PENGARUH FREKUENSI IRIGASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS VISUAL RUMPUT BERMUDA LOKAL (Cynodon dactylon L)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH FREKUENSI IRIGASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS VISUAL RUMPUT BERMUDA LOKAL (Cynodon dactylon L)"

Transkripsi

1 PENGARUH FREKUENSI IRIGASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS VISUAL RUMPUT BERMUDA LOKAL (Cynodon dactylon L) OLEH ARIE EKA PRASETIA RIZKI A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 PENGARUH FREKUENSI IRIGASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS VISUAL RUMPUT BERMUDA LOKAL (Cynodon dactylon L) Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor OLEH ARIE EKA PRASETIA RIZKI A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

3 RINGKASAN ARIE EKA PRASETIA RIZKI. Pengaruh Frekuensi Irigasi terhadap Pertumbuhan dan Kualitas Visual Rumput Bermuda Lokal (Cynodon dactylon L.). (Dibimbing oleh DWI GUNTORO). Penelitian ini dilaksanakan untuk mempelajari pengaruh frekuensi irigasi terhadap beberapa aksesi rumput Bermuda lokal (Cynodon dactylon L.) yang dilaksanakan di Rumah Kaca University Farm IPB, Unit Lapangan Cikabayan, Darmaga, Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei 2009 sampai Oktober Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dengan dua faktor. Faktor pertama ialah frekuensi irigasi yang terdiri atas 5 taraf yaitu frekuensi irigasi tiap 1 hari, 2 hari, 3 hari, 4 hari, dan 5 hari. Faktor kedua ialah aksesi rumput Bermuda lokal yang terdiri atas 3 aksesi yaitu aksesi Cianjur 3, Cianjur 4, dan Tifdwarf. Penelitian ini dilakukan dengan tiga ulangan, sehingga terdapat 45 satuan percobaan. Peubah yang diamati adalah persentase penutupan, panjang akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar, rasio bobot kering tajuk dan akar, kerapatan, skor warna, bobot pangkasan, panjang daun, dan lebar daun. Hasil penelitian menunjukan bahwa frekuensi irigasi berpengaruh terhadap persentase penutupan tajuk, panjang akar, skor warna, kepadatan dan bobot hasil pangkasan. Aksesi serta interaksi antara frekuensi irigasi dan aksesi berpengaruh nyata meningkatkan persentase penutupan tajuk. Berdasarkan peubah yang diamati frekuensi irigasi yang menghasilkan pertumbuhan dan kualitas terbaik adalah tiap 3 hari. Rumput bermuda lokal Cianjur 3 dan Cianjur 4 memiliki kualitas dan pertumbuhan yang tidak berbeda dengan rumput introduksi Tifdwarf.

4 Judul :PENGARUH FREKUENSI IRIGASI TERHADAP.PERTUMBUHAN DAN KUALITAS VISUAL RUMPUT.BERMUDA LOKAL (Cynodon dactylon L) Nama :Arie Eka Prasetia Rizki NRP :A Menyetujui, Dosen Pembimbing Dwi Guntoro, SP. MSi. NIP : Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, IPB Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr NIP : Tanggal lulus :.

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sukabumi, 3 Februari Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Ade Suparman dan Ibu Ikah Atikah. Penulis lulus dari SD Negeri Cinyasag IV pada tahun Setelah lulus dari SD, penulis melanjutkan sekolah di SLTPN 3 Panawangan dan lulus pada tahun Pada tahun 2005 penulis lulus dari SMA N 2 Ciamis, kemudian pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Penulis aktif dalam kegiatan berorganisasi, pada tahun penulis menjadi Ketua Seksi Olahraga dan Seni di Paguyuban Mahasiswa Galuh Ciamis. Pada periode selanjutnya penulis menjalankan amanah sebagai Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Agronomi tahun kepengurusan Selain aktif berorganisasi, penulis juga aktif dalam kegiatan kurikuler sebagai asisten praktikum. Pada semester ganjil Tahun Ajaran 2008/2009 penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Ekologi Pertanian, semester genap Tahun Ajaran 2008/2009 menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknik Budidaya Tanaman dan Ilmu Tanaman Perkebunan, dan pada semester ganjil Tahun Ajaran 2009/2010 penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-dasar Agronomi dan Pengendalian Gulma.

6 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunianya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Penelitian ini berjudul Pengaruh Frekuensi Irigasi terhadap Pertumbuhan dan Kualitas Visual Rumput Bermuda Lokal (Cynodon dactylon L). Penelitian ini dilaksanakan untuk memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada: 1. Dwi Guntoro, S.P., M.Si selaku pembimbing skripsi atas bimbingannya kepada penulis. 2. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi selaku pembimbing akademik atas bantuannya kepada penulis selama perkuliahan. 3. Dr. Ir.Winarso Drajat Widodo,MSc dan Dr. Ir. Eko Sulistiyono,MSi sebagai Penguji atas masukannya. 4. Kedua orang tua atas semua kasih sayang dan dukungan yang diberikan. 5. Kedua adik, Didit dan Neng Dinda atas perhatian dan dukungannya. 6. Teman-teman Kampreters, rekan-rekan AGH 42 dan semua teman penulis yang tidak bisa disebutkan satu per satu. 7. Diah Ayu, Dwi Ari, dan Verdha atas bantuannya selama penelitian. Semoga ini bermanfaat. Bogor, Januari 2010 Penulis

7 DAFTAR ISI Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Hipotesis... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Turfgrass... 4 Kualitas Turfgrass... 4 Irigasi... 7 Transpirasi dan Evapotranspirasi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Pelaksanaan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Persentase Penutupan Tajuk Panjang Akar Kepadatan Pucuk Panjang Daun Lebar Daun Skor Warna Bobot Kering Tajuk Bobot Kering Akar Rasio Bobot Kering Tajuk dan Akar Bobot Hasil Pangkasan Efisiensi Penggunaan Air Pembahasan Pertumbuhan Turfgrass Kualitas Visual KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 36

8 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kategori Tekstur Berdasarkan Lebar Daun Kategori Kerapatan Berdasarkan Jumlah Pucuk Skor Warna Daun Menggunakan Munsell Color Chart Interaksi Aksesi dan Frekuensi Irigasi terhadap Persentase Penutupan Tajuk Pengaruh Perlakuan terhadap Panjang Akar Pengaruh Perlakuan terhadap Kepadatan Pucuk Pengaruh Perlakuan terhadap Panjang Daun Pengaruh Perlakuan terhadap Lebar Daun Pengaruh Perlakuan terhadap Skor Warna Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Kering Tajuk, Bobot Kering Akar, dan Rasio Bobot Kering Tajuk dan Akar Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Pangkasan Pengaruh Perlakuan terhadap Efisiensi Penggunaan Air... 27

9 DAFTAR GAMBAR Nomor 1. Dokumentasi Penanaman Rumput Bermuda Serangan Antonina graminis pada Rumput Bermuda Grafik Pengaruh Aksesi terhadap Persentase Penutupan Tajuk Halaman 4. Grafik Pengaruh Frekuensi Irigasi terhadap Persentase Penutupan Tajuk Pengaruh Aksesi dan Frekuensi Irigasi terhadap Panjang Akar Pengaruh Aksesi dan Frekuensi Irigasi terhadap Skor Warna... 24

10 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Kriteria untuk Penggunaan Air Irigasi berdasarkan Konduktivitas Klasifikasi Umum Air Berbahaya yang Mengandung Sodium Berdasarkan Nilai Sodium Adsoption Ratio (SAR) Klasifikasi Klor pada Air Irigasi Analisis Ragam Persentase Penutupan Tajuk Analisis Ragam Panjang Akar Analisis Ragam Kepadatan Pucuk Analisis Ragam Panjang Daun dan Lebar Daun Analisis Ragam Skor Warna Daun Analisis Ragam Bobot Kering Tajuk, Bobot Kering Akar, dan Rasio Bobot Kering Tajuk dan Akar Analisis Ragam Bobot Hasil Pangkasan Denah Penelitian Uji Korelasi Antar Peubah... 46

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Turfgrass ialah tanaman ornamental berupa rumput yang banyak digunakan di lapangan olah raga atau tempat rekreasi, bahkan dapat digunakan sebagai pencegah erosi. Selain itu, turfgrass menjadi semakin digemari karena banyak pekarangan rumah yang membutuhkan tanaman tersebut sebagai penutup tanah (ground cover) disamping untuk menambah estetika. Pengelolaan turfgrass yang intensif menyebabkan banyak orang tertarik untuk mempelajari dan mengusahakannya. Perkembangan industri turfgrass dimulai di Amerika Serikat setelah perang dunia kedua berakhir. Dengan populasi penduduk yang tinggi, hampir tiap pekarangan rumah memiliki halaman yang ditanami turfgrass atau rumput. Setelah itu mulai berkembang digunakan sebagai sarana rekreasi seperti taman kota atau taman rekreasi lainnya. Dengan maraknya penggunaan turfgrass, banyak sarana olah raga mulai menggunakan turfgrass untuk meningkatkan kualitas lapangan yang digunakan seperti golf, sepak bola, base ball, dan banyak lagi kegiatan olah raga lainnya (Emmons, 2000). Tidak hanya di Amerika, di Indonesia pun turfgrass marak digunakan. Sebanyak 180 lapangan golf tersebar di seluruh Indonesia (Hariwono, 2008), dengan luas rata-rata 70 ha (Zufrizal, 2008). Tidak hanya lapangan golf, banyak sarana lain di Indonesia menggunakan turfgrass sebagai pendukung sarana olah raga dan rekreasi. Seiring dengan meningkatnya permintaan terhadap sarana tersebut, kualitas turfgrass harus ditingkatkan agar tercapai kepuasan konsumen yang menggunakannya. Berbagai teknik budidaya dilakukan agar kualitas turfgrass tetap tinggi. Seperti pemilihan spesies yang digunakan, pemupukan, pemangkasan, pengaturan irigasi, dan berbagai tindakan budidaya lainnya. Berbagai tindakan budidaya dilakukan untuk menjaga kualitas tanaman, tetapi biaya produksi dapat ditekan contohnya penggunaan cendawan Mikoriza dan bakteri Azospririlum untuk menurunkan dosis pemupukan yang tinggi pada turfgrass seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Guntoro (2003). Banyak

