HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Sebaran jumlah penduduk menurut lokasi penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
METODE PENELITIAN Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik dan Cara Pemilihan Sampel

PENDAHULUAN Latar Belakang

METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

HASIL. Tabel 20 Sebaran nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga Rata-rata ± Standar Deviasi

BAB IV KONDISI UMUM. A. Letak Geografis, Iklim

Lampiran 1 Kriteria keluarga sejahtera BKKBN

Karakteristik Anak Umur Jenis Kelamin Urutan anak Kepribadian Cita-cita dan tujuan. Tingkat Stres Menghadapi UN SMA Negeri SMA Swasta

HASIL. Karakteristik Remaja

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

HASIL. Faktor Internal

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Populasi dan Teknik Pengambilan Contoh

BAB V PROSES SOSIALISASI NILAI KERJA PERTANIAN. 5.1 Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian dalam Keluarga Mahasiswa Batak Toba di IPB

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka Penarikan Contoh Penelitian. Purposive. Kecamatan Bogor Barat. Purposive. Kelurahan Bubulak

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka pengambilan contoh penelitian. Purposive. Proporsional random sampling. Mahasiswa TPB-IPB 2011/2012 (N=3494)

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian. Karakteristik anak 1. jenis kelamin 2. usia. Status Gizi

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tentang partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program wajib belajar sembilan

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai

SIKAP PETANI TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Laporan Penulisan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Modern Superindo Godean Kota Yogyakarta yang bersedia diwawancarai.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

ANALISIS NILAI ANAK, KUALITAS PENGASUHAN, DAN PERKEMBANGAN ANAK USIA SEKOLAH PADA KELUARGA PETANI KARET DAN PETANI SAWIT DI KABUPATEN BUNGO

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu kunci utama dalam perkembangan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

METODE PENELITIAN. N Ne = 780. n = 780( = 106, N = Jumlah populasi mahasiswa S1 FEMA IPB Tahun e = error (9%)

PERILAKU ANTISOSIAL REMAJA DI SMA SWASTA RAKSANA MEDAN

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

METODE PENELITIAN. Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN. Dari hasil penelitian ini diperoleh gambaran umum penelitian yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat

METODE PENELITIAN. SMP Negeri 1 Dramaga. Siswa kelas 8 (9 kelas) Siswa kelas 8.4 dan 8.6 n= siswa laki-laki 30 siswa perempuan

Karakteristik TKW Umur Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Lama menjadi TKW. Kualitas Perkawinan Kebahagiaan perkawinan Kepuasan Perkawinan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. KONDISI UMUM KOTA MAKASSAR. Luas Kota Makassar sekitar 175,77 km 2, terletak di bagian Barat

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS HASIL Gambaran umum responden. bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai identitas responden.

I. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh

BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN DAN KESETARAAN GENDER DALAM BMT SWADAYA PRIBUMI

BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB V PROFIL KAWASAN PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Indonesia dengan sasaran pembukaan lapangan kerja.

Kesimpulannya, intensi seseorang terhadap perilaku tertentu dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku (Ajzen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahasan dalam psikologi positif adalah terkait dengan subjective well being individu.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


5. HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN

Gaya Hidup - aktivitas - minat - opini

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. secara geografis terletak antara 101º20 6 BT dan 1º55 49 LU-2º1 34 LU, dengan

BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIMPANG PELITA. A. Geografis dan demografis desa Simpang Pelita

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

PERBEDAAN KEMATANGAN SOSIAL ANAK DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN PENDIDIKAN PRASEKOLAH (PLAYGROUP)

BAB I PENDAHULUAN. pasangan (suami) dan menjalankan tanggungjawabnya seperti untuk melindungi,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian. Suatu desain penelitian menyatakan struktur masalah penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

DUKUNGAN DENGAN BEBAN KELUARGA MENGIKUTI REGIMEN TERAPEUTIK ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI HALUSINASI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas dan Batas Wilayah

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Letak Geografis Desa Ranah Sungkai Kecamatan XIII Koto Kampar

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Yogyakarta. Kelurahan Tamantirto memiliki luas wilayah 672 Ha yang salah

3.1. Kondisi Umum Kelurahan Kertamaya Kondisi Fisik. A. Letak Geografis

Lampiran 1 Cara pengukuran variabel Tujuan Hidup dan Cita-cita : Variabel ini terdiri dari 10 butir pertanyaan dengan skala likert 1-5.

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam skripsi ini adalah jenis data primer dan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

BAB III KERANGKA PENELITIAN. pada anggota keluarga yang mengalami halusinasi. Di dalam penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk

Strategi Koping Fungsi Ekonomi: Strategi penghematan Strategi penambahan pendapatan. Dukungan Sosial: Keluarga Besar Tetangga. Input Throughput Output

BAB II GAMBARAN UMUM SUMBUL PEGAGAN. Sumbul Pegagan adalah salah satu dari enam belas kecamatan di Kabupaten

BAB II KONDISI WILAYAH DESA SOKARAJA TENGAH. RT dengan batas sebelah utara berbatasan dengan Desa Sokaraja Kulon, batas

METODE PENELITIAN. Dengan menggunakan rumus dan margin error 0,1 diperoleh jumlah contoh sebagai berikut:

METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Jenis dan Teknik Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Teknik Pemilihan Responden

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

25 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Secara administratif, Desa Kuning Gading dan Desa Rantau Ikil termasuk dalam wilayah Kecamatan Pelepat Ilir dan Kecamatan Jujuhan, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi. Kabupaten Bungo secara geografis terletak antara 101 27' sampai 102 30' Bujur timur dan antara 01 08' sampai 01 55' Lintang Selatan. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tebo dan Kabupaten Dharmasraya, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tebo, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Merangin dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten Kerinci. Secara keseluruhan luas wilayah Kabupaten Bungo 7.160 km 2. Jumlah penduduk Kabupaten Bungo hasil susenas 2008 sebanyak 271.625 jiwa. Potensi daerah pertanian yang luas membuat sebagian besar penduduk bekerja pada sektor pertanian, perkebunan, perternakan dan perikanan. Hampir seluruh kecamatan merupakan daerah penghasil tanaman karet dengan luas 96.458 ha dan kelapa sawit dengan luas 47.042 ha pada tahun 2009, dan hasil perkebunan ini terpusat di daerah Kecamatan Jujuhan, Kecamatan Pelepat, Kecamatan Limbur Lubuk Mengkuang dan Kecamatan Tanah Sepenggal. Kecamatan yang memiliki jumlah keluarga petani karet terbanyak adalah Kecamatan Jujuhan. Jumlah keluarga petani karet di Kecamatan Jujuhan adalah 4.759 KK dengan lahan seluas 11.918 Ha. Kecamatan Jujuhan menempati urutan pertama jika dilihat dari jumlah petani dan luas lahan perkebunan karet. Sementara, Kecamatan Pelepat Ilir merupakan urutan kedua jika dilihat dari luas lahan perkebunan sawit yaitu seluas 2.631 Ha dengan jumlah keluarga petani sebanyak 860 KK. Urutan pertama ditempati oleh Kecamatan Limbur Lubuk Mengkuang yang memiliki jumlah keluarga petani sawit sebanyak 1.057 KK dengan luas lahan 10.657 Ha. Jumlah penduduk di kedua lokasi penelitian masing-masing adalah 2.856 jiwa dengan 558 rumah tangga di Desa Kuning Gading dan 2.643 jiwa dengan 656 rumah tangga. Proporsi penduduk laki-laki dan perempuan di kedua desa tersaji pada Tabel 2. Tabel 2 Sebaran jumlah penduduk menurut lokasi penelitian

