HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Gambaran Umum Lokasi Penelitian SMK Negeri contoh terletak di Jalan Raya Pajajaran, Kota Bogor. Sekolah ini berdiri dan diresmikan pada tanggal 12 Juni 1980 dengan nama SMKK Negeri Bogor. Gedung sekolah SMK negeri remaja ini terdiri dari 3 lantai di atas tanah seluas 1 Ha, dan didukung oleh tenaga pengajar yang terdiri dari pengajar tetap dan tidak tetap dengan latar belakang pendidikan yang sesuai dan berpengalaman di bidangnya. Sebesar 95 persen pengajar berpendidikan S1 dan beberapa telah menyelesaikan S2 di berbagai perguruan tinggi. Visi dari SMK negeri contoh adalah menjadi Sekolah Berstandar Internasional Tahun Sedangkan misi yang diemban oleh sekolah ini diantaranya adalah : (1) menciptakan lembaga dalam susana belajar dan bekerja dengan menjunjung tinggi aspek moralitas, mengembangkan lembaga sebagai sekolah yang inovatif dan kreatif, mengembangkan SDM dengan jiwa entrepreneurship; (2) meningkatkan profesionalisme dalam pelayanan dan mengembangkan diri menjadi assesor dengan tetap mengedepankan aspek pendidikan; (3) menciptakan tamatan yang mandiri dan bertanggung jawab yang terus meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, ilmu pengetahuan dan keterampilan, dengan prinsip belajar sepanjang hayat serta mampu bersikap responsif dan adaptif terhadap perkembangan di tengah era global Bidang keahlian dan program keahlian yang ada di SMK negeri remaja meliputi Teknik Komputer Jaringan, Akademi Perhotelan, Jasa Boga, Patiseri, Tata Kecantikan Kulit, Tata Kecantikan Rambut, dan Tata Busana. Jumlah siswa kelas XII di SMK negeri adalah 482 orang dengan jumlah siswa laki-laki sebanyak 157 orang dan siswa perempuan 326 orang. SMK Swasta contoh terletak di Jalan Dr. Sumeru Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Sekolah ini berdiri pada tanggal 17 Januari 1990 dengan program keahlian sekertaris dan akutansi. Pada tahun 1999 SMK Swasta remaja ini memperoleh status akreditasi disamakan.

2 32 Visi dari SMK Swasta contoh adalah melalui norma, etis, santun, kondusif dan profesional berusaha meraih prestasi di bidang akademis dan moralitas dalam menghadapi era globalisasi dengan penguasaan IPTEK dan IMTAQ yang seimbang. Sedangkan misi yang diemban oleh SMK swasta diantaranya: (1) mengembangkan pendidikan dan latihan keterampilan yang menunjang bagi lulusan dalam menghadapi persaingan tenaga kerja; (2) mengembangkan etos kerja yang tinggi, terampil dan cekatan; (3) mengembangkan pendidikan keagamaan dan meningkatkan kepripbadian yang berbudi pekerti luhur; (4) mengembangkan SMK swasta menuju sekolah yang berstandar nasional dan internasional. Jumlah siswa kelas XII di SMK swasta adalah 611 orang dengan jumlah siswa laki-laki 199 orang dan siswa perempuan 412 orang. Karakteristik Remaja dan Keluarga Usia. Pada penelitian ini didapatkan rata-rata usia remaja laki-laki adalah 17,14 tahun dengan standar deviasi sebesar 0,49 tahun, dan remaja perempuan adalah 17,12 tahun dengan standar deviasi sebesar 0,48 tahun. Berdasarkan usianya, hampir tiga perempat remaja laki-laki (74,0%) dan lebih dari tiga perempat remaja perempuan (76,0%) berusia 17 tahun. Hasil uji beda t-test tidak menemukan adanya perbedaan nyata (p>0,1) usia diantara kedua golongan remaja (Tabel 3). Tabel 3 Sebaran remaja berdasarkan usia, jenis kelamin dan asal sekolah serta nilai rata-rata, standar deviasi dan koefisien uji beda Usia Laki-Laki Perempuan SMK Negeri SMK Swasta 16 Tahun 3 6,0 3 6,0 5 10,0 1 2,0 17 Tahun 37 74, , , ,0 18 Tahun 10 20,0 9 18,0 5 10, ,0 Total , , , ,0 Rata-rata±sd (tahun) 17,14±0,49 17,12±0,48 17,00±0,45 17,26±0,49 p-value t-test 0,838 0,007** Keterangan : ** = signifikan pada selang kepercayaan 95% Berdasarkan asal sekolahnya, sebagian besar remaja (80,0%) di SMK negeri dan hampir tiga perempat remaja (70,0%) di SMK swasta berusia 17 tahun.

3 33 Uji beda t-test menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05) usia remaja di kedua sekolah (Tabel 3). Rata-rata usia remaja di SMK negeri adalah 17,00 tahun dengan standar deviasi 0,45 tahun, sedangkan di SMK swasta rata-ratanya adalah 17,26 tahun dengan standar deviasi 0,49 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa usia remaja di SMK swasta lebih tinggi daripada di SMK negeri (Tabel 3). Jenis Kelamin. Jenis kelamin remaja baik laki-laki maupun perempuan berjumlah sama, yaitu 25 orang laki-laki dan 25 orang perempuan pada setiap sekolah, sehingga total remaja laki-laki adalah 50 orang dan remaja perempuan 50 orang. Hal ini dilakukan agar dapat dilakukan perbandingan hasil penelitian pada kedua jenis kelamin juga kedua sekolah. Urutan Lahir. Urutan lahir dalam penelitian ini dibagi atas anak tunggal, anak sulung, anak tengah dan anak bungsu. Menurut Santrock (2007) urutan lahir berhubungan dengan karakter kepribadian dan pencapaian dari seseorang. Penelitian ini mengidentifikasi bahwa lebih dari separuh remaja laki-laki (54,0%) merupakan anak sulung atau anak pertama, sedangkan dua perlima remaja perempuan (40,0%) merupakan anak tengah dalam keluarga. Berdasarkan asal sekolah, lebih dari dua perlima remaja (42,0%) di SMK negeri dan dua perlima (40,0%) remaja di SMK swasta merupakan anak sulung dalam keluarga (Tabel 4). Tabel 4 Sebaran remaja berdasarkan urutan lahir, jenis kelamin dan asal sekolah Urutan Lahir Laki-Laki Perempuan SMK Negeri SMK Swasta Tunggal 2 4,0 3 6,0 3 6,0 2 4,0 Sulung 27 54, , , ,0 Tengah 11 22, , , ,0 Bungsu 10 20, , , ,0 Total , , , ,0 Usia Orang Tua. Penelitian ini menemukan adanya dua remaja laki-laki dan dua remaja perempuan dengan ayah yang telah meninggal, serta dua remaja perempuan dengan ibu yang telah meninggal. Sementara menurut asal sekolah, terdapat satu remaja di SMK negeri dan tiga remaja di SMK swasta yang ayahnya telah meninggal, serta satu remaja di SMK negeri dan satu remaja di SMK swasta yang ibunya telah meninggal.

4 34 Menurut Papalia et al. (2009), usia ayah dan ibu dapat digolongkan menjadi dewasa awal (20-40 tahun), dewasa madya (41-65 tahun), dan dewasa lanjut ( 65 tahun). Berdasarkan golongan usia tersebut, tiga perempat remaja lakilaki (75,0%) dan sebagian besar remaja perempuan (81,2%) memiliki ayah yang usianya berada pada dewasa madya. Hasil uji beda t-test tidak menemukan adanya perbedaan nyata (p>0,1) diantara keduanya. Rata-rata usia ayah remaja laki-laki adalah 47,54 tahun dengan standar deviasi 8,04 tahun, sedangkan untuk remaja perempuan adalah 48,33 tahun dengan standar deviasi 7,95 tahun (Tabel 5). Berdasarkan asal sekolahnya, sebagian besar remaja (83,7%) di SMK negeri dan hampir tiga perempat remaja (72,3%) di SMK swasta memiliki ayah yang usianya berada pada kategori dewasa madya. Hasil uji beda t-test tidak menunjukkan adanya perbedaan nyata (p>0,1) usia ayah pada remaja di kedua sekolah (Tabel 5). Rata-rata usia ayah pada remaja di SMK negeri adalah 47,14 tahun dengan standar deviasi 10,12 tahun, sedangkan pada remaja di SMK swasta adalah 44,90 tahun dengan standar deviasi 14,07 tahun (Tabel 5). Tabel 5 Sebaran remaja berdasarkan usia ayah, jenis kelamin dan asal sekolah serta nilai rata-rata, standar deviasi dan koefisien uji beda SMK SMK Laki-Laki Perempuan Golongan usia (tahun) Negeri Swasta Dewasa Awal (20-40) 12 25,0 8 16,7 7 14, ,7 Dewasa Madya (41-65) 36 75, , , ,3 Dewasa Lanjut (>65) 0 0,0 1 2,1 1 2,0 0 0,0 Total , , , ,0 Rata-rata±sd (tahun) 47,54±8,04 48,33±7,95 47,14±10,12 44,90±14,07 p-value t-test 0,629 0,363 Sementara itu, lebih dari separuh remaja laki-laki (54,0%) dan lebih dari tiga perlima remaja perempuan (60,4%) memiliki ibu dengan usia yang berada pada dewasa madya. Hasil uji beda tidak menunjukkan adanya perbedaan nyata (p>0,1) diantara keduanya (Tabel 6). Rata-rata usia ibu remaja laki-laki adalah 43,26 tahun dengan standar deviasi 6,02 tahun, sedangkan untuk remaja perempuan adalah 43,92 tahun dengan standar deviasi 7,49 tahun. Berdasarkan asal sekolah, hampir tiga perlima remaja (59,2%) di SMK negeri dan lebih dari separuh remaja (55,1%) di SMK swasta memiliki ibu dengan usia yang berada

