Fourier Analysis & Its Applications in PDEs - Part I

dokumen-dokumen yang mirip
7. Transformasi Fourier

3. Kekonvergenan Deret Fourier

Analisis Fourier dan Wavelet

Hendra Gunawan. KK Analisis & Geometri FMIPA-ITB. Bandung, Maret 2001 [Edisi Revisi II: Mei 2014]

4. Deret Fourier pada Interval Sebarang dan Aplikasi

4. Deret Fourier pada Interval Sebarang dan Aplikasi

Fourier Analysis & Its Applications in PDEs - Part II

12. Teorema Inversi Fourier dan Transformasi Fourier di L 2 (R)

10. Transformasi Fourier

13. Aplikasi Transformasi Fourier

0. Pendahuluan. 0.1 Notasi dan istilah, bilangan kompleks

5.1 Fungsi periodik, fungsi genap, fungsi ganjil

11. Konvolusi. Misalkan f dan g fungsi yang terdefinisi pada R. Konvolusi dari f dan g adalah fungsi f g yang didefinisikan sebagai.

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan

BAB IV DERET FOURIER

MA3231 Analisis Real

BAB II KAJIAN TEORI. dalam penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema,

17. Transformasi Wavelet Kontinu dan Frame

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT

BAGIAN KEDUA. Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan

MA3231 Analisis Real

DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I

SYARAT DIRICHLET. 1, 1 < t < 0

Bab 3 Fungsi Elementer

KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN. DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia

Bab 2 Fungsi Analitik

Suku Banyak Chebyshev

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda

11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS)

MA3231 Analisis Real

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world

MA3231 Analisis Real

Daftar Isi 5. DERET ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. Dosen FMIPA - ITB September 26, 2011

8. Deret Fourier yang Diperumum dan Hampiran Terbaik di L 2 (a, b)

Definisi 4.1 Fungsi f dikatakan kontinu di titik a (continuous at a) jika dan hanya jika ketiga syarat berikut dipenuhi: (1) f(a) ada,

16. BARISAN FUNGSI Barisan Fungsi dan Kekonvergenan Titik Demi Titik

FUNGSI dan LIMIT. 1.1 Fungsi dan Grafiknya

MA3231 Analisis Real

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH KALKULUS LANJUT A (S1 / TEKNIK INFORMATIKA ) KODE / SKS KD

Keterbatasan Operator Riesz di Ruang Morrey

Aplikasi Deret Fourier (FS) Deret Fourier Aplikasi Deret Fourier

FT UNIVERSITAS SURABAYA VARIABEL KOMPLEKS SUGATA PIKATAN. Bab V Aplikasi

MA1201 KALKULUS 2A (Kelas 10) Bab 8: Bentuk Tak Tentu d

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan

MA3231 Analisis Real

digunakan untuk menyelesaikan integral seperti 3

Deret Fourier. (Pertemuan XI) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. Fungsi Genap dan Fungsi Ganjil

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

BAB I PENDAHULUAN. Integral Lebesgue merupakan suatu perluasan dari integral Riemann.

BAB III KONDUKSI ALIRAN STEDI - DIMENSI BANYAK

Bil Riil. Bil Irasional. Bil Bulat - Bil Bulat 0 Bil Bulat + maka bentuk umum bilangan kompleks adalah

Kalkulus 2. Teknik Pengintegralan ke - 1. Tim Pengajar Kalkulus ITK. Institut Teknologi Kalimantan. Januari 2018

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

Modul KALKULUS MULTIVARIABEL II

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut.

Analisis Riil II: Diferensiasi

Bagian 2 Matriks dan Determinan

Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

MATERI 4 MATEMATIKA TEKNIK 1 DERET FOURIER

PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

9. Teori Aproksimasi

Memahami definisi barisan tak hingga dan deret tak hingga, dan juga dapat menentukan

16. Analisis Multi Resolusi

DASAR-DASAR ANALISIS MATEMATIKA

BAB III INTEGRAL LEBESGUE. Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ruang dibangun oleh

MA3231 Analisis Real

Persamaan Difusi. Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M. Jamhuri. April 7, UIN Malang. M. Jamhuri Persamaan Difusi

Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3

BAB III ANALISIS SPEKTRAL PADA RUNTUN WAKTU MODEL ARIMA. Analisis spektral adalah metode yang menggambarkan kecendrungan osilasi

Hendra Gunawan. 4 September 2013

DASAR-DASAR ANALISIS MATEMATIKA

BAB III FUNGSI TERUKUR LEBESGUE. Setelah dibahas mengenai ukuran Lebesgue dan beberapa sifatnya pada

BAGIAN PERTAMA. Bilangan Real, Barisan, Deret

DASAR-DASAR ANALISIS MATEMATIKA

LIMIT FUNGSI. A. Menentukan Limit Fungsi Aljabar A.1. Limit x a Contoh A.1: Contoh A.2 : 2 4)

Ringkasan Materi Kuliah Bab II FUNGSI

BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT

MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

BAB 3 REVIEW SIFAT-SIFAT STATISTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK

Catatan Kuliah KALKULUS II BAB V. INTEGRAL

Hendra Gunawan. 26 Februari 2014

BAB IV SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA TURUNAN PERTAMA DAN KEDUA DARI KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN LINEAR

Reflektor Gelombang 1 balok

1 Sistem Bilangan Real

PENGANTAR ANALISIS REAL

BAB I LIMIT-LIMIT Limit-limit Fungsi

BAB III PEMBAHASAN. Bab III terbagi menjadi tiga sub-bab, yaitu sub-bab A, sub-bab B, dan subbab

ANALISIS AKIBAT INTEGRAL CAUCHY Ricky Antonius, Helmi, Yudhi INTISARI

MA3231 Analisis Real

PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A

INTISARI KALKULUS 2. Penyusun: Drs. Warsoma Djohan M.Si. Open Source. Not For Commercial Use

