BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bidang manufaktur, suatu peramalan (forecasting) sangat diperlukan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI. Jenis data Data Cara pengumpulan Sumber data 1. Jenis dan jumlah produk yang dihasilkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ANALISA HASIL. Pada bab sebelumnya telah dilakukan pengolahan data-data yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ANALISA HASIL. Januari 2008 sampai dengan Desember 2008 rata-rata permintaan semakin

BAB III METODE PENELITIAN. Indonesia yaitu PT. Indosat, Tbk yang beralamat di jalan Daan Mogot KM 11

3 BAB III LANDASAN TEORI

PROSIDING SEMINAR ILMIAH NASIONAL: MEMBANGUN PARADIGMA KEHIDUPAN MELALUI MULTIDISIPLIN ILMU

Jurnal Distribution Requirement Planning (DRP)

BAB V ANALISA HASIL. Berdasarkan data permintaan produk Dolly aktual yang didapat (permintaan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

Pembahasan Materi #7

BAB 5 ANALISIS 5.1. Analisis Forecasting (Peramalan)

BAB V ANALISA HASIL. dikumpulkan untuk pembuatan Perencanaan Kebutuhan Material (MRP.

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU BAJA MS DI DIREKTORAT PRODUKSI ATMI CIKARANG

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

PERENCANAAN PRODUKSI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Membuat keputusan yang baik

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Seiring dengan meningkatknya pangsa pasar, permintaan konsumen juga menjadi

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

MANAJEMEN PERSEDIAAN. Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) -EOQ. Prepared by: Dr. Sawarni Hasibuan. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERAMALAN (FORECASTING) #2

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 METODE PEMECAHAN MASALAH

BAB III PERAMALAN. Praktikum Sistem Produksi ATA 2014/2015

BAB V ANALISA HASIL. yang digunakan untuk meramalkan keadaan yang akan datang memiliki. penyimpangan atau kesalahan dari keadaan aslinya.

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. yang akan datang. Ramalan adalah situasi dan kondisi yang diperkirakan akan terjadi

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.4.3 Krtiteria Pemilihan Metode Peramalan Verifikasi Model Peramalan Uji Verifikasi Peramalan dengan Moving Range Chart...

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Manajemen Persediaan. Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) PPB. Christian Kuswibowo, M.Sc. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen

BAB V ANALISA DAN PENYELESAIAN MASALAH

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan suatu sistem. Menurut Jogiyanto (1991:1), Sistem adalah

III KERANGKA PEMIKIRAN

Kata kunci : distribusi, order fulfillment, lot sizing, distribution requirement planning, peramalan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Perhitungan Waktu Siklus Perhitungan Waktu Normal Perhitungan Waktu Baku Tingkat Efisiensi...

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. dalam pembuatan ini melibatkan tenaga kerja, bahan baku, mesin, energi, informasi,

PERAMALAN (FORECASTING)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY)

METODE KUANTITATIF, MENGGUNAKAN BERBAGAI MODEL MATEMATIS YANG MENGGUNAKAN DATA HISTORIES DAN ATAU VARIABLE-VARIABEL KAUSAL UNTUK MERAMALKAN

PENERAPAN METODE DRP (DISTRIBUSI REQUIREMENT PLANNING) PADA SISTEM INFORMASI DISTRIBUSI LPG (STUDI KASUS : PT BUMI SRIWIJAYA PALEMBANG)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelum penggunaan MRP biaya yang dikeluarkan Rp ,55,- dan. MRP biaya menjadi Rp ,-.

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. future. Forecasting require historical data retrieval and project into the

BAB II LANDASAN TEORI. berharga bagi yang menerimanya. Tafri (2001:8).

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

BAB III METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Arti dan Peranan Pengendalian Persediaan Produksi

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

PENERAPAN DISTRIBUTION REQUIREMENT PLANNING (DRP) UNTUK PERENCANAAN PENGIRIMAN PAKAN TERNAK SKRIPSI

BAB II LANDASAN TEORI. dan bekerja sama untuk memproses masukan atau input yang ditunjukkan kepada

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

Bab 1. Pendahuluan. Keadaan perekonomian di Indonesia telah mengalami banyak perubahan.

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

OPTIMASI PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN BAHAN BAKU DI PT. SIANTAR TOP TBK ABSTRAK

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Distribusi Distribusi merupakan suatu proses kegiatan aliran atau penyaluran barang dari produsen sampai ke tangan konsumen. Distribusi memerlukan perencanaan, dan pengendalian yang baik untuk menciptakan keuntungan ataupun pengurangan biaya operasional bagi perusahaan. Banyaknya lokasi pelanggan yang berada jauh dari pabrik pembuatan barang, maka diperlukan sistem penyimpanan yang bertingkat ganda (multi level warehousing) dengan persediaan yang bertingkat pula (multi level inventory). Dipandang dari segi distribusi atau penjualan, hal ini disebut sistem distribusi bertingkat ganda (multi level or multiechelon distribution system). Persoalan- persoalan yang paling banyak ditemui dalam sistem distribusi barang adalah: kebanyakan persediaan barang, atau 1. barang berada di tempat yang salah, atau 2. layanan pelanggan yang jelek, dan 3. kehilangan penjualan karena kehabisan persediaan. MDC atau pusat induk distribusi adalah tingkat atau level tertinggi dari sistem distribusi yang langsung berhubungan dengan pemasok atau pabrik produk sedangkan LDC adalah tingkat atau level terendah dari sistem distribusi yang langsung berhubungan dengan pelanggan atau pemakai barang. Contoh pada gambar 2.1 adalah sistem distribusi dengan 3 tingkat. Kebanyakan, produk yang dimaksudkan di sini adalah produk jadi atau barang jadi yang disalurkan dari pabrik ke para pelanggan. Namun dalam praktek cukup banyak juga di mana pusat distribusi juga melakukan pekerjaan penyelesaian seperti reparasi, perakitan, pengepakan, dan pekerjaan sejenis itu. 6