5 35 pada golongan dewasa madya. Hasil uji beda tidak menemukan adanya perbedaan nyata (p>0,1) antara remaja di kedua sekolah. Rata-rata usia ibu pada remaja di SMK negeri adalah 42,04 tahun dengan standar deviasi 7,85 tahun, sedangkan pada remaja di SMK swasta adalah 43,38 tahun dengan standar deviasi 10,18 tahun (Tabel 6). Tabel 6 Sebaran remaja berdasarkan usia ibu, jenis kelamin dan asal sekolah serta nilai rata-rata, standar deviasi dan koefisien uji beda SMK SMK Laki-Laki Perempuan Golongan usia (tahun) Negeri Swasta Dewasa Awal (20-40) 23 46, , , ,9 Dewasa Madya (41-65) 27 54, , , ,1 Dewasa Lanjut (>65) 0 0,0 1 2,1 0 0,0 1 2,0 Total , , , ,0 Rata-rata±sd (tahun) 43,26±6,02 43,92±7,49 42,04±7,85 43,38±10,18 p-value t-test 0,634 0,463 Pendidikan Orang Tua. Penelitian ini mengukur pendidikan berdasarkan pendidikan formal, yang meliputi sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), dan perguruan tinggi. Hasil menunjukkan bahwa lebih dari separuh remaja laki-laki (52,1%) dan separuh remaja perempuan (50,0%) memiliki ayah yang berpendidikan akhir SMA/sederajat. Berdasarkan asal sekolahnya, sebesar 61,2 persen remaja di SMK negeri dan 40,4 persen remaja di SMK swasta memiliki ayah dengan pendidikan akhir SMA/sederajat (Tabel 7). Tabel 7 Sebaran remaja berdasarkan pendidikan ayah, jenis kelamin dan asal sekolah SMK SMK Laki-Laki Perempuan Pendidikan Negeri Swasta Tidak sekolah 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Tidak tamat SD 3 6,3 0 0,0 0 0,0 3 6,4 SD/sederajat 8 16, ,2 5 10, ,2 SMP/sederajat 4 8,3 6 12,5 4 8,2 6 12,8 SMA/sederajat 25 52, , , ,4 D3/akademi 4 8,3 3 6,2 6 12,2 1 2,1 S1 4 8,3 0 0,0 4 8,2 0 0,0 S2 0 0,0 1 2,1 0 0,0 1 2,1 Total , , , ,0

6 36 Sementara untuk pendidikan ibu, dua perlima remaja laki-laki (40,0%) dan lebih dari tiga perlima remaja perempuan (35,4%) memiliki ibu yang menempuh pendidikan hingga jenjang pendidikan SMA. Berdasarkan asal sekolahnya, lebih dari separuh remaja (53,1%) memiliki ibu dengan pendidikan akhir tingkat SMA/sederajat, sedangkan di SMK swasta ditemukan hasil yang sama (30,6%) antara remaja yang memiliki ibu dengan pendidikan akhir SD/sederajat dan SMP/sederajat (Tabel 8). Tabel 8 Sebaran remaja berdasarkan pendidikan ibu, jenis kelamin dan asal sekolah SMK SMK Laki-Laki Perempuan Pendidikan Negeri Swasta Tidak sekolah 1 2,0 0 0,0 0 0,0 1 2,0 Tidak tamat SD 4 8,0 2 4,2 1 2,0 5 10,2 SD/sederajat 10 20, , , ,6 SMP/sederajat 10 20, ,9 6 12, ,6 SMA/sederajat 20 40, , , ,5 D3/akademi 3 6,0 1 2,1 4 8,2 0 0,0 S1 1 2,0 1 2,1 1 2,0 1 2,0 S2 1 2,0 1 2,1 1 2,0 1 2,0 Total , , , ,0 Pekerjaan Orang Tua. Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar remaja baik laki-laki (80,0%) maupun perempuan (85,4%) memiliki ibu seorang ibu rumah tangga. Begitupun dilihat dari asal sekolahnya, hampir tiga perempat remaja (73,5%) di SMK negeri dan hampir seluruh remaja (91,8%) di SMK swasta memiliki ibu seorang ibu rumah tangga (Tabel 9). Sementara itu, persentase terbesar dari pekerjaan ayah remaja laki-laki (31,2%) adalah sebagai pegawai swasta, sedangkan untuk remaja perempuan (35,4%) adalah sebagai wiraswasta. Hasil yang sama juga terlihat menurut asal sekolah remaja, dimana hampir dua perlima remaja (36,7%) di SMK negeri memiliki ayah yang bekerja sebagai pegawai swasta, dan lebih dari seperempat remaja (34,0%) di SMK swasta memiliki ayah yang bekerja sebagai wiraswasta (Tabel 9). Hal tersebut menunjukkan bahwa pada sebagian besar remaja, ayah masih merupakan pencari nafkah utama (breadwinner) dalam keluarga.

7 37 Tabel 9 Sebaran remaja berdasarkan pekerjaan orang tua, jenis kelamin dan asal sekolah Pekerjaan Laki-Laki Perempuan SMK Negeri SMK Swasta Ibu PNS 2 4,0 2 4,2 1 2,0 3 6,1 Pegawai swasta 2 4,0 0 0,0 2 4,1 0 0,0 Pedagang 2 4,0 1 2,1 3 6,1 0 0,0 Ibu rumah tangga 40 80, , , ,8 Guru/dosen 3 6,0 3 6,2 5 10,2 1 2,0 Buruh 0 0,0 1 2,1 1 2,0 0 0,0 Lainnya 1 2,0 0 0,0 1 2,0 0 0,0 Total , , , ,0 Ayah PNS 6 12,5 3 6,2 7 14,3 2 4,3 BUMN 1 2,1 0 0,0 1 2,0 0 0,0 Pegawai swasta 15 31, , , ,5 Pedagang 2 4,2 2 4,2 2 4,1 2 4,3 Wiraswasta 12 25, , , ,0 Tidak bekerja 0 0,0 2 4,2 2 4,1 0 0,0 Buruh 9 18,7 8 16,7 2 4, ,9 TNI/POLRI 1 2,1 1 2,1 2 4,1 0 0,0 Guru/dosen 1 2,1 0 0,0 1 2,0 0 0,0 Lainnya 1 2,1 0 0,0 1 2,0 0 0,0 Total , , , ,0 Pendapatan Keluarga. Pada penelitian ini, persentase terbesar pendapatan keluarga remaja laki-laki (40,0%) adalah dibawah atau sama dengan Rp ,00 per bulan, sedangkan pada remaja perempuan, hampir dua perlimanya (38,0%) memiliki pendapatan keluarga yang berada pada selang Rp ,00 Rp ,00 per bulan. Uji beda t-test tidak menunjukkan adanya perbedaan nyata (p>0,1) pendapatan keluarga antara remaja laki-laki dan perempuan (Tabel 10). Sementara berdasarkan asal sekolahnya, terlihat bahwa pendapatan keluarga remaja di SMK negeri lebih tinggi dan bervariasi daripada SMK swasta. Hampir separuh remaja di SMK negeri (46,0%) memiliki pendapatan keluarga yang berada pada selang Rp ,00 Rp ,00. Sementara pada SMK Swasta, tiga perlima dari remaja (60,0%) memiliki pendapatan keluarga dibawah atau sama dengan Rp ,00 (Tabel 10). Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan yang sangat nyata (p<0,01) pada pendapatan keluarga remaja diantara kedua sekolah.

8 38 Tabel 10 Sebaran remaja berdasarkan pendapatan keluarga, jenis kelamin dan asal sekolah, nilai rata-rata dan koefisien uji beda Pendapatan Laki-Laki Perempuan SMK Negeri SMK Swasta perbulan (Rp) , ,0 6 12, , , , , , , , ,0 2 4, ,0 3 6,0 4 8,0 0 0, ,0 1 2,0 1 2,0 0 0,0 Total , , , ,0 Rata-rata (Rp) p-value t-test 0,393 0,000*** Keterangan : *** = signifikan pada selang kepercayaan 99% Besar Keluarga. Menurut BKKBN, keluarga dikategorikan menjadi keluarga kecil (jumlah anggota keluarga 4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar ( 8 orang). Berdasarkan besar keluarganya, separuh remaja laki-laki (50,0%) dan hampir tiga perlima remaja perempuan (58,0%) berasal dari keluarga berukuran sedang. Hasil uji beda t-test menunjukkan terdapat perbedaan nyata (p<0,1) diantara keduanya, dimana remaja perempuan berasal dari keluarga yang jumlah anggotanya lebih banyak daripada remaja laki-laki. Rata-rata besar keluarga pada remaja laki-laki adalah 4,86 orang dengan standar deviasi 1,14 orang, sedangkan rata-rata besar keluarga pada remaja perempuan adalah 5,34 orang dengan standar deviasi 1,57 orang (Tabel 11). Tabel 11 Sebaran remaja berdasarkan besar keluarga, jenis kelamin dan asal sekolah serta nilai rata-rata, standar deviasi dan koefisien uji beda SMK SMK Laki-Laki Perempuan Besar Keluarga Negeri Swasta Kecil ( 4 orang) 22 44, , , ,0 Sedang (5-7 orang) 25 50, , , ,0 Besar ( 8 orang) 3 6,0 6 12,0 3 6,0 5 10,0 Total , , , ,0 Rata-rata±sd (orang) 4,86±1,14 5,34±1,57 4,90±1,27 5,30±1,49 p-value t-test 0,084* 0,151 Keterangan : * = signifikan pada selang kepercayaan 90% Berdasarkan asal sekolahnya, hampir tiga perlima remaja (56,0%) di SMK negeri dan lebih dari separuh remaja (54,0%) di SMK swasta juga berasal dari

9 39 keluarga berukuran sedang. Hasil uji beda t-test tidak menunjukkan adanya perbedaan nyata (p>0,1) antara remaja di kedua sekolah. Rata-rata besar keluarga remaja di SMK negeri adalah 4,90 orang dengan standar deviasi 1,27 orang, sedangkan di SMK swasta adalah 5,30 orang dengan standar deviasi 1,49 orang. Karakteristik Peer group Teman dekat. Menurut Hurlock (1980) remaja biasanya memiliki dua hingga tiga teman dekat, teman dekat ini akan saling mempengaruhi satu sama lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir tiga perlima remaja laki-laki (58,0%) dan lebih dari separuh remaja perempuan (54,0%) memiliki teman dekat lebih dari enam orang. Hasil yang sama juga terlihat menurut asal sekolah remaja, dimana tiga perlima remaja (60,0%) di SMK negeri dan lebih dari separuh remaja (52,0%) di SMK swasta memiliki teman dekat lebih dari enam orang dan tidak ada satu pun remaja yang tidak memiliki teman dekat (Tabel 12). Tabel 12 Sebaran remaja berdasarkan jumlah teman dekat, jenis kelamin dan asal sekolah Jumlah teman Laki-Laki Perempuan SMK Negeri SMK Swasta dekat 0 orang 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 1-3 orang 11 22, ,0 9 18, ,0 4-6 orang 10 20, , , ,0 >6 orang 29 58, , , ,0 Total , , , ,0 Keragaman Usia. Hurlock (1980) mengungkapkan bahwa pertemanan dengan orang yang usianya lebih tua atau lebih muda akan berbeda dengan pertemanan yang hanya terdiri dari orang-orang yang usianya sama. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 30,0 persen remaja laki-laki dan 34,0 persen remaja perempuan yang menyatakan bahwa semua anggota peer group-nya berusia sama. Sementara itu, lebih dari tiga perlima remaja (62,0%) baik laki-laki maupun perempuan menyatakan memiliki anggota peer group yang berusia lebih muda, dan sisanya 40,0 persen remaja laki-laki dan 48,0 persen remaja perempuan menyatakan memiliki anggota peer group yang berusia lebih tua (Tabel 13). Berdasarkan asal sekolahnya, sebesar 32,0 persen remaja di SMK negeri dan SMK swasta menyatakan anggota kelompok mereka hanya terdiri dari usia

