HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

Lampiran 1. Prosedur Analisa Sampel

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengeringan Untuk Pengawetan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengawetan pangan dengan pengeringan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAB III METODE PENELITIAN

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengolahan dengan suhu tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 30 November Mei 2016

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN. Malang, 13 Desember 2005

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II DATA DAN ANALISA

BAB III METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Surakarta dan UPT Laboratorium Pusat MIPA UNS. B. Alat dan Bahan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

III. METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian,

Pengawetan dengan Suhu Tinggi

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI ), saus sambal

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2016-Januari 2017.

HASIL DAN PEMBAHASAN

III METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan noga kacang hijau adalah

BAB III MATERI DAN METODE. Rangkaian penelitian kualitas selai alpukat ( Persea americana Mill)

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pendahuluan

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ir. Khalid. ToT Budidaya Kopi Arabika Gayo Secara Berkelanjutan, Pondok Gajah, 06 s/d 08 Maret Page 1 PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga

BAB III METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN B. BAHAN DAN ALAT 1. BAHAN 2. ALAT C. TAHAPAN PENELITIAN 1. PENELITIAN PENDAHULUAN III.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 hingga Februari tahun

METODOLOGI PENELITIAN

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme

Prinsip pengawetan. Mencegah/memperlambat kerusakan mikrobial. Mencegah/memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan

MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 di Laboratorium

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin C, total asam, dan total karotenoid. Karakteristik awal cabai merah dilakukan untuk mengetahui mutu cabai merah segar yang akan diolah menjadi cabai merah kering, sehingga dapat ditentukan pengolahan yang tepat karena akan mempengaruhi hasil cabai merah kering yang dihasilkan. Hasil analisis proksimat awal disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Analisis Proksimat Awal Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Segar Komposisi Hasil Pengujian Kadar Air (%wb) 78.79 Kadar Vitamin C (mg/100 g) 14.03 Total Asam (%) 6.91 Total Karotenoid (ppm) 0.27 Kandungan kimia yang terkandung pada buah cabai merah yang digunakan dalam pembuatan cabai kering berbeda-beda, tergantung varietas cabai merah, tanah tempat tumbuh, dan cara pengolahannya. Perbedaan kandungan kimia pada cabai merah akan mempengaruhi cabai merah kering yang dihasilkan, oleh sebab itu perlu diketahui terlebih dahulu sebelum dilakukan proses pengeringan. Kadar air adalah kandungan air yang dimiliki oleh suatu bahan yang dinyatakan dalam persen. Peranan air dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas metabolisme, seperti aktivitas enzim, aktivitas mikroba, dan aktivitas kimiawi. Aktivitas metabolisme tersebut dapat menimbulkan perubahan sifat-sifat organoleptik, penampakan, tekstur, citarasa, dan nilai gizi pada bahan. Kadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi ketahanan dari suatu produk terhadap kerusakan. Kadar air bahan pangan berbanding terbalik dengan ketahanan bahan pangan tersebut terhadap kerusakan. Semakin tinggi kadar air dalam bahan pangan, maka ketahanan bahan pangan terhadap kerusakan semakin rendah. Semakin rendah kandungan air dalam suatu bahan pangan, maka ketahanan bahan pangan terhadap kerusakan akan semakin tinggi. Kandungan air yang tinggi merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, sehingga tingginya kadar air akan mempercepat kerusakan pada bahan pangan. Persentase kandungan air suatu bahan dapat dinyatakan dalam basis basah (wet basis) dan basis kering (dry basis). Kadar air basis basah adalah perbandingan berat air bahan pangan terhadap berat bahan pangan, sedangkan kadar air basis kering merupakan perbandingan berat air bahan pangan terhadap berat kering bahan atau padatannya. Perlu dilakukan penurunan kadar air pada bahan pangan untuk mengurangi kerusakan yang diakibatkan oleh serangan mikroorganisme, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan pengeringan. Pengeringan merupakan proses pengeluaran air dari suatu bahan pertanian menuju kadar air 19

