I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
MODEL MATEMATIKA PERPINDAHAN KELOMPOK BELALANG DENGAN METODE GELOMBANG BERJALAN NURUDIN MAHMUD

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

MODEL MATEMATIKA PERPINDAHAN KELOMPOK BELALANG DENGAN METODE GELOMBANG BERJALAN NURUDIN MAHMUD

DAFTAR PUSTAKA. Borrelli RL, Coleman CS Differential Equations: A Modelling Respective. New York: John Wiley & Sons, Inc.

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan

BAB 4 SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK

BAB II LANDASAN TEORI

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Model Aliran Panas

II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)]

BAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO

BAB II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

II LANDASAN TEORI. dengan, 1,2,3,, menyatakan koefisien deret pangkat dan menyatakan titik pusatnya.

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II

Mata Kuliah :: Matematika Rekayasa Lanjut Kode MK : TKS 8105 Pengampu : Achfas Zacoeb

1. PENDAHULUAN, PROBLEM HIDRAULIKA SEDERHANA UNTUK APLIKASI METODE ELEMEN HINGGA

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda

DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

II. LANDASAN TEORI. Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Definisi 2 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Taklinear)

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian dari persamaan diferensial biasa (PDB) yaitu suatu

Bab 1 : Skalar dan Vektor

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan

Bab II Teori Pendukung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan.

Kuliah 07 Persamaan Diferensial Ordinari Problem Kondisi Batas (PDOPKB)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan

Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara

Bab II Fungsi Kompleks

Persamaan Diferensial

LANDASAN TEORI. Model ini memiliki nilai kesetimbangan positif pada saat koordinat berada di titik

Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3

BAB IV HITUNG DIFERENSIAL

MODEL LOGISTIK DENGAN DIFUSI PADA PERTUMBUHAN SEL TUMOR EHRLICH ASCITIES. Hendi Nirwansah 1 dan Widowati 2

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan

Pengantar Oseanografi V

Persamaan Diferensial

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan. Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam

BAB II LANDASAN TEORI

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

(T.8) SEBARAN ATIMTOTIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT

Persamaan Diferensial Biasa

BAB II LANDASAN TEORI

Simulasi Model Mangsa Pemangsa Di Wilayah yang Dilindungi untuk Kasus Pemangsa Tergantung Sebagian pada Mangsa

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

II LANDASAN TEORI. Besaran merupakan frekuensi sudut, merupakan amplitudo, merupakan konstanta fase, dan, merupakan konstanta sembarang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MASALAH SYARAT BATAS (MSB)

BAB II LANDASAN TEORI

APLIKASI TURUNAN ALJABAR. Tujuan Pembelajaran. ) kemudian menyentuh bukit kedua pada titik B(x 2

Perpindahan Panas. Perpindahan Panas Secara Konduksi MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 02

GERAK LURUS Kedudukan

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH KALKULUS LANJUT A (S1 / TEKNIK INFORMATIKA ) KODE / SKS KD

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2

PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. 1. Vektor

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

DERET FOURIER. n = bilangan asli (1,2,3,4,5,.) L = pertemuan titik. Bilangan-bilangan untuk,,,, disebut koefisien fourier dari f(x) dalam (-L,L)

BAB II TEORI TERKAIT

BAB II KAJIAN TEORI. dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut.

6.6 Rantai Markov Kontinu pada State Berhingga

BAB 3 DINAMIKA STRUKTUR

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Metode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial

Integral lipat dua BAB V INTEGRAL LIPAT 5.1. DEFINISI INTEGRAL LIPAT DUA. gambar 5.1 Luasan di bawah permukaan

STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA

Program Studi Pendidikan Matematika STKIP PGRI SUMBAR

III PEMBAHASAN. untuk setiap di dan untuk setiap, dengan. (Peressini et al. 1988)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

FUNGSI, SISTEM PERSAMAAN LINIER DAN MENGGAMBAR GRAFIK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada ( ) ( ) ( )

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas

Kelompok Mata Kuliah : MKU Program Studi/Program : Teknik Tenaga Elektrik/S1 Status Mata Kuliah : Wajib Prasyarat : - : Aip Saripudin, M.T.

