HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH FREKUENSI IRIGASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS VISUAL RUMPUT BERMUDA LOKAL (Cynodon dactylon L)

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH MEDIA PASIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS AKSESI RUMPUT BERMUDA

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN METODE PENELITIAN

PENGARUH KETEBALAN MEDIA PASIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS AKSESI RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon L.)

PELAKSANAAN PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. (a)

TINJAUAN PUSTAKA Turfgrass Kualitas Turfgrass

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

PENGARUH KETEBALAN MEDIA PASIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS AKSESI RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon L.)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN PRODUKSI UBI DAN ACI TANAMAN UBIKAYU (Manihot esculenta CRANTZ) AKIBAT PEMANGKASAN TAJUK

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

E-JURNAL ARSITEKTUR LANSEKAP ISSN: VOL. 3, NO. 1, APRIL 2017

HASIL DAN PEMBAHASAN

PELAKSANAAN PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAB II TELAAH TEORI Kajian Teoritis

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

Kualitas Visual dan Fungsional Turfgrass pada Beberapa Waktu Awal dan Frekuensi Aplikasi Pupuk Hayati

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter penelitian di. normal di akhir pengamatan (Fridayanti, 2015).

TATA CARA PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan yang sangat

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE. Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

HASIL DAN PEMBAHASAN. jumlah bunga, saat berbunga, jumlah ruas, panjang ruas rata-rata, jumlah

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian Tanjung Selamat, Kecamatan Tuntungan, Kabupaten Deli Serdang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Lapangan Terpadu Kampus Gedung Meneng Fakultas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dan pembahasan penelitian sampai dengan ditulisnya laporan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai Oktober 2009. Suhu rata-rata harian pada siang hari di rumah kaca selama penelitian 41.67 C, dengan kelembaban udara rata-rata pada siang hari 66.58%. Suhu yang tinggi menyebabkan media tanaman cepat kering. Kelembaban yang cukup tinggi menyebabkan kondisi yang cocok untuk pertumbuhan organisme pengganggu tanaman. Pada 8 MST sampai 12 MST, terdapat serangan hama Antonina graminis dari ordo Hemiptera, famili Pseudococcidae. Hama tersebut menyerang pertanaman di bagian crown (Gambar 2). Hama Antonina graminis banyak menyerang pertanaman dengan frekuensi penyiraman yang tinggi, namun serangan tersebut tidak mempengaruhi kondisi pertumbuhan rumput. Pada 8 MST sampai 12 MST, persentase penutupan tajuk terus meningkat (Gambar 3). Hal itu menunjukan bahwa serangan Antonina graminis tidak mengganggu kondisi pertanaman rumput. Pengendaliannya menggunakan insektisida berbahan aktif Dimehipo 400 g/l dengan konsentrasi 0.2% sehingga serangan Antonina graminis tidak mengganggu pelaksanaan penelitian. Pertumbuhan rumput bermuda selama penelitian secara umum cukup baik. Gulma yang terdapat pada penelitian ini adalah Imperata cylindrica, Amaranthus sp, Cyperus sp, dan Portulca olerace. Karena gulma ini muncul secara spot, dan tidak terlalu banyak, maka pengendalian gulma cukup dengan mencabut gulma menggunakan tangan. Dalam penelitian ini, rumput ditanam menggunakan pot, sehingga gulma yang tumbuh tidak banyak.

17 Gambar 2. Serangan Antonina graminis pada Rumput Bermuda Persentase Penutupan Tajuk Aksesi berpengaruh terhadap persentase penutupan tajuk (Lampiran 4). Tajuk rumput bermuda lokal aksesi Cianjur 3 menutup 91.5% pada 16 MST. Rumput Tifdwarf 96.2% dan Cianjur 4 tajuknya menutup 95.5%. Gambar 3 menunjukan semua aksesi rumput bermuda menutup 100% permukaan pada 20 MST. Pada satu sampai lima MST rumput Cianjur 3, Cianjur 4 dan Tifdwarf memiliki kecepatan penutupan tajuk yang rendah. Kecepatan penutupan tajuk meningkat terjadi pada lima sampai 15 MST. 120 Persentase Penutupan Tajuk 100 80 60 40 20 C3 C4 C5 T 0 0 5 10 15 20 25 Minggu Setelah Tanam Gambar 3. Grafik Pengaruh Aksesi terhadap Persentase Penutupan Tajuk

