HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Kertamaya adalah salah satu kelurahan di Kecamatan Bogor Selatan, Provinsi Jawa Barat. Luas Kelurahan Kertamaya ialah 360 ha/m 2. Secara administratif Kelurahan Kertamaya terdiri dari 9 RW dan 25 RT (Lampiran 1). Lahan pertanian yang meliputi lahan sawah dan perkebunan seluas 30 ha/m 2. Lahan pertanian tersebut terdiri dari berbagai macam jenis tanaman yaitu jagung, singkong, kacang panjang, padi, ubi kayu, tomat, mentimun, buncis, talas, pepaya, dengan komoditas unggulan yaitu singkong, pepaya, dan mentimun. Para petani biasanya menjual langsung ke konsumen, pasar, KUD, tengkulak, lumbang desa, dan pengecer. Dari data tahun 2011, jumlah penduduk Kelurahan Kertamaya adalah orang yang terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan kepala keluarga. Kelurahan Kertamaya merupakan kelurahan dengan keluarga petani terbanyak di Kecamatan Bogor Selatan, yaitu sebanyak 172 keluarga. Sebanyak 16 keluarga memiliki lahan pertanian lebih dari satu hektar, keluarga yang memiliki lahan pertanian kurang dari satu hektar sebanyak 55 keluarga, sedangkan 101 keluarga tidak memiliki lahan pertanian. Jumlah buruh tani di Kelurahan Kertamaya sebanyak 412 orang yang terdiri dari 387 laki-laki dan 25 perempuan, sedangkan petani penggarap sebanyak 296 orang yang terdiri dari 284 laki-laki dan 12 perempuan. Jumlah anak sekolah dan putus sekolah di Kelurahan Kertamaya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Jumlah anak sekolah dan putus sekolah berdasarkan tingkat pendidikan di Kelurahan Kertamaya tahun 2010 Tingkat Pendidikan Sekolah Putus Sekolah Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Sekolah Dasar (SD) Sekolah Menengah Pertama (SMP) Sekolah Menengah Atas (SMA) Sumber : Data Profil Kelurahan Kertamaya, tahun 2011 Fasilitas pendidikan yang terdapat di Keluarahan Kertamaya antara lain dua Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), satu TPA yang dikelola oleh kelurahan, satu Sekolah Dasar Negeri (SDN) yang dikelola oleh pemerintah dan dua Sekolah Islam Ibtidyah. Tidak terdapat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di wilayah Kelurahan Kertamaya.

2 22 Karakteristik Usaha Tani Luas lahan yang dimiliki oleh keluarga dengan status petani pemilik berkisar antara 700 m 2 hingga 2 hektar, begitu juga dengan luas lahan yang digarap oleh petani penggarap dan buruh tani. Petani yang berstatus sebagai buruh tani bekerja pada lahan pertanian yang cukup luas. Petani pemilik yang memiliki lahan pertanian di atas 1 hektar biasanya menggunakan jasa buruh tani untuk mengolah lahannya, dengan memberikan upah harian, mingguan, ataupun bulanan. Upah harian buruh tani berkisar antara Rp Rp Sedangkan petani penggarap mendapatkan penghasilan dengan kisaran yang tidak menentu, karena petani penggarap mendapatkan penghasilan setiap kali panen, tergantung jenis tanaman dan lama masa panennya. Petani pemilik pada umumnya sudah memiliki alat-alat pertanian modern, seperti seeder, air sprayer, traktor, mesin penumbuk, mesin penggiling, mesin penghancur biji, dan sebagainya. Sebagian dari pertani pemilik memiliki home industry, seperti pabrik pembuat keripik singkong dan pembuat obat-obatan tradisional. Jenis tanaman yang banyak ditanam oleh responden ialah singkong, pepaya, ubi, padi, ketimun, jagung, cabai, dan jahe. Petani pemilik maupun penggarap tanggap terhadap kendala cuaca yang menjadi penghalang berhasilnya panen. Kemarau panjang terkadang membuat petani harus mengganti tanaman yang ditanam. Petani pemilik dan penggarap di lokasi penelitian cukup kreatif dalam mengatasi kendala lahan pertanian yang semakin menyempit, dengan mengoptimalisasikan lahan yang ada, seperti mengembangkan tanaman hidroponik dan hortikultura. Petani pemilik dan penggarap biasanya giat mencari informasi tentang bibit yang baik, waktu panen yang tepat, dan ikut serta dalam pelatihan-pelatihan pertanian untuk meningkatkan pengetahuan tentang pertanian. Petani pemilik tidak setiap hari terlibat langsung dalam mengolah lahan pertaniannya, sehingga petani pemilik biasanya memiliki waktu lebih untuk bekerja di sektor lain ataupun mengurus industri rumahan mereka. Sementara itu, buruh tani di lokasi penelitian bekerja seharian penuh, sehingga buruh tani biasanya tidak memiliki waktu untuk mencari pekerjaan lain di samping pekerjaan utamanya.

3 23 Karakteristik Keluarga Usia Suami dan Istri Usia suami dan istri dalam penelitian ini mengacu pada Hurlock (1980), di mana usia dewasa dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu: dewasa awal (18-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan dewasa tua (>61 tahun). Tabel 3 menunjukkan bahwa hampir tiga perempat keluarga (71,7%) memiliki suami pada usia dewasa madya. Berbeda dengan usia suami, lebih dari separuh keluarga (51,70%) memiliki istri pada usia dewasa muda. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa usia suami dan istri berada pada usia produktif. Tabel 3 Sebaran keluarga berdasarkan usia suami dan istri Usia Suami Istri n % n % Dewasa muda (18-40 tahun) 15 25, ,7 Dewasa madya (41-60 tahun) 43 71, ,3 Dewasa tua (>60 tahun) 2 3,3 0 0,0 Total , ,0 Min-max (tahun) Rataan ± std. (tahun) 47,42 ± 9,42 41,55 ± 8,46 Pendidikan Suami dan Istri Pendidikan menjadi salah satu ukuran kemampuan berpikir seseorang, pada umumnya semakin tinggi pendidikan, seseorang akan semakin baik dalam berpikir dan mengatasi permasalahan dalam hidupnya. Pendidikan dasar merupakan pendidikan yang terdiri dari enam tahun di sekolah dasar dan tiga tahun di sekolah menengah pertama. Sementara itu, pendidikan menengah merupakan kelanjutan pendidikan dasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh keluarga (68,3%) memiliki suami dengan pendidikan Sekolah Dasar/sederajat. Sama halnya dengan suami, lebih dari separuh keluarga (65,0%) memiliki istri dengan pendidikan Sekolah Dasar/sederajat. Pendidikan suami maupun istri pada umumnya hanya sampai sekolah dasar saja. Terdapat 5,0 persen dan 1,7 persen istri yang sama sekali tidak pernah sekolah. Suami dan istri yang dapat menuntaskan hingga sekolah menengah atas hanya 5,0 persen dan 6,7 persen. Tidak ada suami dan istri dari keluarga contoh yang mencapai tingkat pendidikan hingga perguruan tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat pendidikan suami dan istri masih tergolong rendah. Rata-rata lama pendidikan suami ialah 6,33 tahun, sedangkan rata-rata lama pendidikan istri ialah 6,07 tahun.

4 24 Tabel 4 Sebaran keluarga berdasarkan tingkat pendidikan suami dan istri Tingkat Pendidikan Suami Istri n % n % Tidak pernah sekolah (0 tahun) 3 5,0 1 1,7 SD/Sederajat (1-6 tahun) 41 68, ,0 SMP/Sederajat (7-9 tahun) 13 21, ,7 SMA/Sederajat (10-12 tahun) 3 5,0 4 6,6 Total , ,0 Min-Max (tahun) Rataan + std. (tahun) 6,33 + 2,772 6,07 + 2,574 Pekerjaan Suami Melalui pendidikan yang tinggi diharapkan seorang kepala keluarga akan mendapatkan pekerjaan yang baik. Suami adalah kepala keluarga yang bekerja sebagai pencari nafkah utama bagi keluarga (primary breadwinner). Seluruh suami pada keluarga contoh memiliki pekerjaan sebagai petani. Status pekerjaan suami sebagai petani dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu petani pemilik, petani penggarap, dan buruh tani. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat lebih dari separuh keluarga (56,7%) memiliki suami dengan status pekerjaan sebagai buruh tani. Sisanya sebesar 28,3 persen dan 15,0 persen keluarga memiliki suami dengan status pekerjaan sebagai petani penggarap dan petani pemilik. Pekerjaan tambahan yang dimiliki suami selain bertani antara lain menjadi tukang kayu, mengurus industri rumahan, menjadi kuli panggul, kuli bangunan, supir tembak, ataupun dengan melakukan kegiatan pertanian lainnya di luar pekerjaan utama. Tabel 5 Sebaran keluarga berdasarkan status pekerjaan suami Status Pekerjaan Jumlah (n) Persen (%) Buruh tani 34 56,7 Petani penggarap 17 28,3 Petani pemilik 9 15,0 Total ,0 Pekerjaan Istri Pekerjaan istri merupakan pekerjaan utama yang dilakukan oleh istri. Untuk memenuhi kebutuhan keluarga, pada umumnya seorang istri pun ikut membantu menambah penghasilan keluarga. Tabel 6 menunjukan bahwa hampir separuh keluarga (45,0%) memiliki istri yang tidak bekerja atau hanya sebagai ibu rumah tangga. Sementara itu lebih dari seperempat keluarga (36,7%) memiliki istri yang bekerja sebagai pedagang/berwirausaha. Istri yang bekerja sebagai buruh tani dan buruh non-tani secara berturut-turut ialah sebesar 5,0 persen dan 1,7 persen. Pekerjaan lainnya yang dimiliki istri yaitu sebagai