Fungsi dan Grafik Diferensial dan Integral

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Persamaan Diferensial Parsial Umum Orde Pertama

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)

Transkripsi:

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah Penelusuran tentang fenomena belalang merupakan bahasan yang baik untuk dipelajari karena belalang dikenal suka berkelompok dan berpindah. Dalam kelompok, gerakan internal individu-individu tidak sepenuhnya dipahami. Ketika berpindah terjadi pertukaran tempat yang kontinu di antara belalang yang berada di tanah dan belalang yang terbang. Beberapa model perilaku kelompok belalang disusun oleh Edelstein-Keshet et al. (1998) dengan tujuan memahami bagaimana kepaduan kelompok dapat dipertahankan dalam populasi yang besar (diatas 10 9 individu) pada jarak yang jauh (di atas ribuan mil) dan dalam periode waktu yang lama (di atas satu minggu). Untuk merefleksikan hal tersebut, Edelstein-Keshet L (1988) menggunakan variasi spasial (ruang) dasar. Variasi spasial dasar tersebut membahas tentang pengaruh gerakan, sebaran, dan kekompakan kelompok. Pada umumnya, beberapa populasi tersebar dengan tidak memperhatikan variasi lingkungan, kepadatan populasi dan gerakan dari belalang. Pada tingkat populasi yang besar (kelompok), hal tersebut mempengaruhi kekompakan kelompok dalam melakukan perpindahan. Beberapa populasi yang bergabung dalam kelompok mempunyai ukuran awal yang tidak sama. Dalam beberapa kasus tundaan atau periodik, dapat mempunyai ukuran awal yang sama. Ketika ukuran awalnya sama, setiap populasi bergerak menyerupai gerakan populasi yang besar seiring berjalannya waktu. Pada penelitian ini, diasumsikan bahwa ukuran sebaran masing-masing populasi sama, populasi bergerak dengan laju jarak yang konstan, dan tidak ada ukuran panjang populasi yang lebih kecil dari jarak tempuh yang ditentukan. Hal ini menyebabkan laju perubahan ukuran populasi belalang analog dengan kecepatan atau laju perubahan lokasi belalang. Setelah dilakukan pentranslasian dari peubah spasial populasi ke ukuran peubah kelompok, dilakukan penghitungan akumulasi kelompok untuk menunjukkan besar rataan dan ragamnya (Edelstein- Keshet L 1988). Gerakan populasi belalang dapat digunakan untuk merepresentasikan keseimbangan individu yang dinyatakan dengan turunan parsial. Ini dilakukan

dengan dua tahap. Pertama, pembuatan argumen sederhana dalam satu dimensi. Kedua, menunjukkan beberapa fenomena dengan memasukkan konveksi, difusi, dan tarikan karena adanya gerakan dari individu. Agar lebih sederhana, turunan persamaan difusi menggunakan hukum Ficks dengan pendekatan yang didasarkan pada model gerakan acak sehingga model direpresentasikan ke dalam Persamaan Diferensial Parsial (PDP). Kemudian dilakukan peralihan koordinat pada model ini, yaitu koordinat PDP ke dalam koordinat Persamaan Diferensial Biasa (PDB) untuk mengurangi kesulitan pencarian solusi yang kompleks. Sehingga diperoleh dua tipe solusi, yaitu solusi di sekitar titik tetap dan solusi gelombang berjalan (travelling wave). Pada dasarnya kelompok mengarah ke solusi travelling band (pulse). Beberapa model biologi banyak yang gagal untuk menghasilkan perilaku ideal kecuali dibuat asumsi-asumsi yang tidak biasa dan tidak realistis. Kegagalan ini disebabkan karena kesulitan menemukan model yang serupa dengan fenomena perpindahan dan kesulitan melakukan pendekatan kelompok untuk mengurangi masalah ini. Oleh karena itu, perlu pengkajian ulang penerapan difusi pada model dan penentuan solusi numerik agar diperoleh pendeskripsian yang lebih baik. 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1 Mengkaji penerapan model difusi pada perpindahan belalang. Menentukan solusi numerik.