Gambar 2. 1 Bagan Multi Tingkat Dalam Jaringan Distribusi MDC = master (central) distribution center (pusat induk distribusi) RDC = regional distribution center (pusat distribusi regional) LDC = local distribution center (pusat distribusi lokal) 2.1.1 Sistem Distribusi Dorong dan Tarik Sistem distribusi dorong, pusat induk distribusi (MDC) menentukan apa dan berapa yang perlu didistribusikan dan dikirim ke pusat distribusi regional atau lokal (RDC & LDC), sedangkan dalam sistem distribusi tarik, masing-masing pusat distribusi pada tingkat bawah menentukan apa yang diperlukan dan itu yang dipesan ke pusat induk distribusi (MDC) untuk dikirim. Berikut penjelasan untuk kedua sistem distribusi tersebut(indrajit, Eko & Djokopranoto, Richardus, (2003): A. Sistem Distribusi Tarik Sistem ini, tiap pusat distribusi regional atau lokal bertindak sendirisendiri secara otonomi, tidak tergantung dari pusat distribusi lokal atau regional lainnya. Pusat ini menghitung perkiraan kebutuhan atau penjualan, persediaan di tangan, persediaan pengaman, waktu pemesanan, dan semua komponen lain yang ada dalam matriks. Atas dasar itu, pemesanan dilakukan pada waktu yang tepat 7

kepada pusat induk distribusi. Dengan demikian, pusat induk distribusi bersifat pasif, hanya bertindak apabila ada pesanan dari pusat distribusi regional atau lokal. Pusat induk tidak mengetahui berapa kebutuhan yang akan datang, sampai datangnya pesanan dari pusat distribusi yang lebih bawah tersebut. Sering kali ini menimbulkan kesulitan apabila tiba-tiba ada pesanan dalam jumlah besar sekali, yang di atas rata-rata atau rutin, atau untuk beberapa waktu tidak ada pesanan sama sekali. Yang pertama berpotensi menimbulkan kehabisan persediaan dan yang kedua berpotensi menimbulkan persediaan lebih atau surplus. Sistem ini, biasanya pusat distribusi lokal kurang memperdulikan kebutuhan pusat induk distribusi mengenai perencanaan pengadaan persediaan dan mengasumsikan, bahwa persediaan selalu ada. Jadi komunikasi hanya berjalan satu arah, yaitu dari bawah ke atas. Pusat induk distribusi dapat berusaha mengantisipasi kebutuhan pusat regional dan lokal dengan perhitungan kebutuhan rata-rata per periode waktu, namun dalam praktek, sering kali tidak ekonomis, apalagi bila permintaan atau kebutuhan bersifat sangat fluktuatif dan tidak tetap. B. Sistem Distribusi Dorong Seperti dijelaskan di atas, sistem ini adalah kebalikan dari sistem distribusi tarik. Pengiriman dari pusat induk distribusi ke pusat distribusi regional atau lokal dihitung dan ditentukan oleh pusat induk distribusi. Perhitungan ini didasarkan atas data yang ada di setiap pusat regional dan lokal, yang setiap waktu dimonitor oleh pusat induk. Dengan demikian, pusat induk dapat mengantisipasi kebutuhan yang akan datang, berdasarkan data dari pusat lokal, dan dapat proaktif melakukan perencanaan pemesanan untuk mengisi persediaan kembali. Secara fisik, sering kali tidak perlu pusat induk menimbun persediaan terlalu banyak, karena produk dapat langsung dikirim dari pabrik ke pusat regional atau lokal. Dalam sistem ini, komunikasi dilakukan secara dua arah, yaitu dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Dapat disimpulkan bahwa dari kedua distribusi ini terlihat bahwa sistem distribusi dorong lebih baik digunakan untuk manufaktur yang menyediakan produk secara terbatas dan memiliki pemakaian yang tidak teratur, sedangkan 8

sistem distribusi tarik lebih baik digunakan untuk manufaktur yang menyediakan produk dalam jumlah yang banyak dan memiliki pemakaian yang relatif stabil. 2.2 Persediaan Persediaan adalah segala sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Persediaan adalah komponen material, atau produk jadi yang tersedia di tangan, menunggu untuk digunakan atau dijual.(groebner, Introduction to Management Science, 1992) Persediaan adalah bahan mentah, bahan dalam proses (work in process), barang jadi, bahan pembantu, bahan pelengkap, komponen yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan.(riggs, 1976) Berdasarkan pengertian persediaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa persediaan dalam kegiatan distribusi adalah barang atau produk yang disimpan dalam gudang atau tempat penyimpanan, dimana persediaan tersebut berguna untuk mengantisipasi fluktuasi permintaan konsumen, dan mengurangi kemungkinan kekurangan stock barang untuk pemenuhan permintaan. 2.2.1 Penyebab dan Fungsi Persediaan Persediaan merupakan suatu hal yang tak terhindarkan. Penyebab timbulnya persediaan adalah sebagai berikut (Baroto, 2004): 1. Mekanisme pemenuhan atas permintaan. 2. Keinginan untuk meredam ketidakpastian. 3. Keinginan melakukan spekulasi yang bertujuan mendapatkan keuntungan besar dari kenaikan harga di masa mendatang. Beberapa fungsi persediaan adalah sebagai berikut (Baroto, 2004): 1. Fungsi independensi. Persediaan barang jadi diperlukan untuk memenuhi permintaan konsumen yang tidak pasti. Permintaan pasar tidak dapat diperkirakan secara tepat, begitu pula dengan pasokan dari pemasok, sehingga dengan persediaan yang mencukupi, proses produksi atau distribusi tetap dapat berjalan tanpa tergantung kedua hal tersebut. 9

