MEMBANGUN ATURAN KABUR DARI DATA NUMERIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

SPK PENENTUAN TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN PADA RESTORAN XYZ

BAB II LANDASAN TEORI. papernya yang monumental Fuzzy Set (Nasution, 2012). Dengan

BAB 2 LANDASAN TEORI

MODUL PERKULIAHAN EDISI 1 MATEMATIKA DISKRIT

BAB 2 2. LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Metode Fuzzy. Analisis Keputusan TIP FTP UB

APLIKASI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DENGAN METODE TSUKAMOTO PADA PENENTUAN TINGKAT KEPUASAN PELANGGAN (STUDI KASUS DI TOKO KENCANA KEDIRI)

LOGIKA FUZZY. Kelompok Rhio Bagus P Ishak Yusuf Martinus N Cendra Rossa Rahmat Adhi Chipty Zaimima

Logika Matematika. Cece Kustiawan, FPMIPA, UPI

Kata kunci: Sistem pendukung keputusan metode Sugeno, tingkat kepribadian siswa

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam kondisi yang nyata, beberapa aspek dalam dunia nyata selalu atau biasanya

Unit 6 PENALARAN MATEMATIKA. Clara Ika Sari Budhayanti. Pendahuluan. Selamat belajar, semoga Anda sukses.

LOGIKA MATEMATIKA I. PENDAHULUAN

KISI-KISI SOAL UJIAN SEKOLAH SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK)

BAB II KAJIAN TEORI. Berikut diberikan landasan teori mengenai teori himpunan fuzzy, program

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Kata topologi berasal dari bahasa yunani yaitu topos yang artinya tempat

1.3 Pembuktian Tautologi dan Kontradiksi. Pernyataan majemuk yang selalu bernilai benar bagaimanapun nilai proposisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODOLOGI PENELITIAN

LOGIKA Matematika Industri I

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) diselenggarakan oleh suatu perguruan tinggi secara mandiri.

BAB 2 LANDASAN TEORI

Unit 5 PENALARAN/LOGIKA MATEMATIKA. Wahyudi. Pendahuluan

NEGASI KALIMAT DAN KALIMAT MAJEMUK (Minggu ke-3)

LOGIKA FUZZY FUNGSI KEANGGOTAAN

FUZZY LOGIC CONTROL 1. LOGIKA FUZZY

Logika & Himpunan 2013 LOGIKA MATEMATIKA. Oleh NUR INSANI, M.SC. Disadur dari BUDIHARTI, S.Si.

GLOSSARIUM. A Akar kuadrat

BAB 2 LANDASAN TEORI

FUZZY MULTI-CRITERIA DECISION MAKING

BAB II KAJIAN TEORI. masalah fuzzy linear programming untuk optimasi hasil produksi pada bab

LOGIKA MATEMATIKA LOGIKA. Altien Jonathan Rindengan, S.Si, M.Kom

Pengantar Kecerdasan Buatan (AK045218) Logika Fuzzy

SIMULASI SISTEM UNTUK PENGONTROLAN LAMPU DAN AIR CONDITIONER DENGAN MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERBANDINGAN METODE FUZZY SUGENO DAN METODE FUZZY MAMDANI DALAM PENENTUAN STOK BERAS PADA PERUM BULOG DIVISI REGIONAL SUMUT SKRIPSI

BAB II LANDASAN TEORI

PENALARAN DALAM MATEMATIKA

Relasi Tegas (Crips Relation)

MATERI PELAJARAN MATEMATIKA SMA KELAS X BAB I: BENTUK PANGKAT, AKAR, DAN LOGARITMA. 1.1 Pangkat Bulat. A. Pangkat Bulat Positif

BAB 2 LANDASAN TEORI

LOGIKA FUZZY PADA PROSES PELET PAKAN IKAN

HIMPUNAN. A. Pendahuluan

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini berisi tentang teori mengenai permasalahan yang akan dibahas

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

NURAIDA, IRYANTO, DJAKARIA SEBAYANG

PENENTUAN TINGKAT PELUNASAN PEMBAYARAN KREDIT PEMILIKAN MOBIL DI PT AUTO 2000 MENGGUNAKAN FUZZY MAMDANI

Logika. Arum Handini Primandari, M.Sc. Ayundyah Kesumawati, M.Si.

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

Penerapan FuzzyTsukamotodalam Menentukan Jumlah Produksi

BAB 1 OPERASI PADA HIMPUNAN BAHAN AJAR STRUKTUR ALJABAR, BY FADLI

Matematika Industri I

RUMUS-RUMUS TAUTOLOGI. (Minggu ke-5 dan 6)

PROYEKSI GEOMETRI FUZZY PADA RUANG

Himpunan Tegas (Crisp)

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

Penentuan Jumlah Produksi Kue Bolu pada Nella Cake Padang dengan Sistem Inferensi Fuzzy Metode Sugeno

Himpunan Fuzzy. Sistem Pakar Program Studi : S1 sistem Informasi

MATEMATIKA DISKRIT LOGIKA

DENIA FADILA RUSMAN

Aplikasi Graf Fuzzy dan Aljabar Max-Plus untuk Pengaturan. Lampu Lalu Lintas di Simpang Empat Beran Kabupaten Sleman

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERTEMUAN 3 DASAR-DASAR LOGIKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SISTEM INFERENSI FUZZY (METODE TSUKAMOTO) UNTUK PENENTUAN KEBUTUHAN KALORI HARIAN OLEH

Penerapan Metode Fuzzy Mamdani Pada Rem Otomatis Mobil Cerdas

PERNYATAAN (PROPOSISI)

BAB II TAUTOLOGI DAN PRINSIP-PRINSIP PEMBUKTIAN

BAHAN KULIAH LOGIKA MATEMATIKA

MATEMATIKA DISKRIT. Logika

BAB I TAUTOLOGI DAN PRINSIP-PRINSIP PEMBUKTIAN

Erwien Tjipta Wijaya, ST.,M.Kom

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENGGUNAAN SISTEM INFERENSI FUZZY UNTUK PENENTUAN JURUSAN DI SMA NEGERI 1 BIREUEN

B. Proposisi (Pernyataan) yaitu kalimat yang mempunyai nilai salah atau benar tetapi tidak sekaligus keduanya

DURASI PEMELAJARAN KURIKULUM SMK EDISI 2004

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Fuzzy Logic. Untuk merepresentasikan masalah yang mengandung ketidakpastian ke dalam suatu bahasa formal yang dipahami komputer digunakan fuzzy logic.

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR i. DAFTAR ISI. iv. DAFTAR GAMBAR. viii. DAFTAR TABEL. x. DAFTAR LAMPIRAN.. xi. 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah..

BAB II. Konsep Dasar

KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN SEKOLAH SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) DINAS PENDIDIKAN PROVINSI DKI JAKARTA MATA PELAJARAN : MATEMATIKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Himpunan dan Fungsi. Modul 1 PENDAHULUAN

OPERASI HITUNG PADA BILANGAN KABUR

BAB I H I M P U N A N

Fuzzy Inference System untuk Mengurangi Kemacetan di Perempatan Jalan

Menentukan Jumlah Produksi Berdasarkan Permintaan dan Persediaan Dengan Logika Fuzzy Menggunakan Metode Mamdani

F/751/WKS1/ SMK NEGERI 2 WONOGIRI KISI-KISI PEMBUATAN SOAL UJIAN SEMESTER GASAL TAHUN PELAJARAN 2011/2012

HIMPUNAN. A. Pendahuluan

REKOMENDASI PEMILIHAN LAPTOP MENGGUNAKAN SISTEM INFERENSI FUZZY TSUKAMOTO

PENGERTIAN. Proposisi Kalimat deklaratif yang bernilai benar (true) atau salah (false), tetapi tidak keduanya. Nama lain proposisi: kalimat terbuka.

manusia diantaranya penyakit mata konjungtivitis, keratitis, dan glaukoma.

