BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 36 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Media Tanam Lapangan Media tanam yang digunakan pada ketiga lapangan berbeda. Perbedaan dan ciri masing-masing media tanam lapangan ini dapat terlihat pada Tabel 9. Tabel 9 Media Tanam Lapangan Stadion Jenis Media Tanam Ciri umum Sumber Singaperbangsa Tanah Merah/latosol - Warna merah hingga kuning - Kesuburannya rendah Soepardi, Bertekstur liat Siliwangi Andosol + Pasir - Warna gelap/hitam, abu-abu, coklat tua hingga kekuningan Soepardi, Unsur hara sedang hingga rendah - Biasanya subur dan bertekstur gembur hingga debu Haji Agus Salim Entisol + Pasir - Warna kelabu sampai kecoklatan - Cukup subur - Tekstur sedang hingga kasar Soepardi, 1983 Pada Stadion Singaperbangsa, media tanamnya adalah tanah merah dan pada lapisan keduanya lapisan pasir. Pada Stadion Siliwangi, media tanam yang digunakan adalah campuran andosol dengan pasir. Pada Stadion Haji Agus Salim menggunakan media tanah entisol dan dicampur dengan pasir. Lapangan dengan media pasir adalah lapangan yang paling aman karena lebih mudah dalam memelihara kepadatan rumput dan merupakan permukaan yang tidak padat (Emmons, 2000). Pada Stadion Singaperbangsa yang terletak di daerah Karawang, tanah merah memang memiliki tingkat kesuburan tanah yang kurang baik. Dengan kondisi seperti ini, dilakukan penambahan lapisan pupuk kandang agar rumput yang ditanam pada stadion memiliki potensi untuk tumbuh baik dan subur. Pada Stadion Siliwangi, jenis tanah yang digunakan merupakan jenis andosol.

2 37 Penggunaan pasir sebagai campuran dari media tanam memperbaiki keadaan tanah yaitu mampu membantu tanah menjadi bersifat porous dan mempercepat pertumbuhan rumput. Untuk Stadion Haji Agus Salim, tanah yang digunakan merupakan tanah entisol berpasir. Tanah entisol merupakan tanah yang memiliki kesuburan yang relatif baik pula. Selain itu, pencampuran tanah dengan pasir membuat tanah menjadi bersifat porous dan membuat rumput menjadi cepat tumbuh. Menurut Crum et.al (2004), jenis tanah yang lebih banyak mengandung pasir memiliki partikel yang cenderung untuk tidak menempel satu sama lain dan sangat baik untuk zona perakaran. 5.2 Jenis Rumput Jenis rumput yang digunakan dalam Stadion Singaperbangsa, Siliwangi, dan Haji Agus Salim merupakan jenis rumput yang sama yaitu Axonopus Compressus [Swartz.] Beauv. Rumput yang digunakan merupakan salah satu alternatif untuk menghadirkan penampilan visual yang indah dan mampu mengoptimalkan penggunaan lapangan sepakbola. Menurut Munandar dan Hardosuwignyo (1990), Rumput Paitan merupakan rumput daerah tropis yang dapat beradaptasi dengan kekeringan. Rumput Paitan dapat membentuk hamparan yang lebat dengan warna hijau muda. Sistem perakarannya lebat tetapi dangkal. Dengan kemampuan beradaptasi yang baik, rumput ini mampu tumbuh baik pada ketiga stadion yang terletak di Karawang, Bandung, dan Padang. Selain itu, dengan pengelolaan yang kurang intensif, rumput paitan mampu beradaptasi dengan kondisi kekeringan sekalipun. Rumput Paitan memenuhi kebutuhan akan rumput yang tahan injakan pada lapangan olahraga sehingga cocok dijadikan rumput dalam lapangan sepakbola. Rumput ini memiliki kekurangan yaitu memiliki tekstur yang agak kasar sehingga memiliki elastisitas yang rendah. Walaupun mampu menutup seluruh permukaan tanah dengan baik, menurut Turgeon (2002) tekstur yang agak kasar mampu mengurangi kecepatan dan durasi perputaran bola.

3 Konstruksi Lapangan Konstruksi pada lapangan sepakbola merupakan salah satu elemen yang sangat penting. Dengan konstruksi yang baik, lapangan mampu digunakan pada berbagai kondisi, baik saat musim kemarau yang menyebabkan lapangan menjadi lebih berdebu dari biasanya atau pada saat musim hujan yang menyebabkan permukaan tanah lapangan sepakbola menjadi becek. Konstruksi yang baik mampu membuat keindahan lapangan rumput bertahan lebih lama, bukan hanya indah pada saat selesai dibangun. Dengan begitu, pemilihan konstruksi yang tepat harus dilakukan dengan cermat agar tanah selalu datar dan mampu menyerap air dengan baik pada saat musim hujan. Berikut susunan dan ilustrasi konstruksi untuk ketiga lapangan (Tabel 10 dan Gambar 19). Tabel 10 Susunan Konstruksi Lapangan Stadion Singaperbangsa, Karawang No Media Tebal Media (cm) 1 Tanah Latosol,Pasir,Pukan (2:1:1) 20 cm 2 Ijuk dan kerikil 10 cm 3 Batu kali 10 cm 4 Pipa Paralon diameter pipa 10 cm Gambar 19 Ilustrasi Konstruksi Lapangan Stadion Singaperbangsa, Karawang Dari ilustrasi konstruksi lapangan Stadion Singaperbangsa, Karawang terlihat adanya 4 lapisan yaitu lapisan campuran tanah merah, pasir, pupuk kandang, lapisan ijuk dan kerikil, batu kali, dan pipa paralon. Media tanah yang ada memiliki ketebalan hingga 20 cm mampu memberikan ruang tumbuh bagi perakaran sehingga rumput dapat tumbuh secara optimal. Dengan kesuburan tanah

4 39 yang kurang baik maka ditambahkan lapisan pupuk kandang untuk meningkatkan kesuburan tanah. Ijuk yang ada berfungsi sebagai pemisah lapisan media yang halus dan kasar. Keberadaan lapisan ijuk dan kerikil ini memperlambat pergerakan air menuju saluran drainase sehingga kelembaban tanah terjaga untuk pertumbuhan zona perakaran. Hirarki lapisan dari halus ke kasar dimaksudkan untuk kecepatan penyerapan air pada permukaan yang halus agar tidak terjadi genangan, namun kemudian air disimpan dalam tanah pada lapisan ijuk. Ketika potensi air yang cukup telah mencapai bagian bawah bidang pemisah, air akan memasuki tanah bertekstur kasar dan kemudian hilang seiring dengan gravitasi yang ada (Turgeon, 2002). Pada lapangan Singaperbangsa, terjadi saat air telah melewati lapisan ijuk dan kerikil menuju lapisan batu kali dan mencapai lapisan pipa paralon. Sistem drainase lapangan ini masih berfungsi dengan baik karena pada saat hujan diketahui bahwa lapangan tidak mengalami kebecekan. Tabel 11 Susunan Konstruksi Lapangan Stadion Siliwangi, Bandung No Media Tebal Media(cm) 1 Tanah Andosol dan Pasir 10 cm 2 Kerikil 10 cm 3 Ijuk 10 cm 4 Batu 10 cm 5 Pipa paralon diameter pipa 10 cm Gambar 20 Ilustrasi Konstruksi Lapangan Stadion Siliwangi, Bandung Dari ilustrasi konstruksi lapangan Stadion Siliwangi diatas (Tabel 11 dan Gambar 20) dapat terlihat adanya 5 lapisan pasir dan tanah, kerikil, ijuk, batu kali,

5 40 dan pipa paralon. Dengan tebal media yang hanya 10 cm dan tingkat penggunaan yang cukup tinggi untuk beberapa latihan dan pertandingan, membuat pemadatan tanah lebih cepat dan memperkecil ruang akar untuk rumput, sehingga rumput yang tumbuh di lapangan ini memiliki panjang akar yang cukup pendek. Hirarki dari lapisan halus ke kasar ini dimaksudkan agar apabila terdapat air pada permukaan akan cepat terserap dengan adanya pasir dan permukaan tidak becek, kemudian pergerakan air ini dihambat pada lapisan ijuk agar air yang ada tersimpan untuk menjaga kelembaban tanah. Setelah itu baru menuju lapisan batu kali yang akan segera diteruskan ke lapisan pipa drainase yang terletak paling bawah. Sistem drainase yang ada sudah tidak dapat berfungsi dengan baik karena tanah yang memadat sehingga penyerapan air menjadi berkurang, selain itu kebotakan pada beberapa bagian lapangan juga menjadi penyebab terjadinya kebecekan lapangan setelah terjadi hujan. Tabel 12 Susunan Konstruksi Lapangan Stadion Haji Agus Salim, Padang No Media Tebal Media(cm) 1 Tanah entisol dan pasir 10 cm 2 Ijuk 10 cm 3 Kerikil 10 cm 4 Pipa Paralon diameter pipa 10 cm Gambar 21 Ilustrasi Konstruksi Lapangan Stadion Haji Agus Salim, Padang Dari ilustrasi konstruksi lapangan Stadion Haji Agus Salim diatas (Tabel 12 dan Gambar 21), dapat terlihat adanya 4 lapisan yang teridiri dari tanah, ijuk, kerikil, kemudian pipa paralon. Pipa paralon sebagai drainase yang berada di