26 Jumlah penduduk Kecamatan Pelepat Ilir Desa Kuning Gading Kecamatan Jujuhan Desa Rantau Ikil Laki-laki 1367 1367 Perempuan 1489 1276 Total 2856 2643 Rasio jenis kelamin 96,32 107 Kepala keluarga 558 656 Jumlah penduduk di Desa Kuning Gading lebih banyak daripada Desa Rantau Ikil. Proporsi penduduk perempuan di Desa Kuning Gading lebih banyak dibandingkan dengan penduduk laki-laki sebaliknya di Desa Rantau Ikil proporsi penduduk laki-laki lebih banyak dari pada penduduk perempuan. Sebagian besar kepala keluarga di Desa Kuning Gading dan Desa Rantau Ikil bekerja sebagai petani. Sebagian besar penduduk yang ada di Desa Kuning Gading dan Desa Rantau Ikil beragama Islam. Sarana untuk ibadah yang dimiliki oleh kedua desa adalah masjid, mushola, dan Taman Pendidikan Alqur an (TPA). Selain itu, masing-masing desa juga memiliki kelompok majlis ta lim dan satu kelompok remaja masjid. Kelompok ini biasanya mengadakan kegiatan setiap satu kali dalam seminggu. Sarana lain yang dimiliki oleh desa adalah sarana pendidikan (TK, SD, SMP, dan SMA) dan sarana kesehatan (puskesmas, pos KB, posyandu). Karakteristik Keluarga Contoh Karakteristik Contoh Tipe Keluarga. Menurut tipenya, keluarga dibedakan antara keluarga inti (nuclear family) dan keluarga luas (extended family) (Berns 1997). Lebih dari empat per lima (87,5%) responden memiliki tipe keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak yang belum menikah pada satu atap, dapat juga berupa keluarga yang menjanda dengan anak. Sebagian kecil responden (12,5%) memiliki tipe keluarga luas yaitu terdiri dari keluarga inti ditambah nenek, kakek, paman, bibi, dan saudara-saudara lainnya. Jumlah keluarga inti pada keluarga petani sawit lebih banyak dibandingkan keluarga petani karet hal ini disebabkan karena faktor ekonomi keluarga yang sudah mapan sehingga lebih memilih hidup mandiri dengan keluarga intinya. Ada juga keluarga petani karet yang memilih hidup dengan orang tuanya dikarenakan

27 ingin merawat dan berbakti pada orang tua bukan alasan ekonomi karena mereka juga membangun sebuah rumah huni. Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan tipe keluarga Tipe keluarga Petani karet Petani Sawit Total n % n % n % Keluarga inti 33 41,25 37 46,25 70 87,50 Keluarga luas 7 8,75 3 3,75 10 12,50 Total 40 50,00 40 50,00 80 100,00 Secara umum tidak ada perbedaan tipe keluarga antara petani karet dan petani sawit. Tipe keluarga dapat menetukan gaya pengasuhan yang diterapkan oleh keluarga. Pada Keluarga inti, keluarga lebih bebas dalam menentukan tindakan pengasuhan seperti apa yang diterapkan terhadap anak atau tindakan lainnya seperti pendidikan dibandingkan dengan keluarga luas. Hal ini karena pada keluarga luas ada campur tangan atau intervensi dari orang tua (nenek/kakek) yang masih sangat besar. Suku Keluarga. Salah satu faktor yang mempengaruhi pengasuhan yaitu etnik atau suku (Huxley 2003 diacu dalam Kartino 2005). Suku adalah suatu golongan manusia yang anggota-anggotanya mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama. Ada berbagai macam suku yang tinggal Kabupaten Bungo seperti Suku Melayu, Suku Minang, Suku Jawa, Suku Batak dan lain sebagainya. Hampir separuh (46,25%) contoh merupakan Suku Jawa, Suku Melayu Jambi (42,50%), dan Suku Batak (11,25%). Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan suku Suku keluarga Petani Karet Petani Sawit Total n % n % n % Melayu Jambi 28 35,00 6 7,50 34 42,50 Jawa 10 12,50 27 33,75 37 46,25 Batak 2 2,50 7 8,75 9 11,25 Total 40 50,00 40 50,00 80 100,00 p-value = 0,000 Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata (p<0,005) antara petani karet dan petani sawit. Mayoritas Petani karet di Kabupaten Bungo bersuku Melayu Jambi sedangkan mayoritas petani sawit

28 adalah Suku Jawa dan Suku Batak. Suku menentukan pola pikir keluarga dalam menerapkan gaya pengasuhan. Perbedaan suku menerapkan pengasuhan yang berbeda pula. Kesejahteraan Keluarga. Berdasarkan tahapan keluarga sejahtera menurut badan pemberdayaan perempuan dan KB Kabupaten Bungo, hampir separuh keluarga di lokasi penelitian memiliki tingkat kesejahteraan yang tergolong Pra KS dan KS1 (Tabel 6). Kategori pra KS dan KS1 merupakan kategori miskin yaitu keluarga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan psikologisnya. Keluarga miskin pada Kecamatan Jujuhan lebih banyak (45%) dibandingkan Kecamatan Pelepat Ilir (30%). Tabel 5 Sebaran tahapan keluarga sejahtera menurut lokasi penelitian Tahapan KS Kecamatan Pelepat Ilir Kecamatan Jujuhan Pra KS 434 982 KS1 2.916 825 KS2 4.899 749 KS3 2.727 1.208 K3+ 100 170 Total 11.076 3.934 Berdasarkan hasil penelitian yang digambarkan pada keluarga contoh, lebih dari separuh contoh (66,25%) tergolong kategori miskin. Keluarga miskin pada petani karet (37,50%) yang mayoritas berasal dari Kecamatan Jujuhan lebih banyak dibandingkan keluarga petani sawit (28,75%) yang mayoritas berasal dari Kecamatan Pelepat Ilir. Hasil uji beda menujukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,005) antara kesejahteraan keluarga menurut indikator keluarga sejahtera pada petani karet dan petani sawit. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kesejahteraan dengan indikator keluarga sejahtera BKKBN 2005 Kategori Petani Karet Petani Sawit Total n % n % n % Pra KS 8 10,00 10 12,50 18 22,50 KS 1 22 27,50 13 16,25 35 43,75 KS 2 9 11,25 12 15,00 21 26,25 KS 3 1 1,25 5 6,25 6 7,50 KS 3+ 0 0,00 0 0,00 0 0,00 Total 40 50,00 40 50,00 80 100,00 p-value = 0,376

29 Keluarga contoh yang tergolong pada pra KS rata-rata disebabkan oleh masih banyak rumah contoh yang belum permanen. Rumah petani dominan terbuat dari kayu, selain itu banyak keluarga yang tidak menggunakan alat kontrasepsi atau tidak mengikuti program KB karena kaum ibu beranggapan dengan penggunaan KB akan berefek pada tubuhnya yang tidak proporsional (gemuk). Walaupun demikian keluarga dapat mengatur jumlah dan jarak kelahiran antar anak secara alami. Pengukuran tingkat kesejahteraan keluarga menggunakan indikator kesejahteraan dari BKKBN ini diduga kurang objektif karena proses penilaiannya akan dihentikan ketika sebuah keluarga tidak dapat memenuhi satu indikator dasar, sebagai contoh penghitungan kategori KS1 tidak akan dilanjutkan pada kategori KS2 apabila ada satu indikator pada KS1 tidak terpenuhi walaupun pada indikator selanjutnya keluarga tersebut dapat memenuhinya. Umur Ayah dan Ibu. Pengelompokan umur orang tua didasarkan pada Papalia et al. (2009) yang terbagi pada tiga bagian yaitu dewasa muda (20-40 tahun), dewasa madya (41-65 tahun), dan dewasa lanjut (>65 tahun). Umur ayah berkisar antara 29 sampai 67 tahun sedangkan ibu berkisar antara 27 sampai 63 tahun. Secara umum umur ayah petani sawit dan petani karet tidak jauh berbeda jumlahnya antara kategori dewasa muda dan dewasa madya. Usia dewasa madya pada kepala keluarga petani sawit lebih banyak dibandingkan petani karet, hal tersebut diduga menyebabkan semakin bertambahnya umur, kesempatan keluarga untuk berjuang memperbaiki keadaan ekonominya semakin besar. Umur ibu contoh berkisar antara 27 sampai 63 tahun. Dua pertiga ibu contoh (66,3%) berusia 18 sampai 40 tahun. Umur dewasa muda pada ibu petani sawit lebih besar dibandingkan ibu pada keluarga petani karet. Umur orang tua baik pada petani karet maupun petani sawit umumnya masih berada pada usia produktif. Dengan demikian diharapkan orang tua bisa melakukan pengasuhan yang baik agar tercapainya sumberdaya manusia yang berkualitas. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara umur orang tua pada petani karet dan petani sawit (Tabel 7).