Transkripsi:

MEMBANGUN ATURAN KABUR DARI DATA NUMERIS Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika Oleh: Athanasia Anisa Angki P NIM : 003408 PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 008

GENERATING FUZZY RULES OF NUMERICAL DATA Thesis Presented as Partial Fulfillment of Requirements to Obtain the Sarjana Sains Degree In Mathematics By Athanasia Anisa Angki P Student Number : 003408 MATHEMATICS DEPARTEMENT SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA 008

ii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI iii

PERSEMBAHAN Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus. (Filippi 4:6-7) Kupersembahkan skripsi ini sebagai ucapan syukurku kepada : Bapaku Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu setia dan memberiku kekuatan di saat aku jatuh Ibu dan Bapak, yang selalu mendukung dan mendoakan dalam setiap langkah-langkahku Hendy dan Yoga yang selalu memotivasiku untuk cepet lulus Bulek dan keluargaku yang selalu mendukung segala keputusanku Seseorang yang selalu ada dengan segala kesabarannya Sahabat-sahabatku terkasih dan Almameterku iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah. Yogyakarta, 008 Penulis Athanasia Anisa Angki P v

vi

KATA PENGANTAR Dengan mengucap puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-nya sehingga skripsi yang berjudul Membangun Aturan Kabur dari Data Numeris ini dapat diselesaikan dengan baik. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) pada Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma. Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan banyak terima kasih pada berbagai pihak yang telah ikut membantu dalam menyelesaikan Skripsi ini, khususnya pada:. Bapak Eko Hari Parmadi, S.Si.,M.Kom, selaku dosen pembimbing dan Dosen Ilmu Komputer Universitas Sanata Dharma. Ibu Lusia Krismiyati, S.,Si, M.,Si selaku Ketua Program Studi Matematika. 3. Ibu M. V. Any Herawati, S.Si.,M.Si, selaku pembimbing akademik dan dosen FMIPA, Bapak Y.G. Hartono, S.Si. M.Sc, Bapak Ir. Ig. Aris Dwiatmoko, M.Sc dan juga seluruh Dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sanata Dharma yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 4. Ibu Warni, Pak Tukijo, dan Mbak Linda selaku staf administrasi FMIPA Universitas Sanata Dharma. vii

5. Bapak Paulus Salam, Ibu Yohana Sri Aryani, Hendy dan Yoga. Terima kasih banyak atas dukungan, motivasi dan kasih sayang yang kalian berikan selama ini, semua itu tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. 6. Untuk semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Akhir kata penulis berharap semoga dengan tersusunnya skripsi ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa Jurusan matematika khususnya dan bagi Mahasiswa Universitas Sanata Dharma pada umumnya. Yogyakarta, Maret 008 Penulis (Athanasia Anisa Angki P) viii

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... i ii iii iv v LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... ABSTRAK... ABSTRACT... vi vii ix xi xiii xiv xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah... B. Perumusan Masalah... C. Pembatasan Masalah... D. Tujuan Penulisan... E. Manfaat Penulisan... F. Metode Penulisan... 3 G. Sistematika Penulisan... 3 ix

BAB II LANDASAN TEORI A. Himpunan Kabur... 5 B. Operasi pada Himpunan Kabur... C. Perampatan Operasi Baku pada Himpunan Kabur... 9 D. Logika Proposisi... E. Logika Kabur... 6 F. Relasi Kabur... 9 G. Proposisi Kabur... 34 H. Implikasi Kabur... 36 I. Basis Pengetahuan... 39 BAB III MEMBANGUN ATURAN KABUR DARI DATA NUMERIS... 43 BAB IV PENERAPAN ATURAN KABUR DARI DATA NUMERIS PADA SISTEM KENDALI TRUK A. Permasalahan pada Kontrol Sistem Kendali Truk... 50 B. Membangun Aturan Kabur dari Data Numeris untuk Sistem Kendali Truk... 5 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 7 DAFTAR PUSTAKA... 73 x

DAFTAR GAMBAR Gambar... Grafik Fungsi Keanggotaan Hinpunan Kabur A ~... 9 Gambar... Fungsi Keanggotaan Segitiga ( x a, b, c) Gambar..3. Fungsi Keanggotaan Trapesium ( x a, b, c, d ) ;... ;... Gambar... Grafik Fungsi Keanggotaan Hinpunan Kabur A ~... 5 Gambar... Grafik Fungsi Keanggotaan Hinpunan Kabur B ~... 6 ~ Gambar..3. Grafik Fungsi Keanggotaan Hinpunan Kabur A... 8 ~ Gambar..4. Grafik Fungsi Keanggotaan Hinpunan Kabur B... 8 Gambar.5.. Gambar Kecepatan Mobil... 8 Gambar.9.. Fungsi Keanggotaan Himpunan-himpunan Kabur yang terkait dengan Nilai-nilai Linguistik untuk Variabel y pada Semesta [ a,a]... 40 Gambar 3. Himpunan Kabur Input... 44 Gambar 3. Himpunan Kabur Output... 45 Gambar 3.3. Membagi Input dan Output menjadi Himpunan Nilai Linguistik dan Korespondensi Fungsi Keanggotaan... 46 Gambar 3.4. Ilustrasi tabel Look-up dari Aturan Dasar Kabur... 48 Gambar 4.. Diagram Simulasi Truk dan Daerah Muatan... 50 Gambar 4.. Fungsi Keanggotaan Kabur untuk ( )... 5 Gambar 4.3. Fungsi Keanggotaan Kabur untuk ( x)... 54 xi

Gambar 4.4. Fungsi Keanggotaan Kabur untuk ( θ )... 55 Gambar 4.5. Hasil Akhir Membangun Aturan Kabur dari Data Numeris untuk Masalah Sistem Kendali pada Truk... 69 xii

DAFTAR TABEL Tabel.4... Tabel Nilai Kebenaran Negasi... Tabel.4... Tabel Nilai Kebenaran Konjungsi... 3 Tabel.4..3. Tabel Nilai Kebenaran Disjungsi... 4 Tabel.4..4. Tabel Nilai Kebenaran Implikasi... 5 Tabel.4..5. Tabel Nilai Kebenaran Biimplikasi... 6 0 Tabel 4.. Panjang Lintasan Dimulai dari (, ) (, ) x... 5 0 0 0 Tabel 4.. Aturan Kabur yang Dibangun dari Pasangan Terurut Input-Output dari Tabel 4. dan Derajat Kebenaran... 7 xiii

A B S T R A K Membangun aturan kabur dari data numeris dapat dicari dengan beberapa cara, yaitu metode penyebaran balik, metode kuadrat terkecil dan metode bentuk tabel. Metode bentuk tabel dipilih karena metode ini lebih mudah dan lebih sederhana daripada kedua metode lainnya. Metode bentuk tabel ini disajikan dengan menggunakan aturan kabur JIKA- MAKA. Untuk membangun aturan kabur dari data numeris dibutuhkan empat langkah, yaitu mendefinisikan himpunan kabur pada ruang semesta input dan output, membangun aturan kabur dari data pasangan berurutan, menentukan derajat kebenaran dari masing-masing aturan, dan menyusun tabel look-up. Hasil yang diperoleh dari metode ini adalah sebuah tabel. xiv

ABSTRACT Generating fuzzy rules from numerical data can be found with many ways, like back-propagation algorithm, orthogonal least squares algorithm, and table-lookup scheme. Table-lookup scheme method is a simple method and more easier than other methods. Table-lookup scheme method is designed with linguistic fuzzy IF-THEN rules and need four step to generate fuzzy rules from numerical data. The steps are define the input and output spaces into fuzzy regions, generate fuzzy rules from given data pairs, assign a degree to each rule, and create a combined fuzzy rule base. The result from this methods is table-lookup scheme. xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam membangun aturan kabur dari data numeris terdapat beberapa metode antara lain metode penyebaran balik, metode kuadrat terkecil ortogonal dan metode bentuk tabel. Konsep dasar dari metode penyebaran balik adalah metode ini dapat dipakai pada berbagai jaringan arus-maju. Jika sistem logika kabur digambarkan sebagai jaringan arus-maju maka dapat digunakan metode ini untuk menyelesaikannya. Sedangkan metode kuadrat terkecil ortogonal digunakan untuk menentukan fungsi basis kabur dan parameter sisa. Metode ini menggunakan prosedur one-pass dan ini lebih cepat dibandingkan metode penyebaran balik. Sehingga pada metode penyebaran balik dan metode kuadrat terkecil ortogonal, metode-metode tersebut tidak cukup sederhana karena membutuhkan perhitungan secara intensif. Di dalam membangun aturan kabur dari data numeris kita menemukan metode yang sangat sederhana untuk merancang sistem kabur yang sesuai yang ditunjukkan dengan operasi nilai tunggal pada pasangan terurut numeris dan aturan bahasa kabur JIKA-MAKA. Tulisan ini akan membahas tentang membangun aturan kabur dari data pasangan berurutan, mengumpulkan aturan yang dibangun dan aturan bahasa menjadi sebuah dasar aturan kabur pada umumnya dan untuk membentuk akhir sebuah sistem logika kabur berdasar pada penggabungan aturan dasar kabur

B. Perumusan Masalah Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut :. Bagaimana membangun aturan kabur dari data numeris?. Bagaimana penerapan membangun aturan kabur dari data numeris? C. Pembatasan Masalah Dalam topik ini masalah dibatasi pada data yang dimasukkan yaitu data berupa pasangan terurut dan aturan yang digunakan yaitu implikasi kabur Mamdani. D. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan skripsi ini adalah menjawab masalah-masalah yang terdapat pada perumusan masalah yaitu :. Dapat membangun aturan kabur dari data numeris. Implementasi membangun aturan kabur dari data numeris E. Manfaat Penulisan Manfaat yang diperoleh dari mempelajari topik ini adalah diperoleh cara atau metode yang lebih mudah dan sederhana dalam membangun aturan kabur dari data numeris.