Transkripsi:

Fourier Analysis & Its Applications in PDEs Hendra Gunawan http://personal.fmipa.itb.ac.id/hgunawan/ Analysis and Geometry Group Bandung Institute of Technology Bandung, INDONESIA WIDE 2010 5-6 August 2010

Outline 1,, and 2 Persamaan Panas Persamaan Gelombang Persamaan Laplace Domain Tak Terbatas

Referensi J. Douandikoetxea, Fourier Analysis G.B. Folland, Fourier Analysis and Its Applications H. Gunawan, Analisis Fourier dan Wavelet M.A. Pinsky, Introduction to Fourier Analysis and Wavelets E.M. Stein, Singular Integrals and Differentiability Properties of Functions E.M. Stein & R. Shakarchi, Fourier Analysis R. Strichartz, The Way of Analysis... dan masih banyak lagi.

Deret trigonometri yang kita kenal sekarang sebagai deret Fourier pada mulanya digagas oleh D. Bernoulli pada tahun 1750-an dalam rangka mempelajari persamaan gelombang persamaan diferensial parsial untuk dawai bergetar (vibrating string): dengan syarat batas dan syarat awal u tt = c 2 u xx u(0, t) = u(l, t) = 0 t 0 u(x, 0) = f(x) dan u t (x, 0) = 0 x [0, L]. Di sini c konstanta, L panjang dawai, f keadaan awal dawai, dan u = u(x, t) simpangan vertikal dawai di titik x pada saat t.

Bernoulli menemukan bahwa untuk f(x) = sin kπx L, fungsi u(x, t) = sin kπx ckπt cos L L merupakan solusi untuk setiap bilangan bulat positif k. Karena persamaan diferensial tadi merupakan persamaan diferensial parsial linear, maka kombinasi linear dari solusi-solusi di atas juga merupakan solusi. Dalam hal ini, Bernoulli menyimpulkan bahwa u(x, t) = k=1 a k sin kπx L ckπt cos L memenuhi persamaan, dengan syarat awal f(x) = a k sin kπx L. k=1 Bernoulli juga menyatakan bahwa ia telah mendapatkan semua solusi tanpa penjelasan tentang koefisien a k.

Temuan Bernoulli ini tak lama kemudian disanggah oleh L. Euler. Bagi Euler, tidak masuk akal sebarang fungsi f yang terdefinisi pada interval [0, L] dengan f(0) = f(l) = 0 dapat dinyatakan sebagai deret tak hingga sinus f(x) = k=1 a k sin kπx L, karena menurutnya deret sinus memiliki sifat khusus, yakni merupakan fungsi ganjil dan periodik dengan periode 2L. Jadi, lanjutnya, kesamaan di atas mustahil dipenuhi oleh, misalnya, f(x) = x(l x) yang bukan fungsi ganjil ataupun periodik.

Euler, dan juga D Alembert, pada saat itu telah menemukan solusi dalam bentuk yang berbeda, yaitu sin kπx L u(x, t) = 1 2 ckπt cos L = 1 2 [ f(x + ct) + f(x ct) ] dengan f menyatakan perluasan dari f pada R sedemikian sehingga f ganjil dan periodik dengan periode 2L. Mengingat [sin kπl (x + ct) + sin kπl ] (x ct), solusi Bernoulli dianggap sebagai kasus khusus dari solusi yang ia temukan.

Bernoulli tak dapat menanggapi sanggahan Euler dengan baik. Ia hanya menjelaskan bahwa persamaan f(x) = k=1 a k sin kπx L merupakan suatu sistem persamaan linear dengan tak hingga peubah. Kelemahan utama argumennya adalah bahwa ia tak dapat memberikan rumus untuk koefisien a k yang memenuhi persamaan di atas. Rumus itu akhirnya ditemukan oleh Euler beberapa tahun sesudahnya, namun Euler tidak mempelajari lebih lanjut temuannya karena ia terlanjur menolak gagasan Bernoulli sebelumnya.

Setengah abad kemudian, tepatnya pada 1807, J. Fourier berhasil mengembangkan apa yang kita kenal sekarang sebagai deret Fourier. Ketika itu ia tertarik dengan persamaan panas atau persamaan difusi: u t = c 2 u xx dengan u = u(x, t) menyatakan suhu kawat yang panjangnya L di titik x pada saat t, dengan syarat batas dan syarat awal u(0, t) = u(l, t) = 0 t 0 u(x, 0) = f(x) x [0, L].

Dengan menuliskan f sebagai deret f(x) = Fourier menemukan solusi u(x, t) = k=1 k=1 a k sin kπx L, a k e (c2 k 2 π 2 t)/l 2 sin kπx L. Namun, tak seperti Bernoulli, Fourier memberikan rumus untuk koefisien a k dalam f, yaitu [Ref: Strichartz, 2000] a k = 2 L L 0 f(x) sin kπx L dx.

dari sebuah fungsi periodik f merupakan deret trigonometri (persisnya deret sinus dan cosinus) untuk f. Untuk kemudahan kita akan lebih banyak bekerja dengan fungsi eksponensial kompleks e iθ daripada fungsi trigonometri cos θ dan sin θ. Ingat bahwa fungsi-fungsi ini terkait oleh rumus e iθ = cos θ + i sin θ cos θ = 1 2 (eiθ + e iθ ) dan sin θ = 1 2i (eiθ e iθ ). Kelebihan fungsi cosinus dan sinus adalah bahwa mereka bernilai real dan mempunyai sifat simetri, sementara kelebihan fungsi eksponensial adalah rumus turunan (e iθ ) = ie iθ dan rumus jumlah e i(θ+φ) = e iθ e iφ yang relatif lebih sederhana.