5 25 pembantu rumah tangga dan wiraswasta sebesar 11,7 persen. Beberapa istri memiliki pekerjaan tambahan di samping pekerjaan utamanya, seperti menjadi distributor pakaian dan makanan. Tabel 6 Sebaran keluarga berdasarkan pekerjaan utama Istri Status Pekerjaan Jumlah (n) Persen (%) Tidak bekerja 27 45,0 Buruh tani 3 5,0 Buruh non-tani 1 1,7 Wirausaha/pedagang 22 36,7 Lainnya 7 11,7 Total ,0 *lainnya : pembantu rumah tangga, wiraswasta Tipe Keluarga Tipe keluarga dibedakan menjadi dua, yaitu keluarga inti (nuclear family) dan keluarga luas (extended family). Keluarga inti merupakan keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak, sedangkan keluarga luas merupakan keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain seperti nenek, kakek, menantu, cucu, dan lain-lain. Tabel 7 menunjukkan bahwa lebih dari tiga perempat keluarga (76,7%) merupakan keluarga inti. Tabel 7 Sebaran keluarga berdasarkan tipe keluarga Tipe Keluarga Jumlah (n) Persen (%) Keluarga inti 46 76,7 Keluarga luas 14 23,3 Total ,0 Besar Keluarga Besar keluarga merupakan jumlah anggota keluarga yang masih menjadi tanggungan orang tua. Menurut BKKBN (1995), besar keluarga dikelompokkan menjadi tiga, yaitu keluarga kecil ( 4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar ( 8 orang). Tabel 8 menunjukan bahwa lebih dari separuh keluarga (55,0%) termasuk dalam kategori keluarga sedang (5-7 orang). Dari hasil wawancara di lapang masih banyak keluarga yang belum melaksanakan program Keluarga Berencana, terutama keluarga dengan usia suami dan istri pada kategori dewasa tua cenderung masih memiliki banyak anak. Meskipun demikian, anak mereka yang sudah memiliki keluarga sendiri tidak tinggal satu rumah lagi karena sudah membentuk keluarga masing-masing. Sementara itu, keluarga yang memiliki usia suami dan istri yang lebih muda sudah memiliki kesadaran akan pentingnya Keluarga Berencana, sehingga

6 26 mereka berusaha membatasi kelahiran dengan menggunakan fasilitas-fasilitas KB yang tersedia dan memeriksakan diri secara rutin ke pusat kesehatan masyarakat terdekat. Tabel 8 Sebaran keluarga berdasarkan jumlah anggota keluarga Besar Keluarga Jumlah (n) Persen (%) Keluarga kecil (<4 orang) 25 41,7 Keluarga sedang (5-6 orang) 33 55,0 Keluarga besar (>7 orang) 2 3,3 Total ,0 Min-Max (orang) 3 8 Rataan ± SD 4,68 ± 1,02 Jumlah Anak Sekolah Jumlah anak sekolah merupakan banyaknya anak yang masih sekolah dalam keluarga. Anak usia sekolah yang dimiliki oleh setiap keluarga dalam penelitian ini berbeda-beda, mulai dari satu anak hingga tiga orang anak sekolah. Tabel 9 menunjukan terdapat lebih dari separuh keluarga (61,7%) memiliki anak sekolah sebanyak satu orang. Sementara itu, terdapat lebih dari seperempat keluarga (35,0%) memiliki anak sekolah sebanyak dua orang. Hanya 3,3 persen keluarga contoh yang memiliki anak sekolah sebanyak tiga orang. Tabel 9 Sebaran keluarga berdasarkan jumlah anak sekolah Jumlah Anak Sekolah Jumlah (n) Persen (%) Satu 37 61,7 Dua 21 35,0 Tiga 2 3,3 Total ,0 Rataan ± SD 1,42 ± 0,56 Tingkat Pendidikan Anak Jenjang pendidikan formal terdiri dari pendidikan dasar yang meliputi jenjang Sekolah Dasar (SD/sederajat) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP/sederajat), serta pendidikan menengah yang merupakan jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA/sederajat). Pada Tabel 10 dapat diketahui bahwa anak putus sekolah jenjang SD dan SMP hanya (4,4%) dan (17,1%). Jumlah tersebut lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah anak sekolah jenjang SMA yang mengalami putus sekolah. Lebih dari separuh anak SMA (64,9%) yang dimiliki oleh keluarga mengalami putus sekolah, sisanya sebanyak 35,1 persen masih berstatus sebagai pelajar SMA. Hal ini dikarenakan biaya sekolah jenjang pendidikan dasar tidak terlalu membebani keluarga, sementara biaya sekolah

7 27 jenjang pendidikan menengah yang jauh lebih mahal dirasa sangat membebani keluarga. Tabel 10 Sebaran anak responden berdasarkan status sekolah dan tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan Sekolah Putus Sekolah n % n % Sekolah Dasar (SD) 43 95,5 2 4,4 Sekolah Menengah Pertama (SMP) 29 82,8 6 17,1 Sekolah Menengah Atas (SMA) 13 35, ,9 Berdasarkan hasil tabulasi silang antara pendapatan per kapita dengan jumlah anak sekolah dan anak putus sekolah yang dimiliki keluarga petani, didapatkan bahwa tiga puluh anak putus sekolah berasal dari keluarga yang memiliki pendapatan per kapita di bawah Garis Kemiskinan Kota Bogor tahun 2011 (<Rp ). Tabel 11 Jumlah anak sekolah dan putus sekolah berdasarkan pendapatan per kapita Pendapatan per kapita Sekolah Putus sekolah (Rp/bulan) n % n % <Rp , ,14 Rp ,11 2 5,80 Kepemilikan Aset Aset dalam penelitiaan ini adalah sumberdaya materi yang dimiliki oleh keluarga dan bernilai ekonomi. Aset terdiri dari barang dan uang (tabungan). Aset keluarga dapat dikelompokkan menjadi aset kendaraan, barang berharga, barang elektronik, tabungan, dan ternak. Rumah merupakan salah satu aset yang tergolong barang berharga. Tabel 12 menunjukkan bahwa hampir seluruh keluarga (96,7%) memiliki rumah sendiri. Hanya 3,3 persen keluarga contoh yang tidak memiliki rumah sendiri. Hanya 3,3 persen keluarga yang masih tinggal di rumah orangtua. Tabel 12 Sebaran keluarga berdasarkan status kepemilikan rumah Status kepemilikan rumah Jumlah (n) Persen (%) Milik sendiri 58 96,7 Sewa 0 0,0 Orang tua 2 3,3 Lainnya 0 0,0 Total ,0 Selain rumah, barang berharga lain yang banyak dimiliki oleh keluarga petani adalah tanah dan kebun dengan persentase masing-masing 60,0 persen dan 56,67 persen. Tanah berfungsi sebagai tabungan, jika suatu saat

8 28 membutuhkan uang, tanah tersebut dapat dijual. Alat transportasi yang paling banyak dimiliki keluarga contoh adalah motor, yaitu sebesar 60,0 persen. Barang elektronik yang paling banyak dimiliki ialah televisi (98,3%). Ternak yang paling banyak dimiliki keluarga contoh adalah ternak ayam, dengan persentase sebesar 68,3 persen. Seluruh keluarga contoh memiliki alat-alat pertanian tradisional, seperti cangkul, garu, arit, linggis, kapak, sedangkan hanya 13,3 persen keluarga contoh yang memiliki alat pertanian modern seperti mesin penghancur biji, mesin penggiling, seeder dan mesin penumbuk, yang pada umumnya dimiliki oleh petani pemilik. Tabel 13 menyajikan jenis-jenis aset yang dimiliki oleh keluarga petani. Tabel 13 Jumlah keluarga berdasarkan kepemilikan aset Jenis Aset Jumlah (n) Persen (%) Alat trasportasi : Mobil 6 10,0 Motor 36 60,0 Sepeda 19 31,7 Alat pertanian : Alat pertanian tradisional ,0 Alat pertanian modern 8 13,3 Barang berharga : Rumah 58 96,6 Tanah 36 60,0 Kebun 34 56,6 Emas 23 38,3 Sawah 7 11,7 Barang elektronik : TV 59 98,3 Radio 23 38,3 Kulkas 28 46,6 VCD/DVD 32 53,3 Microwave 0 0,0 Kipas angin 17 28,3 Handphone 56 93,3 Komputer/laptop 5 8,3 Telepon 0 0,0 Mesin cuci 6 10,0 Rice cooker 27 36,6 Tabungan : Di bank 13 21,6 Di rumah 11 18,3 Dipinjam orang 1 1,6 Ternak : Kambing 22 36,6 Ayam 41 68,3 Bebek 5 8,3 Ikan 8 13,3

9 29 Pendapatan Keluarga Pendapatan keluarga merupakan sejumlah uang yang diterima dari seluruh anggota keluarga yang bekerja. Tabel 14 menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan keluarga sebesar Rp ,7. Proporsi terbesar terdapat pada rentang Rp Rp per bulan yaitu sebesar 38,3 persen. Hanya 18,30 persen keluarga yang memiliki pendapatan keluarga lebih dari Rp Tabel 14 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan keluarga Pendapatan (Rp/bulan) Jumlah (n) Persen (%) < , , , ,7 > ,3 Total ,0 Min-Max (Rp/bulan) Rataan ± SD (Rp/bulan) ,7 ± ,04 Berdasarkan sumber pendapatan keluarga, suami merupakan penyumbang materi terbesar dalam pendapatan keluarga. Tabel 15 menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan suami sebagai petani adalah Rp ,55 per bulan. Dengan pendapatan utama sebagai petani sebesar itu diperkirakan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan maupun nonpangan keluarga, sehingga kepala keluarga mencari sumber penghasilan lain di samping pekerjaannya sebagai petani. Sementara itu, sumberdaya keluarga yang lain pun ikut bekerja untuk menambah penghasilan keluarga. Proporsi tertinggi kedua adalah pendapatan yang bersumber dari pekerjaan utama istri. Berdasarkan hasil wawancara. beberapa keluarga contoh memiliki istri yang aktif bekerja di samping pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga, baik dengan berwirausaha/berdagang, ataupun dengan menjadi buruh tani dan non-tani. Mengingat banyaknya pabrik dan perusahaan yang didirikan di perkotaan, sehingga peluang kerja bagi masyarakat perkotaan cenderung besar. Sementara itu, peran anak yang bekerja sangat membantu dalam perekonomian keluarga. Pada keluarga contoh, ditemukan banyak dari mereka yang tidak melanjutkan sekolah (hanya lulus SD/SMP/SMA saja) dan bekerja sebagai karyawan di perusahaan ataupun bekerja sebagai buruh pabrik. Biasanya anak yang bekerja ialah anak sulung yang masih memiliki beberapa adik lagi yang