18 Frekuensi irigasi memberikan pengaruh terhadap persentase penutupan tajuk. Gambar 4 menunjukkan bahwa perlakuan frekuensi tiap 1 hari tajuknya menutup 100% pada 11 MST, dan persentase penutupan tajuk paling rendah ditunjukkan oleh perlakuan frekuensi tiap 5 hari yang menutup pada 20 MST. Frekuensi irigasi tiap 2 hari menutup pada 15 MST. Frekuensi irigasi tiap 3 hari menutup pada 18 MST. Frekuensi irigasi tiap 4 hari menutup pada 19 MST. 120 Persentase Penutupan Tajuk 100 80 60 40 20 F1 F2 F3 F4 0 0 5 10 15 20 25 Minggu Setelah Tanam F5 Gambar 4. Grafik Pengaruh Frekuensi Irigasi terhadap Persentase.Penutupan Tajuk Terdapat interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi pada 6 MST sampai ke 10 MST. Interaksi antara aksesi dengan frekuensi irigasi dapat dilihat pada Tabel 4. Kombinasi perlakuan aksesi rumput Cianjur 3 dengan frekuensi irigasi tiap 1 hari dan rumput Tifdwarf dengan frekuensi irigasi tiap 1 hari mencapai penutupan tajuk 100% pada 9 MST. Penutupan tajuk tersebut menutup 100% lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Kombinasi perlakuan aksesi rumput Cianjur 4 dengan frekuensi irigasi tiap 5 hari, rumput Tifdwarf dengan frekuensi irigasi tiap 4 dan 5 hari mencapai penutupan tajuk 100% pada 20 MST, kombinasi perlakuan menghasilkan penutupan tajuk yang paling lambat dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Pada 9 MST, respon positif ditunjukan oleh tiap aksesi terhadap frekuensi irigasi yang semakin sering.

19 Tabel 4. Interaksi Aksesi dan Frekuensi Irigasi terhadap Persentase Penutupan Tajuk Aksesi Frekuensi Cianjur 3 Tiap 1 hari Cianjur 4 Tiap 1 hari Tifdwarf Tiap 1 hari 6 MST 7 MST 8 MST 9 MST 10 MST 73.0a 63.5a 33.8bc 25.8bc 22.9c 24.6bc 26.3bc 33.8bc 24.8bc 24.6bc 64.9a 36.7b 34.7bc 30.1bc 28.0bc 88.2a 75.0b 39.8de 27.1ef 24.4f 32.2def 32.5def 36.0def 27.4ef 26.5f 78.8ab 61.1c 42.3d 39.4de 32.2def 94.9a 88.2a 56.0c 35.1def 30.9f 47.7cd 42.0def 45.2cde 32.6ef 31.8f 92.0a 68.8b 46.1cd 43.5cdef 37.7def 98.7a 91.1a 60.3cd 48.9ef 39.3g 65.0c 61.9cd 55.1de 48.0efg 41.1fg 97.9a 76.8b 65.6c 58.3cd 46.5efg 100.0a 94.5ab 69.0de 54.4f 41.8g 85.6bc 84.4c 62.8ef 58.9f 54.3f 100.0a 86.5bc 72.5d 70.1de 55.4f Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5% Panjang Akar Aksesi tidak berpengaruh terhadap panjang akar. Frekuensi irigasi berpengaruh terhadap panjang akar (Lampiran 5). frekuensi irigasi tiap 1 hari memiliki panjang akar paling pendek (44.5 cm). frekuensi irigasi tiap 3 hari memiliki panjang akar paling panjang (57.2 cm). Panjang akar rumput tifdwarf ialah 49.4 cm, sedangkan rumput Cianjur 4 memiliki panjang akar paling panjang yaitu 55.2 cm (Tabel 5). Pada Gambar 5 dapat dilihat perbedaan panjang akar dari tiap perlakuan. Tidak terdapat interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi terhadap panjang akar. Turgeon (2004) menyatakan bahwa pertumbuhan akar yang bagus mendukung pertumbuhan tajuk. Rumput yang bagus memiliki jumlah akar yang banyak agar dapat mendukung pertumbuhan tajuk.