10 40 yang sama, sementara 62,0 persen remaja SMK negeri dan SMK swasta menyatakan memiliki anggota yang usianya lebih muda. Selain itu, 48,0 persen remaja di SMK negeri dan 64,0 persen remaja di SMK swasta menyatakan memiliki anggota yang usianya lebih tua (Tabel 13). Tabel 13 Sebaran remaja menurut keragaman usia anggota peer group, jenis kelamin dan asal sekolah Keragaman Laki-Laki Perempuan SMK Negeri SMK Swasta Usia Usia sama 15 30, , , ,0 Lebih muda 31 62, , , ,0 Lebih tua 20 40, , , ,0 Keragaman Jenis Kelamin. Hasil penelitian ini menunjukkan lebih dari separuh remaja laki-laki (54,0%) menyatakan memiliki anggota peer group dari jenis kelamin yang berbeda, sedangkan lebih dari tiga perlima remaja perempuan (62,0%) menyatakan anggota peer group-nya hanya terdiri dari jenis kelamin yang sama (Tabel 14). Hal ini menunjukkan bahwa remaja laki-laki lebih terbuka terhadap penerimaan lawan jenis sebagai bagian dalam kelompoknya dibandingkan remaja perempuan. Sementara berdasarkan asal sekolahnya, hampir tiga perlima remaja (58,0%) di SMK negeri menyatakan anggota kelompok mereka hanya terdiri dari jenis kelamin yang sama, dan pada SMK swasta ditemukan hasil yang sama (50,0%) antara remaja yang menyatakan anggota kelompoknya hanya terdiri dari jenis kelamin yang sama dan remaja yang menyatakan anggota kelompoknya terdiri dari jenis kelamin yang berbeda (Tabel 14). Tabel 14 Sebaran remaja berdasarkan keragaman jenis kelamin anggota peer group, jenis kelamin dan asal sekolah Keragaman Laki-Laki Perempuan SMK Negeri SMK Swasta Jenis Kelamin Jenis kelamin sama 23 46, , , ,0 Jenis kelamin tidak sama 27 54, , , ,0 Total , , , ,0

11 41 Asal Lingkungan Peer Group. Asal lingkungan peer group dalam penelitian ini dibagi menjadi lingkungan satu kelas, satu sekolah, satu lingkungan rumah dan satu aktivitas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase terbesar lingkungan pertemanan remaja adalah kombinasi dari berbagai lingkungan yang ada. Lebih dari seperempat remaja laki-laki (26,0%) menyatakan memiliki teman pada semua jenis lingkungan, sedangkan lebih dari dua perlima remaja perempuan (42,0%) menyatakan memiliki teman pada kombinasi dua lingkungan saja (Tabel 15). Pada tabel terlihat bahwa sebaran remaja laki-laki cenderung mengelompok di lingkungan yang beragam, sedangkan remaja perempuan cenderung mengelompok di lingkungan yang terbatas. Hal tersebut menunjukkan bahwa lingkungan pertemanan remaja laki-laki lebih beragam daripada remaja perempuan. Berdasarkan asal sekolahnya, dua perlima remaja (40,0%) di SMK negeri memiliki teman dari dua kombinasi lingkungan pertemanan dan pada SMK swasta ditemukan hasil yang sama (26,0%) antara remaja yang memiliki teman pada kombinasi dua lingkungan dan tiga lingkungan pertemanan (Tabel 15). Tabel 15 Sebaran remaja berdasarkan asal lingkungan peer group, jenis kelamin dan asal sekolah Jenis lingkungan Laki-Laki Perempuan SMK Negeri SMK Swasta Satu kelas 1 2,0 9 18,0 4 8,0 6 12,0 Satu sekolah 3 6,0 5 10,0 3 6,0 5 10,0 Satu lingkungan rumah 7 14,0 1 2,0 3 6,0 5 10,0 Satu aktivitas 5 10,0 3 6,0 5 10,0 3 6,0 Kombinasi 2 lingkungan 12 24, , , ,0 Kombinasi 3 lingkungan 9 18, ,0 7 14, ,0 Kombinasi 4 lingkungan 13 26,0 0 0,0 8 16,0 5 10,0 Total , , , ,0 Lama Pertemanan. Hampir separuh remaja laki-laki (48,0%) dan hampir tiga perempat (70,0%) remaja perempuan menyatakan bahwa mereka mengenal anggota peer group-nya selama lebih dari 24 bulan. Sementara itu tidak ada satupun remaja yang menyatakan mengenal anggota peer group-nya kurang dari

12 42 enam bulan (Tabel 16). Hal ini menunjukkan bahwa remaja telah cukup lama mengenal anggota peer group-nya, dan juga terlihat bahwa remaja laki-laki lebih terbuka dalam pertemanan baru dibandingkan remaja perempuan, terbukti dengan lama pertemanan pada remaja laki-laki yang lebih beragam. Hasil yang sama juga ditemukan menurut asal sekolahnya, dimana hampir tiga perlima remaja (58,0%) di SMK negeri dan tiga perlima remaja (60,0%) di SMK swasta telah mengenal anggota peer group-nya lebih dari 24 bulan. Tabel 16 Sebaran remaja berdasarkan lama pertemanan dengan peer group, jenis kelamin dan asal sekolah Lama pertemanan Laki-Laki Perempuan SMK Negeri SMK Swasta < 6 Bulan 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0, bulan 4 8,0 3 6,0 4 8,0 3 6, bulan 13 26,0 9 18,0 8 16, ,0 > 24 bulan 24 48, , , ,0 Kombinasi 9 18,0 3 6,0 9 18,0 3 6,0 Total , , , ,0 Pemimpin Peer Group. Hampir tiga perempat remaja laki-laki (74,0%) dan sebagian besar remaja perempuan (84,0%) menyatakan tidak ada pemimpin dalam peer group mereka. Namun, apabila ada pemimpin dalam peer group mereka, remaja laki-laki lebih banyak yang menyatakan bahwa pemimpin itu adalah orang yang lebih tua diantara mereka. Sementara remaja perempuan menyatakan jika bukan orang yang lebih tua maka ia sendiri yang menjadi pemimpin dalam peer group. Tabel 17 Sebaran remaja berdasarkan pemimpin dalam peer group, jenis kelamin dan asal sekolah Pemimpin Laki-Laki Perempuan SMK Negeri SMK Swasta Tidak ada 37 74, , , ,0 Remaja contoh 1 2,0 3 6,0 3 6,0 1 2,0 Salah satu anggota kelompok 4 8,0 2 4,0 0 0,0 6 12,0 Orang yang lebih tua 8 16,0 3 6,0 3 6,0 7 14,0 Total , , , ,0

13 43 Berdasarkan asal sekolahnya, sebagian besar remaja (88,0%) di SMK negeri dan hampir tiga perempat remaja (72,0%) di SMK swasta menyatakan tidak ada pemimpin dalam peer group mereka. Namun jikapun ada pemimpin, sebesar 14,0 persen remaja di SMK swasta menyatakan bahwa pemimpin tersebut adalah orang yang lebih tua, sedangkan 6,0 persen remaja di SMK negeri menyatakan pemimpin itu adalah dirinya sendiri atau orang yang lebih tua diantara mereka. Atribut Penciri. Suatu kelompok biasanya memiliki atribut yang sama untuk mencirikan kelompok mereka sehingga memiliki rasa keterikatan dengan kelompoknya. Penelitian ini mengidentifikasi bahwa lebih dari separuh remaja laki-laki (52,0%) dan lebih dari dua perlima remaja perempuan (44,0%) menyatakan tidak ada atribut khusus yang mencirikan peer group mereka. Namun jika ada, sebesar 20,0 persen remaja perempuan dan 10,0 persen remaja laki-laki memiliki atribut berupa pakaian, topi, tas, atau sepatu yang sama. Hasil yang sama juga terlihat berdasarkan asal sekolahnya, sebagian besar remaja (80,0%) di SMK negeri dan lebih dari tiga perlima remaja (78,0%) di SMK swasta menyatakan tidak ada atribut khusus dalam peer group mereka. Jika pun ada, sebesar 10,0 persen remaja di SMK negeri dan 20,0 persen remaja di SMK swasta menyatakan atribut itu berupa pakaian, topi, tas atau sepatu yang seragam. Tabel 18 Sebaran remaja menurut atribut penciri peer group, jenis kelamin dan asal sekolah SMK SMK Laki-Laki Perempuan Jenis Atribut Negeri Swasta Tidak ada 26 52, , , ,0 Pakaian/topi/tas/sepatu yang seragam 5 10, ,0 5 10, ,0 Bahasa kelompok 2 4,0 3 6,0 3 6,0 3 6,0 Model rambut 3 6,0 3 6,0 2 4,0 4 8,0 Lainnya 2 4,0 0 0,0 2 4,0 0 0,0 Kegiatan Peer Group. Sebesar 44,0 persen remaja laki-laki mengungkapkan kegiatan yang mereka lakukan bersama peer group-nya adalah olahraga dan sekedar berkumpul saja. Sementara itu, sebesar 50,0 persen remaja perempuan menyatakan bentuk kegiatan yang mereka lakukan dengan peer group-

14 44 nya adalah sekedar berkumpul untuk mengobrol. Selain itu, hasil juga menunjukkan bahwa remaja perempuan tidak ada yang terlibat dalam kegiatan OSIS/MPK, dan dari sebaran remaja terlihat bahwa variasi kegiatan remaja lakilaki lebih banyak daripada remaja perempuan. Sementara berdasarkan asal sekolah, sebesar 44,0 persen remaja di SMK negeri dan 50,0 persen remaja di SMK swasta menyatakan bahwa kegiatan yang mereka lakukan bersama peer group mereka adalah sekedar berkumpul saja untuk mengobrol. Tabel 19 Sebaran remaja berdasarkan kegiatan peer group, jenis kelamin dan asal sekolah Jenis kegiatan Laki-Laki Perempuan SMK Negeri SMK Swasta Ekstrakurikuler 4 8,0 8 16,0 5 10,0 7 14,0 Olahraga 22 44,0 5 10, , ,0 Seni 7 14,0 6 12, ,0 3 6,0 OSIS/MPK 3 6,0 0 0,0 1 2,0 2 4,0 Karang taruna/remaja masjid 4 8,0 3 6,0 5 10,0 2 4,0 Bimbingan belajar/study club 2 4,0 6 12,0 3 6,0 5 10,0 Kumpul-kumpul saja 22 44, , , ,0 Frekuensi Pertemuan. Berdasarkan hasil penelitian, persentase terbesar dari frekuensi pertemuan remaja laki-laki (38,0%) berkisar antara 3-4 hari dalam seminggu, sedangkan lebih dari dua perlima remaja perempuan (44,0%) menyatakan bahwa pertemuan dengan peer group-nya berkisar antara 5-7 hari dalam seminggu. Hasil uji beda menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0,05) frekuensi pertemuan antara remaja laki-laki dan perempuan, dimana remaja perempuan lebih sering bertemu dengan peer group-nya dibandingkan dengan remaja laki-laki (Tabel 20). Sementara berdasarkan asal sekolahnya, persentase terbesar dari frekuensi pertemuan remaja pada SMK negeri (38,0%) dan remaja di SMK swasta (42,0%) adalah setiap hari. Hasil uji beda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) diantara remaja pada kedua sekolah, dimana frekuensi pertemuan remaja di SMK swasta dengan peer group-nya lebih sering daripada remaja di SMK negeri (Tabel 20).