II LANDASAN TEORI.1 Persamaan Keseimbangan Edelstein-Keshet L (1988) menyatakan bahwa persamaan keseimbangan adalah dasar dalam sebaran spasial. Dideskripsikan bahwa F (, t ) kepadatan belalang pada posisi yang masuk ke dalam kelompok, adalah dan waktu t, J adalah banyaknya belalang adalah panjang perubahan kepadatan, dan adalah banyaknya belalang masuk dan keluar dari kelompok (source-sink). Berdasarkan pendeskripsian ini, persamaan keseimbangan dapat dinyatakan sebagai F (, t ) J (, t ) J (, t ) t (, t ). (.1) Bila pada persamaan (.1) diambil limit 0, maka diperoleh persamaan keseimbangan satu dimensi berikut F (, t ) J (, t ) = t (, t ). (.) Tanda min pada J (, t ) menyatakan bahwa rumus beda hingga dalam persamaan (.1) mempunyai tanda yang berlawanan dengan tanda pada definisi turunannya.. Konveksi Menurut Edelstein-Keshet L (1988), gerakan belalang dalam kelompok dipengaruhi oleh kecepatan angin dan kepadatan kelompok. Jika w adalah kecepatan angin, maka banyaknya belalang yang masuk ke dalam kelompok adalah J Fw, (.3) Jika persamaan (.3) disubstitusikan ke persamaan (.), maka diperoleh persamaan perpindahan (transport) satu dimensi sebagai berikut: F (, t ) t F (, t ) w (, t ). (.4)

4 Kokasih PB (006) menuliskan persamaan konveksi difusi penyebaran F yang disebabkan oleh koefisien difusi (D) bergantung pada konveksi karena bergeraknya populasi dengan kecepatan (U), sebagai berikut: F D F U F. t (.5).3 Matematika Difusi Difusi adalah fenomena dari populasi yang menyebar secara keseluruhan menurut gerakan acak tiap individu. (Okubo A 1980).4 Hukum Ficks Menurut hukum Ficks, jumlah perpindahan populasi di posisi dalam satu unit area terhadap satu unit waktu, yakni fluks J (, t ) kepadatan populasi. Selanjutnya, didefinisikan bahwa adalah proporsi gradien J (, t ) D F, dengan F adalah kepadatan populasi dan D adalah laju penyebaran atau koefisien difusi. Tanda negatif menunjukkan bahwa difusi terjadi dari kepadatan tinggi menuju kepadatan rendah. Penggunaan hukum Ficks ada dalam persamaan difusi berikut: F ( J (, t ) / ) F D t (Okubo A 1980). (.6).5 Persamaan Difusi Kelompok Belalang Model matematika untuk sebaran spasial populasi dari belalang seperti pola kepadatan kelompok tidak dapat didasarkan pada gerakan acak sederhana. Dalam hal ini harus dimasukkan mekanisme pergerakan populasi belalang yang melawan aksi difusi. Jadi fluks populasi melalui bidang yang tegak lurus dengan sumbu yang berisi dua komponen, yakni acak dan tak acak. Jika proses difusi diasumsikan sebagai komponen acak dan proses adveksi sebagai komponen tak acak, maka fluks dapat di formulasikan F D sebagai

5 proses difusi dan uf sebagai proses adveksi. Dalam hal ini, D menyatakan koefisien difusi dan u menyatakan kecepatan rata-rata individu yang melewati bidang. Pergerakan acak populasi terjadi dari kepadatan tinggi ke kepadatan rendah, sedangkan pergerakan tak acak terjadi dalam arah kecepatan rata-rata. Secara umum D dan u mempengaruhi kekompakan kelompok. Hal ini tergantung pada kepadatan populasi. Total fluks dapat dituliskan J us D F. (.7) (Okubo A 1980).6 Pola Penyebaran Belalang Individu dalam populasi ada yang keluar masuk dalam kelompok ketika kelompok tersebut bergerak. Adanya individu yang keluar masuk dalam kelompok membentuk suatu pola sebaran tertentu. Dengan mengacu pada hukum Ficks tentang perbedaan kedifusian dan ragam dari dua populasi, Okubo A (1980) menyatakan bentuk pola penyebaran tiap populasi sebagai berikut: A l1 ep[ ( / a) ], a ep[ ( / ) ], b (.8) B l b (.9) dalam hal ini, b a..7 Tarikan (Attraction) dan Tolakan (Repulsion) Dalam persamaan (.8) dan (.9), simbol l menyatakan tarikan dan l 1 menyatakan tolakan. Bentuk keseimbangan akibat adanya dua sumber (tarikan dan tolakan) yang berlawanan arah diberikan Okubo A (1980) sebagai berikut: L l l, (.10) 1.8 Gelombang Berjalan (GB) GB merupakan solusi Persamaan Diferensial Parsial (PDP) dengan pola gelombang tetap dan kecepatan konstan. Mengenai GB, Edelstein-Keshet L