12 2 penelitian lain yang dikembangkan agar dapat menurunkan biaya produksi dan pengelolaan, namun tetap memperhatikan pertumbuhan dan kualitas turfgras yang dikelola. Pengaturan irigasi ialah salah satu teknik budidaya yang penting untuk dipelajari dalam manajemen turfgrass. Untuk menjaga kualitas tanaman yang dikelola secara intensif dalam areal wilayah yang luas, irigasi dapat menjadi faktor yang meningkatkan biaya produksi. Terdapat berbagai masalah ketika volume kebutuhan air tinggi dan kualitas air yang bagus, tidak tercemar logam berat atau zat toksik lainnya karena dapat menurunkan kualitas tanaman yang dikelola. Masalah lain dapat timbul ketika disekitar areal pertanaman tidak terdapat sumber air yang dapat dipakai, tentu akan menambah faktor yang menaikkan biaya pengelolaan, harus membeli air dari produsen air agar didapat kualitas air yang bisa digunakan untuk tanaman. Biaya transportasi meningkat ketika sumber air atau lokasi pengambilan air jauh dari lokasi penanaman rumput. Menurut Emmons (2000) tingkat kebutuhan air yang dibutuhkan dari turfgrass bergantung pada keadaan atmosfer. Kelembaban relatif, sinar matahari, dan angin dapat meningkatkan tingkat transpirasi. Dalam kondisi yang panas, kering, dan berangin, 1 acre atau setara dengan m 2 turfgrass dapat menghabiskan liter air. Sebanyak 90% air diambil dari akar dapat hilang melalui stomata. Tanaman membutuhkan liter air untuk memproduksi 1 pound setara dengan gram berat kering. Selain itu jumlah air yang dibutuhkan bergantung pada spesies dan atau kultivar, kedalaman akar, iklim, tingkat perawatan (biaya perawatan), intensitas digunakan nya lahan turfgrass tersebut, tenis tanah, dan kualitas rumput yang diinginkan. Seperti yang telah dilaporkan oleh Yasmita (2007), untuk satu lapangan golf di Jababeka Golf Country Club saja kebutuhan rata-rata penyiraman air per bulan dapat menghabiskan m m 3. Hal tersebut menunjukkan tingginya penggunaan air dalam pemeliharaan turfgrass di lapangan golf. Ketika pengelola menginginkan kualitas turfgrass yang tinggi, terkadang dilakukan penyiraman dengan frekuensi tinggi. Namun hal tersebut menjadi masalah karena dapat meningkatkan biaya produksi. Jika irigasi dilakukan dengan

13 3 menggunakan program komputer, biaya akan meningkat seiring dengan penggunaan listrik dan volume air yang digunakan. Frekuensi irigasi yang tinggi tidak dibenarkan dalam mengelola tanaman. Selain akan timbul serangan penyakit, akan banyak air yang terbuang dalam bentuk perkolasi, evaporasi, dan run off. Dari berbagai alasan di atas diketahui bahwa pengaturan frekuensi irigasi ialah salah satu faktor penting dalam pengelolaan turfgrass. Dengan menentukan frekuensi irigasi yang tepat, manajer turfgrass/superintendent dapat menurunkan biaya pengelolaan tanpa menurunkan pertumbuhan dan kualitas dari turfgrass yang akan digunakan/dikelola. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh frekuensi irigasi terhadap pertumbuhan dan kualitas pada tiga jenis rumput bermuda. Hipotesis 1. Terdapat frekuensi irigasi yang paling efisien untuk menghasilkan pertumbuhan dan kualitas yang baik pada turfgrass. 2. Setiap aksesi memiliki respon yang berbeda terhadap frekuensi irigasi.

14 TINJAUAN PUSTAKA Turfgrass Menurut Emmons (2000) tufgrass ialah tanaman penutup tanah dalam fase vegetatif yang dapat menahan pengunaan yang keras dan menyediakan permukaan yang ideal untuk lapangan olah raga dan berbagai fasilitas rekreasi. Turfgrass memberikan tujuan fungsional dengan mencegal erosi tanah, selain itu pula memiliki tujuan estetik. Turgeon (2004) menyatakan turfgrass ialah tanaman yang bentuknya menutupi permukaan lahan, dilakukan pemangkasan (mowing) yang teratur dan permukaannya dapat digunakan sebagai area rekreasi atau olahraga bahkan sebagai penstabil tanah (pencegah erosi). Istilah turf dan turfgrass memiliki arti yang berbeda, turfgrass diartikan sebagai suatu komunitas dari tanaman rumput, sedangkan turf diartikan sebagai level yang lebih tinggi dari organisasi ekologikal dengan memasukan bagian dari media dimana turfgrass itu tumbuh. Kualitas Turfgrass Emmons (2000) mengukur kualitas turfgrass dari empat karakter diantaranya ialah warna, tekstur, kerapatan, dan keseragaman. Warna ialah jumlah cahaya yang dipantulkan oleh turfgrass. Banyak orang menyukai warna hijau tua daripada hijau-kuning. Tetapi orang-orang eropa lebih menyukai warna hijau yang cerah. Kekurangan warna dapat disebabkan oleh defisiensi nitrogen, kekeringan, stres suhu, serangan hama dan penyakit, atau segala jenis kerusakan lainnya. Beberapa spesies dan varietas secara normal memiliki warna hijau terang. Kekurangan warna hijau tidak dapat diartikan bahwa turfgrass tidak sehat. Tekstur ialah ukuran dari lebar daun. Rumput yang memiliki tekstur yang baik ialah rumput yang memiliki daun yang menyempit. Rumput tersebut tampil lebih atraktif atau menarik dari rumput bertekstur kasar dengan daun yang lebar. Pemangkasan yang pendek dan menaikkan kerapatan menghasilkan daun yang lebih sempit (Emmons, 2000). Beard (1973) mengkategorikan tekstur ke dalam lima kategori (Tabel 1).

15 5 Tabel 1. Kategori Tekstur Berdasarkan Lebar Daun Sumber: Beard, Kategori Tekstur Sangat halus Halus Sedang Kasar Sangat kasar Lebar Daun (mm) < >4 Kerapatan diartikan sebagai jumlah pucuk per satuan luas. Kerapatan juga merupakan ukuran dari kemampuan rumput untuk menyesuaikan diri di berbagai kondisi. Beard (1973) menggolongkan kerapatan berdasarkan jumlah pucuk per cm 2 (Tabel 2). Di lapangan sepak bola, kerapatan rumput akan berkurang jika pemakaiannya tidak baik atau tidak wajar. Kerapatan yang tinggi tidak dapat dikatakan bahwa spesies tersebut tidak tahan terhadap penyakit atau stress yang lain. Praktik perawatan yang tidak sesuai merupakan penyebab umum kerapatan yang rendah (Emmons, 2000). Tabel 2. Kategori Kerapatan Berdasarkan Jumlah Pucuk Sumber: Beard, Kategori Kerapatan Jumlah Pucuk per cm 2 Tinggi Sedang Rendah > <100 Indikator terakhir untuk menentukan kualitas turfgrass yang diterangkan Emmons (2000) ialah keseragaman. Keseragaman ialah warna, tekstur, dan kerapatan. Penampilan yang menarik memiliki keseragaman dan penampilan yang konsisten. Turgeon menambahkan faktor yang mempengaruhi kualitas turfgrass yaitu kebiasaan tumbuh (growth habit) dan kelembutan (smothness) (Turgeon, 2004). Kebiasaan tumbuh (growth habit) menjelaskan tipe dari pertumbuhan pucuk dalam setiap turfgrass. Ada tiga tipe dasar, yaitu tipe bunch, rhizomatous, dan stoloniferous (Turgeon, 2004).