2. Fungsi ekonomis. Dalam hal distribusi, memesan barang dengan jumlah lot pemesanan tertentu akan lebih ekonomis dibandingkan pemesanan barang berulang-ulang atau sesuai permintaan konsumen. 3. Fungsi antisipasi. Fungsi ini diperlukan untuk mengantisipasi fluktuasi atau perubahan permintaan atau pasokan. 4. Fungsi fleksibilitas. Proses operasi mengalami gangguan karena kerusakan mesin, membutuhkan waktu perbaikan yang membuat produksi tidak dapat berjalan untuk sementara dalam waktu perbaikan, persediaan digudang pusat atau pabrik dapat digunakan untuk penolong dalam hal ini. 2.2.2 Biaya Dalam Persediaan Biaya persediaan adalah semua pengeluaran dan kerugian yang timbul sebagai akibat persediaan. Biaya tersebut adalah harga pembelian, biaya pemesanan, biaya penyimpanan, dan biaya kekurangan persediaan. Berikut penjelasan untuk biaya-biaya tersebut (Baroto, 2004): 1. Harga pembelian adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang. 2. Biaya pemesanan adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan pemesanan ke pemasok, yang besarnya biasanya tidak dipengaruhi oleh jumlah pemesanan. Biaya pemesanan ini meliputi biaya pemrosesan pesanan, upah pekerja, biaya telepon/fax, biaya dokumentasi/transaksi dan biaya lainnya. 3. Biaya penyimpanan adalah biaya yang dikeluarkan dalam penanganan atau penyimpanan material, semi finished product, sub assembly, atau pun produk jadi. 4. Biaya kekurangan persediaan terjadi pada saat perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan konsumen karena kehabisan stock. Kehabisan stock menimbulkan kerugian berupa biaya akibat kehilangan kesempatan mendapatkan keuntungan atau kehilangan konsumen yang merasa tidak puas. 10

2.3 Distribution Requirement Planning (DRP) Distribution Requirement Planning (DRP) memiliki fungsi untuk menentukan kebutuhan-kebutuhan untuk mengisi kembali inventori pada distribution center. (Gasperz, Vincent, 2004) Distribution Requirement Planning (DRP) merupakan aplikasi dari angka logika Material Requirement Planning (MRP). Persediaan Bill of Material (BOM) pada MRP diganti dengan Bill of Distribution (BOD) pada Distribution Requirement Planning (DRP) menggunakan logika Time Phased On Point (TPOP) untuk memerlukan pengadaan kebutuhan pada jaringan (Richard J. Tersine, Principle Inventory and Material Management, 1998). Tabel 2.1 dan tabel 2.2 merupakan persamaan dan perbedaan MRP dan DRP sebagai berikut: Tabel 2. 1 Persamaan MRP dan DRP Persamaan : *Menggunakan cara perhitungan matematis yang sama. *Mempunyai matriks komponen perhitungan yang sama. *Membedakan permintaan bebas dan terikat. *Metoda berlaku untuk permintaan terikat. *Keduanya menggunakan cara pemesanan berdasarkan waktu (time-phase order manner) Tabel 2. 2 Perbedaan MRP dan DRP MRP DRP Perbedaan *Untuk kegiatan *Untuk kegiatan distribusi. : manufaktur. *Menghitung kebutuhan *Menghitung kebutuhan barang tiap komponen barang. untuk tiap pusat distribusi. *Cocok untuk pabrik jenis rakitan. *Biasanya untuk bahan baku/penolong. *Cocok untuk sistim distribusi multi-tingkat. *Biasanya untuk produk jadi/komoditas. 11

MRP *MRP adalah proses dari atas (explosion process) yaitu dari jadwal produksi induk ke kebutuhan tiap komponen. *Semua kebutuhan komponen bersifat terikat. DRP *DRP adalah proses dari bawah (implosion process), yaitu dari kebutuhan pusat lokal ke pusat regional dan pusat induk. *Kebutuhan pusat lokal bersifat bebas sedangkan kebuhan pusat regional dan pusat induk bersifat terikat. (Indrajit, Eko & Djokopranoto, Richardus, (2003) Berdasarkan tabel 2.2 dapat disimpulkan bahwa struktur MRP memiliki proses dari atas yaitu dari jadwal produksi induk untuk menentukan kebutuhan tiap komponen dibawahnya, sedangkan struktur DRP memiliki proses dari bawah yaitu dari kebutuhan lokal ke pusat regional dan pusat induk. Distribution Requirement Planning didasarkan pada peramalan kebutuhan pada level terendah dalam jaringan tersebut yang akan menentukan kebutuhan persediaan pada level yang lebih tinggi. Gambar 2. 2 Distribution Requirement Planning ( Sumber : Principle Inventory and Material Management, Richard J. Tersine, 1998). 12