15 45 Tabel 20 Sebaran remaja berdasarkan frekuensi pertemuan dengan peer group, jenis kelamin dan asal sekolah serta nilai rata-rata, standar deviasi dan koefisien uji beda Frekuensi Laki-Laki Perempuan SMK Negeri SMK Swasta pertemuan 1-2 hari seminggu 7 14,0 4 8,0 7 14,0 4 8,0 3-4 hari seminggu 19 38,0 2 4, ,0 7 14,0 5-6 hari seminggu 6 12, , , ,0 Setiap hari 18 36, , , ,0 Total , , , ,0 Rata-rata±sd (hari) 4,70±2,09 5,84±1,50 4,86±2,05 5,68±1,66 p-value t-test 0.002** 0,030** Keterangan : ** = signifikan pada selang kepercayaan 95% Lama Berkumpul. Penelitian ini memisahkan lamanya berkumpul antara siang hari dan malam hari. Batas pertemuan di siang hari adalah antara jam WIB hingga WIB, sedangkan malam hari dimulai pukul WIB. Pada siang hari lebih dari separuh remaja laki-laki (54,0%) berkumpul dengan peer group-nya antara 1-4 jam, sedangkan 36,0 persen remaja perempuan berkumpul antara 7,1-10 jam. Uji beda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p<0,01) lama berkumpul di siang hari remaja laki-laki dan perempuan, dimana remaja perempuan menghabiskan waktu berkumpul lebih lama dibandingkan remaja laki-laki. Berdasarkan asal sekolah, sebesar 46,0 persen remaja di SMK negeri dan 38,0 remaja di SMK swasta berkumpul dengan peer group-nya di siang hari antara 1-4 jam. Hasil uji beda menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0,05) antara remaja pada kedua sekolah, dimana remaja di SMK negeri lebih lama berkumpul di siang hari daripada remaja di SMK swasta (Tabel 21). Tabel 21 Sebaran remaja berdasarkan lama berkumpul dengan peer group pada siang hari, jenis kelamin dan asal sekolah serta nilai rata-rata, standar deviasi dan koefisien uji beda Lama Berkumpul Laki-Laki Perempuan SMK Negeri SMK Swasta 0 jam/hari 13 26,0 2 4,0 4 8, ,0 1-4 jam/hari 27 54, , , ,0 4,1-7 jam/hari 7 14, ,0 5 10, ,0 7,1-10 jam/hari 3 6, , ,0 4 8,0 Total , , , ,0 Rata-rata±sd (jam) 2,80±2,54 5,84±3,18 4,98±3,51 3,66±2,85 p-value t-test 0,000*** 0,042** Keterangan : ** = signifikan pada selang kepercayaan 95% *** = signifikan pada selang kepercayaan 99%

16 46 Pada malam hari, sebesar 44,0 persen remaja laki-laki dan 76,0 persen remaja perempuan menyatakan tidak berkumpul dengan peer group-nya. Namun, dapat terlihat bahwa lama berkumpul remaja laki-laki pada malam hari tersebar di setiap kategori, sedangkan remaja perempuan menyatakan tidak ada yang berkumpul dengan peer group-nya lebih dari 3,5 jam pada malam hari. Hasil uji beda t-test menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p<0,01) diantara keduanya, dimana pada malam hari remaja laki-laki menghabiskan waktu berkumpul lebih lama dibandingkan remaja perempuan. Berdasarkan asal sekolahnya, sebesar 68,0 persen remaja di SMK negeri dan 52,0 persen remaja di SMK swasta menyatakan tidak berkumpul dengan peer group-nya di malam hari. Namun, terlihat juga bahwa remaja di SMK swasta menghabiskan waktu yang lebih lama saat berkumpul dengan peer group-nya di malam hari daripada remaja di SMK negeri. Hanya saja penelitian ini tidak memisahkan waktu berkumpul antara weekdays dan weekend sehingga lama remaja berkumpul dengan peer group yang lebih dari 7 jam dimungkinkan terjadi pada di hari libur atau weekend. Tabel 22 Sebaran remaja berdasarkan lama berkumpul dengan peer group pada malam hari, jenis kelamin dan asal sekolah serta nilai rata-rata, standar deviasi dan koefisien uji beda Lama Berkumpul Laki-Laki Perempuan SMK Negeri SMK Swasta , , , ,0 1-3,5 jam/hari 18 36, , , ,0 3,6-6 jam/hari 8 16,0 0 0,0 2 4,0 6 12,0 6,1-8 jam/hari 2 4,0 0 0,0 0 0,0 2 4,0 Total , , , ,0 Rata-rata±sd (jam) 1,93±2,09 0,46±0,95 0,72±1,21 1,67±2,10 p-value t-test 0,000*** 0,007** Keterangan : ** = signifikan pada selang kepercayaan 95% *** = signifikan pada selang kepercayaan 99% Keterikatan dengan Peer Group Keterikatan adalah derajat ketertarikan yang dirasa oleh individu terhadap suatu kelompok (Baron & Byrne 2005). Keterikatan remaja dengan peer group dapat menunjukkan besarnya pengaruh peer group pada remaja. Pada penelitian ini keterikatan dikategorikan menjadi rendah (skor persen <33,33%), sedang (skor persen 33,33%-66,67%) dan tinggi (skor persen >66,67%).

17 47 Berdasarkan kategori keterikatan, lebih dari separuh remaja laki-laki (56,0%) berada pada kategori sedang, sedangkan hampir tiga perlima remaja perempuan (58,0%) berada pada kategori rendah. Hasil uji beda t-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,1) antara remaja laki-laki dan perempuan dalam keterikatan dengan peer group dimana rata-rata skor persen keterikatan remaja laki-laki adalah 31,75 persen dengan standar deviasi 13,43 persen, sedangkan remaja perempuan adalah 30,13 persen dengan standar deviasi 14,50 persen (Tabel 23). Berdasarkan asal sekolahnya, separuh remaja di SMK negeri (58,0%) berada pada kategori rendah dan lebih dari separuh remaja di SMK swasta (54%) berada pada kategori keterikatan sedang. Hasil uji beda t-test menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0,05) antara keterikatan di SMK negeri dan SMK swasta. Rata-rata skor persen keterikatan di SMK negeri adalah 27,71 persen dengan standar deviasi 13,81 persen, sedangkan di SMK Swasta adalah 34,17 persen dengan standar deviasi 13,42 persen. Artinya, keterikatan remaja di SMK swasta lebih tinggi daripada remaja di SMK negeri (Tabel 23). Tabel 23 Sebaran remaja berdasarkan kategori keterikatan dengan peer group, jenis kelamin dan asal sekolah serta nilai rata-rata, standar deviasi dan koefisien uji beda Kategori keterikatan Laki-Laki Perempuan SMK Negeri SMK Swasta Tinggi 0 0,0 1 2,0 0 0,0 1 0,0 Sedang 28 56, , , ,0 Rendah 22 44, , , ,0 Total , , , ,0 Rata-rata±sd (skor 31,75±13,43 30,13±14,50 27,71±13,81 34,17±13,42 persen) p-value t-test 0,562 0,020** Keterangan : ** = signifikan pada selang kepercayaan 95% Keterikatan remaja dengan peer group-nya terlihat dari 57,0 persen remaja yang menyatakan selalu siap sedia setiap diajak pergi oleh teman-temannya, juga 68,0 persen remaja menyatakan akan marah jika ada yang menjelekkan kelompoknya, dan 49,0 persen remaja lebih suka menceritakan masalahnya kepada teman daripada keluarga (Gambar 4).

18 48 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% Laki-laki Perempuan SMK Negeri SMK Swasta 33% 32% 27% 28% 24% 24% 24% 20% Selalu siap diajak pergi Lebih baik menceritakan masalah kepada teman daripada keluarga 38% 36% 30% 32% Marah jika ada yang menjelekkan kelompok Gambar 4 Sebaran remaja berdasarkan jawaban keterikatan dengan peer group Karakter Hormat Santun. Pada penelitian ini, karakter hormat dan santun dikategorikan menjadi tinggi (skor persen >80%), sedang (skor persen 60%-80%), dan rendah (<60%). Berdasarkan kategori tersebut, lebih dari tiga perlima remaja laki-laki (64,0%) berada pada kategori rendah, sedangkan lebih dari tiga perlima remaja perempuan (62,0%) berada pada kategori sedang. Hasil uji beda t-test menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) pada hormat santun antara remaja laki-laki dan perempuan. Rata-rata skor persen hormat dan santun remaja perempuan adalah 63,17 persen dengan standar deviasi 9,08 persen dan remaja laki-laki adalah 57,39 persen dengan standar deviasi 9,37 persen, yang artinya remaja perempuan memiliki sikap hormat dan santun yang lebih baik daripada remaja laki-laki (Tabel 24). Tabel 24 Sebaran remaja menurut kategori karakter hormat santun, jenis kelamin dan asal sekolah serta nilai rata-rata, standar deviasi dan koefisien uji beda Kategori karakter Laki-Laki Perempuan SMK Negeri SMK Swasta Tinggi 1 2,0 2 4,0 2 4,0 1 2,0 Sedang 17 34, , , ,0 Rendah 32 64, , , ,0 Total , , , ,0 Rata-rata±sd (skor persen) 57,39±9,37 63,17±9,08 60,56±10,75 60,00±8,46 p-value t-test 0,002** 0,774 Keterangan : ** = signifikan pada selang kepercayaan 95%

19 49 Berdasarkan asal sekolahnya, separuh dari remaja di SMK negeri (50,0%) berada pada kategori sedang, sementara lebih dari separuh remaja di SMK swasta (52,0%) berada pada kategori rendah dan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,1) diantara kedua sekolah tersebut (Tabel 24), dimana rata-rata skor remaja di SMK negeri adalah 60,56 persen dengan standar deviasi 10,75 persen dan remaja di SMK swasta adalah 60,00 persen dengan standar deviasi 8,46 persen (Tabel 24). Berdasarkan tiga dari 12 pernyataan hormat santun, 55 persen remaja menyatakan mereka akan menegur tegas teman yang memanggil mereka dengan julukan yang tidak disukainya meskipun itu hanya bercanda. Sementara itu, 76 persen remaja menyatakan tidak pernah bicara dengan nada yang tinggi pada orang yang lebih tua, dan 77 persen remaja menyatakan selalu patuh pada aturan jam pulang malam yang telah disepakati bersama orangtua (Gambar 5). Laki-laki Perempuan SMK Negeri SMK Swasta 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 33% 31% 22% 24% Menegur tegas teman yang memanggil dengan nama julukan meskipun hanya bercanda 49% 43% 41% 33% 35% 39% 38% 28% Tidak pernah bicara dengan nada tinggi pada orang yang lebih tua Selalu patuh pada aturan jam pulang malam yang disepakati bersama orangtua Gambar 5 Sebaran remaja berdasarkan jawaban pernyataan hormat santun Empati. Pada penelitian ini, hasil pengukuran empati dikategorikan menjadi tinggi (>80%), sedang (60%-80%), dan rendah (<60%). Berdasarkan kategori, hampir tiga perempat remaja laki-laki (72%) dan hampir tiga perlima remaja perempuan (58%) berada pada kategori rendah. Hasil uji beda t-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata (p>0,1) kemampuan empati antara remaja laki-laki dan perempuan, dimana rata-rata skor empati remaja laki-laki adalah 56,58 persen dengan standar deviasi 11,52 persen dan remaja perempuan adalah 58,91 persen dengan standar deviasi 7,89 persen (Tabel 25). Berdasarkan asal sekolahnya, lebih dari tiga perlima remaja di SMK negeri (62,0%) dan remaja di SMK swasta (68,0%) berada pada kategori rendah.