16 6 Kelembutan (smoothness) ialah kemampuan permukaan yang mengakibatkan kualitas visual dan kemampuan turfgrass untuk dapat digunakan. Kelembutan dapat diketahui dengan mengamati lebar daun. Kualitas fungsional dari turfgrass ditentukan tidak hanya dengan karakter visual saja, tetapi dengan karakteristik lain seperti ketegaran (rigidity), elastisitas, gaya pegas (resiliency), jarak gelindingan bola (ball roll), hasil (yield), verdure, perakaran, dan kemampuan recovery (Turgeon, 2004). Ketegaran ialah daya tahan dari daun turfgrass terhadap tekanan dan berhubungan dengan ketahanan dari penggunaan turf. Hal ini dipengaruhi oleh komposisi kimia dari jaringan tanaman, air, suhu, ukuran tanaman, dan kerapatan. Ketegaran yang baik adalah rumput cepat tegak kembali (Turgeon, 2004). Elastisitas ialah kecenderungan dari daun turfgrass untuk kembali seperti semula setelah gaya tekan yang diberikan diangkat. Elastisitas turfgrass menurun secara dramatik ketika tanaman membeku. Hal itu diakibatkan oleh tekanan turgor dari tanaman menurun (Turgeon, 2004). Gaya pegas ialah kapasitas dari turfgrass untuk meredam kejutan/tekanan tanpa mengubah dari karakteristik permukaan. Gaya pegas dipengaruhi oleh daun dan pucuk lateral (Turgeon, 2004). Ball roll ialah jarak rata-rata bola menggelinding yang dilepaskan pada permukaan turfgrass. Peralatan mekanik diperlukan agar bola dapat menggelinding dengan kecepatan yang konsisten untuk mendapatkan pengukuran yang dapat dipercaya (Turgeon, 2004). Hasil (yield) ialah jumlah dari potongan yang diakibatkan oleh pemangkasan. Hal ini merupakan indikasi dari pertumbuhan turfgrass yang dipengaruhi oleh pemupukan, irigasi, dan teknik budidaya lainnya sebaik faktor lingkungan normal. Penggunaan berlebihan dari pupuk khususnya nitrogen dapat mengakibatkan hasil (yield) tinggi yang berlebihan dengan disertai perakaran dangkal, menurunkan toleransi terhadap stress, dan meningkatkan timbulnya penyakit, dan kerasnya daun turfgrass (severity) (Turgeon, 2004). Perakaran ialah jumlah akar yang tumbuh jelas pada saat musim tumbuh. Banyaknya akar putih memperpanjang kedalaman beberapa inchi yang mengindikasikan perakaran yang disukai. Perakaran dapat diperkirakan dengan

17 7 cara visual, yaitu mencabut rumput menggunakan alat pemeriksa tanah (soil probe) atau pisau, tanah dibuka agar dapat terlihat perakaran tanaman. Perakaran yang baik memiliki akar yang panjang dan menyebar pada media tanam. Perakaran yang berada di daerah dekat dengan permukaan kurang baik untuk pertumbuhan (Turgeon, 2004). Kemampuan recovery ialah kemampuan turfgrass untuk memulihkan diri dari kerusakan yang disebabkan oleh penyakit, serangga, dan penggunaan lapangan. Kemampuan recovery bervariasi dalam beberapa genotipe dan sangat kuat dipengaruhi oleh teknik budidaya dan kondisi lingkungan. Umumnya, kondisi yang cocok untuk pertumbuhan dari turfgrass juga cocok bagi kemampuan pulih kembali dari kerusakan (Turgeon, 2004). Irigasi Irigasi didefinisikan oleh Christians (2004) sebagai proses pemberian air tambahan ketika jumlah air hujan tidak mencukupi keperluan tanaman. Keperluan untuk irigasi bervariasi pada daerah iklim. Pekarangan rumah, parkiran, halaman sekolah, kuburan, dan golf course yang rendah pemeliharaan sering dirawat tanpa tambahan air dari yang diterima dari air hujan. Bahkan di daerah humid, kadang irigasi selalu dibutuhkan untuk menjaga kualitas tinggi turfgrass. Sistem irigasi otomatis biasa digunakan di golf courses, lapangan atletik, sepak bola, dan daerah lain yang dikelola secara intensif. Kegiatan pengairan dengan frekuensi yang tepat juga merupakan bagian yang penting dalam manajemen turfgrass. Hal ini bukan jawaban yang sederhana, dan frekuensi akan bervariasi dengan kondisi lokal dimana turfgrass dikelola. Jika dilakukan terlalu sering, selain meningkatkan biaya pengelolaan, hal tersebut juga dapat mengakibatkan perakaran yang dangkal pada tanaman. Irigasi yang baik ialah pemberian air yang sesuai dengan kebutuhan tanaman (Christians, 2004). Mekanisme yang mengakibatkan kedalaman rumput dalam responnya terhadap embun di tanah/ketersediaan air di tanah ialah hormon tanaman yang disebut asam absisat (ABA). Kondisi tanah yang kering menghasilkan ABA dalam akar yang kemudian ditranslokasikan ke daun. ABA menyebabkan stomata

18 8 menutup dan pucuk lambat bertumbuh. Lambatnya pertumbuhan pucuk menghasilkan banyak karbohidrat ditranslokasikan ke akar, menghasilkan akar lebih dalam, dan sistem perakaran yang ekstensif (Christians, 2004). Kegiatan penyiraman hingga air mencapai kedalaman tanah yang dalam dan tidak teratur juga tidak cocok untuk semua kondisi. Kegiatan penyiraman akan memboroskan air yang seharusnya diberikan ke sistem perakaran. Tanah liat memiliki tingkat infiltrasi rendah sehingga tidak memungkinkan untuk mengairi tanah hingga dalam (Christians, 2004). Terkadang beberapa penyakit didukung oleh kedalaman dan ketidakteraturan aplikasi pengairan (Vargas, 1981 dalam Christians, 2004). Hal itu dapat mengakibatkan akar turfgrass sering mendangkal. Kondisi permukaan turfgrass yang kering akan berkontribusi pada serangan penyakit. Pada situasi ini cocok untuk melakukan jadwal pengairan yang lebih sering. Waktu pemberian air merupakan salah satu bagian yang penting dari manajemen turfgrass. Waktu aplikasi yang tepat harus dikembangkan terus sejalan dengan pengalaman. Hal ini membutuhkan pengamatan ke tanaman dan evaluasi kondisi tanah yang cermat. Bermacam-macam alat mekanik dan elektronik telah dikembangkan agar dapat membantu manajer turfgrass untuk menentukan kapan turf harus diirigasi. Beberapa tipe alat penyelidik tanah elektronik yang dimasukkan ke dalam tanah menghasilkan perkiraan ketersediaan air (Christians, 2004). Kondisi berlebihan air di kanopi dapat menyebabkan perkembangan penyakit. Pengairan di malam hari akan menjaga kanopi basah pada waktu yang lama dan akan dihindari jika memungkinkan. Kegiatan pengairan yang dilakukan sepanjang hari akan mengakibatkan permukaan kering dengan cepat, tetapi dapat meningkatkan biaya pengairan karena kehilangan dari evapotranspirasi. Kehilangan air akibat evapotranspirasi akan lebih rendah, dan kanopi akan kering lebih cepat pada pagi hari (Christians, 2004). Penggunaan air sering menjadi faktor utama yang menentukan kapan irigasi harus diaplikasikan. Pada padang golf, pengairan malam biasa diperlukan untuk mencegah gangguan ketika bermain. Para agronomis menentukan waktu penyiraman terbaik pada saat pagi hari (Christians, 2004).

19 9 Beard (1973) menyatakan bahwa irigasi sangat penting untuk mendukung pertumbuhan turfgrass. Air dibutuhkan tanaman untuk proses fotosintesis, sebagai pelarut atau katalis dalam proses metabolisme yang terjadi dalam sel hidup. Selain itu air berfungsi sebagai media transport atau pelarut oleh nutrisi tanaman, bahan organik, dan saluran masuk untuk gas dan bergerak masuk ke jaringan turfgrass. Air juga berfungsi sebagai penstabil suhu tanaman untuk menghindari kerusakan yang diakibatkan oleh perubahan suhu. Emmons (2000) menyatakan bahwa irigasi dalam volume yang tinggi sekali atau dua kali selama seminggu merupakan paling baik. Jumlah air yang dibutuhkan tanaman dapat disimpan oleh tanah di zona perakaran. Pemberian air setiap hari biasanya tidak disarankan jika permukaan tanah selalu berembun, perakaran akan terus berada di dekat permukaan tanah. Beberapa inchi di bawah permukaan tanah disarankan agar tetap kering sehingga memaksa akar tanaman untuk tumbuh lebih dalam untuk mencari air. Akar rumput yang dekat permukaan tanah lebih lemah, lebih rentan terhadap stress dan kerusakan. Pemberian air yang terlalu sering dapat menimbulkan penyakit dan gulma. Ketika permukaan tanah terus basah, benih gulma berkecambah dengan cepat. Tetapi, irigasi yang sering dapat dilakukan di tempat yang membutuhkan perawatan yang intensif seperti di putting greens. Bauder, et.al. (2009) menyatakan kualitas air sangat diperhatikan untuk menjaga kualitas turfgrass yang superior. Kualitas air yang buruk dapat mengakibatkan kerusakan yang serius pada jaringan tanaman dan berakibat meningkatnya biaya perawatan tanaman. Oleh karena itu dibutuhkan banyak informasi tentang kualitas air. Para peneliti menggunakan beberapa kategori seperti salinity hazard total garam terlarut (Lampiran 1), sodium hazard proporsi relative ion sodium (Na + ) terhadap kalsium (Ca 2+ ) dan magnesium (Mg 2+ ) (Lampiran 2), ph, alkalinity karbonat dan bikarbonat, spesifik ion seperti klor (Cl) (Lampiran 3), sulfate (SO 2-4 ), boron (B), dan nitrat-nitrogen (NO 3 - N).