6 41 bagian paling bawah. Dengan tebal lapisan tanah yang hanya 10 cm membuat pemadatan tanah lebih cepat dan kurang memberikan ruang untuk perakaran rumput. Hal ini diimbangi dengan penggunaan lapangan yang hanya digunakan untuk pertandingan sepakbola dan latihan rutin Tim Semen Padang sehingga pemadatan tanah dapat terhindari. Setelah lapisan tanah terdapat lapisan ijuk yang berguna untuk memperlambat pergerakan air menuju saluran drainase agar kelembaban tanah terjaga. Ketika potensi air yang cukup telah mencapai bagian bawah bidang pemisah, air akan memasuki tanah bertekstur kasar dan kemudian hilang seiring dengan gravitasi yang ada (Turgeon, 2002). Pada lapangan Haji Agus Salim ini, terjadi saat air yang telah meninggalkan lapisan ijuk akan segera menuju saluran drainase dengan tekstur media yang kasar yaitu kerikil dan batu kali. Pergerakan air ini sesuai dengan literatur yang ada. Sistem drainase yang ada masih kurang berfungsi dengan baik karena pada saat hujan penyerapan air kurang, sehingga lapangan menjadi becek, tetapi diimbangi dengan penutupan rumput lapangan yang cukup baik. 5.4 Kualitas Fungsional Ketinggian Pangkas Ketinggian pangkas mempengaruhi kualitas fungsional dari lapangan sepakbola. Setelah dilakukan pengamatan langsung di lapang, diketahui bahwa ketinggian pangkas dari masing-masing lapangan tidak terdapat perbedaan yang mencolok karena memang menggunakan jenis rumput yang sama. Menurut Emmons (2000), ketinggian pangkas yang ideal untuk rumput paitan yaitu 2-5 cm sehingga tidak mengganggu pergerakan gelinding bola. Ketinggian pangkas pada Stadion Singaperbangsa dan Siliwangi yaitu berkisar antara 2-3 cm dan pada Stadion Haji Agus Salim berkisar antara 2-5 cm (Tabel 13). Apabila dibandingkan dengan literatur yang ada, ketinggian pangkas pada Stadion Haji Agus Salim memenuhi kriteria ketinggian ideal, sedangkan pada kedua stadion lainnya walaupun tidak sesuai kriteria pada literatur, tetapi ketinggian tersebut sudah berada pada rentang ketinggian ideal dan merupakan tinggi rumput yang baik untuk permainan sepakbola. Kurangnya ketinggian pangkas mampu mengurangi

7 42 elastisitas rumput dan berpengaruh kepada tingkat keamanan dalam mengatasi cedera pemain ketika jatuh dan perputaran bola. Tabel 13 Tabel Ketinggian Pangkas Pada Ketiga Stadion Ketinggian Ketinggian No Stadion Jenis Rumput Pangkas (cm) Standar (cm) 1 Singaperbangsa Axonopus compressus Siliwangi Axonopus compressus Agus Salim Axonopus compressus Berat Kering Pucuk Setelah dilakukan pengukuran terhadap sampel yang diambil dari tiga titik di lapangan, diketahui bahwa berat kering pucuk dari masing-masing lapangan berbeda-beda. Berat kering pucuk ini menunjukkan kualitas fungsional dari lapangan yang ada. Dari hasil pengukuran, didapatkan rata-rata berat kering pucuk rumput yang paling tinggi yaitu 3,45 gr pada Stadion Agus Salim dan berat ratarata terendah yaitu 1,19 gr pada Stadion Siliwangi. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Tabel Berat Kering Pucuk Pada Ketiga Stadion Berat sampel (gr / 100cm 2 ) Stadion Singaperbangsa Siliwangi Agus Salim Gawang 1,57 1,24 3,65 Back 1,89 1,47 4,63 Striker 0,42 0,87 2,08 Rata-rata 1,29 1,19 3,45 Berat kering pucuk merupakan indikator dari pertumbuhan rumput yang dipengaruhi oleh pemupukan, penyiraman, dan jenis pemeliharaan lainnya serta faktor alami dari lingkungan yang ada di sekitar. Dari data diatas, berat kering pucuk Stadion Haji Agus Salim paling tinggi sehingga merupakan berat kering pucuk terbaik dibandingkan dua stadion lainnya. Hal ini dikarenakan ketinggian pangkasnya yang mencapai 2 5 cm. Daun rumput paitan yang tumbuh lebar memberi kontribusi pada tingginya berat kering pucuk. Pada stadion

8 43 Singaperbangsa dan Siliwangi, memiliki berat kering pucuk lebih kecil dikarenakan ketinggian pangkas 2-3 cm. Sehingga potongan yang dihasilkan lebih sedikit dibanding rumput pada Stadion Haji Agus Salim. Tingginya berat kering pucuk mempengaruhi kualitas fungsional lapangan ini menjadi semakin baik. Hal ini terjadi dikarenakan berat kering pucuk menandakan kesuburan rumput itu sendiri. Pada Stadion Siliwangi yang memiliki berat kering pucuk terkecil dapat disebabkan oleh kurangnya lebar daun yang dimiliki oleh rumput pada lapangan. Hal ini disebabkan karena kurang mendapat nutrisi. Paling kecilnya berat kering pucuk pada Stadion Siliwangi disebabkan oleh kondisi tanah yang sudah memadat sehingga zona perakaran rumput menjadi pendek dan sulit mendapatkan nutrisi. Selain itu, pemupukan urea pada stadion ini dilakukan dengan dosis yang berlebih yaitu 25,23 gr/m 2 pada selang waktu 3 bulan padahal seharusnya menurut penelitian sebelumnya, dosis pemupukan urea yang dilakukan pada lapangan sepakbola cukup 20 gr/m 2. Kelebihan dosis ini menyebabkan banyak rumput yang mati kekeringan dan banyaknya tanaman pengganggu atau gulma yang berada di lapangan mampu mengambil nutrisi yang dibutuhkan rumput itu sendiri. Intensitas penyiraman yang dilakukan pada Stadion Siliwangi pada saat musim kemarau yang 2 hari sekali juga membuat rumput menjadi lebih kering dibandingkan dua stadion lainnya, padahal pada masa pertumbuhan, rumput memerlukan kebutuhan air yang cukup. Hasil pengukuran berat kering pucuk pada Stadion Singaperbangsa yaitu 1,29 gr/100cm 2 sedikit lebih besar dibandingkan Stadion Siliwangi. Hal ini dapat disebabkan dari ketinggian pangkas berkisar antara 2-3 cm sehingga hasil potongannya lebih sedikit dibandingkan Stadion Haji Agus Salim. Pemupukan yang dilakukan pada Stadion Singaperbangsa yaitu 20,4 gr/m 2 pada selang waktu 3 bulan. Dibandingkan penelitian sebelumnya, dosis yang diberikan sudah terbilang cukup. Penyiraman yang dilakukan Stadion Singaperbangsa sudah sangat intensif yaitu 2 kali sehari pada musim kemarau dan 1 kali sehari pada musim hujan karena curah hujan yang rendah dari daerah tersebut.

9 Berat Kering Akar Setelah dilakukan pengukuran terhadap sampel yang diambil dari tiga titik di lapangan, diketahui bahwa berat kering akar dari masing-masing lapangan berbeda. Dari hasil pengukuran, didapatkan rata-rata berat kering akar rumput yang paling tinggi yaitu 1,88 gr pada Stadion Haji Agus Salim dan berat rata-rata terendah yaitu 0,42 gr pada Stadion Siliwangi. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Tabel Berat Kering Akar dan Panjang Akar Pada Ketiga Stadion Stadion Singaperbangsa Siliwangi Agus Salim BKA (gr) / PA (cm) BKA (gr) / PA (cm) BKA (gr) / PA (cm) 100cm 2 100cm 2 100cm 2 Gawang 0,56 5 0,45 4,5 2,68 11,5 Back 0,78 10,2 0,52 5,6 2,20 10,2 Striker 0,59 6,3 0,28 4 0,76 10,1 Rata-rata 0,64 7,2 0,42 4,7 1,88 10,6 Keterangan BKA :Berat kering akar PA :Panjang Akar Berat kering akar dipengaruhi oleh faktor lingkungan, genetik, dan cara pembudidayaannya. Pada umumnya, rumput lanskap memiliki sistem perakaran sedalam ± 15 cm dari permukaan tanah (Munandar dan Hardjosuwignyo, 1990). Pertumbuhan rumput dipengaruhi oleh iklim dan kondisi tanah. Stress terhadap iklim dan kondisi tanah yang buruk dapat menyebabkan matinya akar rumput (Turgeon, 2002). Rumput paitan merupakan rumput yang memiliki akar serabut dan cenderung lebat. Berat kering akar terendah sebesar 0,42 gr/cm 2 yang dialami oleh Stadion Siliwangi terjadi dikarenakan pemadatan tanah yang terjadi karena tingkat pemakaian lapangan yang tinggi yang berakibat pada sulitnya akar menembus tanah. Berat kering akar yang tertinggi dan merupakan berat kering akar terbaik dialami oleh Stadion Haji Agus Salim disebabkan karena memiliki panjang terpanjang dibandingkan dua stadion lainnya. Dengan kondisi tanah yang merupakan tanah yang sudah cukup subur, maka perkaran rumput mampu tumbuh dengan baik tanpa perlakuan khusus dan menembus tanah lebih dalam. Pada