20 Tabel 5. Pengaruh terhadap Panjang Akar Frekuensi Tiap 1 hari Aksesi Cianjur 3 Cianjur 4 Tifdwarf Panjang Akar (cm) 44.5b 54.4a 57.2a 54.9a 53.0a 53.8a 55.2a 49.4a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5% Gambar 5. Pengaruh Aksesi dan.frekuensi Irigasi terhadap Panjang Akar Kepadatan Pucuk Kerapatan/Density pada turgrass ditunjukkan dengan jumlah pucuk per satuan luas. Frekuensi irigasi berpengaruh sangat nyata terhadap kepadatan pucuk pada 21 MST. Tidak terdapat pengaruh interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi terhadap kepadatan pucuk (Lampiran 6).

21 Pada 21 MST, perlakuan frekuensi irigasi tiap 1 hari memiliki jumlah pucuk terbanyak, yaitu sebanyak 147.8 pucuk/100cm 2. Secara statistik kepadatan frekuensi irigasi tiap 1 hari (147.8 pucuk/100cm 2 ) sama dengan frekuensi irigasi tiap 2 hari (141.9 pucuk/100cm 2 ). Perlakukan frekuensi irigasi tiap 4 (74.9 pucuk/100cm 2 ) dan 5 hari (73.4 pucuk/100 cm 2 ) memiliki jumlah pucuk terendah (Tabel 6). Aksesi tidak berpengaruh terhadap kepadatan pucuk. Pada 21 MST, rumput Cianjur 3 memiliki 103 pucuk/100 cm 2, rumput Cianjur 4 memiliki 118.4 pucuk/100 cm 2, sedangkan rumput Tifdwarf memiliki 112.6 pucuk/100 cm 2. Beard (1973) mengkategorikan kepadatan berdasarkan jumlah pucuk (Tabel 2). Rumput Cianjur 3, Cianjur 4, dan Tifdwarf dapat dimasukkan ke dalam kategori kepadatan sedang. Tabel 6. Pengaruh terhadap Kepadatan Pucuk Frekuensi Tiap 1 hari Aksesi Cianjur 3 Cianjur 4 Tifdwarf Kepadatan Pucuk 21MST 22MST 23MST 24MST Pucuk/100cm 2 147.8a 141.9ab 118.6b 74.9c 73.4c 103.0a 118.4a 112.6a 193.3a 179.2a 124.7b 113.5b 112.1b 137.0a 146.3a 150.6a 153.0a 151.8a 143.9a 124.7ab 108.3b 126.2a 137.6a 145.2a 155.0a 142.0a 131.3a 124.8a 117.5a 131.8a 137.8a 132.7a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5% Panjang Daun Aksesi dan interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi tidak berpengaruh terhadap panjang daun (Lampiran 7). Frekuensi irigasi berpengaruh terhadap peubah panjang daun pada 24 MST. frekuensi tiap 5 hari sama dengan perlakuan frekuensi tiap 3 hari memiliki nilai rataan panjang daun paling tinggi dari pada perlakuan yang lain yaitu 1.7 cm. Nilai terendah didapat pada perlakuan Frekuensi tiap 1 hari yaitu 1.5 cm (Tabel 7). Untuk golf green, pengguna lapangan