30 Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan umur ayah dan ibu Kategori umur Petani Karet Petani Sawit Total Ayah Ibu Ayah Ibu Ayah Ibu % % % % % % Dewasa muda (18-40 tahun) 27,5 31,3 21,2 35,0 48,8 66,3 Dewasa madya (41-60 tahun) 17,5 17,5 28,8 15,0 46,2 32,5 Dewasa lanjut (>60 tahun) 2,5 1,2 0,0 0,0 2,5 1,2 Meninggal 2,5 0,0 0,0 0,0 2,5 0,0 Total 50,0 50,0 50,0 50,0 100,0 100,0 Keterangan: Statistik deskriptif umur ayah dan ibu contoh Skor minimum-maksimum ayah : 29-67 Rata-rata ± standar deviasi : 43,40 ± 11,95 Skor minimum-maksimum ibu : 27-63 Rata-rata ± standar deviasi : 37,56 ± 7,61 p-value umur ayah : p-value umur ibu : 0,484 0,167 Pendidikan Ayah dan Ibu. Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam proses yang menunjang perkembangan anak. Segala informasi dan pengetahuan mengenai tata cara pengasuhan yang baik akan diterima dengan mudah oleh orang tua yang berpendidikan tinggi. Rata-rata pendidikan keluarga contoh dinilai masih rendah bahkan ada orang tua contoh yang tidak pernah sekolah. Hal tersebut dikarenakan alasan ekonomi dan sulitnya akses mencapai sekolah. Kategori Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan lama sekolah ayah dan ibu Ayah Ibu Total Petani karet Petani sawit Petani karet Petani sawit Ayah Ibu % % % % % % 9 tahun 28,8 22,5 46,2 33,8 51,2 80,0 >9 tahun 21,2 27,5 3,8 16,2 48,8 20,0 Total 50,0 50,0 50,0 50,0 100,0 100,0 Keterangan: Statistik deskriptif pendidikan ayah dan ibu contoh Skor minimum-maksimum ayah : 0-16 Skor minimum-maksimum ibu : 0-16 Rata-rata ± standar deviasi : 7,35± 3,74 Rata-rata ± standar deviasi : 6,98 ± 3,83 p-value pendidikan ayah : 0,023 p-value pendidikan ibu : 0,000 Secara umum tingkat pendidikan orang tua contoh tergolong rendah. Lebih dari separuh contoh ayah (51,2%) memiliki lama sekolah kurang atau sama dengan sembilan tahun dengan rata-rata 7,35 tahun. Sementara itu, lebih dari tiga per empat contoh ibu (80,0%) juga memiliki lama sekolah kurang atau sama dengan sembilan tahun dengan rata-rata 6,98 tahun.

31 Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat pendidikan ayah dan ibu dari petani karet dan petani sawit. Skor rata-rata lama sekolah ayah ibu dari petani karet lebih rendah dibandingkan pendidikan ayah dan ibu petani sawit. Hal ini diduga karena alasan ekonomi dan akses pendidikan yang masih minim. Selain itu terdapat juga persepsi orang tua yang berbeda mengenai pendidikan. Orang tua petani karet menganggap bahwa anak perempuan tidak perlu mendapatkan sekolah yang tinggi karena pada akhirnya kaum perempuan akan menjadi ibu rumah tangga saja yang tidak memerlukan pendidikan yang tinggi. Orang tua petani sawit yang mayoritas penduduk pendatang memiliki persepsi yang lebih baik mengenai pendidikan. Orang tua tidak membeda-bedakan antara anak laki-laki dan perempuan dalam berbagai hal termasuk pendidikan. Hal ini diduga terjadi karena perbedaan suku dan pola pemikiran yang tidak melihat anak dari jenis kelamin. Pekerjaan Ayah dan Ibu. Penelitian ini meneliti keluarga yang kepala keluarganya bekerja sebagai petani karet dan petani sawit di Kabupaten Bungo. Sebagian kepala keluarga contoh bekerja sebagai petani sawit dan sebagian lainnya bekerja sebagai petani karet. Terdapat dua keluarga yang suaminya meninggal dunia sehingga posisi kepala keluarga diambil alih oleh istri dan menggantikan suaminya bekerja sebagai petani karet. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan suami Jenis pekerjaan n % Tidak bekerja (meninggal) 2 2,50 Petani karet 38 47,50 Petani sawit 40 50,00 Total 80 100,00 Sebagian besar kepala keluarga mengaku tidak memiliki pekerjaan tambahan. Hal ini disebabkan karena waktu yang ada sepenuhnya digunakan untuk bekerja di kebun. Untuk membantu ekonomi keluarga ada beberapa orang istri juga ikut bekerja. Pekerjaan tersebut meliputi petani, pedagang kelontong, dan guru. Lebih dari tiga per empat contoh istri (88,75%) tidak bekerja (ibu rumah tangga) untuk menambah pendapatan keluarga. Secara umum tidak terdapat

32 perbedaan yang nyata antara status pekerjaan ibu pada keluarga petani karet dan petani sawit. Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan status pekerjaan istri Status pekerjaan Istri Petani Karet Istri Petani Sawit Total n % n % n % Tidak bekerja 36 45,00 35 43,75 71 88,75 Bekerja 4 5,00 5 6,25 9 11,25 Total 40 50,00 40 50,00 80 100,00 p-value = 0,728 Pendapatan Keluarga. Besar pendapatan sangat dipengaruhi oleh pekerjaan. Besar pendapatan petani karet dan sawit bergantung dari harga yang berlaku di pasar lelang. Saat harga normal penghasilan keluarga petani sawit lebih tinggi dibandingkan keluarga petani karet. Kondisi ini akan berkebalikan apabila harga karet mahal, pengasilan petani karet mencapai lima sampai enam juta per bulannya. Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan total pendapatan per bulan Pendapatan keluarga (Rp/bulan) Petani Karet Petani Sawit Total % % % 1.000.001,00 2.000.000,00 25,00 11,25 33,75 2.000.001,00 3.000.000,00 17,50 21,25 40,00 3.000.001,00 4.000.000,00 5,00 8,00 15,00 4.000.001,00 5.000.000,00 2,50 3,75 7,50 >5.000.000,00 0,00 3,75 3,75 Total 50,00 50,00 100,00 Keterangan: Statistik deskriptif pendapatan keluarga contoh Skor minimum : Rp1.000.000,00 Skor maksimum : Rp10.000.000,00 Rata-rata ± standar deviasi : Rp2.877.500,00 ± Rp1.458.972,00 p-value : 0,003 Berdasarkan hasil penelitian terhadap keluarga contoh. Hampir separuh (40%) contoh keluarga memiliki penghasilan 2,1 juta sampai tiga juta rupiah dengan rincian separuh contoh dari keluarga petani karet memiliki penghasilan sebesar satu sampai dua juta rupiah sementara pada keluarga petani sawit penghasilan yang diperoleh tersebar dengan merata namun proporsi terbesar berada pada penghasilan 2,1 juta hingga tiga juta rupiah setiap bulannya (Tabel 12). Rata-rata pendapatan keluarga contoh sebesar Rp2.877.500,00. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan yang sangat signifikan (p<0,005) antara