10 45 Stadion Singaperbangsa, rata-rata berat kering akarnya yaitu 0,64 gr/cm 2. Kesuburan tanah pada Stadion Singaperbangsa memang tidak sebaik pada kesuburan tanah pada Stadion Haji Agus Salim sehingga pertumbuhan akarnya tidak sebaik pada Stadion Haji Agus Salim Panjang Akar (Akar Terpanjang) Setelah dilakukan pengukuran terhadap sampel yang diambil dari tiga titik di lapangan, diketahui bahwa panjang akar dari akar terpanjang sampel rumput dari masing-masing lapangan berbeda-beda. Pada Stadion Haji Agus Salim memiliki rata-rata panjang rumput yang paling panjang yaitu 10,6 cm dan Siliwangi memiliki panjang rata-rata terpendek yaitu 4,7 cm. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 15. Panjang akar sebanding dengan berat kering akar. Semakin panjang akarnya, maka berat kering akarnya pun semakin tinggi. Panjang akar terpanjang terdapat pada Stadion Agus Salim dikarenakan media tanam yang baik dan mampu ditembus akar. Perakaran yang dangkal yang terjadi pada Stadion Siliwangi terjadi karena tanah yang terlalu padat dan sulit ditembus oleh akar. Perakaran yang dangkal ini menyebabkan rendahnya penyerapan nutrisi dan hara yang dibutuhkan oleh rumput sehingga banyak rumput yang tidak subur maupun mati. Rata-rata akar terpanjang yang dimiliki rumput pada Stadion Haji Agus Salim adalah 10,6 cm. Menurut Christians (2004), rumput dengan ketinggian pangkas 1 inchi harus memiliki perakaran 2-3 inchi. Dengan demikian terlihat bahwa dengan ketinggian pangkas mencapai 5 cm, panjang akar rumput pada Stadion Haji Agus Salim mencapai 10,6 cm. Demikian pula pada panjang akar yang ada pada Stadion Singaperbangsa, dengan panjang 7,2 cm sesuai dengan ketinggian pangkas yang berkisar 2-3 cm. Pada Stadion Siliwangi, dengan panjang akar hanya mencapai 4,7 cm dengan ketinggian pangkas yang sama dengan Stadion Singaperbangsa dapat menjadi indikator bahwa rumput pada Stadion Siliwangi kurang subur dibandingkan Stadion Singaperbangsa. Dari teori yang dikemukakan Christians, Stadion Singaperbangsa dan Stadion Haji Agus

11 46 Salim memenuhi kriteria dan pada Stadion Siliwangi tidak memenuhi kriteria tersebut. Untuk kualitas fungsional yang baik dari rumput, panjang akar merupakan indikator yang berpengaruh besar. Panjang akar yang panjang dan mampu menembus jauh ke dalam tanah mampu menjadikan kesuburan dan kekuatan dari rumput itu sendiri. Panjang akar yang mampu menembus ke dalam mampu mengambil unsur yang dibutuhkan lebih banyak lagi dari dalam tanah sehingga menjadikan rumput menjadi subur Elastisitas Rumput Setelah dilakukan pengukuran dengan 3 kali pengulangan dari tiga titik di lapangan, diketahui bahwa jarak gelinding bola dari masing-masing lapangan berbeda. Stadion Siliwangi memiliki rata-rata gelinding bola yang paling tinggi yaitu 3,42 m dan Stadion Singaperbangsa memiliki rata-rata gelinding bola terendah yaitu 2,93 m. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Tabel Jarak Gelinding Bola Pada Ketiga Stadion Stadion Sampel Singaperbangsa Siliwangi Agus Salim Sampel Ulangan Panjang (m) Ulangan Panjang (m) Ulangan Panjang (m) Gawang ,65 1 3,6 2 2,98 2 3,30 2 3,4 3 2,75 3 3,38 3 3,6 Back 1 3,2 1 3, ,22 2 2, ,15 3 3,50 3 2,98 Striker 1 2,7 1 3,48 1 2,9 2 2,6 2 2,90 2 3,2 3 2,75 3 4,00 3 3,4 Rata-rata 2,68 Rata-rata 3,46 Rata-rata 3,17 Rata-rata keseluruhan 2,93 Rata-rata keseluruhan 3,42 Rata-rata keseluruhan 3,23

12 47 Kepegasan merupakan gambaran secara luas tentang media tanam rumput (Turgeon, 2002). Makin besar jarak luncuran bola maka kepegasan makin rendah. Kepegasan merupakan salah satu indikator kualitas fungsional yang penting karena mempengaruhi permainan dan resiko cedera dari pemain, apabila kepegasan rumput baik maka resiko cedera pemain dapat diminimalisir. Dari data pada Tabel 16, terlihat bahwa pada Stadion Singaperbangsa memiliki kepegasan yang paling baik diantara dua stadion lainnya karena memiliki jarak gelinding bola yang paling kecil. Hal ini disebabkan oleh kepadatan rumput yang paling baik diantara dua stadion lainnya. Disusul Stadion Haji Agus Salim yang memiliki jarak gelinding rata-rata 3,23 m. Hal ini disebabkan karena tekstur rumput pada stadion ini paling besar diantara dua stadion lainnya. Pada Stadion Siliwangi yang memiliki kepegasan terendah disebabkan karena kondisi lapangan yang botak pada beberapa bagian dan rendahnya kepadatan rumput. Secara keseluruhan, kepegasan rumput Axonopus compressus memang kurang baik. Rumput ini memiliki tipe pertumbuhan rebah sehingga kurang respon terhadap kejutan. Selain itu, kepegasan juga dipengaruhi oleh kepadatan dan tekstur rumput. Kepadatan rumput yang padat akan memiliki kemampuan elastisitas hamparan rumputnya baik pula. Kecepatan dan durasi perputaran bola akan berkurang apabila rumput tidak halus dan tidak seragam (Turgeon, 2002). Dengan tekstur rumput Axonopus compressus yang lebar sehingga mengurangi kemampuan elastisitas dari rumput tersebut. Untuk lapangan sepakbola, contoh rumput yang memiliki kepegasan yang baik yaitu lapangan yang menggunakan rumput Zoysia matrella. Rumput ini merupakan rumput yang memiliki tekstur kecil sehingga memiliki kepegasan yang baik. Rumput ini merupakan rumput yang digunakan pada Stadion Gelora Bung Karno.

13 Kualitas Visual Kepadatan Rumput Dari pengamatan yang dilakukan di ketiga lapangan bola, maka didapat data kepadatan rumput. Berikut Tabel 17 dan Gambar 22 yang menjabarkan mengenai kepadatan rumput yang diamati pada ketiga stadion. Tabel 17 Tabel Kepadatan Rumput dan Kualitas Warna Pada Ketiga Stadion Singaperbangsa Siliwangi Agus Salim Sam Densitas Warna Densitas Warna Densitas Warna pel (pucuk/100cm 2 ) (pucuk/100cm 2 ) (pucuk/100cm 2 ) Area Gawang Area Back

14 49 Tabel 17 (Lanjutan) Sam Singaperbangsa Siliwangi Agus Salim pel Densitas Warna Densitas Warna Densitas Warna (pucuk/100cm 2 ) (pucuk/100cm 2 ) (pucuk/100cm 2 ) Area Striker Ratarata 18,7 2,50 11,4 2,18 14,46 2,21 Keterangan Warna : 1 : Kuning 3 : Hijau Muda 2 : Hijau Kuning 4 : Hijau Kepadatan rumput adalah banyaknya tunas rumput dalam sebuah area. Densitas juga merupakan ukuran dari kemampuan rumput dalam beradaptasi dengan lingkungannya (Turgeon, 2002). Rumput dalam sebuah lapangan sepakbola akan menjadi jarang jika pertumbuhan rumputnya buruk. Intensitas pemeliharaan yang baik juga mampu mempengaruhi kepadatan rumput. Pada Gambar 22 juga terlihat bahwa Stadion Singaperbangsa memiliki kepadatan rumput yang tinggi dan kepadatan rumput yang paling rendah pada Stadion Siliwangi. Gambar 22 Grafik Kepadatan Pucuk Pada Ketiga Stadion Dari ketiga Stadion, Stadion Singaperbangsa memiliki kepadatan tertinggi yaitu 18,7 pucuk/100 m 2. Hal ini mampu menyebabkan kualitas visual Stadion Singaperbangsa lebih baik dibandingkan dua stadion lainnya. Nilai kepadatan

15 50 yang tinggi terjadi karena pemeliharaan Stadion Singaperbangsa yang lebih intensif dibandingkan stadion lainnya. Pada Stadion Siliwangi yang memiliki kepadatan terendah yaitu 11,4 pucuk per 100 m 2 dapat terjadi karena jarangnya penyulaman yang dilakukan sehingga banyak lapangan yang botak. Intensitas penggunaan pada lapangan yang cukup tinggi juga mampu menyebabkan kepadatan rumput menjadi lebih rendah karena rumput tidak memiliki waktu untuk memulihkan diri dan juga pemadatan tanah yang berpengaruh kepada kesuburan pertumbuhan rumput. Stadion Haji Agus Salim memiliki kepadatan yaitu 14,46 pucuk per 100 m 2 memiliki nilai yang tidak terlalu berbeda jauh dengan Stadion Singaperbangsa, hal ini terjadi karena intensitas penggunaan dan pemeliharaan yang hampir sama dengan Stadion Singaperbangsa Warna Warna merupakan salah satu indikator kualitas visual yang penting. Dengan hanya melihat dari jarak jauh, penonton mampu menilai apakah kualitas warna lapangan baik atau tidak. Tabel 17 dan Gambar 23 menjabarkan mengenai data kualitas warna rumput yang diamati pada ketiga stadion. Menurut Munandar dan Hardjosuwignyo (1990), warna memberikan ukuran cahaya yang direfleksikan pada rumput lanskap. Warna rumput merupakan salah satu indikator kondisi umum rumput tersebut tumbuh sehat (Turgeon, 2002). Warna kuning atau klorosis dapat mengindikasikan kekurangan gizi, atau beberapa faktor yang tidak menguntungkan yang mempengaruhi pertumbuhan. Warna gelap yang tidak biasa bisa menjadi bukti dari fertilisasi berlebihan, layu, atau tahap awal penyakit. Kualitas pemangkasan juga dapat mempengaruhi warna rumput. Pemangkasan rumput yang salah dengan ujung daun bergerigi mungkin menampilkan warna cokelat abu-abu di permukaan (Turgeon, 2002).