2.3.1 Konsep Distribution Requirement Planning Distribution Requirement Planning adalah suatu metode untuk menangani pengadaan persediaan dalam suatu jaringan distribusi pada pergudangan ganda. Metode ini menggunakan demand independent, dimana dilakukan peramalan untuk memenuhi struktur pengadaannya. Berapapun banyaknya level yang ada dalam jaringan distribusi, semua merupakan variabel yang dependent kecuali level yang langsung memenuhi customer. Distribution Requirement Planning lebih menekankan pada aktivitas penjadwalan daripada aktivitas pemesanan. DRP mengantisipasi kebutuhan mendatang dengan perencanaan pada setiap level pada jaringan distribusi. Metode ini dapat memprediksi masalah sebelum masalah-masalah tersebut terjadi memberikan titik pandang terhadap jaringan distribusi. Empat langkah utama yang harus diterapkan menurut Nasution & Prasetyawan (2008) adalah: 1. Explosion Proses explosion adalah proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat jaringan distribusi yang lebih rendah. 2. Netting Netting merupakan proses untuk mencari jumlah kebutuhan bersih yang didapat dari kebutuhan kotor dikurangi dengan Project on Hand (POH) atau barang yang ada di gudang. 3. Lot Sizing Lot sizing merupakan penentuan kapasitas lot atau jumlah pengadaan barang. Dalam menggunakan metode lot sizing yang tepat, ada beberapa paremeter yang digunakan, yaitu jarak pengangkutan dari central warehouse ke masing-masing warehouse, ordering cost, dan holding cost. 4. Offsetting Langkah ini bertujuan untuk menentukan saat yang tepat untuk melakukan rencana pemesanan dalam rangka memenuhi kebutuhan bersih. Rencana pemesanan diperoleh dengan cara mengurangkan saat awal tersedianya ukuran lot yang diinginkan dengan besarnya lead time. 13

2.3.2 Manfaat Distribution Requirement Planning (DRP) Distribution Requirement Planning merupakan metode yang handal untuk sistem distribusi manufaktur yang integrasi maupun sistem distribusi murni. Dengan kebutuhan time phasing pada setiap tingkat dalam jaringan distribusi, DRP memiliki kemampuan untuk memprediksi suatu permasalahan yang akan terjadi. Sistem DRP bekerja berdasarkan penjadwalan yang telah dibuat untuk permintaan di masa yang akan datang sehingga mampu mengantisipasi perencanaan masa depan dengan perencanaan yang lebih dini pada setiap tingkat distribusi. Untuk organisasi manufaktur, yang memproduksi untuk memenuhi persediaan serta untuk dijual melalui jaringan distribusinya sendiri. Keuntungan yang didapatkan dari penerapan metode DRP adalah (Green, 1987): 1. Melihat saling ketergantungan antara persediaan distribusi dan manufaktur. 2. Sebuah jaringan distribusi yang lengkap dapat disusun, yang memberikan gambaran yang jelas dari atas maupun dari bawah jaringan. 3. DRP menyusun kerangka kerja untuk pengendalian logistik total dari distribusi ke manufaktur untuk pembelian. 4. DRP menyediakan masukan atau informasi untuk perencanaan penjadwalan distribusi dari sumber penawaran ke titik distribusi. 2.3.3 Prosedur Perhitungan DRP Perhitungan perencanaan kebutuhan distribusi dimulai dari peramalan permintaan, ukuran lot pemesanan, persediaan pengaman, kemudian dihitung kebutuhan bersih, sampai penentuan perencanaan pesanan dikirim. Tabel 2.3 merupakan contoh tabel perhitungan DRP: 14

Tabel 2. 3 Contoh Tabel Perhitungan DRP Safety Stock : Ukuran Lot : Periode Lead Time : PD 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Gross Requirement Scheduled Receipt Projected On Hand Net Requirement Planned Order Receipt Planned Order Release Logika dasar DRP adalah sebagai berikut (Tersine, 2003): 1. Gross Requirement /Forecast Demand diperoleh dari hasil forecasting. 2. Dari hasil peramalan distribusi lokal, hitung Time Phased Net Requirement. Net Requirement tersebut mengidentifikasikan kapan level persediaan (Scheduled Receipt - Projected On Hand Periode sebelumnya) dipenuhi oleh Gross Requirement. Untuk sebuah periode : Net Requirement = (Gross Requirement + Safety Stock) (Schedule Receipt + Projected On Hand Periode sebelumnya). Nilai Net Requirement yang dicatat (recorded) adalah nilai yang bernilai positif. 3. Setelah itu dihasilkan sebuah Planned Order Receipt sejumlah Net Requirement tersebut (ukuran lot tertentu) pada periode tersebut. 4. Ditentukan hari dimana harus melakukan pemesanan tersebut (Planned Order Release) dengan mengurangkan hari terjadwalnya Planned Order Receipt dengan Lead Time. 5. Di hitung Projected On Hand pada periode tersebut: Projected On Hand = (Projected On Hand Periode sebelumnya + Schedule Receipt + Planned Order Receipt) - (Gross Requirement). 6. Besarnya Planned Order Release menjadi Gross Requirement pada periode yang sama untuk level berikutnya dari jaringan distribusi. 15