33 pendapatan keluarga petani sawit dan petani karet. Pendapatan dari keluarga petani sawit lebih tinggi dibandingkan pendapatan dari keluarga petani karet. Karakteristik Anak Jenis Kelamin. Jenis kelamin anak merupakan salah satu faktor pengambil keputusan orang tua. Orang tua mendorong pengalaman anak ditentukan oleh jenis kelamin. Anak belajar mengenai apa yang pantas bagi jenis kelamin tertentu baik di lingkungan sekolah maupun di rumah. Lebih dari separuh (52,50%) contoh berjenis kelamin laki-laki dan sebanyak 47,50 persen contoh berjenis kelamin perempuan. Jumlah anak laki-laki dan perempuan pada keluarga petani karet adalah sama sedangkan jumlah anak perempuan keluarga petani sawit lebih banyak dibandingkan anak laki-laki. Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Petani karet Petani sawit Total n % n % n % Laki-laki 20 25,00 18 22,50 38 47,50 Perempuan 20 25,00 22 27,50 40 52,50 Total 40 50,00 40 50,00 50 100,00 Kelas. Tingkatan kelas di sekolah juga menentukan perkembangan anak baik perkembangan kognitif, emosional, dan sosial. Lebih dari separuh (60%) contoh anak dari keluarga karet dan petani sawit saat ini sedang menjalani kelas lima. Semakin tinggi tingkatan kelas diharapkan kematangan berpikir, perkembangan sosial dan emosional serta pengembangan kemampuan kognitif anak semakin tinggi pula. Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan tingkatan kelas di sekolah Tingkat kelas Petani karet Petani sawit Total n % n % n % 4 SD 19 23,75 13 16,25 32 40,00 5 SD 21 26,25 27 33,75 48 60,00 Total 40 50,00 40 50,00 80 100,00 Umur Anak. Usia merupakan salah satu faktor penting dalam pengukuran status gizi dan perkembangan anak yang lainnya seperti kematangan emosi dan kecerdasan kognitif. Rentang usia anak pada penelitian ini berkisar antara 10

34 sampai 13 tahun dengan rata-rata umur 11 tahun. Lebih dari separuh (61,25%) contoh anak berumur 11 tahun. Presentasi terbesar usia anak pada keluarga petani karet dan petani sawit adalah 11 tahun. Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan umur anak Umur (Tahun) Petani karet Petani sawit Total n % n % n % 10 9 11,25 10 12,50 19 23,75 11 26 32,50 23 28,75 49 61,25 12 4 5,00 7 8,75 11 13,75 13 1 1,25 0 0,00 1 1,25 Total 40 50,00 40 50,00 80 100,00 Keterangan: Statistik deskriptif umur anak contoh Skor minimum : 10 Skor maksimum : 13 Rata-rata ± standar deviasi : 10,93 ± 0,65 Urutan Kelahiran. Urutan kelahiran pada penelitian ini dibagi atas anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu (Hurlock 1991) serta ditambah dengan posisi anak tunggal karena ada anak dari keluarga contoh yang merupakan anak tunggal. Urutan kelahiran sangat menentukan perkembangan kepribadian anak. Urutan kelahiran contoh tersebar secara merata. Lebih dari sepertiga anak (40%) dari keluarga petani sawit merupakan anak bungsu sedangkan lebih dari sepertiga anak (37,5%) dari keluarga petani karet merupakan anak sulung. Secara umum urutan kelahiran anak contoh terbesar pada posisi anak bungsu. Tabel 15 Sebaran anak contoh berdasarkan urutan kelahiran dalam keluarga Urutan Kelahiran Petani karet Petani sawit Total n % n % n % Anak tunggal 3 3,75 1 1,25 4 5,00 Anak sulung 15 18,75 11 13,75 26 32,50 Anak tengah 9 11,25 12 15,00 21 26,25 Anak bungsu 13 16,25 16 20,00 29 36,25 Total 40 50,00 40 50,00 80 100,00

35 Nilai Psikologi Nilai Anak Nilai anak merupakan fungsi anak dalam melayani atau mememenuhi kebutuhan orang tua. Secara keseluruhan pada nilai psikologi yang bersifat umum, orang tua menaruh harapan yang tinggi terhadap anaknya. Orang tua berharap keberadaan anak dapat memperkuat hubungan kasih sayang antara suami dan istri, memberikan kebahagian pada orang tua, sebagai teman bermain, dan memberikan rasa aman bagi orang tua. Baik pada keluarga petani karet maupun petani sawit setuju pada pernyataaan bahwa keberadaan anak tidak menyita waktu, uang, serta anak juga tidak menimbulkan stres orang tua. Secara umum presepsi orang tua mengenai nilai psikologi anak adalah anak dapat memberikan kepuasan bagi orang tua. Tabel 16 Sebaran rataan contoh menurut nilai psikologi anak (umum) Petani Petani Sawit Total Pernyataan Nilai Anak Karet Ratarata % Ratarata % Ratarata % Memperkuat kasih sayang suami istri 4,25 85,00 4,05 81,00 4,15 83,00 Memberikan kebahagian pada orang tua 4,23 84,50 4,15 83,00 4,19 83,75 Teman bermain bagi orang tua 3,75 75,00 3,88 77,50 3,81 76,25 Memberikan kepuasan pada orang tua 3,90 78,00 4,05 81,00 3,98 79,50 Memberikan rasa aman di hari tua 3,98 79,50 3,70 74,00 3,84 76,50 Anak-anak tidak menyita waktu & uang 3,85 77,00 3,95 79,00 3,90 78,00 Anak tidak menimbulkan stress 3,58 71,50 3,55 71,00 3,56 71,25 Total skor nilai psikologi (umum) 27,53 78,65 27,33 78,07 27,43 78,32 p-value : 0,148 Keterangan: Skor maksimal = 5 Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata nilai psikologi anak secara umum antara keluarga petani karet dan keluarga petani sawit. Empat dari lima (83,75%) keluarga contoh setuju bahwa anak dapat memberikan kebahagian bagi orang tua, memperkuat kasih sayang suami dan istri (83%), memberikan kepuasan pada orang tua (79,5%), memberikan rasa aman di hari tua (76,5%), dan teman bagi orang tua (76,25%). Orang tua pada budaya tertentu memiliki persepsi yang berbeda mengenai nilai anak pada anak perempuan dan laki-laki. Orang tua keluarga petani karet dengan Suku Melayu Jambi, cenderung lebih suka pada anak laki-laki

36 dibandingkan anak perempuan. Hal ini berarti orang tua menganggap kelak akan memperoleh keuntungan secara psikologis lebih besar pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan. Anak laki-laki diharapkan untuk lebih dekat dengan orang tua dan memperhatikan orang tua dimasa akan datang dibandingkan dengan anak perempuan. Orang tua akan merasa lebih senang dan nyaman jika anak laki-lakinya kelak yang akan merawat dan menjaganya dibandingkan dengan anak perempuannya yang kelak ikut dengan suaminya. Berbeda dengan petani karet, orang tua pada keluarga petani sawit cenderung tidak membeda-bedakan anak laki-laki dan perempuan. Hal ini berarti orang tua menganggap anak laki-laki dan perempuan sama-sama membawa keuntungan secara psikologis. Namun anak perempuan pada petani sawit diharapkan lebih memperhatikan orang tua dimasa yang akan datang. Orang tua lebih senang dan nyaman apabila dihari tuanya mereka dirawat oleh anak perempuannya karena memiliki hubungan yang sangat dekat secara emosi diantara keduanya dibandingkan bila dirawat oleh orang lain seperti istri dari anak laki-lakinya. Nilai psikologi yang berhubungan dengan perbedaan jenis kelamin tersaji pada Tabel 17. Tabel 17 Sebaran rataan contoh menurut nilai psikologi anak berdasarkan gender Petani Karet Petani Sawit Total Pernyataan Nilai Anak Rataratratrata % Rata- % Rata- % Anak perempuan lebih dekat dengan 3,58 71,50 3,73 74,50 3,65 73,00 orang tua Anak perempuan lebih memperhatikan 3,25 65,00 3,75 75,00 3,50 71,50 orang tua di masa depan Total skor nilai psikologi anak (pernyataan nilai anak perempuan) 6,83 68,25 7,48 74,75 7,15 72,26 p-value = 0,602 Anak laki-laki akan lebih memperhatikan 3,78 75,50 3,60 72,00 3,69 73,00 orang tua di masa akan datang karena alasan ekonomi Total skor nilai psikologi anak (pernyataan nilai anak laki-laki) 3,78 75,50 3,60 72,00 3,69 73,00 p-value = 0,001 Keterangan: skor maksimal = 5 Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai psikologi anak perempuan pada keluarga petani karet dan petani sawit (p>0,005). Perbedaan sangat nyata terlihat jelas pada nilai psikologi anak laki-laki (p<0,005).