20 50 Uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,1) pada karakter empati diantara kedua sekolah tersebut, dimana rata-rata skor remaja di SMK negeri adalah 58,08 persen dengan standar deviasi 11,62 persen dan remaja di SMK swasta adalah 57,41 persen dengan standar deviasi 7,91 persen (Tabel 25). Tabel 25 Sebaran remaja berdasarkan kategori karakter empati, jenis kelamin dan asal sekolah serta nilai rata-rata, standar deviasi dan koefisien uji beda Kategori karakter Laki-Laki Perempuan SMK Negeri SMK Swasta Tinggi 1 2,0 0 0,0 1 2,0 0 0,0 Sedang 13 26, , , ,0 Rendah 36 72, , , ,0 Total , , , ,0 Rata-rata±sd (skor persen) 56,58±11,52 58,91±7,89 58,08±11,62 57,41±7,91 p-value t-test 0,240 0,738 Berdasarkan tiga dari delapan pernyataan tentang empati, sebesar 94 persen remaja menyatakan akan berusaha membantu korban bencana alam dengan menyumbangkan uang dan barang yang dimiliki. Sementara itu, 87 persen remaja menyatakan akan memberikan uang minimal seribu pada anak kecil pemintaminta, dan 73 persen remaja menyatakan membantu teman yang kesulitan membayar SPP agar tidak sampai putus sekolah (Gambar 6). Laki-laki Perempuan SMK Negeri SMK Swasta 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 46% 48% 46% 48% 48% 46% 39% 41% Berusaha membantu korban bencana alam dengan menyumbangkan uang dan barang yang dimiliki Memberikan uang minimal seribu pada anak kecil peminta-minta 41% 37% 32% 36% Membantu teman yang kesulitan membayar SPP agar tidak putus sekolah Gambar 6 Sebaran remaja berdasarkan jawaban pernyataan empati Penelitian ini meminta remaja untuk menyebutkan perilaku kebaikan yang pernah dilakukannya. Hasil menunjukkan bahwa persentase terbesar dari jawaban remaja tentang perilaku kebaikan yang pernah mereka lakukan adalah membantu teman, terdapat 48,0 persen remaja laki-laki dan 50,0 persen remaja perempuan

21 51 yang menyatakannya. Perilaku seperti menaati peraturan dan patuh pada orang tua adalah jenis perilaku yang tidak dilakukan oleh remaja laki-laki. Sedangkan melerai pertikaian dan jujur adalah jenis perilaku yang tidak dilakukan oleh remaja perempuan (Tabel 26). Sementara berdasarkan asal sekolahnya, lebih dari separuh remaja (52,0%) di SMK Negeri dan hampir separuh remaja (46,0%) di SMK Swasta menyatakan perilaku baik yang sering dilakukan adalah membantu teman. Pada remaja di SMK Swasta, perilaku seperti melerai pertikaian, jujur, dan menaati peraturan adalah remaja perilaku yang tidak dilakukan atau tidak menjadi perilaku baik yang dipentingkan oleh remaja (Tabel 26). Tabel 26 Sebaran remaja berdasarkan perilaku kebaikan yang pernah di lakukan, jenis kelamin dan asal sekolah Jenis Perilaku Baik Laki-Laki Perempuan SMK Negeri SMK Swasta Membantu orang lain 22 44, , , ,0 Beribadah/beramal 6 12,0 4 8,0 6 12,0 4 8,0 Membantu orang tua 6 12, ,0 7 14,0 9 18,0 Melerai pertikaian 1 2,0 0 0,0 1 2,0 0 0,0 Bersikap hormat dan sopan 3 6,0 8 16,0 4 8,0 7 14,0 Jujur 1 2,0 0 0,0 1 2,0 0 0,0 Menaati peraturan 0 0,0 2 4,0 2 4,0 0 0,0 Mengingatkan pada hal baik 3 6,0 7 14,0 6 12,0 4 8,0 Patuh pada orang tua 0 0,0 4 8,0 2 4,0 2 4,0 Perilaku Bullying Peran Pelaku. Kategori peran pelaku bullying dibagi menjadi bully (pelaku utama), assisting the bully (pembantu pelaku utama) dan reinforcing the bully (penyetuju). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari tiga perlima remaja laki-laki (66,0%) dan sebagian besar remaja perempuan (86,0%) adalah seorang bully. Sementara 22,0 persen remaja laki-laki dan 8,0 persen perempuan merupakan pelaku assisting the bully. Selain itu, didapatkan pula 12,0 persen remaja laki-laki dan 6,0 persen remaja perempuan yang merupakan pelaku reinforcing the bully. Hasil uji beda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p<0,05) antara remaja laki-laki dan perempuan dalam peran pelaku bullying yang mereka lakukan. Berdasarkan asal sekolahnya, sebagian besar remaja di SMK negeri (80,0%) dan 72,0 persen remaja di SMK swasta adalah seorang bully.

22 52 Sementara 10,0 persen remaja di SMK negeri dan 20,0 persen remaja di SMK swasta merupakan pelaku assisting the bully. Selain itu, ditemukan pula 10,0 persen remaja di SMK negeri dan 8,0 persen remaja di SMK swasta yang merupakan pelaku reinforcing the bully. Hasil uji beda tidak menunjukkan adanya perbedaan (p>0,1) peran pelaku bullying remaja pada kedua sekolah (Tabel 27). Tabel 27 Sebaran remaja berdasarkan peran pelaku bullying, jenis kelamin dan asal sekolah Peran pelaku Laki-Laki Perempuan SMK Negeri SMK Swasta bullying Bully 33 66, , , ,0 Assisting the bully 11 22,0 4 8,0 5 10, ,0 Reinforcing the bully 6 12,0 3 6,0 5 10,0 4 8,0 Total , , , ,0 p-value t-test 0,040** 0,640 Keterangan: ** = signifikan pada selang kepercayaan 95% Berdasarkan tiga dari 18 pernyataan perilaku bullying, peran pelaku bully pada remaja dapat dilihat dari 89,0 persen remaja yang mengaku memberikan julukan kasar pada temannya, dan 55,0 persen remaja mengaku menatap sinis siswa tertentu saat bertemu, serta 85,0 persen remaja mengaku membuat gossip tentang siswa tertentu (Gambar 7). 50% 40% 30% 20% 10% 0% 44% Laki-laki Perempuan SMK Negeri SMK Swasta 45% 47% 42% 41% 33% 29% 26% 22% 44% 42% 43% Memberi julukan kasar Menatap sinis siswa tertentu Membuat gosip tentang siswa tertentu Gambar 7 Sebaran remaja berdasarkan jawaban pernyataan peran pelaku bully Bentuk Bullying. Kategori bentuk bullying dibagi menjadi bullying fisik, bullying verbal, dan bullying nonverbal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persen terbesar bentuk bullying yang dilakukan remaja laki-laki (36,4%) seimbang antara bullying fisik dan verbal, sedangkan pada remaja perempuan (44,2%) lebih banyak yang melakukan bullying verbal (Tabel 28). Sementara berdasarkan asal sekolah, persen terbesar bentuk bullying yang dilakukan oleh remaja di SMK

23 53 negeri (47,5%) adalah bullying verbal, sedangkan pada SMK swasta persen terbesar bentuk bullying yang dilakukan remaja (33,3%) seimbang antara bullying fisik dan verbal (Tabel 28). Hal ini menunjukkan bahwa remaja di SMK negeri lebih banyak melakukan bullying secara verbal, sedangkan remaja di SMK swasta selain ditemukan bullying secara verbal juga banyak ditemukan bullying fisik. Tabel 28 Sebaran pelaku bully menurut bentuk bullying, jenis kelamin dan asal sekolah SMK SMK Laki-Laki Perempuan Bentuk bullying Negeri Swasta Fisik 12 36,4 8 18,6 8 20, ,3 Verbal 12 36, , , ,3 Nonverbal 3 9,1 5 11,6 5 12,5 3 8,3 Fisik&verbal 6 18,2 8 18,6 6 15,0 8 22,2 Verbal&nonverbal 0 0,0 2 4,7 2 5,0 0 0,0 Fisik,verbal&nonverbal 0 0,0 1 2,3 0 0,0 1 2,8 Total , , , ,0 Berikut adalah beberapa contoh pernyataan terkait bullying yang diungkapkan oleh remaja contoh: K005 (17 tahun), laki-laki, SMK negeri Saya suka memanas-manasi teman yang sedang berkonflik agar suasana di kelompok lebih ramai K008 (17 tahun), laki-laki, SMK negeri Saya pernah memukul teman saya karena selalu mengejek saya dan tidak ada yang mau membantu, itu saya lakukan karena emosi saja R010 (17 tahun), perempuan, SMK negeri Saya suka mengejek teman karena sangat seru N007 (17 tahun), laki-laki, SMK swasta Saya pernah menggampar orang karena orang itu mengejek saya Penelitian ini meminta remaja untuk menyebutkan perilaku buruk yang pernah mereka lakukan. Persentase terbesar dari perilaku buruk yang pernah dilakukan oleh remaja baik laki-laki (20,0%) maupun perempuan (22,0%) adalah melanggar aturan. Sementara perilaku seperti bergosip dan menyakiti diri sendiri adalah remaja perilaku yang tidak dilakukan oleh remaja laki-laki, sedangkan pada remaja perempuan perilaku seperti provokator, menghilangkan barang orang lain, merokok, mencuri, tawuran, dan mabuk adalah jenis perilaku yang tidak