16 51 Gambar 23 Grafik Perbandingan Warna Rumput Pada Ketiga Stadion Pada ketiga stadion, terlihat bahwa warna rumput yang paling baik dan mendekati warna pada literatur teradapat di Stadion Singaperbangsa. Disusul dengan warna pada Stadion Haji Agus Salim dan yang terakhir yaitu Stadion Siliwangi. Dengan skor warna rata-rata 2,5 menempatkan warna rumput pada Stadion Singaperbangsa menuju warna hijau muda. Pada Stadion Siliwangi dan Haji Agus Salim memiliki warna hijau kekuningan. Warna hijau kekuningan pada Stadion Siliwangi dapat terjadi karena stress pada rumput dikarenakan tidak memiliki waktu untuk pemulihan diri dengan intensitas penggunaan yang tinggi. Warna hijau kekuningan pada Stadion Haji Agus Salim dapat terjadi karena kekurangan unsur hara N yang mempengaruhi warna pada rumput. Pemangkasan berlebihan juga mampu menyebabkan warna kekuningan pada rumput karena stress. Gambar 24 Warna Rumput Pada Stadion Singaperbangsa

17 52 Pada Stadion Singaperbangsa memiliki skor rata-rata warna rumput 2,5 yaitu berada diantara warna hijau kuning dan hijau muda (Gambar 24). Warna ini pula yang mampu menunjukkan kualitas visual lebih baik dari dua stadion lainnya. Dengan warna mendekati hijau muda tetapi masih dalam tahap kekurangan unsur hara N. Pemangkasan yang terlalu sering mampu menyebabkan warna rumput menjadi lebih kekuningan karena stress. Gambar 25 Warna Rumput Pada Stadion Siliwangi Pada Stadion Siliwangi memiliki skor rata-rata warna rumput yaitu 2,18 yaitu mendekati warna hijau kuning (Gambar 25). Warna ini pula yang mampu menunjukkan kualitas visual dari rumput yang kurang subur. Kekurangan nutrisi karena akar yang pendek merupakan salah satu sebab mengapa warna pada rumput menjadi kekuningan. Warna hijau kekuningan juga dapat terjadi karena stress pada rumput dikarenakan tidak memiliki waktu untuk pemulihan diri dengan intensitas penggunaan yang tinggi. Gambar 26 Warna Rumput Pada Stadion Haji Agus Salim

18 53 Stadion Haji Agus Salim memiliki skor rata-rata warna rumput yaitu 2,21 yaitu mendekati warna hijau kuning (Gambar 26). Warna ini pula menunjukkan kualitas visual dari rumput yang kekurangan unsur N. Pemangkasan dengan intensitas tinggi pada saat musim hujan yaitu 3 kali/bulan juga mampu menyebabkan warna kekuningan pada rumput karena stres Keseragaman Warna Rumput Keseragaman warna rumput dipengaruhi dari berbagai macam faktor. Keseragaman ini dapat dipengaruhi adanya gulma, tekstur rumput yang tidak seragam, dan arah pemotongan yang berbeda. Pada Stadion Singaperbangsa memiliki keseragaman warna rumput yang seragam paling besar diantara kedua stadion lainnya. Hal ini dapat disebabkan oleh penutupan rumput yang baik dan pengendalian gulma yang baik sehingga warna rumputnya seragam. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Keseragaman Warna Rumput Pada Ketiga Stadion Stadion Keseragaman warna (%) Singaperbangsa 90 Siliwangi 70 Haji Agus Salim Tekstur Rumput Tekstur menandakan ukuran dari daun rumput. Rumput yang memilki ukuran lebar daun yang lebih kecil dianggap lebih menarik (Turgeon, 2002). Pemangkasan yang sering dan semakin tinggi densitasnya mampu membuat ukuran daun menjadi lebih kecil. Kehalusan adalah tampilan permukaan rumput yang berpengaruh pada kualitas visual dan kualitas permainan. Kecepatan dan durasi perputaran bola akan berkurang apabila rumput tidak halus dan tidak seragam. Dari ketiga stadion, lebar daun rata-rata cenderung sama yaitu 6-8 mm. Sesuai dengan karateristik rumput paitan yang memiliki lebar daun 8-14 mm (Ariyanti,1987). Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 19.

19 54 Tabel 19 Tabel Tekstur Rumput Pada Ketiga Stadion No Nama Stadion Jenis Rumput Lebar Daun Sampel (mm) Stiker Gawang Back Rata-rata 1 Singaperbangsa Axonopus- 6,7 6,7 7 6,8 Compressus [Swartz.] Beauv. 2 Siliwangi Axonopus- 4,3 7,3 6,3 6 Compressus [Swartz.] Beauv. 3 Agus Salim Axonopus- Compressus [Swartz.] Beauv. 8,7 8 8,7 8,5 Tekstur rumput yang terbesar ada pada rumput pada Stadion Haji Agus Salim. Daun yang tumbuh lebar mengindikasikan bahwa daun tumbuh dengan sehat. Namun dengan lebar tersebut, menjadikan kepegasan rumput menjadi rendah. Pada Stadion Siliwangi yang memiliki lebar daun terkecil, mengindikasikan daun tumbuh kurang optimal dan memang terbukti memiliki akar yang pendek pada bagian striker sehingga daun mendapatkan nutrisi yang kurang. Stadion Singaperbangsa memiliki rata-rata lebar rumput lebih kecil dari Stadion Haji Agus Salim yaitu 6,8 cm. Dari ketiga lapangan tersebut, hanya Stadion Haji Agus Salim yang memiliki rata-rata yang berkisar antara 8-14 mm dan sesuai dengan literatur Keberadaan Partikel di Permukaan Keberadaan partikel di permukaan merupakan indikator adanya sampah di lapangan tersebut atau tidak. Dari hal tersebut dapat terlihat bahwa pada Stadion Singaperbangsa memiliki kebersihan yang lebih tinggi dibandingkan dua stadion lainnya. Stadion Siliwangi menempati kebersihan terburuk karena tingkat pemakaian yang cukup tinggi dari lapangan itu sendiri, keberadaan sampah seperti kertas ataupun plastik bekas minuman yang berserakan di beberapa titik lapangan sampah tersebut ada juga karena pemeliharaan yang kurang intensif dan

20 55 kurangnya kesadaran dari pengguna lapangan untuk menjaga kebersihan. Selanjutnya dapat dilihat data pada Tabel 20 dan Gambar 27. Tabel 20 Tabel Keberadaan Partikel Lain di Permukaan Pada Ketiga Stadion Singaperbangsa Siliwangi Haji Agus Salim Sampel Keberadaan Partikel Keberadaan Partikel Keberadaan Partikel Lain (%) Lain (%) Lain (%) Gawang Back Striker Rata-rata 6,67 23,33 10 Gambar 27 Grafik Perbandingan Keberadaan Partikel Lain Pada Ketiga Stadion Keberadaan partikel ini mampu mempengaruhi kualitas visual dari suatu lapangan sepakbola. Apabila lapangan tersebut memiliki partikel lain selain rumput di dalamnya, maka kualitas visualnya pun akan menurun. Penggunaan Stadion yang cukup tinggi untuk Stadion Siliwangi juga menyebabkan rendahnya kebersihan dari lapangan itu sendiri hingga mencapai 23,33% dibandingkan yang lain. Nilai yang kecil pada keberadaan partikel lain mengindikasikan bahwa Stadion Singaperbangsa memiliki kebersihan yang cukup baik dan memang terlihat dari intensitas pemeliharaan yang lebih intensif dibanding yang lainnya. Kebersihan pada Stadion Haji Agus Salim yang tidak terlalu jauh dengan Stadion Singaperbangsa juga mengindikasikan bahwa memang pemeliharaan yang lebih

21 56 baik dibandingkan Stadion Siliwangi dan juga penggunaan yang lebih kecil dari Stadion Siliwangi Kemurnian Jenis Rumput Didapatkan dengan melihat apakah rumput yang digunakan dalam lapangan tersebut memiliki jenis yang sama. Perbedaan jenis rumput merupakan indikator pengelolaan gulma. Apabila tanaman yang tidak diharapkan tumbuh, sebaiknya harus dihilangkan agar mendapatkan jenis rumput yang seragam dan mempengaruhi keseragaman warna dari lapangan itu sendiri. Data selengkapnya dapat terlihat pada Tabel 21 dan Gambar 28. Tabel 21 Tabel Kemurnian Jenis Rumput Pada Ketiga Stadion Stadion Kemurnian Jenis Rumput (%) Singaperbangsa 70 Siliwangi 55 Agus Salim 67 Gambar 28 Kemurnian Jenis Rumput Dalam Persen Dari grafik diatas terlihat bahwa Stadion Singaperbangsa memiliki kemurnian jenis rumput yang lebih tinggi dibanding kedua stadion lainnya. Stadion Siliwangi memiliki nilai kemurnian jenis rumput yang buruk dikarenakan tidak adanya pengendalian gulma sehingga makin lama gulma yang ada pun menyebar hampir sebagian lapangan. Intensitas pemakaian lapangan yang tinggi

22 57 juga mampu mempengaruhi perkembangan gulma. Sepatu pemain bola juga mampu menyebabkan membantu penyebaran gulma lebih intensif pada daerah yang sering terkena injakan pemain. 5.6 Pengelolaan Pemeliharaan Pemupukan Pemupukan pada ketiga lapangan dilaksanakan dalam jangka waktu yang Berbeda dan jumlah yang berbeda. Data dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Tabel Intensitas Pemupukan Pada Ketiga Stadion No Stadion Jenis Rumput Musim Hujan Musim Kemarau Jenis Pupuk Jumlah (g/m 2 ) 1 Singaper Axonopus- Tidak 3 bulan Urea 20,4 bangsa Compressus dilakukan sekali 2 Siliwangi Axonopus- Tidak 3 bulan Urea 25,23 Compressus dilakukan sekali 3 Agus Salim Axonopus- Compressus Tidak dilakukan 2 bulan sekali Daun, Nitrogen 13,60 Pemupukan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman. Berdasarkan penelitian sebelumnya, pemberian pupuk urea dilakukan dua bulan sekali dengan dosis 20 g/m 2 dan pemberian pupuk NPK dilakukan sebulan sekali dengan dosis 5 g/m 2. Dari ketiga lapangan, semua dosis dinilai terlalu berlebih dengan yang seharusnya dilakukan. Selain itu, dengan pemberian pupuk dan tidak segera disiram mampu menyebabkan tanaman menjadi kering. Dari segi waktu pemberian, 2 bulan sekali merupakan waktu yang cukup untuk pemupukkan. Pemupukan yang sesuai kebutuhan mampu mempengaruhi kualitas fungsional dan visual lapangan sepakbola. Pupuk yang lebih baik digunakan yaitu pupuk NPK karena pupuk ini lengkap memenuhi kebutuhan nutrisi pada rumput dan mampu memberikan beberapa kebaikan pada kualitas rumput lapangan sepakbola. Unsur Nitrogen merupakan unsur yang paling besar dibutuhkan oleh rumput (Turgeon, 2002). Unsur terpenting kedua yaitu Potassium dan diikuti kebutuhan akan unsur Phospor. Unsur nitrogen dapat mempengaruhi kualitas