37 Orang tua petani karet lebih mengharapkan anak laki-laki memperhatikan orang tua di masa yang akan datang karena alasan ekonomi dibandingkan orang tua petani sawit. Nilai Sosial Nilai sosial anak adalah persepsi orang tua bahwa anak dapat meningkatkan status sosial keluarga. Tingkat pendidikan anak dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam keluarga merupakan salah satu item pernyataan dari nilai sosial anak. Nilai sosial anak secara umum tersaji pada Tabel 18. Tabel 18 Sebaran rataan contoh menurut nilai sosial anak (umum) Pernyataan Nilai Anak Anak yang terdidik dengan baik akan menimbulkan penghargaan dari masyarakat Anak diharapkan dapat meningkatkan status sosial keluarga Anak diharapkan dapat meneruskan nilainilai yang dijunjung tinggi dalam keluarga Petani Karet Petani Sawit Total Ratarata % Ratarata % Ratarata % 3,98 79,50 4,15 83,00 4,06 81,25 4,06 81,50 4,08 81,50 4,08 81,50 4,00 80,00 3,98 79,50 3,99 79,75 Total skor nilai sosial anak (umum) 12,05 80,33 12,20 81,33 12,13 80,86 p-value : 0,007 Keterangan: skor maksimal = 5 Keluarga petani sawit meyakini (83%) bahwa anak yang terdidik dengan baik akan menimbulkan penghargaan dari masyarakat. Baik anak laki-laki maupun perempuan diharapkan dapat meningkatkan status sosial keluarga serta dapat meneruskan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam keluarga. Begitu pula dengan orang tua pada petani karet yang juga memiliki pandangan yang baik mengenai pendidikan. Pendidikan anak yang tinggi dapat meningkatkan status sosial keluarga dimata masyarakat, namun pada kenyataannya rata-rata tingkat pendidikan yang ditempuh masih rendah. Hal ini diduga karena kurang perhatiannya orang tua terhadap pendidikan anak. Anak jarang sekali mendapat bimbingan dalam belajar, hal ini juga disebabkan oleh pengetahuan orang tua yang masih rendah sehingga tidak dapat membantu anak secara maksimal. Hasil uji beda secara umum menunjukkan ada perbedaan nilai sosial anak antara keluarga petani karet dan keluarga petani sawit (p<0,005). Perbedaan tersebut

38 terletak pada pernyataan anak diharapkan dapat meningkatkan status sosial dan meneruskan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam keluarga (p=0,001). Sementara itu, nilai sosial anak berdasarkan gender pada keluarga contoh cenderung membeda-bedakan antara anak laki-laki dan perempuan dalam menunjang ekonomi keluarga. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan nilai sosial anak laki-laki pada keluarga petani karet dan petani sawit (p<0,05). Tabel 19 Sebaran rataan contoh menurut nilai sosial anak berdasarkan gender Pernyataan Nilai Anak Anak perempuan tidak diharapkan bekerja tetapi segera menikah Total skor nilai sosial anak (pernyataan nilai anak perempuan) Anak laki-laki jauh lebih mahal karena harus menyekolahkan lebih tinggi dan harus mempersiapkan uang untuk melamar Anak laki-laki diharapkan menjadi tulang punggung keluarga Anak laki-laki diharapkan bekerja dan tidak cepat menikah Anak laki-laki jauh lebih menguntungkan daripada anak perempuan anak laki-laki diharapkan dapat membawa harum nama orang tua di masyarakat Anak laki-laki diharapkan mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi Total skor nilai sosial anak (pernyataan nilai anak laki-laki) Keterangan: skor maksimal = 5 Petani Karet Petani Sawit Total Ratarata % Ratarata % Ratarata % 4,00 80,00 2,90 58,00 3,45 69,00 4,00 80,00 2,90 58,00 3,45 69,00 p-value = 0,178 2,88 57,50 3,05 61,00 2,96 59,25 3,90 78,00 4,23 84,50 4,06 81,25 3,60 72,00 3,93 78,50 3,76 75,25 2,90 58,00 2,78 55,50 2,84 56,75 2,45 49,00 2,63 52,50 2,54 50,75 2,53 50,50 2,58 51,50 2,55 51,00 18,26 50,00 19,20 64,50 18,71 57,25 p-value = 0,048 Perbedaan yang sangat nyata pada pernyataan anak laki-laki diharapkan menjadi tulang punggung dalam keluarga (p=0,025) yang diyakini 81,25 persen orang tua. Selain itu, anak laki-laki diharapkan bekerja dan tidak cepat menikah (diyakini 75,25%). Oleh karena itu, anak laki-laki sejak kecil sudah diajak ke ladang untuk membantu orang tua bekerja sebagai petani. Pernyataan anak lakilaki jauh lebih mahal karena harus menyekolahkan lebih tinggi dan harus mempersiapkan uang untuk melamar (p=0,035) juga berbeda nyata antara kedua kelompok petani.

39 Petani karet memiliki skor yang lebih tinggi dibandingkan petani sawit pada pernyataan anak perempuan tidak diharapkan bekerja tapi menikah terlebih dahulu. Hal ini berdampak pada pendidikan anak perempuan kedua keluarga contoh. Anak laki-laki pada petani karet lebih diutamakan dalam pendidikannya dibandingkan anak perempuan. Namun, karena keterbatasan orang tua anak-anak petani karet tidak memiliki kesempatan untuk sekolah hingga ke jenjang yang tertinggi. Sementara itu, orang tua pada keluarga petani sawit beranggapan bahwa anak perempuan dan laki-laki mendapatkan kesempatan yang sama atas pendidikan yang lebih baik. Baik laki-laki maupun perempuan diberikan kesempatan untuk memperoleh pendidikan sampai ke perguruan tinggi sesuai dengan keinginan dan kemampuan anak. Orang tua juga memberikan dorongan yang besar agar anak-anak mereka memiliki pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan orang tua nya. Anak laki-laki dan perempuan juga memiliki kesempatan yang sama dalam mengharumkan nama orang tua di masyarakat. Anak perempuan yang menikah dengan laki-laki yang berasal dari keluarga yang terpandang dapat mengangkat status sosial keluarga di masyarakat sehingga banyak orang tua yang lebih memperhatikan penampilan dan menjaga dengan baik anak perempuannya. Oleh karena itu, anak laki-laki dianggap tidak jauh lebih menguntungkan dibandingkan anak perempuan. Nilai Ekonomi Nilai ekonomi anak merupakan harapan orang tua terhadap anak dapat memenuhi kebutuhan ekonomi orang tua di masa yang akan datang. Nilai ekonomi anak pada penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu nilai ekonomi yang bersifat umum dan nilai ekonomi yang membedakan persepsi orang tua terhadap anak laki-laki dan perempuan. Pernyataan yang menunjukkan nilai ekonomi anak yaitu mempunyai banyak anak akan menguntungkan orang tua dan semakin banyak jumlah anak menyebabkan bertambahnya beban tanggungan keluarga. Persepsi orang tua terhadap nilai ekonomi anak menunjukkan bahwa pada keluarga petani sawit menaruh harapan lebih tinggi pada anak baik laki-laki maupun perempuan dibandingkan keluarga petani karet. Baik keluarga petani

