69 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Data-data yang telah terkumpul merupakan data hasil produksi selama 50 hari, dan dilakukan dengan teknik observasi lapangan langsung. Data produk cacat diambil dari proses Painting. Tabel hasil pengumpulan data bagian Painting dapat dilihat pada Tabel 1 pada lampiran. Berikut adalah gambar grafik yang menunjukkan jumlah produk cacat pada bagian painting. Grafik Produk Cacat 50 00 Grafik Produk Cacat Kotor 150 Tipis 100 Gelembung 50 Meleber 0 Per Jumlah Lecet Grafik 4.1 Grafik Produk Cacat
70 Data yang ada merupakan data awal, atau dengan perkataan lain merupakan data yang belum diolah sehingga data tersebut masih bisa berubah sesuai dengan hasil pengolahan data yang dilakukan. Pengolahan data akan dilakukan pada sub bab selanjutnya. 4.1.1 Jenis Cacat yang Ditemukan. Jenis cacat yang ditemukan pada produk adalah : Butsu. Butsu atau kotor terindikasi ketika proses pengcatan (painting) karena ruangan tidak seteril atau kotor karena debu cat yang tidak terhisap keluar, sehingga permukaan body terlihat titik-titik. Butsu terindikasi pada saat pengamplasan body pada cat dasar tidak sempurna sehingga bekas kotor masih terlihat titik pada saat dicat warna (top coat) Tipis. Dimana tebal cat tidak sama, hal ini terjadi dikarenakan kesalahan pada saat proses pengecatan, sehingga penyebaran cat tidak merata. Untuk dapat mengetahui tebal dari hasil pengecatan digunakan alat digital yang dapat mengecek ketebalan suatu permukaan. Gelembung. Gelembung merupakan permukaan body yang tidak rata. Kasus ini terjadi karena pada saat pengamplasan kotoran body tidak rata sehingga pada saat pengecatan masih terlihat benjolan pada titik kotoran tersebut. Apa
71 bila dilihat dari samping akan terlihat permukaan body bergelombang atau tidak rata. Hal ini biasa terjadi dikarenakan temperatur ruangan, sehingga cat tidak mengering secara merata. Meleber. Dimana pada bagian tepi body terdapat sisa cat, yang berbentuk seperti air mengalir yang membeku. Hal ini diakibatkan oleh cat terlalu banyak atau dikarenakan cat terlalu encer atau tebal. Lecet. Merupakan adanya goresan pada body yang diakibatkan kelalaian pada saat proses Painting atau adanya sentuhan dengan benda lain dan kesalahan operator pada saat memasangkan jig pada bagian-bagian tertentu yang tidak benar. 4.1. Uji Kecukupan Data. Tabel dan hasil perhitungan uji kecukupan data terhadap proses Painting dapat dilihat pada tabel 3 pada lampiran. Kesimpulan akhir dari uji kecukupan adalah: Asumsi Tingkat Kepercayaan : 95% Asumsi Tingkat Ketelitian : 10% k s N = N ( Σnp ) ( Σnp) ( Σnp) N 0,95 0,1 = 45 ( 4618) ( 40) ( 40)
7 N = 16,07 N` < N = Data Cukup. 4.1.3 Perhitugan Standar Deviasi. Tabel dan hasil perhitungan standar deviasi dari bagian Painting dapat dilihat pada tabel 4 pada lampiran. Kesimpulan dari hasil perhitungan standar deviasi adalah: α = (( Σ( X X ) / N 1)) = 117.3679 / 44 = 5,06181 Standar deviasi = 5,06181. 4.1.4 Uji Kenormalan Data. Tabel dan hasil perhitungan dari uji kenormalan data terhadap bagian Painting tersebut dapat lihat pada tabel 5 pada lampiran. Kesimpulan untuk uji kenormalan data adalah: X Hitung = 9,4173 = ( Oi Ei) / Ei X Tabel = ( α, V ) V = K 3 = 6 3 = 3 X Tabel = (0.1,3) = 6,5 X² Hitung > X² Tabel
73 4. Analisis Data 4..1 Data Bagian Produksi Painting. Meleber 14% Gelembung 16% Lecet 13% Tipis 6% Kotor 51% Kotor Tipis Gelembung Meleber Lecet Gambar 4. Proporsi Produk Cacat 4.. Pengukuran Proporsi Ketidaksesuaian Dengan Menggunakan Peta P Pengujian proporsi ketidaksesuaian data dilakukan dengan menggunakan peta kontrol P. Tabel maupun perhitungan lebih lanjut dapat dilihat pada tabel pada lampiran. Perhitungan: p = ΣCacat Σ Inspeksi Σnp p = Σn
74 p = 40 = 648 0,1586 Rumus UCL dan LCL UCL = p + 3 p(1 p) Σn LCL = p 3 p(1 p) Σn Grafik peta kontrol p: Proporsi Cacat 0,4 0,35 0,3 0,5 0, 0,15 0,1 0,05 0-0,05-0,1 Grafik Peta Kontrol P 1 6 11 16 1 6 31 36 41 Pengamatan UCL Proporsi Cacat LCL p rata-rata Grafik 4.3 Grafik Peta Kontrol P Dari grafik tersebut terlihat bahwa terdapat data yang keluar. Dari sini kita dapat mengetahu sehaurusnya secepepatnya dilaksanakan tindakan ataupun penerapan SPC, untuk mengurangi atau kalau bisa tidak ada kecacatan yang terjadi.