Misalkan f(θ) adalah sebuah fungsi bernilai kompleks yang terdefinisi pada R sedemikian sehingga f(θ + 2π) = f(θ) θ R, yakni f periodik dengan periode 2π. Asumsikan pula bahwa f terintegralkan Riemann pada sebarang interval terbatas (ini dipenuhi bila, misalnya, f terbatas dan kontinu kecuali di sejumlah terhingga titik pada sebarang interval terbatas). Kita ingin mengetahui kapankah f dapat diuraikan sebagai deret f(θ) = 1 2 a 0 + (a n cos nθ + b n sin nθ). n=1 Di sini 1 2 a 0 merupakan koefisien fungsi konstan cos 0θ = 1 (faktor 1 2 sengaja diikutsertakan untuk kemudahan yang akan kita lihat nanti). Tidak ada b 0 karena sin 0θ = 0.

Menggunakan fungsi ekponensial, persamaan tadi menjadi dengan f(θ) = n= c n e inθ c 0 = 1 2 a 0; c n = 1 2 (a n ib n ) dan c n = 1 2 (a n + ib n ), n N atau a 0 = 2c 0 ; a n = c n + c n dan b n = i(c n c n ), n N. Untuk menjawab pertanyaan di atas, kita mencoba terlebih dahulu mencari syarat perlunya. Jika kita mempunyai persamaan di atas, dapatkah kita menyatakan koefisien c n dalam f?

Dengan mengalikan kedua ruas dengan e ikθ (k Z), kemudian integralkan dari π sampai π, kita peroleh (dengan menganggap bahwa integral deret sama dengan deret integral) π π Tetapi, untuk n k π π f(θ)e ikθ dθ = e i(n k)θ dθ = sementara untuk n = k π π n= e i(n k)θ dθ = π c n e i(n k)θ dθ. π 1 π i(n k) ei(n k)θ = 0, π π π dθ = 2π.

Jadi satu-satunya suku yang bertahan dalam deret tadi adalah suku ke-k, sehingga kita dapatkan π π Ganti k menjadi n, maka c n = 1 2π Dari sini kita peroleh a n = c n + c n = 1 π b n = i(c n c n ) = 1 π f(θ)e ikθ dθ = 2πc k. π π a 0 = 2c 0 = 1 π π π π π f(θ)e inθ dθ, n Z. π π f(θ)dθ f(θ) cos nθ dθ, n = 1, 2, 3,... f(θ) sin nθ dθ, n = 1, 2, 3,....

Definisi. Misalkan f periodik dengan periode 2π dan terintegralkan pada [ π, π]. Bilangan c n, atau a n dan b n, sebagaimana dirumuskan di atas, disebut sebagai koefisien Fourier dari f, sementara deret n= c n e inθ atau 1 2 a 0 + (a n cos nθ + b n sin nθ) n=1 disebut sebagai deret Fourier dari f.

Catat bahwa yang telah kita dapatkan saat ini baru syarat perlunya saja, belum syarat cukup. Yakni, jika kita mempunyai sebuah fungsi f yang periodik dengan periode 2π dan terintegralkan pada [ π, π], maka kita dapat menghitung koefisien-koefisien Fourier dan deret Fourier dari fungsi tersebut. Namun pertanyaan apakah f sama dengan deret Fouriernya, atau apakah deret Fourier dari f konvergen (titik demi titik) ke f, sama sekali belum terjawab. Sebelum kita menjawab pertanyaan penting tadi, kita tinjau terlebih dahulu dua buah contoh berikut.

Contoh 1. Misalkan f periodik dengan periode 2π dan f(θ) = θ, π θ π. Maka, dengan mengingat bahwa f merupakan fungsi genap, kita peroleh a 0 = π, a n = 2 ( 1) n 1 π dan b n 2 n = 0 untuk setiap n N. Namun ( 1) n 1 = 0 bila n genap, dan ( 1) n 1 = 2 bila n ganjil. Dengan demikian deret Fourier dari f adalah π 2 4 π n=1,3,5,... 1 cos nθ. n2

Contoh 2. Misalkan g periodik dengan periode 2π dan g(θ) = θ, π < θ π. Maka c 0 = 0 dan c n = ( 1)n+1 in untuk setiap n 0. Jadi deret Fourier dari g adalah ( 1) n+1 n 0 in e inθ atau, mengingat ( 1) n = ( 1) n dan einθ in + e inθ in = 2 n sin nθ, ( 1) n+1 2 sin nθ. n n=1

Mari kita lihat apakah deret Fourier dari masing-masing fungsi tersebut konvergen titik demi titik ke fungsi semula, dengan mengamati kecenderungan beberapa jumlah parsial pertamanya. Gambar 1. f(θ) = θ, π θ π. Gambar diberikan di papan tulis.

Gambar 2. g(θ) = θ, π < θ π. Perhatikan bahwa pada Gambar 2 ada fenomena menarik di sekitar x = π dan x = π.

Ketaksamaan berikut diperlukan kelak dalam pembahasan kekonvergenan deret Fourier. Ketaksamaan Bessel. Jika f periodik dengan periode 2π dan terintegralkan Riemann pada [ π, π], maka koefisien Fourier c n yang ditentukan oleh rumus di atas memenuhi ketaksamaan n= c n 2 1 π f(θ) 2 dθ. 2π π Bukti. Untuk setiap N N, kita mempunyai 0 π π f(θ) N n= N c n e inθ 2 π dθ = f(θ) 2 dθ 2π π N n= N Ambil limitnya untuk N, kita peroleh ketaksamaan yang diinginkan. c n 2.