22 golf lebih menyukai panjang daun yang pendek daripada daun yang panjang (Emmons, 2000). Tabel 7. Pengaruh terhadap Panjang Daun Frekuensi Tiap 1 hari Aksesi Cianjur 3 Cianjur 4 Tifdwarf Panjang Daun (cm) 21MST 22MST 23MST 24MST 2.4ab 2.2b 2.1b 2.4ab 2.7a 8.2a 7.5a 6.9a 1.9a 1.9a 4.1a 4.4a 4.5a 1.5c b 1.6bc 1.8ab 1.9a 3.5a 3.4a 3.4a 1.5b 1.6ab 2.3a 2.1a 2.0a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5% Lebar Daun Berdasarkan Tabel 8, frekuensi irigasi berpengaruh terhadap peubah lebar daun. Pada 23 MST perlakuan frekuensi tiap 5 hari memiliki lebar daun dengan nilai tertinggi yaitu 1.9 mm. Nilai terendah terdapat pada perlakuan frekuensi tiap 1 hari yaitu 1.5 mm. Aksesi tidak berpengaruh terhadap lebar daun. Rumput Cianjur 3 memiliki lebar daun yang sama dengan Cianjur 4, yaitu 2.4 mm, sedangkan rumput Tifdwarf memiliki lebar daun 23 mm. Tidak ada interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi terhadap peubah lebar daun (Lampiran 7). Pada 23 MST, lebar daun hasil penelitian ini dapat digolongkan kedalam kategori tekstur halus. Beard (1973) menggolongkan tekstur rumput berdasarkan lebar daun (Tabel 1). Pengguna lapangan golf menginginkan tekstur rumput yang halus di green dan tee box. Sulit untuk membedakan lebar daun pada tiap kombinasi perlakuan secara kasat mata. Hal itu diakibatkan oleh perbedaan lebar daun berkisar 0.1 mm 0.9 mm.

23 Tabel 8. Pengaruh terhadap Lebar Daun Frekuensi Tiap 1 hari Aksesi Cianjur 3 Cianjur 4 Tifdwarf Lebar Daun (mm) 21MST 22MST 23MST 24MST 2.4ab 2.2b 2.1b 2.4ab 2.7a 2.4a 2.4a 2.3a 1.9a 1.9a 1.8a 1.8a 1.8a 1.5c b 1.6bc 1.8ab 1.9a 1. 7a 1.5b 1.6ab 1.8a 1.6a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5% Skor Warna Pada peubah warna, frekuensi tiap dua hari memberikan warna hijau yang lebih gelap dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Aksesi serta interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi tidak berpengaruh pada peubah skor warna. Frekuensi irigasi berpengaruh pada peubah skor warna pada 24 MST (Lampiran 8). Pada 24 MST, perlakuan frekuensi tiap 2 hari memberikan skor warna paling tinggi dengan skor 4.4, sedangkan skor warna paling rendah dihasilkan perlakuan frekuensi irigasi tiap 5 hari dengan skor 2.9 (Tabel 9). Secara statistik, perlakuan frekuensi irigasi tiap 1 hari tidak berbeda dengan perlakuan frekuensi irigasi tiap 5 hari. Dengan skor warna yang lebih rendah dari perlakuan lainnya, hal itu berarti terlalu banyak dan kekurangan air akan menghasilkan kualitas warna yang kurang bagus. Rumput Cianjur menghasilkan skor warna 3.5. Rumput Cianjur 4 menghasilkan skor warna 3.7. Rumput Tifdwarf menghasilkan skor warna 3.5. Pada Gambar 6, warna yang dihasilkan oleh tiap aksesi terlihat tidak berbeda satu dengan yang lainnya. Untuk perlakuan frekuensi irigasi tiap 2 hari menghasilkan warna hijau paling gelap.

