IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi, terlebih dahulu dilakukan pengemasan. Kerusakan mekanis sering terjadi di lapangan akibat dari penanganan buah nanas yang kurang hati-hati, gesekan antara buah nanas dan benturan atau gesekan buah nanas dengan kemasan. Maka pada penelitian ini digunakan dua jenis kemasan untuk buah nanas. Di lapangan, kemasan yang saat ini sering dipergunakan adalah peti kayu (Pantastico 1989). Kemasan karung plastik tidak digunakan pada proses pendistribusian buah nanas di lapangan. Bahkan, ada beberapa petani buah nanas yang tidak mengemas hasil panennya pada saat didistribusikan ke pasar. Jenis kemasan yang digunakan pada penelitian ini ada dua jenis, yaitu peti kayu dengan dimensi 50 cm x 31 cm x 35 cm dan kapasitas 20 kg serta kemasan karung plastik kapasitas 50 kg. Berikut adalah gambar dua jenis kemasan yang digunakan. Gambar 9. Kemasan karung plastik yang telah diisi dengan 7 kg buah nanas Gambar 10. Kemasan peti kayu yang telah diisi dengan 7 kg buah nanas Buah nanas dikemas sebanyak 7 kg untuk setiap jenis kemasan, jumlah ini ditentukan berdasarkan ketersediaan ukuran kemasan yang digunakan dan kapasitas minimum kemasan yang digunakan oleh para pedagang pengumpul. Kemudian akan didistribusikan ke tujuan selanjutnya. 19

2 Berdasarkan kapasitas kemasan, pada karung plastik tersedia ukuran dengan kapasitas 50 kg sedangkan kapasitas peti kayu yang digunakan adalah 20 kg. Peti kayu yang digunakan adalah peti kayu dengan kapasitas lebih besar. Hal ini dilakukan untuk memberi ruang bagi mahkota buah nanas. Posisi penyusunan buah nanas di dalam peti kayu dapat dilihat pada Gambar 11. Posisi buah nanas di dalam kemasan disusun dalam 1 lapisan untuk tiap jenis kemasan. Jenis kemasan karung plastik cukup banyak tersedia di pasaran, ringan dan dapat digunakan beberapa kali. Pada kemasan peti kayu, dibuat sesuai dengan kebutuhan agar dapat memuat 7 kg buah nanas. ko ruang kosong (a) (b) Gambar 11. Skema posisi buah nanas dalam kemasan peti kayu (a) tampak atas, (b) tampak depan 4.2 Kesetaraan Simulasi Transportasi Lama waktu yang digunakan untuk simulasi transportasi darat pada buah nanas yaitu 54 menit dan 104 menit. Ilustrasi gerakan pada truk dan meja simulasi transportasi dapat dilihat pada Lampiran 1. Untuk waktu 54 menit, setara dengan jarak antara lokasi petani buah nanas di daerah Ciapus, kaki Gunung Salak Bogor menuju pasar induk Jakarta (± 49 km). Untuk perbandingan jarak yang lain dilakukan simulasi transportasi darat selama 104 menit. Waktu 104 menit ini setara dengan jarak dari lokasi petani buah nanas di daerah Ciapus, kaki Gunung Salak Bogor menuju Bandung (± 126 km). Amplitudo dan Frekuensi yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3. Pemilihan waktu simulasi ini disesuaikan dengan tujuan penelitian dan berdasarkan jarak distribusi buah nanas Bogor di lapangan. Kesetaraan waktu simulasi transportasi dengan jarak yang ditempuh dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5. Pada simulasi meja getar, amplitudo dan frekuensi di atur agar dapat merepresentasikan goncangan yang terjadi pada truk. Akan tetapi untuk simulasi 104 menit, amplitudo dan frekuensi yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan yang telah dirancang yaitu sekitar 3.15 cm. Hal ini kemudian disesuaikan dengan pengurangan waktu simulasi. Untuk simulasi 104 menit, buah nanas yang mengalami kerusakan lebih banyak dibanding dengan waktu simulasi 54 menit. Meja getar yang dalam keadaan tidak baik sehingga amplitudo yang dihasilkan meja getar selalu melebihi 4 cm. Hal ini menunjukkan bahwa amplitudo berpengaruh terhadap kerusakan mekanis pada buah nanas. Dalam proses pengangkutan perlu diperhatikan kondisi lingkungan. Pengangkutan dengan truk tanpa pendingin sebaiknya dilakukan pada malam hari untuk menghindari suhu lingkungan yang dapat merusak komoditas pertanian. Untuk mengurangi kerusakan mekanis selama transportasi maka dibutuhkan kemasan yang dapat meredam getaran yang dapat menyebabkan terjadinya gesekan, baik itu gesekan antara buah nanas maupun gesekan buah nanas dengan kemasannya. 20

3 4.3 Susut Bobot Buah Nanas Setelah simulasi transportasi, dilakukan pengukuran bobot buah nanas. Kehilangan kandungan air pada produk dapat diartikan sebagai susut bobot. Kehilangan air pada buah nanas dapat mempengaruhi penampilan fisik, tekstur dan nilai gizi buah (Prajati 2006). Kandungan air dalam bahan mempengaruhi daya tahan terhadap serangan pada mikroba. Air berkaitan erat dengan daya awet bahan. Kerusakan pada buah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kehilangan air. Jika luka pada permukaan suatu komoditi pertanian relatif lebih besar maka penguapan air akan relatif lebih cepat juga. Susut bobot pada buah nanas terjadi akibat proses respirasi dan transpirasi. Proses transpirasi berjalan lebih cepat karena buah kehilangan pelindungnya, hal ini dapat dipicu oleh gesekan dan benturan pada saat simulasi transportasi. Luka pada kulit buah nanas memacu meningkatnya respirasi senyawa kompleks yang biasanya terdapat di dalam sel, seperti karbohidrat akan dipecah menjadi molekul-molekul yang sederhana seperti karbondioksida dan air yang mudah menguap, sehingga komoditas akan kehilangan bobotnya (Wills et al. 1981). Proses respirasi dipicu lebih cepat pada buah yang kulit buah atau daging buahnya memar ataupun terluka. Gambar 12 di bawah, menunjukkan persentase penurunan bobot rata-rata sampel setelah transportasi untuk waktu simulasi 54 menit dan 104 menit. Penurunan bobot buah nanas diamati setelah simulasi transportasi. Tabel 6 menyajikan persentase penurunan susut bobot buah nanas untuk berbagai waktu simulasi dan jenis kemasan. Untuk waktu simulasi 54 menit susut terbesar terdapat pada buah nanas yang dikemas dengan karung plastik yaitu mencapai 7.93% sedangkan untuk buah nanas dengan waktu simulasi 104 menit, susut bobot terbesar dialami oleh buah nanas dengan kemasan peti kayu yaitu mencapai 20.18%. Persentase penurunan susut bobot menunjukkan bahwa lama simulasi yang mewakili kerusakan yang diterima oleh buah nanas mempengaruhi nilai susut bobot. Data bobot buah nanas untuk kemasan karung plastik dan peti kayu dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 7. Tabel 6. Susut bobot (%) buah nanas setelah simulasi waktu simulasi Karung Plastik Peti Kayu 54 menit menit Pada waktu simulasi 54 menit, susut bobot buah nanas untuk masing-masing kemasan tidak terlalu berbeda. Buah nanas dengan kemasan karung plastik memiliki nilai susut bobot yang lebih tinggi dibandingkan dengan kemasan peti kayu. Tetapi perbedaannya tidak terlalu tinggi. Untuk simulasi 104 menit, penurunan bobot buah nanas dengan kemasan peti kayu mencapai 20.18% sementara dengan kemasan karung plastik 16.58%. Tingginya susut bobot buah nanas dengan kemasan peti kayu dapat disebabkan oleh waktu simulasi yang cukup panjang. Hal ini sebanding dengan banyaknya benturan yang terjadi pada buah nanas. Kemasan peti kayu relaif lebih keras dan kasar, sehingga hal ini memicu buah nanas kehilangan pelindung alaminya akibat luka memar dan kerusakan mekanis yang lain. Kehilangan pelindung alami buah nanas ini juga akan mempercepat respirasi sehingga buah nanas akan lebih mudah untuk kehilangan air. Hasil uji lanjut pada Lampiran 18 menunjukkan nilai P-value perlakuan > alpha 5%, maka dapat disimpulkan bahwa perlakuan jenis kemasan tidak berpengaruh terhadap respon (susut bobot buah). Nilai P-value waktu < , maka dapat disimpulkan waktu simulasi getar berpengaruh sangat nyata terhadap respon (susut bobot buah) pada taraf nyata 5%. Interaksi 21

