engagement Karyawan Gambar 1. Model konseptual hipotesis penelitian. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini antara lain : H 1 : Terdapat peran leader-member exchange (LMX) terhadap work engagement karyawan, semakin tinggi kualitas leader-member exchange (LMX), maka semakin tinggi work engagement karyawan. H 2 : Collectivism memperkuat kualitas peran leader-member exchange (LMX) terhadap work engagement karyawan. 14

PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak

PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak PENDAHULUAN Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak dilakukan di bidang human resource development (HRD) (Chalofsky

Lebih terperinci

untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat.

untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat. Perubahan zaman yang semakin berkembang menuntut perusahaanperusahaan untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010).

BAB II LANDASAN TEORI. memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010). BAB II LANDASAN TEORI A. Employee Engagement 1. Pengertian Employee Engagement Kata engage memiliki berbagai makna dan banyak peneliti yang memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang bernama Gallup pada tahun 1990-an. Menurut survei Global,

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang bernama Gallup pada tahun 1990-an. Menurut survei Global, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asal-usul kemunculan employee engagement dalam dunia bisnis tidak sepenuhnya jelas. Pertama kali yang menggunakan ide tersebut adalah sebuah organisasi yang bernama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Employee Engagement 2.1.1 Pengertian Employee Engagement Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel mereka, tetapi belum ada definisi jelas mengenai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Keterikatan Kerja Keterikatan kerja menarik bagi para praktisi dan peneliti akademik, karena keterikatan kerja menampilkan aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Keterikatan kerja selalu menjadi isu penting di dalam dunia kerja, hal ini sangat berkaitan dengan kualitas Sumber Daya Manusia yang kemudian akan menentukan keberhasilan dan kemajuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational citizenship behavior (OCB) merupakan perilaku yang ada didalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan, kemampuan marketing, dan sumber daya manusia (SDM).

BAB I PENDAHULUAN. keuangan, kemampuan marketing, dan sumber daya manusia (SDM). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karyawan sebagai sumber daya manusia merupakan aset paling penting bagi sebuah perusahaan. Ketatnya persaingan global menuntut perusahaan harus mampu bertahan dan tampil

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah BAB II LANDASAN TEORI A. Employee Engagement 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah engagement pertama kali digunakan dalam setting pekerjaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi ini mengharuskan setiap

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi ini mengharuskan setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi ini mengharuskan setiap organisasi berupaya menciptakan keunggulan-keunggulan kompetitif dimana keunggulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. yang mendefinisikan work engagement adalah tingkat keterikatan fisik,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. yang mendefinisikan work engagement adalah tingkat keterikatan fisik, BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Work Engagement Konsep engagement atau keterikatan dipopulerkan oleh Kahn (1990) yang mendefinisikan work engagement adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia (SDM) adalah pelaksanaan job analysis, perencanaan SDM,

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia (SDM) adalah pelaksanaan job analysis, perencanaan SDM, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu bagian dari manajemen yang berfokus kepada aspek manusia. Fungsi dari manajemen sumber daya manusia (SDM)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan global yang semakin ketat dewasa ini mengakibatkan perusahaan membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital (sumber daya manusia)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang ini tingkat persaingan bisnis semakin tinggi, terutama dalam memasuki era globalisasi. Pesaing yang muncul bukan hanya kalangan dalam negeri namun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepuasan karyawan salah satu elemen penting untuk membangun kinerja suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepuasan karyawan salah satu elemen penting untuk membangun kinerja suatu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepuasan karyawan salah satu elemen penting untuk membangun kinerja suatu organisasi (Yodhia Antariksa, 2008). Karyawan yang loyal dan produktif tentu tidak otomatis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. 1. Pengertian Kinerja. tujuan organisasi (Viswesvaran & Ones, 2000). McCloy et al. (1994)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. 1. Pengertian Kinerja. tujuan organisasi (Viswesvaran & Ones, 2000). McCloy et al. (1994) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kinerja 1. Pengertian Kinerja Kinerja didefinisikan sebagai tindakan yang hasilnya dapat dihitung, selain itu juga dapat didefinisikan sebagai hasil kontribusi karyawan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masykarakat, bangsa dan negara (Undang-undang Sisdiknas RI