10 30 masih sekolah, sehingga mereka harus membantu orang tua membiayai kebutuhan adik-adiknya. Tabel 15 Rataan pendapatan berdasarkan sumber pendapatan keluarga Sumber Utama Tambahan Jumlah Pendapatan Rp % Rp % Rp % Suami ,5 35, ,3 27, ,9 62,9 Istri ,1 17, ,0 6, ,1 24,3 Anak ,3 12,7 0,0 0, ,3 12,8 Total , ,38 34, ,33 100,0 Pendapatan Per Kapita Pendapatan per kapita adalah pendapatan yang dihitung berdasarkan pendapatan seluruh anggota keluarga dibagi dengan jumlah seluruh anggota keluarga yang dinyatakan dalam rupiah/kapita/bulan. Pendapatan per kapita dalam penelitian ini dikelompokkan berdasarkan Garis Kemiskinan BPS Kota Bogor tahun Tabel 16 menunjukkan bahwa lebih dari separuh keluarga (61,7%) memiliki pendapatan per kapita <Rp /bulan. Sedangkan sisanya (38,3%) berada di atas Garis Kemiskinan dengan pendapatan per kapita Rp /bulan. Hal tersebut menunjukan bahwa keluarga petani masih banyak yang tergolong keluarga miskin. Tabel 16 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan per kapita Pendapatan Perkapita (Rp/bulan) Jumlah (n) Persen (%) Miskin (< ) 37 61,7 Tidak Miskin ( ) 23 38,3 Total ,0 Min-Max (Rp/bulan) Rataan ± SD (Rp/bulan) ± ,50 Bantuan Dana yang Diterima Keluarga Dana bantuan ialah sejumlah uang, ataupun jaminan investasi yang diberikan oleh pemerintah atau perusahaan tertentu untuk keluarga yang membutuhkan, terutama untuk keluarga miskin. Jenis bantuan dana bermacammacam jenisnya, diantaranya yaitu PKH (Program Keluarga Harapan), BLT (Bantuan Langsung Tunai), Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat), Askes (Asuransi Kesehatan), Asuransi Pendidikan, Askeskin, dan lain-lain. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 18,3 persen keluarga yang menerima Dana Bantuan Langsung Tunai lima tahun terakhir ini, sementara itu hanya 1,7 persen keluarga contoh yang menginvestasikan sebagian dana untuk menerima

11 31 bantuan berupa asuransi pendidikan di kemudian hari. Sebaran keluarga berdasarkan dana bantuan yang lain dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Sebaran keluarga berdasarkan dana bantuan yang diterima Aset Jumlah (n) Persen (%) PKH 5 8,3 BLT 11 18,3 Jamkesmas 10 16,7 Asuransi Kesehatan 2 3,3 Asuransi Pendidikan 1 1,7 Beasiswa 2 3,3 Askeskin 6 10,0 Tabungan untuk Pendidikan Anak Keluarga menyimpan dana untuk pendidikan anak dengan berbagaimacam cara, namun pada Tabel 18 dapat terlihat sebanyak 68,3 persen keluarga tidak memiliki tabungan atau persiapan dana untuk pendidikan anak sama sekali dalam bentuk apapun. Hal tersebut dikarenakan himpitan ekonomi, yang menyebabkan keluarga lebih mengutamakan hal lain seperti kebutuhan pangan, dibandingkan dengan keperluan untuk dana pendidikan. Sebanyak 25,0 persen keluarga menyimpan dana pendidikan di rumah, sebanyak 5,0 persen menyimpan dana pendidikan dalam bentuk deposito, serta hanya 1,7 persen keluarga responden yang menggunakan jasa asuransi pendidikan. Tabel 18 Sebaran keluarga berdasarkan kepemilikan tabungan untuk pendidikan Tabungan Pendidikan Jumlah (n) Persen (%) Tidak memiliki tabungan 41 68,3 Tabungan di rumah 15 25,0 Deposito 3 5,0 Asuransi Pendidikan 1 1,7 Total ,0 Pengeluaran Keluarga Tabel 19 menunjukkan rataan alokasi pengeluaran keluarga berdasarkan jenis pengeluaran. Jenis pengeluaran keluarga dibagi menjadi dua yaitu, pengeluaran untuk pangan dan non-pangan. Pengeluaran untuk pangan terdiri dari pengeluaran untuk bahan makanan pokok, protein hewani, kacangkacangan, sayur-sayuran, buah-buahan, dan pangan lainnya. Rataan pengeluaran keluarga contoh untuk pangan adalah Rp ,63 atau sebesar 39,76 persen dari total pengeluaran keluarga. Proporsi terbesar pengeluaran pangan keluarga terdapat pada pengeluaran untuk makanan pokok

12 32 (16,24%), diikuti dengan pengeluaran untuk kebutuhan lainnya seperti gula, garam, kopi, dan minyak goreng sebesar 9,48 persen, lalu kemudian kebutuhan akan sumber protein hewani (8,30%). Pengeluaran pangan yang paling sedikit ialah pengeluaran untuk sayur-sayuran (1,82%) dan untuk membeli buah-buahan (1,26%) hal ini dikarenakan keluarga contoh yang merupakan keluarga petani lebih memilih menanam tanaman sayur dan buah sendiri di pekarangan rumahnya, atau meminta pada tetangga yang memiliki kebun sendiri, dibandingkan dengan sengaja membeli sayur-mayur dan buah-buahan di pasar. Berdsarkan perbandingan persentase antara alokasi pengeluaran untuk kebutuhan pangan dan non-pangan, dapat terlihat bahwa proporsi pengeluaran untuk kebutuhan non-pangan lebih besar daripada proporsi pengeluaran untuk kebutuhan pangan. Hal ini dikarenakan keluarga petani adalah keluarga yang memproduksi bahan-bahan makanan mentah, seperti sayur-sayuran, buahbuahan, bahkan bahan makanan pokok utama yang mayoritas masyarakat konsumsi yaitu beras. Sehingga, untuk pengeluaran pangan, mereka pada umumnya mengambil dari hasil produksi mereka sendiri dan hanya sesekali membeli jika sedang tak ada persediaan. Tabel 19 Rata-rata alokasi pengeluaran keluarga dan per kapita Jenis pengeluaran Rata-rata pengeluaran Rata-rata pengeluaran keluarga (Rp/bulan) per kapita(rp/kapita) % Pangan Makanan pokok , ,78 16,24 Sumber protein hewani , ,99 8,30 Kacang-kacangan , ,19 2,66 Sayuran , ,77 1,82 Buah-buahan , ,50 1,26 Lainnya , ,89 9,48 Total Pangan , ,12 39,76 Non pangan Pendidikan , ,69 23,98 Kesehatan , ,91 6,22 Pakaian dan alas kaki , ,29 1,19 Energi , ,89 9,65 Lainnya , ,42 19,20 Total non pangan , ,24 Total , ,32 100,00 Pengeluaran untuk kebutuhan non-pangan terdiri dari pengeluaran untuk kesehatan, pendidikan, pakaian dan alas kaki, energi, dan kebutuhan nonpangan lainnya. Rataan pengeluaran keluarga contoh untuk non-pangan adalah Rp ,52 per bulan atau 60,24 persen dari total pengeluaran keluarga. Proporsi terbesar pengeluaran non-pangan keluarga terdapat pada pengeluaran

13 33 untuk pendidikan, yaitu sebesar 23,98 persen. Pengeluaran terbesar kedua ialah kebutuhan lainnya (19,20%) yang meliputi rokok, transport selain anak, sewa/perawatan rumah, pembayaran listrik, PAM, pulsa telepon genggam, pembantu, dan pajak. Keluarga petani, terutama petani pemilik rutin membayar pajak lahan setiap tahunnya, begitu pula dengan keluarga lain yang memiliki kendaraan, seperti motor dan mobil. Beberapa keluarga pun tak lepas dari kebutuhan akan rokok yang dapat memperbesar pengeluaran kebutuhan lainlain. Persepsi Orang Tua tentang Pendidikan Menengah Persepsi merupakan pandangan orang tua, dalam penelitian ini adalah persepsi istri tentang pendidikan menengah bagi anak. Persepsi tentang pendidikan menengah dikelompokkan menjadi menjadi tiga, yaitu kurang (skor 40), sedang (skor 41-60), dan baik (skor 61). Tabel 20 menunjukkan bahwa lebih dari separuh keluarga (58,4%) memiliki persepsi pada kategori sedang (skor 41-60). Hanya 5,5 persen yang memiliki persepsi pendidikan menengah dalam kategori kurang ( 40). Tabel 20 Sebaran keluarga berdasarkan persepsi pendidikan menengah Persepsi Pendidikan (skor) Jumlah (n) Persen (%) Kurang ( 40) 3 5,0 Sedang (41 60) 35 58,4 Baik ( 61) 22 36,6 Total ,0 Min-Max (skor) Rataan ± SD (skor) 57,8 ± 9,2 Rata-rata persepsi orangtua berada pada kategori sedang. Hal ini dikarenakan meskipun hampir seluruh istri menyetujui bahwa pendidikan menengah merupakan hak setiap anak (98,3%), pendidikan menengah penting untuk meningkatkan kualitas anak (95,0%), pendidikan menengah merupakan kunci kemandirian (83,4%), dan pendidikan menengah sebagai gerbang pencapaian cita-cita (93,3%). Namun, masih ada istri yang beranggapan bahwa setelah tamat pendidikan dasar anak lebih diutamakan membantu perekonomian keluarga dibandingkan dengan melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan menengah, karena kendala ekonomi. Selain itu, masih banyak istri yang beranggapan bahwa pendidikan menengah membutuhkan biaya yang besar (80,4%) sehingga memberatkan keluarga, biaya pendidikan menengah dapat menyita uang keluarga. Oleh karena itu, lebih dari separuh istri (53,3%) menyetujui bahwa tidak semua anak harus bersekolah hingga jenjang pendidikan