F. Metode Penulisan Metode yang digunakan penulis adalah studi pustaka, yaitu dengan mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan membangun aturan kabur dari data numeris. G. Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Pembatasan Masalah D. Tujuan Penulisan E. Manfaat Penulisan F. Metode Penulisan G. Sistematika Penulisan BAB II : LANDASAN TEORI A. Himpunan Kabur B. Operasi pada Himpunan Kabur C. Perampatan Operasi Baku pada Himpunan Kabur D. Logika Proposisi E. Logika Kabur F. Relasi Kabur G. Proposisi Kabur 3

H. Implikasi Kabur I. Basis Pengetahuan BAB III : MEMBANGUN ATURAN KABUR DARI DATA NUMERIS BAB IV : PENERAPAN ATURAN KABUR DARI DATA NUMERIS PADA SISTEM KENDALI TRUK A. Permasalahan pada Kontrol Sistem Kendali Truk B. Membangun Aturan Kabur dari Data Numeris untuk Sistem Kendali Truk BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran 4

BAB II LANDASAN TEORI A. Himpunan Kabur Banyak situasi di dalam kehidupan sehari-hari yang kita jumpai terdefinisi secara tidak tegas, misalnya himpunan orang miskin, himpunan orang pandai, himpunan orang yang tinggi, dan sebagainya. Misalnya, murid yang mempunyai nilai rata-rata 8 mempunyai derajat keanggotaan 0.9, yaitu pandai ( 8 ) 0. 9, dan murid yang mempunyai nilai rata-rata 6 mempunyai derajat keanggotaan 0.5, yaitu ( 6 ) 0. 5 pandai tersebut., dalam himpunan kabur pandai Teori himpunan kabur diperkenalkan oleh Lotfi A. Zadeh pada tahun 965. Zadeh membuat suatu terobosan baru dengan memperluas konsep himpunan klasik menjadi himpunan kabur untuk mengatasi permasalahan himpunan dengan batas yang tidak tegas itu. Zadeh juga mengaitkan himpunan semacam itu dengan suatu fungsi yang menyatakan derajat kesesuaian unsurunsur dalam semestanya dengan konsep yang merupakan syarat keanggotaan himpunan tersebut. Fungsi itu disebut fungsi keanggotaan dan nilai fungsi itu disebut derajat keanggotaan suatu unsur dalam himpunan itu (Susilo, 003). Definisi.. Fungsi karakteristik dari suatu himpunan A adalah suatu fungsi dari himpunan semesta X ke himpunan { 0, } yang dinyatakan dengan 5

χ A : X { 0, } Definisi.. Himpunan kabur adalah himpunan di mana nilai fungsi karakteristik untuk tiap elemennya ada di dalam selang tertutup [ 0, ]. Definisi..3 Diberikan himpunan semesta X. Suatu himpuanan kabur A ~ dalam semesta X adalah pemetaan A ~ dimana nilai fungsi ( x) himpunan kabur A ~. dari X ke selang [ 0, ], yaitu : [ 0, ] ~ X menyatakan derajat keanggotaan unsur x X dalam A ~ Nilai fungsi sama dengan menyatakan keanggotaan penuh, dan nilai fungsi sama dengan 0 menyatakan samasekali bukan anggota himpunan kabur tersebut. Jadi fungsi keanggotaan dari suatu himpunan tegas A dalam semesta X adalah pemetaan dari X ke himpunan { 0,}, yang tidak lain daripada fungsi karakteristik χ A, yaitu: A χ A ( x) 0 jika x A jika x A Suatu himpunan kabur A ~ dalam semesta pembicara X dapat dinyatakan sebagai himpunan pasangan terurut { ( x, ( x) ) x X} ~ A ~ A 6

dimana A ~ adalah fungsi keanggotaan dari himpunan kabur A~, yang merupakan suatu pemetaan dari himpunan semesta X ke selang tertutup [ 0,]. Apabila semesta X adalah himpunan yang kontinu, maka himpunan kabur A ~ seringkali dinyatakan dengan: ~ A ~ A x X ( x) x dimana tanda pengintegralan bukan notasi pengintegralan seperti yang dikenal dalam kalkulus, melainkan menyatakan himpunan semua unsur x X bersama dengan derajat keanggotaannya dalam himpunan kabur A ~. Contoh.. Misalkan A adalah himpunan bilangan asli yang dekat dengan 0, dimana R adalah himpunan bilangan asli dari r 5 dan himpunan kabur A ~ merupakan himpunan bilangan real yang dekat dengan 0 yang dapat dinyatakan sebagai ~ A + x R ( x 0) x 0./ 6 + 0./ 7 + 0./8 + 0.5/ 9 + /0 + 0.5/+ 0./ + 0./3 + 0./4 Dalam penyajian himpunan kabur, derajat keanggotaan 0 biasanya tidak dituliskan. Apabila semesta X adalah himpunan yang diskret, maka himpunan kabur A ~ seringkali dinyatakan dengan: 7

~ A ~ A x X ( x) x dimana tanda sigma bukan menyatakan operasi jumlahan seperti yang dikenal dalam aritmatika, tetapi menyatakan himpunan semua unsur x X bersama dengan derajat keanggotaannya dalam himpunan kabur A ~. Contoh.. Dalam semesta { 5, 4, 3,,, 0,,, 3, 4, 5} X dimana X adalah himpunan bilangan bulat dari 5 x 5, himpunan kabur A ~ adalah himpunan bilangan bulat yang dekat dengan nol yang dapat dinyatakan sebagai ~ A ~ A x X ( x) x 0/-5 + 0./-4 + 0.3/-3 + 0.5/- + 0.7/- + /0 + 0.7/ + 0.5/ + 0.3/3 + 0./4 + 0/5 Contoh..3 Diberikan himpunan kabur A ~ dengan fungsi keanggotaan didefinisikan sebagai berikut : ~ A ( x) 0 x 0 5 60 x 5 jika jika jika jika 0 x 0 0 x 35 35 x 45 45 x 60 atau 60 x 00 8

Maka grafik fungsi keanggotaannya dilukiskan sebagai berikut : Gambar... Grafik fungsi keanggotaan himpunan kabur A ~ Definisi..4 Pendukung (support) dari suatu himpunan kabur A ~ adalah himpunan tegas yang memuat semua unsur dari semesta yang mempunyai derajat keanggotaan taknol dalam A ~, yaitu Pend ~ ( A) { x X ~ ( x) > 0}. A Definisi..5 Tinggi (height) dari suatu himpunan kabur A ~ didefinisikan sebagai Tinggi ~ ( A) sup ~ ( x) x X { }. A Definisi..6 Pusat dari suatu himpunan kabur didefinisikan sebagai berikut : 9

Jika nilai purata (pusat rata-rata) dari semua titik di mana fungsi keanggotaan himpunan kabur itu mencapai nilai maksimum adalah berhingga, maka pusat himpunan kabur itu adalah nilai purata (pusat ratarata) tersebut. Jika nilai purata itu takhingga positif (negatif), maka pusat himpunan kabur itu adalah yang terkecil (terbesar) di antara semua titik yang mencapai nilai fungsi keanggotaan maksimum. Definisi..7 Suatu fungsi keanggotaan himpunan kabur disebut fungsi keanggotaan segitiga jika mempunyai tiga buah parameter, yaitu a, b, c R dengan a b c, dan dinyatakan dengan Segitiga ( x a, b, c) ; dengan aturan : Segitiga ( x; a, b, c) x a b a c x c b 0 untuk a x b untuk b x c untuk lainnya Fungsi keanggotaan tersebut juga bisa dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut : Segitiga ( x; a, b, c) max min,, 0. x a b a c x c b 0

0 a b c Gambar... Fungsi Keanggotaan Segitiga ( x ; a, b, c) R Definisi..8 Suatu fungsi keanggotaan himpunan kabur disebut fungsi keanggotaan trapesium jika mempunyai empat buah parameter, yaitu a, b, c, d R dengan a b c d, dan dinyatakan dengan Trapesium ( x a, b, c, d ) ; dengan aturan : Trapesium ( x; a, b, c, d ) x a b a d x d c 0 untuk a x b untuk b x c untuk c x d untuk lainnya Fungsi keanggotaan tersebut juga bisa dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut : Trapesium ( x; a, b, c, d ) max min,,, 0. x a b a d x d c

0 a b c d Gambar..3. Fungsi Keanggotaan Trapesium ( x ; a, b, c, d ) R B. Operasi pada Himpunan Kabur Seperti halnya pada himpunan tegas, kita dapat mendefinisikan operasi uner komplemen dan operasi-operasi biner gabungan dan irisan pada himpunan kabur. Karena suatu himpunan tegas dapat dinyatakan secara lengkap dengan fungsi karakteristiknya, maka ketiga operasi pada himpunan tegas itu dapat didefinisikan dengan menggunakan fungsi karakteristik itu. Definisi.. Komplemen dari suatu himpunan kabur A ~ ~ adalah himpunan kabur A dengan fungsi keanggotaan untuk setiap x X. A ( x) ( x) ~ ~ A

Contoh.. Diberikan semesta X adalah nilai-nilai ujian, { 0, 0,30, KKK,00} X. Himpunan kabur A ~ didefinisikan himpunan kabur Tinggi yang dinyatakan : A ~ 0./50 + 0.3/60 + 0.5/70 + 0.8/80 +/90 + /00 dan himpunan kabur B ~ didefinisikan himpunan kabur Sedang yang dinyatakan B ~ 0./30 + 0.5/40 + 0.5/50 + /60 + 0.8/70 + 0.5/80 Maka komplemen dari himpunan kabur A ~ adalah A ~ /0 + /0 + /30 + /40 + 0.9/50 + 0.7/60 + 0.5/70 + 0./80 dan komplemen dari himpunan kabur B ~ adalah /00 B ~ /0 + /0 + 0.9/30 + 0.5/40 + 0.5/50 + 0./70 + 0.5/80 + /90 + dimana komplemen dari himpunan kabur A ~ didefinisikan sebagai himpunan kabur Tidak Tinggi dan komplemen dari himpunan kabur B ~ didefinisikan sebagai himpunan kabur Tidak Sedang. Definisi.. Gabungan dua buah himpunan kabur A ~ dan himpunan kabur B ~ adalah himpunan kabur untuk setiap A ~ B ~ dengan fungsi keanggotaan: x X. { } ( x) max ~ ( x) ~ ( x) ~ ~, A B A B 3