75 4..3 Distribusi Kecacatan dan Prioritas Perbaikan. Dibawah ini akan ditampilkan diagram pareto yang berkaitan dengan jumlah produk cacat yang berkaitan dengan produksi pada bagian painting. Tabel dari diagram pareto dapat dilihat pada tabel pada lampiran. Pareto Chart of Jenis Cacat 400 100 300 80 Count 00 60 40 Percent 100 0 0 Jenis Cacat Kotor Gelembung Meleber Lecet Tipis Count 15 66 57 55 7 Percent 51, 15,7 13,6 13,1 6,4 Cum % 51, 66,9 80,5 93,6 100,0 0 Diagram 4.4 Diagram Pareto Untuk Produk Cacat Pada Bagian Painting. Dari hasil diagram pareto maka jenis kecacatan Kotor/Butsu mendapatkan perhatian yang lebih, dikarenakan jenis kecacatan tersebut mempunyai nilai perbandingan yang paling tinggi. Seperti yang telah dijelaskan pada pembahsan sebelumnya, butsu terindikasi karena adanaya kotoran atau adanay noda titik-titik pada permukaan body yang telah dicat. Butsu ini terjadi karena kurang seterilnya ruangan pengecatan atau bisa terjadi juga dikarenakan debu-debu cat tidak terhisap
76 keluar. Karena faktor dari pegawai yang bekerja terburu-buru dan kurangnya berkonsentrasi pada saat proses painting terjadi. Karena faktor kurang perawatan mesin, sehingga nozel menjadi kotor. Dan faktor lingkungan, yaitu temperature ruangan yang terlalu tinggi. Diagram 4.5 Diagram fishbone. Untuk mengurangi kecacatan tersebut pihak perushaan dan operator harus menjamin bahwa mesin selalu dalam keadaan prima, baik dengan cara melakukan perawatan rutin dan membersihkan mesin setelah bekerja, terutama bagian nozel spray. Para karaywanpun seharusnya lebih sering mendapatkan training dan pengawasan dalam bekerja.
77 4.3 Evaluasi Kerja Dari hasil analisis data yang didapatkan, maka terlihat bahwa pada bagian painting setelah dilakukan proses pengawasan dengan sistem SPC, ditemukan data-data yang keluar dari batas kontrol. Dari hasil tersebut bisa diketahui bahwa dengan sistem SPC ditemukan produk yang keluar walaupun masih berada dalam taraf mengkhawatirkan, mengapa dikatakan mengkhawatirkan? hal tersebut justru terkait dengan permasalahan yang telah dibahas sebelumnya pada bab 1, pada bab tersebut dengan jelas tercantum bahwa tujuan diadakannya pembahasan masalah ini adalah berkaitan dengan adanya produk cacat dalam jumlah besar yang berada dalam lingkungan hasil produksi perusahaan.. Pada suatu kenyataan terlihat bahwa pada bagian produksi dimana terdapat data bahwa rata-rata kecacatan yang terjadi selama observasi adalah sebesar 0,1586 atau sama dengan persentase sebesar 15,86%, hal tersebut tentunya berindikasi pada kenyataan dimana setiap 100 produk yang dihasilkan potensial mengandung 15,86 produk yang cacat. Angka tersebut boleh dikatakan berada dalam taraf yang cukup mengkhawatirkan, meskipun tadi dijelaskan tidak mengkhawatirkan namun yang khawatir dalam tanda kutip bermaksud pada kenyataan yang terjadi pada perhitungan. Kisaran angka tersebut jelas menunjukkan suatu hasil produksi yang yang tidak optimal, dimana jika angka pada n pada rumus UCL dan LCL diganti menjadi jumlah inspeksi keseluruhan, maka yang terjadi adalah banyak sekali produk yang tidak masuk dalam batas kendali dan merupakan produk ekstrim. Hal tersebut justru
78 menunjukkan suatu keyakinan baru bahwa pihak perusahaan belum menunjukkan suatu optimalisasi dalam bentuk produksi perusahaan Evaluasi kinerja yang dilakukan adalah bagaimana hasil dari pengawasan dengan SPC setelah dilakukan pada sejumlah contoh produk perusahaan, maka dengan ini bisa dikatakan bahwa dengan penerapan awal SPC pada beberapa sampling yang didapatkan melalui observasi langsung, mendapatkan bahwa jenis cacat butsu / kotor mendapatkan jumlah yang cukup besar. Kesimpulan dari hasil pengolahan data adalah bahwa data kecacatn yang terbesar adalah jenis cacat butsu/kotor. 