2.4 Peramalan Peramalan merupakan suatu proses penggunaan data historis untuk melakukan perkiraan keadaan di masa yang akan datang. Peramalan menjadi dasar bagi perusahaan untuk pengambilan keputusan untuk perencanaan jangka panjang. Ramalan tentang besar pasar, jumlah pembeli potensial, dan lain-lain merupakan masukan bagi pihak manajemen operasi untuk membuat perencanaan produksi, mengelola persediaan, mengelola bahan baku, mengelola peralatan, dan mengelola sumber daya manusia. Permintaan pasar akan produk atau jasa besarnya dipengaruhi oleh keadaan di masa yang akan datang. Tabel 2.4 menunjukan faktor yang mempengaruhi permintaan (Baroto, 2004): Tabel 2. 4 Faktor Perubahan Permintaan Internal Eksternal (Pasar) Eksternal (Pemerintah) Daur hidup Selera & persepsi pelanggan Deregulasi Produk Demografi Ekonomi Layanan Persaingan Sektor swasta Kualitas Siklus bisnis Disain produk Harga 2.4.1 Karakteristik Peramalan Peramalan permintaan memiliki karakteristik tertentu yang berlaku secara umum. Karakteristik tersebut digunakan untuk menilai hasil suatu proses peramalan permintaan dan metode peramalan yang digunakan. Karakteristik peramalan permintaan adalah sebagai berikut (Baroto, 2004): 1. Faktor penyebab yang berlaku di masa lalu diasumsikan akan berfungsi juga di masa yang akan datang 2. Peramalan tidak pernah sempurna, permintaan aktual selalu berbeda dengan permintaan yang diramalkan. 16

3. Tingkat ketepatan ramalan akan berkurang dalam rentang waktu yang semakin panjang. 2.4.2 Metode Peramalan Peramalan permintaan membutuhkan suatu metode tertentu yang disebut metode peramalan, pada dasarnya setiap metode peramalan memiliki kesamaan yaitu penggunaan data masa lalu untuk memperkirakan atau memproyeksikan data di masa yang akan datang. Berdasarkan tekniknya, metode peramalan dapat dikategorikan ke dalam metode kualitatif dan metode kuantitatif. Metode kualitatif biasanya digunakan bila tidak ada atau sedikit data masa lalu. Dalam metode ini, pendapat pakar dan prediksi mereka dijadikan dasar untuk menetapkan permintaan yang akan datang. Metode kualitatif yang banyak dikenal adalah metode Delphi dan metode kelompok nominal. Metode kuantitatif. Pada metode ini, suatu set data historis digunakan untuk meramalkan permintaan masa depan. Ada dua kelompok besar metode kuantitatif, yaitu : Metode Time Series dan metode Nontime Series Metode time series adalah metode peramalan yang menggunakan waktu sebagai dasar peramalan. Adapun metode time series adalah sebagai berikut (Baroto, 2004): 1. Metode Simple Average, 2. Metode Moving Average, 3. Metode Weight Moving Average, 4. Metode Exponential Smoothing, 5. Metode Regresi Linear Sederhana, 6. Metode Winter, 7. dan lain-lain. Termasuk dalam metode kuantitatif nontime series adalah metode-metode ekonometrik, metode analisis input-output, metode regresi dengan variable bebas bukan waktu. 17

A. Metode Time Series Metode time series adalah metode peramalan secara kuantitatif dengan menggunakan waktu sebagai dasar peramalan. Faktanya tidak ada suatu metode peramalan yang ditetapkan terbaik untuk melakukan peramalan, karena suatu metode peramalan baik untuk data tertentu, tetapi tidak untuk data lain. Peramalan dengan time series memiliki prosedur yang harus dilaksanakan secara utuh. Risiko yang mungkin muncul jika prosedur tidak dilaksanakan dengan baik (Baroto, 2004): 1. Hasil peramalan tidak valid, sehingga tidak dapat diterapkan. 2. Kesulitan mendapatkan atau memilih metode peramalan yang akan memberikan validitas ramalan tinggi. 3. Memerlukan waktu dalam melakukan analisis dan peramalan Prosedur peramalan permintaan dengan metode time series adalah sebagai berikut: 1. Tentukan pola data permintaan. Data diplot secara grafis, dan menyimpulkan pola data tersebut. 2. Menggunakan beberapa metode time series yang sesuai dengan kriteria pola data permintaan. 3. Mengevaluasi tingkat kesalahan masing-masing metode yang digunakan. Tingkat kesalahan peramalan diukur dengan kriteria Mean Absolut Deviation (MAD), Mean Square of Error (MSE), Mean Absolue Procentage of Error (MAPE). 4. Memilih metode peramalan terbaik dari metode yang digunakan. Metode peramalan terbaik adalah metode yang memberikan tingkat kesalahan paling kecil dibandingkan metode lainnya. 5. Melakukan peramalan permintaan dengan metode peramalan yang terpilih. Berdasarkan prosedur peramalan yang telah dijelaskan, langkah awal yang dilakukan adalah pola permintaan time series. Pola permintaan dapat diketahui dengan membuat scatter diagram yaitu pemplotan data historis selama interval waktu tertentu. Dalam time series terdapat empat jenis pola permintaan, yaitu 18