4 antara perlakuan jenis kemasan dan waktu simulasi getar (B*C) tidak nyata, sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat interaksi antara perlakuan jenis kemasan dan waktu simulasi getar. Gambar 12. Grafik persentase susut bobot buah nanas untuk berbagai waktu simulasi 4.4 Warna Warna dari suatu objek dapat diartikan dalam tiga dimensi, yaitu derajat Hue, yang merupakan persepsi konsumen terhadap warna dari suatu objek, kecerahan dan saturasi yang merupakan tingkat kemurnian dari suatu warna. Tingkat kecerahan menunjukkan hubungan antara cahaya yang dipantulkan dan yang diserap oleh suatu objek (Wijaya 2010). Warna merupakan atribut utama pada penampakan produk pangan dan merupakan karakteristik penting pada kualitasnya. Warna meningkatkan daya tarik bahan mentah, dan dalam kebanyakan kasus digunakan sebagai petunjuk kemasakan. Warna juga berhubungan dengan rasa dan bau, tekstur, nilai gizi dan keutuhan. Banyak buah-buahan dan sayur-sayuran mengalami perubahan warna menjadi pirang dengan cepat selama pengupasan dan pemotongan. Namun tidak demikian dengan buah nanas, tomat dan semangka. Warna digunakan sebagai standar dari suatu produk, sebagai penentu kualitas, warna digunakan juga sebagai indikator kerusakan biologis atau fisiko kimia, dan penggunaan warna untuk memprediksi karakteristik parameter kualitas lainnya. Warna adalah parameter mutu utama yang pertama dilihat konsumen dalam memilih buah karena dapat dilihat secara langsung dan visual (Muthmainnah 2008). Akan tetapi penilaian warna secara visual sangatlah subjektif, oleh karena itu diperlukan pengukuran dengan suatu alat agar dapat diperoleh pengukuran warna yang lebih objektif. Pengukuran warna buah nanas dilakukan setelah simulasi transportasi. Derajat warna pada chromameter menyajikan nilai L, a dan b yang masing-masing mengindikasikan tingkat kecerahan, kehijauan dan kekuningan. 22

5 Munculnya warna pirang dan kecoklatan pada buah nanas dapat disebabkam oleh penanganan yang kurang baik maupun pengaruh penyinaran selama penyimpanan dilakukan. Proses pencoklatan yang terjadi akan mengurangi kualitas produk dan menurunkan minat konsumen. Proses pencoklatan ini juga dipengaruhi oleh suhu dan RH. Bila kondisi suhu tinggi dan berasosiasi dengan RH rendah maka akan menambahkan kepekaan buah nanas terhadap oksidasi (Pantastico 1989). 1. Nilai L Pememaran pada buah mengakibatkan timbulnya bagian yang lunak, dengan warna yang berubah di bawah kulit. Pengukuran warna pada buah nanas dilakukan untuk mengetahui hubungan antara waktu simulasi transportasi dan jenis kemasan terhadap kualitas buah nanas. Nilai kecerahan buah nanas yang direpresentasikan dengan nilai L pada pengukuran dengan menggunakan chromameter, diharapkan dengan nilai yang tertinggi. Parameter L mempunyai nilai dari 0 (hitam) sampai 100 (putih). Data nilai L untuk berbagai kemasan dapat dilihat pada Lampiran 8 dan Lampiran 9. Dari data yang terlampir, rata-rata nilai L buah nanas mengalami penurunan. Semakin kecil nilai L maka semakin kecil pula tingkat kecerahan buah tersebut. Gambar 13 di bawah menunjukkan tingkat kecerahan pada buah nanas setelah simulasi transportasi. Nilai kecerahan rata-rata buah nanas (L) dapat dilihat pada Tabel 7. Dari nilai kecerahan (L) pada buah nanas yang digambarkan pada grafik di bawah, dapat diketahui untuk simulasi dengan waktu 54 menit menunjukkan peti kayu dengan nilai kecerahan terendah, dengan nilai L sebesar sedangkan untuk simulasi dengan waktu 104 menit menunjukkan karung plastik dengan nilai kecerahan terendah, dengan nilai L sebesar Secara keseluruhan buah nanas mengalami penurunan tingkat kecerahan. Hal ini dipengaruhi oleh memar yang terjadi pada buah yang menyebabkan perubahan warna buah nanas. Perubahan warna itu disebabkan oleh oksidasi senyawa-senyawa polifenol karena rusaknya dinding sel (Pantastico 1989). Hasil uji lanjut pada Lampiran 19, menunjukkan nilai P-value perlakuan < alpha 5%, maka dapat disimpulkan bahwa perlakuan jenis kemasan berpengaruh terhadap respon (penurunan nilai L). Nilai P-value waktu simulasi < , maka dapat disimpulkan waktu simulasi getar sangat berpengaruh nyata terhadap respon (nilai L) pada taraf nyata 5%. Interaksi antara perlakuan jenis kemasan dan waktu simulasi getar nyata, sehingga dapat disimpulkan terdapat interaksi antara perlakuan jenis kemasan dan waktu simulasi getar. Tabel 7. Rata-rata nilai L buah nanas pada berbagai kemasan dan waktu simulasi Waktu Simulasi Jenis kemasan 54 menit 104 menit H+1 H+4 H+1 H+4 Peti Kayu Karung Plastik

