LAPORAN UJI PETIK PELAKSANAAN SIKLUS PNPM MANDIRI PERKOTAAN 2009 PENGELOLAAN DANA BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT (BLM) Bulan Agustus 2009 KEGIATAN PENGELOLAAN DANA BLM Dana BLM merupakan dukungan dana stimulan PNPM Mandiri Perkotaan yang dapat digunakan secara fleksibel oleh masyarakat sebagai upaya pembelajaran penanggulangan kemiskinan, sesuai dengan PJM (Perencanaan Jangka Menengah) dan Renta Pronangkis (Rencana Tahunan Program Penanggulangan Kemiskinan) yang telah disepakati oleh seluruh masyarakat. Substansi makna dana BLM PNPM-MP sesungguhnya merupakan wahana pembelajaran masyarakat untuk terus membangun kapital sosial dan menumbuhkan nilai-nilai universal kemanusiaan maupun prinsip-prinsip kemasyarakatan sehingga pada gliranya akan mampu menyelesaikan persoalan sosial, ekonomi dan lingkungan/permukiman mereka. Dana BLM diadakan juga dengan tujuan membuka akses bagi masyarakat miskin ke sumber dana yang dapat langsung dimanfaakan oleh masyarakat miskin untuk upaya-upaya penanggulangan kemiskinan. Dana BLM diberikan kepada masyarakat melalui BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat) bersumber dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kota/Kabupaten. Setiap kelurahan sasaran PNPM akan mendapatkan dana BLM yang dialokasikan dalam 3 (tiga) tahap. Pemanfaatan dana BLM oleh masyarakat untuk membiayai kegiatan masyarakat. Uji petik ini dilakukan terhadap kegiatan pengelolaan dana BLM Tahap-2 & Tahap-3. Dalam Bulan Agustus 2009 ini telah dilakukan ujipetik BLM di 18 kelurahan dalam 6 propinsi. Siklus Kegiatan Pengelolaan BLM ini masih akan terus berlangsung untuk BLM tahap berikutnya dan uji petik terkait siklus ini akan dilakukan lagi (dilanjutkan) untuk periode berikutnya. Oleh karenanya, laporan uji petik Pengelolaan BLM ini bersifat progresif. 1
HASIL UJI PETIK Capaian Umum Capaian pelaksanaan Pengelolaan Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) pada kelurahan sasaran yang termasuk dalam kategori Lokasi Lanjutan 2008 dan Lama 2009 secara nasional menunjukkan capaian 72,35%. Dapat dikatakan bahwa capaian kegiatan Pengelolaan Dana BLM tersebut dalam klasifikasi Baik. Pengelolaan BLM 90,00% 80,00% 70,00% 60,00% 50,00% 40,00% 30,00% 20,00% 10,00% 0,00% 79,54% 83,39% 82,22% 1. Substansi 2. Coaching 3. Indikator Kuantitatif 44,36% 4. Sosialisasi 5. Pernyataan Pemanfaatan 72,22% 72,35% NILAI AKHIR Berdasarkan 5 aspek (materi) yang dikaji dalam uji petik ini menunjukkan bahwa capaian 72,35% (Baik) didukung oleh capaian tinggi pada aspek Coaching BKM & UP-UP (83,39%) dan Capaian Kuantitatif (82,22%) serta dipengaruhi oleh capaian rendah pada aspek Sosialisasi (44,36%). 2
Pemenuhan Substansi Proses Kegiatan Pengelolaan BLM Pada aspek Proses Kegiatan, secara umum seluruh propinsi (6) menunjukkan capaian di atas 7 hingga 99,3%, kecuali Propinsi Irjabar yang hanya mencapai 52,0%. Dapat dikatakan bahwa hampir di seluruh lokasi uji petik menunjukkan lemah dalam hal penerapan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Ketersediaan papan informasi untuk mengumumkan BAPPUK, penerimaan dana BLM oleh BKM dan KSM/Panitia, laporan keuangan BKM dan KSM, dan daftar calon penerima BLM di setiap kelurahan pada umumnya kurang dari 5 unit. Hal ini disebabkan kurangnya pemahaman dari BKM (UPK & Sekretariat) tentang pembelajaran transparansi & akuntabilitas untuk warga masyarakat, dan juga karena sarana papan informasi banyak yang hilang dan rusak. 