Catatan. Mengingat a 0 2 = 4 c 0 2 dan a n 2 + b n 2 = 2( c n 2 + c n 2 ) untuk n 1, kita peroleh 1 4 a 0 2 + 1 2 ( a n 2 + b n 2 ) = n=1 n= c n 2 1 π f(θ) 2 dθ. 2π π Akibat (Lemma Riemann-Lebesgue). Koefisien Fourier c n menuju 0 bila n. Koefisien Fourier a n dan b n menuju 0 bila n. Bukti. a n 2, b n 2, dan c n 2 merupakan suku ke-n deret yang konvergen, dan karenanya mereka menuju 0 dan demikian pula halnya dengan a n, b n, dan c n.

Soal Latihan 1 Verifikasi perhitungan koefisien a n dan b n pada Contoh 1 dan perhitungan koefisien c n pada Contoh 2. 2 Verifikasi hubungan antara a n, b n, dan c n. 3 Tentukan deret Fourier dari fungsi periodik f dengan periode 2π, dengan f(θ) = 1 jika 0 < θ < π, f(θ) = 1 jika π < θ < 0, dan f(0) = f(π) = 0. 4 Buktikan bahwa untuk setiap N N berlaku π N π n= N c n e inθ dθ = 1 π f(θ)dθ. 2π π

Sekarang kita akan membahas kekonvergenan deret Fourier, khususnya kekonvergenan titik demi titik. Barisan fungsi (f n ) dikatakan konvergen titik demi titik ke fungsi f pada himpunan A apabila (f n (x)) konvergen ke f(x) untuk tiap x A. Melalui Contoh 2 yang dibahas pada bab sebelumnya kita mengetahui bahwa secara umum deret Fourier dari suatu fungsi tidak selalu konvergen titik demi titik ke fungsi semula, khususnya di titik di mana fungsi tersebut diskontinu. Namun, kita akan melihat bila fungsi tersebut memenuhi sejumlah hipotesis tertentu, maka deret Fouriernya akan konvergen titik demi titik.

Untuk menjawab pertanyaan apakah deret 1 2 a 0 + (a n cos nθ + b n sin nθ) atau n=1 n= c n e inθ, dengan koefisien a n, b n, dan c n sebagaimana diberikan sebelumnya, konvergen ke f(θ), kita tinjau jumlah parsialnya, yakni N S f N (θ) := n= N c n e inθ = 1 2 a 0 + N (a n cos nθ + b n sin nθ). n=1 (Ketika kita bekerja dengan bentuk eksponensial, kita sepakat bahwa kita senantiasa menyatukan suku e inθ dan e inθ. Itu sebabnya kita harus menyelidiki jumlah parsial simetris di atas.)

Substitusikan rumus untuk c n ke dalam jumlah parsial tadi, S f N (θ) = 1 2π N n= N π π f(ψ)e in(ψ θ) dψ = 1 2π N n= N π Selanjutnya, dengan substitusi peubah φ = ψ θ dan mengingat bahwa f periodik dengan periode 2π, kita peroleh S f N (θ) = 1 2π N n= N Karena N n= N dengan D N (φ) := 1 2π π+θ π+θ f(θ+φ)e inφ dφ = 1 2π N n= N π π π f(ψ)e in(ψ θ) dψ f(θ+φ)e inφ dφ. π π = π N π n= N..., kita dapat menuliskan π S f N (θ) = f(θ + φ)d N (φ)dφ, N n= N π e inφ.

Fungsi D N (φ) dikenal sebagai kernel Dirichlet. Dengan mengenalinya sebagai deret geometri, dengan suku pertama e inφ dan rasio e iφ, kita dapat menyederhanakannya sebagai D N (φ) = 1 2π e i(n+1)φ e inφ e iφ. 1 Selanjutnya, dengan mengalikan pembilang dan penyebut dengan e iφ/2, kita peroleh D N (φ) = 1 e i(n+1/2)φ e i(n+1/2)φ 2π e iφ/2 e iφ/2 = 1 2π sin(n + 1/2)φ. sin φ/2 Grafik D N (φ) untuk N = 25 kurang lebih berbentuk sebagai berikut (di papan tulis).

Intuisi mendorong kita untuk menyimpulkan bahwa S f N (θ) f(θ). Dalam hal ini titik puncak D N (φ) yang terjadi di φ = 0 memetik nilai f(θ) pada S f N (θ); sementara osilasi cepat yang terjadi pada D N (φ) untuk φ jauh dari 0 menihilkan bagian lainnya karena adanya pencoretan antara nilai positif dan negatif. Untuk membuktikan kekonvergenan titik demi titik deret Fourier, kita memerlukan lemma berikut mengenai kernel Dirichet dan sejumlah peristilahan. Lemma. Untuk setiap N N berlaku 0 π D N (φ)dφ = π 0 D N (φ)dφ = 1 2.

Misalkan < a < b <. Kita katakan bahwa f kontinu bagian demi bagian pada [a, b] apabila f kontinu pada [a, b] kecuali di sejumlah terhingga titik, dan di titik-titik tersebut limit kiri dan limit kanan f ada. Lalu, kita katakan bahwa f mulus bagian demi bagian pada [a, b] apabila f kontinu bagian demi bagian pada [a, b], f ada dan kontintu pada (a, b) kecuali di sejumlah terhingga titik, dan di titik-titik tersebut turunan kiri dan turunan kanan f ada. Sebagai ilustrasi, fungsi yang kontinu bagian demi bagian dan fungsi yang mulus bagian demi bagian digambarkan di papan tulis. Selanjutnya, f dikatakan kontinu (mulus) bagian demi bagian pada R apabila ia kontinu (mulus) bagian demi bagian pada sebarang selang terbatas [a, b].