14 34 menengah karena tergantung dana yang tersedia dan keinginan anak melanjutkan sekolahnya atau lebih memilih bekerja membantu perekonomian keluarga. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada Tabel 21 dibawah ini. Tabel 21 Sebaran persepsi orang tua tentang pendidikan menengah No. Pertanyaan Jawaban (%) TS KS S SS 1. Pendidikan menengah (SMA) merupakan hak 0,0 1,7 63,3 35,0 setiap warga Negara Indonesia. 2. Setiap orangtua harus menyekolahkan semua- 3,3 65,0 11,7 20,0 anaknya hingga ke jenjang sekolah menengah. 3. Tujuan pendidikan menengah adalah untuk 0,0 5,0 73,3 21,7 meningkatkan kualitas anak. 4. Pendidikan menengah membutuhkan biaya besar, 8,3 11,3 18,3 62,1 sehingga memberatkan keluarga. 5. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar, anak 23,3 40,0 18,3 18,3 diutamakan untuk membantu ekonomi keluarga dibandingkan dengan melanjutkan sekolah ke jenjang menengah. 6. Pendidikan menengah (SMA) merupakan kunci 1,7 15,0 61,7 21,7 kemandirian. 7. Pendidikan menengah tidak selalu menjamin 5,00 30,0 41,7 23,3 bekerja. 8. Pendidikan menengah tidak selalu menjadikan 1,7 18,3 65,0 15,0 orang kaya. 9. Sekolah hingga jenjang SMA/Sederajat tidak perlu 46,7 41,7 11,7 0,0 karena yang sekolah tinggi sudah banyak. 10. Pendidikan hingga jenjang menengah tidak perlu 25,0 56,7 15,0 3,3 karena banyak lulusan yang sulit mencari kerja. 11. Biaya pendidikan menengah akan menyita uang 1,7 63,3 16,7 18,3 keluarga. 12. Sekolah akan menyebabkan anak malas membantu 15,0 71,7 11,7 1,7 pekerjaan orangtua. 13. Anak sudah bisa membaca dan menulis maka tidak 0,0 65,0 30,0 5,0 perlu melanjutkan sekolah. 14. Pendidikan menengah bagi laki-laki lebih 30,0 43,3 10,0 16,7 diprioritaskan daripada bagi perempuan. 15. Asuransi untuk pendidikan anak sangat penting. 5,0 33,3 58,3 3,3 16. Semakin tinggi pendidikan anak, semakin baik 1,7 11,7 58,3 28,3 masa depannya. 17. Pendidikan menengah penting untuk 1,7 3,3 48,3 46,7 mengembangkan potensi yang dimiliki anak. 18. Sekolah menengah menjadi gerbang untuk 3,3 3,3 55,0 38,3 pencapaian cita-cita anak. 19. Tidak semua anak harus bersekolah hingga jenjang 8,3 38,3 45,0 8,3 sekolah menengah. 20. Pendidikan menengah hanya cocok untuk orang kaya. 65,0 31,7 3,3 0,0 Keterangan: TS= Tidak Setuju S= Setuju KS= Kurang setuju SS= Sangat Setuju

15 35 Persepsi Orang Tua tentang Pendidikan Menengah pada Keluarga yang Memiliki Anak SMA dan Tidak Memiliki Anak SMA Keluarga yang memiliki anak SMA pada umumnya memiliki persepsi yang lebih baik tentang pendidikan menengah dibandingkan dengan keluarga yang tidak memiliki anak SMA, terlihat pada Tabel 22 rataan skor persepsi pendidikan menengah pada keluarga yang memiliki anak SMA yaitu sebesar 58,72, sedangkan rataan persepsi pendidikan menengah pada keluarga yang tidak memiliki anak SMA yaitu sebesar 56,71. Hal ini diduga karena keluarga yang memiliki anak SMA mampu memenuhi kebutuhan pendidikan anak SMA yang tentunya membutuhkan fasilitas dan dana pendidikan yang lebih banyak dibandingkan dengan jenjang pendidikan sebelumnya. Responden yang memiliki anak SMA yakin bahwa dengan ilmu yang didapatkan dari bangku sekolah menengah, anak mereka mampu mendapatkan pekerjaan yang lebih baik di kemudian hari. Namun demikian, hasil uji beda menunjukan tidak ada perbedaan nyata antara persepsi pendidikan menengah pada responden yang memiliki anak SMA dan yang tidak memiliki anak SMA (p>0,05). Tabel 22 Sebaran keluarga berdasarkan kategori persepsi pendidikan menengah, kepemilikan anak SMA, rata-rata, dan standar deviasi Kategori Memiliki anak SMA Tidak Memiliki anak SMA Total n % n % n % Rendah ( 40) 1 7,6 2 4,2 3 5,0 Sedang (41-60) 7 53, , ,4 Baik ( 61) 5 38, , ,6 Total , , ,0 Min-Max Rataan+std. 58,72-9,12 56,71-9,32 57,8-9,23 p-value 0,148 Persepsi Orang Tua tentang Pendidikan Menengah pada Keluarga yang Memiliki Anak Putus Sekolah dan Tidak Memiliki Anak Putus Sekolah Tabel 23 menunjukan bahwa sebanyak 59,3 persen responden yang memiliki anak putus sekolah memiliki persepsi pendidikan menengah pada kategori sedang dan sebanyak 31,2 persen pada kategori baik. Sementara itu, sebanyak 57,2 persen responden yang tidak memiliki anak putus sekolah memiliki persepsi pendidikan menengah pada kategori sedang dan sebanyak 42,8 persen pada kategori baik. Hasil uji beda menunjukan terdapat perbedaan nyata antara persepsi pendidikan menengah pada responden yang memiliki anak putus sekolah dan yang tidak memiliki anak putus sekolah (p<0,05).

16 36 Rataan skor persepsi pendidikan menengah responden yang memiliki anak putus sekolah lebih rendah dibandingkan responden yang tidak memiliki anak sekolah. Hal ini dapat diartikan bahwa responden yang tidak memiliki anak putus sekolah memiliki persepsi pendidikan menengah lebih baik dibandingkan dengan responden yang memiliki anak putus sekolah. Berdasarkan hasil wawancara, keluarga yang memiliki anak putus sekolah lebih mementingkan anak segera bekerja dibandingkan dengan melanjutkan sekolah ke jenjang selanjutnya. Selain itu, anak yang putus sekolah pada umumnya ialah anak sulung yang masih memiliki beberapa adik. Anak sulung dalam keluarga responden pada umumnya diharapkan dapat segera membantu perekonomian keluarga, terutama dalam membiayai adik-adiknya yang masih sekolah. Orang tua yang memiliki anak putus sekolah percaya bahwa kesuksesan seseorang tidak ditentukan oleh seberapa tinggi pendidikan yang ditempuh, sehingga tidak terlalu penting menyekolahkan anak hingga ke jenjang pendidikan menengah. Responden yang memiliki anak putus sekolah pada umumnya memiliki pendidikan dan pendapatan yang rendah, sehingga memerlukan bantuan dari anak untuk menambah penghasilan keluarga demi memenuhi kebutuhankebutuhan keluarga. Hasil korelasi (Lampiran 2) menunjukan bahwa orang tua yang memiliki pendidikan dan pendapatan yang rendah memiliki persepsi yang lebih rendah tentang pendidikan menengah dibandingkan dengan keluarga yang memiliki pendidikan dan pendapatan lebih tinggi yang pada umumnya dapat menyekolahkan anak-anak mereka hingga ke jenjang sekolah menengah. Tabel 23 Sebaran keluarga berdasarkan kategori persepsi pendidikan menengah, status sekolah anak, rata-rata, dan standar deviasi. Kategori Putus Sekolah Tidak Putus Sekolah Total n % n % n % Rendah ( 40) 3 9,5 0 0,0 3 5,0 Sedang (41-60) 19 59, , ,4 Baik ( 61) 10 31, , ,6 Total , , ,0 Min-Max Rataan+std. 55,34-9,57 62,34-8,56 57,8-9,23 p-value 0,012 Persepsi Orang Tua tentang Pendidikan Menengah pada Ibu Bekerja dan Tidak Bekerja Pada Tabel 24 dapat diketahui bahwa sebanyak 51,6 persen responden yang merupakan ibu bekerja memiliki persepsi pendidikan pada kategori sedang dan sebesar 45,4 pada kategori baik. Sementara itu seperempat responden yang