6 Gambar 13. Nilai kecerahan buah nanas (L) pada berbagai jenis kemasan dan waktu simulasi 2. Nilai a Nilai a adalah koordinat kromatis pada chromameter. Nilai a pada hasil pengukuran menunjukkan tingkat kehijauan dari buah. Dimana nilai positif menyatakan warna merah dan nilai negatif menyatakan warna hijau. Penurunan konsentrasi asam cenderung menyebabkan degradasi pigmen semakin rendah. Penurunan derajat degradasi pigmen menyebabkan peningkatan nilai a. Pada Gambar 14 di bawah menunjukkan perubahan nilai a buah nanas pada berbagai jenis kemasan dan waktu simulasi. Untuk masing-masing kemasan baik karung plastik maupun peti kayu mengalami peningkatan nilai a. Peningkatan nilai a dari warna kuning kehijauan (nilai a positif yang lebih kecil) menuju warna kuning (nilai a yang lebih besar). Nilai a buah nanas untuk kemasan karung plastik yang diperoleh pada berbagai waktu simulasi dapat dilihat pada Lampiran 10. Data rata-rata peningkatan buah nanas pada berbagai kemasan dan waktu simulasi dapat dilihat pada Tabel 8. Nilai a tertinggi diperoleh pada buah nanas dengan kemasan peti kayu untuk waktu simulasi 54 menit dan 104 menit, masing-masing dan sedangkan untuk kemasan karung plastik hanya mencapai nilai dan 9.78 untuk masing-masing waktu simulasi 54 menit dan 104 menit. Peningkatan nilai positif a buah nanas untuk simulasi transportasi dipengaruhi oleh suhu dan lama penyimpanan. Pasca simulasi transportasi buah nanas didiamkan pada suhu ruangan (28-30 o C), proses respirasi dan pembentukan etilen dipicu lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi. Pada saat buah nanas mengalami luka memar, hal ini memicu buah nanas untuk mengalami proses pembusukan lebih cepat dibanding dengan buah nanas yang tidak mengalami luka memar. Proses pematangan menuju pembusukan ini menyebabkan peningkatan nilai a. Terdapat perbedaan antara nilai a buah nanas dengan kemasan karung plastik dan peti kayu. Untuk kemasan karung plastik mengalami peningkatan nilai a dari warna kuning kehijauan (nilai a positif yang lebih kecil) menuju warna kuning (nilai a 24

7 yang lebih besar). Hal ini menunjukkan bahwa buah nanas mengalami proses pematangan menuju pembusukan. Semakin besar nilai a menggambarkan semakin tingginya derajat kemerahan buah nanas. Akan tetapi untuk kemasan peti kayu nilai a rata-rata buah nanas cenderung mengalami penurunan. Tabel 8. Rata-rata nilai a buah nanas pada berbagai waktu simulasi dan kemasan Waktu Simulasi Jenis kemasan 54 menit 104 menit H+1 H+4 H+1 H+4 Peti Kayu Karung Plastik Peningkatan konsentrasi asam memberi efek terjadinya penurunan nilai positif a atau derajat kemerahan (Kusumawati 2008). Hal ini berarti buah nanas dengan kemasan peti kayu mengalami peningkatan konsentrasi asam. Peningkatan konsentrasi asam dapat dipicu oleh kerusakan mekanis yang dapat menyebabkan pembusukan. Buah nanas dengan kemasan peti kayu memiliki kerusakan mekanis yang lebih tinggi karena buah bergesekan dengan permukaan peti kayu yang kasar dan keras. Gesekan ini menyebabkan luka memar buah nanas yang dikemas dengan peti kayu lebih besar. Persentase kerusakan mekanis pada buah nanas dapat dilihat pada sub bab selanjutnya. Gambar 14. Grafik perubahan nilai a buah nanas pada berbagai jenis kemasan dan waktu simulasi Nilai a untuk kemasan peti kayu pada berbagai waktu simulasi dapat dilihat pada Lampiran 11. Hasil uji lanjut pada Lampiran 20, menunjukkan nilai P-value perlakuan > alpha 5%, maka dapat disimpulkan bahwa perlakuan jenis kemasan tidak berpengaruh terhadap respon (peningkatan nilai a). 25

8 Nilai P-value waktu < maka dapat disimpulkan waktu simulasi getar berpengaruh sangat nyata terhadap respon (peningkatan nilai a) pada taraf nyata 5%. Interaksi antara perlakuan jenis kemasan dan waktu simulasi getar (B*C) tidak nyata, sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat interaksi antara perlakuan jenis kemasan dan waktu simulasi getar. 3. Nilai b Nilai b merupakan atribut nilai yang menunjukkan derajat kekuningan atau kebiruan suatu sampel. Nilai b yang positif menunjukkan derajat kekuningan sampel. Nilai b yang negatif menunjukkan derajat kebiruan suatu sampel. Gambar 15 menunjukkan perubahan nilai b buah nanas pasca transportasi 54 menit. Dari gambar dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan nilai b. Buah nanas dengan kemasan karung plastik mengalami peningkatan nilai b dari pada hari pertama dan pada hari keempat. Sedangkan buah nanas dengan kemasan peti kayu mengalami peningkatan nilai b dari pada hari pertama dan pada hari keempat. Pada buah nanas dengan kemasan peti kayu, proses pematangan terjadi lebih cepat yang dipicu oleh terjadinya respirasi dan pembentukan etilen. Pematangan menyebabkan tingginya peningkatan derajat kekuningan buah nanas. Pada buah nanas pasca simulasi 104 menit, menunjukkan penurunan nilai b. Hal ini berarti perubahan fase buah nanas dari pematangan ke pelayuan dan pembusukan menjadi semakin meningkat. Buah nanas simulasi 104 menit memiliki kualitas nilai b yang cenderung menurun dibanding dengan 54 menit. Buah nanas dengan kemasan karung plastik mengalami penurunan nilai b dari pada hari pertama dan pada hari keempat. Sedangkan buah nanas dengan kemasan peti kayu mengalami penurunan nilai b dari pada hari pertama dan pada hari keempat. Hal ini menunjukkan bahwa lama simulasi yang berbanding lurus dengan kerusakan yang terjadi berpengaruh terhadap nilai b buah nanas. Buah nanas yang diberi perlakuan simulasi lebih lama cenderung mengalami penurunan nilai b karena lebih rentan terhadap kebusukan. Kebusukan diakibatkan oleh kerusakan mekanis yang terjadi pada buah nanas selama transportasi. Tabel 9 menyajikan rata-rata nilai b buah nanas pada berbagai waktu simulasi dan kemasan. Data hasil pengukuran nilai b pada berbagai waktu simulasi dan jenis kemasan dapat dilihat pada Lampiran 12 dan Lampiran 13. Tabel 9. Rata-rata nilai b buah nanas pada berbagai waktu simulasi dan kemasan Waktu Simulasi Jenis kemasan 54 menit 104 menit H+1 H+4 H+1 H+4 Peti Kayu Karung Plastik Hasil uji lanjut pada Lampiran 21, menunujukkan nilai P-value perlakuan < alpha 5%, maka dapat disimpulkan bahwa perlakuan jenis kemasan berpengaruh terhadap respon (peningkatan nilai b). Nilai P-value waktu < , maka dapat disimpulkan waktu simulasi getar berpengaruh sangat nyata terhadap respon (peningkatan nilai b) pada taraf nyata5%. Interaksi antara perlakuan jenis kemasan dan waktu simulasi getar (B*C) tidak nyata, sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat interaksi antara perlakuan jenis kemasan dan waktu simulasi getar. 26