keseimbangan dengan udara sekeliling, sehingga bahan pertanian tersebut tahan terhadap serangan mikroorganisme. Berdasarkan hasil analisis, kadar air cabai merah segar adalah sebesar 78.79% atau sebanyak 78.79 gram air per 100 gram buah cabai merah segar. Kadar air di dalam cabai merah segar berdasarkan Ditjen Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (2004) adalah sebesar 90.0%. Kandungan air di dalam cabai merah berbeda-beda tergantung jenis dan varietas cabai merah yang digunakan, selain itu kandungan air dapat berkurang pada suatu bahan pertanian akibat dari respirasi yang dilakukan setelah pemanenan. Vitamin C merupakan suatu asam organik yang biasa ditemukan di dalam sayuran dan buah-buahan. Berdasarkan hasil analisis proksimat, vitamin C yang terkandung di dalam cabai merah segar adalah sebesar 14.03 mg/100 gram. Kandungan vitamin C di dalam cabai merah segar berdasarkan Ditjen Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (2004) adalah sebesar 18 mg/100 gram. Kandungan vitamin C di dalam cabai merah segar berbeda-beda tergantung jenis dan vairetas cabai merah yang digunakan. Total asam diekspresikan sebagai persen asam dominan yang terkandung pada beberapa jenis tanaman, terutama buah-buahan. Asam-asam ini merupakan hasil antara dalam metabolisme, yaitu dalam siklus Krebs (siklus asam trikarboksilat), siklus asam glioksilat, dan siklus asam shikimat. Jumlah asam di dalam buah biasanya berkurang dengan meningkatnya aktivitas metabolisme buah. Rasa asam pada buah juga diakibatkan karena adanya kandungan vitamin C di dalam buah tersebut. Buah yang memiliki kandungan gula yang tinggi biasanya disertai adanya kandungan asam. Berdasarkan hasil analisis proksimat, diketahui total asam yang terkandung di dalam cabai merah segar adalah sebesar 6.91%. Warna merah pada buah cabai diakibatkan adanya kandungan karotenoid. Karotenoid merupakan pigmen berwarna merah, oranye, dan kuning, yang biasanya terdapat pada buahbuahan berwarna merah. Berdasarkan hasil analisis proksimat, kandungan karotenoid cabai merah segar adalah sebesar 0.27 ppm. Pembacaan nilai karotenoid dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 435 nm. Setiap jenis karotenoid memiliki panjang gelombang maksimum karakteristik. B. Pengolahan Cabai Merah Kering Pengeringan cabai merah (Capsicum annuum L.) dilakukan dengan beberapa tahapan pendahuluan. Hal ini bertujuan untuk mempersiapkan cabai merah sebelum dilakukan pengeringan dengan mensin pengering tipe rak (tray dryer) dan diharapkan cabai merah kering yang dihasilkan memiliki hasil yang optimal terutama secara visual. 1. Sortasi Sortasi bahan pertanian merupakan pengelompokkan atau pemilihan berdasarkan tingkat keseragaman, kematangan, warnam dan sebagainya. Hal ini dilakukan karena pada saat pemanenan, tingkat keseragaman, kematangan, warna pada bahan pertanian berbeda-beda. Pada penelitian ini, sortasi dilakukan untuk memilih cabai merah yang memiliki tingkat kemasakan diatas 60%, tidak cacat, bebas dari hama dan penyakit. Cabai merah yang masak ditandai dengan buahnya yang padat dan warna kulit yang merah menyala. Proses ini sangat penting karena mempengaruhi kualitas cabai merah kering yang akan dihasilkan. Cabai yang terpilih, kemudian dilanjutkan pada proses 20