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masykarakat, bangsa dan negara (Undang-undang Sisdiknas RI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah upaya sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimainkan oleh orang yaitu karyawan dalam organisasi dapat memberikan sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. dimainkan oleh orang yaitu karyawan dalam organisasi dapat memberikan sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini, aspek manusia dalam organisasi menjadi salah satu aset yang sangat berpengaruh dan berdampak bagi keberhasilan suatu organisasi. Tidak dapat dipungkiri

Lebih terperinci

yang memiliki peran penting dalam perusahaan karena mereka akan berhubungan dengan para pelanggan. Dalam masyarakat, karyawan pemasaran sering kali

yang memiliki peran penting dalam perusahaan karena mereka akan berhubungan dengan para pelanggan. Dalam masyarakat, karyawan pemasaran sering kali 2 structural equation model (SEM) to examine the relationship and the effects of independent variable to the dependent variable by the presence of mediator variable. The result of this research was that

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA. mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek

BAB II TELAAH PUSTAKA. mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek BAB II TELAAH PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka Pembahasan pada bab ini dimaksudkan untuk memberi penjelasan mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek penelitian termasuk pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beban operasional perusahaan sehingga mengakibatkan jumlah jabatan struktural

BAB I PENDAHULUAN. beban operasional perusahaan sehingga mengakibatkan jumlah jabatan struktural BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini dinamika lingkungan perusahaan menunjukkan persaingan yang ketat. Sehingga banyak perusahaan berusaha menjadikan organisasi mereka menjadi lebih efisien.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI BAB 2 TINJAUAN REFERENSI 2.1 Keterikatan Kerja 2.1.1 Keterikatan Kerja Pada dasarnya keterikatan kerja merupakan beberapa istilah dari job engagement, dan employee engagement. Menurut Schaufeli et al.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang teori-teori yang akan digunakan dalam penelitian. Selain itu juga akan dibahas tentang definisi, aspek dan karakteristik, faktor-faktor yang mempengaruhi,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Supervisi merupakan salah satu bagian dari faktor hygiene yang

BAB II LANDASAN TEORI. Supervisi merupakan salah satu bagian dari faktor hygiene yang BAB II LANDASAN TEORI II.A. Kepuasan terhadap Supervisi Supervisi merupakan salah satu bagian dari faktor hygiene yang disebutkan Herzberg dalam teorinya. Faktor hygiene merupakan faktor yang tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan UU No.8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan UU No.8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Pokok Kepegawaian No.43 Tahun 1999 Tentang Perubahan UU No.8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai Negeri Sipil adalah unsur

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah. serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah. serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Iklim Organisasi 2.1.1 Pengertian Iklim Organisasi Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan kehidupan bangsa, hal ini tidak lepas dari peran seorang guru. Guru memiliki peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumber pendapatan seseorang dapat berasal dari berbagai hal. Menurut Kiyosaki (2002) terdapat empat sumber untuk mendapat penghasilan, yaitu sebagai karyawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia telah ditandai pergeseran

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia telah ditandai pergeseran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia telah ditandai pergeseran peran dan fungsi sumber daya manusia yang sangat dramatis. Fungsi sumber daya manusia tidak dianggap

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Mathis dan Jackson (2006:3), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah rancangan sistem-sistem formal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap peningkatan pendapatan Indonesia. Kementerian Pertanian menyatakan bahwa pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Jenjang pendidikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan Steers, 1982;

BAB II LANDASAN TEORI. berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan Steers, 1982; BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi dapat didefenisikan dengan dua cara yang amat berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan

Lebih terperinci

Salah satu tantangan terbesar perusahaan dalam persaingan di pasar global. engaged menjadi sangat berharga dalam mendukung kinerja perusahaan karena