20 10 Transpirasi dan Evapotranspirasi Beard (1973) menyatakan bahwa sebagian besar kehilangan air ketika transpirasi terjadi melalui daun, meskipun ada beberapa yang terjadi lewat bagian tanaman yang berhubungan langsung dengan atmosfer. Ada dua tipe transpirasi yaitu cuticular transpiration dan stomatal transpiration. Cuticular transpiration ialah proses kehilangan air pada tanaman melalui lapisan kutikula. Pada cuticular transpiration sebagian besar air hilang oleh evaporasi dari sel epidermal daun ketika stomata tertutup. Stomatal transpiration ialah proses kehilangan air pada tanaman melalui lubang stomata. Pada stomatal transpiration, stomata ialah struktur penting yang memfasilitasi pertukaran gas karbon dioksida dan oksigen menjadi vital untuk proses fotosintesis. Keuntungan dari transpirasi ialah mendinginkan tanaman dari efek yang dihasilkan oleh proses evaporasi. Transpirational cooling atau proses pendinginan pada transpirasi dapat diartikan apakah tanaman hidup atau mati ketika suhu udara mendekati tingkat mematikan. Tingkat transpirasi yang tinggi berkorelasi negatif dengan terjadinya penyakit pada turfgrass seperti brown patch (Beard, 1973). Christians (2004) menyatakan bahwa evapotranspirasi merupakan salah satu faktor yang menentukan kebutuhan tanaman terhadap air. Istilah ini berasal dari dua kata. Evaporasi berarti proses kehilangan air dari permukaan tanah. Transpirasi ialah proses kehilangan air dari tanaman. Pada turf, permukaan tanah biasanya ditutupi oleh tajuk tanaman dan banyak air hilang disebabkan oleh transpirasi. Ada beberapa hal yang mempengaruhi evapotranspirasi. Salah satunya ialah spesies rumput. Rumput musim panas memiliki tingkat ET lebih rendah dibandingkan dengan rumput musim dingin (Casnoff dalam Christians, 2004). Rumput musim dingin membutuhkan air sekitar tiga kali lebih banyak untuk memproduksi bobot kering dari fotosintesis dibandingkan rumput musim panas (Hull dalam Christians, 2004). Christians (2004) menyatakan kelembaban juga faktor penting yang menentukan ET. Kehilangan air dari transpirasi terjadi karena gradient yang ada antara kelembaban sel di dalam tanaman dan tingkat kelembaban di lingkungan sekitar. Suhu juga memainkan peran penting pada kehilangan air akibat evaporasi.

21 11 Peningkatan suhu mengakibatkan evaporasi tinggi. Efek dari suhu pada transpirasi sedikit lebih kompleks. Suhu tinggi dapat memicu penutupan stomata yang dapat membantu menghemat air. Tetapi suhu tinggi membutuhkan jumlah air lebih banyak untuk irigasi. Angin ialah faktor penting dalam hal kehilangan air. angin mengganggu boundary layer dan meningkatkan jumlah kehilangan air. Faktor terakhir yang mempengaruhi ET ialah resistensi tajuk. Faktor seperti kepadatan pucuk, orientasi daun, luas daun, dan tingkat pertumbuhan dapat mempengaruhi resistensi terhadap kehilangan air dari tajuk. Beard (1973) menyatakan evaporasi dari panikel yang terbuka tidak dapat digunakan sendiri untuk memperkirakan kehilangan air dari area turf. Angka yang dihasilkan harus disesuaikan menggunakan koefisien tanaman (K c ). Koefisien ini biasanya kurang dari 1.0. ET turf = (K c ) (pan evaporation). K c bervariasi tergantung spesies rumput dan lokasi. Perkiraan untuk pertumbuhan spesies rumput di suatu wilayah bisa diperoleh dari meteorologis atau dari layanan penyuluhan. Tingkat kebutuhan air pada turf rata-rata sekitar 0.1 sampai 0.3 inchi per hari (Beard, 1973), tetapi Shearman dalam Christians (2004) menyatakan turf biasanya membutuhkan 1 hingga 1.5 inchi air per minggu untuk kondisi perawatan normal. Kebutuhan air ini dapat dipenuhi dari air hujan, irigasi, atau kombinasi dari keduanya. Kondisi lokal dapat mempengaruhi kebutuhan dimana lebih atau kurang jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman. Turf menggunakan hanya 1% jumlah air ini untuk pertumbuhan dan perkembangannya.

22 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai dengan pertengahan Oktober 2009 di rumah kaca yang terletak di Kebun Percobaan Cikabayan, Kampus IPB Darmaga, Bogor. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini ialah bahan tanaman aksesi Cianjur 3, Cianjur 4, dan Tifdwarf sebagai kontol. Selain itu juga pupuk majemuk Urea, KCL dan SP-18. Untuk alat, penelitian ini membutuhkan rumah kaca, pot, saringan tanah, gembor, cangkul, kuadran 10 cm x 10 cm, munsell colour chart, timbangan, dan penggaris. Metode Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini ialah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama ialah frekuensi irigasi yang terdiri atas lima taraf yaitu tiap satu hari (F1), tiap dua hari (F2), tiap tiga hari (F3), tiap empat hari (F4), dan tiap lima hari (F5). Faktor kedua yaitu aksesi rumput bermuda yang terdiri atas tiga aksesi yaitu Cianjur 3 (C3), Cianjur 4 (C4), dan Tifdwarf (T). Percobaan ini menggunakan tiga ulangan, sehingga terdapat 45 satuan percobaan. Model linier rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut: Y ijk Y ijk μ τ i β j k ε ijk = μ + τ i + β j + k + ε ijk = respon pengamatan faktor 1 perlakuan ke-i, faktor 2 perlakuan ke-j, ulangan ke-k = nilai tengah umum = pengaruh faktor 1 perlakuan ke-i = pengaruh faktor 2 perlakuan ke-j = ulangan ke-k = pengaruh galat percobaan

23 13 τ 1 = frekuensi satu hari sekali aksesi β 1 = Cianjur 3 τ 2 = frekuensi dua hari sekali aksesi β 2 = Cianjur 4 τ 3 = frekuensi tiga hari sekali β 3 = Tifdwarf τ4 = frekuensi empat hari sekali τ5 = frekuensi lima hari sekali Selanjutnya pengolahan data dilakukan dengan uji F. Uji beda nilai tengah menggunakan DMRT. Pelaksanaan Pelaksanaan penelitian ini dimulai dengan mempersiapkan media tanam yang digunakan untuk menanam Sod atau turfgrass yang berupa lempengan. Media tanam yang digunakan ialah tanah (top soil). Pasir digunakan sebagai campuran media tanam untuk meningkatkan aerasi dan perkolasi dengan tujuan air bisa berada di bagian tanah yang lebih dalam agar perakaran turfgrass dalam (Johns, 2004). Penanaman dilakukan dengan cara menanam (transplant) sod atau lempengan turfgrass yang berukuran 10cm x 10 cm di atas media tanam. Lempengan tersebut diletakkan tepat di tengah pot (Gambar 1). Gambar 1. Dokumentasi Penanaman Rumput Bermuda Pemupukan dilakukan dengan dosis 0.5 kg N kg P 2 O g K 2 O per bulan per 100 m 2. Pupuk dengan dosis 0.35 gram N/pot gram P 2 O gram K 2 O/pot dicampurkan ke dalam 500 ml air kemudian disiramkan ke dalam pot.

24 14 Penyiraman dilakukan sesuai dengan perlakuan yang diberikan kepada tiap tanaman. Frekuensi irigasi yang digunakan ialah tiap satu hari, dua hari, tiga hari, empat hari, dan lima hari. Jumlah air yang diberikan kepada tiap tanaman ialah 0.5 liter per pot. Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan gembor atau alat siram lainnya. Pemeliharaan dilakukan setiap hari seperti pengendalian gulma, dan pemberian pasir di atas tanaman rumput (topdressing), pengendalian hama dan pemangkasan. Hama yang menyerang tanaman pada penelitian ini adalah serangga Antonina graminis pada 8 MST sampai 12 MST. Hama ini dikendalikan dengan insektisida berbahan aktif Dimehipo 400 g/l dengan konsentrasi 0.2%. Pengamatan Peubah yang diamati antara lain: 1. Persentase penutupan Luas permukaan yang telah tertutupi oleh tajuk dibandingkan dengan luas total media tanam. Luas permukaan dihitung menggunakan metode grid. 2. Panjang akar Panjang akar diukur dari pangkal akar sampai ujung akar yang paling panjang. Peubah ini diamati pada akhir penelitian. 3. Bobot kering tajuk Bobot kering tajuk diukur dari pangkal akar sampai pucuk tanaman paling tinggi. Tajuk dioven selama 48 jam dengan suhu 60 c. Tajuk yang sudah memiliki bobot kering yang stabil ditimbang menggunakan neraca digital. Peubah ini diamati pada akhir penelitian. 4. Bobot kering akar Bobot kering akar yang diukur dari batas akar dengan tajuk sampai akar yang paling panjang. Akar dioven selama 48 jam dengan suhu 60 c. Akar yang sudah memiliki bobot kering yang stabil ditimbang menggunakan neraca digital. Peubah ini diamati pada akhir penelitian. 5. Rasio bobot kering tajuk dan akar Rasio tajuk dan akar dihitung dengan membandingkan bobot kering tajuk dengan bobot kering akar (BK tajuk/bk akar).