17 37 merupakan ibu bekerja memiliki persepsi pendidikan menengah pada kategori baik, dan sebesar 66,7 pada kategori sedang. Hasil uji beda menunjukan bahwa tidak ada perbedaan persepsi pendidikan menengah pada responden yang merupakan ibu bekerja dan ibu yang tidak bekerja (p>0,05). Tabel 24 Sebaran keluarga berdasarkan kategori persepsi pendidikan menengah, status bekerja istri, rata-rata, dan standar deviasi. Kategori Bekerja Tidak Bekerja Total n % n % n % Rendah ( 40) 1 3,0 2 7,4 3 5,0 Sedang (41-60) 17 51, , ,4 Baik ( 61) 15 45,4 7 25, ,6 Total , , ,0 Min-Max Rataan+std. 59,56-8,88 56,25-9,45 57,8-9,23 p-value 0,323 Persepsi Orang Tua tentang Pendidikan Menengah pada Petani Pemilik, Petani Penggarap, dan Buruh Tani Persepsi orang tua tentang pendidikan menengah berdasarkan status usaha suami terlihat pada Tabel 25 yang menunjukan bahwa sebesar 66,6 persen responden dengan status suami petani pemilik memiliki persepsi tentang pendidikan menengah pada kategori baik dan sebesar 33,3 persen memiliki persepsi sedang. Sebesar 35,4 persen responden dengan status suami petani penggarap memiliki persepsi tentang pendidikan pada kategori baik dan sebesar 64,8 persen memiliki persepsi sedang. Sementara itu, sebesar 29,6 persen responden dengan status suami sebagai buruh tani memiliki persepsi dalam kategori baik dan sebesar 64,8 persen memiliki persepsi sedang. Tidak ada responden yang berstatus petani pemilik yang memiliki persepsi kurang. Hasil uji beda menunjukan bahwa ada perbedaan nyata tentang persepsi pendidikan menengah pada ketiga status usaha suami, yaitu petani pemilik, penggarap, dan buruh tani (p<0,05). Rataan skor persepsi petani pemilik lebih tinggi dibandingkan dengan petani penggarap dan buruh tani. Hal ini dapat diartikan bahwa responden yang memiliki suami berstatus sebagai petani pemilik lebih baik persepsinya tentang pendidikan menengah dibandingkan dengan responden yang memiliki suami berstatus petani penggarap dan buruh tani. Berdasarkan hasil penelitian, petani pemilik memiliki pendidikan dan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani penggarap dan buruh tani. Hasil korelasi (Lampiran 2)

18 38 menunjukan bahwa semakin tinggi pendidikan orang tua dan pendapatan keluarga akan semakin baik persepsinya tentang pendidikan menengah. Petani pemilik dengan penghasilan yang lebih memadai dibandingkan dengan petani penggarap dan buruh tani tentunya lebih optimis untuk memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak. Sementara itu, petani penggarap dan buruh tani meskipun pada umumnya mereka ingin menyekolahkan anak hingga jenjang menengah, namun terkendala oleh masalah dana pendidikan, sehingga mereka tidak terlalu menganggap pendidikan menengah begitu penting, asalkan anak sudah dapat membaca dan menulis serta telah menamatkan jenjang pendidikan dasar, hal tersebut cukup bagi mereka. Responden yang bersuami petani penggarap dan buruh tani lebih memikirkan bagaimana agar anak dapat segera membantu perekonomian keluarga. Tabel 25 Sebaran keluarga berdasarkan kategori persepsi pendidikan menengah, status petani, rata-rata, dan standar deviasi. Kategori Petani Pemilik Petani Penggarap Buruh tani Total n % n % n % n % Kurang ( 40) 0 0,0 1 5,8 2 5,6 3 5,0 Sedang (41-60) 3 33, , , ,4 Baik ( 61) 6 66,6 6 35, , ,6 Total 9 100, , , ,0 Min-Max Rataan+std. 64,61-8,16 57,32-7,87 51,63-9,81 57,8-9,23 p-value 0,031 Alokasi Pengeluaran untuk Pendidikan Rata-rata alokasi pengeluaran untuk pendidikan anak ialah sebesar Rp ,26 per bulan, dengan presentase 23,9 persen dari total pengeluaran keluarga sebesar Rp ,15. Pada Tabel 26 dapat terlihat bahwa alokasi pengeluaran untuk pendidikan terendah yang dikeluarkan keluarga responden ialah sebesar Rp55.833,00. Keluarga yang mengalokasikan dana pendidikan anak terendah baik dalam rupiah per bulan maupun dalam persentase ialah keluarga yang hanya memiliki satu orang anak sekolah dengan jenjang pendidikan Sekolah Dasar. Anak Sekolah Dasar pada umumnya belum memerlukan biaya transportasi karena jarak rumah yang dekat dengan sekolah, sehingga dapat ditumpuh hanya dengan berjalan kaki. Selain itu, anak Sekolah Dasar dibebaskan biaya SPP/BP3 karena adanya Dana Bantuan Operasional Sekolah. Alokasi pengeluaran untuk pendidikan terbesar yang dikeluarkan oleh responden ialah sebesar Rp ,00 dengan persentase 35%. Keluarga

19 39 yang memiliki alokasi pengeluaran untuk pendidikan terbesar ialah keluarga yang memiliki beberapa anak sekolah yang satu diantaranya sedang menjalankan pendidikan pada jenjang Sekolah Menengah Atas. Anak yang telah memasuki jenjang pendidikan SMA lebih banyak membutuhkan dana pendidikan dibandingkan dengan jenjang pendidikan sebelumnya. Biaya SPP/BP3 anak pada jenjang Sekolah Menengah Atas cukup tinggi. Selain itu, letak sekolah yang jauh dari rumah membuat orang tua harus rutin memberikan biaya transportasi untuk anak, yang jika diakumulasikan per bulannya cukup besar. Pada keluarga yang memiliki alokasi pengeluaran untuk pendidikan terbesar, orang tua memasukan anak ke tempat kursus di luar sekoalah formal. Seperti kursus komputer dan bahasa Inggris yang tentunya membutuhkan biaya tidak sedikit. Tabel 26 Statistik deskriptif alokasi pengeluaran keluarga untuk pendidikan anak pada keluarga responden. Statistik deskriptif Alokasi pengeluaran untuk pendidikan anak Rp % Min ,00 10,3 Maks ,00 35,4 Rataan ,26 23,9 Std ,73 10,6 Pada Tabel 27 dapat terlihat proporsi terbesar pada alokasi pengeluaran untuk pendidikan per anak ialah pengeluaran untuk uang saku (37,20%). Orangtua rutin memberikan uang saku pada anak baik itu secara harian, mingguan, ataupun bulanan. Proporsi terbesar selanjutnya adalah pengeluaran untuk SPP/BP3 (21,98%) dan transportasi (17,99%). Biaya transportasi pada keluarga yang memiliki anak SMP dan SMA pada umumnya lebih besar, karena letak sekolah yang cukup jauh, sedangkan untuk anak Sekolah Dasar, orangtua menyekolahkan anaknya di Sekolah Dasar terdekat dari rumah sehingga dapat ditempuh dengan hanya berjalan kaki. Keluarga yang memiliki anak SMA mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk SPP/BP3 setiap bulannya. Hal tersebut disebabkan pembebasan pungutan biaya yang dicanangkan oleh pemerintah melalui program BOS hanya diberikan untuk siswa sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.

20 40 Tabel 27 Rataan alokasi pengeluaran untuk pendidikan anak berdasarkan jenjang pendidikan dan rata-rata per anak Pengeluaran untuk pendidikan anak SD SMP SMA Rata-Rata Per Anak SPP/BP , , ,78 21,98 Transportasi 6.046, , , ,61 17,99 Buku/alat tulis 7.267, , , ,58 3,53 Seragam sekolah 4.830, , , ,28 2,02 Uang saku , , , ,06 37,20 Sepatu 5.503, , , ,93 3,95 Tas sekolah 4.282, , , ,54 2,37 Les/kursus , , ,18 1,35 Buku penunjang , , , ,64 9,60 Total , , , ,65 100,0 Max , , , ,70 Min , , , ,00 Std , , , ,70 % Persentase uang saku yang dikeluarkan orangtua untuk anak SD lebih besar dibandingkan dengan anak SMP dan SMA, yaitu sebesar (61,10%) dari total pengeluaran untuk pendidikan anak SD. Sementara itu, persentase uang saku yang dikeluarkan orangtua untuk anak SMA paling sedikit, yaitu sebesar 24,61 persen dari total pengeluaran untuk pendidikan anak SMA. Hal ini diduga karena anak SMA memerlukan biaya yang lebih tinggi untuk SPP/BP3 dan transportasi, sehingga orang tua lebih mengutamakan biaya-biaya tersebut dibandingkan dengan uang saku. Selain itu, pada umumnya anak SMA mendapatkan uang jajan bulanan karena telah dipercaya cukup dewasa untuk mengatur keuangan sendiri. Berbeda dengan anak SMP yang pada umumnya masih diberikan uang jajan harian atau mingguan yang jika dihitung per bulan dapat lebih besar jumlahnya. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Persepsi tentang Pendidikan Menengah Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap persepsi pendidikan menengah dianalisis menggunakan regresi linier berganda. Hasil uji regresi linier berganda pada Tabel 28 menunjukan nilai Adjusted R square sebesar 0,548. Artinya sebesar 54,8 persen faktor yang berpengaruh terhadap persepsi orang tua tentang pendidikan menengah dapat dijelaskan oleh model, sedangkan sisanya dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa pendidikan istri dan pendapatan per kapita memiliki pengaruh positif signifikan terhadap persepsi tentang pendidikan menengah pada keluarga petani. Nilai koefisien regresi untuk pendidikan istri

21 41 ialah sebesar 1,505. Hal tersebut dapat diartikan bahwa setiap kenaikan satu tahun pendidikan istri akan menaikan skor persepsi tentang pendidikan menengah sebanyak 1,505. Sementara itu, nilai koefisien regresi untuk pendapatan per kapita ialah sebesar 5,718. Hal tersebut dapat diartikan setiap kenaikan satu rupiah pendapatan per kapita, akan menaikan skor persepsi tentang pendidikan menengah sebesar 5,718. Tabel 28 Faktor-faktor yang memengaruhi persepsi orang tua tentang pendidikan menengah Koefisien β No Variabel Tidak terstandarisasi Terstandarisasi Sig. 1. Konstanta 39,360 0,000** 2. Usia Istri (tahun) -0,073-0,067 0, Pendidikan istri (tahun) 1, ,000** 4. Pekerjaan istri (0=tidak bekerja, 1=bekerja) 0,709 0,039 0, Status petani 1,807 0,146 0, Jumlah anak sekolah (orang) 0,858 0,052 0, Besar keluarga (orang) -0,049-0,005 0, Pendapatan per kapita (rupiah/bulan) 5,718 0,304 0,018* F 11,224 R 0,776 Adjusted R square 0,548 Sig. 0,000 Keterangan : * =signifikan pada selang kepercayaan 95% ** =signifikan pada selang kepercayaan 99% Pendapatan per kapita berpengaruh positif signifikan terhadap persepsi pendidikan anak. Artinya, semakin besar pendapatan per kapita, persepsi orangtua tentang pendidikan menengah akan semakin baik. Hal ini diduga karena keluarga dengan pendapatan per kapita yang tinggi memiliki keyakinan bahwa mereka mampu membiayai pendidikan anak hingga jenjang sekolah menengah, sehingga dapat memengaruhi persepsinya terhadap pendidikan menengah. Usia istri berpengaruh negatif terhadap persepsi orangtua tentang pendidikan menengah. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tua usia istri, maka semakin rendah persepsinya terhadap pendidikan menengah. Berdasarkan hasil wawancara, istri yang lebih tua cenderung tidak terlalu menganggap pendidikan menengah itu penting, karena pada masanya pun kebanyakan orang hanya bersekolah hingga tamat Sekolah Dasar atau Sekolah Rakyat, bahkan banyak pula yang tidak lulus Sekolah Dasar. Mereka lebih mementingkan penerapan ilmu-ilmu agama dibandingkan dengan pendidikan formal.