Contoh.. Dari contoh.., gabungan dari himpunan kabur A ~ dan himpunan kabur B ~ adalah ~ ~ A B 0./ 30 + 0.5/ 40 + 0.5/ 50 + / 60 + 0.8/ 70 + 0.8/80 + /90 + /00 Definisi..3 Irisan dua buah himpunan kabur A ~ dan himpunan kabur B ~ adalah himpunan kabur untuk setiap A ~ B ~ dengan fungsi keanggotaan x X. { } ( x) min ~ ( x) ~ ( x) ~ ~, A B A B Contoh..3 Dari contoh.., irisan dari himpunan kabur A ~ dan himpunan kabur B ~ adalah ~ ~ A B 0./ 50 + 0.3/ 60 + 0.5/ 70 + 0.5/ 80 Contoh..4 Misalkan dalam semesta Χ {-4, -3, -, -, 0,,, 3, 4, 5, 6} diketahui ~ himpunan-himpunan kabur A 0.3/-3 + 0.5/- + 0.7/- + /0 + 0.7/ + 0.5/ ~ +0.3/3 dan B 0./- + 0.3/0 + 0.8/ + ½ + 0.7/3 + 0.4/4 + 0./5, maka ~ A /-4 + 0.7/-3 + 0.5/- + 0.3/- + 0.3/ + 0.5/ + 0.7/3 + ¼ + /5 + /6 4

~ ~ A B 0.3/-3 + 0.5/- + 0.7/- + /0 + 0.8/ + ½ + 0.7/3 + 0.4/4 + 0./5 ~ ~ A B 0./- + 0.3/0 + 0.7/ + 0.5/ + 0.3/3 Contoh..5 Misalkan A ~ adalah himpunan kabur dengan fungsi keanggotaan : ~ A ( x) 0 x 0 0 30 x 0 jika jika jika x 0 atau x 30 0 x 0 0 x 30 Maka grafik fungsi keanggotaan dari himpunan kabur A ~ dapat dilukiskan sebagai berikut : 0.5 A ~ -0-0 0 0 30 40 R Gambar... Grafik fungsi keanggotaan himpunan kabur A ~ 5

dan B ~ adalah himpunan kabur dengan fungsi keanggotaan sebagai berikut : ~ B ( x) 0 x 0 0 50 x 0 jika jika jika x 0 atau 0 x 30 30 x 50 x 50 Maka grafik fungsi keanggotaan dari himpunan kabur B ~ dapat dilukiskan sebagai berikut : 0.5 B ~ -0 0 0 30 50 60 R Gambar... Grafik fungsi keanggotaan himpunan kabur B ~ Dengan menggunakan definisi komplemen himpunan kabur dapat diperoleh fungsi keanggotaan komplemen dari himpunan kabur A ~ sebagai berikut : 6

~ A ( x) 0 0 x 0 x 0 0 jika jika jika x 0 atau 0 x 0 0 x 30 x 30 ~ A ( x) 0 x 0 x 0 0 jika jika jika x 0 atau 0 x 0 0 x 30 x 30 dan fungsi keanggotaan komplemen dari himpunan kabur B ~ sebagai berikut : ~ B ( x) 0 x 0 0 50 x 0 jika jika jika x 0 atau 0 x 30 30 x 50 x 50 ~ B ( x) 30 x 0 x 30 0 jika jika jika x 0 atau 0 x 30 30 x 50 x 50 Grafik fungsi keanggotaan komplemen dari himpunan kabur A ~ dan B ~ dapat dilukiskan sebagai berikut : 7

~ Gambar..3. Grafik fungsi keanggotaan himpunan kabur A ~ Gambar..4. Grafik fungsi keanggotaan himpunan kabur B Ketiga operasi yang didefinisikan di atas disebut operasi baku untuk komplemen, gabungan dan irisan pada himpunan kabur. 8

C. Perampatan Operasi Baku pada Himpunan Kabur Definisi.3 Suatu pemetaan : [ 0, ] [ 0,] aksioma sebagai berikut: k disebut komplemen kabur jika memenuhi. ( 0 ) dan k( ) 0 k (syarat batas). Jika y, maka k( x) k( y) untuk semua x, y [ 0,] taknaik) x (syarat Suatu kelas pemetaan yang merupakan komplemen kabuar adalah kelas Sugeno yang didefinisikan sebagai berikut: k λ ( x) dengan parameter (, ) λ. x + λx Untuk setiap nilai parameter λ diperoleh suatu komplemen kabur. Untuk λ 0, diperoleh operasi komplemen baku, yaitu k ( x) x 0, di mana x adalah derajat keanggotaan suatu elemen dalam suatu himpunan kabur A ~ dan k 0 ( x) adalah ~ derajat keanggotaan elemen tersebut dalam himpunan kabur A (komplemen dari himpunan kabur A ~ ). Definisi.3. Suatu pemetaan : [ 0,] [ 0,] [ 0,] s disebut gabungan kabur (norma-s) jika memenuhi aksioma-aksioma sebagai berikut:. s ( 0, x ) s ( x, 0 ) x dan (, ) s (syarat batas) 9

. s ( x y ) s ( y, x), (syarat komutatif) 3. Jika x x dan y y [ 0,] x, y (syarat takturun) 4. s ( s( x y), z) s( x, s ( y, z)), maka s ( x y) s( x, y ), (syarat asosiatif) Operasi gabungan baku, yaitu s ( x y ) max{ x, y}, untuk semua,, merupakan norma-s. Definisi.3.3 Suatu pemetaan : [ 0,] [ 0,] [ 0,] t disebut irisan kabur (norma-t) jika memenuhi aksioma-aksioma sebagai berikut:. t ( x, ) t (, x ) x dan ( 0,0 ) 0. t ( x y ) t ( y, x) t (syarat batas), (syarat komutatif) 3. Jika x x dan y y [ 0,] x, y (syarat takturun) 4. t ( t ( x y), z) t ( x, t ( y, z)), maka t ( x y) t ( x, y ), (syarat asosiatif) Operasi irisan baku, yaitu t ( x y) min{ x, y}, untuk semua,, merupakan suatu norma-t. Contoh-contoh lain dari norma-t adalah sebagai berikut: a. Darab aljabar: t da ( x, y) xy b. Darab Einstein: ( x, y) t de c. Darab drastis: ( x y) t dd xy ( x + y xy) x jika y, y jika x 0 jika lainnya 0

D. Logika Proposisi Logika proposisi mempelajari penalaran manusia dengan menggunakan proposisi yaitu kalimat yang mempunyai nilai benar atau salah. Logika yang hanya mengenal dua nilai kebenaran ini juga disebut logika dwinilai. Suatu proposisi disebut proposisi atomik bila proposisi itu memuat proposisi lain sebagai komponennya. Contoh 4. Matahari terbit pada pagi hari Bilangan 5 habis dibagi Proposisi atomik dapat disajikan dengan menggunakan lambang huruf kecil, seperti a, b, c, dst. Apabila lambang-lambang huruf itu menyajikan proposisi yang tidak tertentu, maka lambang itu disebut variabel proposisi(susilo, 003)..4. Perangkai Logis Semua proposisi bukan atomik merupakan proposisi majemuk dan semua proposisi majemuk memiliki minimal satu perangkai logis. Perangkai logis yang hanya melibatkan satu proposisi atomik disebut perangkai uner, sedangkan perangkai logis yang melibatkan dua proposisi atomik disebut perangkai biner. Ada lima buah perangkai logis yang akan dibahas, yaitu negasi, konjungsi, disjungsi, implikasi dan biimplikasi.

.4.. Negasi Negasi dari proposisi lain adalah proposisi yang diperoleh dengan menambahkan kata tidak atau menyisipkan kata bukan pada proposisi semula. Negasi dari suatu proposisi p disajikan dengan lambang p. Contoh.4.. p x 0, x R maka p x < 0, x R atau p tidak benar bahwa x 0, x R Definisi.4.5 Jika p suatu proposisi maka proposisi tidak p mempunyai nilai kebenaran salah bila proposisi semula bernilai benar atau sebaliknya. Tabel.4.. Tabel Nilai Kebenaran Negasi p p 0 0.4.. Konjungsi Konjungsi dua buah proposisi adalah proposisi yang diperoleh dengan menghubungkan kedua proposisi itu dengan menggunakan kata perangkai dan. Perangkai dan disajikan dengan.