25 15 6. Kepadatan pucuk Kepadatan pucuk dihitung setelah tanaman menutupi seluruh permukaan media tanam dengan menggunakan kuadran 10 cm x 10 cm. Kepadatan pucuk ialah jumlah pucuk yang terdapat di dalam kuadran. Pucuk yang dihitung ialah pucuk yang memiliki minimal tiga lembar daun. 7. Skor warna Skor warna merupakan salah satu indikator yang menentukan kualitas turfgrass yang baik. Peubah ini diukur dengan menggunakan Munsell Colour Chart. Warna daun diberi skor warna menggunakan Munsell Color Chart (berdasarkan tingkat kecerahan warna daun) ditunjukan pada Tabel 3. Tabel 3. Skor Warna Daun Menggunakan Munsell Color Chart No Kode Munsell Color Chart Skor Warna Warna GY P 9/ GY B.1 8/ GY L.3 7.5/ GY L.4 6/ GY DI.3 5/ GY DI.4 4/ Bobot pangkasan Bobot pangkasan diambil dari tajuk yang dipangkas pada tiap minggunya. 9. Panjang daun Panjang daun diamati tiap minggunya secara acak. Panjang daun diamati dari pangkal daun sampai ujung daun. Panjang daun yang diamati ialah panjang daun ketiga dari atas. 10. Lebar daun Sama seperti panjang daun, lebar daun diamati tiap minggunya secara acak dengan menggunakan jangka sorong digital. Lebar daun dihitung tepat ditengah tengah daun. Lebar daun yang diamati ialah lebar daun ketiga dari atas.

26 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai Oktober Suhu rata-rata harian pada siang hari di rumah kaca selama penelitian C, dengan kelembaban udara rata-rata pada siang hari 66.58%. Suhu yang tinggi menyebabkan media tanaman cepat kering. Kelembaban yang cukup tinggi menyebabkan kondisi yang cocok untuk pertumbuhan organisme pengganggu tanaman. Pada 8 MST sampai 12 MST, terdapat serangan hama Antonina graminis dari ordo Hemiptera, famili Pseudococcidae. Hama tersebut menyerang pertanaman di bagian crown (Gambar 2). Hama Antonina graminis banyak menyerang pertanaman dengan frekuensi penyiraman yang tinggi, namun serangan tersebut tidak mempengaruhi kondisi pertumbuhan rumput. Pada 8 MST sampai 12 MST, persentase penutupan tajuk terus meningkat (Gambar 3). Hal itu menunjukan bahwa serangan Antonina graminis tidak mengganggu kondisi pertanaman rumput. Pengendaliannya menggunakan insektisida berbahan aktif Dimehipo 400 g/l dengan konsentrasi 0.2% sehingga serangan Antonina graminis tidak mengganggu pelaksanaan penelitian. Pertumbuhan rumput bermuda selama penelitian secara umum cukup baik. Gulma yang terdapat pada penelitian ini adalah Imperata cylindrica, Amaranthus sp, Cyperus sp, dan Portulca olerace. Karena gulma ini muncul secara spot, dan tidak terlalu banyak, maka pengendalian gulma cukup dengan mencabut gulma menggunakan tangan. Dalam penelitian ini, rumput ditanam menggunakan pot, sehingga gulma yang tumbuh tidak banyak.

27 Persentase Penutupan Tajuk 17 Gambar 2. Serangan Antonina graminis pada Rumput Bermuda Persentase Penutupan Tajuk Aksesi berpengaruh terhadap persentase penutupan tajuk (Lampiran 4). Tajuk rumput bermuda lokal aksesi Cianjur 3 menutup 91.5% pada 16 MST. Rumput Tifdwarf 96.2% dan Cianjur 4 tajuknya menutup 95.5%. Gambar 3 menunjukan semua aksesi rumput bermuda menutup 100% permukaan pada 20 MST. Pada satu sampai lima MST rumput Cianjur 3, Cianjur 4 dan Tifdwarf memiliki kecepatan penutupan tajuk yang rendah. Kecepatan penutupan tajuk meningkat terjadi pada lima sampai 15 MST C3 C4 C5 T Minggu Setelah Tanam Gambar 3. Grafik Pengaruh Aksesi terhadap Persentase Penutupan Tajuk

28 Persentase Penutupan Tajuk 18 Frekuensi irigasi memberikan pengaruh terhadap persentase penutupan tajuk. Gambar 4 menunjukkan bahwa perlakuan frekuensi tiap 1 hari tajuknya menutup 100% pada 11 MST, dan persentase penutupan tajuk paling rendah ditunjukkan oleh perlakuan frekuensi tiap 5 hari yang menutup pada 20 MST. Frekuensi irigasi tiap 2 hari menutup pada 15 MST. Frekuensi irigasi tiap 3 hari menutup pada 18 MST. Frekuensi irigasi tiap 4 hari menutup pada 19 MST F F2 F3 F Minggu Setelah Tanam F5 Gambar 4. Grafik Pengaruh Frekuensi Irigasi terhadap Persentase.Penutupan Tajuk Terdapat interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi pada 6 MST sampai ke 10 MST. Interaksi antara aksesi dengan frekuensi irigasi dapat dilihat pada Tabel 4. Kombinasi perlakuan aksesi rumput Cianjur 3 dengan frekuensi irigasi tiap 1 hari dan rumput Tifdwarf dengan frekuensi irigasi tiap 1 hari mencapai penutupan tajuk 100% pada 9 MST. Penutupan tajuk tersebut menutup 100% lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Kombinasi perlakuan aksesi rumput Cianjur 4 dengan frekuensi irigasi tiap 5 hari, rumput Tifdwarf dengan frekuensi irigasi tiap 4 dan 5 hari mencapai penutupan tajuk 100% pada 20 MST, kombinasi perlakuan menghasilkan penutupan tajuk yang paling lambat dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Pada 9 MST, respon positif ditunjukan oleh tiap aksesi terhadap frekuensi irigasi yang semakin sering.

29 19 Tabel 4. Interaksi Aksesi dan Frekuensi Irigasi terhadap Persentase Penutupan Tajuk Perlakuan Aksesi Frekuensi Cianjur 3 Tiap 1 hari Tiap 2 hari Tiap 3 hari Tiap 4 hari Tiap 5 hari Cianjur 4 Tiap 1 hari Tiap 2 hari Tiap 3 hari Tiap 4 hari Tiap 5 hari Tifdwarf Tiap 1 hari Tiap 2 hari Tiap 3 hari Tiap 4 hari Tiap 5 hari 6 MST 7 MST 8 MST 9 MST 10 MST 73.0a 63.5a 33.8bc 25.8bc 22.9c 24.6bc 26.3bc 33.8bc 24.8bc 24.6bc 64.9a 36.7b 34.7bc 30.1bc 28.0bc 88.2a 75.0b 39.8de 27.1ef 24.4f 32.2def 32.5def 36.0def 27.4ef 26.5f 78.8ab 61.1c 42.3d 39.4de 32.2def 94.9a 88.2a 56.0c 35.1def 30.9f 47.7cd 42.0def 45.2cde 32.6ef 31.8f 92.0a 68.8b 46.1cd 43.5cdef 37.7def 98.7a 91.1a 60.3cd 48.9ef 39.3g 65.0c 61.9cd 55.1de 48.0efg 41.1fg 97.9a 76.8b 65.6c 58.3cd 46.5efg 100.0a 94.5ab 69.0de 54.4f 41.8g 85.6bc 84.4c 62.8ef 58.9f 54.3f 100.0a 86.5bc 72.5d 70.1de 55.4f Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5% Panjang Akar Aksesi tidak berpengaruh terhadap panjang akar. Frekuensi irigasi berpengaruh terhadap panjang akar (Lampiran 5). Perlakuan frekuensi irigasi tiap 1 hari memiliki panjang akar paling pendek (44.5 cm). Perlakuan frekuensi irigasi tiap 3 hari memiliki panjang akar paling panjang (57.2 cm). Panjang akar rumput tifdwarf ialah 49.4 cm, sedangkan rumput Cianjur 4 memiliki panjang akar paling panjang yaitu 55.2 cm (Tabel 5). Pada Gambar 5 dapat dilihat perbedaan panjang akar dari tiap perlakuan. Tidak terdapat interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi terhadap panjang akar. Turgeon (2004) menyatakan bahwa pertumbuhan akar yang bagus mendukung pertumbuhan tajuk. Rumput yang bagus memiliki jumlah akar yang banyak agar dapat mendukung pertumbuhan tajuk.