9 Gambar 15. Grafik perubahan nilai b buah nanas pada berbagai jenis kemasan dan waktu simulasi 4.5 Kekerasan Buah Nanas Pengukuran kekerasan buah nanas dilakukan untuk mengetahui mutu buah nanas pacsa simulasi transportasi. Buah yang matang dan siap konsumsi relatif lebih lunak daripada buah yang masih mentah. Menurut Sjaifullah (1996) dalam Seesar (2009), buah yang baik mempunyai kekerasan yang merata. Pengukuran kekerasan buah nanas dilakukan pada bagian pangkal, tengah dan ujung buah. Pengukuran kekerasan buah nanas dilakukan dengan menggunakan rheometer. Semakin tinggi angka yang dihasilkan maka semakin tinggi kekerasan suatu buah. Hal ini berhubungan dengan gaya yang diperlukan oleh jarum penusuk rheometer. Semakin keras suatu buah maka semakin besar juga gaya yang dibutuhkan untuk menusuk buah tersebut. Kerusakan mekanis pada buah nanas mengakibatkan struktur permukaan buah rusak sehingga sel penyusun jaringan pada permukaan buah akan terpisah ikatannya. Menurut Pantastico (1989), parahnya kerusakan dapat memacu terjadinya respirasi (sebagai pengaruh dihasilkannya gas etilen). Melonjaknya respirasi dapat diakibatkan oleh gesekan antar permukaan buah. Kerusakan mekanis buah nanas ditandai dengan penurunan kekerasan buah. Semakin kecil nilai kekerasan buah nanas maka mutu buah itu semakin menurun. Tabel 10 adalah nilai kekerasan rata-rata buah nanas pada berbagai jenis kemasan dan lama simulasi transportasi. Tabel 10. Nilai kekerasan rata-rata (kgf) buah nanas pada berbagai jenis kemasan dan waktu simulasi Jenis kemasan Waktu Simulasi 54 menit 104 menit H+1 H+4 H+1 H+4 Peti Kayu Karung Plastik

10 Pada pengukuran nilai kekerasan buah nanas yang dilakukan menunjukkan penurunan kekerasan buah nanas untuk setiap perlakuan. Nilai kekerasan diukur pada hari pertama dan keempat setelah transportasi. Penurunan nilai rata-rata kekerasan pada tiap kemasan dan lama simulasi dapat dilihat pada grafik di bawah. Dari Gambar 16 di bawah dapat dilihat bahwa pada pangamatan hari terakhir, nilai kekerasan terendah terdapat pada kemasan peti kayu untuk lama simulasi transportasi 54 menit dan 104 menit. Nilai terendah ditemukan pada buah nanas dengan kemasan peti kayu untuk waktu simulasi transportasi 104 menit, yaitu sebesar 0.96 kgf. Sedangkan nilai kekerasan tertinggi terdapat pada buah nanas dengan kemasan karung plastik untuk waktu simulasi transportasi selama 54 menit, yaitu 1.67 kgf. Buah nanas dengan kemasan peti kayu memiliki nilai kekerasan paling rendah menunjukkan bahwa kerusakan mekanis yang telah terjadi mengakibatkan penurunan nilai kekerasan. Nilai kekerasan yang rendah menggambarkan keadaan buah yang sudah kurang baik. Data hasil pengukuran kekerasan dapat dilihat pada Lampiran 14. Gambar 16. Nilai kekerasan buah nanas pada berbagai jenis kemasan dan waktu simulasi Penyusunan buah nanas yang baik di dalam kemasan juga menghasilkan susunan buah yang kokoh dan volume kemasan yang lebih baik. Penyusunan yang baik adalah dengan tidak membiarkan terdapat ruang-ruang kosong diantara buah nanas, biasanya ruang kosong dikarenakan jumlah yang dikemas lebih kecil dari kapasitas kemasannya. Ruang kosong dapat menyebabkan kerusakan mekanis (memar) pada buah karena getaran dan goncangan selama simulasi transportasi. Selain itu dapat menyebabkan susunan buah di dalam kemasan menjadi berantakan (Siregar 2008). Penyusunan buah nanas yang melebihi kapasitas juga dapat memicu kerusakan buah nanas yang lebih tinggi setelah transportasi. Pada kemasan peti kayu, susunan buah yang tidak kokoh menyebabkan buah nanas bergesekan dengan permukaan peti kayu yang lebih kasar dan lebih keras. Hal ini mengakibatkan luka memar buah nanas yang dikemas dengan peti kayu lebih besar dibandingkan dengan luka memar buah nanas 28