Salah satu tantangan terbesar perusahaan dalam persaingan di pasar global. engaged menjadi sangat berharga dalam mendukung kinerja perusahaan karena 1 Salah satu tantangan terbesar perusahaan dalam persaingan di pasar global adalah mempertahankan karyawan yang berkualitas. Karyawan potensial yang engaged menjadi sangat berharga dalam mendukung kinerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini diawali dengan latar belakang peneliti dalam pemilihan topik

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini diawali dengan latar belakang peneliti dalam pemilihan topik BAB I PENDAHULUAN Bab ini diawali dengan latar belakang peneliti dalam pemilihan topik penelitian. Latar belakang masalah berisi pemaparan mengenai isu konseptual employee engagement dan isu kontekstualnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan organisasi dan terdapat orang-orang yang dapat berkomunikasi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. tujuan organisasi dan terdapat orang-orang yang dapat berkomunikasi satu sama BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada zaman globalisasi saat ini, menuntut berbagai pihak untuk selalu berkembang dan berkontribusi banyak dalam perubahan. Organisasi adalah salah satu dari agen perubahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Employee engagement merupakan rasa keterikatan secara emosional

BAB II LANDASAN TEORI. Employee engagement merupakan rasa keterikatan secara emosional BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Employee Engagement 2.1.1. Definisi Employee Engagement Employee engagement merupakan rasa keterikatan secara emosional dengan pekerjaan dan organisasi, termotivasi dan mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan RI mengatakan bahwa untuk mencapai Indonesia Sehat pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan RI mengatakan bahwa untuk mencapai Indonesia Sehat pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi berbagai ancaman kesehatan global, kini beberapa negara termasuk Indonesia semakin meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakatnya. Menteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kinerja karyawan. Bagaimana tidak, karena sesungguhnya seluruh faktor eksternal

BAB I PENDAHULUAN. kinerja karyawan. Bagaimana tidak, karena sesungguhnya seluruh faktor eksternal BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kepemimpinan merupakan tulang punggung pengembangan organisasi, karena tanpa kepemimpinan yang baik akan sulit untuk mencapai tujuan organisasi. Pola kepemimpinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala kegiatan bisnis dan perekonomian, hal ini menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. segala kegiatan bisnis dan perekonomian, hal ini menyebabkan terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi dunia ditandai dengan semakin pesatnya perkembangan di segala kegiatan bisnis dan perekonomian, hal ini menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Work Engagement BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Pengertian Work Engagement Menurut Macey & Scheneider (2008), engagement yakni rasa seseorang terhadap tujuan dan energi yang terfokus, memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Permasalahan. memiliki batasan reaktif yang dapat diidentifikasi serta bekerja bersama-sama untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Permasalahan. memiliki batasan reaktif yang dapat diidentifikasi serta bekerja bersama-sama untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan Organisasi merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasi secara sadar dan memiliki batasan reaktif yang dapat diidentifikasi serta bekerja bersama-sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting,

BAB I PENDAHULUAN. rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting, 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam membangun negara yang sejahtera dan mampu menyejahterakan rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting, termasuk di negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya, setiap organisasi membutuhkan sumber daya manusia dalam mencapai tujuan organisasi. Sumber daya manusia merupakan aset yang penting karena ia memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satunya adalah cabang Solo Raya dan Madiun Raya. Pada bulan April 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satunya adalah cabang Solo Raya dan Madiun Raya. Pada bulan April 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pergantian manajer wilayah yang terjadi pada BUMN adalah suatu hal yang biasa terjadi, salah satunya pada PT. Kimia Farma, Tbk. Pergantian manajer wilayah tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakpastian yang tinggi telah menuntut organisasi-organisasi modern untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakpastian yang tinggi telah menuntut organisasi-organisasi modern untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan ekonomi global yang dicirikan dengan perubahan cepat, dinamika tinggi, permintaan tinggi atas inovasi, dan (karenanya) memiliki tingkat ketidakpastian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013) 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional 2.1.1. Pengertian Komitmen Organisasional Komitmen organisasional adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serta