Teorema. Jika f periodik dengan periode 2π dan mulus bagian demi bagian, maka lim N Sf N (θ) = 1 [f(θ ) + f(θ+)], 2 dengan f(θ ) := lim f(θ + h) dan f(θ+) := lim f(θ + h). h 0 h 0 + Bukti. Menurut lemma sebelumnya, 1 0 2 f(θ ) = f(θ ) π dan 1 2 f(θ+) = f(θ+) D N (φ)dφ. Karena itu,... 0 π D N (φ)dφ

Karena itu, S f N (θ) 1 0 2 [f(θ ) + f(θ+)] = [f(θ + φ) f(θ )]D N (φ)dφ + + π π Selanjutnya, kita dapat menuliskan S f N (θ) 1 1 [f(θ ) + f(θ+)] = 2 2π 0 [f(θ + φ) f(θ+)]d N (φ)dφ. π π g(φ)[e i(n+1)φ e inφ ]dφ, dengan g(φ) := f(θ+φ) f(θ ) untuk π < φ < 0 dan e iφ 1 g(φ) := f(θ+φ) f(θ+) untuk 0 < φ < π. e iφ 1

Di sini g merupakan fungsi yang mulus seperti halnya f pada [ π, π], kecuali di φ = 0, di mana lim g(φ) = if (θ+) dan φ 0 + lim g(φ) = if (θ ). Jadi g kontinu bagian demi bagian pada φ 0 [ π, π], sehingga koefisien Fouriernya, yakni c g n := 1 2π π π g(φ)e inφ dφ menuju 0 bila n ±. Dengan demikian bentuk di atas, yang merupakan selisih c g (N+1) cg N, akan menuju 0 bila N.

Soal Latihan 1 Misalkan f dan g periodik dengan periode 2π, mulus bagian demi bagian, dan f(θ) = 1 2 [f(θ ) + f(θ+)] untuk setiap θ. Buktikan jika f dan g mempunyai koefisien Fourier yang sama, maka f = g. 2 Dengan meninjau nilai deret Fourier dan fungsi g (yang dibahas pada Contoh 2) di θ = 0, buktikan bahwa k=1 1 (2k 1) 2 = π2 8 3 Dengan menggunakan deret Fourier dari fungsi tertentu, buktikan bahwa 1 n 2 = π2 6. n=1

Kita telah mempelajari bagaimana menguraikan fungsi periodik dengan periode 2π yang terdefinisi pada R sebagai deret Fourier. Deret trigonometri tersebut sebetulnya dapat pula dipakai sebagai representasi fungsi yang terdefinisi pada interval sebarang yang panjangnya 2π. Misalkan f terdefinisi pada [ π, π], dengan asumsi f( π) = f(π). (Asumsi ini dapat dipenuhi dengan cara mendefinisikan ulang, bila perlu, nilai f di salah satu titik ujungnya.) Selanjutnya misalkan f terbatas dan terintegralkan pada [ π, π]. Kita perluas f pada R sedemikian sehingga f periodik dengan periode 2π, melalui f(θ + 2nπ) = f(θ), θ ( π, π], n Z. Sebagai contoh, fungsi periodik f yang dibahas pada Contoh 1 dapat dipandang sebagai perluasan periodik fungsi f(θ) = θ dari interval ( π, π] ke seluruh R.

Jika f mulus bagian demi bagian pada ( π, π], maka kita dapat menguraikannya sebagai deret Fourier. Dengan membatasi kembali peubah θ pada [ π, π], kita peroleh deret Fourier dari fungsi semula. Sekarang misalkan f terdefinisi hanya pada [0, π]. Kita dapat memperluas f pada R sedemikian sehingga ia merupakan fungsi periodik dengan periode 2π, dan kemudian kita peroleh deret Fouriernya. Untuk memperluas f pada R, pertama kita perluas f pada [ π, π]. Ada dua cara yang baku untuk hal ini, yakni dengan membuatnya menjadi fungsi genap atau ganjil.

Perluasan genap f genap pada [ π, π] dapat diperoleh melalui f genap ( θ) = f(θ), θ [0, π]; sementara perluasan ganjil f ganjil dapat diperoleh melalui f ganjil ( θ) = f(θ), θ (0, π], f ganjil (0) = 0; Untuk ilustrasi, perhatikan gambar di papan tulis. Keuntungan menggunakan f genap dan f ganjil adalah bahwa koefisien Fouriernya kelak sangat sederhana. Untuk f genap, koefisien sinusnya akan sama dengan nol (karena sin nθ merupakan fungsi ganjil). Untuk f ganjil, koefisien cosinusnya akan sama dengan nol (karena cos nθ merupakan fungsi genap). Jadi, deret Fourier dari f genap hanya melibatkan fungsi cosinus, sementara deret Fourier dari f ganjil hanya melibatkan fungsi sinus.

Dengan simetri, perhitungan koefisien lainnya juga menjadi lebih mudah: π π f genap (θ) cos nθ dθ = 2 f(θ) cos nθ dθ, π 0 π π f ganjil (θ) sin nθ dθ = 2 f(θ) sin nθ dθ. π 0 Perhatikan bahwa pada akhirnya fungsi f yang terdefinisi pada [0, π] muncul kembali dalam perhitungan koefisien Fourier di atas.

Definisi. Misalkan f terintegralkan pada [0, π]. Deret 1 2 a 0 + n a n cos nθ, n=1 dengan a n = 2 π π 0 f(θ) cos nθ dθ disebut deret cosinus Fourier dari f; sementara deret n b n sin nθ, n=1 dengan b n = 2 π π 0 f(θ) sin nθ dθ, disebut deret sinus Fourier dari f.

Teorema. Misalkan f mulus bagian demi bagian pada [0, π]. Maka, deret cosinus Fourier dan deret sinus Fourier dari f konvergen ke 1 2 [f(θ ) + f(θ+)] di setiap θ (0, π). Khususnya, mereka konvergen ke f(θ) jika f kontinu di θ (0, π). Deret cosinus Fourier dari f konvergen ke f(0+) di θ = 0 dan ke f(π ) di θ = π; deret sinus Fourier dari f konvergen ke 0 di kedua titik tersebut.