berikutnya. Cabai merah yang digunakan pada penelitian ini berasal dari Pasar Anyar, Bogor. 2. Pemotongan Tangkai Cabai yang telah dipilih kemudian dipotong tangkainya untuk mempermudah perlakuan yang diberikan kepada masing-masing cabai, selain itu untuk mempercepat pengeringan yang dilakukan. Setelah dilakukan pemotongan tangkai buah, cabai merah dikelompokkan menjadi dua belas kelompok dengan bobot kelompok yang. Pada penelitian ini masing-masing kelompok memiliki bobot sekitar 800 gram. 3. Pencucian Pencucian dilakukan sampai tidak terdapat lagi kotoran yang menempel pada kulit cabai merah. Pencucian juga dilakukan untuk menghilangkan sisa-sisa pestisida pada cabai merah yang dapat mengurangi kualitas cabai merah kering yang akan dihasilkan. Pada penelitian ini, pencucian dilakukan sebanyak pada masing-masing kelompok cabai merah. Gambar 8. Proses Pencucian Cabai Merah 4. Blanching Blanching merupakan suatu cara pemanasan pendahuluan pada sayuran atau buah-buahan dalam air panas atau uap air yang bertujuan untuk menginaktifkan enzim pada komoditas pertanian agar tidak mengalami proses lebih lanjut. Tujuan lain dari blanching adalah untuk membersihkan komoditas sayuran dari kotoran dan mengurangi jumlah bakteri; memperlunak bahan; mengeluarkan gas-gas yang terdapat pada ruang sel bahan, sehingga mengurangi pengkaratan kaleng pada bahan yang dikemas oleh kaleng; memantapkan warna; dan membuat tekstur bahan pangan lebih baik. Faktor yang perlu diperhatikan pada proses blanching adalah tipe bahan pangan yang akan digunakan, ukuran dan jumlah bahan yang digunakan, suhu blanching, dan metode pemanasan. Suhu air panas yang digunakan untuk merendam cabai merah adalah sebesar 90 C dan banyaknya air panas yang digunakan adalah sebesar 1,200 ml. Pada penelitian ini, digunakan natrium benzoat sebagai pengawet. Banyaknya natrium benzoat yang ditambahkan adalah sebanyak 480 mg atau sebanyak 0.06%. Penggunaan natrium benzoat pada proses blanching bertujuan untuk membunuh mikroba yang masih terkandung di kulit buah cabai dengan mengganggu permeabilitas membran sel 21

mikroba. Perendaman cabai merah dalam air panas yang telah ditambah natrium benzoat dilakukan selama 6 menit. 5. Pembelahan Pembelahan yang diberikan pada cabai merah bertujuan untuk mempercepat proses pengeringan. Pada penelitian ini, pembelahan yang dilakukan pada masingmasing cabai merah berbeda-beda. Tujuan dilakukan pembelahan untuk mempercepat pengeluaran kandungan air pada cabai merah yang akan dikeringkan. Pada penelitian ini perbedaan pembelahan dilakukan untuk mengetahui perlakuan pembelahan yang paling berpengaruh terhadap kinerja pengeringan cabai merah kering yang dihasilkan. Ilustrasi pembelahan cabai merah yang diberikan disajikan pada Gambar 9. Gambar 9. Ilustrasi Pembelahan Cabai Merah 6. Pengeringan Pengeringan merupakan proses mengurangi kandungan air di dalam bahan pangan sehingga kandungan air di dalam bahan pangan dalam keadaan setimbang dengan udara sekitar. Pengeringan dapat dilakukan secara alami maupun buatan. Pengeringan alami dilakukan dengan cara menjemur bahan pangan di bawah sinar matahari selama beberapa waktu tertentu. Keuntungan yang diperoleh dari pengeringan alami adalah biaya yang dibutuhkan murah, namun waktu yang dibutuhkan lebih lama dan sangat tergantung kepada keadaan cuaca. Pengeringan dapat juga dilakukan dengan menggunakan bantuan mesin atau dinamakan pengeringan buatan. Pengeringan dengan bantuan mesin dapat mempercepat waktu pengeringan dan meningkatkan kualitas mutu cabai kering yang dihasilkan. Pengeringan dengan bantuan alat sebaiknya disesuaikan dengan keadaan dan jenis bahan yang akan dikeringkan. Pada penelitian ini, mesin yang digunakan untuk pengeringan adalah mesin pengering tipe rak (tray dryer). 22