trend, musiman, siklis dan konstan (horizontal). Pola permintaan tersebut akan mempengaruhi metode peramalan yang akan digunakan. Setiap metode peramalan memiliki karakteristik tertentu sehingga memerlukan persyaratan atau asumsi tertentu pula (Baroto, 2004). a. Pola Trend Pola trend adalah bila data permintaan menunjukan pola kecenderungan gerakan penurunan atau kenaikan jangka panjang. Data menunjukan fluktuasi yang bila ditarik garis akan membentuk suatu garis trend. Pola permintaan trend, metode peramalan yang sebaiknya digunakan adalah metode regresi linear, exponential smoothing, dan double exponential smoothing. Gambar 2.3 menunjukan pola permintaan trend Gambar 2. 3 Pola Trend Sumber : Makridakis, S., Mc. Gee, V.E., dan Wheelwright, S.C., 1999 b. Pola Musiman Data permintaan yang berfluktuasi, fluktuasi tersebut memperlihatkan pengulangan dalam suatu interval waktu tertentu, maka data tersebut merupakan pola permintaan musiman. Disebut pola musiman karena permintaan biasanya dipengaruhi oleh musim. Metode peramalan yang sesuai untuk pola permintaan musiman adalah metode winter, dan moving average atau weight moving average. Gambar 2.4 menunjukan pola permintaan musiman 19

Gambar 2. 4 Pola Musiman Sumber : Makridakis, S., Mc. Gee, V.E., dan Wheelwright, S.C., 1999 c. Pola Siklis Pola siklis apabila fluktuasi permintaan secara jangka panjang membentuk pola gelombang atau siklus. Pola siklis mirip dengan pola musiman, tetapi pola musiman tidak harus berbentuk gelombang, bentuknya dapat bervariasi, namun terjadi pengulangan setiap tahun. Metode yang sesuai untuk pola permintaan siklis adalah metode moving average, weight moving average, dan exponential smoothing. Gambar 2.5 menunjukan pola permintaan siklis Gambar 2. 5 Pola Siklis Sumber : Makridakis, S., Mc. Gee, V.E., dan Wheelwright, S.C., 1999 d. Pola konstan Pola data ini terjadi apabila nilai data berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang konstan. Suatu produk yang penjualannya tidak meningkat atau menurun selama waktu tertentu termasuk ke dalam pola horisontal. Metode peramalan yang sesuai untuk pola konstan adalah metode simple average, moving average dan exponential smoothing. Gambar 2.6 menunjukan pola permintaan konstan 20

Gambar 2. 6 Pola Konstan Sumber : Makridakis, S., Mc. Gee, V.E., dan Wheelwright, S.C., 1999 Berikut beberapa metode peramalan dalam metode time series yaitu: 1. Metode Simple Average Metode Simple Average merupakan metode sederhana yang dapat digunakan untuk menentukan hasil peramalan untuk periode selanjutnya dengan menjumlahkan data historis dan kemudian dibagi dengan jumlah periode. Metode Simple Average menggunakan rumus sebagai berikut: dimana: d t dt n d 1 + d 2 + d 3 + +d n n t=1 d t d t = = (2.1) n n = nilai peramalan untuk periode t = nilai permintaan aktual untuk periode t = jumlah periode waktu yang digunakan 2. Metode Moving Average Metode rata-rata bergerak menggunakan sejumlah data aktual permintaan yang baru untuk membangkitkan nilai ramalan untuk permintaan di masa yang akan datang. Rumus metode Moving Average adalah: dimana: d t dt d t = d t 1 + d t 2 + d t 3 + + d t n = n = nilai peramalan permintaan untuk periode t = nilai permintaan aktual untuk periode t n t= 1 d t n (2.2) n = jumlah periode waktu yang digunakan sebagai dasar peramalan (nilai n ini bila minimal 2 dan maksimal tidak ada, ditentukan secara subjektif) n 21

3. Metode Weight Moving Average Data pada periode tertentu diberi bobot, semakin dekat dengan saat sekarang semakin besar bobotnya. Bobot ditentukan berdasarkan pengalaman. Rumus metode Weight Moving Average adalah sebagai berikut: d t = c 1 d t 1 + c 2 d t 2 + c 3 d t 3 + + c n d t n (2.3) dimana: d t = nilai peramalan permintaan untuk periode t dt = nilai permintaan aktual untuk periode t c = bobot masing-masing data yang digunakan ( ci = 1), ditentukan secara subjektif n = jumlah periode waktu yang digunakan untuk peramalan (subjektif) 4. Metode Exponential Smoothing Beberapa metode yang dikelompokkan dalam metode exponential smoothing yaitu: a. Single Exponential Smoothing b. Double Exponential Smoothing a. Single Exponential Smoothing Formula untuk metode Single Exponential Smoothing (SES) adalah: d t = α. d t + (1 α). d t 1 (2.4) dimana: d t = nilai peramalan permintaan untuk periode t dt = nilai permintaan aktual untuk periode t d t-1 = nilai peramalan permintaan untuk periode t-1 α = suatu nilai ( 0 < α < 1) yang ditentukan secara subjektif Metode SES, sebagaimana metode SA, MA dan WMA, mengasumsikan peramalan permintaan untuk setiap periode ke depan selalu sama. 22