30 20 Tabel 5. Pengaruh Perlakuan terhadap Panjang Akar Perlakuan Frekuensi Tiap 1 hari Tiap 2 hari Tiap 3 hari Tiap 4 hari Tiap 5 hari Aksesi Cianjur 3 Cianjur 4 Tifdwarf Panjang Akar (cm) 44.5b 54.4a 57.2a 54.9a 53.0a 53.8a 55.2a 49.4a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5% Gambar 5. Pengaruh Aksesi dan.frekuensi Irigasi terhadap Panjang Akar Kepadatan Pucuk Kerapatan/Density pada turgrass ditunjukkan dengan jumlah pucuk per satuan luas. Frekuensi irigasi berpengaruh sangat nyata terhadap kepadatan pucuk pada 21 MST. Tidak terdapat pengaruh interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi terhadap kepadatan pucuk (Lampiran 6).

31 21 Pada 21 MST, perlakuan frekuensi irigasi tiap 1 hari memiliki jumlah pucuk terbanyak, yaitu sebanyak pucuk/100cm 2. Secara statistik kepadatan frekuensi irigasi tiap 1 hari (147.8 pucuk/100cm 2 ) sama dengan frekuensi irigasi tiap 2 hari (141.9 pucuk/100cm 2 ). Perlakukan frekuensi irigasi tiap 4 (74.9 pucuk/100cm 2 ) dan 5 hari (73.4 pucuk/100 cm 2 ) memiliki jumlah pucuk terendah (Tabel 6). Aksesi tidak berpengaruh terhadap kepadatan pucuk. Pada 21 MST, rumput Cianjur 3 memiliki 103 pucuk/100 cm 2, rumput Cianjur 4 memiliki pucuk/100 cm 2, sedangkan rumput Tifdwarf memiliki pucuk/100 cm 2. Beard (1973) mengkategorikan kepadatan berdasarkan jumlah pucuk (Tabel 2). Rumput Cianjur 3, Cianjur 4, dan Tifdwarf dapat dimasukkan ke dalam kategori kepadatan sedang. Tabel 6. Pengaruh Perlakuan terhadap Kepadatan Pucuk Perlakuan Frekuensi Tiap 1 hari Tiap 2 hari Tiap 3 hari Tiap 4 hari Tiap 5 hari Aksesi Cianjur 3 Cianjur 4 Tifdwarf Kepadatan Pucuk 21MST 22MST 23MST 24MST Pucuk/100cm a 141.9ab 118.6b 74.9c 73.4c 103.0a 118.4a 112.6a 193.3a 179.2a 124.7b 113.5b 112.1b 137.0a 146.3a 150.6a 153.0a 151.8a 143.9a 124.7ab 108.3b 126.2a 137.6a 145.2a 155.0a 142.0a 131.3a 124.8a 117.5a 131.8a 137.8a 132.7a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5% Panjang Daun Aksesi dan interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi tidak berpengaruh terhadap panjang daun (Lampiran 7). Frekuensi irigasi berpengaruh terhadap peubah panjang daun pada 24 MST. Perlakuan frekuensi tiap 5 hari sama dengan perlakuan frekuensi tiap 3 hari memiliki nilai rataan panjang daun paling tinggi dari pada perlakuan yang lain yaitu 1.7 cm. Nilai terendah didapat pada perlakuan Frekuensi tiap 1 hari yaitu 1.5 cm (Tabel 7). Untuk golf green, pengguna lapangan

32 22 golf lebih menyukai panjang daun yang pendek daripada daun yang panjang (Emmons, 2000). Tabel 7. Pengaruh Perlakuan terhadap Panjang Daun Perlakuan Frekuensi Tiap 1 hari Tiap 2 hari Tiap 3 hari Tiap 4 hari Tiap 5 hari Aksesi Cianjur 3 Cianjur 4 Tifdwarf Panjang Daun (cm) 21MST 22MST 23MST 24MST 2.4ab 2.2b 2.1b 2.4ab 2.7a 8.2a 7.5a 6.9a 1.7a 1.7a 1.7a 1.9a 1.9a 4.1a 4.4a 4.5a 1.5c 1.7ab 1.6bc 1.8ab 1.9a 3.5a 3.4a 3.4a 1.5b 1.6ab 1.7a 1.7a 1.7a 2.3a 2.1a 2.0a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5% Lebar Daun Berdasarkan Tabel 8, frekuensi irigasi berpengaruh terhadap peubah lebar daun. Pada 23 MST perlakuan frekuensi tiap 5 hari memiliki lebar daun dengan nilai tertinggi yaitu 1.9 mm. Nilai terendah terdapat pada perlakuan frekuensi tiap 1 hari yaitu 1.5 mm. Aksesi tidak berpengaruh terhadap lebar daun. Rumput Cianjur 3 memiliki lebar daun yang sama dengan Cianjur 4, yaitu 2.4 mm, sedangkan rumput Tifdwarf memiliki lebar daun 23 mm. Tidak ada interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi terhadap peubah lebar daun (Lampiran 7). Pada 23 MST, lebar daun hasil penelitian ini dapat digolongkan kedalam kategori tekstur halus. Beard (1973) menggolongkan tekstur rumput berdasarkan lebar daun (Tabel 1). Pengguna lapangan golf menginginkan tekstur rumput yang halus di green dan tee box. Sulit untuk membedakan lebar daun pada tiap kombinasi perlakuan secara kasat mata. Hal itu diakibatkan oleh perbedaan lebar daun berkisar 0.1 mm 0.9 mm.

33 23 Tabel 8. Pengaruh Perlakuan terhadap Lebar Daun Perlakuan Frekuensi Tiap 1 hari Tiap 2 hari Tiap 3 hari Tiap 4 hari Tiap 5 hari Aksesi Cianjur 3 Cianjur 4 Tifdwarf Lebar Daun (mm) 21MST 22MST 23MST 24MST 2.4ab 2.2b 2.1b 2.4ab 2.7a 2.4a 2.4a 2.3a 1.7a 1.7a 1.7a 1.9a 1.9a 1.8a 1.8a 1.8a 1.5c 1.7ab 1.6bc 1.8ab 1.9a 1. 7a 1.7a 1.7a 1.5b 1.6ab 1.7a 1.7a 1.7a 1.8a 1.7a 1.6a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5% Skor Warna Pada peubah warna, frekuensi tiap dua hari memberikan warna hijau yang lebih gelap dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Aksesi serta interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi tidak berpengaruh pada peubah skor warna. Frekuensi irigasi berpengaruh pada peubah skor warna pada 24 MST (Lampiran 8). Pada 24 MST, perlakuan frekuensi tiap 2 hari memberikan skor warna paling tinggi dengan skor 4.4, sedangkan skor warna paling rendah dihasilkan perlakuan frekuensi irigasi tiap 5 hari dengan skor 2.9 (Tabel 9). Secara statistik, perlakuan frekuensi irigasi tiap 1 hari tidak berbeda dengan perlakuan frekuensi irigasi tiap 5 hari. Dengan skor warna yang lebih rendah dari perlakuan lainnya, hal itu berarti terlalu banyak dan kekurangan air akan menghasilkan kualitas warna yang kurang bagus. Rumput Cianjur menghasilkan skor warna 3.5. Rumput Cianjur 4 menghasilkan skor warna 3.7. Rumput Tifdwarf menghasilkan skor warna 3.5. Pada Gambar 6, warna yang dihasilkan oleh tiap aksesi terlihat tidak berbeda satu dengan yang lainnya. Untuk perlakuan frekuensi irigasi tiap 2 hari menghasilkan warna hijau paling gelap.

34 Gambar 6. Pengaruh Aksesi dan Frekuensi Irigasi terhadap Skor Warna 24

35 25 Tabel 9. Pengaruh Perlakuan terhadap Skor Warna Perlakuan Frekuensi Tiap 1 hari Tiap 2 hari Tiap 3 hari Tiap 4 hari Tiap 5 hari Aksesi Cianjur 3 Cianjur 4 Tifdwarf Skor Warna 21 MST 22MST 23MST 24MST 4.7a 4.7a 4.2ab 4.0ab 3.6b 3.9a 4.3a 4.5a 4.2a 4.8a 4.6a 4.1a 3.1b 3.8a 4.4a 4.3a 3.4b 4.4a 3.6b 3.6b 3.3b 3.7a 3.7a 3.6a 3.0c 4.4a 3.7b 3.9ab 2.9c 3.5a 3.7a 3.5a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5% Bobot Kering Tajuk Aksesi, frekuensi irigasi serta interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi tidak berpengaruh terhadap bobot kering tajuk (Lampiran 9). Perlakuan frekuensi irigasi tiap 1 hari menghasilkan bobot kering tajuk seberat 18.7 gram/pot. Perlakuan frekuensi irigasi tiap 2 hari menghasilkan bobot kering tajuk seberat 17 gram/pot. Perlakuan frekuensi irigasi tiap 3 hari menghasilkan 16.5 gram/pot. Perlakuan frekuensi irigasi tiap 4 hari menghasilkan 15.1 gram/pot. Perlakuan frekuensi irigasi tiap 5 hari menghasilkan bobot kering tajuk sebanyak 14.4 gram/pot. Rumput Cianjur 3 menghasilkan bobot kering sebanyak 15.4 gram/pot, rumput Cianjur 4 menghasilkan 16.4 gram/pot, sedangkan rumput Tifdwarf menghasilkan 17.2 gram/pot (Tabel 10). Bobot Kering Akar Aksesi, frekuensi, serta interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi tidak berpengaruh pada bobot kering akar (Lampiran 9). Rumput Cianjur 3 menghasilkan bobot kering akar seberat 7.1 gram/pot, rumput Cianjur 4 menghasilkan 7.8 gram/pot, sedangkan rumput Tifdwarf menghasilkan 8.5 gram/pot. Perlakuan frekuensi irigasi tiap 3 dan 5 hari menghasilkan bobot kering akar paling banyak, yaitu 8.6 gram/pot. Perlakuan frekuensi irigasi tiap 1 hari menghasilkan bobot kering akar paling sedikit, yaitu 5.8 gram/pot (Tabel 10).