Contoh.4.. p 3 adalah bilangan prima ganjil q adalah bilangan prima genap maka p q 3 adalah bilangan prima ganjil dan adalah bilangan prima genap. Definisi.4.6 Jika p dan q adalah dua buah proposisi maka proposisi majemuk p dan q bernilai benar bila keduanya bernilai benar. Tabel.4.. Tabel Nilai Kebenaran Konjungsi p p p q 0 0 0 0 0 0 0.4..3 Disjungsi Disjungsi dua buah proposisi adalah proposisi yang diperoleh dengan menghubungkan kedua proposisi itu dengan menggunakan kata perangkai atau dan disajikan dengan lambang. Contoh.4..3 p 7 merupakan bilangan prima 3

q 7 merupakan bilangan ganjil maka p q 7 merupakan bilangan prima atau bilangan ganjil Definisi.4.7 Jika p dan q adalah dua buah proposisi maka proposisi majemuk p atau q bernilai benar bila sekurang-kurangnya salah satu dari kedua proposisi itu bernilai benar. Tabel.4..3 Tabel Nilai Kebenaran Disjungsi p p p q 0 0 0 0 0.4..4 Implikasi Implikasi dua buah proposisi adalah proposisi yang diperoleh dengan menghubungkan kedua proposisi itu dengan menggunakan kata perangkai jika maka (if then ) dan disajikan dengan lambang p q. Proposisi p disebut dengan anteseden sedangkan proposisi q konsekuen. Contoh.4..4 p persamaan kuadrat ax + bx + c 0 mempunyai akar-akar real. 4

q b 4ac > 0. p q jika persamaan kuadrat ax + bx + c 0 mempunyai akar-akar real maka b 4ac > 0. Definisi.4.8 Jika p dan q adalah dua buah proposisi maka suatu implikasi bernilai benar bila antesedennya bernilai salah atau konsekuennya bernilai benar. Tabel.4..4 Tabel Nilai Kebenaran Implikasi p q p q 0 0 0 0 0.4..5 Biimplikasi Biimplikasi dua buah proposisi adalah proposisi yang diperoleh dengan menghubungkan kedua proposisi itu dengan menggunakan kata perangkai jhj dan disajikan dengan lambang p q. Contoh.4..5 p dua garis saling berpotongan tegak lurus. q dua garis saling membentuk sudut 0 90. 5

Maka p q adalah dua garis saling berpotongan tegak lurus jika dan hanya jika kedua garis itu saling membentuk sudut 0 90. Definisi.4.9 Jika p dan q adalah dua buah proposisi maka proposisi majemuk p jika dan hanya jika q bernilai benar jika kedua proposisi bernilai benar atau kedua-duanya bernilai salah. Tabel.4..5 Tabel Nilai Kebenaran Biimplikasi p q p q 0 0 0 0 0 0 E. Logika Kabur Logika yang biasanya kita pakai dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam penalaran ilmiah, yaitu logika dimana setiap proposisi (pernyataan) mempunyai dua kemungkinan nilai, yaitu nilai benar atau nilai salah dan tidak kedua-duanya (Susilo, 003). Yang menjadi dasar dari logika kabur adalah logika dengan tak berhingga banyak nilai kebenaran yang dinyatakan dengan bilangan real dalam selang [ 0,]. 6

Definisi.5. Variabel linguistik adalah variabel yang nilainya bukan merupakan bilangan tetapi kata-kata atau kalimat-kalimat dalam bahasa sehari-hari. Variabel linguistik ditentukan oleh suatu rangkap-5 ( x T, X, G, M ), di mana x adalah lambang variabelnya, T adalah himpunan nilai-nilai linguistik yang dapat menggantikan x, X adalah semesta numeris dari nilai-nilai linguistik dalam T, G adalah himpunan aturan-aturan sintakis yang mengatur pembentukan istilahistilah anggota T, dan M adalah himpunan aturan-aturan simantik yang mengaitkan setiap istilah dalam T dengan suatu himpunan kabur dalam semesta X (Susilo, 003). Contoh.5. Kecepatan sebuah mobil adalah variabel x yang mempunyai interval [, ] 0 V, max dimana V max adalah kecepatan maksimum mobil tersebut. Kita tentukan 3 himpunan kabur lambat, sedang, dan cepat dalam [, ] 0 V seperti pada gambar.4.. Jika kita lihat x sebagai variabel linguistik, maka lambat, sedang, dan cepat juga sebagai variabel linguistik. Maka bisa dikatakan x adalah lambat, x adalah sedang, dan x adalah cepat. X dapat diambil di dalam interval [, ] mph, dan sebagainya. max max 0 V, contohnya x 50 mph, 35 7

slow medium fast Speed of car (mph) 0 35 55 75 V max Gambar.5. Kecepatan mobil Contoh.5. Bila variabel linguistik adalah umur, maka sebagai himpunan nilai-nilai linguistik dapat diambil himpunan istilah-istilah T {muda, sangat muda, agak muda, tidak muda, tidak sangat muda, tidak muda dan tidak tua, agak tua, tua, tidak sangat tua, sangat tua}, dengan semesta X [ 0,00], aturan semantik yang mengaitkan setiap istilah dalam T dengan suatu himpunan kabur dalam semesta X. Definisi.5. Pengubah linguistik adalah suatu kata yang dipergunakan untuk mengubah suatu kata/istilah menjadi kata/istilah yang baru dengan makna yang baru pula. Dua peubah linguistik yang paling sering dipakai adalah sangat dan agak. Contoh.5.3 X dan himpunan kabur kecil didefinisikan Misalkan {,, L,5} kecil /+ 0.8/ + 0.6/3 + 0.4/ 4 + 0./5 8

Maka menurut definisi diatas sangat kecil /+ 0.64/ + 0.36/3 + 0.6/ 4 + 0.04/5 sangat sangat kecil / + + 0.056 ( sangat ) sangat kecil 0.4096 / + / 4 + 0.96 0.006 / 5 / 3 agak kecil /+ 0.8944/ + 0.7746/3 + 0.635/ 4 + 0.447/5 Definisi.5.3 Misal A himpunan kabur dalam X, maka sangat A adalah himpunan kabur dalam X dengan fungsi keanggotaan A ( x) [ ( x) ] sangat A Definisi.5.4 Misal A himpunan kabur dalam X, maka X dengan fungsi keanggotaan A agak A adalah himpunan kabur dalam ( x) [ ( x) ] agak A F. Relasi Kabur Definisi.6. Misalkan R X Y dan R Y Z adalah dua buah relasi tegas. Komposisi relasi tegas R dan R yang dinotasikan dengan R o R, didefinisikan sebagai relasi 9

R o R X Z sedemikian sehingga ( x, z) R o R y Y sedemikian sehingga (, y) R bila dan hanya bila terdapat x dan (, z) R y. Definisi.6. Relasi kabur R ~ adalah relasi antara elemen-elemen dalam himpunan X dengan elemen-elemen dalam himpunan Y yang didefinisikan sebagai bagian kabur dari darab Cartesius Jika X Y, dapat dinyatakan dengan ~ R,. R {( ( x, y), ~ ( x, y) ) ( x y) X Y} X Y, maka R ~ disebut relasi kabur pada himpunan X. Contoh.6. Misalkan { 3,78, 05}, Y {, 7,9} X dan R ~ adalah relasi kabur jauh lebih besar dari antara elemen-elemen X dan Y maka ~ R 0.3 + 0.4 ( 3,) + 0. ( 3,7) + 0.5 ( 78,) + 0.3 ( 78,7) + 0.9 ( 05,) + 0.7 ( 05, 7) ( 05,9) Contoh.6. Relasi kabur hampir sama antara bilangan-bilangan real dapat dinyatakan dengan ( x y ) {(( x, y), ~ ( x, y) e ) ( x, y) R R } R ~ R Sedangkan relasi kabur jauh lebih besar antara bilangan-bilangan real dapat dinyatakan dengan 30

~ R + e ( x, y), ~ ( x, y) ( ) ( x y), R x y R R Definisi.6.3 Bila R ~ adalah suatu relasi kabur pada semesta X Y, maka invers dari R ~ yang dinyatakan dengan ~ R, adalah relasi kabur pada semesta Y X dengan fungsi keanggotaan untuk setiap ( x, y) Y X. ( y, x) ( x y) ~ ~, R R ~ ~ Maka ( R ) R untuk setiap relasi kabur R ~. Bila himpunan X dan Y keduanya berhingga, maka relasi kabur R ~ antara elemen-elemen dalam himpunan X dengan elemen-elemen dalam himpunan Y dapat dinyatakan dalam bentuk suatu matriks berukuran m x n sebagai berikut di mana a ~ ( x, y ) ij R i j a ~ a R M am a a a M m L L L a a a n n M mn untuk i,, L, m dan j,, L, n. 3