Gambar 10. Mesin Pengering Tipe Rak (Tray Dryer) Suhu pengeringan merupakan faktor yang mempengaruhi proses pengeringan. Semakin tinggi suhu yang digunakan, maka energi yang disuplai semakin tinggi dan laju pengeringan akan semakin cepat, sehingga proses pengeringan semakin cepat berlangsung. Akan tetapi pengeringan yang terlalu cepat akan merusak bahan, akibatnya permukaan bahan akan terlalu cepat kering sehingga tidak sebanding dengan pergerakan air pada bahan ke permukaan. Keadaan demikian mengakibatkan pengerasan pada permukaan bahan, namun pada bagian daging masih basah. Hal tersebut terjadi karena air di dalam bahan tidak dapat menguap lagi karena terhalang oleh permukaan terjadi pengerasan. Suhu yang terlalu tinggi selain dapat merusak sifat fisiologis juga dapat merusak kandungan kimiawi pada bahan yang dikeringkan. Pada penelitian ini, suhu pengeringan yang digunakan yaitu sebesar 50 C. Penetapan suhu sebesar 50 C ini didasari oleh penelitian terdahulu. Lama pengeringan biasanya dikaitkan dengan suhu pengeringan yang digunakan. Semakin tinggi suhu pengeringan, maka waktu pengeringan semakin sedikit. Waktu pengeringan ini juga merupakan faktor yang mempengaruhi proses pengeringan. Semakin lama pengeringan, maka kandungan air di dalam bahan akan semakin banyak yang keluar. Lama pengeringan harus diselaraskan dengan suhu pengeringan yang digunakan. Apabila suhu yang digunakan tinggi dan waktu yang digunakan panjang, maka keadaan fisiologis dan kandungan kimiawi bahan akan semakin buruk. Oleh sebab itu, suhu dan waktu pengeringan harus selaras dalam penggunaannya pada proses pengeringan yang dilakukan. Pada penelitian ini, waktu pengeringan yang digunakan adalah 16 jam. Penentuan waktu ini didasari oleh penelitian terdahulu. Cabai merah kering yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 11, Gambar 12, Gambar 13, Gambar 14, Gambar 15, dan Gambar 16. 23

Gambar 11. Cabai Merah Kering A0 Gambar 12. Cabai Merah Kering A1 Gambar 13 Cabai Merah Kering A2 Gambar 14. Cabai Merah Kering A3 Gambar 15. Cabai Merah Kering A4 Gambar 16. Cabai Merah Kering A5 C. Analisis Pengaruh Pretreatments Terhadap Parameter yang Diamati Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dilakukan analisa statistika untuk mengetahui pengaruh pretreatments terhadap laju pengeringan, kadar vitamin C, total asam, total karotenoid, organoleptik warna dan rasa pedas yang diamati. Hasil analisa statistik untuk masing-masing parameter yang diamati adalah sebagai berikut. 24