Gambar 6. Pengaruh Aksesi dan Frekuensi Irigasi terhadap Skor Warna 24

25 Tabel 9. Pengaruh terhadap Skor Warna Frekuensi Tiap 1 hari Aksesi Cianjur 3 Cianjur 4 Tifdwarf Skor Warna 21 MST 22MST 23MST 24MST 4.7a 4.7a 4.2ab 4.0ab 3.6b 3.9a 4.3a 4.5a 4.2a 4.8a 4.6a 4.1a 3.1b 3.8a 4.4a 4.3a 3.4b 4.4a 3.6b 3.6b 3.3b 3.7a 3.7a 3.6a 3.0c 4.4a 3.7b 3.9ab 2.9c 3.5a 3.7a 3.5a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5% Bobot Kering Tajuk Aksesi, frekuensi irigasi serta interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi tidak berpengaruh terhadap bobot kering tajuk (Lampiran 9). frekuensi irigasi tiap 1 hari menghasilkan bobot kering tajuk seberat 18.7 gram/pot. frekuensi irigasi tiap 2 hari menghasilkan bobot kering tajuk seberat 17 gram/pot. frekuensi irigasi tiap 3 hari menghasilkan 16.5 gram/pot. frekuensi irigasi tiap 4 hari menghasilkan 15.1 gram/pot. frekuensi irigasi tiap 5 hari menghasilkan bobot kering tajuk sebanyak 14.4 gram/pot. Rumput Cianjur 3 menghasilkan bobot kering sebanyak 15.4 gram/pot, rumput Cianjur 4 menghasilkan 16.4 gram/pot, sedangkan rumput Tifdwarf menghasilkan 17.2 gram/pot (Tabel 10). Bobot Kering Akar Aksesi, frekuensi, serta interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi tidak berpengaruh pada bobot kering akar (Lampiran 9). Rumput Cianjur 3 menghasilkan bobot kering akar seberat 7.1 gram/pot, rumput Cianjur 4 menghasilkan 7.8 gram/pot, sedangkan rumput Tifdwarf menghasilkan 8.5 gram/pot. frekuensi irigasi tiap 3 dan 5 hari menghasilkan bobot kering akar paling banyak, yaitu 8.6 gram/pot. frekuensi irigasi tiap 1 hari menghasilkan bobot kering akar paling sedikit, yaitu 5.8 gram/pot (Tabel 10).

26 Frekuensi Tiap 1 hari Aksesi Cianjur 3 Cianjur 4 Tifdwarf Tabel 10. Pengaruh terhadap Bobot Kering Tajuk, Bobot Kering Akar, dan Rasio Bobot Kering Tajuk dan Akar Bobot kering Tajuk (gram/pot) Akar (gram/pot) 18.7a 17.0a 16.5a 15.1a 14.4a 15.4a 16.4a 17.2a 5.8a 8.3a 8.6a 7.8a 8.6a 7.1a 7.8a 8.5a Rasio Bobot Kering Tajuk dan Akar 3.40a 2.50b 2.20b 1.98b 1.78b 2.43a 2.19a 2.47a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5% Rasio Bobot Kering Tajuk dan Akar Aksesi tidak berpengaruh terhadap rasio bobot kering tajuk dan akar. Frekuensi irigasi memberikan pengaruh sangat nyata pada taraf 1%. Tidak terjadi interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi pada peubah ini. frekuensi tiap 1 hari memiliki nilai rataan tertinggi yaitu 3.40. Sedangkan nilai terendah pada perlakuan frekuensi tiap 5 hari yaitu 1.78 (Tabel 10). Rumput Cianjur 3 memiliki rasio bobot kering tajuk dan akar paling rendah yaitu 7.1, sedangkan rumput Tifdwarf memiliki rasio bobot kering tajuk dan akar paling tinggi yaitu 8.5 (Tabel 10). Hal itu berarti produksi bobot kering tajuk lebih banyak daripada produksi bobot kering akar. Berdasarkan data rasio bobot kering tajuk dan akar pada Tabel 10 menunjukan bahwa hasil fotosintesis lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan tajuk tanaman. Bobot Hasil Pangkasan Aksesi tidak berpengaruh terhadap bobot pangkasan. Tidak terjadi interaksi antara aksesi dengan frekuensi irigasi terhadap peubah bobot pangkasan (Lampiran 10). Frekuensi irigasi berpengaruh terhadap bobot hasil pangkasan pada 23 MST. Tiap minggu, terjadi penurunan bobot pangkasan. Pada 23 MST perlakuan Frekuensi tiap 2 hari memiliki nilai bobot pangkasan tertinggi yaitu 44.1 gram. Sedangkan nilai terendah terdapat pada perlakuan Frekuensi tiap 1 hari 27 gram (Tabel 11).