11 yang dikemas dengan karung plastik. Akibatnya nilai kekerasan buah nanas dengan kemasan peti kayu yang diperoleh lebih kecil. Berdasarkan penjelasan dan nilai rata-rata kekerasan yang disajikan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa karung plastik lebih baik digunakan untuk kemasan buah nanas. Hal ini disebabkan oleh permukaan karung plastik yang halus dan penyusunan buah yang kokoh dalam karung plastik sehingga dapat meredam gesekan yang diterima buah nanas dari kemasan. Dari hasil uji ragam dan Duncan yang dapat dilihat pada Lampiran 22 menunjukkan nilai P- value dari perlakuan > alpha 5%, maka dapat disimpulkan bahwa perlakuan jenis kemasan tidak berpengaruh terhadap respon (kekerasan buah). Nilai P-value waktu < alpha 5%, maka dapat disimpulkan lama simulasi getar berpengaruh nyata terhadap respon (kekerasan buah) pada taraf nyata 5%. Interaksi antara perlakuan jenis kemasan dan lama simulasi getar tidak nyata sehingga dapat disimpulkan tidak ada interaksi antara perlakuan jenis kemasan dan lama simulasi getar. 4.6 Total Padatan Terlarut Buah Nanas Tingkat-tingkat perkembangan buah berdasarkan perubahan-perubahan biokimia yang dapat dibedakan dengan jelas, diurutkan sebagai stadium pramasak, masak dan ranum (Pantastico 1989). Kebanyakan zat yang dikandung misalnya zat pati, gula total, dan gula-gula non-preduksi menurut kecenderungan pada tingkat pramasak. Pada saat buahnya mencapai tingkat awal kemasakan, kandungan gula totalnya bertambah, gula-gula non-preduksi berkurang, sedangkan kandungan zat patinya tetap (Pantastico 1989). Dalam fase akhir kemasakan, sukrosa dan gula total sedikit banyak tetap. Buah menyimpan karbohidrat sebagai persediaan energi. Proses pematangan dan pembusukan akan menyebabkan kandungan karbohidrat dan gula berubah. Menurut Sjaifullah (1996), total padatan terlarut pada suatu bahan menunjukkan kandungan gula yang terdapat pada bahan tersebut. Penurunan total padatan terlarut pada buah nanas menunjukkan penurunan mutu buah nanas. Kerusakan pada jaringan kulit buah akan menyebabkan proses respirasi berlangsung lebih cepat yang diiringi dengan berkurangnya kadar gula pada buah nanas. Pada saat respirasi terjadi pemecahan oksidatif bahan-bahan yang kompleks, diantaranya karbohidrat, lemak dan protein. Apabila buah nanas sudah mencapai pada akhir kemasakan, maka kandungan total gulanya kurang lebih akan tetap dan akan berkurang ketika nanas mengalami kerusakan pada jaringan kulit dan daging buahnya. Gambar 17 di bawah menunjukkan penurunan kadar gula pada buah nanas setelah simulasi transportasi. Kadar gula paling rendah yang ditandai dengan total padatan terlarut terendah dimiliki oleh buah nanas kemasan peti kayu untuk tiap waktu simulasi transportasi. Masing-masing pada simulasi 54 menit dan 104 menit sebesar o Brix dan o Brix. Nilai rata-rata total padatan terlarut buah nanas dengan kemasan peti kayu berkisar antara o Brix o Brix. Sedangkan nilai rata-rata total padatan terlarut buah nanas dengan kemasan karung plastik berkisar antara o Brix o Brix. Data hasil pengukuran total padatan terlarut buah nanas kemasan karung plastik dan peti kayu dapat dilihat pada Lampiran 15 dan Lampiran 16. Menurut Satuhu (1993) buah nanas dikatakan matang apabila kandungan total padatan terlarut sekitar o Brix dan biasanya dipanen sekitar 12 o Brix. Hal ini menunjukkan bahwa kadar gula yang terkandung pada buah nanas pasca simulasi transportasi digolongkan pada tahap buah matang. Pada peti kayu terdapat celah yang cukup besar, metabolisme nanas dapat dipengaruhi oleh suhu ruang, reaksi kimia lebih cepat terjadi dengan suhu yang lebih tinggi. Sehingga buah nanas lebih cepat mengalami penurunan total padatan terlarut. Hal ini berbanding lurus dengan kadar gula buah nanas. Tabel 11 menyajikan nilai total padatan terlarut rata-rata buah nanas untuk simulasi transportasi 54 menit dan 104 menit. 29

12 Tabel 11. Nilai total padatan terlarut rata-rata ( o Brix) buah nanas pada berbagai jenis kemasan dan waktu simulasi Jenis kemasan Waktu Simulasi 54 menit 104 menit H+1 H+4 H+1 H+4 Peti Kayu Karung Plastik Hasil uji lanjut pada Lampiran 23, menghasilkan nilai P-value perlakuan > alpha 5%, maka dapat disimpulkan bahwa perlakuan jenis kemasan tidak berpengaruh terhadap penurunan kadar gula. Nilai P-value waktu > 5%, maka dapat disimpulkan waktu simulasi getar tidak berpengaruh terhadap penurunan kadar gula. Interaksi antara perlakuan jenis kemasan dan waktu simulasi tidak nyata, sehingga dapat disimpulkan tidak ada interaksi antara perlakuan jenis kemasan dan waktu simulasi getar. Gambar 17. Total padatan terlarut buah nanas pada berbagai jenis kemasan dan waktu simulasi 4.7 Tingkat Kerusakan Mekanis Buah Nanas Sesudah simulasi transportasi dilakukan, diamati kerusakan mekanis yang terjadi pada buah nanas. Pengukuran tingkat kerusakan mekanis buah nanas dilakukan secara manual. Goncangan dan getaran yang terjadi selama simulasi transportasi menyebabkan pergerakan dan gesekan antar buah nanas. Pergerakan dan gesekan inilah yang menyebabkan kerusakan mekanis pada buah nanas. Kerusakan mekanis pada buah nanas yang diamati berupa luka memar. Luka gores sulit untuk dideteksi karena tekstur kulit buah nanas yang memiliki mata. Pengamatan terhadap luka memar pada 30

13 buah nanas dilakukan dengan uji visual pada buah nanas. Kerusakan mekanis ditandai dengan terdapatnya memar pada buah dan perubahan warna serta penurunan kekerasan pada buah nanas. Kerusakan mekanis ini menyebabkan penurunan pada daya buah nanas untuk bertahan dalam keadaan segar. Data rata-rata kerusakan buah nanas berupa luka memar pada berbagai jenis kemasan dan waktu simulasi dapat dilihat pada Tabel 12. Berdasarkan persentase tersebut, diketahui bahwa kemasan peti kayu memiliki persentase luka memar terbesar. Hal ini terjadi pada kedua waktu perlakuan simulasi, yaitu 104 menit dan 54 menit. Persentase kerusakan mekanis buah nanas dengan kemasan peti kayu untuk waktu simulasi 104 menit, yaitu sebesar 58.56%. Lampiran 17 menunjukkan persentase kerusakan mekanis buah nanas pada berbagai kemasan dan waktu simulasi. Tabel 12. Persentase kerusakan mekanis berupa luka memar buah nanas setelah simulasi transportasi Kemasan 54 menit 104 menit Peti Kayu karung Plastik Dari hasil uji secara visual terhadap luka memar pada buah nanas, kerusakan yang terjadi umumnya terletak pada bagian dasar buah nanas. Gambar 18 adalah contoh luka memar yang ditemukan pada kulit buah nanas pada hari keempat. Data pada Tabel 12 menunjukkan bahwa semakin lama guncangan terjadi maka persentase kerusakan buah nanas yang terjadi juga semakin besar. Dalam hal ini, setara dengan jarak transportasi buah nanas dari petani nanas sampai ke tujuan. (a) (b) Gambar 18. Luka memar pada buah nanas pada kemasan peti kayu untuk simulasi selama 54 menit (a) luka memar buah nanas dalam keadaan utuh, (b) luka memar daging buah nanas dalam keadaan dibelah menjadi dua bagian. Gambar 19 menunjukkan persentase kerusakan buah nanas untuk kemasan karung plastik dan peti kayu pada berbagai waktu simulasi transportasi. Persentase kerusakan terendah terjadi pada buah nanas dengan kemasan karung plastik, lama simulasi getar 54 menit dan 104 menit yaitu 8.06% dan 35.39%. Kerusakan buah nanas yang terjadi pada kemasan karung plastik selama simulasi transportasi disebabkan oleh gesekan yang terjadi antar buah nanas. Bila dibandingkan dengan kemasan peti kayu, kemasan karung plastik lebih baik melindungi buah nanas selama simulasi transportasi. Hal ini disebabkan permukaan karung plastik yang lebih halus dan fleksibel dibandingkan peti kayu. Pantastico (1989) mengatakan wadah-wadah yang dipakai pada kegiatan distribusi haruslah cukup untuk menahan penumpukan, dampak pemuatan dan pembongkaran tanpa menimbulkan kememaran pada barang-barang yang lunak. Semakin tinggi kerusakan mekanis pada produk pertanian maka secara ekonomis akan mengalami kerugian. Karena jumlah produk pertanian yang 31