Sekarang misalkan f adalah fungsi periodik dengan periode 2L. Dengan substitusi peubah x = Lθ π, kita peroleh fungsi baru ( Lθ ) g(θ) := f = f(x). π Perhatikan bahwa g merupakan fungsi periodik dengan periode 2π, dan karenanya dapat diuraikan sebagai deret Fourier dengan g(θ) = n= c n e inθ, c n = 1 π g(θ)e inθ dθ, 2π π asalkan g mulus bagian demi bagian.

Subtitusikan kembali θ = πx L ke dalam rumus di atas, kita dapatkan deret Fourier dari fungsi f semula: f(x) = n= c n e inπx/l, c n = 1 L f(x)e inπx/l dx. 2L L Dinyatakan dalam cosinus dan sinus, deret ini menjadi a n = 1 L f(x) = 1 2 a 0 + L [a n cos(nπx/l) + b n sin(nπx/l)], n=1 L f(x) cos(nπx/l)dx, b n = 1 L L L f(x) sin(nπx/l)dx.

Dengan cara yang serupa seperti sebelumnya kita dapat memperoleh deret cosinus Fourier ATAU deret sinus Fourier dari fungsi f yang mulus bagian demi bagian pada [0, L], yakni f(x) = 1 2 a 0 + a n cos(nπx/l), n=1 dengan ATAU dengan a n = 2 L L 0 f(x) cos(nπx/l)dx, f(x) = b n sin(nπx/l), b n = 2 L L 0 n=1 f(x) sin(nπx/l)dx.

Contoh. Deret cosinus Fourier dari fungsi f(x) = x, x [0, 1], adalah 1 2 4 1 π 2 cos(2n 1)πx; (2n 1) 2 n=1 sementara deret sinus-nya adalah 2 π ( 1) n+1 sin nπx. n n=1

Soal Latihan 1 Bagaimana anda dapat memperoleh deret Fourier dari sebuah fungsi yang terdefinisi pada sebarang interval [a, b]? Jelaskan secara detil.

Teori L 2 untuk Keluarga fungsi {e inθ } membentuk basis ortogonal di ruang L 2 [ π, π], yaitu ruang fungsi f : [ π, π] C yang memenuhi f 2 2 := π π f(θ) 2 dθ <. Ruang L 2 [ π, π] merupakan ruang Hilbert, dengan hasil kali dalam f, g = π π f(θ)ḡ(θ) dθ. Karena itu, setiap f L 2 [ π, π] dapat dinyatakan sebagai f = n Z f, e n e n (konvergen dalam norm). Lebih jauh, kita mempunyai Kesamaan Parseval: f 2 = n Z f, e n 2.

Jika f L 1 ([ T 2, T 2 ]), maka kita mempunyai ( 1 f(x) = T n= T/2 T/2 ) f(y)e 2πiny/T dy e 2πinx/T. Bentuk ini mengingatkan kita akan jumlah Riemann atas suatu partisi dengan lebar 1 T, yakni n= ( T/2 T/2 ) f(y)e 2πiξny dy e 2πiξnx ξ n, dengan ξ n = n T dan ξ n = 1 T. Berdasarkan hal ini, dengan mengambil T, kita boleh menduga bahwa untuk f yang cukup bagus akan berlaku f(x) = ( ) f(y)e 2πiξy dy e 2πiξx dξ. (1)

Definisi. Misalkan f L 1 (R), yakni f 1 = R f(x) dx <. dari f, f, didefinisikan oleh f(ξ) = f(x)e 2πiξx dx, ξ R. R Seperti halnya dalam pembahasan deret Fourier, pertanyaan kita adalah bagaimana kita dapat memperoleh f kembali dari f. Kesamaan (1) menyarankan kita untuk mendefinisikan invers transformasi Fourier dari g, yang dituliskan sebagai ǧ, sebagai ǧ(x) = g(ξ)e 2πixξ dξ, x R. R

Teorema inversi Fourier kelak menyatakan bahwa ( f)ˇ(x) = f(x), h.d.m. asalkan f dan f terintegralkan. Sebelum sampai ke sana, kita mempunyai teorema berikut. Teorema. Jika f L 1 (R), maka f kontinu pada R. Teorema. Jika f L 1 (R), maka f terbatas pada R. Teorema (Riemann-Lebesgue). Jika f L 1 (R), maka f(ξ) = 0 h.d.m. lim ξ Akibat. memetakan L 1 (R) ke C 0 (R). Catatan. C 0 (R) adalah ruang fungsi kontinu dan terbatas pada R dengan limit nol di ±.

Contoh 1. Jika f(x) = e πx2, maka f(ξ) = e πξ2. Contoh 2. χ [0,1) (ξ) = e πiξ sin πξ πξ.

Definisi. Untuk f, g L 1 (R), kita definisikan konvolusi f g: f g(x) = f(y)g(x y)dy, x R. R Konvolusi bersifat seperti perkalian pada L 1 (R), yakni (i) komutatif: f g = g f; (ii) distributif (karena kelinearan integral): f (g + h) = f g + f h (f + g) h = f h + g h λ(f g) = (λf) g = f (λg) (iii) asosiatif (karena teorema Fubini): (f g) h = f (g h).

Jadi L 1 (R) merupakan suatu aljabar komutatif terhadap konvolusi. Lebih jauh, teorema di bawah ini mengatakan bahwa L 1 (R) merupakan aljabar Banach terhadap konvolusi. Teorema. Jika f, g L 1 (R), maka f g L 1 (R) dan f g 1 f 1 g 1. Selanjutnya kita mempunyai teorema berikut, yang merupakan kunci penting dalam aplikasi kelak. Teorema. Jika f, g L 1 (R), maka (f g) = fĝ.