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lingkungan kerja 2.1.1 Definisi Lingkungan Kerja Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara BAB II LANDASAN TEORI A. KOMITMEN KARYAWAN TERHADAP ORGANISASI 1. Defenisi Komitmen Karyawan terhadap Organisasi Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara individu karyawan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Keterikatan kerja atau yang sering disebut engagement

BAB II LANDASAN TEORI. Keterikatan kerja atau yang sering disebut engagement BAB II LANDASAN TEORI A. Keterikatan Kerja 1. Definisi Keterikatan Kerja Keterikatan kerja atau yang sering disebut engagement dinyatakan Vazirani (2007) sebagai tingkat komitmen dan keterlibatan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organizational Citizenship Behavior 2.1.1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational citizenship behavior

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis employee engagement di

BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis employee engagement di BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN A. Simpulan Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis employee engagement di lingkungan PT PGE. Berdasarkan analisis dan pembahasan penelitian yang dilakukan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Era globalisasi mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Era globalisasi mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Era globalisasi mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, perkembangan tersebut menuntut adanya kemajuan dalam kehidupan manusia. Globalisasi memberikan dampak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job

BAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job 9 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisikan tentang teori-teori yang digunakan untuk mendukung dan menjelaskan variabel dalam penelitian. Pembahasan dalam bab ini dimulai dari pembahasan komitmen organisasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi juga dapat dikatakan sebagai suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. organisasi juga dapat dikatakan sebagai suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi merupakan sistem dan kegiatan manusia yang saling bekerja sama, organisasi juga dapat dikatakan sebagai suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fokus penelitian pada keluaran organisasi telah banyak dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Fokus penelitian pada keluaran organisasi telah banyak dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fokus penelitian pada keluaran organisasi telah banyak dilakukan karena dapat dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan organisasi dan tingkat keberlangsungan organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi dan ditunjang perkembangan dunia usaha yang semakin pesat mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu strategi

Lebih terperinci

MEMBANGUN EMPLOYEE ENGAGEMENT EMPLOYEE ENGAGEMENT. Dian Yanuar Roffanna, S.Psi., M.Psi. Bagian Sumber Daya Manusia

MEMBANGUN EMPLOYEE ENGAGEMENT EMPLOYEE ENGAGEMENT. Dian Yanuar Roffanna, S.Psi., M.Psi. Bagian Sumber Daya Manusia EMPLOYEE ENGAGEMENT Dian Yanuar Roffanna, S.Psi., M.Psi. Bagian Sumber Daya Manusia 1 MENINGKATKAN EMPLOYEE ENGAGEMENT Beberapa pakar organisasi menjelaskan bahwa level keterikatan karyawan (employee engagement)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen sumber daya manusia (Saks, 2006). Para praktisi organisasi dan para

BAB I PENDAHULUAN. manajemen sumber daya manusia (Saks, 2006). Para praktisi organisasi dan para BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Employee engagement merupakan konsep yang relatif baru bagi manajemen. Konsep ini menjadi sebuah pembahasan yang menarik bagi perkembangan ilmu manajemen sumber

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Menurut Lussier (2005: 486) mengatakan bahwa iklim organisasi adalah persepsi

II. LANDASAN TEORI. Menurut Lussier (2005: 486) mengatakan bahwa iklim organisasi adalah persepsi 16 II. LANDASAN TEORI A. Definisi Iklim Organisasi Menurut Lussier (2005: 486) mengatakan bahwa iklim organisasi adalah persepsi pegawai mengenai kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perilaku keanggotaan organisasi (Organizational Citizenship Behavior-OCB) telah menjadi topik yang mendapat banyak perhatian dari para akademisi maupun para

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA JOB CRAFTING DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN GENERASI Y DI KANTOR PUSAT PT. BANK BUKOPIN, TBK JAKARTA