23 58 fungsional yaitu berat kering pucuk juga kualitas visual yaitu warna dan kepadatan. Unsur Potassium penting dalam proses sintesis rumput yang membantu peningkatkan pertumbuhan rumput (Turgeon, 2002). Unsur Phospor dapat membantu meningkatkan elastisitas rumput Penyiraman Penyiraman dilakukan untuk menjaga kelembaban tanah dan memenuhi kebutuhan air dari rumput. Penyiraman juga mampu mempengaruhi kualitas fungsional dari pertumbuhan pucuk dan akar. Pada Sadion Singaperbangsa, dilakukan 1 kali sehari penyiraman pada saat musim hujan dan 2 kali sehari pada saat musim kemarau yaitu pada pagi dan sore hari. Untuk Stadion Siliwangi, tidak dilakukan penyiraman pada musim hujan, tetapi dilakukan 2 hari sekali pada saat musim kemarau. Pada Stadion Haji Agus Salim dilakukan penyiraman 4 hari sekali pada sore hari di musim kemarau dan tidak dilakukan penyiraman pada musim hujan. Data intensitas penyiraman dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23 Tabel Intensitas Penyiraman Pada Ketiga Stadion No Stadion Musim Hujan Musim Kemarau Alat yang digunakan 1 Singaperbangsa 1 kali / hari 2 kali/ hari Jet pump, selang panjang 2 Siliwangi Tidak dilakukan 2 hari sekali Pompa, selang panjang 3 Agus Salim Tidak dilakukan 4 hari sekali (Pukul ) Sumur bor, Selang air Menurut Carpenter et al. (1975), faktor yang harus diperhatikan dalam penyiraman adalah memberikan air sehingga terjadi penetrasi minimal 15cm, memberikan air dengan kecepatan yang meminimalkan aliran permukaan, dan tidak mengairi tanaman secara berlebihan. Jika hujan tidak memadai, penyiraman intensif perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air pada rumput. Intensitas penyiraman yang lebih banyak dari dua stadion lainnya dilakukan karena

24 59 kelembaban dari Karawang sendiri tergolong rendah dan curah hujan yang paling rendah. Daerah yang kering dan cepat terjadinya penguapan menjadikan penyiraman dilakukan lebih intensif agar rumput tidak kekurangan air dan layu. Alat yang digunakan pada ketiga lapangan cenderung sama. Pada Football Stadium Book yang dikeluarkan oleh FIFA, lapangan disarankan memiliki sistem pengairan yang otomatis yang tertanam di lapangan. Sistem penyiraman seperti ini selain berguna untuk pertumbuhan rumput juga mampu mempermudah penyiraman singkat sesaat sebelum kick-off dimulai. Penyiraman sesaat sebelum pertandingan ini dimaksudkan agar lapangan menjadi lunak dan mengurangi stress pada rumput karena terinjak Pemangkasan Pemangkasan dilakukan agar rumput yang ada tidak melebihi tinggi yang ideal. Pemangkasan mempengaruhi kualitas fungsional yaitu elastisitas rumput dilihat dari ketinggian rumputnya dan juga mempengaruhi kualitas visual dari warna apabila pemangkasan dilakukan dengan metode yang salah. Pemangkasan harus diperhatikan intensitasnya. Apabila memangkas lebih sering mampu membuat rumput menjadi berwarna kekuningan karena tidak cukup waktu untuk memulihkan diri dari stress. Pemangkasan rumput dengan alat yang tumpul mampu membuat rumput berwarna kecoklatan. Berikut dapat dilihat Tabel 24 yang memuat intensitas pemangkasan pada ketiga stadion. Tabel 24 Tabel Intensitas Pemangkasan Pada Ketiga Stadion No Stadion Jenis Rumput Musim Hujan Musim Kemarau 1 Singaperbangsa Axonopus- 4 kali/ 2 kali/ Compressus bulan bulan 2 Siliwangi Axonopus- 4 kali/ 1 kali/ Compressus bulan bulan 3 Agus Salim Axonopus- 3 kali/ 1 kali/ Compressus bulan bulan Ketinggian Pangkas (cm) 2 3 cm 2 3 cm 2 5 cm

25 60 Menurut Arifin (2002), pemangkasan minimal dilakukan 1 kali seminggu dengan hasil yang tidak bergelombang, harus rata, dan tidak terlalu pendek. Pemangkasan juga harus dilakukan dengan arah yang teratur dan sesuai dengan ketinggian pangkasan yang dibutuhkan (FIFA, 2010). Kecepatan pertumbuhan rumput pada musim hujan meningkat dibandingkan pada musim kemarau, oleh karena itu, pada musim hujan ketiga stadion melakukan pemangkasan yang lebih banyak intensitasnya dibandingkan pada musim kemarau. Pada Stadion Haji Agus Salim dengan ketinggian pangkas yang lebih tinggi dibandingkan dua stadion lainnya maka intensitas pemangkasannya pada musim hujan lebih sedikit dibandingkan dua stadion lainnya Penyiangan dan Pengendalian Gulma Penyiangan atau pengendalian gulma dilakukan untuk menghilangkan atau memberantas gulma. Gulma yang biasa tumbuh di lapangan sepakbola biasanya adalah rumput teki (Cyperus rotundus) dan rumput belulang (Eleusine indica). Penyiangan ini dilakukan secara manual dengan cara mencabut gulma dengan tenaga manusia.penyiangan ini dapat dilakukan setiap saat. Berikut Tabel 25 yang memuat intensitas penyiangan dan pengendalian gulma pada ketiga stadion. Tabel 25 Tabel Intensitas Penyiangan dan Pengendalian Gulma Ketiga Stadion No Stadion Intensitas Metode yang digunakan 1 Singaperbangsa Insidental Manual 2 Siliwangi Tidak dilakukan - 3 Agus Salim Insidental Manual Dari data diatas, terlihat bahwa pada Stadion Siliwangi tidak melakukan penyiangan dan pengendalian gulma. Penyiangan dan pengendalian gulma ini mempengaruhi kualitas visual dari keseragaman jenis lapangan. Karena hal tersebut, keseragaman jenis rumput yang ada menjadi lebih rendah dari stadion yang lain. Perawatan yang kurang ini harus diperhatikan untuk memperbaiki kualitas visual dari lapangan tersebut.

26 Penggilingan Menurut Hessayon (1994), penggilingan dilakukan untuk memperkeras permukaan tanah rumput yang sudah lembek. Kegiatan penggilingan ini dilakukan dengan frekuensi berbeda-beda. Alat yang digunakan pun berbeda-beda. Berikut Tabel 26 yang memuat data intensitas penggilingan dan alat yang digunakan pada ketiga stadion. Tabel 26 Tabel Intensitas Penggilingan Pada Ketiga Stadion No Stadion Intensitas Alat yang digunakan 1 Singaperbangsa Insidental Alat yang ditarik 2 Siliwangi 2 kali / tahun Mesin balas 3 Agus Salim 1 kali / tahun Alat yang ditarik Pada Stadion Singaperbangsa, penggilingan dilakuan ketika sudah dirasa perlu dan keadaan tanah sudah mulai tidak rata, sedangkan untuk Stadion Siliwangi dilakukan sebanyak 2 kali dalam setahun dan pada Stadion Haji Agus Salim dilakukan sekali setahun. Menurut Beard (1973), penggilingan diperlukan untuk menekan rumput kembali bersatu dengan tanah setelah rumput mengalami pembongkaran atau pengangkatan untuk perbaikan. Penggilingan diperlukan pada kegiatan pemeliharaan rumput lapangan olahraga dimana perataan dan permukaan yang sangat padat diperlukan. Berdasarkan teori tersebut, intensitas penggilingan yang lebih besar dari Stadion Haji Agus Salim terjadi karena intensitas pemakaian lapangan yang lebih tinggi sehingga kemungkinan lapangan menjadi bergelombang dan permukaan yang tidak rata besar. Permukaan yang tidak rata dan bergelombang mempengaruhi kualitas fungsional dari lapangan sepakbola karena mengganggu gelinding bola dan mengganggu pergerakan pemain juga meningkatkan tingginya resiko cedera pemain bola Penyulaman Penyulaman pada ketiga stadion memiliki intensitas yang berbeda. Berikut Tabel 27 memuat intensitas penyulaman pada ketiga stadion.