24 54 mereka lakukan. Berdasarkan asal sekolah, persentase terbesar perilaku buruk yang sering dilakukan remaja di SMK negeri (28,0%) adalah melanggar aturan, sedangkan remaja di SMK swasta (20,0%) adalah berbohong. Perilaku seperti mencuri, tawuran, mabuk dan menyakiti diri sendiri adalah jenis perilaku buruk yang tidak dilakukan oleh remaja di SMK negeri. Sementara perilaku seperti malas, provokator, menghilangkan barang orang, mengejek orang dan merokok adalah jenis perilaku yang tidak dilakukan oleh remaja di SMK swasta (Tabel 29). Tabel 29 Sebaran remaja berdasarkan perilaku buruk yang pernah dilakukan jenis kelamin dan asal sekolah Jenis Perilaku Laki-Laki Perempuan SMK Negeri SMK Swasta Buruk Malas 4 8,0 0 0,0 4 8,0 0 0,0 Melanggar aturan 10 20, , ,0 7 14,0 Provokator 1 2,0 0 0,0 1 2,0 0 0,0 Membentak orang tua 2 4,0 3 6,0 2 4,0 3 6,0 Menjahili orang lain 3 6,0 5 10,0 4 8,0 4 8,0 Memukul orang/berkelahi 8 16,0 1 2,0 4 8,0 5 10,0 Melawan orang tua 3 6,0 6 12,0 5 10,0 4 8,0 Tidak menghargai orang lain 2 4,0 5 10,0 5 10,0 1 2,0 Temperamen 5 10,0 3 6,0 2 4,0 6 12,0 Berbahasa kasar 1 2,0 2 4,0 1 2,0 2 4,0 Menghilangkan barang orang lain 1 2,0 0 0,0 1 2,0 0 0,0 Mengacuhkan orang 3 6,0 4 8,0 4 8,0 3 6,0 Berbohong 7 14, ,0 7 14, ,0 Mengejek orang lain 1 2,0 4 8,0 5 10,0 0 0,0 Merokok 1 2,0 0 0,0 1 2,0 0 0,0 Mencontek 1 2,0 4 8,0 4 8,0 1 2,0 Bergosip 0 0,0 5 10,0 1 2,0 4 8,0 Mencuri 1 2,0 0 0,0 0 0,0 1 2,0 Tawuran 5 10,0 0 0,0 0 0,0 5 10,0 Mabuk 2 4,0 0 0,0 0 0,0 2 4,0 Menyakiti diri sendiri 0 0,0 1 2,0 0 0,0 1 2,0 Hubungan Antar Variabel Hubungan Karakteristik Keluarga dan Remaja, serta Karakteristik Peer Group dengan Keterikatan dengan Peer Group, Karakter dan Peran Pelaku Bullying Remaja. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa pada remaja laki-laki, semakin sering frekuensi pertemuan remaja dengan peer group

25 55 maka semakin tinggi keterikatan remaja dengan peer group-nya (p<0,01). Selain itu, semakin tinggi usia ibu maka semakin baik karakter hormat santun dari remaja (p<0,01) dan semakin tinggi pendapatan keluarga maka kecenderungan remaja menjadi pelaku assisting the bully semakin rendah (p<0,05). Sementara pada remaja perempuan, semakin sering frekuensi pertemuannya dengan peer group membuat karakter hormat santun remaja menjadi rendah (p<0,05). Selain itu, semakin tinggi usia ibu akan semakin baik karakter empati remaja (p<0,05) dan semakin tinggi usia ayah maka kecenderungan remaja menjadi pelaku assisting the bully semakin rendah (p<0,05) (Tabel 30). Tabel 30 Hasil uji korelasi karakteristik keluarga dan remaja serta karakteristik peer group dengan keterikatan dengan peer group, karakter dan pelaku bullying berdasarkan jenis kelamin Variabel Terikat Hormat Santun Empati Bully Assist Reinforce Lakilaki Usia 0,079 0,169-0,035-0,211-0,197 0,003 Usia ayah -0,191 0,099 0,209 0,046-0,068 0,038 Perem puan Usia ibu -0,188 0,388 ** 0,251-0,011-0,122-0,096 Pendidikan ibu -0,107-0,085-0,116-0,135-0,097 0,061 Pendapatan keluarga -0,254 0,049-0,085-0,196-0,289* -0,146 Besar keluarga 0,241-0,258-0,088 0,139 0,195 0,253 Frekuensi pertemuan 0,395** 0,010 0,205 0,054 0,263 0,094 Usia -0,215 0,214 0,164 0,187-0,137-0,143 Usia ayah 0,271-0,039 0,241-0,030-0,287 * 0,046 Usia ibu 0,069 0,087 0,328 * 0,007-0,196 0,109 Pendidikan ibu -0,118-0,057-0,146 0,043 0,144-0,051 Pendapatan keluarga 0,047-0,105-0,274-0,076 0,008-0,007 Besar keluarga -0,018 0,001 0,245-0,026-0,246-0,024 Frekuensi pertemuan 0,223-0,351* -0,152 0,115 0,062-0,057 Pada remaja di SMK negeri, semakin sering frekuensi pertemuan remaja dengan peer group-nya maka semakin tinggi keterikatannya dengan peer group (p<0,01). Selain itu, semakin tinggi usia remaja dan usia ibu dari remaja maka

26 56 kecenderungan remaja untuk menjadi pelaku assisting the bully semakin rendah (p<0,05). Pada remaja di SMK swasta, semakin tinggi usia ayah dan ibu dari remaja maka karakter empati remaja semakin baik (p<0,05). Sementara semakin tinggi pendidikan ibu dan semakin tinggi pendapatan keluarga dari remaja maka karakter empati remaja semakin rendah (p<0,05). Selain itu, semakin sering pertemuan remaja dengan peer group maka kecenderungan remaja menjadi pelaku bully semakin tinggi (p<0,05) (Tabel 31). Tabel 31 Hasil uji korelasi karakteristik keluarga dan remaja serta karakteristik peer group dengan keterikatan dengan peer group, karakter dan pelaku bullying berdasarkan asal sekolah Hormat Variabel Terikat Empati Bully Assist Reinforce Santun SMK Usia -0,166 0,198 0,072-0,005-0,324* -0,241 negeri SMK swasta Usia ayah -0,110 0,021 0,167-0,152-0,208-0,023 Usia ibu -0,248 0,250 0,257-0,118-0,341* -0,142 Pendidikan ibu -0,039-0,031-0,013-0,115 0,168 0,140 Pendapatan keluarga 0,064-0,033-0,116-0,162-0,039-0,033 Besar keluarga 0,133-0,215 0,003-0,101-0,143 0,044 Frekuensi pertemuan 0,366** 0,023 0,242-0,125 0,057-0,040 Usia -0,101 0,143 0,040-0,081-0,149 0,059 Usia ayah 0,171 0,110 0,313 * 0,139-0,161 0,042 Usia ibu 0,098 0,167 0,329 * 0,098-0,071 0,099 Pendidikan ibu 0,057-0,204-0,331 * 0,017 0,077-0,008 Pendapatan keluarga 0,046-0,017-0,359 * -0,242 0,012-0,068 Besar keluarga 0,020 0,131 0,265 0,161-0,077 0,080 Frekuensi pertemuan 0,080-0,086-0,067 0,301* 0,226 0,169 Hubungan Keterikatan dengan Peer Group dengan Karakter dan Peran Pelaku Bullying. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan hubungan negatif nyata (p<0,05) antara keterikatan dengan hormat santun pada remaja, serta hubungan sangat nyata (p<0,01) dengan peran assisting the bully dan reinforcing

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Cara Pemilihan Contoh 23 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross-sectional study yaitu penelitian yang dilakukan dalam satu waktu tertentu. Lokasi penelitian dipilih secara purposive dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap perkembangan yang harus dilewati. Perkembangan tersebut dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian

HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian 37 HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua sekolah berbeda di Kota Bogor dan melibatkan tiga kelas yaitu kelas akselerasi, SBI dan reguler Kelas akselerasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu kelompok di dalam masyarakat. Kehidupan remaja sangat menarik untuk diperbincangkan. Remaja merupakan generasi penerus serta calon

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN 5.1. Usia Usia responden dikategorikan menjadi tiga kategori yang ditentukan berdasarkan teori perkembangan Hurlock (1980) yaitu dewasa awal (18-40), dewasa madya (41-60)

Lebih terperinci

HASIL. Karakteristik Remaja

HASIL. Karakteristik Remaja HASIL Karakteristik Remaja Jenis Kelamin dan Usia. Menurut Monks, Knoers dan Haditono (1992) kelompok usia remaja di bagi ke dalam empat kategori, yakni usia pra remaja (10-12 tahun), remaja awal (12-15

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sekolah di Kota Bogor SMAN 1. Kelas Bertaraf Internasional. 12 Laki-laki 24 Perempuan 12 Laki-laki 25 Perempuan

METODE PENELITIAN. Sekolah di Kota Bogor SMAN 1. Kelas Bertaraf Internasional. 12 Laki-laki 24 Perempuan 12 Laki-laki 25 Perempuan 60 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 1 Bogor, Kota Bogor Provinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian dilakukan secara

Lebih terperinci

Karakteristik Anak Umur Jenis Kelamin Urutan anak Kepribadian Cita-cita dan tujuan. Tingkat Stres Menghadapi UN SMA Negeri SMA Swasta

Karakteristik Anak Umur Jenis Kelamin Urutan anak Kepribadian Cita-cita dan tujuan. Tingkat Stres Menghadapi UN SMA Negeri SMA Swasta 44 KERANGKA PEMIKIRAN Salah satu ciri yang paling sering muncul pada remaja untuk menjalani penanganan psikologisnya adalah stres. Stres pada remaja yang duduk dibangku sekolah dapat dilanda ketika mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Program Pendidikan Tingkat Persiapan Bersama (TPB)-IPB merupakan suatu unit yang bertugas melaksanakan dan mengkoordinasikan proses belajar mengajar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif ini menggunakan desain survei deskriptif

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG

BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG A. Analisis Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di SMP Negeri 3 Warungasem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang penting untuk mengembangkan diri dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Pendidikan terbagi atas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang memiliki satu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang memiliki satu BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Identitas Responden Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang memiliki satu variabel dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Data

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. SMP Negeri 1 Dramaga. Siswa kelas 8 (9 kelas) Siswa kelas 8.4 dan 8.6 n= siswa laki-laki 30 siswa perempuan

METODE PENELITIAN. SMP Negeri 1 Dramaga. Siswa kelas 8 (9 kelas) Siswa kelas 8.4 dan 8.6 n= siswa laki-laki 30 siswa perempuan 18 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian interaksi keluarga yang memfokuskan pada interaksi antara ibu dengan anak. Desain yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Pemilihan Pondok Pesantren Modern Purposive. Santri telah tinggal 1 tahun di pondok pesantren. Laki-laki. Perempuan.