22 42 Selain usia istri, besar keluarga pun berpengaruh negatif terhadap persepsi orangtua tentang pendidikan menengah. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin banyak anggota keluarga, atau semakin besar suatu keluarga, maka semakin rendah persepsinya terhadap pendidikan menengah. Hal ini diduga karena semakin banyak jumlah anggota keluarga, semakin besar tanggungan orangtua untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarganya, terutama untuk pendidikan anak, sehingga orangtua merasa terbebani dengan biaya pendidikan dan menganggap biaya pendidikan menengah memberatkan keluarga. Berdasarkan hasil penelitian, keluarga dengan jumlah anggota keluarga yang lebih banyak cenderung mementingkan pemenuhan kebutuhan pangan anggota keluarganya dibanding dengan kebutuhan akan pendidikan. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Alokasi Pengeluaran untuk Pendidikan Anak Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap alokasi pengeluaran untuk pendidikan dalam rupiah per anak dianalisis menggunakan regresi linier berganda. Hasil uji regresi linier berganda pada Tabel 29 menunjukan nilai Adjusted R square sebesar 0,392. Artinya sebesar 39,2 persen faktor yang berpengaruh terhadap alokasi pengeluaran untuk pendidikan anak dapat dijelaskan oleh model, sedangkan sisanya dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti. Tabel 29 Faktor-faktor yang memengaruhi alokasi pengeluaran untuk pendidikan anak (dalam rupiah per anak) Koefisien β No Variabel Tidak terstandarisasi Terstandarisasi Sig. 1. Konstanta ,428 0, Usia Istri (tahun) 4.936,458 0,255 0,039* 3. Pendidikan Istri (tahun) 1.429,148 0,024 0, Pekerjaan Istri (0=tidak bekerja, 1=bekerja) 2.616,578 0,080 0, Status petani ,128-0,078 0, Jumlah anak sekolah (orang) ,107-0,045 0, Besar keluarga (orang) ,589 0,105 0, Pendapatan per kapita (rupiah per bulan) 0,061 0,258 0,046* 9. Persepsi pendidikan (skor) 4.096,603 0,343 0,143 F 4,112 R 0,626 Adjusted R square 0,392 Sig. 0,001 Keterangan : * =signifikan pada selang kepercayaan 95% ** =signifikan pada selang kepercayaan 99%

23 43 Hasil uji regresi menunjukan bahwa usia istri dan pendapatan per kapita memiliki pengaruh positif signifikan terhadap alokasi pengeluaran untuk pendidikan. Nilai koefisien regresi untuk usia istri ialah sebesar 4.936,458 dan untuk pendapatan per kapita sebesar 0,061. Hal tersebut dapat diartikan bahwa setiap kenaikan satu tahun usia istri, akan menaikan alokasi pengeluaran untuk pendidikan sebanyak Rp4.936,458. Sementara itu, setiap kenaikan satu rupiah pendapatan per kapita, akan menaikan alokasi pengeluaran untuk pendidikan sebanyak Rp0,061. Pendapatan per kapita memiliki pengaruh positif signifikan terhadap alokasi pengeluaran untuk pendidikan anak, artinya, semakin tinggi pendapatan per kapita, semakin banyak alokasi pengeluaran untuk anak. Hal ini diduga karena keluarga yang memiliki pendapatan per kapita yang tinggi mampu memfasilitasi kebutuhan pendidikan anak, baik yang bersifat dasar, maupun yang sifatnya tidak terlalu diutamakan, misalnya anak mengikuti kursus-kursus mata pelajaran di luar sekolah yang membutuhkan biaya tidak sedikit. Usia istri memiliki pengaruh positif signifikan terhadap alokasi pengeluaran untuk pendidikan anak, artinya semakin tua usia istri, semakin tinggi alokasi pengeluaran untuk pendidikan, hal ini diduga karena istri yang lebih tua memiliki anak sekolah dengan jenjang pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan istri yang lebih muda. Istri dengan usia yang lebih muda pada umumnya memiliki anak sekolah masih di tingkat pendidikan dasar. Sehingga alokasi pengeluaran untuk pendidikan pada keluarga dengan istri yang lebih tua cenderung lebih banyak dibandingkan dengan keluarga dengan istri yang lebih muda. Status petani berpengaruh negatif terhadap alokasi pengeluaran untuk pendidikan anak. Hal ini diduga karena petani penggarap dan buruh tani memiliki anak usia sekolah dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi sehingga membutuhkan biaya yang lebih besar. Petani pemilik dalam penelitian ini pada umumnya sudah tidak memiliki banyak anak sekolah. Anak-anak mereka telah membentuk keluarga sendiri dan tidak tinggal lagi dengan orangtuanya. Selain itu, petani pemilik memiliki anak sekolah yang tingkat pendidikannya masih rendah (SD) sehingga belum memerlukan biaya yang besar. Dengan demikian, alokasi pengeluaran untuk pendidikan anak pada petani pemilik cenderung lebih sedikit.

24 44 Jumlah anak sekolah memiliki pengaruh negatif tidak signifikan terhadap alokasi pengeluaran untuk pendidikan. Semakin banyak jumlah anak sekolah yang dimiliki, semakin berkurang orangtua mengalokasikan dana untuk pendidikan anak. Hal ini diduga karena keluarga yang memiliki anak usia sekolah lebih banyak akan mengeluarkan uang untuk pendidikan dengan proporsi yang lebih kecil bagi setiap anaknya. Jika dilihat dari persentase alokasi pengeluaran untuk pendidikan, faktorfaktor yang memengaruhi alokasi pengeluaran untuk pendidikan anak per bulan dapat dilihat pada Tabel 30. Hasil uji regresi linier berganda pada Tabel 30 menunjukan nilai Adjusted R square sebesar 0,209. Artinya sebesar 20,9 persen faktor yang berpengaruh terhadap alokasi pengeluaran untuk pendidikan anak dapat dijelaskan oleh model, sedangkan sisanya dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti. Tabel 30 Faktor-faktor yang memengaruhi alokasi pengeluaran untuk pendidikan anak (dalam persentase) Koefisien β No Variabel Tidak terstandarisasi Terstandarisasi Sig. 1. Konstanta -14,065 0, Usia Istri (tahun) 0,366 0,290 0,039* 3. Pendidikan Istri (tahun) 0,792 0,205 0, Pekerjaan Istri (0=tidak bekerja, 1=bekerja) 1,214 0,057 0, Status petani -0,597-0,041 0, Jumlah anak sekolah (orang) 4,201 0,382 0,016* 7. Besar keluarga (orang) -6,350-0,060 0, Pendapatan per kapita (rupiah per bulan) 0,225 0,126 0, Persepsi pendidikan (skor) 0,143 0,123 0,516 F 1,686 R 0,457 Adjusted R square 0,209 Sig. 0,125 Keterangan : * =signifikan pada selang kepercayaan 95% ** =signifikan pada selang kepercayaan 99% Hasil uji regresi menunjukan bahwa usia istri dan jumlah anak sekolah memiliki pengaruh positif signifikan terhadap alokasi pengeluaran untuk pendidikan. Nilai koefisien regresi untuk usia istri ialah sebesar 0,366 dan jumlah anak sekolah sebesar 4,201. Hal ini dapat diartikan bahwa setiap kenaikan satu tahun usia istri, akan menaikan alokasi pengeluaran untuk pendidikan sebanyak 0,36 persen. Sementara itu, setiap penambahan satu orang anak sekolah akan meningkatkan alokasi pengeluaran untuk pendidikan sebesar 4,20 persen.