27 62 Tabel 27 Tabel Intensitas Penyulaman Pada Ketiga Stadion No Stadion Intensitas Metode yang digunakan 1 Singaperbangsa Setiap habis pertandingan Manual 2 Siliwangi Insidental Manual 3 Agus Salim Setiap habis pertandingan Manual Menurut Sulistyantara (1992), penyulaman bertujuan untuk mengganti tanaman yang telah mati, cacat, atau telah habis masa pertumbuhannya. Penyulaman ini dilakukan agar tidak ada bagian lapangan yang botak sehingga mengurangi kualitas visual dari lapangan itu sendiri. Penyulaman mempengaruhi kualitas visual dari lapangan yaitu kemurnian jenis dan kepadatan rumput. Pada Stadion Singaperbangsa dan Haji Agus Salim, penyulaman dilakukan setiap habis pertandingan. Dengan begitu, mampu memperbaiki kondisi lapangan yang botak secara segera sehingga penutupan pada kedua stadion lebih baik daripada Stadion Siliwangi Pengendalian Hama dan Penyakit Pengendalian hama dan penyakit merupakan salah satu tindakan penting. Intensitas yang dilakukan tergantung dari kondisi yang ada. Apabila terdapat gejala-gejala serangan hama, maka dilakukan pengendalian hama secara manual. Berikut Tabel 28 yang memuat data intensitas pengendalian hama dan penyakit pada ketiga stadion. Tabel 28 Tabel Intensitas Pengendalian Hama dan Penyakit Pada Ketiga Stadion No Stadion Intensitas Metode yang digunakan 1 Singaperbangsa Insidental Manual 2 Siliwangi Tidak dilakukan - 3 Agus Salim Insidental Manual Pada Stadion Singaperbangsa dan Haji Agus Salim, pengendalian hama dan penyakit dilakukan insidental dan secara manual. Sesuai dengan pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan saat terjadi serangan saja. Pada Stadion

28 63 Siliwangi, sama sekali tidak dilakukan. Menurut Sulistyantara (1992), pengendalian hama penyakit bukan berarti hanya pemberantasan secara langsung, tetapi juga mencakup tindakan pencegahan terhadapnya. Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan memperbaiki keadaan lingkungan agar tetap bersih dan sehat. Lingkungan kotor, lembab, dan kurang sinar matahari baik bagi pertumbuhan hama penyakit tanaman. 5.7 Korelasi antar peubah Stadion Singaperbangsa Pada Stadion Singaperbangsa memiliki nilai korelasi yang beragam. Dari data yang didapat kemudian diolah berikut hasil yang tertera pada Tabel 29. Tabel 29 Korelasi Antar Peubah Kualitas Fungsional Pada Stadion Peubah Singaperbangsa Kepadatan Rumput Berat Kering Akar Berat Kering Pucuk Panjang Akar Lebar Daun Jarak Luncuran Bola Kepadatan Rumput 1 0,233 0,932 0,109 0,354 0,737 Berat Kering Akar 1 0,570 0,992** 0,992** 0,829 Berat Kering Pucuk 1 0,461 0,668 0,932 Panjang Akar 1 0,968 0,752 Lebar Daun 1 0,893 Jarak Luncuran Bola 1 Ket : * signifikan pada α=5% ** signifikan pada α=10% Setelah didapatkan hasil korelasi, diketahui bahwa ada beberapa indikator yang berkorelasi pada taraf α = 10%. Korelasi nyata terjadi antara berat kering akar dengan panjang akar dan berat kering akar dengan lebar daun dengan nilai korelasi yang sama yaitu 0,992. Selain itu tidak terjadi korelasi nyata antar peubah yang ada. Nilai korelasi ini menunjukkan bahwa terdapat pola hubungan linier antara dua peubah. Dari data pada tabel diatas, berat kering akar meningkat dan panjang akar memiliki hubungan yang sangat kuat dan memiliki pola hubungan linier.

29 Lebar Daun Berat Kering Pucuk Berat Kering Pucuk Jarak Luncuran Bola Lebar Daun Berat Kering Akar Berat Kering Pucuk Jarak Luncuran Bola Kepadatan Rumput Kepadatan Rumput 64 (Pucuk/100cm 2 ) Scatterplot of Kepadatan Rumput vs Berat Kering Akar (Pucuk/100cm 2 ) Scatterplot of Kepadatan Rumput vs Panjang Akar Y = 14,1 + 7,2 X r = 0, Y = 17,6 + 0,15 X r = 0, Berat Kering Akar (gr) Panjang Akar (cm) 9 10 Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Kepadatan Rumput Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Kepadatan Rumput (gr) (m) Y = - 2,36 + 0,195 X r = 0, Y = 1,97 + 0,0510 X r = 0, Kepadatan Rumput (Pucuk/100cm 2 ) Kepadatan Rumput (Pucuk/100cm 2 ) 22 Scatterplot of Lebar Daun vs Kepadatan Rumput Scatterplot of Berat Kering Akar vs Panjang Akar (mm) Y = - 6,44 + 0,0183 X r = 0,770 (gr) Y = 0, ,0439 X r = 0, Kepadatan Rumput (Pucuk/100cm 2 ) Panjang Akar (cm) Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Panjang Akar 3.2 Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Panjang Akar (gr) (m) Y = 0,34 + 0,132 X r=0, Y = 2,42 + 0,0712 X r=0, Panjang Akar (cm) Panjang Akar (cm) 9 10 (mm) Scatterplot of Lebar Daun vs Panjang Akar Y = 6,29 + 0,0684 X r = 0,161 (gr) Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Berat Kering Akar Y = - 1,08 + 3,69 X r = 0, Panjang Akar (cm) Berat Kering Akar (gr)

30 Jarak Luncuran Bola Jarak Luncuran Bola Berat Kering Pucuk Jarak Luncuran Bola Lebar Daun 65 Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Berat Kering Akar Scatterplot of Lebar Daun vs Berat Kering Akar (m) 3.1 (mm) Y =1,78 + 1,78 X r = 0, Berat Kering Akar (gr) Y = - 2,36 + 0,195 X r = 0, Berat Kering Akar (gr) Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Berat Kering Pucuk Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Lebar Daun (m) 3.1 (gr) Y = 2,53 + 0,308 X r = 0, Y = - 17,1 + 2,71 X r = 0, Berat Kering Pucuk (gr) Lebar Daun (mm) Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Lebar Daun 3.2 (m) Y = - 5,19 + 1,20 X r = 0, Lebar Daun (mm) Gambar 29 Grafik Hubungan Antar Peubah Kualitas Fungsional Pada Stadion Singaperbangsa Dari persamaan yang ada, diketahui bahwa terdapat hubungan yang sejajar antara satu peubah dengan peubah lainnya. Hubungan sejajar ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang mempengaruhi secara positif yaitu apabila suatu peubah meningkat, maka satu peubah lainnya mengalami peningkatan pula. Pada berat kering akar dengan panjang akar didapat persamaan Y = 0, ,0439 X yang berarti setiap penambahan 1 cm panjang akar, akan diikuti pertambahan berat akar sebesar 0,0439 gram. Pada berat kering akar dengan lebar daun didapat persamaan Y = - 2,36 + 0,195 X yang berarti setiap penambahan berat kering akar sebesar 1 gram, maka lebar daun akan bertambah sebesar 0,195 cm.

31 Stadion Siliwangi Pada Stadion Siliwangi memiliki nilai korelasi yang beragam. Dari data yang didapat di lapangan kemudian diolah menggunakan software minitab, maka didapat hasil yang tertera pada Tabel 30. Tabel 30 Korelasi Antar Peubah Kualitas Fungsional Pada Stadion Siliwangi Peubah Kepadatan Rumput Berat Kering Akar Berat Kering Pucuk Panjang Akar Lebar Daun Jarak Luncuran Bola Kepadatan Rumput 1 0,984 0,961 0,812-0,294-0,732 Berat Kering Akar 1 0,995** 0,904-0,460-0,842 Berat Kering Pucuk 1 0,943-0,548-0,893 Panjang Akar 1-0,796-0,992* Lebar Daun 1 0,866 Jarak Luncuran Bola Ket : * signifikan pada α=5% ** signifikan pada α=10% 1 Setelah didapatkan hasil korelasi, diketahui bahwa ada beberapa indikator yang berkorelasi pada taraf α = 10%. Korelasi nyata ini terjadi antara berat kering pucuk dan berat kering akar sebesar 0,995. Korelasi nyata pada taraf 5% terjadi antara panjang akar dan luncuran bola sebesar -0,992. Selain itu tidak terjadi korelasi yang nyata antar peubah yang ada. Nilai korelasi ini menunjukkan bahwa terdapat pola hubungan linier antara dua peubah. Dari data pada tabel diatas, berat kering pucuk meningkat dan berat kering akar memiliki hubungan yang sangat kuat dan memiliki pola hubungan linier. Begitupula antara panjang akar dan luncuran bola. memiliki hubungan yang sangat kuat dan memiliki pola hubungan linier.

32 Lebar Daun Berat Kering Pucuk Berat Kering Pucuk Jarak Luncuran Bola Lebar Daun Berat Kering Akar Berat Kering Pucuk Jarak Luncuran Bola Kepadatan Rumput Kepadatan Rumput 67 (Pucuk/100cm 2 ) Scatterplot of Kepadatan Rumput vs Panjang Akar (Pucuk/100cm 2 ) Scatterplot of Kepadatan Rumput vs Berat Kering Akar Y = 0,38 + 2,35 X r = 0, Y = 3, ,5 X r = 0, Panjang Akar (gr) Berat Kering Akar (gr) Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Kepadatan Rumput Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Kepadatan Rumput (gr) (mm) (gr) (mm) Kepadatan Rumput (Pucuk/100cm 2 ) Kepadatan Rumput (Pucuk/100cm 2 ) Scatterplot of Lebar Daun vs Kepadatan Rumput 4.2 Y = - 0, ,125 X r = 0,179 Y = = 8,20 0,193 X r = 0, Kepadatan Rumput (Pucuk/100cm 2 ) Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Panjang Akar Y =- 0, ,356 X r = 0, Panjang Akar (cm) 5.2 Scatterplot of Lebar Daun vs Panjang Akar (gr) (m) (gr) (m) Y = 3,61 0,0167 X r = 0,477 Scatterplot of Berat Kering Akar vs Panjang Akar Y = - 0, ,139 X r = 0, Panjang Akar (cm) Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Panjang Akar Y = 3,73 0,0654 X r = 0, Panjang Akar (cm) Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Berat Kering Akar Y = 13,1 1,52 X r = 0, Panjang Akar (cm) Y = 0, ,44 X r = 0, Berat Kering Akar (gr)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. (a)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. (a) 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian mengenai ini dilakukan di tiga lokasi lapangan bola yang dipakai dalam Kompetisi Liga Super (Gambar 10) yaitu Stadion Singaperbangsa yang

Lebih terperinci

BAB II TELAAH TEORI Kajian Teoritis

BAB II TELAAH TEORI Kajian Teoritis 2.1. Kajian Teoritis BAB II TELAAH TEORI 2.1.1. Lapangan Sepakbola Sepakbola adalah permainan bola kaki yang dimainkan antar dua tim dengan jumlah 11 orang pemain per tim. Dalam permainan ini pemain kecuali

Lebih terperinci

Pemeliharaan Ideal Pemeliharaan ideal yaitu upaya untuk mempertahankan tujuan dan fungsi taman rumah agar sesuai dengan tujuan dan fungsinya semula.