14 dibuang atau rusak akan semakin banyak. Foto sampel buah nanas yang mengalami kerusakan mekanis pasca simulasi transportasi 54 menit dan 104 menit dapat dilihat pada Lampiran 25 sampai Lampiran 36. Hasil analisa ragam dilakukan (Lampiran 24) menunjukkan nilai P-value perlakuan < alpha 5%, maka dapat disimpulkan bahwa perlakuan jenis kemasan berpengaruh terhadap respon (luka memar buah). Nilai P-value waktu simulasi transportasi < alpha 5% menunjukkan waktu simulasi getar berpengaruh terhadap respon (luka memar buah). Interaksi antara perlakuan jenis kemasan dan waktu simulasi getar tidak nyata, sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat interaksi antara perlakuan jenis kemasan dan waktu simulasi transportasi. Gambar 19. Persentase kerusakan mekanis buah nanas 4 hari pasca simulasi transportasi 32

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika dan kini telah menyebar di kawasan benua Asia termasuk di Indonesia. Tomat biasa ditanam di dataran

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu tomat. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. WARNA KULIT BUAH Selama penyimpanan buah pisang cavendish mengalami perubahan warna kulit. Pada awal pengamatan, buah berwarna hijau kekuningan dominan hijau, kemudian berubah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Kardus tipe RSC yang digunakan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Kardus tipe RSC yang digunakan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengemasan Pisang Ambon Kuning Pada simulasi transportasi pisang ambon, kemasan yang digunakan adalah kardus/karton dengan tipe Regular Slotted Container (RSC) double flute

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan terhitung mulai bulan Januari hingga April 2012 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme menjadi lambat sehingga

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan mutu yang diamati selama penyimpanan buah manggis meliputi penampakan sepal, susut bobot, tekstur atau kekerasan dan warna. 1. Penampakan Sepal Visual Sepal atau biasa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian dengan topik Pengaruh Perlakuan Pengemasan Belimbing (Averrhoa carambola L) dengan Penggunaan Bahan Pengisi terhadap Mutu Fisik Belimbing selama Transportasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN III. A. Lokasi dan Waktu. B. Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN III. A. Lokasi dan Waktu. B. Bahan dan Alat III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Pertanian IPB selama 3 bulan yaitu bulan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara

Lebih terperinci

PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN

PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN (Changes in the quality of mangosteen fruits (Garcinia mangosiana L.) after transportation and

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung mampu memproduksi pisang sebanyak 319.081 ton pada tahun 2003 dan meningkat hingga

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Laju Respirasi Respirasi merupakan proses metabolisme oksidatif yang mengakibatkan perubahan-perubahan fisikokimia pada buah yang telah dipanen.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN MBAHASAN A. SUSUT BOBOT Perubahan susut bobot seledri diukur dengan menimbang bobot seledri setiap hari. Berdasarkan hasil pengukuran selama penyimpanan, ternyata susut bobot seledri mengalami

Lebih terperinci

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Oleh : YOLIVIA ASTRIANIEZ SEESAR F14053159 2009 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di Indonesia adalah jenis Fragaria vesca L. Buah stroberi adalah salah satu produk hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kemasan Alpukat Hasil Rancangan Kemasan distribusi dirancang dan dipilih terutama untuk mengatasi faktor getaran (vibrasi) dan kejutan (shock) karena faktor ini sangat berpengaruh

Lebih terperinci

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Penanganan pascapanen sangat berperan dalam mempertahankan kualitas dan daya simpan buah-buahan. Penanganan pascapanen yang kurang hati-hati dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 33 V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Tahap I Pengukuran Sifat Fisik Buah Manggis Pengukuran sifat fisik buah yang dilakukan meliputi berat buah, diameter mayor, diameter minor buah, tinggi tangkai dan tinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Parameter Fisik dan Organoleptik Pada Perlakuan Blansir 1. Susut Bobot Hasil pengukuran menunjukkan bahwa selama penyimpanan 8 hari, bobot rajangan selada mengalami

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk buah eksotik yang digemari oleh konsumen baik di dalam maupun luar negeri, karena rasanya yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian Pengaruh Perlakuan Bahan Pengisi Kemasan terhadap Mutu Fisik Buah Pepaya Varietas IPB 9 (Callina) Selama Transportasi dilakukan pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kadar Air Kulit Manggis Kadar air merupakan salah satu parameter penting yang menentukan mutu dari suatu produk hortikultura. Buah manggis merupakan salah satu buah yang mempunyai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Konsentrasi KMnO 4 Terhadap Susut Berat Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap susut berat cabai merah berbeda nyata

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pendahuluan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan percobaan pembuatan emulsi lilin dan pelapisan lilin terhadap buah sawo dengan konsentrasi 0%, 2%,4%,6%,8%,10%, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tomat (Lycopersicon esculentum Mill) merupakan sayuran berbentuk buah yang banyak dihasilkan di daerah tropis dan subtropis. Budidaya tanaman tomat terus meningkat seiring

Lebih terperinci

Kajian Ventilasi Dan Perubahan Suhu Dalam Kemasan Karton Dengan Komoditas Tomat

Kajian Ventilasi Dan Perubahan Suhu Dalam Kemasan Karton Dengan Komoditas Tomat Kajian Ventilasi Dan Perubahan Suhu Dalam Kemasan Karton Dengan Komoditas Tomat Emmy Darmawati 1), Gita Adhya Wibawa Sakti 1) 1) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penghasil pisang terbesar yaitu ton buah pisang per tahun. Buah. dan B yang penting bagi tubuh (Anonim, 1999).