b. Double Exponential Smoothing Pada metode Double Exponential Smoothing, peramalan dimulai dengan menentukan besarnya nilai alpha secara trial dan error. Tahapan-tahapan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Hitung eksponensial smoothing pertama dengan rumus: S t = α. d t + (1 α). S t 1 (2.5) 2. Hitung eksponensial smoothing kedua dengan rumus: 3. Hitung komponen at dengan rumus: S" t = α. S t + (1 α). S" t 1 (2.6) a t = 2S t S" t (2.7) 4. Hitung komponen bt dengan rumus: α b t = 1 α (S t S" t ) (2.8) 5. Hitung peramalan untuk m periode ke depan setelah t dengan rumus: dengan d1. F t+m = a t +b t (m) (2.9) Inisialisasi diperlukan untuk nilai awal S dan S, yaitu nilainya sama t t 5. Metode Regresi Linear Regresi linear adalah suatu metode popular untuk berbagai macam permasalahan. Untuk peramalan time series, formulasi regresi linear cocok digunakan pada pola data trend. Formula regresi linear adalah: Rumus nilai a: Rumus nilai b: Yx = a + b. x (2.10) Y x a = b n n (2.11) n xy x y b = n x 2 ( x) 2 (2.12) 23

Keterangan : Yx = nilai peramalan pada periode ke x x = waktu/periode a = koefisien intersepsi b = koefisien kemiringan 6. Metode Winter Formula untuk metode Winter adalah: Dengan: t = (a 0,1 + a 1. t)c t (2.13) a 0 = a 0,2N (2N)a 1 (2.14) f 2 f 1 N t=1 f t 2N t=n+1 f t a 0 =, f 1 =, f 2 = (2.15) N N N f t N C t=1 t C t =, = 1 (2.16) a0 + a 1 t N Metode peramalan Winter digunakan untuk suatu data yang berpola musiman, sehingga metode Winter sering disebut Winter Seasonal Method. 2.4.3 Kriteria Pemilihan Metode Peramalan Ketepatan atau ketelitian merupakan kriteria untuk menguji kinerja suatu metode peramalan. Untuk menguji kinerja suatu peramalan digunakan ukuran kesalahan peramalan. Metode peramalan terbaik adalah metode yang memberikan tingkat kesalahan paling kecil dibandingkan metode lainnya. Berikut kriteria pemilihan peramalan yang terbaik (Baroto, 2004): 1. Mean Absolute Deviation (MAD) MAD adalah rata-rata kesalahan mutlak selama periode tertentu tanpa memperhatikan apakah hasil peramalan lebih besar atau lebih kecil dibandingkan kenyataannya. n d t d t MAD = t=1 (2.17) n 24

dimana: dt = permintaan aktual pada periode t d t = nilai permintaan untuk periode t n = banyaknya periode waktu yang digunakan 2. Mean Square of Error (MSE) MSE adalah jumlah kuadrat dari semua kesalahan peramalan pada setiap periode dan membaginya dengan jumlah periode peramalan. n d t d t 2 dimana: dt d t n MSE = t=1 n = permintaan aktual pada periode t = nilai permintaan untuk periode t = banyaknya periode waktu yang digunakan (2.18) 3. Mean Absolute Procentage of Error (MAPE) n [( d t d t /d t )x100%] MAPE = t=1 n (2.19) dimana: dt = permintaan aktual pada periode t d t = nilai permintaan untuk periode t n = banyaknya periode waktu yang digunakan 2.5 Verifikasi Model Peramalan Verifikasi terhadap hasil peramalan yang diperoleh dari metode peramalan terpilih untuk memeriksa kesesuaian dengan kondisi nyata. Dua cara uji verifikasi peramalan, yaitu (Oscar, 2010): 2.5.1 Uji Verifikasi Peramalan dengan Moving Range Chart Uji verifikasi peramalan dengan menggunakan moving range chart atau peta kendali peramalan merupakan uji verifikasi peramalan yang paling sering 25

digunakan. Moving range chart digunakan dengan membandingkan nilai kesalahan antara nilai aktual dengan nilai peramalan. Rumus untuk moving range chart sebagai berikut: MR = (d t d t ) (d t 1 d t 1 ) (2.20) M R =) MR n 1 (2.21) UCL = +2,66 M R (2.22) LCL = 2,66 M R (2.23) Keterangan : dt = demand aktual d t = demand forecast Hasil uji verifikasi dikatakan out of control jika: 1. Ada titik di luar UCL/ LCL 2. Dari 3 titik berturut-turut ada 2 titik atau lebih berada di region A (±1,77 MR) 3. Dari 5 titik berturut-turut ada 4 titik atau lebih berada di region B (±0,89 MR) 4. Ada 8 titik berturut-turut di bagian atas atau bawah garis tengah region C. Umumnya, data yang dibutuhkan untuk pengujian verifikasi peramalan dengan metode moving range chart adalah minimal 20 data. Hasil peramalan yang lulus uji verifikasi peramalan adalah semua titik berada dalam batas control, maka peramalan tersebut dapat diterima sebagai hasil peramalan yang baik, tetapi jika terdapat titik diluar batas kendali, maka harus dilakukan revisi. Perbaikan yang dapat dilakukan adalah dengan mengidentifikasi penyebab titik yang berada diluar batas kendali tersebut, selanjutnya ditentukan apakah hasil peramalan dapat diterima atau melakukan pengujian untuk metode peramalan berikutnya. 2.5.2 Uji Tracking Signal Uji tracking signal merupakan suatu ukuran bagaimana baiknya suatu ramalan memperkirakan nilai-nilai aktual. Tracking signal yang positif menunjukkan bahwa nilai aktual permintaan lebih besar daripada hasil ramalan, 26