METODE PENELITIAN. Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study dengan metode survey di Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Pemilihan

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) 58 BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Bab ini mendeskripsikan karakteristik demografi individu petani

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN 5.1. Usia Usia responden dikategorikan menjadi tiga kategori yang ditentukan berdasarkan teori perkembangan Hurlock (1980) yaitu dewasa awal (18-40), dewasa madya (41-60)

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam melakukan kegiatan sehingga juga akan mempengaruhi banyaknya

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam melakukan kegiatan sehingga juga akan mempengaruhi banyaknya V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Responden 1. Umur Umur merupakan suatu ukuran lamanya hidup seseorang dalam satuan tahun. Umur akan berhubungan dengan kemampuan dan aktivitas seseorang dalam melakukan

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI 46 REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI Kesejahteraan Petani Reforma agraria merupakan suatu alat untuk menyejahterakan rakyat. Akan tetapi, tidak serta merta begitu saja kesejahteraan

Lebih terperinci

Gambar 2 Metode Penarikan Contoh

Gambar 2 Metode Penarikan Contoh 17 METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan disain Cross Sectional Study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu untuk memperoleh gambaran karakteristik contoh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian Secara administratif, Desa Gelang termasuk dalam wilayah Kecamatan Rakit, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah. Luas Desa Gelang adalah 187.800

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Contoh dan Metode Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Contoh dan Metode Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 21 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional Study yaitu penelitian yang dilakukan pada satu waktu dan menggunakan metode survei. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Selain itu juga Indonesia merupakan negara agraris

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

KUESIONER BEASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KUESIONER BEASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NAMA BEASISWA : 1. Nama Lengkap : 2. NIM (Nomor Induk Mahasiswa) : 3. Fakultas : 4. Departemen : 5. Semester : 6. IPK : 7. Beasiswa yang pernah diterima : 8. Beasiswa yang saat ini diterima : 9. Email

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARAKTERISTIK PETANI, KETERDEDAHAN TERHADAP MEDIA KOMUNIKASI DAN PERILAKU KOMUNIKASI PETANI

DESKRIPSI KARAKTERISTIK PETANI, KETERDEDAHAN TERHADAP MEDIA KOMUNIKASI DAN PERILAKU KOMUNIKASI PETANI 29 DESKRIPSI KARAKTERISTIK PETANI, KETERDEDAHAN TERHADAP MEDIA KOMUNIKASI DAN PERILAKU KOMUNIKASI PETANI Deskripsi Karakteristik Individu Petani Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat bahwa umur petani anggota

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh 31 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survei dengan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data utama.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian 8 METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah disain cross sectional study. Disain ini dipilih karena ingin mendapatkan data pada saat yang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Gorowong Desa Gorowong merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA 27 BAB IV GAMBARAN UMUM DESA 4.1 Desa Cikarawang 4.1.1 Kondisi Demografis Desa Cikarawang merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan terdiri dari 7 RW. Sebelah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Sebaran jumlah penduduk menurut lokasi penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Sebaran jumlah penduduk menurut lokasi penelitian 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Secara administratif, Desa Kuning Gading dan Desa Rantau Ikil termasuk dalam wilayah Kecamatan Pelepat Ilir dan Kecamatan Jujuhan, Kabupaten Bungo,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sumber: Data primer Profil Kelurahan Lenteng Agung 2009.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sumber: Data primer Profil Kelurahan Lenteng Agung 2009. 41 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Daerah Penelitian Letak Geografis dan Keadaan Wilayah Kelurahan Lenteng Agung merupakan salah satu kelurahan dari enam kelurahan di Kecamatan Jagakarsa termasuk dalam

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh 19 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan pada satu waktu tertentu. Lokasi penelitian adalah Desa

Lebih terperinci

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR 7.1. Karakteristik Umum Responden Responden penelitian ini adalah anggota Koperasi Baytul Ikhtiar yang sedang memperoleh

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN 6.1. Strategi Nafkah Sebelum Konversi Lahan Strategi nafkah suatu rumahtangga dibangun dengan mengkombinasikan aset-aset

Lebih terperinci

Lampiran 1 Uji korelasi Pearson hubungan antar variabel penelitian Hubungan antar variabel penelitian

Lampiran 1 Uji korelasi Pearson hubungan antar variabel penelitian Hubungan antar variabel penelitian LAMPIRAN 83 84 85 Lampiran 1 Uji korelasi Pearson hubungan antar variabel penelitian Hubungan antar variabel penelitian V. X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X1 1 X2-1.406 ** X3 -.133 -.171

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Desa Kepek Kecamatan Saptosari merupakan desa yang terletak di Kecamatan Saptosari bagian utara. Jarak dari Desa Kepek ke Kantor Kecamatan Saptosari

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Responden Tingkat pendidikan di Desa Babakanreuma masih tergolong rendah karena dari 36 responden sebagian besar hanya menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SD,

Lebih terperinci

POLA KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI PADA RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR

POLA KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI PADA RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR Lampiran 1. Kuisioner penelitian Sheet: 1. Cover K U E S I O N E R POLA KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI PADA RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR Program : (1=PNPM,

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN

BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN 50 BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1 Faktor Internal Faktor internal dalam penelitian ini merupakan karakteristik individu yang dimiliki responden yang berbeda satu sama lain. Responden dalam penelitian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Banjararum terletak sekitar 26 km dari Puasat Pemerintahan Kabupaten Kulon

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Banjararum terletak sekitar 26 km dari Puasat Pemerintahan Kabupaten Kulon IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Alam 1. Letak geografis dan batas administrasi Desa Banjararum merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Daerah

Lebih terperinci

V. KONDISI WILAYAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU RUMAHTANGGA PETANI

V. KONDISI WILAYAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU RUMAHTANGGA PETANI 54 V. KONDISI WILAYAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU RUMAHTANGGA PETANI 5. by Kondisi Umum Wilayah Penelitian 5. Kondisi Geografis Wilayah Penelitian Wilayah Kecamatan Sadang memiliki luas 5.7212,8

Lebih terperinci

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN Karakteristik umum dari responden pada penelitian ini diidentifikasi berdasarkan jenis kelamin, usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, pendapatan di luar usahatani

Lebih terperinci

TABEL FREKUENSI DAN HASIL UJI CROSSTABS

TABEL FREKUENSI DAN HASIL UJI CROSSTABS LAMPIRAN 89 TABEL FREKUENSI DAN HASIL UJI CROSSTABS Tabel Frekuensi Distribusi Penguasaan Lahan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Rendah 24 60.0 60.0 60.0 Sedang 11 27.5 27.5 87.5

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Riwayat Contoh Sebagai Pekerja Buruh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Riwayat Contoh Sebagai Pekerja Buruh 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Tempat Bekerja Contoh Riwayat Contoh Sebagai Pekerja Buruh Pada periode 2006-2008 jumlah angkatan kerja perempuan mengalami peningkatan sebesar 4,2 juta orang (Survei Angkatan Kerja

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh 2 METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan disain cross sectional study, yaitu suatu penelitian dengan teknik pengambilan data melalui survei lapang dalam satu titik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang turut berkontribusi dalam pembangunan Indonesia. Pertanian memegang peranan untuk menyediakan bahan baku pangan maupun non pangan.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Situ Udik Desa Situ Udik terletak dalam wilayah administratif Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa Situ Udik terletak

Lebih terperinci

Karakteristik Keluarga : Besar Keluarga Pendidikan Suami Pekerjaan Suami Pendapatan Keluarga Pengeluaran Keluarga. Persepsi Contoh terhadap LPG

Karakteristik Keluarga : Besar Keluarga Pendidikan Suami Pekerjaan Suami Pendapatan Keluarga Pengeluaran Keluarga. Persepsi Contoh terhadap LPG KERANGKA PEMIKIRAN Program konversi minyak tanah ke LPG dilakukan melalui pembagian paket LPG kg beserta tabung, kompor, regulator dan selang secara gratis kepada keluarga miskin yang jumlahnya mencapai.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kondisi Geografis dan Kependudukan Kelurahan Batang Arau termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang, Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur. Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur. Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan ibu rumah tangga yang mengurusi kebutuhan

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada IV. LOKASI PENELITIAN A. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada dinaungan Kecamatan Sungkai Utara Kabupaten Lampung Utara Berdasarkan Perda

Lebih terperinci

Tabel 15. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Pendapatan Tahun 2011

Tabel 15. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Pendapatan Tahun 2011 59 BAB VII HUBUNGAN PENGARUH TINGKAT PENGUASAAN LAHAN TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI 7.1 Hubungan Pengaruh Luas Lahan Terhadap Tingkat Pendapatan Pertanian Penguasaan lahan merupakan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian LAMPIRAN 143 144 Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian 145 146 Lampiran 3 Pengukuran Variabel Penelitian untuk Jawaban Pengetahuan No. Pernyataan Betul Salah Pengetahuan tentang keluarga sistem matrilineal

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Agroforestri di Lokasi Penelitian Lahan agroforestri di Desa Bangunjaya pada umumnya didominasi dengan jenis tanaman buah, yaitu: Durian (Durio zibethinus),

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Jenis dan Teknik Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Jenis dan Teknik Pengambilan Contoh 20 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, karena data dikumpulkan pada satu waktu dan tidak berkelanjutan dengan sampel yang dipilih khusus

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh 25 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Data dikumpulkan untuk meneliti suatu fenomena dalam satu kurun waktu tertentu (Umar 2006).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Cikahuripan merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi dengan luas wilayah 702 Ha, ketinggian diatas

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa wukirsari merupakan salah satu Desa dari total 4 Desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa Wukirsari yang berada sekitar

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana mempunyai 13

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana mempunyai 13 V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Kondisi Umum Desa Kemukten 5.1.1 Letak Geografis Desa Kemukten secara administratif terletak di Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Teknik Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study. Cross sectional study dilakukan untuk mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU

BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU 4.1. Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Banjarwaru merupakan salah satu desa yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Dusun Selo Ngisor, Desa Batur, Kecamatan getasan terletak sekitar 15 km dari Salatiga, dibawah kaki gunung Merbabu (Anonim, 2010). Daerah ini

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Petani

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Petani TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Petani Keluarga petani ialah keluarga yang kepala keluarga atau anggota keluarganya bermatapencaharian sebagai petani. Keluarga petani mendapatkan penghasilan utama dari kegiatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisik a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian Kecamatan Mojotengah merupakan salah satu dari 15 kecamatan di Kabupaten

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Sosial Ekonomi Daerah Pinggiran Perkotaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Sosial Ekonomi Daerah Pinggiran Perkotaan 57 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Sosial Ekonomi Daerah Pinggiran Perkotaan Karakteristik Demografis Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Kelurahan Andir secara administratif berada dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. belum mampu memenuhi kebutuhan hidup sebagian besar petani di Indonesia. Hal