Definisi.6.4 ~ Jika R adalah relasi kabur pada ~ X Y dan R adalah relasi kabur pada Y Z, ~ ~ maka komposisi relasi kabur R dan R, yang dinotasikan dengan R o R, adalah relasi kabur pada di mana t adalah suatu norma-t. X Z dengan fungsi keanggotaan ( ) ( x, z) sup t ~ ( x, y), ~ ( y z) ~ ~, R o R R R y Y Definisi.6.5 Komposisi sup-min diperoleh jika operator min sebagai norma-t, maka diperoleh relasi komposit R o R dengan fungsi keanggotaan { } ( x, z) sup min ~ ( x, y), ~ ( y z) ~ ~, R o R R R y Y Definisi.6.6 Komposisi sup-darab diperoleh jika operator darab aljabar sebagai norma-t, maka diperoleh relasi komposit R o R dengan fungsi keanggotaan { } ( x, z) sup ~ ( x, y), ~ ( y z) ~ ~, R o R R R y Y Contoh.6.3 Misalkan X { 3,78, 05}, Y {,7, 9} dan Z { 0, 5,94}, dan relasi ~ kabur R, adalah relasi jauh lebih besar antara elemen-elemen dalam X dengan Y dengan matriks sebagai berikut 3

0.3 ~ R 0.5 0.9 0. 0.3 0.7 0.0 0.0 0.4 ~ Dan R adalah relasi kabur jauh lebih kecil antara elemen-elemen dalam Y dengan Z dengan matriks sebagai berikut ~ R 0. 0.0 0.0 0.9 0.8 0.5 0.5 0.3 0.0 Jika menggunakan komposisi sup-min, diperoleh { } ( 3,0) sup min ~ ( 3, y), ~ (,0) ~ ~ y R o R R R y Y max min max { min{ ~ ( 3,), ~ (,0) },min { ~ ( 3,7), ~ ( 7,0) }, R R R R { ~ ( 3,9), ~ ( 9,0) } } R R { min{ 0.3,0.},min{ 0.,0.0},min{ 0.0,0.0 } max{ 0.,0.0,0.0} 0. Relasi kabur komposit R o R dengan komposisi sup-min dapat disajikan dengan matriks sebagai berikut ~ ~ R o R 0.3 0.5 0.9 0. 0.3 0.7 0.0 0.0 0.4 o 0. 0.0 0.0 0.9 0.8 0.5 0.5 0. 0.3 0. 0.0 0. 0.3 0.5 0.9 0.3 0.5 0.5 Jika menggunakan komposisi sup-darab, diperoleh { } ( 3,0) sup ~ ( 3, y), ~ (,0) ~ ~ y R o R R R y Y max { ~ ( 3,), ~ (,0), ~ ( 3,7), ~ ( 7,0), ~ ( 3,9), ~ ( 9,0) } R R R R R R 33

max {( 0.3)( 0.),( 0.)( 0.0),( 0.0)( 0.0) } max{ 0.03,0.0,0.0} 0.03. Relasi kabur komposit R o R dengan komposisi sup-darab dapat disajikan dengan matriks sebagai berikut 0.3 0. 0.0 0. 0.9 0.5 0.03 0.7 0.5 ~ ~ R o R 0.5 0.3 0.0 o 0.0 0.8 0.3 0.05 0.45 0.5. 0.9 0.7 0.4 0.0 0.5 0.0 0.09 0.8 0.45 G. Proposisi Kabur Definisi.7. Proposisi kabur adalah kalimat yang memuat predikat kabur, yaitu predikat yang dapat direpresentasikan dengan suatu himpunan kabur. Bentuk umum dari proposisi kabur x adalah A dimana x adalah suatu variabel linguistik dan predikat A adalah suatu nilai linguistik dari x. Definisi.7. tertentu. Peryataan kabur adalah proposisi kabur yang mempunyai nilai kebenaran 34

Definisi.7.3 Nilai kebenaran dari suatu peryataan kabur disajikan dengan suatu bilangan real dalam selang [ 0,] dan disebut juga derajat kebenaran dari peryataan kabur. Derajat kebenaran dari peryataan kabur x 0 adalah A Bila A ~ adalah himpunan kabur yang dikaitkan dengan nilai linguistik A dan x 0 adalah suatu elemen titik dalam semesta X dari himpunan kabur A ~, maka x 0 mempunyai derajat keanggotaan ~ ( x ) dalam himpunan kabur A ~. A 0 Definisi.7.4 Jika x adalah variabel linguistik dengan semesta numeris X dan y adalah variabel linguistik dengan semesta numeris Y maka konjungsi kabur x adalah A dan y adalah B dimana A dikaitkan dengan himpunan kabur A ~ dalam X, dan B dikaitkan dengan himpunan kabur B ~ dalam Y, dapat dipandang sebagai suatu relasi kabur dalam X Y dengan fungsi keanggotaan ( ) ( x, y) t ~ ( x), ~ ( y) dengan t adalah suatu norma-t. A B 35

Definisi.7.5 Jika x adalah variabel linguistik dengan semesta numeris X dan y adalah variabel linguistik dengan semesta numeris Y maka disjungsi kabur x adalah A atau y adalah B dimana A dikaitkan dengan himpunan kabur A ~ dalam X, dan B dikaitkan dengan himpunan kabur B ~ dalam Y, dapat dipandang sebagai suatu relasi kabur dalam X Y dengan fungsi keanggotaan dengan s adalah suatu norma- s. ( ) ( x, y) s ~ ( x), ~ ( y) A B H. Implikasi Kabur Bentuk umum suatu implikasi kabur adalah Bila x adalah A, maka y adalah B dimana A dan B adalah predikat-predikat kabur yang dikaitkan dengan himpunan-himpunan kabur A ~ dan B ~ dalam semesta X dan Y berturut-turut. Sama seperti konjungsi dan disjungsi kabur, implikasi kabur juga dipandang sebagai suatu relasi kabur dalam X Y yang dilambangkan dengan. Berdasarkan ekivalensi implikasi tegas p q p q maka proposisi p dapat diganti dengan proposisi kabur " x adalah A" dan proposisi q dapat 36

dapat diganti dengan proposisi kabur " y adalah B". Implikasi kabur tersebut dapat diinterpretasikan sebagai relasi kabur dalam X Y dengan fungsi keanggotaan ( ( ~ ), ~ ( y) ) ( x y) s k ( x), A B dimana s adalah norma- s dan k adalah suatu komplemen kabur. Definisi.8. Implikasi Dienes-Rescher diperoleh bila norma- s dan komplemen kabur diambil operasi-operasi gabungan dan komplemen baku dan fungsi keanggotaannya sebagai berikut ( ) ( x, y) max ~ ( x), ~ ( y). dr A B Karena implikasi tegas p q juga ekivalen dengan ( p q) p, maka implikasi kabur di atas juga dapat diinterpretasikan sebagai relasi kabur dalam X Y dengan fungsi keanggotaan ( ( ~ ), ~ ( x), k ( ~ ( y) ) ( x y) s t ( x), A dimana s adalah norma- s, t adalah suatu norma-t dan k adalah suatu komplemen kabur. B A Definisi.8. Implikasi Zadeh diperoleh bila norma- s, norma- t dan k diambil operasioperasi gabungan, irisan dan komplemen baku sehingga diadapat fungsi keanggotaan sebagai berikut 37

( ( ~ ), ~ ( x) ) ( x y) max min ( x), ~ ( y) z,. A B A Definisi.8.3 Implikasi Mamdani adalah implikasi kabur yang dapat juga dipandang sebagai suatu konjungsi kabur, sehingga diperoleh ( ) ( x, y) t ~ ( x), ~ ( y) A Bila sebagai norma-t diambil operasi baku min, maka diperoleh mm ( x, y) min ~ ( x), ~ ( y) B ( ) A dan bila sebagai norma-t diambil operasi darab aljabar, maka diperoleh md ( x, y) ~ ( x) ~ ( y) A B B Contoh.8.: Misalkan diketahui semesta X {,,3,4,5} dan { 50,60,70} kabur Y dan implikasi Jika x banyak, maka y cepat dimana predikat banyak dan cepat berturut-turut dikaitkan dengan himpunan kabur ~ A 0./+ 0.4/ + 0.6/3 + 0.8/ 4 + / 5 ~ B 0.4/50 + 0./ 60 + / 70 Maka jika digunakan implikasi Dienes-Rescher, diperoleh dr 0.8 + 0.4 + 0.4 (,50) + 0.8 (,60) + (,70) + 0.6 (,50) + 0.7 (,60) + (,70) ( 3,50) + 0.7 ( 3,60) + ( 3,70) + 0.4 ( 4,50) + 0.7 ( 4,60) + ( 4,70) ( 5,50) + 0.7 ( 5,60) + ( 5,70) 38