sedangkan nilai tracking signal yang negatif menunjukkan nilai aktual permintaan lebih kecil daripada hasil ramalan. Suatu tracking signal disebut baik bila memiliki RSFE (Running Sum of the Forecast Errors) yang rendah, sehingga pusat dari tracking signal mendekati nol. Terdapat dua macam uji tracking signal, yaitu tracking signal menurut Brown dan tracking signal menurut Trigg. Kedua uji ini dibedakan atas nilai batas atas dan batas bawah. a. Uji Tracking Signal Brown Batas-batas nilai tracking signal Brown = ±4 sampai ±6 Yang sering dipakai: Batas atas = 4, batas bawah = -4 n d t d t MAD = t=1 n RSFE n d t d t Tracking Signal = MAD = t=1 MAD (2.24) (2.25) b. Uji Tracking Signal Trigg Batas-batas nilai tracking signal Trigg = ±1 n d t d t MAD = MAE = t=1 n Tracking Signal = (d t d t ) MAD (2.26) (2.27) 2.6 Ukuran lot Ukuran lot merupakan jumlah atau kuantitas barang yang akan dipesan dari pemasok untuk memenuhi permintaan konsumen, atau secara internal dalam manufaktur jumlah yang diproduksi untuk memenuhi permintaan. Berikut teknik yang dapat digunakan untuk menentukan ukuran lot yaitu (Baroto, 2004): 1. Fixed Order Quantity (FOQ) Dalam metode FOQ ukuran lot ditentukan secara subjektif. Ukuran lotnya dapat ditentukan berdasarkan pengalaman produksi atau intuisi. Tidak ada teknik yang dapat dikemukaan untuk menentukan berapa ukuran lot ini. Kapasitas produksi selama lead time produksi dalam hal ini dapat 27

digunakan sebagai dasar untuk menentukan besarnya lot. Sekali ukuran lot ditetapkan, maka lot ini dapat digunakan untuk seluruh periode selanjutnya dalam perencanaan. Metode ini dapat digunakan untuk produk yang biaya pemesanannya sangat mahal. 2. Lot for lot (L-4-L) Teknik penerapan ukuran lot dilakukan atas dasar pesanan diskrit. Disamping itu teknik ini merupakan cara paling sederhana dari semua teknik ukuran lot yang ada. Teknik ini selalu melakukan perhitungan kembali (bersifat dinamis) terutama apabila terjadi perubahan pada kebutuhan bersih. Penggunaan teknik ini bertujuan untuk meminimumkan ongkos simpan, sehingga dengan teknik ini ongkos simpan menjadi nol. Oleh karena itu, seringkali metode ini digunakan untuk barang yang memiliki biaya simpan per unit yang sangat mahal. Apabila dilihat dari pola kebutuhan yang mempunyai sifat diskontinyu atau tidak teratur, maka teknik ini memiliki kemampuan yang baik. 3. Economic Order Quantity (EOQ) Dalam teknik EOQ, ukuran lot pemesanan adalah tetap, Penentuan ukuran lot dengan EOQ berdasarkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Perhitungan EOQ menggunakan rumus: Keterangan : A D h 2AD EOQ = J h (2.28) = Biaya pemesanan(satu kali pemesanan) = Demand (permintaan)/tahun = Biaya simpan/unit/tahun 2.7 Persediaan Pengaman (Safety Stock) Safety stock dalam pengertiannya adalah persediaan pengaman dimana persediaan tersebut untuk mengantisipasi fluktuasi permintaan dari konsumen, ketika permintaan meningkat, perusahaan tetap dapat memenuhi permintaan konsumen tersebut. Safety stock juga dapat mengurangi resiko kemungkinan 28

kehabisan barang sehingga perusahaan tidak kehilangan kesempatan untuk dapat menjual barang karena kehabisan stock. Safety stock dipengaruhi oleh tingkat pelayanan (service level) semakin besar tingkat pelayanan perusahaan terhadap konsumen maka jumlah atau kuantitas safety stock akan semakin besar, sedangkan bila semakin kecil tingkat pelayanan perusahaan terhadap konsumen, maka jumlah atau kuantitas daripada safety stock juga semakin kecil. Suatu perusahaan menetapkan tingkat pelayanan perusahaan pada tingkat 95% dimana artinya perusahaan sanggup memenuhi permintaan sebesar 95%, dan siap menanggung kehilangan sebesar 5% konsumen yang tidak terpenuhi. Demikian pula, apabila suatu perusahaan menetapkan tingkat pelayanan perusahaan pada tingkat 100% dimana artinya perusahaan sanggup memenuhi permintaan sebesar 100%, dan tidak ada permintaan konsumen yang tidak terpenuhi. Adapun safety stock dapat dihitung dari Mean Absolut Deviation (MAD) yang didapatkan dari hasil metode peramalan yang terpilih kemudian dikalikan dengan faktor pengaman berdasarkan tingkat pelayanan yang ditetapkan, didalam rumus dituliskan sebagai berikut: SS = MAD * Faktor Pengaman Keterangan : SS = Safety Stock Faktor pengaman = faktor keamanan yang dihitung untuk MAD, yang nilainya tergantung dari tingkat service level. 29