BAB III METODE PENELITIAN. belum mampu memenuhi kebutuhan hidup sebagian besar petani di Indonesia. Hal 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Indonesia merupakan negara agraris yang mana sebagian besar dari penduduknya bekerja disektor pertanian. Namun, sektor pertanian ini dinilai belum mampu

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK RESPONDEN

KARAKTERISTIK RESPONDEN 18 KARAKTERISTIK RESPONDEN Bab ini menjelaskan mengenai karakteristik lansia yang menjadi responden. Adapun data karakteristik yang dimaksud meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, status perkawinan,

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan rumah tangga. Semakin tinggi pendapatan rumah tangga atau

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan rumah tangga. Semakin tinggi pendapatan rumah tangga atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsumsi merupakan pengeluaran total untuk memperoleh barang dan jasa dalam suatu perekonomian dalam jangka waktu terentu. Pengeluaran konsumsi menjadi komponen

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Petir, sebelah Selatan berbatasan dengan

Lebih terperinci

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT Oleh: Memed Gunawan dan Ikin Sadikin Abstrak Belakangan ini struktur perekonomian masyarakat pedesaan Jawa Barat telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pada umumnya penduduk negara ini tinggal di daearah pedesaan yang bekerja

I. PENDAHULUAN. dan pada umumnya penduduk negara ini tinggal di daearah pedesaan yang bekerja I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peta Lokasi Kabupaten Sukabumi

Lampiran 1 Peta Lokasi Kabupaten Sukabumi LAMPIRAN 97 Lampiran 1 Peta Lokasi Kabupaten Sukabumi 95 96 Lampiran 2 Indepth Interview KASUS 1 Suami di-phk, Istri pun Menjadi TKW Dulu hidup kami serba berkecukupan Neng, kenang Bapak A (43 tahun) di

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 24 BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Luas Wilayah Desa Parakan adalah desa yang terletak di kecamatan Ciomas, kabupaten Bogor, provinsi Provinsi Jawa Barat merupakan daerah padat penduduk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 30 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Propinsi Banten terdiri dari tujuh Kabupaten/Kota yang diantaranya Pandeglang, Lebak, Tangerang, Serang, Kota Tangerang, Cilegon, dan Kota Serang.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 25 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Kondisi Fisik Desa Desa Pusakajaya merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Pusakajaya, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat, dengan

Lebih terperinci

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA Data pola konsumsi rumah tangga miskin didapatkan dari data pengeluaran Susenas Panel Modul Konsumsi yang terdiri atas dua kelompok, yaitu data pengeluaran

Lebih terperinci

PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS

PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS Kecamatan Tomoni memiliki luas wilayah 230,09 km2 atau sekitar 3,31 persen dari total luas wilayah Kabupaten Luwu Timur. Kecamatan yang terletak di sebelah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa penelitian yaitu Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Data profil Desa Tahun 2009 menyebutkan luas persawahan 80 ha/m 2, sedangkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011) PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia, yaitu dengan tingginya penyerapan tenaga kerja sekitar 44 persen dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,

Lebih terperinci

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA Rosalina Berliani, Dyah Mardiningsih, Siwi Gayatri Program Studi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM 35 BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis Desa Tegal merupakan salah satu desa dari 8 desa lainnya yang terletak di Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor. Secara wilayah, Desa Tegal memiliki luas sekitar

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN

BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN 1.1.Profil Keluarga dampingan Keluarga dampingan merupakan salah satu program yang diusung oleh KKN-PPM (Kuliah Kerja Nyata-Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat)

Lebih terperinci

HASIL. Faktor Internal

HASIL. Faktor Internal Jenis Kelamin HASIL Faktor Internal Lebih dari separuh konsumen (66,9%) berjenis kelamin perempuan, sementara 33,1 persen sisanya laki-laki. Dapat dilihat bahwa konsumen perempuan lebih mendominasi pasar

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis dan Demografis Desa Petir merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Jumlah penduduk Desa

Lebih terperinci

CIRI-CIRI RUMAH TANGGA DEFISIT ENERGI DI PEDESAAN JAWA TENGAH

CIRI-CIRI RUMAH TANGGA DEFISIT ENERGI DI PEDESAAN JAWA TENGAH CIRI-CIRI RUMAH TANGGA DEFISIT ENERGI DI PEDESAAN JAWA TENGAH Oleh: Achmad Djauhari dan Supena Friyatno*) Abstrak Kelompok rumah tangga adalah sasaran utama dalam program peningkatan dan perbaikan tingkat

Lebih terperinci

No. 02/10/81/Th.IX, 2 Oktober NILAI TUKAR PETANI PROVINSI MALUKU SEPTEMBER SEBESAR 101,33, NAIK 0,17 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Maluku pada September adalah sebesar 101,33, atau naik sebesar

Lebih terperinci

diketahui masalah fungsional utama yang merupakan proses yang terjadi dalam keluarga nelayan. Pada gilirannya, maka dapat diukur output keluarga

diketahui masalah fungsional utama yang merupakan proses yang terjadi dalam keluarga nelayan. Pada gilirannya, maka dapat diukur output keluarga KERANGKA PEMIKIRAN Kesejahteraan merupakan suatu hal yang bersifat subjektif, sehingga setiap keluarga atau individu di dalamnya yang memiliki pedoman, tujuan, dan cara hidup yang berbeda akan memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT VIII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT 8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani responden sebesar 6,2 ton/ha. Produktivitas rata-rata

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Wilayah Desa Ciparigi Wilayah Desa Ciparigi menurut data umum dan geografis merupakan salah satu desa di Kecamatan Sukadana, yang berbatasan dengan Kecamatan Cisaga dan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani Identitas petani merupakan suatu tanda pengenal yang dimiliki petani untuk dapat diketahui latar belakangnya. Identitas

Lebih terperinci

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo Di bawah ini penulis akan sampaikan gambaran umum tentang keadaan Desa Bendoharjo Kecamatan Gabus Kabupaten

Lebih terperinci

BAB V PROSES SOSIALISASI NILAI KERJA PERTANIAN. 5.1 Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian dalam Keluarga Mahasiswa Batak Toba di IPB

BAB V PROSES SOSIALISASI NILAI KERJA PERTANIAN. 5.1 Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian dalam Keluarga Mahasiswa Batak Toba di IPB BAB V PROSES SOSIALISASI NILAI KERJA PERTANIAN 5. Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian dalam Keluarga Mahasiswa Batak Toba di IPB Proses sosialisasi nilai kerja pertanian dilihat dari pernah tidaknya

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN TRADISIONAL

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN TRADISIONAL VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN TRADISIONAL Pendapatan rumahtangga nelayan tradisional terdiri dari pendapatan di dalam sektor perikanan dan pendapatan di luar

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. keadaan penduduk, keadaan sarana dan prasana, keadaan pertanian, dan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. keadaan penduduk, keadaan sarana dan prasana, keadaan pertanian, dan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran umum lokasi penelitian bertujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan lokasi penelitan berdasarkan pada keadaan topografi dan geografi, keadaan penduduk,

Lebih terperinci

2015 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MENABUNG MASYARAKAT

2015 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MENABUNG MASYARAKAT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tabungan merupakan salah satu sarana penting dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga (Yasid, 2009:90). Tabungan berguna untuk menyiapkan kehidupan yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Teknik Pemilihan Responden

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Teknik Pemilihan Responden 23 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mempelajari objek dalam satu waktu tertentu, tidak berkesinambungan

Lebih terperinci

Strategi Koping Fungsi Ekonomi: Strategi penghematan Strategi penambahan pendapatan. Dukungan Sosial: Keluarga Besar Tetangga. Input Throughput Output

Strategi Koping Fungsi Ekonomi: Strategi penghematan Strategi penambahan pendapatan. Dukungan Sosial: Keluarga Besar Tetangga. Input Throughput Output 34 KERANGKA PEMIKIRAN Kemiskinan yang melanda bangsa Indonesia selama bertahun-tahun menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah meningkatnya harga kebutuhan pokok yang mengakibatkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka Penarikan Contoh Penelitian. Purposive. Kecamatan Bogor Barat. Purposive. Kelurahan Bubulak

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka Penarikan Contoh Penelitian. Purposive. Kecamatan Bogor Barat. Purposive. Kelurahan Bubulak 25 METODE PENELITIAN Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi antara cross sectional study, yaitu penelitian yang hanya dilakukan pada satu waktu

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK PETANI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PARTISIPASI DALAM PROGRAM SL-PTT

BAB V KARAKTERISTIK PETANI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PARTISIPASI DALAM PROGRAM SL-PTT 41 BAB V KARAKTERISTIK PETANI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PARTISIPASI DALAM PROGRAM SL-PTT Responden dalam penelitian ini adalah petani anggota Gapoktan Jaya Tani yang berasal dari tiga kelompok tani

Lebih terperinci

Lampiran 1 KUISIONER PENELITIAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA BUNIWANGI KECAMATAN PELABUHAN RATU KABUPATEN SUKABUMI

Lampiran 1 KUISIONER PENELITIAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA BUNIWANGI KECAMATAN PELABUHAN RATU KABUPATEN SUKABUMI LAMPIRAN Lampiran 1 KUISIONER PENELITIAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA BUNIWANGI KECAMATAN PELABUHAN RATU KABUPATEN SUKABUMI A. Identitas Responden 1. Nama :... 2. Umur :. 3. Dusun/RT/RW

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka pengambilan contoh penelitian. Purposive. Proporsional random sampling. Mahasiswa TPB-IPB 2011/2012 (N=3494)

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka pengambilan contoh penelitian. Purposive. Proporsional random sampling. Mahasiswa TPB-IPB 2011/2012 (N=3494) 19 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional karena pengumpulan data hanya dilakukan pada satu waktu dan tidak berkelanjutan, serta retrospektif karena

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu dan Lokasi Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu dan Lokasi Penelitian 46 METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini merupakan studi cross-sectional karena data dikumpulkan pada satu waktu tidak berkelanjutan (Singarimbun dan Effendi 1991). Penelitian

Lebih terperinci