HUBUNGAN ANTARA JOB CRAFTING DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN GENERASI Y DI KANTOR PUSAT PT. BANK BUKOPIN, TBK JAKARTA HUBUNGAN ANTARA JOB CRAFTING DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN GENERASI Y DI KANTOR PUSAT PT. BANK BUKOPIN, TBK JAKARTA Rahmani Azizah 15010113140103 Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro ABSTRAK

Lebih terperinci

PSIKOLOGI KEPEMIMPINAN

PSIKOLOGI KEPEMIMPINAN Modul ke: PSIKOLOGI KEPEMIMPINAN TEORI PEMBUATAN PERAN DYADIC DAN MENJADI PENGIKUT Fakultas PSIKOLOGI Dian Din Astuti Mulia, S.Psi., M.A Program Studi PSIKOLOGI www.mercubuana.ac.id TEORI PEMBUATAN PERAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi. Penelitian mengenai engagement dalam pekerjaan yang berkembang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi. Penelitian mengenai engagement dalam pekerjaan yang berkembang 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Work Engagement A.1. Definisi Work Engagement Istilah engagement dalam konteks peran kerja karyawan mulai dibicarakan sejak lima belas tahun yang lalu dalam berbagai literatur

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. pengelolaan yang baik pula organisasi akan mendapatkan karyawan-karyawan

Bab I. Pendahuluan. pengelolaan yang baik pula organisasi akan mendapatkan karyawan-karyawan Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Dalam melakukan kegiatan bisnis, karyawan merupakan suatu aset yang penting bagi organisasi. Pengelolaan sumber daya manusia yang baik akan berujung pada keberhasilan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh leader-member exchange

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh leader-member exchange BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh leader-member exchange terhadap job performance dan turnover intention dengan work engagement sebagai pemediasi, studi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sasaran melalui sumber daya manusia atau manajemen bakat lainnya. Salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sasaran melalui sumber daya manusia atau manajemen bakat lainnya. Salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisasi adalah suatu sistem sosial yang dirancang untuk mencapai tujuan dan sasaran melalui sumber daya manusia atau manajemen bakat lainnya. Salah satu faktor yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi memaksa setiap organisasi berupaya menciptakan keunggulankeunggulan

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi memaksa setiap organisasi berupaya menciptakan keunggulankeunggulan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan yang semakin tajam timbul dari perkembangan teknologi dan globalisasi memaksa setiap organisasi berupaya menciptakan keunggulankeunggulan kompetitif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia pendidikan saat ini menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia pendidikan saat ini menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia pendidikan saat ini menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan yang selaras dengan tuntutan dunia kerja. Salah satu lembaga pada jalur

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang telah ditetapkannya sendiri. Chaplin (2006) Life Satisfaction adalah satu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang telah ditetapkannya sendiri. Chaplin (2006) Life Satisfaction adalah satu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1 Life Satisfaction (Kepuasan Hidup) 2. 1. 1 Pengertian Diener (1984) mendifinisikan Life Satisfaction sebagai penilaian menyeluruh terhadap kualitas kehidupan seseorang berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kriteria yang diciri-cirikan dengan kerja keras, dedikasi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kriteria yang diciri-cirikan dengan kerja keras, dedikasi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Keterlibatan Kerja Keterlibatan kerja mengacu kepada pekerjaan yang positif dan memenuhi kriteria yang diciri-cirikan dengan kerja keras, dedikasi dan absorbsi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar belakang

1 PENDAHULUAN Latar belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar belakang Organisasi menghadapi persaingan yang amat ketat dan kompetitif saat ini. Globalisasi, perkembangan komunikasi dan teknologi informasi yang terjadi cepat selama 20 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta pertumbuhan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta pertumbuhan ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor perbankan memegang peranan penting dalam usaha pengembangan disektor ekonomi, dan juga berperan dalam meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya,

Lebih terperinci

PERAN OTONOMI TUGAS, UMPAN BALIK, DAN KUALITAS KEHIDUPAN KERJA TERHADAP WORK ENGAGEMENT. Intisari. Winda Nevia Rosa Bagus Riyono