1. Laju Pengeringan Laju pengeringan adalah perpindahan uap air pada bahan yang terjadi karena perbedaan tekanan uap air antara bahan dengan udara atau banyaknya massa air yang dapat dikeluarkan dari bahan per satuan waktu. Laju pengeringan terdiri dari dua tahapan, yaitu laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun. Laju pengeringan konstan terjadi ketika bahan masih mengandung banyak kandungan air, sehingga air yang ada di permukaan bahan akan mengering dengan cara penguapan pada permukaan air bebas atau lapisan tipis air. Laju pengeringan menurun terjadi ketika massa air pada bahan berpindah ke permukaan bahan dan kemudian terjadi penguapan air dari permukaan bahan ke medium pengering. Data laju pengeringan dianalisis dengan menggunakan sidik ragam yang tercantum pada Lampiran 2. Hasil analisis menunjukkan bahwa pretreatments memberikan pengaruh nyata terhadap parameter laju pengeringan pada taraf signifikansi α=0.05 dan taraf signifikansi α=0.01. Hasil analisis keragaman pada taraf signifikansi α=0.05 dan taraf signifikansi α=0.01 dianalisis lanjut dengan Uji Jarak Duncan atau DMRT (Duncan Multiple Range Test) untuk mengetahui variabel pretreatments yang paling berpengaruh diantara variabel lainnya. Berdasarkan Uji Jarak Duncan, diketahui bahwa taraf perlakuan A5 merupakan taraf perlakuan yang paling berpengaruh nyata diantara taraf perlakuan lainnya. Dapat disimpulkan bahwa taraf perlakuan A5 merupakan taraf perlakuan terbaik dan paling berpengaruh terhadap laju pengeringan. Hal ini disebabkan karena pada taraf perlakuan A5 memiliki luas permukaan yang paling besar diantara perlakuan lainnya, sehingga kontak permukaan dengan udara panas lebih luas. Hal tersebut mengakibatkan air di dalam bahan mudah keluar, sehingga proses pengeringan berlangsung lebih cepat. Rekapitulasi analisis Uji Jarak Duncan disajikan pada Lampiran 2. Berdasarkan hasul analisa, laju pengeringan taraf perlakuan A0 (kontrol) paling lambat diantara taraf perlakuan lainnya yang diberikan proses blanching. Proses blanching yang diberikan pada cabai merah dapat melarutkan lapisan lilin buah cabai, sehingga kulit buah menjadi lunak. Akibatnya pengeringan yang terjadi menjadi lebih cepat. 2. Kadar Air Kadar air cabai merah mengalami penurunan setelah mengalami pengeringan. Kadar air akhir cabai merah kering memiliki rata-rata sebesar 3.14%. Besar kadar air akhir cabai merah kering yang dihasilkan dari penelitian ini berada di bawah batas maksimum kadar air cabai merah kering, yaitu 10%. Keadaan demikian menunjukkan bahwa cabai merah kering yang dihasilkan tergolong baik sehingga memiliki ketahanan yang baik terhadap kerusakan akibat pertumbuhan mikroorganisme. Bahan yang memiliki kontak permukaan dengan udara panas paling besar memiliki kadar air paling kecil karena air pada bahan lebih mudah keluar. Taraf perlakuan A0 yang dinyatakan sebagai kontrol memiliki kandungan air paling besar karena selain cabai tidak dilakukan proses pembelahan, cabai juga tidak diberikan proses blanching yang mampu mempercepat pengeringan sehingga kadar air di dalam bahan akan banyak berkurang. Hasil penelitian kadar air cabai merah kering disajikan pada Lampiran 3. 25

8,00 Nilai Rata-rata (%) 6,00 4,00 2,00 Kadar Air 0,00 A0 A1 A2 A3 A4 A5 Gambar 17. Grafik Kadar Air Cabai Merah Kering untuk Setiap 3. Kadar Vitamin C Data kadar vitamin C pada cabai merah kering dianalisis dengan menggunakan analisis keragaman untuk diketahui pengaruh perlakuan yang diberikan terhadap parameter kadar vitamin C yang diamati. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa pretreatments memberikan pengaruh tidak nyata terhadap kadar vitamin C cabai merah kering pada taraf signifikansi α=0.05 dan α=0.01. Rekapitulasi analisis keragaman disajikan pada Lampiran 4. Nilai Rata-rata (mg/ 100 g) 45,00 44,50 44,00 43,50 43,00 42,50 42,00 41,50 41,00 40,50 A0 A1 A2 A3 A4 A5 Kadar Vitamin C Gambar 18. Grafik Kadar Vitamin C Cabai Merah Kering untuk Setiap Kadar vitamin C cabai merah kering memiliki rata-rata sebesar 43.42 mg/100 g. Berdasarkan grafik yang disajikan di atas, kadar vitamin C tertinggi adalah pada taraf 26