Jika digunakan implikasi Zadeh, diperoleh z 0.8 + 0.4 + 0.4 (,50 ) + 0.8 (,60 ) + 0.8 (,70 ) + 0.6 (,50) + 0.6 (,60) + 0.6 (,70) ( 3,50) + 0.6 ( 3,60) + 0.6 ( 3,70) + 0.4 ( 4,50) + 0.7 ( 4,60) + 0.8 ( 4,70) ( 5,50) + 0.7 ( 5,60) + ( 5,70) Dan jika digunakan implikasi Mamdani diperoleh mm 0. atau md + 0.4 + 0.4 0.08 + 0.4 + 0.4 (,50 ) + 0. (,60) + 0. (,70 ) + 0.4 (,50) + 0.4 (,60) + 0.4 (,70) ( 3,50) + 0.6 ( 3,60) + 0.6 ( 3,70) + 0.4 ( 4,50) + 0.7 ( 4,60) + 0.8 ( 4,70) ( 5,50) + 0.7 ( 5,60) + ( 5,70) (,50) + 0.4 (,60) + 0. (,70) + 0.6 (,50) + 0.8 (,60) + 0.4 (,70) ( 3,50) + 0.4 ( 3,60) + 0.6 ( 3,70) + 0.3 ( 4,50) + 0.56 ( 4,60) + 0.8 ( 4,70) ( 5,50) + 0.7 ( 5,60) + ( 5,70) I. Basis Pengetahuan Basis pengetahuan dari suatu sistem kendali logika kabur terdiri dari basis data dan basis kaidah. Basis data adalah himpunan fungsi-fungsi keanggotaan dari himpunan-himpunan kabur yang terkait dengan nilai-nilai linguistik dari variabelvariabel yang terlibat dalam sistem itu. Contoh.9. Misal dalam suatu sistem kendali logika kabur, variabel y dengan semesta selang tertutup [ a,a ] mempunyai tujuh nilai linguistik sebagai berikut: Besar Negatif, yang dikaitkan dengan himpunan kabur B ~ 39

Sedang Negatif, yang dikaitkan dengan himpunan kabur S ~ Kecil Negatif, yang dikaitkan dengan himpunan kabur K ~ Mendekati Nol, yang dikaitkan dengan himpunan kabur 0 ~ Kecil Positif, yang dikaitkan dengan himpunan kabur K ~ + Sedang Positif, yang dikaitkan dengan himpunan kabur S ~ + Besar Positif, yang dikaitkan dengan himpunan kabur B ~ + Maka basis data dari sistem itu memuat fungsi keanggotaan dari himpunanhimpunan kabur yang terkait itu, misalnya berbentuk segitiga, sebagai berikut: B ~ S ~ K ~ ~ 0 + K ~ S ~ + + B ~ a 0 a Gambar.9.. Fungsi keanggotaan himpunan-himpunan kabur yang terkait a,a dengan nilai-nilai linguistik untuk variabel y pada semesta [ ] Basis kaidah adalah himpunan implikasi-implikasi kabur yang berlaku sebagai kaidah dalam sistem itu. Bila sistem itu mempunyai m buah kaidah dengan ( n +) variabel, maka bentuk umum kaidah ke- i ( i K,, n ) sebagai berikut: adalah 40

Bila x adalah A i dan K dan x n adalah A in, maka y adalah B i di mana x j adalah variabel linguistik dengan semesta numeris X j ( j, L, n). berikut: Suatu basis kaidah diharapkan memenuhi beberapa kriteria sebagai. Lengkap, yaitu untuk setiap ( x, L xn ) X L X n terdapat i { L,,m}, sedemikian sehingga ( ) 0 ~ x Aij j untuk semua j {, L, n }. dengan perkataan lain, untuk setiap nilai masukan terdapat sekurang-kurangnya satu kaidah yang tersulut.. Konsisten, yaitu tidak terdapat kaidah-kaidah yang mempunyai anteseden yang sama tetapi konsekuaennya berbeda. 3. Kontinu, yaitu tidak terdapat kaidah-kaidah dengan himpunan-himpunan kabur yang terkait dala anteseden beririsan, tetapi himpunan-himpunan kabur yang terkait dalam konsekuennya saling asing. Contoh.9. Misalkan implikasinya melibatkan tiga variabel sebagai berikut: Bila x adalah A dan y adalah B, maka z adalah C di mana x, y, dan z adalah variabel-variabel dengan semesta selang tertutup [ a, a], [ b, b], dan [ c, c] berturut-turut, dan dengan tujuh nilai linguistik seperti dalam Conto.9.. maka basis kaidah dari sistem ini terdiri dari 49 kaidah, yang secara lengkap dapat disajikan dalam bentuk matriks sebagai berikut: 4

x z B ~ S ~ y K ~ ~ + 0 K ~ + S ~ + B ~ B ~ + S ~ B ~ + S ~ ~ 0 K ~ + S ~ + K ~ ~ 0 ~ + + 0 K ~ ~ 0 K ~ S ~ K ~ + S ~ + + B ~ 0 S ~ ~ 0 K ~ ~ S ~ S ~ B ~ Misalnya salah satu kaidahnya berbunyi: Bila x sedang negatif dan y kecil positif, maka z sedang positif seperti yang terlihat pada baris kedua kolom kelima dari matriks di atas. 4

BAB III MEMBANGUN ATURAN KABUR DARI DATA NUMERIS Misal diberikan suatu himpunan input A { x x, } output B { y y, }, L seperti di bawah ini y m dan himpunan, L, sehingga diperoleh suatu himpunan pasangan terurut ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( x x, L, x ; y, y, L y ), n, m ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( x x, L, x ; y, y, L y ), n, m M M ( k ) ( k ) ( k ) ( k ) ( k ) ( k ) ( x x,, x ; y, y,, y ) L (3.), n L m x n di mana k,, L, l. Misalkan kita berikan suatu contoh himpunan pasangan terurut dua input dan satu output itu seperti di bawah ini: ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( x ; y ), x, x ; y ( i ) ( i) ( i ) ( ),, ( x, x y ) x, L ; (3.) di mana i,, L, l. Tugas di sini adalah untuk membangun aturan kabur JIKA-MAKA dari suatu himpunan pasangan berurutan dari (3.). Terdapat empat langkah dalam membangun aturan kabur dari data numeris, yaitu: 43

3. Mendefinisikan Himpunan Kabur pada Ruang Semesta Input dan Output Misalkan kita mempunyai himpunan pasangan berurutan ( x x ; y) + dan x adalah sebuah input yang mempunyai interval [ ], x adalah sebuah output dengan interval [ y ], y + + x dan [ ] x,. x, x dan y, yang ditunjukkan oleh S3 (Besar Negatif), S (Sedang Negatif), S (Kecil Negatif), CE (tengah atau mendekati nol), B (Kecil Positif), B (Sedang Positif), dan B3 (Besar Positif). Didefinisikan himpunan kabur untuk x dan x seperti pada gambar 3. di bawah ini. ( ) x.0 S S CE B B 0.0 x + x x ( x ).0 S S CE B B B3 0.0 x + x x Gambar 3. Himpunan Kabur Input Sedangkan himpunan kabur untuk y didefinisikan seperti pada gambar 3. seperti di bawah ini. 44

( y).0 S S CE B B 0.0 y + y y Gambar 3. Himpunan Kabur Output 3. Membangun Aturan Kabur dari Data Pasangan Berurutan Langkah kedua dalam membangun aturan kabur dari data numeris adalah membangun aturan kabur dari data pasangan berurutan yang diperlukan tiga langkah. Pertama, menentukan derajat keanggotaan dari ( i ) ( i ), x x dan, ( i) y pada himpunan kabur yang berbeda. Sebagai contoh, ( ) x mempunyai derajat keanggotaan 0.8 di B, mempunyai derajat keanggotaan 0.5 di B, dan mempunyai derajat keanggotaan 0 untuk semua himpunan kabur yang lain. Secara sama, ( ) x mempunyai derajat keanggotaan di CE, mempunyai derajat keanggotaan 0.8 di S dan derajat keanggotaan 0 untuk himpunan kabur yang lain. Begitu juga dengan ( ) y mempunyai derajat keanggotaan 0.9 di CE, mempunyai derajat keanggotaan 0.8 di B, dan mempunyai derajat keanggotaan 0 untuk semua himpunan kabur yang lain seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.3. 45

( ) x.0 0.8 0.5 0.0 S S CE B B x ( ) x x ( ) + x x ( x ).0 S S CE B B B3 0.0 x x ( ) x ( ) + x x ( y).0 S S CE B B 0.0 y ( ) y ( ) y + y y Gambar 3.3 Membagi input dan output menjadi himpunan nilai linguistik dan fungsi keanggotaan Kedua, menetapkan ( i ) ( i ), x x atau, ( i) y sebagai himpunan kabur dengan derajat keanggotaan yang maksimum atau himpunan kabur yang mempunyai derajat keanggotaan paling tinggi. Karena derajat keanggotaan ( ) x pada himpunan kabur B lebih besar daripada himpunan kabur B maka yang dipilih adalah himpunan kabur B, sedangkan derajat keanggotaan ( ) x pada himpunan kabur CE lebih tinggi daripada derajat keanggotaan pada himpunan kabur S maka yang dipilih adalah himpunan kabur CE dan derajat keanggotaan ( ) y pada 46

himpunan kabur CE lebih tinggi daripada derajat keanggotaan pada B maka yang dipilih adalah himpunan kabur CE. Ketiga, setelah menentukan dan menetapkan derajat keanggotaannya maka kita bisa menyusun aturan kabur dari data pasangan berurutan sebagai berikut: JIKA x adalah A dan x adalah B, MAKA y adalah C Sebagai contoh, kita tentukan derajat keanggotaan lalu ( ) x, x ( ), dan ( ) y lalu kita tetapkan ( ) x di B karena himpunan kabur B mempunyai derajat keanggotaan paling tinggi dibandingkan dengan B atau yang lainnya, ( ) x di CE dan ( ) y di CE. Sehingga bisa kita susun sebuah aturan sebagai berikut: JIKA x adalah dan x adalah CE, MAKA y adalah B. B 3.3 Menentukan Derajat Kebenaran dari Masing-masing Aturan Meskipun menggunakan beberapa pasangan data berurutan dan masingmasing pasangan data berurutan membangun satu aturan, ada kemungkinan terdapat beberapa aturan yang konflik, yaitu aturan yang mempunyai bagian JIKA sama tetapi bagian MAKA berbeda. Salah satu cara untuk menyelesaikannya adalah dengan menetapkan sebuah derajat kebenaran pada masing-masing aturan yang membangun pasangan data berurutan dan hanya menerima aturan dari kelompok aturan yang konflik yang mempunyai derajat maksimum. Kita menggunakan implikasi Mamdani untuk menetapkan sebuah derajat kebenaran ke masing-masing aturan. Untuk aturan: JIKA x adalah A dan x 47