Pemeliharaan Ideal Pemeliharaan ideal yaitu upaya untuk mempertahankan tujuan dan fungsi taman rumah agar sesuai dengan tujuan dan fungsinya semula. PEMELIHARAAN Dalam proses pembuatan taman pemeliharaan merupakan tahapan yang terakhir, namun tahapan ini merupakan tahapan yang sangat penting dan tidak boleh diabaikan. Keberhasilan pemeliharaan bahkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Media Terhadap Drainase Lapangan Sepakbola Sebelum tahun 1940an media tanam rumput dalam lapangan sepakbola terdiri dari media campuran yang banyak mengandung liat.

Lebih terperinci

Pemeliharaan merupakan pekerjaan yang terakhir. Keberhasilan pembuatan taman menunjukkan keberhasilan pemeliharaan taman dan sebaliknya.

Pemeliharaan merupakan pekerjaan yang terakhir. Keberhasilan pembuatan taman menunjukkan keberhasilan pemeliharaan taman dan sebaliknya. Pemeliharaan merupakan pekerjaan yang terakhir. Keberhasilan pembuatan taman menunjukkan keberhasilan pemeliharaan taman dan sebaliknya. Pemeliharaan direncanakan dan dilaksanakan sesuai dengan disain

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai Oktober 2009. Suhu rata-rata harian pada siang hari di rumah kaca selama penelitian 41.67 C, dengan kelembaban

Lebih terperinci

EVALUASI KUALITAS FUNGSIONAL DAN VISUAL LAPANGAN BOLA YANG DIPAKAI UNTUK KOMPETISI LIGA SUPER YULITA DWI FATMASARI A

EVALUASI KUALITAS FUNGSIONAL DAN VISUAL LAPANGAN BOLA YANG DIPAKAI UNTUK KOMPETISI LIGA SUPER YULITA DWI FATMASARI A EVALUASI KUALITAS FUNGSIONAL DAN VISUAL LAPANGAN BOLA YANG DIPAKAI UNTUK KOMPETISI LIGA SUPER YULITA DWI FATMASARI A44070062 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Lebih terperinci

Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah. Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat

Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah. Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah Oleh : Juwariyah BP3K garum 1. Syarat Tumbuh Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat tumbuh yang sesuai tanaman ini. Syarat tumbuh tanaman

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR 13 BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir dilaksanakan di Dusun Kwojo Wetan, Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. B. Waktu Pelaksanaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemupukan pada Tanaman Tomat 2.1.1 Pengaruh Aplikasi Pupuk Kimia Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada tanaman tomat tertinggi terlihat pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Tanaman cabai dapat tumbuh di wilayah Indonesia dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Peluang pasar besar dan luas dengan rata-rata konsumsi cabai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di lahan sawah Sanggar Penelitian, Latihan dan Pengembangan Pertanian (SPLPP) Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

Berdasarkan tehnik penanaman tebu tersebut dicoba diterapkan pada pola penanaman rumput raja (king grass) dengan harapan dapat ditingkatkan produksiny

Berdasarkan tehnik penanaman tebu tersebut dicoba diterapkan pada pola penanaman rumput raja (king grass) dengan harapan dapat ditingkatkan produksiny TEKNIK PENANAMAN RUMPUT RAJA (KING GRASS) BERDASARKAN PRINSIP PENANAMAN TEBU Bambang Kushartono Balai Penelitian Ternak Ciawi, P.O. Box 221, Bogor 16002 PENDAHULUAN Prospek rumput raja sebagai komoditas

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Budidaya Bayam Secara Hidroponik

PEMBAHASAN. Budidaya Bayam Secara Hidroponik 38 PEMBAHASAN Budidaya Bayam Secara Hidroponik Budidaya bayam secara hidroponik yang dilakukan Kebun Parung dibedakan menjadi dua tahap, yaitu penyemaian dan pembesaran bayam. Sistem hidroponik yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dikebun percobaan Politeknik Negeri Lampung,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dikebun percobaan Politeknik Negeri Lampung, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dikebun percobaan Politeknik Negeri Lampung, Bandar lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 sampai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh 3 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Teh termasuk famili Transtromiceae dan terdiri atas dua tipe subspesies dari Camellia sinensis yaitu Camellia sinensis var. Assamica dan Camellia sinensis var.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Jahe Iklim Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian 200-600 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata berkisar 2500-4000 mm/ tahun. Sebagai

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2005 sampai dengan Januari 2006. Penanaman dan pemeliharaan bertempat di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Oleh : Tatok Hidayatul Rohman Cara Budidaya Cabe Cabe merupakan salah satu jenis tanaman yang saat ini banyak digunakan untuk bumbu masakan. Harga komoditas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bawang Merah Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran ini termasuk

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai 3 Juni Juli 2016 di Green House

III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai 3 Juni Juli 2016 di Green House III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai 3 Juni 2016-15 Juli 2016 di Green House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. B. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

BUDIDAYA CENGKEH SECARA MUDAH OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO

BUDIDAYA CENGKEH SECARA MUDAH OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO BUDIDAYA CENGKEH SECARA MUDAH OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO RuangTani.Com Cengkeh adalah tangkai bunga kering beraroma dari keluarga pohon Myrtaceae. Pohon cengkeh merupakan tanaman tahunan yang dapat tumbuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kawasan Rumah Pangan Lestari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kawasan Rumah Pangan Lestari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Pengertian Kawasan Rumah Pangan Lestari Kementerian Pertanian menginisiasi optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalui konsep Rumah Pangan Lestari (RPL).

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Tomat Tanaman tomat termasuk tanaman semusim yang berumur sekitar 4 bulan (Pudjiatmoko, 2008). Klasifikasi tanaman tomat adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta

Lebih terperinci

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA Dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi bawang merah, peran benih sebagai input produksi merupakan tumpuan utama

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

Sumber : Setiadi (2005) Oleh : Ulfah J. Siregar. ITTO Training Proceedings, Muara Bulian 4 th -6 th May

Sumber : Setiadi (2005) Oleh : Ulfah J. Siregar. ITTO Training Proceedings, Muara Bulian 4 th -6 th May 10 MODULE PELATIHAN PENANAMAN DURIAN Oleh : Ulfah J. Siregar ITTO PROJECT PARTICIPATORY ESTABLISHMENT COLLABORATIVE SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT IN DUSUN ARO, JAMBI Serial Number : PD 210/03 Rev. 3 (F)

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Turfgrass Kualitas Turfgrass

TINJAUAN PUSTAKA Turfgrass Kualitas Turfgrass TINJAUAN PUSTAKA Turfgrass Menurut Emmons (2000) tufgrass ialah tanaman penutup tanah dalam fase vegetatif yang dapat menahan pengunaan yang keras dan menyediakan permukaan yang ideal untuk lapangan olah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan akan menjadi busuk dalam 2-5 hari apabila tanpa mendapat perlakuan pasca panen yang

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN sehingga terdapat sembilan kombinasi perlakuan yang diberikan pada petakan rumput dengan tiga blok. Perlakuan tersebut dirinci sebagai berikut: M1 : pupuk NPK dosis 2.5 gram N/m 2 /aplikasi M2 : pupuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 Gambar 8 Kuadran 10 cm x 10 cm dari stik es krim digunakan saat pengamatan kepadatan pucuk dan pengambilan bobot pangkasan 4. Verdure dihitung dari bobot kering seluruh bagian rumput selain akar, yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kedelai Suprapto (1999) mennyatakan tanaman kedelai dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisi: Spermatophyta, Kelas: Dicotyledone, Ordo:

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

Teknik Budidaya Tanaman Durian

Teknik Budidaya Tanaman Durian Teknik Budidaya Tanaman Durian Pengantar Tanaman durian merupakan tanaman yang buahnya sangat diminatai terutama orang indonesia. Tanaman ini awalnya merupakan tanaman liar yang hidup di Malaysia, Sumatera

Lebih terperinci

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di III. TATA LAKSANA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di laboratorium fakultas pertanian UMY. Pengamatan pertumbuhan tanaman bawang merah dan

Lebih terperinci

PEMELIHARAAN TANAMAN BAWANG MERAH

PEMELIHARAAN TANAMAN BAWANG MERAH PEMELIHARAAN TANAMAN BAWANG MERAH Oleh : Juwariyah BP3K Garum Indikator Keberhasilan : Setelah selesai mempelajari pokok bahasan ini peserta diharapkan mampu : a. Menjelaskan kembali penyulaman tanaman

Lebih terperinci

E U C A L Y P T U S A.