40 karet maupun petani sawit sepakat bahwa mempunyai anak yang banyak akan menguntungkan orang tua dimasa yang akan datang (66,25%). Akan tetapi, orang tua contoh juga tidak memungkiri bahwa semakin banyak jumlah anak semakin besar energi yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga (77,25%). Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nilai ekonomi secara umum pada keluarga petani karet dan petani sawit. Tabel 20 Sebaran rataan contoh menurut nilai ekonomi anak (umum) Petani Karet Petani Sawit Total Pernyataan Nilai Anak Rataratratrata % Rata- % Rata- % Mempunyai banyak anak akan 3,20 64,00 3,43 68,50 3,31 66,25 menguntungkan orang tua Semakin banyak jumlah anak menyebabkan 3,80 74,00 3,93 78,50 3,86 77,25 bertambahnya beban tanggungan keluarga Total skor nilai ekonomi anak (umum) 7,00 70,00 7,35 73,50 7,17 71,70 p-value : 0,840 Keterangan: skor maksimal = 5 Nilai ekonomi anak berdasarkan gender diukur dengan sejauh mana orang tua mengharapkan anak laki-laki dan anak perempuan dapat memberi bantuan ekonomi di masa yang akan datang. Secara umum, tidak ada perbedaan nilai ekonomi anak berdasarkan gender pada kedua kelompok petani. Kedua keluarga memandang positif keberadaan anak baik laki-laki maupun perempuan. Akan tetapi ada beberapa item pertanyaan yang menunjukkan perbedaan yang nyata. Pernyataan tersebut yaitu, anak laki-laki pada keluarga petani sawit lebih diharapkan memberikan bantuan ekonomi orang tua di masa depan seperti membantu biaya sekolah adiknya (p=0,001), dan biaya hidup orang tua (p=0,004). Anak perempuan tidak berkewajiban memberikan bantuan ekonomi orang tua namun anak perempuan juga diperbolehkan untuk bekerja di luar kota (p=0,000). Anak perempuan lebih diharapkan membantu orang tua dalam hal pekerjaan rumah tangga (p=0,001), sehingga sejak kecil anak perempuan sudah diajarkan pekerjaan rumah tangga. Namun ada sebagian contoh pada keluarga petani sawit yang menyatakan bahwa baik anak perempuan maupun laki-laki diajarkan mandiri sejak kecil sehingga terdapat pembagian kerja dalam keluarga. Hal ini berarti ada pergeseran nilai pada keluarga yang kaku menjadi lebih fleksibel. Sementara itu, pada keluarga petani karet anak perempuan diajarkan membantu dalam pekerjaan rumah tangga namun tidak demikian untuk anak laki-laki. Hasil uji beda

41 (p>0,005) menunjukkan tidak terdapat perbedaan pola pengasuhan antara anak laki-laki dan perempuan baik keluarga petani karet maupun petani. Hal ini terjadi diduga karena orang tua tidak menjadikan sumberdaya materi sebagai tolak ukur dalam praktek pengasuhan. Tabel 21 Sebaran rataan contoh menurut nilai ekonomi anak berdasarkan gender Petani Karet Petani Sawit Total Pernyataan Nilai Anak Rataratratrata % Rata- % Rata- % Anak perempuan nantinya boleh bekerja di 3,43 68,50 3,90 78,00 3,66 73,25 luar rumah seperti laki-laki Anak perempuan tidak berkewajiban 3,10 62,00 3,23 64,50 3,16 63,25 memberikan bantuan ekonomi di hari tua Anak perempuan diajarkan membantu dalam 3,93 78,50 3,18 63,50 3,55 71,00 pekerjaan RT Total skor nilai ekonomi untuk anak perempuan 10,46 69,67 10,31 68,67 10,37 69,17 p-value = 0,403 Anak laki-laki diharapkan dapat memberikan 3,65 73,00 3,68 73,50 3,66 73,25 bantuan ekonomi di hari tua Anak laki-laki tidak perlu membantu 3,23 64,50 3,13 62,50 3,18 63,50 mengerjakan pekerjaan rumah tangga Anak laki-laki harus diasuh/diperhatikan 3,20 64,00 3,13 62,50 3,16 63,25 lebih baik daripada perempuan Hanya anak laki-laki yang diharapkan membantu menyekolahkan adik-adiknya 2,75 55,00 2,90 58,00 2,83 56,50 Total skor nilai ekonomi untuk anak laki-laki 12,83 64,12 12,84 64,13 12,83 64,12 Keterangan: skor maksimal = 5 p-value = 0,512 Hubungan Karakteristik Keluarga dan Karakteristik Anak dengan Nilai Anak Hasil uji korelasi menunjukkan adanya hubungan sangat nyata antara persepsi nilai anak dengan pendidikan ibu, besar keluarga. Karakteristik keluarga lainnya seperti usia ayah, pekerjaan ibu, tipe keluarga, usia anak, urutan anak dalam keluarga, tingkat kelas di sekolah, jenis kelamin tidak menunjukkan adanya hubungan dengan nilai anak. Tabel 22 Sebaran hasil uji korelasi antara karakteristik keluarga dengan nilai anak (nilai psikologi, nilai sosial, nilai ekonomi) Karakteristik Keluarga Nilai Psikologi Nilai Sosial Nilai Ekonomi Usia ibu 0,110 0,028 0,233* Pendapatan 0,243* -0,174-0,140 Pendidikan ayah 0,262* 0,092-0,203 Pendidikan ibu 0,279** -0,191 0,264* Keterangan: *signifikan pada level 0,05, **signifikan pada level 0,01.

42 Karakteristik keluarga yang berhubungan nyata dengan nilai psikologi anak adalah pendapatan, dan pendidikan ayah dan ibu. Pada kedua variabel tersebut berhubungan secara positif artinya semakin tinggi pendidikan ayah dan ibu dan total pendapatan maka semakin tinggi harapan orang tua terhadap anak memberikan kepuasan secara psikologis. Orang tua dengan pendidikan yang tinggi diharapkan mempunyai pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya anak berkualitas sehingga persepsi orang tua terhadap nilai anak semakin tinggi. Nilai sosial anak pada penelitian ini tidak berhubungan dengan karakteristik keluarga dan kerakteristik anak. Hal ini diduga karena usia anak yang masih kecil membuat orang tua belum mengharapkan anak dapat menggantikan posisi keluarga di masyarakat. Akan tetapi, saat anak dewasa orangtua memiliki harapan yang besar bahwa anak dapat menggantikan orangtua di masyarakat dan anak dapat meningkatkan status sosial keluarga. Nilai ekonomi berhubungan nyata positif dengan usia ibu dan pendidikan ibu. Usia ibu berhubungan positif dan nyata terhadap nilai ekonomi anak berarti semakin tinggi usia ibu maka semakin besar harapan orang tua terhadap anak agar dapat membantu orang tua secara ekonomi. Begitu juga pada tingkat pendidikan ibu yang berhubungan dengan nilai ekonomi anak, dengan pendidikan ibu yang tinggi diharapkan ibu mempunyai pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya anak berkualitas sehingga persepsi orang tua terhadap nilai anak semakin tinggi. Kualitas Pengasuhan (HOME Inventory) Kualitas pengasuhan diukur dengan skala HOME Inventory untuk anak usia lebih dari enam tahun yang terdiri atas delapan sub skala, yaitu: 1) emosi dan tanggung jawab verbal, 2) dorongan untuk kematangan anak, 3) suasana emosi, 4) mendorong pengalaman anak dan penyediaan material, 5) ketersediaan stimulasi aktif, 6) partisipasi keluarga dalam pengalaman yang penuh stimulai, 7) keterlibatan ayah, dan 8) aspek lingkungan fisik (Cadwell & Bradley 1984). Ratarata skor total HOME Inventory pada keluarga contoh adalah 31,26. Skor yang diharapkan dapat diperoleh keluarga adalah 59. Hal ini berarti kualitas pengasuhan bagi perkembangan anak pada keluarga contoh hanya mencapai 53,95