(1988) menyatakan bahwa f (, t ) disebut GB jika fungsi tersebut 6 mempertahankan bentuk gelombang pada laju konstan c ketika gelombang bergerak ke kanan. Pengamat bergerak dengan kecepatan sama dan searah dengan gerakan gelombang sehingga terlihat bentuk gelombang yang tidak berubah. Hubungan antara fungsi gelombang yang bergerak ke kanan f (, t ) dengan fungsi pengamat yang bergerak F ( z ) adalah: F ( z ) f (, t ), dengan syarat z ct, (.11) F ( z ) adalah fungsi dari peubah tunggal, yaitu jarak sepanjang gelombang dari beberapa titik tetap yang dipilih menuju z 0. Dengan aturan rantai diferensiasi, persamaan (.11) dapat diubah ke dalam bentuk berikut: F F z F z z F F z F c t z t z,. (.1) Sehingga diperoleh bentuk Persamaan Diferensial Biasa (PDB) dari suatu sistem PDP, yang dapat diketahui eksistensi dan sifat yang dimiliki solusi GB..8.1 Persamaan Fisher Mengenai eksistensi dan sifat yang dimiliki solusi GB, Edelstein-Keshet L (1988) mengutip Fisher (1937) mengamati gerakan acak dari populasi individu pada suatu daerah tertentu. Ia memisalkan F sebagai proporsi populasi individu yang bergerak acak, S 1 F sebagai proporsi populasi individu pada saat awal, sebagai koefisien konstan proporsi populasi, dan D sebagai koefisien difusi. Laju perubahan F bentuk persamaan berikut: pada suatu lokasi tertentu dapat dinyatakan ke dalam F t F D F 1 F. (.13) Persamaan (.13) untuk mendeskripsikan populasi yang berhubungan dengan masalah logistik dan penyebaran acak. Persamaan (.13) mempunyai solusi yang variatif bergantung pada syarat batas yang diberikan. Dengan

7 peralihan koordinat z ct dan perubahan bentuk persamaan menjadi PDB, maka solusi GB dapat dicari dengan lebih mudah. Pada penelitian ini, diasumsikan bahwa domain gelombang berada pada daerah yang tak terbatas. Gelombang penyebaran individu dalam kelompok yang dideskripsikan pada persamaan (.13) diharapkan sesuai realitas biologis. Untuk menemukan solusi sistem PDP berdimensi kecil dapat digunakan analisis bidang fase..8. Penondimensionalan Dalam suatu sistem PDP, bentuk peubah-peubah ada yang berdimensi tak sama. Oleh karena itu, peubah-peubah tersebut perlu diekspresikan sama agar solusi mudah diperoleh. Menurut Edelstein-Keshet L (1988), pengekspresian peubah dapat dilakukan dengan cara berikut: Kuantitas ukuran = Skalar pengali Unit yang berdimensi.8.3 Proses Pelinearan Untuk menentukan solusi tertutup steady state (solusi yang didekati oleh pelinearan) dari sistem PDP, Edelstein-Keshet L. (1988) memisalkan PDB sebagai berikut: dx dy F ( X, Y ), G ( X, Y ), (.14) (.15) di mana F dan G adalah fungsi tak linear. Diasumsikan bahwa X dan Y adalah solusi steady state, yang memenuhi memenuhi F ( X, Y ) G ( X, Y ) 0. (.16) Solusi tertutup steady state yang sering disebut gangguan (pertubation) X ( t ) X ( t ), (.17) Y ( t ) Y y ( t ). (.18)

8 Setelah disubtitusi ke persamaan (.14) dan (.15), diperoleh d ( X ) F ( X, Y y ), d ( Y y ) G ( X, Y y ). (.19) (.0) Sisi kiri diperluas dan dibentuk turunannya oleh definisi dx 0 dan dy 0. Sisi kanan diperluas oleh F dan G dalam deret Taylor pada titik ( X, Y ). Sehingga diperoleh d dy F ( X, Y ) F ( X, Y ) F ( X, Y ) y y y bentuk orde,,, dan yang lain, G ( X, Y ) G ( X, Y ) G ( X, Y ) y y y bentuk orde,,, dan yang lain, y y (.1) (.) di mana F ( X, Y ) adalah F yang dievaluasi pada ( X, Y ). Untuk F, G, G, dievaluasi dengan cara yang sama. y y Oleh definisi F ( X, Y ) G ( X, Y ) 0 diperoleh d dy a a y, 11 1 a a y, 1 (.3) (.4) dalam bentuk matriks A a a F F 11 1 a a G G 1 y ( X, Y ) y. (.5) Bentuk ini adalah bentuk matriks Jacobian dari sistem persamaan (.14) dan (.15). Untuk menentukan kestabilannya dengan cara melihat solusi persamaan (.3) dan (.4).