perlakuan A0. Hal ini menunjukkan bahwa pada taraf perlakuan A0 masih terdapat kandungan vitamin C paling banyak jika dibandingkan dengan taraf perlakuan lainnya setelah mengalami proses pengeringan karena tidak adanya kontak bahan terhadap natrium benzoat yang tergolong alkali atau basa. Kadar vitamin C terendah setelah dilakukan proses pengeringan terdapat pada taraf perlakuan A3 karena semakin besar udara panas yang diterima oleh bahan, maka vitamin C yang terurai akan semakin besar. Hal inilah yang mengakibatkan nilai vitamin C pada taraf perlakuan A3 kecil. Keadaan yang terjadi pada taraf perlakuan A2 dan A5 yang memiliki luas permukaan lebih besar dari taraf perlakuan A3 memiliki nilai vitamin C yang lebih besar. Hal ini disebabkan karena waktu yang dibutuhkan air dari dalam bahan untuk ke luar pada proses pengeringan relatif singkat, sehingga penguraian vitamin C dapat diperkecil. 4. Total Asam Hasil analisis keragaman pada data total asam menunjukkan bahwa pretreatments pada pengeringan cabai merah memberikan pengaruh tidak nyata terhadap parameter total asam pada taraf signifikansi α=0.05 dan taraf signifikansi α=0.01. Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan memberikan hasil yang seragam terhadap kandungan total asam cabai merah. Hasil analisis keragaman total asam terlampir pada Lampiran 5. 35,00 30,00 Nilai Rata-rata (%) 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 Total Asam 0,00 A0 A1 A2 A3 A4 A5 Gambar 19. Grafik Total Asam Cabai Merah Kering untuk Setiap Total asam cabai merah kering memiliki rata-rata sebesar 27.56%. Berdasarkan grafik yang disajikan di atas, kandungan total asam tertinggi adalah pada taraf perlakuan A0. Hal ini menunjukkan bahwa pada taraf perlakuan A0 masih terdapat kandungan asam paling banyak jika dibandingkan dengan taraf perlakuan lainnya setelah mengalami proses pengeringan karena tidak adanya kontak bahan terhadap natrium benzoat yang tergolong alkali atau basa yang mampu mengurangi kandungan asam pada cabai. Kandungan total asam cabai merah terendah setelah dilakukan proses pengeringan terdapat pada taraf perlakuan A4 karena terdapat banyak udara panas yang 27

diterima yang diakibatkan oleh pembelahan, sehingga kandungan asam terurai dan rusak. Taraf perlakuan A2 dan A5 memiliki nilai total asam yang lebih besar dari taraf perlakuan A4 meskipun kontak luas permukaan taraf perlakuan A2 dan A5 dengan udara panas lebih besar dari taraf perlakuan A4. Hal ini dikarenakan waktu pengeluaran air dari bahan berlangsung lebih cepat, sehingga penguraian asam lebih sedikit. 5. Total Karotenoid Data total karotenoid yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis keragaman untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diamati. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa pretreatments memberikan pengaruh nyata terhadap parameter total karotenoid pada taraf signifikansi α=0.05 dan taraf signifikansi α=0.01. Rekapitulasi hasil analisis keragaman total karotenoid disajikan pada Lampiran 6. 0,60 Nilai Rata-rata (ppm) 0,50 0,40 0,30 0,20 ab abc e f a d Total Karotenoid 0,10 0,00 A0 A1 A2 A3 A4 A5 Gambar 20. Grafik Total Karotenoid Cabai Merah Kering untuk Setiap Hasil analisis keragaman pada taraf signifikansi α=0.05 dan taraf signifikansi α=0.01 dianalisis lanjut dengan Uji Jarak Duncan atau DMRT (Duncan Multiple Range Test) untuk mengetahui taraf perlakuan yang paling paling berpengaruh diantara taraf perlakuan lainnya. Berdasarkan Uji Jarak Duncan, diketahui bahwa taraf perlakuan A3 merupakan taraf perlakuan yang paling berpengaruh nyata diantara taraf perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa pembelahan yang diberikan pada taraf perlakuan A3 mampu menghindari cabai dari kerusakan yang diakibatkan dehidrasi pada jaringan cabai karena terbentuknya kristal dari pembekuan air pada sel yang dapat menyebabkan jaringan menjadi kering dan gelap. Pada taraf perlakuan A2 dan A5 memiliki nilai karotenoid yang kecil karena mengalami banyak kekurangan massa air pada saat pengeringan, sehingga warna yang dihasilkan lebih gelap dari taraf perlakuan A3. Nilai karotenoid pada taraf perlakuan A1 dan A4 yang kecil diakibatkan karena pembelahan yang dilakukan membuat massa air yang keluar dari bahan kurang optimal, sehingga 28