adalah B, MAKA y adalah C, derajat dari aturan ini dinotasikan dengan D ( Aturan). Berdasarkan definisi (.7.4), definisi (.8.3) dan darab aljabar D ( Aturan ) t( ( x ) ( y) ) ~, ~ (.7.4) A C ( t( ~ ( x ), ~ ( x )), ~ ( y) ) t (.8.3) A B ( x ) ~ ( x ) ~ ( y) ~ A B C Sehingga diperoleh D ( Aturan) ( x ) ( x ) ( y) C (darab aljabar). A B C Contoh 3.3. Aturan mempunyai derajat D ( Aturan ) ( x ) ( x ) ( y) B S CE 0.8 0.7 0.9 0.504. (lihat gambar 3.3) Aturan mempunyai derajat D ( Aturan ) ( x ) ( x ) ( y) B CE B 0.6 0.7 0.4. 3.4 Menyusun Tabel Look Up Gambar 3.4 menggambarkan sebuah tabel look-up yang menggantikan basis data aturan kabur. Kita mengisi kotak-kotak tersebut dengan aturan kabur sebagai berikut: sebuah skema tabel look-up ditentukan oleh aturan linguistik atau dari membangun data numerik, jika ada lebih dari satu aturan di dalam kotak aturan kabur, kita gunakan aturan yang mempunyai derajat paling tinggi. 48

Gambar 3.4 Ilustrasi tabel lookup dari aturan dasar kabur Di dalam langkah ini, baik data numerik dan linguistik disusun menjadi sebuah kerangka yaitu skema tabel look-up. Jika aturan linguistik itu adalah aturan dan maka hanya diisi satu kotak pada tabel, tetapi jika aturan linguistik itu adalah aturan atau, maka semua kotak pada baris atau kolom yang sama dalam tabel diisi ke daerah JIKA. Sebagai contoh, anggap kita punya aturan : JIKA x adalah S atau x adalah CE, MAKA y adalah B, maka kita akan mengisi tujuh kotak pada kolom S dan lima kotak pada baris CE dengan B. Semua derajat pada B pada kotak ini sama derajatnya pada aturan atau. 49

BAB IV PENERAPAN ATURAN KABUR DARI DATA NUMERIS PADA SISTEM KENDALI TRUK A. Permasalahan pada Kontrol Sistem Kendali Truk Gambar 4. Diagram simulasi truk dan daerah muatan Simulasi truk dan daerah muatan ditunjukkan pada Gambar 4.. Posisi truk ditentukan oleh 3 variabel awal yaitu, x, dan y, dimana adalah sudut truk dengan bidang datar seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4., x adalah posisi gerak truk dan y adalah jarak antara truk dan dok yang tidak harus dianggap sebagai input. Misal diberikan suatu tabel panjang lintasan seperti di dan [ 0, 0] bawah ini, yang mana [ 90 ] 0, 70 0 θ [ 40 ] 0, 40 0 x dan outputnya adalah, sedemikian sehingga didapat posisi akhir dari kedudukan truk x. 0 tersebut adalah (, ) ( 0,90 ) f f 50

TABEL 4. Panjang lintasan o x, 0 0, 0 dimulai dari ( ) ( ) t x o o θ 0.00 0.00-9.00.95 9.37-7.95.88 8.3-6.90 3 3.79 6.59-5.85 4 4.65 34.44-4.80 5 5.45 4.78-3.75 6 6.8 48.60 -.70 7 6.83 54.9 -.65 8 7.39 60.70-0.60 9 7.87 65.98-9.55 0 8.7 70.74-8.50 8.60 74.98-7.45 8.86 78.70-6.40 3 9.05 8.90-5.34 4 9.9 84.57-4.30 5 9.8 86.7-3.5 6 9.34 88.34 -.0 7 9.37 89.44 0.00 B. Membangun Aturan Kabur dari Data Numeris untuk Sistem Kendali Truk Kita gunakan empat langkah dari membangun aturan kabur dari data numeris untuk menentukan fungsi : ( x,) θ f, berdasarkan tabel 4.. Berikut ini adalah langkah-langkah dalam membangun aturan kabur dari data numeris : 5

4.. Mendefinisikan Himpunan Kabur pada Ruang Semesta Input dan Output Misalkan kita mempunyai himpunan pasangan berurutan ( x, ;θ ) dimana interval [ 0,0] x, [ 90 ] 0, 70 0 dan [ 40 ] 0, 40 0 θ. Kemudian didefinisikan himpunan kabur untuk x,, dan θ sebagai berikut: Gambar 4. Fungsi Keanggotaan Kabur untuk + 5 untuk 5 50 35 5 ( ) untuk 50 5 35 0 untuk lainnya + 45 untuk 45 0 45 45 ( ) untuk 0 45 45 0 untuk lainnya S 3 S 5

53 ( ) lainnya untuk 0 90 5.5 untuk 37.5 90 5.5 5 untuk 37.5 5 S ( ) lainnya untuk 0 00 90 untuk 0 00 90 80 untuk 0 80 CE ( ) lainnya untuk 0 65 7.5 untuk 37.5 65 7.5 90 untuk 37.5 90 B ( ) lainnya untuk 0 5 80 untuk 45 5 80 35 untuk 45 35 B ( ) lainnya untuk 0 95 45 untuk 50 95 45 95 untuk 50 95 3 B PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gambar 4.3 Fungsi Keanggotaan Kabur untuk x S ( x) 7 x 5.5 0 untuk 0 x.5 untuk.5 x 7 untuk lainnya x 4 untuk 4 x 7 3 0 x ( ) untuk 7 x 0 S x 3 0 untuk lainnya CE ( x) x 9 x 0 untuk 9 x 0 untuk 0 x untuk lainnya ( x) x 0 3 6 x 3 0 untuk 0 x 3 untuk 3 x B 6 untuk lainnya 54

x 3 untuk 3 x 8.5 5.5 ( ) untuk 8.5 x 0 B x 0 untuk lainnya Gambar 4.4 Fungsi Keanggotaan Kabur untuk θ ( θ ) θ + 40 0 0 θ 0 0 untuk 40 θ 30 untuk 30 S θ 3 ( θ ) θ + 33 3 7 θ 3 0 0 untuk lainnya untuk 33 θ 0 untuk 0 S θ untuk lainnya 7 55

( θ ) θ + 4 7 θ 7 0 untuk 4 θ 7 untuk 7 S θ untuk lainnya 0 CE ( θ ) θ + 4 4 4 θ 4 0 untuk 4 θ 0 untuk 0 θ 4 untuk lainnya ( θ ) θ 0 7 4 θ 7 0 untuk 0 θ 7 untuk 7 B θ ( θ ) θ 7 3 33 θ 3 0 4 untuk lainnya untuk 7 θ 0 untuk 0 B θ ( θ ) θ 0 0 40 θ 0 0 33 untuk lainnya,untuk 0 θ 30 untuk 30 B θ 3 untuk lainnya 40 56

4.. Membangun Aturan kabur dari Data Pasangan Berurutan Untuk menentukan aturan kabur dan menetapkan derajat kebenaran dalam permasalahan pada sistem kendali pada truk kita gunakan tabel 4.. Dari tabel tersebut kita bisa memperoleh aturan kaburnya dan bisa menetapkan derajat kebenaran yang akan kita gunakan pada langkah ketiga. Berdasarkan tabel 4. diperoleh aturan-aturan seperti di bawah ini Untuk t 0, maka x, 0, dan θ 9. x 0 ( ) 0 S ( 0) 0 0 S 0 7 θ 3 0 7 + 9 3 3 ( 9) 0. 9307693 θ0 9 S Aturan 0 : JIKA x 0 adalah S dan 0 adalah S MAKA θ 0 adalah S. Untuk t, maka x. 95, 9. 37, dan θ 7. 95 7 x 7.95 5.05 x.95 S 5.5 5.5 5.5 9.37 (.95) 0. 98888 45 45 45 9.37 45 35.63 45 ( 9.37) 0. 79777777 S 7.95 7 θ 3 7 + 7.95 3 0.95 3 ( 7.95) 0. 8430769 θ S Aturan : JIKA x adalah S dan adalah S MAKA θ adalah S. Untuk t, maka x. 88, 8. 3, dan θ 6. 90 7 x 7.88 4. x.88 S 5.5 5.5 5.5 (.88) 0. 749090909 45 45 8.3 6.77 8.3 45 45 45 S ( 8.3) 0. 594888888 57