4.4 Rencana Implementasi. Rencana implementasi tersebut jelasnya harus dilakukan secara cepat dan dalam waktu yang sesingkat mungkin, mengapa hal tersebut dilakukan?, jika berpatokan pada jawaban klise yakni secepat mungkin memperbaiki kerusakan yang ada, maka dalam pembahasan ini yang ingin disampaikan adalah: secepat mungkin merebut kembali pasar yang telah hilang. Konsumen tidak pernah habis justru konsumen akan semakin bertambah, namun kenyataan lainnya yang perlu diingat adalah kenyataan bahwa pesaing justru semakin bertambah, hal tersebut menyebabkan suatu persaingan yang semakin ketat serta menyempitnya ruang gerak dalam pasaran serta menyempitnya kesempatan dalam pasar. Rencana implementasi tersebut diharapkan dilakukan secepat mungkin, namun justru satu hal yang perlu diperhatikan yakni implementasi tindakan tersebut yang
79 disarakan adalah yakni penerapan SPC dalam pengendalian produk cacat serta yang paling penting adalah mencoba mencari dari mana produk cacat tersebut bisa terjadi. Tidak bisa jika diharapkan bahwa akan menemukan jawaban akan penyebab produk cacat dalam sekejap, tetapi justru penerapan SPC akan memberikan suatu landasan awal ke arah perbaikan dan penelusuran penyebab terjadinya produk cacat. Penerapan pengawasan dengan SPC bukan hanya diterapkan pada bagian painting, tetapi lebih jauh lagi penerapan tersebut harus diterapkan juga disemua bagian dalam perusahaan yang dirasakan vital yang potensial mengakibatkan perusahaan menjadi tidak efektif. Implementasi tindakan tersebut dilakukan perlahan-lahan dan tidak secara tiba-tiba atau mendadak, tetapi lebih dahulu perusahaan harus mensosialisasikan pengendalian tersebut kepada seluruh operator maupun tenaga kerja yang ada, tujuan tersebut jelas yakni untuk mengenalkan pada para operator maupun pekerja mengenai SPC, selain itu juga memberikan suatu pengertian mengenai pentingnya SPC didalam perusahaan. Penerapan SPC jelas tidak bisa dilakukan secara instan, tetapi perusahaan harus melakukan suatu pelatihan yang secara intensif untuk menghasilkan sistem yang bagus, atau malah perusahaan boleh meniru sistem pengendalian yang dilakukan di Jepang yakni dimana semua orang yang terlibat dalam suatu operasi bisa atau mengetahui SPC, sehingga hal tersebut justru memberikan suatu pengawasan yang lebih optimal, dimana pengawasan justru terjadi sampai pada lingkungan terkecil. Penerapan tersebut jelas membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit, namun implikasi dari hasil tindakan tersebut jelas dan berarah, penerapan tindakan tersebut pada awalnya mungkin hanya merupakan suatu tindakan yang sia-sia dan cenderung
80 menghabiskan waktu serta biaya, bahkan ketika penerapan SPC dilakukan bisa saja hal tersebut justru menyebabkan efektifitas perusahaan menjadi menurun dan menjadikan suatu penurunan produktivitas, namun itu hanya merupakan suatu pengorbanan awal bagi perusahaan jika menginginkan akses untuk membuka pasar secara lebih luas. Ketika SPC sudah berhasil diterapkan maka implikasi yang diharapkan akan jauh lebih besar dan lebih dari apa yang diharapkan dimana perusahaan akan mempunyai akses untuk pasar baru, perusahaan akan memiliki daya saing kembali, perusahaan justru bisa menghemat biaya produksi, produktivitas akan menjadi meningkat. Produktivitas meningkat?, menghemat biaya produksi?, hal tersebut sekilas tidak mungkin, namun jika dilihat dengan lebih terperinci maka dapat dipahami akan arti tersebut. Dengan pengawasan dan pengendalian yang tersistematika, maka membuka akses pada penelusuran lebih lanjut pada penyebab terjadinya produk cacat, kemudian dengan diketahui dan diantisipasinya penyebab produk cacat tersebut produk yang mengalami perlakuan perbaikan akan semakin sedikit, hal tersebut justru sama dengan penghematan yang terjadi, dimana perusahaan justru bisa terus-menerus menghasilkan produk tanpa biaya daur ulang, serta produktivitas akan semakin meningkat dimana perusahaan tidak lagi memproduksi produk lama tapi baru.