27 Tabel 11. Pengaruh terhadap Bobot Pangkasan Frekuensi Tiap 1 hari Aksesi Cianjur 3 Cianjur 4 Tifdwarf Bobot Hasil Pangkasan (gram/pot) 21MST 22MST 23MST 24MST 62.2b 63.3b 8b 78.1ab 90.6a 37.3a 33.5a 33.0a 40.0a 48.7a 40.9a 46.4a 40.3a 23.6a 23.5a 23.1a 27.0c 41.1a 36.6abc 38.8ab 27.4bc 23.1a 23.9a 22.6a 15.8b 21.8ab 22.9a 24.0a 21.4ab 16.5a 17.0a 16.1a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5% Efisiensi Penggunaan Air Aksesi tidak memberikan pengaruh terhadap efisiensi penggunaan air. Rumput Cianjur 3 dan Cianjur 4 memproduksi 0.0095 gram bobot kering setiap 1 ml air. Rumput Tifdwarf memproduksi 0.0089 gram bobot kering setiap 1 ml air. frekuensi irigasi berpengaruh nyata terhadap efisiensi penggunaan air. Frekuensi 5 hari memproduksi 0.0024 gram bobot kering/ml air, sedangkan frekuensi 1 hari memproduksi bobot kering paling banyak yaitu 0.0164 gram bobot kering/ml air. Interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi tidak berpengaruh terhadap efisiensi penggunaan air. Tabel 12. Pengaruh terhadap Efisiensi Penggunaan Air Frekuensi Tiap 1 hari Aksesi Cianjur 3 Cianjur 4 Tifdwarf Bobot Pangkasan (gram/pot) 14.5 17.5 18.2 18.7 18.0 22.5 24.2 25.7 Bobot Total (gram/pot) 24.5 25.7 25.0 22.9 22.6 18.0 17.5 16.7 Jumlah Air (ml) ml 14 000 7 000 4 500 3 500 2 500 6 300 6 300 6 300 Gram Bobot Kering/ml air 0.0164 0.0119 0.0096 0.0061 0.0024 0.0095 0.0095 0.0089 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5% a b c d e a a a

28 Pembahasan Pertumbuhan Turfgrass Kecepatan penutupan tajuk ialah fungsi dari pertumbuhan memanjang pucuk lateral dan pembentukan stolon serta rhizome baru. Dilihat dari segi kecepatan penutupan tajuk, pertumbuhan tumbuh pesat apabila sering mendapatkan air. Dilihat dari Gambar 4, perlakuan frekuensi irigasi tiap satu hari memiliki garis yang paling miring, hal itu berarti perlakuan frekuensi irigasi tiap satu hari memiliki percepatan yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Pada penelitian ini, rumput bermuda hibrid Tifdwarf memiliki persentase penutupan tajuk yang tinggi, sama dengan rumput bermuda lokal aksesi Cianjur 4. Penutupan tajuk dan warna merupakan hal yang sangat penting bagi turf manager/superintendent (Qian et. al., 2000). Hal itu juga dilaporkan oleh Zakaria (2006) bahwa aksesi Cianjur 4 memiliki kecepatan penutupan yang paling cepat diantara aksesi rumput bermuda lokal yang lain. Diduga karena faktor genetik dan kemampuan adaptasi tiap aksesi rumput bermuda lokal yang berbeda beda. Panjang akar pada perlakuan frekuensi tiap 1 hari lebih pendek dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal tersebut terjadi karena pada perlakuan frekuensi tiap 1 hari, banyak air tersedia untuk tanaman pada media tanam, sehingga akar tanaman mendangkal. Beard (1973) menuliskan bahwa pemberian air yang terlalu sering dapat mengakibatkan kerusakan terhadap vigor dan kualitas turfgrass seperti tidak diberi air dengan cukup. Pemberian air yang optimal akan menjaga ketersediaan air dalam tanah lebih dari 50%. Emmons (2000) menambahkan bahwa tidak dianjurkan untuk melakukan pemberian air yang terlalu sering, karena hal tersebut dapat mengakibatkan rumput membentuk akar hanya di dekat permukaan tanah. Jika tanah dibuat sedikit kering, hal itu memaksa rumput untuk menumbuhkan akar lebih dalam lagi. Pada perlakuan frekuensi tiap 3 hari, diduga rumput mengalami adaptasi morfologis terhadap lingkungan yang kekurangan air dengan memanjangkan akarnya. Pada hasil penelitian menunjukan terjadi penurunan bobot pangkasan ditiap minggunya. Diduga terjadi kompetisi intra species sesama turfgrass seiring dengan meningkatnya jumlah pucuk. Pada frekuensi irigasi 1 hari, panjang