E U C A L Y P T U S A. E U C A L Y P T U S A. Umum Sub jenis Eucalyptus spp, merupakan jenis yang tidak membutuhkan persyaratan yang tinggi terhadap tanah dan tempat tumbuhnya. Kayunya mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan 47 PEMBAHASAN Pemangkasan merupakan salah satu teknik budidaya yang penting dilakukan dalam pemeliharaan tanaman kakao dengan cara membuang tunastunas liar seperti cabang-cabang yang tidak produktif, cabang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Fisik dan Mekanik Media Tanam Hasil pengujian sifat fisik dan mekanik media tanam pada penelitian ini berupa densitas partikel, kerapatan lindak dan porositas, tahanan

Lebih terperinci

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. PERENCANAAN TANAM 1. Pemilihan lokasi tanam 2. Sistem tanam 3. Pola tanam 4. Waktu tanam 5. Pemilihan varietas Perencanaan Persyaratan Tumbuh

Lebih terperinci

III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR

III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR 16 III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Tugas Akhir Kegiatan Tugas Akhir dilaksanakan di Banaran RT 4 RW 10, Kelurahan Wonoboyo, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. B. Waktu

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BUDIDAYA BAWANG MERAH DALAM POT/POLYBAG

TEKNOLOGI BUDIDAYA BAWANG MERAH DALAM POT/POLYBAG TEKNOLOGI BUDIDAYA BAWANG MERAH DALAM POT/POLYBAG Tanaman Bawang Merah (Allium Cepa Var Ascalonicum (L)) merupakan salah satu tanaman bumbu dapur yang sangat mudah dijumpai di berbaga tempat. Bumbu yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar Lampung dengan kondisi iklim tropis, memiliki curah hujan 2000 mm/th dan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No.1 Medan Estate, Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No.1 Medan Estate, Kecamatan III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No.1 Medan Estate,

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

PEMELIHARAAN TANAMAN I. PEMELIHARAAN TANAMAN MUDA

PEMELIHARAAN TANAMAN I. PEMELIHARAAN TANAMAN MUDA PEMELIHARAAN TANAMAN I. PEMELIHARAAN TANAMAN MUDA Pemeliharaan pada tanaman muda Kegiatan-kegiatan : Penyiangan Pendangiran Pemupukan Pemberian mulsa Singling dan Wiwil Prunning Pemberantasan hama dan

Lebih terperinci

Drainase Lapangan Olahraga

Drainase Lapangan Olahraga Drainase Lapangan Olahraga Pendahuluan Sistem drainase untuk lapangan olah raga bertujuan untuk mengeringkan lapangan agar tidak terjadi genangan air bila terjadi hujan, karena bila timbul genangan air

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah dan Klasifikasi Tanaman Nanas Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus (L.) Merr. memiliki nama daerah danas (Sunda) dan neneh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bawang Merah Bawang Merah merupakan tanaman yang berumur pendek, berbentuk rumpun, tingginya dapat mencapai 15-40 cm, Bawang Merah memiliki jenis akar serabut, batang Bawang Merah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung mulai bulan Juli September 2012. 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Kota Bandar Lampung pada bulan Mei hingga Juni 2012. 3.2

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan, diantaranya tanaman buah, tanaman hias dan tanaman sayur-sayuran. Keadaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Dulomo Utara, Kecamatan Kota

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Dulomo Utara, Kecamatan Kota 15 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Dulomo Utara, Kecamatan Kota Utara, Kota Gorontalo. Penelitian ini dimulai pada Bulan April 2012 sampai

Lebih terperinci

Pemeliharaan Lanskap (Landscape maintenance and management)

Pemeliharaan Lanskap (Landscape maintenance and management) Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) Pemeliharaan Lanskap (Landscape maintenance and management) Siti Nurul Rofiqo Irwan, SP. MAgr, PhD. Tujuan Memahami dasar pemeliharaan dan pengelolaan lanskap Mengaplikasi

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Green House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Tipe Pangkasan

PEMBAHASAN. Tipe Pangkasan 8 PEMBAHASAN Tanaman teh dibudidayakan untuk mendapatkan hasil produksi dalam bentuk daun (vegetatif). Fase vegetatif harus dipertahankan selama mungkin untuk mendapatkan hasil produksi yang tinggi dan

Lebih terperinci

Prima atau tidaknya tanaman kelak bergantung penuh pada bibit awal.

Prima atau tidaknya tanaman kelak bergantung penuh pada bibit awal. 1 SELEKSI DAN RAWAT AGLAONEMA Seleksi dan Rawat Aglaonema Sungkup plastik diikat dan digantung Prima atau tidaknya tanaman kelak bergantung penuh pada bibit awal. Karena itu, seleksi bibit yang unggul

Lebih terperinci

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat Syarat Tumbuh Tanaman Jahe 1. Iklim Curah hujan relatif tinggi, 2.500-4.000 mm/tahun. Memerlukan sinar matahari 2,5-7 bulan. (Penanaman di tempat yang terbuka shg

Lebih terperinci

Cara Menanam Tomat Dalam Polybag

Cara Menanam Tomat Dalam Polybag Cara Menanam Tomat Dalam Polybag Pendahuluan Tomat dikategorikan sebagai sayuran, meskipun mempunyai struktur buah. Tanaman ini bisa tumbuh baik didataran rendah maupun tinggi mulai dari 0-1500 meter dpl,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari sampai Maret B. Penyiapan Bahan Bio-slurry

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari sampai Maret B. Penyiapan Bahan Bio-slurry III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Green house Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari sampai Maret 2016. B. Penyiapan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada titik koordinat 5 22 10 LS dan 105 14 38 BT

Lebih terperinci

BUDIDAYA SUKUN 1. Benih

BUDIDAYA SUKUN 1. Benih BUDIDAYA SUKUN Sukun merupakan tanaman tropis sehingga hampir disemua daerah di Indonesia ini dapat tumbuh. Sukun dapat tumbuh di dataran rendah (0 m) hingga dataran tinggi (700 m dpl). Pertumbuhan optimal

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah di laksanakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, Jalan Bina Widya KM 12,5 Simpang Baru Kecamatan Tampan Pekanbaru yang berada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Hepuhulawa, Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, terhitung sejak bulan

Lebih terperinci

III.TATA CARA PENELITIAN

III.TATA CARA PENELITIAN III.TATA CARA PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai bulan Maret 2016 di Green House dan Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Tanaman tebu dalam dunia tumbuh-tumbuhan memiliki sistematika sebagai berikut : Kelas : Angiospermae Subkelas : Monocotyledoneae Ordo : Glumaceae Famili : Graminae

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas

Lebih terperinci

BUDIDAYA BELIMBING MANIS ( Averhoa carambola L. )

BUDIDAYA BELIMBING MANIS ( Averhoa carambola L. ) BUDIDAYA BELIMBING MANIS ( Averhoa carambola L. ) PENDAHULUAN Blimbing manis dikenal dalam bahasa latin dengan nama Averhoa carambola L. berasal dari keluarga Oralidaceae, marga Averhoa. Blimbing manis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Tanaman okra merupakan tanaman terna tahunan dengan batang yang tegak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Tanaman okra merupakan tanaman terna tahunan dengan batang yang tegak. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Okra (Abelmoschus esculentus L.) Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Malvales Famili

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan pada bulan Sebtember - Desember

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan pada bulan Sebtember - Desember III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan pada bulan Sebtember - Desember 2016, tempat pelaksanaan penelitian dilakukan di lahan pertanian Universitas Muhamadiyah

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Yogyakarta.

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Yogyakarta. III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Greenhouse dan Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Yogyakarta. Penelitian ini

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan di jalan Depag, Komplek Perumahan. Wengga 1 Blok B Nomor 54 Kelurahan Kasongan Lama, Kecamatan Katingan

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan di jalan Depag, Komplek Perumahan. Wengga 1 Blok B Nomor 54 Kelurahan Kasongan Lama, Kecamatan Katingan 1717 III. METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di jalan Depag, Komplek Perumahan Wengga 1 Blok B Nomor 54 Kelurahan Kasongan Lama, Kecamatan Katingan Hilir, Kabupaten Katingan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

Lebih terperinci

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 SIDIK CEPAT PEMILIHAN JENIS POHON HUTAN RAKYAT BAGI PETANI PRODUKTIFITAS TANAMAN SANGAT DIPENGARUHI OLEH FAKTOR KESESUAIAN JENIS DENGAN TEMPAT TUMBUHNYA, BANYAK PETANI YANG

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakchoy (Brassica rapa L.) Pakchoy (Sawi Sendok) termasuk tanaman sayuran daun berumur pendek yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Percobaan dan Laboratorium

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Percobaan dan Laboratorium I I I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan Percobaan dan Laboratorium penelitian Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium

Lebih terperinci

II. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Gunung Terang, Gang Swadaya VI,

II. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Gunung Terang, Gang Swadaya VI, II. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Gunung Terang, Gang Swadaya VI, Kecamatan Tanjung Karang Barat. Kota Bandar Lampung, mulai bulan Mei sampai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Tanaman Gladiol Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang sesuai dengan bentuk daunnya yang meruncing dan memanjang.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

Lebih terperinci

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk Standar Nasional Indonesia Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk ICS 65.020.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU

TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU ( Nicotiana tabacum L. ) Oleh Murhawi ( Pengawas Benih Tanaman Ahli Madya ) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya A. Pendahuluan Penanam dan penggunaan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. A 2 : 120 g/tanaman. A 3 : 180 g/tanaman

MATERI DAN METODE. A 2 : 120 g/tanaman. A 3 : 180 g/tanaman III. MATERI DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang beralamat di Jl. HR.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lahan pertanian milik masyarakat Jl. Swadaya. Desa Sidodadi, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatra

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Paprika Tanaman paprika (Capsicum annum var. grossum L.) termasuk ke dalam kelas Dicotyledonae, ordo Solanales, famili Solanaceae dan genus Capsicum. Tanaman paprika merupakan

Lebih terperinci

KURSUS GRATIS. Teknologi Budidaya Tanaman Jeruk dalam Pot (Tabulampot Jeruk) Oleh: Hadi Mulyanto, SP

KURSUS GRATIS. Teknologi Budidaya Tanaman Jeruk dalam Pot (Tabulampot Jeruk) Oleh: Hadi Mulyanto, SP KURSUS GRATIS Teknologi Budidaya Tanaman Jeruk dalam Pot (Tabulampot Jeruk) Oleh: Hadi Mulyanto, SP BALAI PENELITIAN TANAMAN JERUK DAN BUAH SUBTROPIKA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA BADAN

Lebih terperinci