9 8 7 6 4 3 2 1 92,0% 85,2% VIII - Tengah VIII - Bali XV - Irian Jaya Proses Kegiatan 52,0% 99,3% DIY 70,1% Utara 78,7% 79,56% NTB NASIONAL Kelemahan lain yang terjadi di beberapa lokasi adalah kurang/tidak adanya rencana pemeliharaan terhadap infrastruktur yang sudah dibangun. Walau UPL & KSM telah dilatih dan jelas tentang pentingnya pemeliharaan namun masih cenderung bersikap reaktif terhadap kondisi bangunan yang ada; bila sudah rusak segera dilakukan perbaikan. Sarana yang dibangun umumnya dapat dimanfaatkan dan tepat sasaran terhadap warga miskin; namun demikian ditemukan juga sarana yang dibangun lebih dominan dimanfaatkan secara langsung oleh warga yang sebenarnya tidak tergolong miskin. Terdapat temuan penggunaan asbes yang merupakan material berbahaya dan masuk dalam negative list (kasus di Kota Malang). Untuk aspek-aspek : i). kesesuaian kegiatan yang dilaksanakan oleh masyarakat dengan PJM Pronangkis dan usulan kegiatan yang disetujui BKM, ii). kualitas administrasi / pencatatan keuangan, dan iii). Penyimpangan dana dapat dikatakan sudah sesuai dengan tatacara yang ditetapkan; oleh karenanya dinyatakan Baik. Walau demikian ada temuan pembukuan keuangan BKM yang tidak lengkap & terlambat, serta 1 temuan pemakaian dana oleh anggota BKM yang belum dikembalikan. 3
Pelaksanaan Pelatihan/Coaching BKM & Unit Pelaksana Dalam hal Coaching untuk BKM & Unit Pelaksana (UP) terkait modul Pengelolaan BLM dengan tingkat capaian 83,39%; dapat dikatakan Baik Sekali. Tiga aspek yang mendorong pembelajaran pemanfaatan BLM secara optimal, meliputi : i). Pemandu adalah Fasilitator yang telah mengikuti pelatihan dari KMW, ii). Penggunaan modul yang dikembangkan KMP (P2KP), dan iii). Penggunaan dana pelatihan (fixed cost) yang transparan dan dapat dipertanggung-jawabkan kepada masyarakat. Pelaksanaan pelatihan tentang BLM ini di Propinsi Tengah, DI Yogyakarta, dan Utara memenuhi ketiga aspek tersebut (capaian 100%). Sedangkan di 3 propinsi lain capaiannya 66,7% dengan aspek yang tidak tercapai adalah tentang penggunaan dana pelatihan (fixed cost); dalam arti pengelolaan dana pelatihan tersebut kurang melibatkan masyarakat dan mengumumkan pertanggung-jawabannya di 5 tempat strategis. Namun demikian, para peserta umumnya mengetahui bahwa dana yang disediakan untuk penyelenggaraan pelatihan ini terbatas sehingga mereka berkontribusi dalam hal penyediaan konsumsi. 9 8 7 6 4 3 2 1 VIII - Tengah 66,7% 67,0% VIII - Bali XV - Irian Jaya Coaching DIY Utara 66,7% NTB 83,39% NASIONAL Seluruh penyelenggaraan pelatihan (coaching) BKM & UP tersebut menggunakan Fasilitator Kelurahan sebagai pelatih (pemandu) yang sudah dilatih oleh KMW dan modul/materi yang dikembangkan oleh KMP.- 4
Capaian indikator kuantitatif dan kesesuaian dengan data/informasi pendukung di lapangan. Pada aspek Capaian Kuantitaif (82,22%) menunjukkan bahwa secara umum bahwa hasil-hasil kegiatan Pengelolaan BLM memenuhi standar minimal pada indikator yang ditetapkan. Pada aspek pinjaman dengan status outstanding loan (nilai pinjaman yang beredar di masyarakat dibandingkan dana yang tersedia untuk dipinjam (bergulir) dilaporkan umumnya di atas 90%; disisi lain kredit macet selalu menjadi isu sentral. Gambaran ini dipengaruhi oleh pemilihan sampel lokasi uji petik yang cenderung tertuju pada kelurahan/bkm yang memiliki RR yang baik; termasuk pada kelurahan yang diindikasikan berkinerja lemah dari sisi keterlambatan penyelesaian kegiatan siklus. Kekurangan umum yang terjadi adalah prosentase KSM yang mengajukan pinjaman bergulir dengan anggota terdiri dari para perempuan kurang dari 30%. Anggota KSM yang mengajukan pinjaman bergulir, pada umumnya adalah Kepala Keluarga, yang nota bene adalah laki-laki. Indikator Kuantitatif 83,3% 82,22% 9 8 7 6 6 4 3 2 1 VIII - Tengah VIII - Bali XV - Irian Jaya DIY Utara NTB NASIONAL 5