pada bagian kulit menjadi lebih kering dan gelap. Pada taraf perlakuan A0 yang dinyatakan sebagai kontrol memiliki nilai karotenoid paling kecil karena pada taraf perlakuan ini tidak diberikan proses blanching. Akibatnya massa air di dalam bahan lebih banyak tertahan pada saat pengeringan, sehingga permukaan bahan akan terlalu cepat kering sehingga tidak sebanding dengan pergerakan air pada bahan ke permukaan. Rekapitulasi analisis Uji Jarak Duncan disajikan pada Lampiran 6. 6. Organoleptik (Warna dan Rasa Pedas) Uji organoleptik merupakan uji sensori terhadap suatu produk dengan menggunakan indera manusia, meliputi penampakan, bau, rasa, tekstur, aroma, dan beberapa faktor lain yang digunakan sebagai pengukur daya penerimaan terhadap produk tersebut. Uji organoleptik dilakukan untuk pengembangan produk dan perluasan pasar, pengawasan mutu, perbaikan produk, pembanding produk, dan evaluasi penggunaan bahan, formulasi, dan peralatan baru. Pada prinsipnya, uji organoleptik terdiri dari 3 jenis, yaitu uji pembedaan, uji deskripsi, dan uji afektif. Uji pembedaan terdiri dari uji pembedaan pasangan, uji pembedaan segitiga, dan uji pembedaan duotrio. Uji deskripsi terdiri dari uji scoring, flavor profile and texture profile test, dan qualitative descriptive analysis (QDA). Uji afektif terdiri dari uji hedonik, dan uji ranking. Pada pengujian organoleptik dibutuhkan panelis sebagai penilai dari produk yang diujikan. Terdapat tujuh macam panelis di dalam uji organoleptik, yaitu panelis perseorangan, panelis terbatas, panelis terlatih, panelis agak terlatih, panelis tidak terlatih, panelis konsumen, dan panelis anak-anak. Pada penelitian ini dilakukan uji organoleptik dengan menggunakan metode uji hedonik. Panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih sebanyak 30 orang. Uji hedonik disebut juga dengan uji kesukaan. Panelis diminta menilai suatu produk berdasarkan tingkat kesukaan. Tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik. Penilaian yang diberikan pada penelitian ini meliputi tingkat kesukaan terhadap warna dan rasa pedas cabai merah kering. Bahan pangan yang berwarna cerah biasanya memberi kesan memiliki keadaan yang masih baik dan layak untuk dikonsumsi. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap warna produk cabai merah kering yang dihasilkan dengan menggunakan uji organoleptik hedonik. Perubahan warna yang terjadi pada cabai merah diakibatkan oleh pemanasan yang diberikan pada proses pengringan, sehingga kecerahan warna cabai merah menurun. Penurunan tingkat kecerahan diharapkan tidak merusak visual cabai merah kering untuk diterima oleh konsumen. Data pengujian organoleptik yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan Uji Kruskal-Wallis untuk mengetahui perbedaan efek pretreatments yang diamati. Hasil analisis menunjukkan bahwa pretreatments memberikan minimal satu nilai tengah taraf perlakuan yang tidak sama dengan taraf perlakuan lainnya terhadap organoleptik warna pada taraf signifikansi α=0.05 dan taraf signifikansi α=0.01. Rekapitulasi hasil analisis organoleptik warna disajikan pada Lampiran 7. 29