43 persen. Keluarga petani sawit memiliki kualitas lingkungan pengasuhan yang lebih baik (54,48%) daripada keluarga petani karet (50,30%). Tabel 23 Sebaran rataan contoh berdasarkan HOME Inventory Item HOME Inventory Petani karet Petani sawit Total (Skor maksimal) Rataratratrata % Rata- % Rata- % Emosi & tanggung jawab verbal (10) 4,58 45,75 4,65 40,25 5,21 52,13 Dorongan untuk kematangan anak (7) 4,03 57,50 4,65 64,64 4,34 61,96 Suasana emosi (8) 4,53 56,56 4,90 61,25 4,71 58,91 Mendorong pengalaman anak dan penyediaan 2,25 28,13 3,03 33,13 2,64 32,97 material (8) Ketersediaan stimulasi aktif (8) 2,65 33,13 3,13 39,06 2,89 36,09 Partisipasi keluarga dalam pengalaman yang 2,43 40,42 2,78 46,25 2,60 43,33 penuh terstimulasi (6) Keterlibatan ayah (4) 2,78 69,38 2,85 71,25 2,81 70,31 Aspek lingkungan fisik (8) 5,73 71,56 6,40 80,00 6,06 75,78 Skor total (59) 28,98 50,30 32,39 54,48 31,26 53,95 Hasil uji beda (p<0,005) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kualitas pengasuhan antara keluarga petani karet dan petani sawit. Perbedaan tersebut terdiri atas empat aspek yaitu, aspek emosi dan tanggung jawab verbal (p=0,005), aspek mendorong pengalaman anak dan penyediaan material (p=0,029), aspek ketersediaan stimulasi aktif dari orang tua (p=0,046), dan aspek lingkungan fisik (p=0,038). Skor rata-rata kualitas pengasuhan pada keluarga petani sawit lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga petani karet. Dua aspek diantaranya relatif kurang baik pada keluarga petani karet dan petani sawit adalah aspek mendorong pengalaman anak dan penyediaan material (rata-rata skor=2,64 dari total skor=8) dan aspek ketersediaan stimulasi aktif (rata-rata skor=2,89 dari total skor=8). Sedangkan aspek yang memiliki persentase relatif paling tinggi adalah aspek lingkungan fisik dengan skor rata-rata 6,06 dari total skor delapan. Secara keseluruhan kualitas pengasuhan dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Lebih dari separuh (56,25%) contoh penelitian ini tergolong pada kategori sedang dengan proporsi keluarga petani sawit lebih tinggi (35%) dibandingkan keluarga petani karet (21,25%). Sementara itu hanya satu keluarga dari petani sawit yang memiliki kualitas pengasuhan yang tergolong tinggi. Hal ini diduga disebabkan karena keluarga petani sawit dengan mayoritas Suku Jawa memiliki pengasuhan yang hangat, dan variasi asuh dari ayah lebih besar dibandingkan dengan petani karet.

44 Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan kualitas pengasuhan Kategori Petani karet Petani sawit Total n % n % n % Rendah (0-29) 23 28,75 11 13,75 34 42,50 Sedang (30-46) 17 21,25 28 35,00 45 56,25 Tinggi (47-59) 0 0,00 1 1,25 1 1,25 Jumlah 40 50,00 40 50,00 80 100,00 p-value : 0,003 Hubungan Karakteristik Keluarga, Karateristik Anak, dan Nilai Anak dengan Kualitas Pengasuhan Hasil uji korelasi menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara kualitas pengasuhan dengan usia anak, pendidikan ayah, pendidikan ibu, pendapatan keluarga, dan nilai psikologi anak. Nilai sosial dan nilai ekonomi anak tidak berhubungan nyata dengan kualitas lingkungan pengasuhan. Tabel 25 Sebaran hasil uji korelasi antara karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan nilai anak dengan kualitas pengasuhan Variabel Kualitas Pengasuhan Usia anak (tahun) -0,233* Pendapatan (rupiah) 0,362** Pendidikan ayah (tahun) 0,402** Pendidikan ibu (tahun) 0,480** Nilai psikologi anak 0,501** Nilai sosial anak -0,019 Nilai ekonomi anak -0,156 Keterangan: *signifikan pada level 0.05,**signifikan pada level 0.01 Pendidikan orang tua memiliki hubungan dengan kualitas pengasuhan. Orang tua dengan pendidikan yang tinggi lebih aktif dalam mencari informasi dan stimulasi pengasuhan yang tinggi. Kesedian waktu yang lebih banyak membuat orang tua pada keluarga petani sawit memiliki kesempatan interaksi yang tinggi dalam menstimulasi anak. Pendidikan orang tua menentukan pekerjaan dan jumlah pendapatan yang diperoleh. Pendapatan keluarga berhubungan signifikan dengan kualitas pengasuhan. Keluarga petani sawit yang total pendapatannya lebih tinggi memiliki kualitas pengasuhan yang lebih baik dibandingkan keluarga petani karet yang berpendapatan lebih rendah. Sementara itu, kualitas pengasuhan juga semakin baik seiring kenaikan nilai psikologi anak. Artinya presepsi orangtua

45 tentang nilai psikologi anak yang tinggi membuat orangtua menerapkan pola pengasuhan yang baik. Kualitas pengasuhan berhubungan signifikan negatif dengan usia anak. Hal ini berarti anak dengan usia lebih muda memiliki kualitas pengasuhan yang lebih baik dibandingkan dengan anak usia lebih tua. Kualitas pengasuhan dengan usia anak lebih rinci dijelaskan pada Tabel 27. Anak dengan usia 10 tahun memiliki kualitas pengasuhan dengan kategori sedang lebih banyak dibandingkan dengan anak usia 12 tahun. Rata-rata anak contoh yang berada pada usia 11 tahun memiliki kualitas pengasuhan pada kategori sedang. Tabel 26 Sebaran kualitas pengasuhan contoh berdasarkan usia anak Kualitas Pengasuhan Usia Anak Total 10 th 11 tahun 12 tahun % % % % Rendah (0-29) 3,75 28,75 10,00 42,50 Sedang (30-46) 20,00 31,25 5,00 56,25 Tinggi (47-59) 0,00 1,25 0,00 1,25 Jumlah 23,75 61,25 15,00 100,00 Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan negatif antara aspek HOME Inventory dengan usia anak. Hubungan tersebut terlihat pada aspek perkembangan emosi dan tanggung jawab verbal, dorongan orang tua untuk kematangan anak, dan aspek mendorong pengalaman anak dan penyediaan material dari orang tua (Tabel 27). Tabel 27 Sebaran hasil uji korelasi dimensi pengasuhan HOME Inventory dengan usia anak Item HOME Inventory & Skor maksimal Usia Anak Emosi & tanggung jawab verbal (10) -0,292** Dorongan untuk kematangan anak (7) -0,256* Suasana emosi (8) -0,124 Mendorong pengalaman anak dan penyediaan material (8) -0,268* Ketersediaan stimulasi aktif (8) -0,104 Partisipasi keluarga dalam pengalaman yang penuh terstimulasi (6) -0,175 Keterlibatan ayah (4) 0,135 Aspek lingkungan fisik (8) 0.063 Keterangan: *signifikan pada level 0.05,**signifikan pada level 0.01 Pengaruh Karakteristik Keluarga, Karakteristik Anak, dan Nilai Anak terhadap Kualitas Pengasuhan Berdasarkan indikator BKKBN hampir dua per tiga keluarga contoh tergolong dalam kategori miskin (Pra Ks & KS 1). Artinya, lebih dari separuh