METODE PENELITIAN. Pemilihan Pondok Pesantren Modern Purposive. Santri telah tinggal 1 tahun di pondok pesantren. Laki-laki. Perempuan. 27 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study yaitu penelitian yang dilakukan dalam satu waktu. Pemilihan tempat dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini berjudul Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan Strategi Koping Remaja pada Berbagai Model Pembelajaran di SMA. Disain penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kekerasan di lingkungan pendidikan atau sekolah ini telah menunjukkan angka yang sangat memprihatinkan, 16% siswa kelas akhir mengatakan bahwa mereka

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Sebaran jumlah penduduk menurut lokasi penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Sebaran jumlah penduduk menurut lokasi penelitian 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Secara administratif, Desa Kuning Gading dan Desa Rantau Ikil termasuk dalam wilayah Kecamatan Pelepat Ilir dan Kecamatan Jujuhan, Kabupaten Bungo,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya dengan wilayah yang luas, jumlah penduduk yang besar, dan sumberdaya alam yang melimpah. Namun dengan ketiga potensi yang dimilikinya tersebut,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian 17 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai pengaruh pola penggunaan jejaring sosial terhadap motivasi dan alokasi waktu belajar siswa SMPN 1 Dramaga, menggunakan desain

Lebih terperinci

BAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA. mendirikan jenjang SMP. Keinginan itu bukan hanya datang dari para

BAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA. mendirikan jenjang SMP. Keinginan itu bukan hanya datang dari para 42 BAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA A. Gambaran Umum Objek Penelitian Desakan untuk menyelenggarakan pendidikan yang berkelanjutan dan utuh mulai dari jenjang KB, TK, dan SD, membuat LPF

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Tehnik Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Tehnik Pengambilan Contoh 29 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini menggunakan cross sectional study yaitu suatu penelitian yang dilakukan pada saat dan waktu tertentu. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN. Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan pendapatnya, berani tampil di muka umum, memiliki kepedulian sosial, dan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah Perubahan zaman yang semakin pesat membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan yang terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif dan

Lebih terperinci

PEDOMAN OBSERVASI FENOMENA KORBAN PERILAKU BULLYING PADA REMAJA DALAM DUNIA PENDIIDKAN

PEDOMAN OBSERVASI FENOMENA KORBAN PERILAKU BULLYING PADA REMAJA DALAM DUNIA PENDIIDKAN PEDOMAN OBSERVASI FENOMENA KORBAN PERILAKU BULLYING PADA REMAJA DALAM DUNIA PENDIIDKAN 1. Kondisi dan kesan umum (ciri fisik). 2. Kondisi lingkungan rumah tempat tinggal dan lingkungan tetangga serta lingkungan

Lebih terperinci

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Keadaan Sekolahan 1. Letak dan Sejarah berdirinya SDN Pulau Kupang III Sekolah Dasar Negeri Pulau Kupang III ini terletak di kelurahan Pulau Kupang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan setiap individu, baik berupa pendidikan formal ataupun nonformal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan

Lebih terperinci

Kerangka pemikiran oprasional analisis self-esteem, self-efficacy, motivasi belajar dan prestasi akademik siswa disajikan pada gambar 1.

Kerangka pemikiran oprasional analisis self-esteem, self-efficacy, motivasi belajar dan prestasi akademik siswa disajikan pada gambar 1. 20 KERANGKA PEMIKIRAN Menurut seorang pakar ekologi keluarga yaitu Bronfenbrener menyatakan bahwa anak adalah salah sebuah unsur dalam lingkungan. Hal tersebut ditinjau dari sudut pandang dalam perpsektif

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 Hak Cipta

Lebih terperinci

INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT

INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna menempuh derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun Oleh : AMALIA LUSI BUDHIARTI

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN. Dari hasil penelitian ini diperoleh gambaran umum penelitian yang

BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN. Dari hasil penelitian ini diperoleh gambaran umum penelitian yang 4 BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Dari hasil penelitian ini diperoleh gambaran umum penelitian yang meliputi lokasi penelitian dan aktivitas orang lanjut usia di kelurahan

Lebih terperinci

BAB V KETERDEDAHAN, PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP PROGRAM SIARAN RADIO, DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB V KETERDEDAHAN, PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP PROGRAM SIARAN RADIO, DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA BAB V KETERDEDAHAN, PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP PROGRAM SIARAN RADIO, DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 5.1 Karakteristik Responden Karakteristik responden merupakan faktor yang diduga mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai luas 4.051,92 km². Sebelah Barat berbatasan dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai luas 4.051,92 km². Sebelah Barat berbatasan dengan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Sumba Barat beribukota Waikabubak, mempunyai luas 4.051,92 km². Sebelah Barat berbatasan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sejarah Singkat Berdirinya SMA Negeri 1 Gorontalo

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sejarah Singkat Berdirinya SMA Negeri 1 Gorontalo BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.. Sejarah Singkat Berdirinya SMA Negeri Gorontalo SMA Negeri Gorontalo adalah Sekolah Menengah Atas yang pertama berdiri di Grorontalo.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap tidak sopan dan tidak bertanggung jawab terhadap tindakannya. Hal ini bisa dilihat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Sekolah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Sekolah HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sekolah SMA Negeri contoh terletak di Jalan Pinang Raya, Perumahan Yasmin Sektor VI, Curug Mekar, Bogor Barat. Sekolah ini berdiri dan diresmikan pada tahun 2001. Sekolah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh 17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan pada satu waktu. Pemillihan tempat dilakukan dengan cara pupossive, yaitu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Hasil Profil SMA Negeri 20 Bandung. SMA Negeri 20 Bandung terletak di Jl. Citarum No. 23 Bandung dan resmi berdiri pada 5 Juni 1986. Sejak berdiri pada tanggal

Lebih terperinci

Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita

Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 121 122 Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 123 124 Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 125 126

Lebih terperinci

HASIL Profil Kelas Kelas Akselerasi

HASIL Profil Kelas Kelas Akselerasi 37 HASIL Profil Kelas Contoh dalam penelitian ini berasal dari tiga model pembelajaran yang berbeda dan terdiri atas contoh kelas akselerasi, kelas SBI, dan kelas reguler. Kelas akselerasi dan kelas SBI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang diselenggarakan di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan orang lain. Kehidupan manusia mempunyai fase yang panjang, yang di dalamnya selalu mengalami

Lebih terperinci

BAB V PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER

BAB V PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER BAB V PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER Persepsi mahasiswa peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender yaitu pandangan mahasiswa yang telah mengikuti Mata Kuliah Gender

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian Penelitian ini memberikan gambaran tentang pola asuh orang tua dan motivasi berprestasi yang dimiliki oleh anak. Sebelum melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai orang tua kadang merasa jengkel dan kesal dengan sebuah kenakalan anak. Tetapi sebenarnya kenakalan anak itu suatu proses menuju pendewasaan dimana anak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bullying merupakan fenomena yang marak terjadi dewasa ini terutama di lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya baik di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradaban yang lebih sempurna. Sebagaimana Undang Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. peradaban yang lebih sempurna. Sebagaimana Undang Undang Dasar Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dewasa ini memiliki andil penting dalam kemajuan bangsa. Andil tersebut tentunya menuntun manusia sebagai pelaku pendidikan menuju peradaban yang

Lebih terperinci

Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita

Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 133 134 Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 135 136 Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 137 138

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data Hasil Penelitian 1. Data Umum Hasil Penelitian a. Profil Desa 1) Demografi Desa Caruban mempunyai jumlah penduduk 4.927 Jiwa. Tabel 4.1 Statistik penduduk

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa.

BAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Menurut Piaget, remaja usia 11-20 tahun berada dalam tahap pemikiran formal operasional.

Lebih terperinci

BUKU KODE ETIK MAHASISWA

BUKU KODE ETIK MAHASISWA Kode Dokumen Nama Dokumen Edisi Disahkan Tanggal Disimpan di- KEM-AAYKPN Buku Kode Etik 01-Tanpa Revisi 31 Agustus 2010 UPM-AAYKPN Mahasiswa BUKU KODE ETIK MAHASISWA AKADEMI AKUNTANSI YKPN YOGYAKARTA Disusun

Lebih terperinci

MENDIDIK (Educating), MENGINSPIRASI (Inspiring) dan MEMBENTUK (Transforming) Siswa untuk menjadi yang terbaik dalam dunia media

MENDIDIK (Educating), MENGINSPIRASI (Inspiring) dan MEMBENTUK (Transforming) Siswa untuk menjadi yang terbaik dalam dunia media 1 VISI SMK VISI MEDIA INDONESIA MENDIDIK (Educating), MENGINSPIRASI (Inspiring) dan MEMBENTUK (Transforming) Siswa untuk menjadi yang terbaik dalam dunia media MISI SMK VISI MEDIA INDONESIA Upaya mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini mutlak menuntut seseorang untuk

I. PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini mutlak menuntut seseorang untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti sekarang ini mutlak menuntut seseorang untuk membekali diri dengan ilmu pengetahuan agar dapat bersaing serta mempertahankan diri dari

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka pengambilan contoh penelitian. Purposive. Proporsional random sampling. Mahasiswa TPB-IPB 2011/2012 (N=3494)

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka pengambilan contoh penelitian. Purposive. Proporsional random sampling. Mahasiswa TPB-IPB 2011/2012 (N=3494) 19 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional karena pengumpulan data hanya dilakukan pada satu waktu dan tidak berkelanjutan, serta retrospektif karena

Lebih terperinci

KODE ETIK DOSEN AKADEMI KEPERAWATAN HKBP BALIGE 2012 KEPUTUSAN DIREKTUR AKADEMI KEPERAWATAN TENTANG KODE ETIK DOSEN AKPER HKBP BALIGE MUKADIMAH

KODE ETIK DOSEN AKADEMI KEPERAWATAN HKBP BALIGE 2012 KEPUTUSAN DIREKTUR AKADEMI KEPERAWATAN TENTANG KODE ETIK DOSEN AKPER HKBP BALIGE MUKADIMAH KODE ETIK DOSEN KEPUTUSAN DIREKTUR AKADEMI KEPERAWATAN TENTANG KODE ETIK DOSEN AKPER HKBP BALIGE MUKADIMAH AKADEMI KEPERAWATAN HKBP BALIGE 2012 Akademi Keperawatan (AKPER) HKBP Balige adalah perguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah usaha yang ditempuh oleh manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah usaha yang ditempuh oleh manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah usaha yang ditempuh oleh manusia dalam rangka memperoleh ilmu yang kemudian dijadikan sebagai dasar untuk bersikap dan berperilaku.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. belajar PKn siswa kelas VIII SMP Negeri se- Kecamatan Playen tahun ajaran

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. belajar PKn siswa kelas VIII SMP Negeri se- Kecamatan Playen tahun ajaran BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan minat belajar siswa dan pemanfaatan waktu belajar siswa di luar jam pelajaran sekolah dengan prestasi belajar PKn

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan perjuangan dan cita-cita suatu negara (Mukhlis R, 2013). Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan perjuangan dan cita-cita suatu negara (Mukhlis R, 2013). Oleh karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Setiap negara pasti memerlukan generasi penerus untuk menggantikan generasi lama. Bangsa yang memiliki generasi penerus akan tetap diakui keberadaannya, oleh

Lebih terperinci

HASIL. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

HASIL. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 31 HASIL Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat. Luas wilayahnya adalah 157,9 Ha. Batas wilayah Kelurahan Bubulak adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk berpikir, kemampuan afektif merupakan respon syaraf simpatetik atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk berpikir, kemampuan afektif merupakan respon syaraf simpatetik atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mempunyai tiga kemampuan yaitu kemampuan kognitif, afektif, dan perilaku. Kemampuan kognitif merupakan respon perseptual atau kemampuan untuk berpikir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gejolak dalam dirinya untuk dapat menentukan tindakanya.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gejolak dalam dirinya untuk dapat menentukan tindakanya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia anak-anak merupakan usia yang sangat penting dalam perkembangan psikis seorang manusia. Pada usia anak-anak terjadi pematangan fisik yang siap merespon apa yang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN SUBYEK PENELITIAN. 1. Nama Sekolah : SMK Surya Dharma. 2. Alamat : Jl. Kimaja Gg Pertama No.