PERAN OTONOMI TUGAS, UMPAN BALIK, DAN KUALITAS KEHIDUPAN KERJA TERHADAP WORK ENGAGEMENT. Intisari. Winda Nevia Rosa Bagus Riyono PERAN OTONOMI TUGAS, UMPAN BALIK, DAN KUALITAS KEHIDUPAN KERJA TERHADAP WORK ENGAGEMENT Intisari Winda Nevia Rosa Bagus Riyono Work engagement telah mendapat banyak perhatian dalam beberapa tahun terakhir

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan bahwa dalam hubungan pertukaran sosial, sifat mendasar yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan peninjauan kembali teori-teori yang berkaitan dengan variabel sehingga dapat membuktikan bahwa teori dan masalah yang terjadi saling berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini peneliti menguraikan beberapa penjelasan mengenai latar

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini peneliti menguraikan beberapa penjelasan mengenai latar BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini peneliti menguraikan beberapa penjelasan mengenai latar belakang pentingnya penelitian ini dilakukan, rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kankan Sopyan, 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kankan Sopyan, 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan aset terpenting organisasi karena perannya sebagai pelaksana kebijakan dan kegiatan operasional dalam mencapai tujuan organisasi. Berhasil

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Keterlibatan Kerja. 1. Pengertian Keterlibatan Kerja. Keterlibatan kerja adalah keterlibatan mental dan emosional

BAB II KAJIAN TEORI. A. Keterlibatan Kerja. 1. Pengertian Keterlibatan Kerja. Keterlibatan kerja adalah keterlibatan mental dan emosional 15 BAB II KAJIAN TEORI A. Keterlibatan Kerja 1. Pengertian Keterlibatan Kerja Keterlibatan kerja adalah keterlibatan mental dan emosional orang-orang dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga banyak yang menyebut keterikatan kerja merupakan old wine in

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga banyak yang menyebut keterikatan kerja merupakan old wine in BAB II LANDASAN TEORI A. Keterikatan Kerja 1. Definisi Keterikatan kerja marak dibicarakan di tahun-tahun belakangan ini, namun yang pertama menyebutkan mengenai kosep ini adalah Kahn (1990), sehingga

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Keterikatan Karyawan (employee engagement) 1. Definisi Keterikatan Karyawan (employee engagement)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Keterikatan Karyawan (employee engagement) 1. Definisi Keterikatan Karyawan (employee engagement) 18 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keterikatan Karyawan (employee engagement) 1. Definisi Keterikatan Karyawan (employee engagement) Penelitian pertama yang mengemukakan konsep employee engagement adalah Kahn

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius

BAB I PENDAHULUAN. menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan produktifitas dan kualitas sumber daya manusia (Cheng,

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan produktifitas dan kualitas sumber daya manusia (Cheng, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Human Resource Management (HRM) memainkan peran yang penting untuk meningkatkan produktifitas dan kualitas sumber daya manusia (Cheng, Chang, & Yeh, 2004; Zulkarnain,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Komitmen Organisasi 1.1 Definisi Komitmen Organisasi Kata komitmen berasal dari kata latin yang berarti to connect. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSEPSI BUDAYA ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN PT. STUDIO CILAKI EMPAT LIMA