46 keluarga contoh mengalami masalah kemiskinan. Masalah kemiskinan akan berdampak pada kualitas pengasuhan orangtua. Variabel lain yang diduga berpengaruh terhadap gaya pengasuhan adalah karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan nilai anak. Pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan nilai anak terhadap kualitas pengasuhan di analisis dengan menggunakan regresi linear berganda. Tabel 28 Sebaran hasil uji regresi karakteristik keluarga dan nilai anak terhadap kualitas pengasuhan Variabel Bebas Koefisien B (tidak terstandarisasi) Β (terstandarisasi) Sig. Pendidikan ibu (tahun) 0,592 0,323 0,014* Pendidikan ayah (tahun) 0,122 0,065 0,651 kesejahteraan keluarga 2,352 0,293 0,002** Umur ibu (tahun) 0,173 0,294 0,085 Umur ayah (tahun) 0,011 0,012 0,942 Umur anak (tahun) 0,149 0,014 0,900 Nilai psikologi anak (skor) 0,791 0,387 0,000** Nilai sosial anak (skor) 0,303 0,144 0,142 Nilai ekonomi anak (skor) -0,435-0,204 0,042* Suku (0=bukan jawa, 1=jawa) 0,642 0,045 0,641 R 2 0,719 Adj R Square 0,448 Sig 0,000 Keterangan: * = signifikan pada selang kepercayaan 95% ** = signifikan pada selang kepercayaan 99% Model persamaan regresi yang disusun memiliki koefisien determinasi (Adjusted R Square) sebesar 44,8 persen varian kualitas pengasuhan dapat dijelaskan oleh perubahan dalam variabel-variabel yang ada di dalam model. Variabel yang dimasukkan dalam model adalah sebagai berikut: pendidikan ibu (X 1 ), pendidikan ayah (X 2 ), kesejahteraan keluarga (X 3 ), usia ibu (X 4 ), usia ayah (X 5 ), usia anak (X 6 ), nilai psikologi anak (X 7 ), nilai sosial anak (X 8 ), nilai ekonomi anak (X 9 ), dan suku keluarga (X 10 ). Hasil uji regresi linear berganda menunjukkan bahwa dari sepuluh variabel ada empat variabel yang berpengaruh pada kualitas pengasuhan yaitu pendidikan ibu, kesejahteraan keluarga, nilai psikologi dan nilai ekonomi anak. Pendidikan ibu mempunyai pengaruh positif dan signifikan, artinya peningkatan pendidikan ibu akan menaikkan kualitas pengasuhan dalam keluarga. Hal ini berarti ibu

47 dengan pendidikan yang tinggi lebih mudah untuk mendapatkan informasi mengenai pengasuhan yang baik. Kesejahteraan keluarga mempunyai pengaruh yang sangat signifikan dan positif terhadap kualitas pengasuhan. Hal ini berarti semakin tinggi kesejahteraan keluarga maka kualitas pengasuhannya akan semakin tinggi pula. Dalam keadaan ekonomi yang baik orang tua tidak lagi dipusingkan dengan pemenuhan kebutuhan hidup dan dapat lebih fokus terhadap pengasuhan dan perkembangan anaknya. Kualitas pengasuhan juga dipengaruhi oleh nilai psikologi anak, artinya setiap kenaikan satu satuan nilai anak akan menaikkan kualitas pengasuhan. Hal ini disebabkan karena orang tua menaruh harapan yang besar terhadap anaknya dimasa yang akan datang maka orang tua akan berusaha untuk mengasuh anaknya dengan baik. Sementara itu, kualitas pengasuhan juga dipengaruhi oleh nilai ekonomi anak. Perkembangan Anak Perkembangan Kognitif Perkembangan kognitif dalam penelitian ini di ukur dari rata-rata nilai rapor anak di sekolah yang terdiri dari nilai Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya Daerah, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, serta Muatan Lokal yang mencakup Bahasa Inggris atau Iqra. Perkembangan kogintif dibagi menjadi tiga kategori, yaitu rendah jika rata-rata nilai rapor kurang dari 63,3, sedang jika rata-rata nilai rapor berada pada rentang 63,3 sampai 76,6, dan tinggi jika rata-rata nilai rapor lebih dari 76,6. Hasil skor rata-rata diperoleh bahwa lebih dari separuh (58,75%) contoh baik anak dari keluarga petani karet dan anak dari keluarga petani sawit memiliki tingkat perkembangan kognitif yang sedang. Ada beberapa anak dari keluarga petani sawit yang perkembangan kognitifnya sudah termasuk pada kategori tinggi. Sedangkan hampir separuh (42,5%) anak dari keluarga petani karet yang tingkat perkembangan kognitifnya masih rendah.

48 Tabel 29 Sebaran contoh berdasarkan perkembangan kognitif Kategori Petani karet Petani sawit Total n % n % n % Rendah (<63,3) 17 21,25 11 13,75 28 35,00 Sedang (63,3-76,6) 23 28,75 24 30,00 47 58,75 Tinggi (>76,7) 0 0,00 5 6,25 5 6,25 Jumlah 40 50,00 40 50,00 80 100,00 p-value : 0,009 Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan perkembangan kognitif antara anak dari keluarga petani karet dengan anak keluarga petani sawit. Rata-rata perkembangan kognitif anak pada petani sawit lebih tinggi dibandingkan anak petani karet. Hal tersebut terjadi dikarenakan rendahnya tingkat pendidikan orang tua pada keluarga petani karet sehingga tidak dapat membimbing anak belajar secara maksimal dan mereka juga tidak mampu untuk memasukkan anaknya pada sebuah lembaga pendidikan nonformal atau meminta pelajaran tambahan di sore hari dengan wali kelas di sekolah. Lain halnya dengan orang tua pada keluarga petani sawit, dengan pendidikan sudah cukup memadai orang tua bisa membimbing anaknya dalam belajar di rumah. Hubungan Karakteristik Keluarga, Karakteristik Anak, Nilai Anak, dan Kualitas Pengasuhan dengan Perkembangan Kognitif Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara pendidikan ayah, pendidikan ibu, nilai psikologi anak, dan kualitas pengasuhan dengan perkembangan kognitif anak (Tabel 30). Pendidikan orang tua yang berpengaruh terhadap perkembangan kognitif anak. Hal ini berarti orang tua dengan pendidikan tinggi lebih mudah untuk membantu anak mengembangkan kemampuan kognitifnya dengan cara ikut mendapampingi anak dalam belajar. Nilai psikologi anak juga berhubungan positif dan nyata dengan perkembangan kognitif anak, hal ini berarti jika semakin tinggi tingkat kepuasan tua terhadap anak maka akan semakin tinggi pula perkembangan kognitif anak. Hasil uji hubungan juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara kualitas pengasuhan dengan perkembangan kognitif anak. Artinya, anak yang orang tuanya memberikan pengasuhan yang baik akan memiliki perkembangan kognitif yang baik pula. Hasil ini menegaskan bahwa

49 pemberian stimulasi pengasuhan dengan kualitas yang tinggi kepada anak akan meningkatkan perkembangan kognitif anak. Tabel 30 Sebaran hasil uji korelasi antara karakteristik keluarga, karakteristik anak, nilai anak, dan kualitas pengasuhan dengan perkembangan kognitif anak Variabel Perkembangan Kognitif Usia anak (tahun) -0,109 Pendapatan (rupiah) 0,171 Pendidikan ayah (tahun) 0,274* Pendidikan ibu (tahun) 0,286* Nilai psikologi anak 0,227* Nilai sosial anak -0,067 Nilai ekonomi anak -0,082 Kualitas pengasuhan 0,371** Keterangan: *signifikan pada level 0.05,**signifikan pada level 0.01 Pengaruh Karakteristik Keluarga, Karakteristik Anak, dan Kualitas Pengasuhan terhadap Perkembangan Kognitif Pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik keluarga, dan kualitas pengasuhan terhadap perkembangan kognitif di analisis dengan menggunakan regresi linear berganda. Model persamaan regresi yang disusun memiliki koefisien determinasi (Adj R Square) sebesar 24,7 persen varian perkembangan kognitif dapat dijelaskan oleh perubahan dalam variabel-variabel yang ada di dalam model. Tabel 31 Sebaran hasil uji regresi karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan kualitas pengasuhan terhadap perkembangan kognitif Variabel Bebas Koefisien Sig. B (tidak terstandarisasi) Β (terstandarisasi) Kualitas pengasuhan (skor) 0,090 0,122 0,334 Pendidikan ibu (tahun) 0,108 0,080 0,620 Pendidikan ayah (tahun) 0,347 0,252 0,095 Kesejahteraan keluarga 0,646 0,110 0,347 Tingkatan Kelas 2.225 0,213 0,043* Status pekerjaan ibu (0=tidak 3,713 0,229 0,031* bekerja, 1=bekerja) Pekerjaan ayah (0=P.karet, 1.779 0,174 0,196 1=P.sawit) Suku (0=bukan jawa, 1=jawa) 0,212 0,020 0,869 JK (0=laki-laki, 1=perempuan) 1.121 0,109 0,310 R 2 0,577 Adj R Square 0,247 Sig 0,000 Keterangan: * = signifikan pada selang kepercayaan 95% ** = signifikan pada selang kepercayaan 99%