36 26 Perlakuan Frekuensi Tiap 1 hari Tiap 2 hari Tiap 3 hari Tiap 4 hari Tiap 5 hari Aksesi Cianjur 3 Cianjur 4 Tifdwarf Tabel 10. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Kering Tajuk, Bobot Kering Akar, dan Rasio Bobot Kering Tajuk dan Akar Bobot kering Tajuk (gram/pot) Akar (gram/pot) 18.7a 17.0a 16.5a 15.1a 14.4a 15.4a 16.4a 17.2a 5.8a 8.3a 8.6a 7.8a 8.6a 7.1a 7.8a 8.5a Rasio Bobot Kering Tajuk dan Akar 3.40a 2.50b 2.20b 1.98b 1.78b 2.43a 2.19a 2.47a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5% Rasio Bobot Kering Tajuk dan Akar Aksesi tidak berpengaruh terhadap rasio bobot kering tajuk dan akar. Frekuensi irigasi memberikan pengaruh sangat nyata pada taraf 1%. Tidak terjadi interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi pada peubah ini. Perlakuan frekuensi tiap 1 hari memiliki nilai rataan tertinggi yaitu Sedangkan nilai terendah pada perlakuan frekuensi tiap 5 hari yaitu 1.78 (Tabel 10). Rumput Cianjur 3 memiliki rasio bobot kering tajuk dan akar paling rendah yaitu 7.1, sedangkan rumput Tifdwarf memiliki rasio bobot kering tajuk dan akar paling tinggi yaitu 8.5 (Tabel 10). Hal itu berarti produksi bobot kering tajuk lebih banyak daripada produksi bobot kering akar. Berdasarkan data rasio bobot kering tajuk dan akar pada Tabel 10 menunjukan bahwa hasil fotosintesis lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan tajuk tanaman. Bobot Hasil Pangkasan Aksesi tidak berpengaruh terhadap bobot pangkasan. Tidak terjadi interaksi antara aksesi dengan frekuensi irigasi terhadap peubah bobot pangkasan (Lampiran 10). Frekuensi irigasi berpengaruh terhadap bobot hasil pangkasan pada 23 MST. Tiap minggu, terjadi penurunan bobot pangkasan. Pada 23 MST perlakuan Frekuensi tiap 2 hari memiliki nilai bobot pangkasan tertinggi yaitu 44.1 gram. Sedangkan nilai terendah terdapat pada perlakuan Frekuensi tiap 1 hari 27 gram (Tabel 11).

37 27 Tabel 11. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Pangkasan Perlakuan Frekuensi Tiap 1 hari Tiap 2 hari Tiap 3 hari Tiap 4 hari Tiap 5 hari Aksesi Cianjur 3 Cianjur 4 Tifdwarf Bobot Hasil Pangkasan (gram/pot) 21MST 22MST 23MST 24MST 62.2b 63.3b 81.7ab 78.1ab 90.6a 37.3a 33.5a 33.0a 40.0a 48.7a 40.9a 46.4a 40.3a 23.6a 23.5a 23.1a 27.0c 41.1a 36.6abc 38.8ab 27.4bc 23.1a 23.9a 22.6a 15.8b 21.8ab 22.9a 24.0a 21.4ab 16.5a 17.0a 16.1a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5% Efisiensi Penggunaan Air Aksesi tidak memberikan pengaruh terhadap efisiensi penggunaan air. Rumput Cianjur 3 dan Cianjur 4 memproduksi gram bobot kering setiap 1 ml air. Rumput Tifdwarf memproduksi gram bobot kering setiap 1 ml air. Perlakuan frekuensi irigasi berpengaruh nyata terhadap efisiensi penggunaan air. Frekuensi 5 hari memproduksi gram bobot kering/ml air, sedangkan frekuensi 1 hari memproduksi bobot kering paling banyak yaitu gram bobot kering/ml air. Interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi tidak berpengaruh terhadap efisiensi penggunaan air. Tabel 12. Pengaruh Perlakuan terhadap Efisiensi Penggunaan Air Perlakuan Frekuensi Tiap 1 hari Tiap 2 hari Tiap 3 hari Tiap 4 hari Tiap 5 hari Aksesi Cianjur 3 Cianjur 4 Tifdwarf Bobot Pangkasan (gram/pot) Bobot Total (gram/pot) Jumlah Air (ml) ml Gram Bobot Kering/ml air Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5% a b c d e a a a

TINJAUAN PUSTAKA Turfgrass Kualitas Turfgrass

TINJAUAN PUSTAKA Turfgrass Kualitas Turfgrass TINJAUAN PUSTAKA Turfgrass Menurut Emmons (2000) tufgrass ialah tanaman penutup tanah dalam fase vegetatif yang dapat menahan pengunaan yang keras dan menyediakan permukaan yang ideal untuk lapangan olah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai Oktober 2009. Suhu rata-rata harian pada siang hari di rumah kaca selama penelitian 41.67 C, dengan kelembaban

Lebih terperinci

PENGARUH KETEBALAN MEDIA PASIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS AKSESI RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon L.)

PENGARUH KETEBALAN MEDIA PASIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS AKSESI RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon L.) PENGARUH KETEBALAN MEDIA PASIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS AKSESI RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon L.) Oleh Chika Seriulina Ginting A34304064 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN sehingga terdapat sembilan kombinasi perlakuan yang diberikan pada petakan rumput dengan tiga blok. Perlakuan tersebut dirinci sebagai berikut: M1 : pupuk NPK dosis 2.5 gram N/m 2 /aplikasi M2 : pupuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. (a)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. (a) 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian mengenai ini dilakukan di tiga lokasi lapangan bola yang dipakai dalam Kompetisi Liga Super (Gambar 10) yaitu Stadion Singaperbangsa yang

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA PASIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS AKSESI RUMPUT BERMUDA

PENGARUH MEDIA PASIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS AKSESI RUMPUT BERMUDA Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura PENGARUH MEDIA PASIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS AKSESI RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon. L.) The Effect of Sand Media on Visual and Fungsional

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Mei 2010 di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Kampus Dramaga, Bogor dan Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. = Respon pengamatan µ = Rataan umum α i = Pengaruh perlakuan asal bibit ke-i (i = 1,2) β j δ ij

BAHAN DAN METODE. = Respon pengamatan µ = Rataan umum α i = Pengaruh perlakuan asal bibit ke-i (i = 1,2) β j δ ij BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Darmaga Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 sampai dengan Desember 2009. Bahan dan

Lebih terperinci

BAB II TELAAH TEORI Kajian Teoritis

BAB II TELAAH TEORI Kajian Teoritis 2.1. Kajian Teoritis BAB II TELAAH TEORI 2.1.1. Lapangan Sepakbola Sepakbola adalah permainan bola kaki yang dimainkan antar dua tim dengan jumlah 11 orang pemain per tim. Dalam permainan ini pemain kecuali

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanaan di kebun percobaan IPB, Leuwikopo, Dramaga dengan jenis tanah latosol Dramaga. Percobaan dilaksanakan pada tanggal 26 September 2010 sampai dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering dengan kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Rumah kaca University Farm, Cikabayan, Dramaga, Bogor. Ketinggian tempat di lahan percobaan adalah 208 m dpl. Pengamatan pascapanen dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE 10 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Rumah Kaca Instalasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan mulai April sampai Juni 2010 di Vegetable Garden, Unit Lapangan Darmaga, University Farm, IPB Darmaga, Bogor. Lokasi penelitian berada pada ketinggian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Media Terhadap Drainase Lapangan Sepakbola Sebelum tahun 1940an media tanam rumput dalam lapangan sepakbola terdiri dari media campuran yang banyak mengandung liat.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 Gambar 8 Kuadran 10 cm x 10 cm dari stik es krim digunakan saat pengamatan kepadatan pucuk dan pengambilan bobot pangkasan 4. Verdure dihitung dari bobot kering seluruh bagian rumput selain akar, yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2010. Penelitian dilakukan di lahan percobaan NOSC (Nagrak Organic S.R.I. Center) Desa Cijujung,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat lebih kurang 25 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Januari 2014 di

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Januari 2014 di BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013- Januari 2014 di Laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung dan Laboratorium Rekayasa Sumber

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Hasil analisis tanah sebelum perlakuan dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah Sumberdaya Lahan IPB. Lahan penelitian tergolong masam dengan ph H O

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari 2009 sampai Juni 2009. Bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan studi populasi tanaman terhadap produktivitas dilakukan pada dua kali musim tanam, karena keterbatasan lahan. Pada musim pertama dilakukan penanaman bayam

Lebih terperinci

PENGARUH KETEBALAN MEDIA PASIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS AKSESI RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon L.)