.8.4 Orbit Ketika suatu sistem PDP berdimensi kecil, maka solusi sistem tersebut dapat dicari dengan menggunakan pendekatan analisis bidang fase. Pendekatan analisis bidang fase merupakan teknik untuk mencari solusi dari sistem PDB yang luas cakupan solusinya. Oleh karena itu, untuk mempermudah mencari solusi dari sistem tersebut perlu dilakukan pembatasan pada GB yang diberikan. Batas gelombang ini merupakan batas trayektori untuk sistem persamaan pada ruang fase yang berdimensi tinggi. Edelstein-Keshet L (1988) menyatakan bahwa orbit trayektori heteroklinik merupakan cerminan batas gelombang yang menghubungkan dua titik tetap. B atas trayektori yang lain adalah: i Orbit homoklinik (trayektori yang meninggalkan sebuah titik sadel ketika tak stabil dan kembali ke titik sadel ketika stabil) akan menghasilkan gelombang asimtotik yang mendekati nilai z. ii Suatu cycle atau orbit periodik yang mencerminkan osilasi penyebaran melimpah pada ruang..9 Momen Sebaran Belalang berikut: Dougherty RD (1990) mendefinisikan nilai awal momen sebaran sebagai i Untuk beberapa bilangan bulat tak negatif k, peubah acak X adalah: 9 maka nilai awal momen dari ' k k E X. (.6) ii Jika X kontinu, maka ' k k k E X f / d. (.7) iii Jika ' 0 1, dengan jumlah keseluruhan peluang adalah satu dan E X ' 1, maka nilai awal momen kedua adalah: ' E X f / d. (.8)

10 Edelstein-Keshet et al. (1998), menuliskan hal tersebut ke dalam bentuk berikut ini: i i F ( t ) F (, t ) d, (.9) i 1 ii V ( t ) X F (, t ) d, N dalam hal ini, F merupakan ukuran sebaran. V (.30) adalah ragam, N adalah jumlah total individu dan X adalah pusat massa (kepadatan tertinggi) kelompok..10 Konvolusi Fungsi Menurut Riley et al. (006), selain dipengaruhi penyebaran populasi, laju kepadatan populasi juga dipengaruhi kecepatan kelompok. Kecepatan kelompok ini merupakan sebaran yang diamati, yakni dengan memisalkan F ( ') sebagai fungsi yang akan diukur, K ( y ) sebagai fungsi resolusi yang digunakan sebagai alat ukur, dan v ( ) hasil penghitungan sebaran yang diamati. Fungsi resolusi tidak memberikan nilai keluaran yang benar, maka dimungkinkan bahwa nilai keluaran y 0 akan diganti oleh nilai di antara y dan y dy dan dinyatakan dengan K ( y ) dy. Simbol ',, dan y adalah peubah berukuran sama (panjang atau sudut), tetapi mempunyai perbedaan peran. Diasumsikan bahwa F ( ') d ' bergerak menuju ke interval dz, yaitu ke K ( ') d, karena adanya resolusi '. Kombinasi yang mungkin ada adalah bahwa interval d ' akan meningkat dalam interval d, yaitu menuju K ( ') F ( ') d '. Penambahan kontribusi dari semua nilai ' mengarah ke dalam range menuju d, sehingga diperoleh bentuk bentuk v ( ) K ( ') F ( ') d '. (.31) Bentuk ini disebut konvolusi dari fungsi F dan K, yang sering ditulis dalam v K * F. (.3) Menurut Borrelli RL & Coleman CS (1998), bentuk perkalian konvolusi dapat digunakan untuk menemukan respon pada sistem dinamik untuk kecepatan yang terjadi secara mendadak pada amplitudo yang luas dan durasi yang pendek.

11.11 Fungsi Kernel Dalam penelitian ini, untuk fungsi resolusi menggunakan bentuk kernel ganjil karena adanya trayektori homoklinik. Edelstein-Keshet et al. (1998) memberikan definisi fungsi resolusi dalam konvolusi dengan bentuk kernel ganjil sebagai berikut: A B K a b a b ep[ ( / ) ] ep[ ( / ) ], (.33) dalam hal ini, A adalah repulsion (tolakan), B adalah attraction (tarikan), a adalah jarak tolakan dan b adalah jarak tarikan. Dalam pembahasan selanjutnya kernel ganjil dalam penelitian ini disebut kernel saja.