Berdasarkan teorema sebelumnya kita mengetahui bahwa L 1 (R) tidak mempunyai identitas terhadap konvolusi: Jika ada e L 1 (R) sedemikian sehingga e f = f f L 1 (R), maka haruslah ê f = f h.d.m. f L 1 (R). Namun ini mengakibatkan ê(ξ) = 1 h.d.m., bertentangan dengan Teorema Riemann-Lebesgue. Walaupun demikian, kita mempunyai identitas hampiran, seperti yang dinyatakan dalam teorema berikut. Teorema. Misalkan φ 0 dan R φ(x) dx = 1. Untuk setiap ɛ > 0, definisikan φ ɛ (x) = 1 ɛ φ( ) x ɛ. Maka, untuk setiap f L 1 (R), kita mempunyai φ ɛ f f 1 0, ɛ 0.

Teorema Inversi Fourier. Misalkan f L 1 (R) sedemikian sehingga f L 1 (R). Maka, f(x) = f(ξ)e 2πiξx dξ, h.d.m. yakni, f = ( f)ˇh.d.m. R Akibat. Jika f, g L 1 (R) dan f = ĝ h.d.m., maka f = g h.d.m. Catatan. Akibat di atas mengatakan bahwa transformasi Fourier merupakan pemetaan yang bersifat 1-1 atau injektif h.d.m.

Jika deret Fourier memenuhi kesamaan Parseval, maka transformasi Fourier memenuhi kesamaan Plancherel, yakni Teorema (Kesamaan Plancherel). Jika f L 1 (R) L 2 (R), maka f L 2 (R) dan f 2 = f 2. Lebih umum daripada itu, kita mempunyai: Teorema (Kesamaan Plancherel). Jika f, g L 1 (R) L 2 (R), maka f, g = f, ĝ.

Soal Latihan 1 Tunjukkan bahwa χ [0,1) (ξ) = e πiξ sin πξ 2 Hitung χ [ T 2, T ](ξ) (T > 0). 2 3 sin πx Diketahui f(x) =. Tentukan f(ξ). πx πξ. 4 Tunjukkan jika f(x) = e πx2, maka f(ξ) = e πξ2. (Petunjuk. Integralkan fungsi kompleks f(z) = e πz2 sepanjang lintasan tertutup γ = [ R, R] + [R, R + iξ] + [R + iξ, R + iξ] + [ R + iξ, R], dan ambil R. Ingat e πx2 dx = 1.) 5 Buktikan jika f, g L 1 f(x)g(x) (R), maka R dx = R f(x)ĝ(x) dx. 6 Buktikan bahwa untuk setiap f dan g L 1 ([0, 1]) berlaku 1 f g = g f; 2 (f g) h = f (g h). 7 Misalkan χ = χ [0,1). Tentukan = χ χ.

di L 2 (R) Ruang L 2 (R), yang dilengkapi dengan hasilkali dalam f, g = R f(x)g(x) dx, merupakan ruang Hilbert. Karena L2 (R) bukan himpunan bagian dari L 1 (R), definisi transformasi Fourier tidak langsung berlaku di L 2 (R). Namun demikian, dengan menggunakan fakta bahwa L 1 (R) L 2 (R) padat di L 2 (R), transformasi Fourier dari fungsi f L 2 (R) dapat didefinisikan sebagai limit dari suatu barisan f n (dalam norma di L 2 (R)), dengan f n L 1 (R) L 2 (R) dan f n f (n ) dalam norma di L 2 (R). Semua ini dapat dilakukan sebagaimana dijamin oleh teorema berikut:

Teorema. Misalkan f L 2 (R). Untuk n N, definisikan f n = χ [ n,n] f, yakni f n (x) = { f(x), jika x n, 0, jika x > n. Maka, f n L 1 (R) L 2 (R) dan f n L 2 (R), untuk setiap n N. Lebih jauh, f n f (n ) dalam norma di L 2 (R) dan ( f n ) konvergen (dalam norma di L 2 (R)) ke suatu fungsi di L 2 (R).

Persamaan Panas Persamaan Gelombang Persamaan Laplace Domain Tak Terbatas Materi ini disadur dari buku G.B. Folland, Fourier Analysis and Its Applications. Persamaan Panas yang terkait dengan perambatan (difusi) panas pada sebuah dawai atau kawat yang panjangnya L adalah u t = ku xx, yang mungkin disertai dengan syarat batas dan syarat awal u(0, t) = u(l, t) = 0 t 0 u(x, 0) = f(x) x [0, L].

Persamaan Panas Persamaan Gelombang Persamaan Laplace Domain Tak Terbatas Dengan Metode Pemisahan Peubah, kita misalkan u(x, t) = X(x)T (t). Maka, persamaan tadi menjadi: Dari sini, kita dapatkan XT = kx T, X(0) = X(L) = 0. T kt = X X = A dengan A konstanta yang tidak bergantung pada x ataupun t. Jadi, kita mempunyai dua persamaan: T = AkT dan X = AX.

Persamaan Panas Persamaan Gelombang Persamaan Laplace Domain Tak Terbatas Dari persamaan pertama kita peroleh T (t) = C 0 e Akt, sementara dari persamaan kedua kita dapatkan X(x) = C 1 cos λx + C 2 sin λx, λ = A. Substitusikan syarat batas, kita peroleh C 1 = 0 dan (C 2 = 0 atau sin λl = 0). Tentunya kita tidak sedang mencari solusi trivial 0, ) karena itu λl = nπ, n = 1, 2, 3,..., sehingga A = ( nπ 2. L Dengan demikian kita peroleh solusi persamaan panas u n (x, t) = sin nπx n 2 π 2 kt L e L 2, n = 1, 2, 3,....

Persamaan Panas Persamaan Gelombang Persamaan Laplace Domain Tak Terbatas Kombinasi linear dari u n juga solusi, dan dengan mengambil limitnya kita simpulkan bahwa u(x, t) = a n u n (x, t) n=1 juga merupakan solusi persamaan panas. Selanjutnya, syarat awal u(x, 0) = f(x) memberikan n=1 a n sin nπx L = f(x), yang tak lain merupakan deret sinus Fourier dari f. Dari sini kita peroleh solusi khusus, dengan a n = 2 L L 0 f(x) sin nπx L dx.