I. PENDAHULUAN. penghasil pisang terbesar yaitu ton buah pisang per tahun. Buah. dan B yang penting bagi tubuh (Anonim, 1999). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan salah satu jenis tanaman di Indonesia yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan serta dimanfaatkan oleh masyarakat karena memiliki nilai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DOSIS DAN KEMASAN BAHAN PENYERAP Penentuan dosis dilakukan untuk memperoleh dosis zeolit yang paling optimal sebagai bahan penyerap etilen dalam penyimpanan buah salak pondoh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penentuan waktu hydrocooling dan konsentrasi klorin optimal untuk pak choi Tahap precooling ini dilakukan untuk menentukan kombinasi lama hydrocooling dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal

HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal HASIL DAN PEMBAHASAN Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal cold chaín Perubahan laju produksi CO 2 pada wortel terolah minimal baik pada wortel utuh (W1) maupun irisan wortel (W2) pada penelitian pendahuluan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Tempat dan Waktu Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Tempat dan Waktu Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan bahan penelitian ini terdiri atas pelepah salak, kawat, paku dan buah salak. Dalam penelitian tahap I digunakan 3 (tiga) varietas buah salak, yaitu manonjaya, pondoh,

Lebih terperinci

PENURUNAN MUTU BUAH NANAS (Ananas comosus (L.) Merr.) DALAM KEMASAN SETELAH TRANSPORTASI DARAT SKRIPSI ADITYA PUTRI YANI BARUS F

PENURUNAN MUTU BUAH NANAS (Ananas comosus (L.) Merr.) DALAM KEMASAN SETELAH TRANSPORTASI DARAT SKRIPSI ADITYA PUTRI YANI BARUS F PENURUNAN MUTU BUAH NANAS (Ananas comosus (L.) Merr.) DALAM KEMASAN SETELAH TRANSPORTASI DARAT SKRIPSI ADITYA PUTRI YANI BARUS F14070012 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya kita dapat mempelajari dan bersyukur kepadanya. Kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya kita dapat mempelajari dan bersyukur kepadanya. Kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia termasuk salah satu negara yang kaya dengan berbagai spesies flora. Kekayaan tersebut merupakan suatu anugerah besar yang diberikan Allah SWT yang seharusnya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia,

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia, I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Buah-buahan dan Sayur-sayuran

Buah-buahan dan Sayur-sayuran Buah-buahan dan Sayur-sayuran Pasca panen adalah suatu kegiatan yang dimulai dari bahan setelah dipanen sampai siap untuk dipasarkan atau digunakan konsumen dalam bentuk segar atau siap diolah lebih lanjut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spektra Buah Belimbing

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spektra Buah Belimbing IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Spektra Buah Belimbing Buah belimbing yang dikenai radiasi NIR dengan panjang gelombang 1000-2500 nm menghasilkan spektra pantulan (reflektan). Secara umum, spektra pantulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Umur Simpan Penggunaan pembungkus bahan oksidator etilen dapat memperpanjang umur simpan buah pisang dibandingkan kontrol (Lampiran 1). Terdapat perbedaan pengaruh antara P2-P7 dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. IDENTIFIKASI KERUSAKAN BUAH APEL FUJI SUN MOON. IDENTIFIKASI KERUSAKAN MERUPAKAN TAHAPAN AWAL PENANGANAN SORTASI BUAH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. IDENTIFIKASI KERUSAKAN BUAH APEL FUJI SUN MOON. IDENTIFIKASI KERUSAKAN MERUPAKAN TAHAPAN AWAL PENANGANAN SORTASI BUAH BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. IDENTIFIKASI KERUSAKAN BUAH APEL FUJI SUN MOON. IDENTIFIKASI KERUSAKAN MERUPAKAN TAHAPAN AWAL PENANGANAN SORTASI BUAH BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Kerusakan

Lebih terperinci

MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP

MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP KERUSAKAN FISIK/MEKANIS KERUSAKAN KIMIAWI KERUSAKAN MIKROBIOLOGIS KEAMANAN PANGAN, CEGAH : o CEMARAN FISIK o CEMARAN KIMIAWI o CEMARAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identifikasi Kerusakan Buah Apel Fuji Sun Moon. Identifikasi kerusakan merupakan tahapan awal penanganan sortasi buah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identifikasi Kerusakan Buah Apel Fuji Sun Moon. Identifikasi kerusakan merupakan tahapan awal penanganan sortasi buah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Kerusakan Buah Apel Fuji Sun Moon Identifikasi kerusakan merupakan tahapan awal penanganan sortasi buah apel fuji sun moon di Hypermart Gorontalo. Tahapan sortasi

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian pada semua parameter menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut ini merupakan rata-rata

Lebih terperinci

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI 1 Sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk olahan Pengolahan : Menambah ragam pangan Perpanjang masa simpan bahan pangan Bahan Pangan 2 Komponen Utama Penyusun Bahan Pangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Pemanenan buah jeruk dilakukan dengan menggunakan gunting. Jeruk yang dipanen berasal dari tanaman sehat yang berumur 7-9 tahun. Pada penelitian ini buah jeruk yang diambil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

Makalah Bidang Teknik Produk Pertanian ISSN

Makalah Bidang Teknik Produk Pertanian ISSN Makalah Bidang Teknik Produk Pertanian ISSN 81-71 PENGARUH JENIS KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN TERHADAP UMUR SIMPAN DAN MUTU BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA L.) PADA SIMULASI TRANSPORTASI (Effects of

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah buah pisang. Tahun 2014, buah pisang menjadi buah dengan produksi terbesar dari nilai produksi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pendahuluan

BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pendahuluan BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada bulan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pati bahan edible coating berpengaruh terhadap kualitas stroberi (Fragaria x

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pati bahan edible coating berpengaruh terhadap kualitas stroberi (Fragaria x 57 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Stroberi (Fragaria x ananassa) Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa jenis pati bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga 3 TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga Tanaman buah naga termasuk dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Caryophyllales, famili Cactaceae, subfamili Cactoidae, genus Hylocereus Webb.