HUBUNGAN PERSEPSI BUDAYA ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN PT. STUDIO CILAKI EMPAT LIMA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Ditengah persaingan kompetitif di antara perusahaan yang sering terjadi, persaingan tidak hanya dalam hal merebut pasar maupun keuntungan, tetapi juga mencakup persaingan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.A. Komitmen Organisasi II.A.1. Definisi Komitmen Organisasi Streers dan Porter (1991) mengemukakan bahwa komitmen merupakan suatu keadaan individu dimana individu menjadi sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangatlah penting karena manusia merupakan penggerak utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. sangatlah penting karena manusia merupakan penggerak utama dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi seperti saat ini, perguruan tinggi negeri, swasta asing maupun swasta dalam negeri berkembang pesat di Indonesia. Perguruan tinggi negeri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia saat ini sudah mengarah pada human capital, dimana sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia saat ini sudah mengarah pada human capital, dimana sumber daya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia saat ini sudah mengarah pada human capital, dimana sumber daya manusia tidak lagi dianggap sebagai fungsi penunjang (Supporting),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi saat ini perusahaan dituntut untuk memiliki kinerja yang baik untuk dapat bertahan hidup di tengah-tengah persaingan yang sangat ketat antar organisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan salah satu aset yang penting dalam suatu organisasi, karena sumber daya manusia dapat dikelola agar dapat memberikan efek positif bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa studi yang mengkorelasikan antara tingginya job. Perusahaan tidak lagi hanya mencari calon karyawan yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa studi yang mengkorelasikan antara tingginya job. Perusahaan tidak lagi hanya mencari calon karyawan yang memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa studi yang mengkorelasikan antara tingginya job engagement dengan pencapaian target perusahaan hasilnya sangat positif. Perusahaan tidak lagi hanya

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN FAMILY SUPPORTIVE SUPERVISORY BEHAVIORS DAN TRUST IN SUPERVISOR DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT

2015 HUBUNGAN FAMILY SUPPORTIVE SUPERVISORY BEHAVIORS DAN TRUST IN SUPERVISOR DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang alasan yang melatarbelakangi peneliti melakukan penelitian. Bab ini meliputi latar belakang penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Persepsi Dukungan Organisasi 2.1.1.1 Pengertian Persepsi Dukungan Organisasi Persepsi dukungan organisasi mengacu pada persepsi karyawan mengenai sejauh mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peralatan, standar profesi dan peningkatan manajemen rumah sakit. Manajemen sumber

BAB I PENDAHULUAN. peralatan, standar profesi dan peningkatan manajemen rumah sakit. Manajemen sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional telah diarahkan untuk tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsentrasi dari sumber daya manusia berpusat pada orang-orang yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Konsentrasi dari sumber daya manusia berpusat pada orang-orang yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam suatu perusahaan selain sumber daya alam dan sumber daya modal, sumber daya manusia memegang peran vital dalam pencapaian tujuan perusahaan. Konsentrasi dari

Lebih terperinci

LAMPIRAN 23 DATA HASIL PELAKSANAAN EES 2016 TRANSMISI JATIMBALI

LAMPIRAN 23 DATA HASIL PELAKSANAAN EES 2016 TRANSMISI JATIMBALI LAMPIRAN 23 DATA HASIL PELAKSANAAN EES 2016 TRANSMISI JATIMBALI 1. Responden Survei EES 2016 terhadap total 56 Unit Bisnis PLN dengan besar sampel sebesar26.899 responden, diperoleh bahwa responden yang

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. penggerak yang mendorong perubahan organisasi. dikaji dan diteleti, karena paling sering diamati namun merupakan fenomena

BAB I. Pendahuluan. penggerak yang mendorong perubahan organisasi. dikaji dan diteleti, karena paling sering diamati namun merupakan fenomena BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Pemimpin sebagai panutan dalam organisasi, sehingga perubahan harus dimulai dari tingkat yang paling atas yaitu pemimpin itu sendiri. Maka dari itu, organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan, keinginan pelanggan, pesaing, nilai-nilai sosial, serikat

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan, keinginan pelanggan, pesaing, nilai-nilai sosial, serikat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Suatu perusahaan dapat mencapai kesuksesan apabila perusahaan tersebut berhasil mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. Keberhasilan dari perusahaan sangat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. Responden penelitian ini adalah seluruh karyawan Starbucks Coffee

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. Responden penelitian ini adalah seluruh karyawan Starbucks Coffee 60 BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1. Karakteristik Responden Responden penelitian ini adalah seluruh karyawan Starbucks Coffee Semarang. Dari 65 kuesioner yang dikirim pada bulan Januari 2017, semua kuesioner

Lebih terperinci