Soal Latihan Persamaan Panas Persamaan Gelombang Persamaan Laplace Domain Tak Terbatas Tentukan solusi dari persamaan panas u t = ku xx dengan syarat batas u x (0, t) = u x (L, t) = 0 dan syarat awal u(x, 0) = f(x).

Persamaan Panas Persamaan Gelombang Persamaan Laplace Domain Tak Terbatas Persamaan Gelombang untuk dawai bergetar yang panjangnya L adalah u tt = c 2 u xx yang mungkin disertai dengan syarat batas dan syarat awal u(0, t) = u(l, t) = 0 u(x, 0) = f(x) dan u t (x, 0) = g(x).

Persamaan Panas Persamaan Gelombang Persamaan Laplace Domain Tak Terbatas Dengan Metode Pemisahan Peubah, yakni dengan pemisalan u(x, t) = X(x)T (t), diperoleh dua persamaan X = λ 2 X dan T = λ 2 c 2 T dengan X(0) = X(L) = 0. Dari kedua persamaan tersebut dan syarat batasnya, kita dapatkan X(x) = C 2 sin nπx L T (t) = C 3 cos nπct L + C 4 sin nπct L.

Persamaan Panas Persamaan Gelombang Persamaan Laplace Domain Tak Terbatas Dengan argumen yang serupa seperti untuk Persamaan Panas, kita dapatkan solusi untuk Persamaan Gelombang: u(x, t) = n=1 sin nπx ( a n cos nπct L L + b n sin nπct ). L Solusi khusus dapat diperoleh dengan menghitung koefisien a n dan b n dari kedua syarat awal yang diberikan.

Soal Latihan Persamaan Panas Persamaan Gelombang Persamaan Laplace Domain Tak Terbatas Tentukan koefisien a n dan b n bila diketahui f(x) = x(l x) dan g(x) = 0.

Persamaan Panas Persamaan Gelombang Persamaan Laplace Domain Tak Terbatas Persamaan Laplace pada persegi [0, 1] [0, 1] adalah u xx + u yy = 0, yang mungkin disertai dengan syarat batas u(0, y) = u(1, y) = 0 u(x, 0) = 0, u(x, 1) = f(x). Dengan pemisahan peubah, u(x, y) = X(x)Y (y), kita peroleh dua persamaan X = λ 2 X dan Y = λ 2 Y. Dari kedua persamaan tersebut, kita dapatkan X = C 1 cos λx + C 2 sin λx dan Y = C 3 e λy + C 4 e λy.

Persamaan Panas Persamaan Gelombang Persamaan Laplace Domain Tak Terbatas Substitusikan syarat batas, kita peroleh X(x) = C 2 sin nπx, n = 1, 2, 3,... Y (y) = C 3 sinh nπy, n = 1, 2, 3,... Dengan demikian, solusinya berbentuk u(x, y) = a n sin nπx sinh nπy. n=1 Masih ada satu syarat batas yang belum digunakan, yaitu u(x, 1) = f(x). Dari syarat batas ini kita peroleh a n.

Soal Latihan Persamaan Panas Persamaan Gelombang Persamaan Laplace Domain Tak Terbatas Tentukan koefisien a n bila diketahui f(x) = x(1 x).

Persamaan Panas Persamaan Gelombang Persamaan Laplace Domain Tak Terbatas Menggunakan transformasi Fourier, kita dapat menyelesaikan persamaan panas, persamaan gelombang, dan persamaan Laplace pada domain tak terbatas, dengan syarat awal tertentu. Sebagai contoh, tinjau persamaan panas pada kawat tak terhingga u t = ku xx, < x <, dengan syarat awal u(x, 0) = f(x). Tidak ada syarat batas karena domain x tak terbatas; namun untuk kemudahan kita asumsikan u(x, t) dan f(x) menuju 0 untuk x ±. Hitung transformasi Fourier dari kedua ruas terhadap x, sehingga kita peroleh û t (ξ, t) = k(2πξ)2 û(ξ, t), û(ξ, 0) = f(ξ).

Persamaan Panas Persamaan Gelombang Persamaan Laplace Domain Tak Terbatas Untuk tiap ξ, ini merupakan persamaan diferensial biasa dalam t dengan sebuah syarat awal. Solusinya adalah û(ξ, t) = f(ξ)e k(2πξ)2t. Untuk mendapatkan u(x, t), kita tinggal menghitung inversnya. Ada dua cara untuk itu. Cara pertama, kita gunakan Teorema Inversi Fourier: u(x, t) = f(ξ)e k(2πξ)2t e 2πiξx dξ. R Cara kedua, kita cukup menentukan invers dari e k(2πξ)2t, yaitu H t (x) = 1 4πkt e x2 /4kt.

Persamaan Panas Persamaan Gelombang Persamaan Laplace Domain Tak Terbatas Dalam hal ini solusinya dalah u(x, t) = f H t (x) = 1 4πkt R f(y)e (x y)2 /4kt dy. Catatan. H t (x) = 1 kt φ ( x kt ) dengan φ(x) = 1 4π e x2 /4. Soal Latihan 1. Tunjukkan bahwa H t (x) memenuhi Persamaaan Panas; dan dengan pertukaran turunan dan integral, u(x, t) = f H t (x) juga memenuhi Persamaan Panas. Lebih jauh, tunjukkan jika f L 1 (R), maka u(, t) f 1 0 bila t 0. 2. Dengan transformasi Fourier, selesaikan Persamaan Laplace u xx + u yy = 0 (x R, y > 0) dengan syarat awal u(x, 0) = f(x).