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN SUBYEK PENELITIAN. 1. Nama Sekolah : SMK Surya Dharma. 2. Alamat : Jl. Kimaja Gg Pertama No. IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN SUBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Identitas Sekolah 1. Nama Sekolah : SMK Surya Dharma 2. Alamat : Jl. Kimaja Gg Pertama No.1 Way Halim Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar, serta tempat menerima dan memberi pelajaran (http://www.sekolahdasar.net). Sekolah adalah

Lebih terperinci

BAB III PERKEMBANGAN KEAGAMAAN ANAK BURUH PABRIK DI WONOLOPO

BAB III PERKEMBANGAN KEAGAMAAN ANAK BURUH PABRIK DI WONOLOPO BAB III PERKEMBANGAN KEAGAMAAN ANAK BURUH PABRIK DI WONOLOPO A. Tipologi Demografis Masyarakat Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang 1. Keadaan Demografis Penduduk Kelurahan Wonolopo berjumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan anggaran 20% APBN untuk. pendidikan. Dalam Undang-Undang 1945 Pasal 31 ayat 1 dan 2 yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan anggaran 20% APBN untuk. pendidikan. Dalam Undang-Undang 1945 Pasal 31 ayat 1 dan 2 yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Hal itu dikarenakan pendidikan sebagai kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan seusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa manusia menemukan jati diri. Pencarian. memiliki kecenderungan untuk melakukan hal-hal diluar dugaan yang

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa manusia menemukan jati diri. Pencarian. memiliki kecenderungan untuk melakukan hal-hal diluar dugaan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa manusia menemukan jati diri. Pencarian tersebut direfleksikan melalui aktivitas berkelompok dan menonjolkan keegoannya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bagi negara berkembang seperti Indonesia. Masalah sumber daya tersebut tidak bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. bagi negara berkembang seperti Indonesia. Masalah sumber daya tersebut tidak bisa BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah sumber daya manusia menjadi salah satu permasalahan paling penting bagi negara berkembang seperti Indonesia. Masalah sumber daya tersebut tidak bisa terlepas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 35 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Sekolah Ragunan adalah satu dari lima sekolah khusus atlet di Indonesia yang didirikan pada tanggal 15 Januari 1977. Sekolah Ragunan ini sebenarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional harus mencerminkan kemampuan sistem pendidikan nasional untuk mengakomodasi berbagi tuntutan peran yang multidimensional.

Lebih terperinci

STATISTIK PEMUDA BLORA TAHUN 2015

STATISTIK PEMUDA BLORA TAHUN 2015 No. 16/07/33/16/Th.I, 16 Juli 2017 STATISTIK PEMUDA BLORA TAHUN 2015 Pemuda adalah bagian dari penduduk usia produktif yaitu berumur 16-30 tahun. Jumlah pemuda di Kabupaten Blora adalah 167.881 jiwa atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang ditandai dengan perubahan-perubahan didalam diri individu baik perubahan secara fisik, kognitif,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. berbudaya. Kegiatan belajar dilaksanakan hari Senin sampai dengan Sabtu.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. berbudaya. Kegiatan belajar dilaksanakan hari Senin sampai dengan Sabtu. 54 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran umum lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di SDN Brajan yang terletak di Desa Brajan salah satu wilayah Kelurahan Tamantirto.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Sebanyak 125 mahasiswa STIS yang menjadi responden penelitian, 40 (32.00%) di antaranya laki-laki dan 85 (68.00%) lainnya perempuan. Rasio mahasiswa laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengembangan sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengembangan sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu isue dalam rangka menghadapi era globalisasi, baik persiapan jangka pendek sesuai AFTA 2003 maupun persiapan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Cisaat berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 4.

V. GAMBARAN UMUM. Cisaat berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 4. V. GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Desa Cisaat terletak di Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi dengan luas wilayah 125.625 Ha. Desa Cisaat berbatasan dengan Jalan Raya Cisaat di sebelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Moral dalam kehidupan manusia memiliki kedudukan yang sangat penting. Nilai-nilai moral sangat diperlukan bagi manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota suatu

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Gorowong Desa Gorowong merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga. Hubungan sosial pada tingkat perkembangan remaja sangat tinggi

I. PENDAHULUAN. berkembang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga. Hubungan sosial pada tingkat perkembangan remaja sangat tinggi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Masalah 1. Latar Belakang Pada hakekatnya manusia merupakan mahkluk sosial, sehingga tidak mungkin manusia mampu menjalani kehidupan sendiri tanpa melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Alfabeta, Bandung : 2005, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. hlm Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Alfabeta, Bandung : 2005, hlm. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Semakin baik pendidikan suatu bangsa, semakin baik pula kualitas bangsa, itulah asumsi secara umum terhadap program pendidikan suatu bangsa. Pendidikan menggambarkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keterdedahan Berita Kriminal di Televisi Keterdedahan berita kriminal di televisi merupakan beragam penerimaan khalayak remaja terhadap siaran berita kriminal di televisi, meliputi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Variabel Penelitian dan Hipotesis 1.1.1 Variabel Penelitian dan Definisi operasional Konformitas adalah perilaku ikut-ikutan individu terhadap individu atau kelompok lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan bantuan orang lain. Oleh karena itu, setiap manusia diharapkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Indramayu merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang terletak di Utara Pantai Jawa dengan luas wilayah 2 040 110 Km 2. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang ringan seperti mencontek saat ujian, sampai pada perkelahian

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang ringan seperti mencontek saat ujian, sampai pada perkelahian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akhir-akhir ini, dunia pendidikan di Indonesia sedang dihadapkan dengan berbagai macam masalah yang menghadang di hadapannya.dari masalah yang ringan seperti mencontek

Lebih terperinci

BAB VI PERILAKU TAWURAN

BAB VI PERILAKU TAWURAN BAB VI PERILAKU TAWURAN. Penyebab Terjadinya Tawuran Berdasarkan Tabel 9, terlihat bahwa alasan utama pelajar terlibat dalam tawuran merupakan solidaritas kelompok (, persen) diikuti rutinitas (, persen).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan merupakan suatu proses menyiapkan individu untuk mampu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan merupakan suatu proses menyiapkan individu untuk mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses menyiapkan individu untuk mampu menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan. Pendidikan mempunyai peran penting dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Semarang. Sekolah ini beralamat di Jalan Sentro Jambu. Jumlah kelas keseluruhan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Semarang. Sekolah ini beralamat di Jalan Sentro Jambu. Jumlah kelas keseluruhan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 1 Jambu. SMK ini merupakan salah satu sekolah menengah kejuruan yang berada di daerah

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS HASIL Gambaran umum responden. bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai identitas responden.

BAB 4 ANALISIS HASIL Gambaran umum responden. bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai identitas responden. BAB 4 ANALISIS HASIL 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran umum responden Responden dalam penelitian ini adalah anggota dari organisasi nonprofit yang berjumlah 40 orang. Pada bab ini akan dijelaskan tentang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 8 Tabel Subjek penelitian berdasarkan kelas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 8 Tabel Subjek penelitian berdasarkan kelas A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Subjek BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII di MTS Sullamul Hidayah Probolinggo. Jumlah dalam penelitian ini sebanyak

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Cara Pemilihan Contoh 25 METODE PENELITIAN Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study dan restrospective. Cross sectional study yaitu penelitian yang dilakukan hanya pada satu waktu tertentu, desain

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 38 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian mengenai pengaruh gaya pengasuhan dan teman sebaya terhadap perilaku konsumsi rokok dan minuman beralkohol remaja SMA di kota Bogor ditujukan untuk mendapatkan gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa tahap perkembangan. Keseluruhan tahap perkembangan itu merupakan proses yang berkesinambungan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Palas Kabupaten Lampung Selatan. Desa Bumi Restu memiliki

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Palas Kabupaten Lampung Selatan. Desa Bumi Restu memiliki 65 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis dan Luas Wialayah Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Palas Kabupaten Lampung Selatan yang berlokasi pada dua Desa yaitu Desa Bumi Restu dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER SMP NEGERI 1 WONOPRINGGO

BAB IV ANALISIS PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER SMP NEGERI 1 WONOPRINGGO BAB IV ANALISIS PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER SMP NEGERI 1 WONOPRINGGO A. Analisis Karakter Siswa SMP Negeri 1 Wonopringgo Untuk mengetahui perkembangan karakter siswa di SMP

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Jumlah Guru dan Siswa

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Jumlah Guru dan Siswa 41 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Data penelitian ini dikumpulkan dari dua SMA di Kota Bogor yaitu SMU Negeri Bogor, mewakili sekolah umum dan SMK Negeri Bogor, mewakili sekolah kejuruan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu fenomena yang menarik pada zaman modern di Indonesia adalah pemahaman dan implementasi tentang nilai-nilai moral dalam kehidupan masyarakat kita yang semakin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang strategis bagi pendidikan karena jauh dari kebisingan dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang strategis bagi pendidikan karena jauh dari kebisingan dan 49 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek 1. Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo (MANSDA) terletak di Jalan Jenggolo No. 2 Sidoarjo. Lokasi MAN Sidoarjo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang paling mendapat perhatian dalam rentang kehidupan manusia. Hal ini disebabkan banyak permasalahan yang terjadi dalam masa remaja.

Lebih terperinci