29 akarnya lebih pendek dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Diduga, hal tersebut terjadi karena pada frekuensi irigasi 1 hari, banyak air tersedia untuk tanaman pada media tanam, sehingga akar tanaman mendangkal. Beard (1973) menuliskan bahwa pemberian air yang terlalu sering dapat mengakibatkan kerusakan terhadap vigor dan kualitas turfgrass seperti tidak diberi air dengan cukup. Pemberian air yang optimal akan menjaga ketersediaan air dalam tanah lebih dari 50%. Huang dan Gao (1999) menyatakan bahwa kekeringan ialah salah satu faktor pembatas pertumbuhan turfgrass. Emmons (2000) menambahkan bahwa tidak dianjurkan untuk melakukan pemberian air yang terlalu sering, karena hal tersebut dapat mengakibatkan rumput membentuk akar hanya di dekat permukaan tanah. Jika tanah dibuat sedikit kering, hal itu memaksa rumput untuk menumbuhkan akar lebih dalam lagi. Pada frekuensi irigasi 3 hari, diduga rumput mengalami adaptasi morfologis terhadap lingkungan yang kekurangan air dengan memanjangkan akarnya. Schaan et.al. (2003) menyatakan untuk penanaman dengan areal yang luas dapat menggunakan irigasi siklik. Untuk panjang akar didapat persamaan Y=-2,05157X 2 +14,0594X+33,189. Dari turunan persamaan kita bisa mendapatkan frekuensi irigasi yang optimal untuk panjang akar-dalam hal panjang akar, frekuensi tiap 3 hari ialah frekuensi yang optimal. Untuk perlakuan frekuensi tiap 4 hari dan frekuensi tiap 5 hari diduga rumput tidak bisa melakukan adaptasi morfologis karena kekurangan air untuk proses pembelahan dan pembentukan sel. Namun untuk perlakuan frekuensi tiap 4 hari dan frekuensi tiap 5 hari, rumput tidak mampu lagi untuk menumbuhkan akar lebih dalam lagi. Hal ini disebabkan karena air menjadi faktor pembatas pertumbuhan. Turgeon (2004) menyatakan berdasarkan hukum minimum Leibig, jika tanaman kekurangan salah satu elemen dan elemen lainnya cukup, pertumbuhan akan terhambat oleh elemen tersebut. Cattani dan Struik (2001) menyatakan bahwa bobot pangkasan bukan merupakan suatu peubah yang diharapkan untuk sebagian besar turf managers/superintendent dikarenakan tidak menunjukan komponen kualitas, yield/hasil tidak selalu diharapkan dalam penelitian turfgrass. Kopp dan Guillard (2002) menyatakan pada umumnya bobot pangkasan diambil/dibuang dari pekarangan rumah dan areal turfgrass yang dikelola. Turgeon (2004) menyatakan

30 bobot pangkasan ialah indikator dari pertumbuhan turfgrass yang dipengaruhi oleh teknik budidaya dan faktor lingkungan. Namun pengukuran hasil pangkasan tidak memberikan hasil yang komprehensif untuk menilai kualitas turf. Pada hasil penelitian menunjukan terjadi penurunan bobot pangkasan di tiap minggunya. Hal ini diduga terjadi kompetisi intra spesies sesama turfgrass seiring dengan meningkatnya jumlah pucuk. Barton et.al. (2009) menyatakan bahwa pengukuran bobot pangkasan dapat digunakan untuk menilai pertumbuhan turfgrass. Yield pada turfgrass dapat diketahui dengan mengukur bobot kering tajuk dan bobot kering akar. Industri turf lebih mengutamakan kualitas turfgrass daripada yield yang dihasilkan oleh turf itu sendiri. Alshammarya et.al. (2004) menyatakan bahwa yield yang diproduksi oleh turfgrass dapat apabila air yang digunakan untuk irigasi memiliki tingkat salinitas tinggi. Christians (2004) menyatakan bahwa rumput bermuda lokal memiliki kemampuan toleran terhadap kekeringan dan memiliki kebutuhan air minimal yang lebih rendah dibandingkan rumput bermuda hibrid. Secara statistik, pada hasil penelitian ini rumput bermuda lokal membutuhkan jumlah air yang sama dengan rumput bermuda hibrida (Tifdwarf). Pada penelitian sebelumnya (Kurniasari, 2005), rumput Cianjur 3 yang mendapatkan penyiraman tiap hari mempunyai nilai efisiensi penggunaan air 0.0027 gram bobot kering/ml air, sedangkan pada penelitian ini rumput Cianjur 3 memiliki nilai 0.0095 gram bobot kering/ml air. Rumput Cianjur 4 memiliki nilai efisiensi penggunaan air 0.0022 gram bobot kering/ml air, sedangkan pada penelitian ini rumput Cianjur 4 memiliki nilai 0.0095 gram bobot kering/ml air. Rumput Tifdwarf memiliki nilai efisiensi penggunaan air 0.0016 gram bobot kering/ml air, sedangkan pada penelitian ini 0.0089 gram bobot kering/ml air. Namun Christians (2004) menyatakan bahwa rumput Bermuda local memiliki kebutuhan penggunaan air yang lebih rendah dan lebih toleran kekeringan dibandingkan dengan varietas hibrida. Kualitas Visual Kepadatan atau kerapatan merupakan salah satu indikator penentu kualitas visual. Semakin banyak jumlah rumput dalam satu luasan, maka tekstur visualnya