Ketersediaan materi sosialisasi terkait pelaksanaan siklus. Pada aspek Sosialisasi dengan capaian 44,44% (dapat dikatakan Buruk), secara umum dipengaruhi oleh tidak tersedianya media sosialisasi yang digunakan untuk mendukung kegiatan siklus BLM ini secara tepat waktu ketika siklus berlangsung. Material cetakan media sosialisasi yang disebarkan ke masyarakat terlambat, diterima ketika kegiatan siklus pengelolaan BKM telah selesai; bahkan ada yang tanpa media sama sekali. Beberapa lokasi menggunakan sisa-sia media tahun sebelumnya untuk mengatasi ketersediaan dan keterlambatan media sosialisasi. Sosialisasi 9 8 7 6 4 3 2 1 66,7% 44,44% VIII - TengahVIII - Bali XV - Irian Jaya DIY Utara NTB NASIONAL 6
Ketersediaan Pernyataan Bersama Pada aspek ketersediaan berita acara pernyataan BKM tentang hasil pemanfaatan dana BLM dan kesiapan untuk pencairan dana BLM tahap berikutnya menunjukkan capaian yang baik (72,22%); walaupun terdapat kelurahan yang tidak dapat menunjukkan berita acara dimaksud; baik sebagaian maupun seluruhnya.. Secara umum berita acara telah disusun untuk semua tahapan pengelolaan BLM. Hal ini menunjukkan adanya komitmen dan upaya meyakinkan para pihak bahwa BKM telah menyelesaikan pemanfaatan BLM dan sekaligus siap mencairkan BLM berikutnya dengan sebaik-baiknya. Kesepakatan 9 8 66,7% 66,7% 72,22% 7 6 4 3 2 1 VIII - Tengah VIII - Bali XV - Irian Jaya DIY Utara NTB NASIONAL Isu yang muncul dari indikasi lamanya (selang waktu) antara penyelesaian pemanfaatan BLM dengan pengajuan (proses pemberkasan) BLM tahap berikutnya adalah penyelesaian laporaqn pertanngung-jawaban dana yang cukup lama pula. Disamping adanya keluhan dari KSM dan UPL yang menyatakan format LPJ terlalu banyak (sulit), faktor lain adalah soal sikap (komitmen) KSM itu sendiri tentang aspek kewajiban administrasi ini dan intensitas pendampingan Faskel dimana dalam hal LPJ hanya menjadi beban Faskel Teknik saja. 7
REKOMENDASI Untuk mengatasi kelemahan dalam hal penerapan prinsip transparansi dan akuntabilitas masih diperlukan adanya peningkatan pemahaman secara lebih intensif; baik melalui pelatihan, sosialisasi (kampanye), maupun pendampingan. Penting dilakukan review terhadap arah atau orientasi isi materi/pesan tentang hal ini; diantaranya bahwa kewajiban memasang pengumuman di 5 titik strategis adalah lebih menekankan orientasi kepentingan masyarakat dibanding sebagai penerapan prosedur proyek. Pendampingan dalam rangka penguatan dan pengendalian lebih intensif juga penting terkait penerapan pelaksanaan pembangunan infrastruktur yang baik dan penggunaan material yang dilarang, termasuk pentingnya efektifitas KSM dalam operasi & pemeliharaan pasca konstruksi. Pemetaan terkait hal ini perlu dilakukan agar dapat dilakukan tindakan penyelesaian yang memadai. Terkait dengan penyelenggaraan pelatihan/coaching; penyiapan terhadap Fasilitator Kelurahan nampak tidak cukup hanya tertuju pada pengusaan materi dan kemampuan dalam hal melatih (pemandu) melainkan juga teknis penyelenggaraan pelatihan itu sendiri, termasuk pelibatan warga (khususnya peserta) dalam hal pengelolaan keuangan biaya pelatihan.disampiang untuk kepentingan penerapan prinsip transparansi & akuntabilitas, pelibatan peserta dalam penyelenggaraan pelatihan ini untuk penyiapan kemandirian warga. Untuk mengatasi kelemahan dalam pengadaan media sosialisasi, dipandang perlu bagi konsultan (hingga Faskel) untuk merumuskan strategi pengadaan media secara lebih murah sehingga dapat didanai dari BOP Faskel atau Korkot tetapi memiliki jangkauan yang cukup luas. Pendampingan dan pengendalian yang lebih sistematis dan intensif terhadap BKM dan UP-UP dalam tertib administrasi; mulai dari proposal, laporan, termasuk pembukuan pengelolaan BLM (keuangan) agar lebih efektif dan dapat menghindari adanya penyimpangan-penyimpangan. --- 8