PENGARUH KETEBALAN MEDIA PASIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS AKSESI RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon L.) PENGARUH KETEBALAN MEDIA PASIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS AKSESI RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon L.) Oleh Chika Seriulina Ginting A34304064 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Riau Jalan H.R Subrantas Km 15 Simpang Baru Panam. Penelitian ini berlangsung

MATERI DAN METODE. Riau Jalan H.R Subrantas Km 15 Simpang Baru Panam. Penelitian ini berlangsung III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agronomi dan di lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakchoy (Brassica rapa L.) Pakchoy (Sawi Sendok) termasuk tanaman sayuran daun berumur pendek yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas

Lebih terperinci

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH Oleh Baiq Wida Anggraeni A34103024 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Parung Farm yang terletak di Jalan Raya Parung Nomor 546, Parung, Bogor, selama satu bulan mulai bulan April sampai dengan Mei 2011. Bahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung Desa Muara Putih Kecamatan Natar Lampung Selatan

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Lewikopo, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor yang terletak pada ketinggian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni sampai Oktober 2007 di kebun percobaan Cikabayan. Analisis klorofil dilakukan di laboratorium Research Group on Crop Improvement

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan ini dilakukan mulai bulan Oktober 2007 hingga Februari 2008. Selama berlangsungnya percobaan, curah hujan berkisar antara 236 mm sampai dengan 377 mm.

Lebih terperinci

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN (Apium graveolens L. Subsp. secalinum Alef.) KULTIVAR AMIGO HASIL RADIASI DENGAN SINAR GAMMA COBALT-60 (Co 60 ) Oleh Aldi Kamal Wijaya A 34301039 PROGRAM

Lebih terperinci

METODE UJI TOLERANSI PADI (Oryza sativa L.) TERHADAP SALINITAS PADA STADIA PERKECAMBAHAN RATIH DWI HAYUNINGTYAS A

METODE UJI TOLERANSI PADI (Oryza sativa L.) TERHADAP SALINITAS PADA STADIA PERKECAMBAHAN RATIH DWI HAYUNINGTYAS A METODE UJI TOLERANSI PADI (Oryza sativa L.) TERHADAP SALINITAS PADA STADIA PERKECAMBAHAN RATIH DWI HAYUNINGTYAS A24050113 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara (USU), Medan pada ketinggian tempat sekitar 25 m dpl. Analisis

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara (USU), Medan pada ketinggian tempat sekitar 25 m dpl. Analisis 26 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU), Medan pada ketinggian tempat sekitar 25 m dpl. Analisis dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor, pada bulan April 2009 sampai dengan Agustus 2009. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai

BAHAN DAN METODE. Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai September 2012 oleh Septima (2012). Sedangkan pada musim tanam kedua penelitian dilakukan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Gedung Meneng, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung mulai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Unit Pelayanan Teknis (UPT), Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pelaksanaannya dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Jalan H.R. Soebrantas No.

Lebih terperinci

RESPON TANAMAN CAISIM (Brassica chinensis) TERHADAP PUPUK NPK ( ) DI DATARAN TINGGI. Oleh GANI CAHYO HANDOYO A

RESPON TANAMAN CAISIM (Brassica chinensis) TERHADAP PUPUK NPK ( ) DI DATARAN TINGGI. Oleh GANI CAHYO HANDOYO A RESPON TANAMAN CAISIM (Brassica chinensis) TERHADAP PUPUK NPK (16 20 29) DI DATARAN TINGGI Oleh GANI CAHYO HANDOYO A34102064 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 36 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Media Tanam Lapangan Media tanam yang digunakan pada ketiga lapangan berbeda. Perbedaan dan ciri masing-masing media tanam lapangan ini dapat terlihat pada Tabel 9. Tabel

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung pada bulan Juni November 2014. 3.2 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September 2015 di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September 2015 di 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September 2015 di Green House Laboratorium Lapangan Terpadu dan Laboratorium Teknik Sumber Daya Air

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2005 sampai dengan Januari 2006. Penanaman dan pemeliharaan bertempat di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

Lebih terperinci

E-JURNAL ARSITEKTUR LANSEKAP ISSN: VOL. 3, NO. 1, APRIL 2017

E-JURNAL ARSITEKTUR LANSEKAP ISSN: VOL. 3, NO. 1, APRIL 2017 Pengaruh Jenis dan Dosis Pupuk ZA, NPK, Urea terhadap Pertumbuhan Rumput Bermuda (Cynodon dactylon) pada Industri Pembibitan Tanaman Lansekap di Kelurahan Kesiman, Kecamatan Denpasar Timur I PUTU MERTAYASA

Lebih terperinci

STUDI KOMPETISI ANTARA GULMA Echinochloa crus-galli DAN TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) DENGAN PENDEKATAN REPLACEMENT SERIES

STUDI KOMPETISI ANTARA GULMA Echinochloa crus-galli DAN TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) DENGAN PENDEKATAN REPLACEMENT SERIES STUDI KOMPETISI ANTARA GULMA Echinochloa crus-galli DAN TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) DENGAN PENDEKATAN REPLACEMENT SERIES OLEH VERDHA FARILLA SANDHI A24051286 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung 25 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung dengan dua kali percobaan yaitu Percobaan I dan Percobaan II. Percobaan

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 22 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai bulan Oktober 212 sampai dengan Januari

Lebih terperinci

cacao L.) MELALUI PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH

cacao L.) MELALUI PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH PENINGKATAN PRODUKSI BUAH KAKAO (Theobroma cacao L.) MELALUI PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH PACLOBUTRAZOL PADA BERBAGAI KONSENTRASI Oleh WAHYU OKTAVIANI A 34104010 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Penelitian dilakukan pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Radish (Raphanus sativus L) merupakan salah satu tanaman perdu semusim yang

I. PENDAHULUAN. Radish (Raphanus sativus L) merupakan salah satu tanaman perdu semusim yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Radish (Raphanus sativus L) merupakan salah satu tanaman perdu semusim yang berumbi. Dibandingkan dengan sayuran berumbi yang lain, misalnya wortel (Daucus

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada titik koordinat 5 22 10 LS dan 105 14 38 BT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Perlakuan kadar air media (KAM) dan aplikasi paclobutrazol dimulai pada saat tanaman berumur 4 bulan (Gambar 1a) hingga tanaman berumur 6 bulan. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang dimulai pada bulan November 2014 sampai April

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 9 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini merupakan percobaan lapang yang dilakukan di ebun Percobaan University Farm Cikabayan Darmaga IPB, sedangkan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di UPT-Kebun Bibit Dinas di Desa Krasak Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat berada 96

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat 18 BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di kebun percobaan Institut Pertanian Bogor, Sawah Baru Babakan Darmaga, selama 4 bulan, dari bulan Mei-September 2010. Bahan dan Alat Bahan-bahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Desa Situ Gede Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2009 Februari 2010. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung Gedung Meneng, Kecamatan raja basa, Bandar Lampung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tuan dengan ketinggian 25 mdpl, topografi datar dan jenis tanah alluvial.

III. BAHAN DAN METODE. Tuan dengan ketinggian 25 mdpl, topografi datar dan jenis tanah alluvial. III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan Percut Sei

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan Februari-Juli 2016. Percobaan dilakukan di Rumah Kaca dan laboratorium Kimia

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan Percut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ROMMY ANDHIKA LAKSONO

PENDAHULUAN ROMMY ANDHIKA LAKSONO PENDAHULUAN Hidroponik adalah budidaya menanam dengan memanfaatkan air tanpa menggunakan tanah dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman. Kebutuhan air pada hidroponik lebih sedikit

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Jagung University Farm IPB Jonggol, Bogor. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Departemen Tanah, IPB. Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca PT. ASABI, Sentul Rest Area Jalan Tol Jagorawi Km 35 Desa Kedungmangu Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor. Analisis stomata

Lebih terperinci

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR 13 BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir dilaksanakan di Dusun Kwojo Wetan, Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. B. Waktu Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat Tanaman tomat diduga berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan terutama Peru dan Ekuador, kemudian menyebar ke Italia, Jerman dan negaranegara Eropa lainnya. Berdasarkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Lapangan Terpadu Kampus Gedung Meneng Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Lapangan Terpadu Kampus Gedung Meneng Fakultas 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lapangan Terpadu Kampus Gedung Meneng Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Kampus Gedung Meneng, Bandar Lampung dan

Lebih terperinci

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI ABSTRAK Aksesi gulma E. crus-galli dari beberapa habitat padi sawah di Jawa Barat diduga memiliki potensi yang berbeda

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan. Kabupaten Pesawaran dari Oktober 2011 sampai April 2012.

III BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan. Kabupaten Pesawaran dari Oktober 2011 sampai April 2012. III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran dari Oktober 2011 sampai April 2012. 3.2 Bahan dan alat Bahan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang beralamat di Jl. H.R.

Lebih terperinci