31 semakin halus. Beard (1973) membagi tekstur berdasarkan lebar daun ke dalam 5 kategori, yaitu sangat halus, halus, sedang, kasar dan sangat kasar (Tabel 1). Berdasarkan hasil penelitian, pada 24 MST rumput aksesi Cianjur 3, Cianjur 4 dan Tifdwarf memiliki tekstur yang halus. Pada 22 MST, semakin jarang rumput mendapatkan air, maka jumlah pucuknya pun lebih sedikit jika dibandingkan dengan rumput yang sering mendapatkan air. Terdapat korelasi antara kepadatan dengan tekstur. Korelasi antara kepadatan dengan tekstur didapat nilai korelasi -0.969 (Lampiran 12). Dalam hal ini tingkat kedekatan antara kepadatan dengan tekstur sangat dekat, karena mendekati satu, hanya saja korelasi ini memiliki nilai negatif. Jadi apabila ada salah satu peubah meningkat nilainya, peubah lainnya nilainya menurun. Semakin banyak jumlah pucuk/makin tinggi kepadatan, maka lebar daun semakin sempit. Turgeon (2004) menyatakan bahwa kepadatan dan tekstur sering berhubungan, meningkatnya kepadatan, tekstur semakin halus. Chen et.al. (2009) menyatakan bahwa jumlah pucuk pada turfgrass dapat menurun ketika air yang digunakan memiliki tingkat salinitas tinggi. Setelah 21 MST, berdasarkan lebar daun, hasil penelitian menunjukkan bahwa tekstur rumput Cianjur 3, Cianjur 4 dan Tifdwarf, aksesi dan frekuensi irigasi menghasilkan tekstur halus. Emmons (2000) menyatakan bahwa semakin sempit lebar daun, maka tekstur rumput tersebut semakin halus secara visual dan memberikan penampilan yang menarik. Kemudian Turgeon (2004) menambahkan bahwa lebar daun mengindikasikan suatu rumput memiliki tekstur yang halus atau kasar. Nilai pada peubah panjang daun dan lebar daun mengalami penurunan, hal itu disebabkan oleh pemangkasan yang dilakukan terhadap rumput bermuda. Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 8), warna daun rumput bermuda dipengaruhi oleh frekuensi irigasi. Pengukuran warna dilakukan dengan cara skoring warna menggunakan Munsell Color Chart for Plant Tissue. Emmons (2000) menyatakan bahwa sebagian besar orang lebih menyukai warna hijau gelap daripada warna hijau terang (hijau kekuningan), tetapi orang Eropa lebih menyukai warna lebih hijau muda. Nasrullah dan Tunggalini (2000) menyatakan bahwa kualitas warna bisa ditingkatkan dengan memberikan dosis pemupukan pupuk 13,5 g N/m 2 /aplikasi. Warna dan pertumbuhan turfgrass dapat ditingkatkan

32 dengan pemberian Fe (Xu dan Marcino, 2001). Pathan et. al. (2004) menyatakan bahwa irigasi tiap 4 hari dapat menurunkan kualitas warna dan pertumbuhan turf.