Nilai Rata-rata (skor) 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 Organoleptik Warna 0,00 A0 A1 A2 A3 A4 A5 Gambar 21. Grafik Uji Organoleptik Warna Cabai Merah Kering untuk Setiap Hasil uji organoleptik warna menunjukkan bahwa taraf perlakuan A3 merupakan taraf perlakuan yang terbaik dalam memberikan kesan warna yang diterima oleh panelis. Hal tersebut menunjukkan bahwa taraf perlakuan A3 memiliki tingkat kecerahan warna yang paling baik diantara perlakuan lainnya karena pembelahan yang diberikan pada taraf perlakuan A3 mampu menghindari cabai dari kerusakan yang diakibatkan dehidrasi pada jaringan cabai karena terbentuknya kristal dari pembekuan air pada sel yang dapat menyebabkan jaringan menjadi kering dan gelap. Berdasarkan grafik uji organoleptik warna cabai merah kering yang disajikan di atas menunjukkan bahwa penilaian panelis terhadap tingkat warna cabai merah kering terdapat pada selang antara netral dan agak suka. Hal tersebut ditunjukkan dengan skor yang paling banyak diberikan oleh panelis terhadap produk cabai merah kering. Taraf perlakuan A3 merupakan taraf perlakuan yang paling dianggap baik pada tingkat warna cabai merah kering oleh panelis. Pada perlakuan tersebut, skor yang dimiliki adalah sebesar 4.93 atau pada rentang skor 4 dan 5. Rentang nilai tingkat kesukaan panelis terhadap warna cabai merah kering digambarkan pada Gambar 22. Gambar 22. Rentang Nilai Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Warna Cabai Merah Kering Rasa pedas yang ada di dalam cabai diakibatkan karena zat capsaicin yang terkandung di dalam buah tersebut. Rasa merupakan bagian yang sangat penting pada suatu produk dalam penerimaan oleh konsumen. Data pengujian organoleptik yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan Uji Kruskal-Wallis untuk mengetahui 30

perbedaan efek pretreatments yang diamati. Hasil analisis menunjukkan bahwa pretreatments memberikan nilai tengah seluruh taraf perlakuan sama terhadap organoleptik rasa pedas pada taraf signifikansi α=0.05 dan taraf signifikansi α=0.01. Perhitungan analisis organoleptik rasa pedas disajikan pada Lampiran 8. Berdasarkan grafik uji organoleptik rasa pedas menunjukkan bahwa tingkat kepedasan yang paling diterima oleh penilaian panelis adalah taraf perlakuan A2. Hal tersebut menunjukkan bahwa taraf perlakuan A2 memiliki tingkat kepedasan tertinggi dan diterima oleh konsumen. 4,70 4,60 Nilai Rata-rata (skor) 4,50 4,40 4,30 4,20 Organoleptik Rasa Pedasa 4,10 A0 A1 A2 A3 A4 A5 Gambar 23. Grafik Uji Organoleptik Rasa Pedas Cabai Merah Kering untuk Setiap Berdasarkan grafik uji organoleptik rasa pedas cabai merah kering yang disajikan di atas menunjukkan bahwa penilaian panelis terhadap tingkat rasa pedas cabai merah kering terdapat pada selang antara netral dan agak suka. Hal tersebut ditunjukkan dengan skor yang paling banyak diberikan oleh panelis terhadap produk cabai merah kering. Taraf perlakuan A2 merupakan taraf perlakuan yang paling dianggap baik pada tingkat rasa pedas cabai merah kering oleh panelis. Pada taraf perlakuan tersebut, skor yang dimiliki adalah sebesar 4.60 atau pada rentang skor 4 dan 5. Rentang nilai tingkat kesukaan panelis terhadap rasa pedas cabai merah kering digambarkan pada Gambar 24. Gambar 24. Rentang Nilai Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Rasa Pedas Cabai Merah Kering 31