Lebih terperinci

PENYIMPANAN SAYUR DAN BUAH TITIS SARI KUSUMA

PENYIMPANAN SAYUR DAN BUAH TITIS SARI KUSUMA PENYIMPANAN SAYUR DAN BUAH TITIS SARI KUSUMA Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mengetahui prinsip penyimpanan sayur dan buah Mahasiswa mengetahui tujuan penyimpanan sayur dan buah Mahasiswa mengetahui jenis

Lebih terperinci

Tabel 1. Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna Hijau kekuningan (+) Hijau kekuningan (++)

Tabel 1. Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna Hijau kekuningan (+) Hijau kekuningan (++) V. HASIL PENGAMATAN Tabel 1. Pola Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna (++) Aroma Khas jeruk Khas jeruk Khas jeruk - - (++) Tekstur (++) Berat (gram) 490 460 451 465,1 450

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya TINJAUAN PUSTAKA Jeruk Siam Jeruk siam (Citrus nobilis LOUR var Microcarpa) merupakan salah satu dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya berbentuk bulat dengan permukaan

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h

TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa memahami hal-hal yang menyebabkan kerusakan dan kehilangan serta memahami teknologi penanganan pasca panen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tomat 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tomat Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam genus Lycopersicon, sub genus Eulycopersicon. Genus Lycopersicon merupakan genus sempit yang terdiri atas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUKURAN LAJU RESPIRASI Setelah dipanen ternyata sayuran, buah-buahan, dan umbi-umbian masih mengalami proses respirasi oleh karena itu sayuran, buah-buahan dan umbiumbian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Dimensi buah salak Pengukuran dimensi buah salak dilakukan pada 3 (tiga) varietas buah salak yaitu salak pondoh, salak manonjaya dan salak sidimpuan. Sampel pengukuran pada ketiga

Lebih terperinci

Penanganan Hasil Pertanian

Penanganan Hasil Pertanian Penanganan Hasil Pertanian Teknologi Penanganan dan Pengolahan Hasil Pertanian Mas ud Effendi FTP UB Penanganan Hasil Pertanian (1) Penanganan saat panen Penanganan segera setelah panen Penanganan pasca

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini berlangsung di kebun manggis daerah Cicantayan Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 500 700 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis

Lebih terperinci

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman,

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, bulky/voluminous/menghabiskan banyak tempat, sangat

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Pengaruh Suhu dan Kelembaban terhadap Resistensi Kulit Buah Manggis

Tabel Lampiran 1. Pengaruh Suhu dan Kelembaban terhadap Resistensi Kulit Buah Manggis LAMPIRAN Tabel Lampiran 1. Pengaruh Suhu dan Kelembaban terhadap Resistensi Kulit Buah Manggis 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24... (Bar) Suhu 15 0 C 1.64 0.29 0.16 0.32 0.24b 0.32b 0.27b 0.29b 0.39b 0.76b

Lebih terperinci

Lampiran 5. Kesetaraan waktu simulasi dengan jarak yang ditempuh pada tiaptiap kemasan dan ulangan. Kesetaraan Waktu Simulasi dengan Jarak yang Ulangan Ditempuh (km) 36 menit 72 menit 144 menit 1 84.91

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kultivar Fuji merupakan hasil persilangan antara Ralls janet (Kakko)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kultivar Fuji merupakan hasil persilangan antara Ralls janet (Kakko) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Buah Apel Fuji Sun Moon Kultivar Fuji merupakan hasil persilangan antara Ralls janet (Kakko) dengan Red Delicious yang dikembangkan oleh The Fruit Tree Research Station.

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN

PENANGANAN PASCA PANEN PENANGANAN PASCA PANEN KENAPA PERLU PENANGANAN PASCA PANEN??? Buah-buahan, setelah dipanen masih tetap merupakan jaringan hidup, untuk itu butuh penanganan pasca panen yang tepat supaya susut kuantitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I. PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di Indonesia memungkinkan berbagai jenis buah-buahan tumbuh dan berkembang. Namun sayangnya, masih banyak

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Bahan Dan Alat

METODE PENELITIAN. Bahan Dan Alat METODE PENELITIAN Bahan Dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa kubis segar (Brassica oleracea L var capitata atau kubis hijau) yang didapat langsung dari petani (produsen), kardus dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Laju Respirasi dengan Perlakuan Persentase Glukomanan Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah sawo yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

RANCANGAN KEMASAN TUNGGAL PADA BUAH PEPAYA (Carica Papaya L.) VARIETAS IPB 9 (CALLINA) DENGAN BAHAN PENGISI SELAMA PROSES DISTRIBUSI

RANCANGAN KEMASAN TUNGGAL PADA BUAH PEPAYA (Carica Papaya L.) VARIETAS IPB 9 (CALLINA) DENGAN BAHAN PENGISI SELAMA PROSES DISTRIBUSI RANCANGAN KEMASAN TUNGGAL PADA BUAH PEPAYA (Carica Papaya L.) VARIETAS IPB 9 (CALLINA) DENGAN BAHAN PENGISI SELAMA PROSES DISTRIBUSI SEPTARIA UMI KUSUMA TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI DAN

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN

PENANGANAN PASCA PANEN PENANGANAN PASCA PANEN Pasca Panen Sayuran yang telah dipanen memerlukan penanganan pasca panen yang tepat agar tetap baik mutunya atau tetap segar seperti saat panen. Selain itu kegiatan pasca panen dapat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Karakterisasi Wortel Segar Nilai gizi suatu produk makanan merupakan faktor yang sangat rentan terhadap perubahan perlakuan sebelum, selama, dan sesudah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Parameter Mutu Mentimun Jepang Mentimun jepang yang akan dipasarkan harus memenuhi karakteristik yang ditentukan oleh konsumen. Parameter mutu untuk mentimun jepang meliputi

Lebih terperinci

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) Cara-cara penyimpanan meliputi : 1. penyimpanan pada suhu rendah 2. penyimpanan dengan

Lebih terperinci

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN II Disusun oleh : Nur Aini Condro Wibowo Rumpoko Wicaksono UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH. Oleh : ROSIDA, S.TP,MP

PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH. Oleh : ROSIDA, S.TP,MP PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH Oleh : ROSIDA, S.TP,MP PENDINGINAN (Cooling / Refrigerasi) : Adalah penyimpanan bahan pangan (Nabati/Hewani) diatas suhu titik beku tetapi kurang dari 15oC Pendinginan merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan

I. PENDAHULUAN. Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan salah satu produk hortikultura. Jagung manis memiliki laju respirasi yang tinggi sehingga mudah mengalami

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAB PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.

BAB IV HASIL DAB PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill. BAB IV HASIL DAB PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) 4.1.1 Susut Bobot Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa persentase

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR SKRIPSI PENGARUH BERBAGAI JENIS KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN TERHADAP PERUBAHAN MUTU FISIK MENTIMUN (Cucumis sativus L.) SELAMA TRANSPORTASI Oleh : ERY SUCIARI KUSUMAH F14102081 2007 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Suhu pada Respirasi Brokoli Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa brokoli mempunyai respirasi yang tinggi. Namun pada suhu yang rendah, hasil pengamatan menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah jambu getas merah merupakan buah-buahan tropis yang mudah sekali mengalami kerusakan dan secara nyata kerusakannya terjadi pada saat penanganan, transportasi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ASPEK FISIKO-KIMIA SELAMA PENYIMPANAN 1. Persen Kerusakan Persen kerusakan menyatakan persentase jumlah buah yang rusak setiap pengamatan. Semakin lama penyimpanan, jumlah buah

Lebih terperinci